• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK (STUDI KASUS KAWASAN TERBATAS MEROKOK DI PUSAT PERBELANJAAN ITC MEGA GROSIR SURABAYA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK (STUDI KASUS KAWASAN TERBATAS MEROKOK DI PUSAT PERBELANJAAN ITC MEGA GROSIR SURABAYA)."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ITC MEGA GROSIR SURABAYA)

SKRIPSI

OLEH :

KARINA VASHTI AYUNINGTYAS RINDA PUTRI 0641010030

YAYASAN KEJ UANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA SURABAYA

(2)

ITC MEGA GROSIR SURABAYA)

Disusun Oleh :

KARINA VASHTI AYUNINGTYAS RINDA PUTRI

NPM. 0641010030

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

DRA. SUSI HARDJATI, M.AP

NIP.196902101993032001

Mengetahui

DEKAN

Drs.Ec. Hj. Suparwati, M.Si

(3)

rahmad dan hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas dan membandingkan dengan teori-teori yang sesuai dengan program studi mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian. Adapun judul yang penulis pilih dalam penyusunan skripsi ini adalah : “Implementasi Peraturan Daerah No 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Terbatas Merokok (Studi Kasus di Pusat Perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya ).

Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, khususnya pembimbing yaitu Dra.Susi Hardjati, M.AP , yang telah bersedia menyisakan waktunya untuk membimbing dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah member bantuan, bimbingan serta dorongan yaitu kepada :

1. Ibu Drs.Ec. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

(4)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan skripsi penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu besar harapan penulis untuk mendapatkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Dan mudah-mudahan skripsi penelitian ini dapat membantu dan bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Surabaya, Juli 2011

(5)

UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 15

2.2.1 Kebijakan Publik ... 15

2.2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 15

2.2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 16

2.2.1.3 Sifat Kebijakan Publik ... 18

2.2.2 Implementasi Kebijakan ... 19

(6)

2.2.2.5 Keberhasilan Implementasi Kebijakan ... 30

2.2.2.6 Kegagalan Implementasi Kebijakan ... 30

2.2.2.7 Prospek Untuk Memperbaiki Implementasi ... 31

2.2.2.8 Faktor Penghambat dan Pendukung implementasi kebijakan .. 32

2.2.3 Partisipasi ... 34

2.2.3.1 Konsep Partisipasi ... 34

2.2.3.2 Bentuk Partisipasi ... 36

2.2.3.3 Macam-Macam Partisipasi ... 39

2.2.3.4 Kendala-Kendala dalam Partisipasi ... 39

2.2.4 Pembinaan ... 40

2.2.4.1 Pengertian Pembinaan ... 40

2.3 Peraturan Daerah No 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Terbatas Merokok ... 41

2.3.1 Kawasan Terbatas Merokok ... 41

2.3.1.2 Kewajiban Pimpinan Penanggung Jawab Kawasan Terbatas Merokok ... 43

2.3.1.3 Peran Serta Masyarakat ... 43

2.3.1.4 Pembinaan dan Pengawasan Kawasan Terbatas Merokok ... 44

2.3.1.5 Sanksi Administratif ... 45

2.3.1.6 Ketentuan Penyidikan ... 46

2.3.1.7 Ketentuan Pidana ... 47

(7)

3.2 Fokus Penelitian ... 51

3.3 Lokasi Penelitian ... 53

3.4 Sumber dan Jenis Data... 54

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.6 Analisis Data ... 56

3.7 Keabsahan Data ... 58

BAB IV PEMBAHASAN ... 61

4.1 Gambaran Umum ... 61

4.1.1 ITC Mega Grosir Surabaya ... 61

4.1.1.1 Sejarah ITC Mega Grosir Surabaya ... 61

4.1.1.2 Visi dan Misi ITC Mega Grosir ... 63

4.1.1.3 Struktur Organisasi ... 64

4.1.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai ... 66

4.1.1.5 Komposisi Pegawai ITC Mega Grosir ... 70

4.2 Hasil Penelitian ... 74

4.2.1 Kewajiban Pimpinan dan Penanggung jawab ITC Mega Grosir 75 4.2.2 Peran Serta Masyarakat ... 82

4.2.3 Pembinaan dan Pengawasan ... 85

4.2.4 Sanksi Administrasi ... 91

4.3 Pembahasan ... 93

(8)

5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(9)

Tabel 4.1 Komposisi Pegawai berdasarkan Jabatan ... 68

Tabel 4.2 Komposisi Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

Tabel 4.3 Komposisi pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

(10)

Gambar 3.1 Analisis Interaktif Menurut Miles dan Huberman ... 55

(11)

Lampiran 2 Foto-Foto Tanda dan Petunjuk ... 104

Lampiran 3 Foto Pengunjung yang Melanggar ... 106

(12)

ABSTRAKSI

KARINA VASHTI AYUNIGTYAS RINDA PUTRI, 2011 : IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK. (Studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Sur abaya).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada fenomena masalah tentang masyarakat yang secara sadar untuk membiasakan hidup sehat dengan membatasi para perokok untuk merokok di tempat yang telah disediakan, sebab merokok dapat menyebabkan terganggunya atau menurunkan kesehatan masyarakat bagi perokok maupun bukan perokok. Dalam hal ini pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya turut membantu pemerintah dalam membatasi setiap perokok untuk merokok pada tempat yang khusus untuk disediakan oleh pihak pusat perbelanjaan.

Penelitian ini bertujuan ingin mendeskripsikan implementasi peraturan daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kewajiban pimpinan dan penanggung jawab ITC Mega Grosir, peran serta masyarakat, pembinaan dan pengawasan, dan sanksi administrasi. Pada penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah kota Surabaya, sedangkan yang menjadi situs penelitian adalah pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, dimana sumber data juga diperoleh dari informan, selain itu data juga diperoleh dari sumber tertulis. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah metode wawancara dan observasi, dimana analisis datanya menggunakan analisis kualitatif yakni meliputi reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Dengan teknik keabsahan datanya meliputi derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.

(13)
(14)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia merupakan sesuatu unsur yang sangat penting untuk mengubah kondisi kemasyarakatan ke arah yang lebih baik. Karena pembangunan merupakan suatu rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian : 2001 : 4). Oleh sebab itu, pembangunan dilaksanakan dalam berbagai bidang meliputi pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan.

(15)

Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, tetapi semua dapat dicegah ataupun dihindari. sebab setiap manusia ingin merasakan lingkungan yang sehat dan berhak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan lingkungan, termasuk hak untuk menghirup udara sehat bebas dari asap rokok. Namun permasalahan yang terjadi masih banyak diantara masyarakat sebagai perokok aktif, sehingga lingkungan banyak yang tercemari oleh asap rokok. Guna meningkatkan kesehatan masyarakat diperlukan kesadaran, kemauan, kemampuan masyarakat untuk senantiasa membiasakan hidup sehat. Sebab merokok menyebabkan terganggunya atau menurunnya kesehatan masyarakat bagi perokok maupun yang bukan perokok. (http://bloggerborneo.com).

(16)
[image:16.595.147.518.166.339.2]

Tabel 1.1

Jumlah Perokok pada tahun 2008 sampai 2011

No. Tahun Jumlah Prosentase

1. 2008 2720 27,09%

2. 2009 1940 19,32%

3. 2010 2560 25.5%

4. 2011 2820 28,09%

Jumlah 10040 100%

Kondisi ini membuktikan bahwa perokok di Indonesia telah menunjukkan penghisap rokok tidak memiliki kesadaran telah mencemari lingkungan. Potensi yang sangat besar inilah yang seharusnya mampu dioptimalkan oleh pihak pemerintah, untuk mengurangi peningkatan penghisap rokok di lingkungan sehat yang menimbulkan masyarakat terganggu akan asap rokok tersebut. Kurang sadarnya masyarakat akibat dari merokok tersebut serta asap yang di timbulkannya mengakibatkan gangguan kesehatan bagi yang bukan perokok.

(17)

konsumsi rokok di negeri ini cukup tinggi yang di pacu oleh pemasaran yang intensif melalui iklan rokok dan hampir tidak ada program pengendalian rokok. Perlunya identifikasi pola merokok diantara kelompok sosial ekonomi yang berbeda, pemahaman tentang keuntungan dan resiko merokok, dan perilaku perokok (Murti, 2005: 150).

Oleh sebab itu pemerintah menanggapi dengan serius masalah tersebut. Hal itu diwujudkan dengan dikeluarkannya Undang - Undang ( UU ) No.23/1992 tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah ( PP ) No.19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, akan tetapi peraturan tersebut belum mampu menekan laju perokok aktif. Maka pemerintah kota Surabaya mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok bahwa untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Surabaya, diperlukan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk senantiasa membiasakan hidup sehat. Dalam hal ini peneliti lebih menitik beratkan pada kawasan terbatas merokok

(18)

merokok pada tempat yang sudah disediakan. Kawasan terbatas merokok seperti yang tersurat pada pasal 4 yang berbunyi bahwa “Kepala Daerah menetapkan tempat umum dan tempat kerja sebagai kawasan terbatas merokok”.

Seperti yang dipaparkan pada peraturan daerah Surabaya No.5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok yang dijelaskan bahwa kawasan terbatas merokok adalah tempat atau area dimana kegiatan merokok hanya boleh di lakukan di tempat khusus dan kawasan tanpa rokok adalah area yang dinyatakan di larang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, atau penggunaan rokok. Namun saat ini telah ditekankan pada kawasan terbatas merokok dikarenakan kebiasaan masyarakat yang tidak bisa lepas dari rokok. Maka dari itu untuk menekan pola kebiasaan tersebut masyarakat dibatasi khususnya di tempat-tempat umum yang bisa mengganggu masyarakat lain, seperti di pusat perbelanjaan, restoran, hotel, terminal, pasar, pertokoan, bioskop, jasa boga, tempat wisata, kolam renang, dan stasiun. Namun, peneliti hanya menyoroti pada pusat perbelanjaan khususnya di pusat perbelanjaan itc mega grosir. Ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian dikarenakan beberapa alasan yaitu:

a. Pusat grosir baru di surabaya

b. Banyaknya jumlah pengunjung itc mega grosir.

(19)

membiasakan hidup sehat dengan membatasi para perokok untuk merokok di tempat yang telah disediakan, sebab merokok dapat menyebabkan terganggunya atau menurunnya kesehatan masyarakat bagi perokok maupun bukan perokok. Seperti yang telah di tetapkan pada Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok yaitu pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir di Surabaya yang merupakan bagian dari program kawasan terbatas merokok.

Dalam hal ini pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya turut membantu pemerintah dalam membatasi setiap perokok untuk merokok pada tempat yang khusus disediakan oleh pihak pusat perbelanjaan. Tahap implementasi yang terjadi pada kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan adanya output-output kebijaksanaan dari badan pelaksana kawasan, kepatuhan kelompok sasaran terhadap keputusan yang sudah dibuat, dampak nyata keputusan-keputusan pada badan pelaksana kawasan, adanya persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan yang sudah dibuat, dan perbaikan yang dilakukan dalam undang-undang yang telah dibuat.

(20)

merokok yang berada pada pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya yang telah disediakan dengan fasilitas yang memadai, tidak sepenuhnya digunakan dengan sebaik mungkin oleh para perokok aktif. Banyak masyarakat yang menghisap rokok di tempat umum tanpa menghiraukan peraturan yang diberikan di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya. Setelah adanya sosialisasi yang diberikan oleh pihak pimpinan atau penanggung jawab pusat perelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya memberikan nilai positif bagi perokok aktif untuk mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.

Dari beberapa pemaparan tentang kondisi nyata dilapangan, maka permasalahan yang patut menjadi sorotan dalam pelaksanaan peraturan mengenai kawasan terbatas merokok dilihat dari masyarakat yang kurang mempedulikan peraturan tersebut. Hal tersebut menjadikan ketertarikan peneliti untuk meneliti lebih dalam dengan mengambil judul “Implementasi Peraturan Daerah No 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (Studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya)”.

1.2 Rumusan Masalah

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan Implementasi Peraturan Daerah No 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya) ?

1.4Manfaat Penelitian 1. Bagi Universitas

Memberikan tambahan referensi yang dapat berguna sebagai dasar-dasar pemikiran untuk lebih memahami tentang implementasi dalam kawasan terbatas merokok.

2 Bagi Peneliti

Menambah informasi keilmuan untuk pengembangan kualitas kreatifitas bagi penulis dalam mengembangkan ilmu tentang implementasi dalaam kawasan terbatas merokok.

3. Bagi Pusat Perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya

(22)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain dapat digunakan dalam pengkajian yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Daerah No 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok di Pusat Perbelanjaan ITC Surabaya antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Yayi Suryo Prabandari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (2009) yang berjudul “ Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku Dan Status Merokok Mahasiswa Di Fakultas Kedokteran UGM,Yogyakarta”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektifitas kebijakan kawasan tanpa rokok di fakultas kedokteran UGM, Yogyakarta

(23)

Hasil penelitian ini adalah presentase mahasiswa yang tidak merokok bertambah 19,1%, sedangkan pada wanita bertambah 1,2%. Sementara itu, terdapat 11,9% mahasiswa berhenti merokok ketika masuk pertama kali di Fakultas Kedokteran UGM, 6% berhenti merokok setelah pelaksanakan kebijakan kampus bebas rokok dan 7% mengurangi jumlah rokok yang mereka hisap. Lebih lanjut, 90% mahasiswa dan 94% mahasiswi mendukung pelaksanaan kebijakan kampus bebas rokok.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan kebijakan kampus bebas rokok mempunyai dampak positif pada pengurangan kebiasaan merokok dan mempromosikan perilaku berhenti merokok pada mahasiswa fakultas kedokteran UGM. Mayoritas mahasiswa dan mahasiswi fakultas kedokteran UGM sangat men dukung kebijakan kampus bebas rokok. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Resi Wahyuni Aprilia Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (2011), yang berjudul Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok Di UPN “Veteran” Jawa Timur.

(24)

menyalakan rokok), Memberikan sumbangan pemikiran terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok, Memberikan pertimbangan terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok, Melakukan pengadaan sarana dan prasarana dalam mewujudkan kawasan tanpa rokok, Memberikan bantuan berupa sarana dan prasarana dalam mewujudkan kawasan tanpa rokok, Memberikan bimbingan tentang kebijakan kawasan tanpa rokok, Memberikan penyuluhan tentang kebijakan tanpa rokok yang diberlakukan, Menyebarluaskan informasi tentang kebijakan tanpa rokok yang diberlakukan, Mengingatkan setiap orang yang melanggar kebijakan kawasan tanpa rokok, Melaporkan setiap orang yang melanggar kebijakan kawasan tanpa rokok, Mengetahui peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok yang di berlakukan di area belajar mengajar termasuk kampus. Berdasarkan fenomena temuan penulis dilapangan pada saat survei yaitu di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Ada fakta yang menunjukkan seseorang mahasiswa yang merokok di lobby FISIP.

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kawasan tanpa rokok di UPN “Veteran” Jawa Timur?

(25)

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di UPN “Veteran” Jawa Timur sebanyak 265, dengan menggunakan teknik Random Sampling dalam pengambilan sampel.

Hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Terdapat perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kawasan tanpa rokok di UPN “Veteran” Jawa Timur”. Untuk mengetahui tingkat perbedaan partisipasi digunakan rumus Chi Kuadrat satu sampel.

Hasil penelitian tentang kategori tingkat partisipasi sangat rendah 3,8%, kategori rendah 63,40%, kategori sedang 26,80%, kategori tinggi 4,5%, dan ketegori sangat tinggi 1,5%.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di UPN “Veteran” Jawa Timur termasuk dalam kategori rendah, hal ini dapat dilihat yang menjawab kategori rendah sebanyak 168 responden atau 63,40% dari sampel. Dan Masih banyak masyarakat di UPN “Veteran” Jawa Timur yang tidak mengetahui adanya kebijakan kawasan tanpa rokok yang di terapkan di area belajar mengajar termasuk kampus, yang dinyatakan oleh 54,72% responden menjawab tidak tahu.

(26)

3. Penelitian yang dilakukan oleh Syahrul Mubin dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (2011), yang berjudul Implementasi Perda Kota Surabaya no 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Studi tentang kawasan tanpa rokok di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur).

(27)

terkait dengan pelaksanaan kebijakan ini. Akan tetapi yang terjadi di lapangan adalah pelanggaran-pelanggaran yang masih banyak terjadi. Berdasarkan hal-hal di atas maka dibuatlah rumusan masalah penelitian “ Bagaimanakah implementasi perda no 5 tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok dan terbatas merokok di kampus UPN “Veteran” Jawa Timur?

Metode penelitian yang digunakan dalan penelitian ini adalah jenis penelitian diskriptif melalui pendekatan kualitatif. Dengan fokus penelitian tiga hal yaitu : pertama, sosialisasi : memasang tanda larangan merokok, melakukan penyuluhan / kampanye tentang bahaya rokok. Kedua Tindakan/sanksi : menegur pelaku pelanggaran, mengusir pelaku keluar area kampus, memberikan sanksi administratif. Ketiga, hambatan/ kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dilakukan di UPN “Veteran” Jawa Timur. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan reduksi data, display data, instrument penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan dilapangan dan koneksi internet.

(28)

hambatan dengan mengenal lebih dalam tentang hal apa saja yang menjadi kendala diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menyusun perbaikan-perbaikan.

Perbedaan dari ketiga peneliti terdahulu sama-sama mengacu pada peraturan daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok,sedangkan peneliti sekarang mengacu pada peraturan daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok, namun metode yang digunakan ada sedikit perbedaan penelitian terdahulu menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif sedangkan peneliti sekarang menggunakan metode kualitatif, sedangkan peneliti terdahulu berbeda obyek penelitiannya dengan peneliti sekarang dari ketiga peneliti terdahulu obyek peneliti lebih di fokuskan kepada para mahasiswa dan pegawai kalau peneliti sekarang lebih di pusatkan pada para pengunjung pusat perbelanjaan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Kebijakan Publik

2.2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

(29)

Jenkins dalam Wahab ( 2004 : 4 ) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapai dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Menurut Anderson dalam Agustino ( 2006 : 7 ) memberikan pengertian tentang kebijakan publik yaitu serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.

Menurut Udoji dalam Wahab ( 2005 : 5 ) kebijaksanaan negara adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2.2.1.2 Tahap - Tahap Kebijakan Publik

(30)

urutan waktu. Oleh karena itu kebijakan publik dilakukan ke dalam beberapa tahap proses pembuatan kebijakan sebagai berikut :

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. 2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut di adopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif konsensus direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Tahap Implementasi Kebijakan

(31)

5. Tahap Penilaian Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

2.2.1.3 Sifat Kebijakan Publik

Menurut Agustino ( 2006 : 9 ) sifat kebijakan publik sebagai bagian dari suatu kegiatan dapat dimengerti secara baik bila dibagi-bagi dalam beberapa kategori, yaitu :

1. Policy Demands atau Permintaan Kebijakan

Merupakan permintaan atau kebutuhan atau klaim yang dibuat oleh warga masyarakat secara pribadi atau kelompok dengan resmi dalam sistem politik oleh karena adanya masalah yang mereka rasakan.

2. Policy Decision atau Putusan Kebijakan

Adalah putusan yang dibuat oleh pejabat publik yang memerintahkan untuk memberi arahan pada kegiatan-kegiatan kebijakan.

3. Policy Statements atau Pernyataan Kebijakan

(32)

4. Policy Output atau Hasil Kebijakan

Adalah perwujudan nyata dari kebijakan publik atau sesuatu yang sesungguhnya di kerjakan menurut keputusan dan pernyataan kebijakan.

5. Policy Outcome atau akibat dari kebijakan

Adalah konsekuensi kebijakan yang diterima masyarakat baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, yang berasal dari apa yang dikerjakan atau yang tidak dikerjakan oleh pemerintah. 2.2.2 Implementasi Kebijakan

2.2.2.1 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Kamus Webster dalam Wahab ( 2002 : 64 ) mendefinisikan bahwa implementasi adalah menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Jika pandangan ini diikuti, maka dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan kebijakan (kebijakan dalam bentuk undang-undang, peraturan daerah, keputusan pengadilan maupun dekrit presiden).

(33)

penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Selanjutnya Winarno ( 2006 : 144 ) menyatakan bahwa suatu kebijakan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang, implementasi kebijakan dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.

(34)

faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.

2.2.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Dengan memperhatikan beberapa konsep implementasi diatas, maka kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan, dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisa bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Model-model implementasi kebijakan tersebut adalah :

1. Model George C. Edward III

Menurut Agustino ( 2006 : 149-153 ) dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa bentuk model implementasi yang dikenal. Model implementasi kebijakan yang berprektif top down, yang menamakan model implementasi kebijakan

publiknya dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan oleh George C. Edward III,

terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu :

1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi

(35)

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan, menurut George C. Edward III adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut diatas, yaitu :

1. Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (misskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang ada diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

2. Kejelasan

(36)

3. Konsistensi

Perintah yang diberikan didalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya, menurut George C.Edward III dalam Agustino (2006:155), mengimplementasikan kebijakan indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu :

1. Staff

Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staff. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagaiankan oleh karena staff yang tidak mencukupi, memadai ataupun tidak kompeten di bidangnya.

2. Informasi

Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu :

(37)

harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.

b. Informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementator harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

3. Wewenang

Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. 4. Fasilitas

(38)

akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam prakteknya tidak terjadi bias.

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C.Edward III adalah :

1. Pengangkatan Birokrat

Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan apabila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. 2. Insentif

George C.Edward III, menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan manipulasi insentif. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.

(39)

menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.

(40)
[image:40.595.148.544.198.490.2]

Gambar 1

Model Implementasi Kebijakan

Yang Berpr ektif Top Down Model Pendekatan

Direct and Indirect Impact on Implementation (George C.Edward III)

Sumber : Menurut Agustino (2006 : 153). 2.2.2.3 Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan

Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan.

Menurut wahab ( 2008 : 102 ) mengemukakan sejumlah tahap-tahap dalam proses implementasi sebagai berikut :

1. Output-output kebijaksanaan ( keputusan-keputusan ) dari badan-badan pelaksana. Proses ini biasanya membutuhkan usaha-usaha tertentu pada pihak para pejabat di satu atau lebih

KOMUNIKASI

IMPLEMENTASI

STRUKTUR BIROKRASI

SUMBER DAYA

(41)

2. Kepatuhan kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut. Peluang bahwa adanya sanksi tertentu akan diikuti oleh timbulnya ketidakpatuhan dipengaruhi oleh macam dan besarnya sanksi yang akan disediakan oleh undang – undang. 3. Dampak nyata keputusan–keputusan badan–badan pelaksana.

Undang-undang akan berhasil apabila output kebijaksanaan sejalan dengan tujuan formal undang-undang.

4. Persepsi terhadap dampak keputusan–keputusan tersebut. Persepsi seseorang mengenai dampak kebijaksanaan tertentu mungkin merupakan fungsi dari dampak nyata yang diwarnai oleh yang mempersepsinya.

5. Perbaikan ( revisi ) mendasar dalam undang-undang.

Perbaikan undang-undang haruslah dipandang sebagai titik kulminasi dari proses implementasi.

2.2.2.4 Sumber- Sumber Implementasi Kebijakan

Menurut Winarno ( 2007 : 181 ) perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasi ini cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting meliputi :

(42)

a. Staf

Sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Ada satu hal yang harus diingat adalah jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil.

b. Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi mengenai program-program adalah penting terutama bagi kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan-persoalan teknis.

c. Wewenang

Sumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang. Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program yang lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda.

d. Fasilitas-fasilitas

(43)

kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.

2.2.2.5 Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Menurut Ripley dan Franklindalam Tangkilisan ( 2003 : 21) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan di tinjau dari 3 faktor, yaitu :

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur pelaksana.

2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan.

3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.

2.2.2.6 Kegagalan Implementasi Kebijakan

Menurut Peters dalam Tangkilisan ( 2003 : 22 ) mengatakan implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor yaitu :

1. Informasi

(44)

2. Isi Kebijakan

Implemetasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegasan intern ataupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan akan sangat sulit bila pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor implementasi dan juga mengenal organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang. 2.2.2.7 Prospek untuk Memperbaiki Implementasi

Menurut Winarno ( 2007 : 216 ) untuk memperbaiki implementasi kebijakan maka ada beberapa langkah yang dapat dilakukan :

a. Didalam mengusulkan langkah-langkah perbaikan harus dipahami terlebih dahulu hambatan-hambatan yang muncul dalam proses implementasi kebijakan dan mengapa hambatan tersebut timbul.

(45)

2.2.2.8 Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Kebijakan Dalam pelaksanaan kebijakan selama ini telah diidentifikasikan bahwa banyak masalah yang timbul. Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan banyaknya faktor, baik yang menyangkut karakteristik program kebijakan yang dijalankan maupun oleh aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan ( Winarno, 2007 : 237 ).

Kebijakan apapun sebenarnya mengandung resiko gagal. Menurut Hogwood dan Gun dalam Wahab ( 2002 : 61 ) membagi pengertian kegagalan kebijaksanaan ( policy failure ) ke dalam dua kategori yaitu no implementation ( tidak terimplementasi ) unsuccessful implementation ( implementasi yang tidak berhasil ). Tidak terimplementasi mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak yang terlibat tidak mau bekerjasama, atau mereka bekerja tidak efektif, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau mungkin permasalahan yang dikerjakan diluar jangkau kekuasaannya, sehingga betapa gigihnya usaha mereka, hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar untuk dipenuhi.

(46)

1.Teori yang menjadi dasar kebijakan yang tepat, oleh karena itu harus dilakukan “Reformulasi kebijakan“.

2. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaannya tidak efektif. 3. Sarana yang ada tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. 4. Isi dari kebijakan bersifat samar-samar.

5. Tidak adanya kepastian faktor intern dan faktor ekstern. 6. Kebijakan yang diterapkan mengandung banyak lubang. 7. Dalam pelaksanaannya kurang memperhatikan masalah teknis. 8. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu (

waktu, uang, dan sumber daya manusia ).

Hal-hal yang menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan, maka dapat diketahui bahwa sejak dalam pembentukan kebijakan tersebut tidaklah selalu disebabkan oleh kelemahan atau ketidak mampuan pelaksana atau administrator, melainkan dapat pula disebabkan pembentukkan kebijakan yang kurang sempurna.

(47)

Selain faktor penghambat pelaksanan kebijakan, juga ada faktor-faktor pendukung pelaksanaan suatu kebijakan. Seperti yang dikemukakan oleh soenarko ( 2000 : 186 ) yaitu sebagai berikut :

1. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan masyarakat.

2. Isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu.

3. Pelaksanaan haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi kelompok sasaran.

4. Pembagian kerja yang efektif dalam pelaksanaan kebijakan.

5. Pembagian kekuasaan dan wewenang yang rasional dalam pelaksanaan kebijakan.

6. Pembagian tugas dan kewajiban yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan.

Dengan demikian, jika tidak berbuat atau bertindak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara tersebut maka kebijakan negara menjadi tidak efektif. Selain itu untuk mencapai efektivitas pelaksanaan kebijakan proses komunikasi harus baik yaitu menyebarluaskan kepada anggota masyarakat.

2.2.3 Partisipasi

2.2.3.1 Konsep Partisipasi

(48)

pembangunan. Untuk itu perlu diketahui dengan jelas mengenai pengertian dari partisipasi masyarakat yaitu :

Sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

Menurut Sumarto (2009 : 34) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari perintah, dan kerelaan untuk terlibat karena adanya kepentingan, solidaritas, serta tujuan yang sama.

Menurut Awang (1999 : 45-48) partisipasi adalah keterlibatan aktif dan bermakna dari masa penduduk pada tingkatan berbeda seperti :

a. Di dalam pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan tersebut,

b. Pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela dan pembagian yang merata,

c. Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau suatu proyek.

(49)

2.2.3.2 Bentuk Partisipasi

Pada intinya sebuah keikutsertaan masyarakat mempunyai suatu bentuk tersendiri, maka menurut Khairudin (2000 : 126) ditinjau dari segi motivasinya partisipasi masyarakat terjadi karena :

1. Takut atau terpaksa yaitu partisipasi yang dilakukan dengan terpaksa atau takut biasanya akibat adanya perintah yang kaku dari atasan, sehingga masyarakat seakan-akan terpaksa untuk melaksanakan rencana yang telah ditentukan.

2. Ikut-ikutan yaitu partisipasi yang hanya didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi diantara sesama masyarakat, keikutsertaan bukan hanya karena dorongan hati sendiri tetapi merupakan perwujudan kebersamaan.

3. Kesadaran yaitu sebuah partisipasi yang timbul kerena kehendak dari pribadi masyarakat, hal ini dilandasi oleh dorongan yang timbul dari hati nurani sendiri.

Sedangkan menurut Mubyarto (1984 : 30) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis partisipasi, antara lain :

(50)

dalam arti menerima, mengiyakan, menerima dengan syarat atau menolak.

2. Partisipasi tenaga yaitu partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan dalam bentuk sumbangan tenaga kerja.

Menurut Hobley (1996 : 54-67), menjelaskan bahwa jenis-jenis partisipasi dibedakan ke dalam tujuh tingkatan, antara lain :

1. Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation).

Karakteristik dari model partisipasi ini adalah keanggotaan bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi kerja, dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada partisipasi individu. 2. Partisipasi Pasif (Passive Partisipation)

Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk orang-orang luar yang profesional.

3. Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation)

(51)

4. Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives) Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya.

5. Partisipasi Fungsional (Functional Partisipation)

Partisipasi dilihat dari lembaga eksternal sebagai suatu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti itu mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas rakyat desa yang bersangkutan.

6. Partisipasi Interaktif (interactive Participation)

(52)

7. Partisipasi Inisiatif (Self- Mobilisation)

Partisipasi masyarakat melalui pengambilan inisiatif secara independen dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi juga mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat dikembangkan jika pemerintah dan pihak ITC Mega Grosir menyiapkan suatu kerangka pemikiran untuk mendukung suatu kegiatan.

2.2.3.3 Macam-Macam Partisispasi

Partisipasi tidak hanya seperti yang diungkapkan di atas, namun partisipasi juga mempunyai macam. Maka menurut Nelson dalam Ndraha (1990 : 102) menyebutkan ada dua macam partisipasi antara lain :

1. Partisipasi horizontal adalah partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan.

2. Partisipasi vertikal adalah partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah.

2.2.3.4 Kendala-Kendala dalam Partisipasi

(53)

kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan masyarakat ataupun dengan pemerintah. Hal tersebut di karenakan kendala-kendala yang muncul yaitu Dwiyanto ( 2006 : 212) :

a. Budaya paternalism yang dianut oleh masyarakat selama ini yang menganggap pejabat publik menduduki posisi lebih tinggi dalam masyarakat jadi masyarakat sangat untuk melakukan kritik secara terbuka kepada pejabat publik.

b. Apatisme yang menjadikan masyarakat bersikap apatis sebab mereka selama ini jarang dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan jadi kondisi ini menyulitkan pemerintah yang berinisiatif untuk mengajak masyarakat berpartisipasi.

c. Tidak hanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebab sebelumnya mereka hanya dijadikan obyek kebijakan pemerintah. 2.2.4 Pembinaan

2.2.4.1 Pengertian Pembinaan

(54)

Sedangkan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, cara atau perbuatan membina.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah proses kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan atau meningkatkan sesuatu yang dilakukan secara sadar dalam rangka lebih meningkatkan kualitas, keterampilan dan memperbaiki, baik sikap maupun obyek yang akan dibahas secara berdaya guna dan berhasil guna melalui berbagai unsur kegiatan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

2.3 PERDA No 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok

2.3.1 Kawasan Terbatas Merokok

Dalam upaya penanggulangan bahaya akibat merokok dan agar implementasinya lebih efektif, efisien dan terpadu maka di keluarkanlah Perda Kota Surabaya no 5 tahun 2008 dengan tujuan :

1. Melindungi kesehatan dari bahaya akibat rokok. 2. Membudayakan hidup sehat.

3. Menekanan perokok pemula. 4. Melindungi perokok pasif.

yang termasuk ke dalam kawasan terbatas merokok dalam pasal 6 adalah sebagai berikut :

(55)

c. Stasiun d. Kolam renang e. Terminal f. Pelabuhan g. Pasar

h. Pusat perbelanjaan i. Tempat wisata j. Bioskop

Pasal 5 setiap orang yang berada di Kawasan Terbatas Merokok dilarang merokok kecuali di tempat khusus yang disediakan untuk merokok antara lain :

1. Tempat Umum

Sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat yang meliputi hotel, restoran, terminal, pasar, pertokoan, bioskop, jasa boga, tempat wisata, kolam renang, dan stasiun. 2. Tempat kerja

Tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

(56)

Tempat yang disediakan untuk para perokok yang terpisah dan tidak berhubungan dengan ruangan tanpa rokok dan harus mempunyai alat pengisap udara.

2.3.1.2 Kewajiban Pimpinan Penanggung J awab Kawasan Terbatas Merokok

(1.) Pimpinan atau penanggung jawab kawasan terbatas merokok sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5 berkewajiban untuk : a. Menyediakan tempat khusus untuk merokok.

b. Membuat dan memasang tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok dan tanda/petunjuk ruangan boleh merokok

c. Wajib memberikan teguran dan peringatan kepada setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 4 ayat (2).

(2.) Tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) huruf a harus memenuhi ketentuan :

a. Terpisah dari ruangan atau area yang dinyatakan sebagai tempat dilarang merokok.

b. dilengkapi dengan alat penghisap udara. c. memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai. 2.3.1.3 Peran Serta Masyarakat

(1.) Masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan kawasan terbatas merokok di daerah.

(57)

a.Memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan kawasan terbatas merokok.

b. Melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan kawasan terbatas merokok.

c. Ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta penyebar luaskan informasi kepada masyarakat.

d. Mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 3 atau pasal 4 ayat (2).

e. Melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar ketentuan pasal 3, atau pasal 4 ayat (2) kepada pimpinan/penanggungjawab kawasan terbatas merokok. (3.) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan peran serta

masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

2.3.1.4 Pembinaan dan Pengawasan Kawasan Terbatas Merokok (1.) Kepala daerah berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan

sebagai upaya mewujudkan kawasan terbatas merokok di daerah. (2.)Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat berupa

(58)

(3.)Pengawasan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat berupa pemantauan atas ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku pada kawasan terbatas merokok.

(4.)Kepala daerah dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) kepada pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan Tugas dan Fungsi masing-masing.

(5.)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana di maksudkan pada ayat (1) di atur dalam Peraturan Kepala Daerah.

Sedangkan pada pasal (8) dalam pengawasan dalam kawasan terbatas merokok antara lain:

a. Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 7, Kepala daerah dapat membentuk Tim Pemantau Kawasan Terbatas Merokok.

2.3.1.5 Sanksi Administr atif

(1.) Pimpinan atau penanggung jawab kawasan terbatas merokok yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) atau ayat (2), dapat dikenakan sanksi berupa :

a. Peringatan tertulis.

(59)

d. Denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ).

(2.) Denda sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah.

(3.) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

2.3.1.6 Ketentuan Penyidikan

(1.) Penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah.

(2.) Penyidik dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah. b. Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat

kejadian.

c. Menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. Melakukan penyitaan benda atau surat.

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

(60)

g. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.3.1.7 Ketentuan Pidana

(1.) Dalam pasal 11 ayat 1 dijelaskan bahwa “ Setiap orang yang melanggar akan dikenakan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak 50.0000.0000 ( lima puluh juta rupiah). (2.) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak

pidana pelanggaran. 2.3.1.8 Ketentuan Penutup

(1.) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan ini, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

(2.) Peraturan Daerah ini mulai berlaku efektif paling lambat 1 tahun sejak tanggal diundangkan.

2.4 Kerangka Berpikir

(61)
(62)
[image:62.595.73.516.103.702.2]

Gambar 2 Kerangka Berpikir

Sumber : Diolah dari peraturan daerah dan peraturan walikota.

Keterangan : Peneliti dibatasi hanya pada obyek kawasan terbatas merokok studi kasus di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir surabaya.

Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok

Kewajiban Pimpinan Penanggung jawab itc mega grosir surabaya

Peningkatan Kesehatan Masyarakat Kota Surabaya Terwujudnya Kawasan Terbatas Merokok

Kawasan Terbatas Merokok

Implementasi di tempat umum studi kasus di itc mega grosir surabaya Sanksi Administras i Peran Serta Masyarakat Pembinaan dan Pengawasan Kawasan Tanpa Rokok

Peraturan Walikota Surabaya No 25 Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 Tahun

(63)

3.1 J enis Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Oleh sebab itu, hasil penelitian dikatakan sangat ilmiah tergantung dari ketepatan memilih menggunakan metode yang sesuai dengan obyek yang akan diteliti sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan metode penelitian merupakan sebuah syarat mutlak guna memperoleh dan mewujudkan hasil penelitian yang bermutu, yaitu sebuah penelitian yang memiliki kredibilitas dan validitas.

Di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan : Untuk mengetahui Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah No 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya). Dan dari jenis penelitian, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif.

(64)

3.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka fokus penelitian tentang Implementasi Peraturan Daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya) antara lain :

Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantu pelaksanaan penelitian, jika fokus penelitian ditentukan tepat sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil dengan baik.

(65)

Penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel yang lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah Implementasi Peraturan Daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya).

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus, yaitu Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah No 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya), yang dilakukan melalui :

1. Kewajiban Pimpinan Penanggung jawab itc mega grosir

a. Kewajiban melarang setiap pengunjung, karyawan, atau setiap orang yang berada di tempat umum yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak merokok kecuali di tempat khusus yang disediakan untuk merokok.

b. Kewajiban memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada setiap pengunjung, karyawan, atau setiap orang yang berada di tempat umum yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melanggar larangan merokok di tempat di larang merokok.

(66)

d. Kewajiban membuat dan memasang tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok dan tanda/petunjuk ruangan boleh merokok sesuai ketentuan.

2. Peran Serta Masyarakat Sesuai Pasal 17

3. Pembinaan dan Pengawasan Perangkat Daerah Kota Surabaya Sesuai Pasal 18

4. Sanksi Administrasi Sesuai Pasal 21 3.3 Lokasi Penelitian

Yang dimaksud dengan lokasi penelitian ini adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian terhadap objek yang akan diteliti, maka lokasi penelitian ini berada di Kota Surabaya. Sedangkan yang dimaksud dengan situs penelitian adalah menunjukkan dimana sebenarnya peneliti dapat menangkap keadaan dari objek yang akan diteliti, sehingga keakuratan data yang diperlukan dapat diperoleh. Sesuai dengan permasalahan penelitian dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui Implementasi Peraturan Daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir Surabaya).

(67)

adalah salah satu mall yang sudah menerapkan adanya ruang terbatas merokok.

3.4 Sumber dan J enis Data

Sumber data merupakan asal dari mana data tersebut diperoleh atau didapatkan. Keberadaan data adalah untuk dapat disajikan sebagai sumber informasi yang dijadikan sebagai pokok kajian atau sebagai bahan untuk dapat diteliti. Sumber data menurut Moleong ( 2006 : 157 ) penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakannya selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun sumber data yang diperoleh oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informan

Informan kunci, dimana pemilihannya secara purposive sampling dan diseleksi melalui teknik snow ball sampling yang didasarkan atas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian yaitu berupa data keterangan, cerita atau kata-kata yang bermakna. Sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk membangun teori, oleh sebab itu dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah yang berada di kantor pusat perbelanjaan itc mega grosir surabaya yaitu : a. Pegawai management itc mega grosir.

(68)

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat dan peristiwa yaitu tempat dan peristiwa dimana fenomena yang terjadi atau yang pernah terjadi berkaitan dengan fokus penelitian antara lain meliputi tentang kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan itc mega grosir.

3. Dokumen

Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi data utama yang relevan dengan masalah fokus penelitian antara lain meliputi : Perda Kota Surabaya no 5 tahun 2008, SK walikota no 25 tahun 2009, foto-foto hasil observasi peneliti atas pelanggaran-pelanggaran aturan tersebut.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

(69)

a. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan informan mengenai implementasi Peraturan Daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan terbatas merokok (studi kasus kawasan terbatas merokok di pusat perbelanjaan itc mega grosir surabaya).

b. Observasi

adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan secara langsung ini peneliti lakukan mulai dari peneliti datang ke lokasi penelitian sampai dengan peneliti meninggalkan lokasi penelitian. Peneliti mengamati langsung baik kepada pengguna ataupun pengunjung ruangan merokok maupun petugas penanggung jawab kawasan di itc mega grosir surabaya.

3.6 Analisis Data

(70)

1. Reduksi data merupakan suatu kegiatan untuk merangkum, mengikhtiar, atau menyeleksi data yang terekam dari hasil wawancara, observasi, atau kuesioner dari sejumlah dokumen yang masing-masing dimasukkan kedalam kategori tertentu. 2. Display data adalah penyajian data kedalam sejumlah kategori

yang sesuai dan akhirnya akan memudahkan dalam rangka menuturkan, menyimpulkan, dan menginterprestasikan data. Selain itu display data juga berfungsi sebagai daftar yang bisa secara cepat menunjukkan cakupan data yang telah dikumpulkan. Penyajian data dalam penelitian ini memuat berupa gambaran umum pusat perbelanjaan itc mega grosir surabaya dan penyajian data fokus penelitian.

3. Penarikan kesimpulan adalah dimana dalam kegiatan ini peneliti dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan pengertiannya. Langkah-langkah selanjutnya adalah memberikan penafsiran atau interprestasi data yang telah diperoleh terutama data ini langsung akan menggambarkan pandangan peneliti sesuai dengan pemahaman terhadap teori hasil kepustakaan yang relevan.

(71)
[image:71.595.136.571.166.420.2]

Gambar 3

Analisis Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman

Sumber : Data Analisis Kualitatif Miles dan Huberman ( 1992 : 20 ) Terjemah Tjejep Rohendi Rohidi

3.7 Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif memerlukan kriteria untuk melihat derajat kepercayaan atau kebenaran atas hasil penelitian. Dan standar tersebut dinamakan keabsahan data. Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2007 : 324) menetapkan keabsahan data dengan menggunakan empat teknik pemeriksaan yaitu :

a. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Pada dasarnya penerapan kriteria derajat kepercayaan menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan penyelidikan sedemikian rupa sehingga tingkat

Pengum pulan Data

Reduksi Data Penyajian Data

(72)

kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Beberapa cara yang perlu diupayakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain melalui :

1. Memperpanjang Masa Observasi

Dengan memperpanjang masa observasi sehingga diharapkan data dapat diedit dan kemudian diadakan pengecekan kembali ke lapangan. 2. Pengamatan Terus – Menerus

Dengan pengamatan yang terus – menerus, peneliti dapat memperhatikan sesuatu lebih dalam.

3. Melakukan Triangulasi

Untuk memeriksa kebenaran data tertentu dengan membandingkannya data yang diperoleh dari narasumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan, pada waktu yang berlainan dan dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk menguji data para informan dengan dokumen yang ada.

4. Membicarakannya dengan orang lain yang mempunyai tentang pengetahuan pokok penelitian dan juga tentang metode penelitian naturalistik atau kualitatif.

5. Mengadakan Pemeriksaan ulang

(73)

b. Keteralihan (Transferability)

Merupakan validitas eksternal didasarkan pada konteks empiris setting penelitian yaitu tentang “emic” yang diterima oleh peneliti dan “etic” yang merupakan hasil interprestasi peneliti. Derajat keteralihan dapat dicapai dengan lewat uraian yang cermat, rinci, tebal atau mendalam serta adanya kesamaan kontek antara pengirim dan penerima.

c. Kebergantungan (Dependability)

Dilakukan untuk memeriksa akurasi pengumpulan dan analisis data. Agar derajat reabilitas dapat tercapai, maka diperlukan audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap semua konsumen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Dan untuk mengecek apakah hasil penelitian tersebut benar atau salah, peneliti selalu mendiskusikannya dengan pembimbing. Setahap demi setahap data-data yang dihasilkan dilapangan di konsultasikan dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta tafsirannya.

d. Kepastian (Confirmability)

(74)

4.1 Gambar an Umum

4.1.1 ITC Mega Grosir Sur abaya

4.1.1.1 Sejar ah ITC Mega Gr osir Surabaya

ITC Surabaya Mega Grosir yang berlokasi di wilayah Surabaya utara, tepatnya di Jalan Gembong No.20-30 Surabaya, yang dikelola oleh PT. Citraagung Tirta Jatim. ITC Surabaya Mega Grosir yang telah beroperasi selama 1 tahun (mulai September 2006) telah berkembang pesat, selain telah menjadi tujuan belanja warga Surabaya, ITC Mega Grosir Surabaya kini juga telah menjadi pusat kulakan grosir dari para pedagang grosir di seluruh Jawa Timur.

(75)

perkembangan perdagangan pada pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir.

Dengan semakin menurunnya pengunjung di pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir akibat dari pengaruh asap rokok yang berlebihan kini pihak ITC Mega Grosir memberikan himbauan berupa peraturan yang sesuai dengan Peraturan Daerah no 5 tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Dengan begitu pihak ITC Mega Grosir memberikan fasilitas berupa ruangan khusus untuk para perokok. Hal tersebut juga di imbangi oleh para perokok, mereka juga senang dengan adanya ruang tersendiri bagi perokok, sehingga tidak mengganggu pengunjung akibat asap rokok yang berlebihan.

Dengan adanya peraturan yang diberikan pihak ITC Mega Grosir mengenai kawasan terbatas merokok bagi pengguna rokok, memberikan dampak positif bagi perkembangan pusat perbelanjaan ITC Mega Grosir.Kini pengunjung yang berkunjung semakin tahun prosentasinya semakin tinggi.Dengan demikian masyarakat merasa lingkungan yang sehat dan nyaman untuk menikmati perbelanjaan di ITC Mega Grosir.

4.1.1.2 Visi dan Misi ITC Mega Gr osir

(76)

Jatim (ITC Mega Grosir) kepada sebuah keberhasilan. Adapun visi dan misinya adalah :

Visi PT. Citraagung Tirta Jatim (ITC Mega Grosir) adalah menjadi pemenang dalam kompetisi pasar dengan memperhatikan kepuasan pelanggan dan profesionalisme.

Misi PT. Citraagung Tirta Jatim (ITC Mega Grosir) terdiri dari tiga hal yaitu :

1. Dengan meengembangkan dibidang realested.

2. Kami hadir untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan melancarkan pengembangan aktivitas ekonomi.

3. Kami akan mewujudkan misi kami dengan cara menguntungkan.

4.1.1.3 Str uktur Organisasi PT. Citr aagung Tirta J atim (ITC Mega Grosir)

(77)
[image:77.595.76.542.166.627.2]

Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. Citr aagung Tirta J atim (ITC Mega Gr osir)

Sumber : SDM PT. Citraagung Tirta Jatim (ITC Mega Grosir). Head General Manager

General Manager Staff General Manager

Finance Manager

Marketing Manager Inventory

Manager

Supervisor

Staff Finance

Staff

Marketing Staff

Inventory Staff

Assistant supervisor

Area Marketing

Manager

HRD Manager

(78)

4.1.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai

a. Head General Manager (Bapak Robert Andr etinus) 1) Mengawasi kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2) Memberikan superfisi serta melakukan pemantauan atas kinerja jajaran pegawai.

3) Bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan.

4) Pengambilan keputusan yang mendesak dalam perusahaan. b. General Manager (Ibu Firsty Pouline)

1) Mengatur kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2) Memberikan pendalaman dan pemahaman kepada jajaran pegawai atas ketentuan operational perusahaan.

3) Mengkoordinir seluruh kinerja perusahaan.

4) Memastikan pencapaian target usaha serta menetapkan upaya pengembangan usaha.

c. Staff General Manager (Bapak Paul Agustiano)

1) Memberikan operational general manager dalam pengkoordiniran serta pengaturan kinerja perusahaan.

(79)

d. HRD Manager (Ibu Manda Sekartaji)

Melaksanakan koordinasi dan pelaksanaan kegiatan operasional yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dalam perusahaan. Tugas dan wewenangnya adalah :

1) Mengurus dan membayarkan klaim-klaim kesehatan pegawai. 2) Mengatur kontrak kerja para pegawai dalam perusahaan. 3) Mengatur program pengembangan sumber daya manusia. e. Mar keting Manager (Bapak Nunuk Nuswantor o)

Melaksanakan koordinasi dan pelaksanaan kegiatan operasional yang berkaitan dengan marketing dalam perusahaan. Tugas dan wewenangnya adalah :

1) Membuat kebijakan-kebijakan marketing dalam perusahaan. 2) Memberikan instruksi tentang kebijakan marketing yang

Gambar

Tabel 1.1
Model Implementasi Kebijakan  Gambar 1 Yang Berprektif  Model Pendekatan
Gambar 2 Kerangka Berpikir
Gambar 3 Analisis Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Riyadi (2006), BOPO adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin

Dari data yang penulis peroleh, penulis menemukan permasalahan yang ada pada CV Kanos Grafika yaitu perusahaan belum tepat dalam memasukkan unsur-unsur harga pokok

pemahaman peristiwa setelah akhir periode pelaporan merupakan hal yang sangat. penting bagi

Dari pengertian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa senggègèr dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (1) senggègèr yang berfungsi menarik hati lawan jenis

Berdasarkan hasil penelitian bahwa gambaran tingkat kedisiplinan belajar siswa pada tahap awal sebelum mengikuti treatment teknik self management siswa mengalami

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama Prognosis

Berdasarkan studi pendahuluan hubungan dukungan sosial keluarga dengan tingkat stress pada Lansia usia 60-74 tahun di Dusun Bandung Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten

Pemberian ASI yang kurang dipengaruhi oleh perilaku dalam memberikan ASI secara eksklusif, dimana perilaku seseorang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya