• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI PUPUK CAIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI PUPUK CAIR."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI

PUPUK CAIR

O l e h :

ERWIN R IANSYAH

0652010035

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

(2)

PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI

PUPUK CAIR

untuk memenuhi salah satu per syar atan dalam memper oleh Gelar Sar jana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

ERWIN R IANSYAH

0652010035

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

(3)

PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI

PUPUK CAIR

Oleh :

ERWIN R IANSYAH

0652010035

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : Rabu Tanggal : 23 Mei 2012

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Putu Wesen. MS

NIP : 19520920 1983031 100 1

Penguji I

Ir. Tuhu Agung R. MT NIP : 196201 198803 1 00 1

Mengetahui,

Penguji II

DR. Ir. Munawar Ali. MT NIP : 19600401 198803 1 00 1

Ketua Program Studi

DR. Ir. Munawar Ali, MT NIP : 19600401 198803 1 00 1

Penguji III

Ir. DG. Okayadnya Wijaya, MS NIP : 19571105 198503 1 00 1

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :...

(4)

Nama Lengkap : Erwin Riansyah

NPM : 0652010035

Tempat/tanggal lahir

: Gresik, 09 November 1984 Alamat : Jl. Merak ll F- 12 GKA Gresik Telp rumah : (031) 3957634

Nomor Hp. : 085257708855

Email : ribby18@yahoo.com

Pendidikan

No. Nama Univ / Sekolah Program Mulai Keterangan

Studi Dari Sampai

1 FTSP UPN ”Veteran” Jatim

Teknik

Lingkungan 2006 2012 Lulus

2 SMA 1 Manyar Gresik IPS 2001 2004 Lulus

3 SLTP Semen Gresik Umum 1998 2001 Lulus

4 SDN Semen Gresik Umum 1991 1998 Lulus

Tugas Akademik

No. Kegiatan Tempat/Judul Selesai tahun

1 Kuliah Lapangan

PT. SIER, PT. Royal Fisheries, PT. PIER, Balai Konservasi hutan Mangrove Denpasar-Bali, PDAM Denpasar-Bali, PDAM Ubud-Bali

2009

2 KKN Di Kelurahan Medokan Ayu Kecamatan

Rungkut Kota Surabaya. 2008

3 Kerja Praktek

Proses Produksi Semen Pengelolaan Lingkungan Dan K3 PT SEMEN GRESIK (PERSERO) TBK.

2009

4 PBPAB Restoran Cepat Saji 2011

5 SKRIPSI Pemanfaatan Lindi Sampah Sebagai Pupuk Cair 2012

Or ang Tua

Nama : Riduwansyah

Alamat : Jl. Merak ll F-12 GKA Gresik.

Telp : (031) 3957634

(5)

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penusunan skripsi ini dengan judul PEMANFAATAN LINDI SAMPAH SEBAGAI PUPUK CAIR sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana teknik pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Naniek Ratni JAR., M.kes, selaku Dekan dan dosen wali Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “ Veteran “ Jawa Timur.

2. Dr. Ir. Munawar Ali, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Ir.Putu Wesen, MT, selaku dosen pembimbing skripsi

4. Ir Marueto, MP, selaku dosen Pertanian yang telah memberikan kesempatan untuk ikut bergabung di laboratorium dan membimbingku sampai skripsiku selesai.

5. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material yang sangat berarti.

(6)

Surabaya, 23 Mei 2012

(7)

Pupuk organik merupakan produk pupuk ramah lingkungan salah satu indikator sumbernya adalah lindi, air lindi banyak mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman, diantaranya organik Nitrogen (10-600 mg/lt), Amonium Nitrogen (10-800 mg/lt), Nitrat (5-40 mg/lt), Fosfor Total (1-70 mg/lt), Total besi (50-600 mg/lt.

Menyadari kandungan unsur-unsur maka dilakukan penelitian pemanfaatan lindiuntuk pupuk cair dalam lindi untuk mengetahui apakah air lindi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair yang berkualitas bagi kesuburan tanaman, termasuk ketersediaan unsur haranya.

Metode didalam penelitian yang dilaksanakan dengan menesonetes adalah penelitian dilakukan dengan memvariasikan penambahan daun lamtoro pada kisaran 3 s/d 7 kg, bunga dengan kisaran 2 s/d 6 kg dengan variabel tetap: lindi 20 lt, aquades 35 lt dan abu batuk kelapa 2 kg.

(8)

Organic fertiliser constitutes manure product environmentally-friendly one of its source indicator be alkaline, alkaline water there are many contain needed elements plant, amongst those Nitrogenic organic (10 - 600 mg / lt), Amonium is Nitrogen (10 - 800 mg / lt), Nitrate (5 - 40 mg / lt), Totaled phosphorus (1 - 70 mg / lt), Full scale iron (50 - 600 mg / lt).

Realising elements content therefore do by lindi's exploit research to molten manure in lindi to know if water alkaline can be utilized as manure moltens that qualified for plant fecundity, including nutrient element accessibility it.

Method at deep observational one performed by menesonetes is observational be do by variabel method fo lamtoro leaves leaf increase on gyration 3 s / d. 7 kg, fo flower with gyration 2 s / d. 6 kg with variable constant: of alkaline 20 lt, aquadest 35 lt and coconut shell ash 2 kg.

(9)

INTISARI………iii

ABSTRACT………iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang...1

1.2.Rumusan Masalah...2

1.3.Tujuan Penelitian…...3

1.4.Manfaat Penelitian...3

1.5.Ruang Lingkup………3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Lindi...4

2.1.1. Pengaruh Lindi……...6

2.1.2. Karakteristik Lindi………... ...6

2.1.3. Pengelolaan Lindi… ...8

2.1.4. Produksi Lindi………...8

2.1.5. Pengolahan Lindi………. …………...9

2.2. Pengertian Pupuk……… ...11

2.2.1. Unsur Hara……….………...14

2.2.2. Pupuk Organik………... ...17

2.3. Pupuk Cair………...19

2.3.1. Karakteristik Pupuk Cair…...20

2.3.2. Jenis Pupuk Cair………20

(10)

2.8. Landasan Teori……….29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian...32

3.2. Peralatan Penelitian...33

3.3. Cara Kerja...33

3.4. Variabel...34

3.5. Analisis Data...36

3.6. Kerangka Penelitian...36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Air Lindi………..………..37

4.2. Pembuatan Pupuk Cair dengan Penambahan Daun Lamtoro, Bunga dan Abu Batok Kelapa………... 37

4.2.1. Kondisi pH Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair……...………...38

4.2.2. Kondisi C Organik Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair………...40

4.2.3. Kondisi N-Total Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair………...……43

4.2.4. Kondisi Rasio C/N Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair………..45

4.2.5. Laju Rasio C/N Pada Proses Pembuatan Pupuk Cair………47

4.2.6. Kondisi P Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair……….…49

4.2.7. Kondisi K Selama Proses Pembuatan Pupuk Cair……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……….……..53

5.2. Saran……….53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A

LAMPIRAN B

LAMPIRAN C

(11)

Tabel 2.2. Spesifikasi mutu pupuk organik cair………...22

Tabel 2.3. Kandungan unsur hara daun lamtoro………..26

Tabel 2.4. Kandungan unsur hara bunga………..27

Tabel 2.5. Kandungan unsur hara abu batok kelapa………...………..28

Tabel 2.6. Karekteristik lindi yang ada di LPA Benowo……….31

Tabel 4.1. Kondisi awal air lindi………..37

Tabel 4.2. Kondisi pH selama proses pembuatan pupuk cair………...40

Tabel 4.3. Kondisi C Organik selama proses pembuatan pupuk cair……...…………41

Tabel 4.4. Kondisi N – Total selama proses pembuaan pupuk cair……….43

Tabel 4.5. Kondisi Rasio C/N selama proses pembuatan pupuk cair………...45

Tabel 4.6. Laju rasio C/N……….47

Tabel 4.7. Kondisi P selama proses pembuatan pupuk cair……….49

(12)

Gambar 2.2. Daun Lamtoro………..25

Gambar 2.3. Bunga Akasia………..27

Gambar 2.4. Bunga Kamboja………...27

Gambar 2.5. Bunga Sepatu………...27

Gambar 2.6. Abu Batok Kelapa………...28

Gambar 2.7. LPA Benowo sebagai lahan yang digunakan sebagai penelitian...30

Gambar 3.1. Reaktor Penelitian...33

Gambar 4.1. Kondisi pH selama proses pembuatan pupuk cair………...39

Gambar 4.2. Kondisi C 0rganik selam proses pembuatan pupuk cair………...41

Gambar 4.3. kondisi Kadar Nitrogen selama proses pembuatan pupuk cair...43

Gambar 4.4. Kondisi Rasio C/N selama proses pembuatan pupuk cair……… ...46

Gambar 4.5. Kondisi P selama proses pembuatan pupuk cair………...49

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya jumlah pemukiman, perdagangan, perindustian, mengakibatkan bertambahnya jumlah buangan sampah yang dilakukan oleh manusia. Tumpukan sampah yang dibuang oleh manusia menghasilkan lindi yang berdampak negatif bagi lingkungan, sehingga diperlukan pengolahan atau pemanfaatan lebih lanjut. Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen. Untuk itu lindi harus dilakukan pengolahan sehingga tidak mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan. Limbah non organik dapat didaur ulang menjadi berbagai macam barang, sedangkan limbah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair.

Menurut Tchobanoglous et al (1970), air lindi banyak mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman, diantaranya organik Nitrogen (10-600 mg/lt), Amonium Nitrogen (10-800 mg/lt), Nitrat (5-40 mg/lt), Fosfor Total (1-70 mg/lt), Total besi (50-600 mg/lt), sementara kalau tidak dimanfaatkan, air lindi mencemari air sekitar tempat pembuangan sampah, sehingga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.

(14)

Pupuk cair merupakan upaya pengolahan sampah secara biologis dengan manfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk merubah timbulan sampah organik menjadi material dengan karekteristik seperti cair. Menurut Permentan nomor 28 / permentan / SR. 130 / 5 / 2010 mengenai spesifikasi pupuk organik, cair dari sampah organik pupuk cair merupakan bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik akibat penguraian oleh mikroorganisme pada suhu tertentu menjadi senyawa organik yang lebih sederhana.

Penambahan daun lamtoro memberikan nutrisi bagi mikroorganisme berupa protein serta memperkaya unsur N pada bahan yang akan dibuat pupuk cair. Penambahan bunga untuk memperkaya unsur Ppada bahan yang akan dibuat pupuk cair. Penambahan Abu batok kelapa untuk memberikan nutrisi bagi mikroorganisme berupa protein serta memperkaya unsur K pada bahan yang akan dibuat pupuk cair.

Pada penelitian ini dilakukan pemanfaatkan lindi sebagai pupuk cair dengan proses aerobik dengan penembahan daun lamtoro, bunga dan abu batok kelapa.

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan pada latar belakang maka permasalahan dalam kajian ini adalah :

1. Lindi dibuang begitu saja.

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. pemanfaatan air lindi sebagai pupuk cair yang mempunyai kualitas kadar unsur hara.

2. Untuk mengetahui sejauh mana lindi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan manfaat dari lindi, sebagai pupuk cair. 2. Mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup

Untuk membatasi agar dalam pemecahan masalah nantinya tidak menyimpang dari ruang lingkup yang telah ditentukan maka ditetapkan batasan-batasan :

1. Air lindi yang digunakan berasal dari LPA Benowo.

(16)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Lindi

Menurut Stegmann (1992), lindi yang dihasilkan landfill sebagaian besar terdiri atas sejumlah senyawa khusus yaitu senyawa organik yang mempunyai relevansi satu sama lainnya. Sedangkan menurut dinas kebersihan kota lindi merupakan cairan hasil dekomposisi sampah maupun rembesan air yang melewati suatu timbunan sampah. Lindi dalam ilmu kesehatan lingkungan (refuse) adalah kombinasi dari perembesan air hujan langsung, dan cairan apapun yang keluar sebagai hasil dari konsolidasi dari material – material sampah landfill. Definisi secara umum lindi adalah cairan sampah yang ditimbulkan oleh proses dekomposisi sampah padat dan perkolasi air ke dalam timbunan sampah. Sampah padat dengan kandungan air minimum 25% akan mengalami pembusukan secara organik oleh pengurai menghasilkan lindi sebagai salah satu hasilnya.

Pengolahan lindi yang kurang higinis dapat mengakibatkan pencemaran air tanah sekitar lokasi karena kandungan kimianya sangat besar. Pencemaran udara pun dapat terjadi karena bau busuk yang ditimbulkan oleh lindi yang terkomposisi. Lindi yang tidak dikelola dapat menyebabkan proses dekomposisi sampah padat terhambat karena syarat kelembaban nisbinya tidak terpenuhi.

(17)

pemeliharaan dan perbaikan. Pemilihan desain sistem penyaluran lindi yang kurang tepat dapat menyebabkan kesulitan pada kinerja pemeliharaan dan pengumpulannya.

Dengan sistem penyaluran lindi diharapkan sebagaian besar dapat tertangkap di saluran dan selanjutnya dialirkan secara lancar ke instalasi pengelolahan lindi sebelum dibuang ke badan air.

Selain itu lindi dapat pula dihasilkan dari ektraksi sampah itu sendiri, karena sampah (solid waste) kemungkinan mengandung kadar air 20% - 30%. Kadar air ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah, asalkan sampah tersebut sudah teraduk dipadatkan dengan baik. Air yang timbul akibat pengaruh kelembaban sampah atau yang berasal dari proses dekomposisi akan diserap oleh sampah kering lainnya.

Bila lindi merembes ke dalam sampah yang sedang mengalami pembusukan, maka unsur - unsur kimia dan bahan - bahan biologis hasil pembusukan tersebut akan ikut terbawa. Ini berarti komposisi lindi tergantung jenis sampah dan aktivitas fisis, kimia dan biologis dalam timbunan sampah.

(18)

2.1.1 Pengar uh lindi

1. Air permukaan yang terpolusi oleh lindi dengan kandungan organik, untuk proses penguraiannya secara biologis memerlukan oksigen. Bila kandungan organik dalam lindi tinggi maka oksigen dalam badan air akan habis terpakai oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik dalam lindi dan akhirnya seluruh kehidupan dalam badan air tersebut akan mati karena kondisi menjadi anaerobik.

2. Air tanah dapat pula dicemari lindi, akibatnya kualitas air tanah menurun dan tidak dapat lagi dipakai sebagai air bersih.

3. Adanya kandungan organik tinggi dalam lindi akan menimbulkan bau yang tidak enak.

2.1.2 Kar akter istik Lindi

Lindi sebagai hasil proses dekomposisi organik banyak mengandung zat organik dan anorganik dengan konsentrasi yang tinggi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bawah konsentrasi materi organik lindi memiliki konsentrasi 100 kali lebih tinggi dari pada air limbah. Konsentrasi materi organik yang berkaitan dengan pencemaran biasanya memakai parameter BOD, COD dan TOD.

Kualitas lindi dipengaruhi oleh faktor-faktor sbb : 1. Komposisi material sampah padat.

2. Musim.

(19)

4. Teknis operasional pengelolahan lindi. 5. Umur timbunan.

Disamping itu kuaulitas lindi sangat dipengaruhi oleh curah hujan harian. Jenis tanah penutup, infiltrasi air tanah dan sampah padat.

Secara umum karakteristik lindi di Indonesia adalah ditampilkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 data tipikal komposisi lindi pada landfill baru dan lama.

Unsur Pokok

Konsentr asi, mg/1 (konsentr asi pH)

Landfiil bar u (< 2 tahun) Landfiil lama > 10 tahun

Range Tr ipikal

BOD5 2.000 – 30.000 10.000 100 – 200

TOC 1.500 – 20.000 6.000 80 – 160

TSS 3.000 – 60.000 18.000 100 – 500

COD 3.000 – 45.000 500 100 – 400

N organik 10 – 800 200 80 – 120

N amoniak 10 – 800 200 20 – 40

Nitrat 5 – 40 25 5 – 10

Total Phosphor 5 – 100 30 5 – 10

Ortho Phosphor 4 – 80 20 4 – 8

Alkalinitas (CaCO3) 1.000 – 10.000 3.000 200 – 1000

Ph 4.5 – 7.5 6 6.6 – 7.5

Total hardness (CaCO3) 300 – 10.000 3.500 200 – 500

Kalsium

Magnesium 200 – 3000 1.000 100 – 400

Potasium 50 – 1500 250 50 – 200

Sodium 200 – 1000 300 50 – 400

Klorida 200 – 2500 500 100 – 200

Sulfat 200 – 3000 500 100 – 400

Total besi 50 – 1000 300 20 – 50

50 – 1. 60 20 – 2000

(20)

2.1.3 Pengelolaan Lindi

Sistem saluran pengumpul sangat penting untuk mencegah emisi dan terakumulasinya lindi pada bagaian dalam sel. Sistem pengumpulan harus aman dan tahan lama. Untuk membuat saluran pengumpul dan penampungan lindi perlu diketahui volume lindi. Volume lindi dipengaruhi oleh banyaknya rembesan yang masuk kedalam timbunan sampah, termasuk pengaruh hujan. Jumlah lindi dipengaruhi beberapa faktor :

1. Banyaknya air yang terkandung dalam sampah. 2. Proses penguapan yang berlangsung.

3. Reaksi yang memungkinkan terbentuknya melekul air.

2.1.4 Pr oduksi Lindi

Kuantitas lindi dapat diperkirakan dengan memperhatikan kesetimbangan air dalam sampah padat. Kuantitas air dalam sampah padat dipengaruhi oleh : 1. Air dari atas, yaitu air hujan yang jatuh kepermukaan sampah.

2. Air sampah, yaitu air dari kelembaban sampah didapat dari absorbsi kandungan air dalam udara atau dari hujan pada saat sampah berada dalam container penyimpanan.

3. Dari jenis, sumber bahan penutup dan musim tiap tahunnya. Kelembaban maksimum diukur dengan field capacity (FC).

(21)

4. Air yang terpakai selama proses dekomposisi anaerobik bahan – bahan organik dalam sampah, jumlah air yang terpakai dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :

C68 H111 O50 + 16 H2O 35 CH4 +33 CO2 +NH

Jumlah air yang terpakai per pound dry rapidly biodegradable volatile solids (RBVS) adalah 288 / 1741 = 0.165 lb H2O / lb RBVS

5. Air yang keluar dari bawah merupakan lindi sampah. Air yang keluar dari sistem pengumpulan lindi juga merupakan lindi yang dapat mengurangi air tanah, Air tanah yang hilang akibat.

2.1.5 Pengolahan Lindi

Pengolahan lindi untuk mengurangi zat pencemar dalam lindi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

1. Proses pengolahan secara biologi.

Proses pengolahan lindi secara biologi sangat efektif digunakan untuk mengurangi konsentrasi zat organik mudah terdegradasi (BOD) dan sebagai dari COD. Pada lindi dengan rasio BOD atau COD <0,2 pengurangan COD dapat mencapai 50% (Stegmann, 1992). Cara ini juga efektif untuk mengoksidasi amonium menjadi nitrat dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi menjadi gas nitrogen.

(22)

mudah disebabkan sulitnya memperkirakan produksi dan kualitas lindi yang tidak tetap (fluktuatif).

2. Pengolahan secara fisika / kimia.

Pengolahan secara fisika / kimia dapat mengurangi COD hingga 50 – 60 %, bahkan pengolahan pendahuluan dengan kapur dapat mengurangi COD hingga 80 % (stegmann, 1992). Hanya pengolahan dengan cara fisika / kimia ini memerlukan biaya yang mahal karena menggunakan bahan kimia sebagai koagulan, penyerap, membran, oksidan, dan peralatan seperti untuk stripping dan evaporasi.

3. Kombinasi dari pengolahan cara biologi dan fisika / kimia.

Pre.treatment biologi dapat meningkatkan efisiensi pada pengolahan fisika / kimia (stegmann, 1992). Pada percobaan di bavel landfill site, pengolahan dengan Teverse os monis dapat mengurangi zat pencemar hingga 99% setelah dilakukan pre.teatment dengan reaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge bed).

4. Sistem pengolahan tanah – tanahan (Soil-Plant System).

Solit – plant system (SP – System) dapat dikatakan sebagai reaktor fisika, biologi dan kimia. Bagaian utama dari proses ini adalah :

1) Partikel tanah untuk menyaring suspended solid dalam lindi denganpenyerapan, ion exchange dan presipitasi.

2) Makro dan mikroorganisme yang mentransformasikan dan menstabilkan kandungan organik dan nitrogen dalam lindi.

(23)

mengurangi volume lindi dengan transpirasi. Penerapan pengolahan lindi dengan menggunakan SP-System telah di swedia pada tahun 1985 dengan menggunakan tumbuhan salix uiminalis dan salix dasyelados, Lindi disemprotkan dari kolam lindi ke area penanaman tumbuhan. Pengurangan zat pencemar terjadi dengan cara evapotranspirasi dan penggunaan zat pencemar oleh tanaman, setelah dua tahun, tumbuhan tersebut akan menghasilkan biomass 2x lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan tanpa disemprotkan lindi.

5. Resirkulasi lindi.

Resirkulasi lindi dapat mengurangi biaya pengolahan lindi, akan tetapi tidak dapat dijadikan penyelesaian jangka panjang. Hal itu disebabkan karena suatu permukaan landfill akan jenuh. Pengolahan dengan cara lain tetepi diperlukan.

2.2 Penger tian Pupuk

(24)

Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman. Dengan pengertian ini, dari kegiatan yang disebutkan diatas hanya urea yang dianggap pupuk karena bahan tersebut yang mengandung hara tanaman yaitu nitrogen.

Klasifikasi pupuk : 1. Berdasarkan asalnya :

1) Pupuk alam, yakni pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk kandang, guona, pupuk hijau dan pupuk buatan P.

2) Pupuk buatan, yakni pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya, TSP, urea, rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisiks dan kimia.

2. Berdasarkan senyawanya :

1) Pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik, misalnya pupuk kandang, kompos dan guano. Pupuk yang tidak termasuk pupuk organik adalah rock phosphat, yang umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)].

2) Pupuk anorganik atau mineral, yakni pupuk dari senyawa anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.

3. Berdasarkan fasenya :

(25)

2) Pupuk cair, yakni pupuk yang berupa cairan yang cara penggunaannya diencerkan terlebih dahulu dengan air. Umumnya, pupuk ini disemprotkan kedaun. Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harga pupuk ini relatif mahal. Pupuk amoniak merupakan pupuk yang memiliki kadar N sangat tinggi, yakni sekitar 83%. Penggunaan pupuk ini lewat tanah dengan cara diinjeksikan dari tangki bertekanan.

4. Berdasarkan cara penggunaannya :

1) Pupuk daun, yakni pupuk yang cara pemupukan dilarukan terlebih dahulu dalam air, kemudian disemprotkan pada permukaan daun.

2) Pupuk akar atau pupuk tanah, yakni pupuk yang diberikan kedalam tanah disekitar akar agar diserap oleh akar tanah.

5. Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya :

1) Pupuk yang mengandung satu hara tanaman, misalnya pupuk urea yang hanya mengandung hara N dan TSP hanya dipentingkan P saja (sebetulnya juga mengandung Ca).

2) Pupuk majemuk, yakni pupuk yang mengandung dua atau lebih dua hara tanaman. Misalnya, NPK, Amophoska, dan rustika.

6. Berdasarkan macam hara tanaman :

3) Pupuk makro, yakni pupuk yang mengandung hara makro saja, misalnya NPK, nitrophoska, dan gandasil.

(26)

5) Campuran makro dan mikro, misalnya pupuk gandasil, bayfolan,dan rutika.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

2.2.1 Unsur Har a

Berdasarkan jumlah unsur hara yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua golongan, yakni unsur hara makro dan mikro. Jenis – jenis unsur hara makro ini yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Menurut Yuwono (2006), tiga unsur yang mutlak ada dan perlu bagi tanaman ialah Nitrogen (N), Fosffor (P), Kalium (K). Adapun jenis – jenis unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Mikro) ini adalah Klor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (B), dan Molibden (Mo).

Berbagi jenis nutrient dalam pupuk yang dibutuhkan oleh sebagaian besar tanaman diantaranya :

1. Nitrogen ( N )

Peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Kecuali itu nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis. Fungsi lain ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya.

2. Fosfor ( P )

(27)

didalam tanah unsur P sangat penting sebagai sumber energi. Oleh karena itu, kekurangan P dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi-reaksi melabolisme tanaman. Sementara itu, kandungan fosfor pada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga, buah dan biji, serta mempercepat pematangan buah.

3. Kalium ( K )

Faedah utama kalium membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga berperan memperkuat tubuh tanaman, agar daun, bunga, dan buah, tidak mudah gugur. Yang tak bisa dilupakan, kalium juga sebagai sumber kekuatan bagi tanaman menghadapi kekeringan dan penyakit.

4. Kalsium (Ca)

Bagi tanaman, kalsium bertugas merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang tanaman sekaligus merangsang pembentukan biji. Kalsium yang terdapat pada batang dan daun ini berkhasiat menetralisasikan senyawa atau suasana pada tanah.

5. Magnesium (Mg)

Agar tercipta hijau daun yang sempurna dan terbentuk karbohidrat, lemek dan minyak-minyak, magnesiumlah biangnya. Ia juga memegang peranan utama dalam transportasi fosfat dalam tanaman. Dengan demikian, kandungan fosfat dalam tanaman dapat dinaikkan dengan jalan menambah unsur magnesium. 6. Sulfur (S = belerang)

(28)

membantu pertumbuhan anakan, dan merupakan bagian penting pada tanaman-tanaman penghasil minyak, sayuran seperti cabai, kubis, dan lain-lain.

7. Klor ( Cl )

Memperbaiki dan meninggikan hasil kering dari tanaman, seperti tembakau, kapas, kentang, dan tanaman sayuran umumnya. Ia pun banyak ditemukan dalam air semua bagaian tanaman.

8. Besi ( Fe )

Untuk pernapasan tanaman dan pembentukan hijau daun. 9. Mangan (Mn)

Peranan mangan tak jauh beda dengan unsure besi. Kecuali sebagai komponen untuk lancarnya proses aasimilasi, ia juga merupakan komponen penting dalam berbagai enzim.

10.Tembaga (Cu)

Fungsi tembaga ini pun baru sedikit sekali diketahui. Ia mendorong terbentuknya hijau daun dan bahan utama dalam berbagai enzim.

11.Boron (B)

Boron sebagai unsur yang bertugas sebagai tranportasi karbohidrat dalam tubuh tanaman, pengisapan unsur kalsium dan perkembangan bagaian-bagaian tanaman yang tumbuh aktif.

12.Molibden (Mo)

(29)

dari udara bebas sebab merupakan bagaian dari komponen penyusun enzim-enzim pada bakteri nodula akar tanaman pupuk hijau.

13.Seng (Zn)

Untuk Zn memberikan dorongan terhadap pertumbuhan tanaman, karena di duga Zn dapat berfungsi membentuk hormon tumbuhan. ( Lingga, Pinus, 1986 ).

2.2.2 Pupuk Or ganik

Pupuk organik adalah senyawa yang terbuat dari satu atau lebih bahan yang diproses atau tak diproses berasal dari bahan biologis (tanaman atau hewan) dan atau bahan mineral yang tidak diproses (kapur, batuan fosfat, dan lain – lain) yang mengalami perubahan melalui proses dekomposisi yang terkontrol menjadi bahan yang seragam dan homogen. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi, pengerakan permukaan tanah (crusting)

dan retakan tanah.

1. Karakteristik Umum Pupuk Organik

Karekteristik umum yang dimiliki pupuk organik adalah sebaga berikut : 1) Kandungan hara rendah.

Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya.

(30)

Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah untuk dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks organik yang yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. 3) Menyediakan hara dalam jumlah terbatas.

Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlukan tanaman.

2. Pengaruh Pupuk Organik

Secarah garis besar, keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah sebagai berikut :

1) Mempegaruhi sifat fisik tanah. Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi kelam. Bahan organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi menjadi lebih baik serta lebih mudah ditembus perakaran tanah. Pada tanah yang bertekstur pasir, bahan organik akan meningkatkan pengikatan antar partikel dan meningkatkan kapasitas mengikat air.

2) Mempengaruhi sifat kimia tanah.

Kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Asam yang dikandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral.

3) Mempengaruhi sifat biologi tanah.

(31)

mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikro flora dan mikro fauna tanah lainnya.

4) Mempengaruhi kondisi sosial.

Daur ulang limbah perkotaan maupun permukiman akan mengurangi dampak pencemaran dan meningkatkan lapangan kerja melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk organik sehingga akan meningkatkan pendapatan.

2.3 Pupuk Cair

(32)

2.3.1 Kar akter istik Pupuk Cair

Pupuk cair berwarna coklat agak kekuningan, sebab dibuat dari bahan sampah, bau khas pupuk ini cukup menyengat. Bau tersebut dapat dikurangi, bahkan dihilangkan dengan cara memberikan pewangi. Namun, karena produk yang dihasilkan merupakan produk organik, bahan pewanginya pun harus menggunakan bahan alami. Adapun bahan pewangi alami yang dapat digunakan yaitu sereh wangi, jeruk, citrun, atau pandan.

Penambahan bahan-bahan alami tersebut aman digunakan. Selain aman bagi manusia, juga bagi perkembangbiakan bakteri EM itu sendiri. (Nur Hidayat, 2007).

2.3.2 J enis Pupuk Cair

Menurut simamora (2006), ada dua mekanisme proses pembuatan pupuk cair, yakni pupuk cair secara aerobik dan anaerobik. Kedua proses pembuatan pupuk cair ini dibedakan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas.

1. Pembuatan pupuk cair secara Aerobik

(33)

2. Pembuatan pupuk cair secara anaerobik

Proses pembuatan pupuk cair secara anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen, proses ini melibatkan mikroorganisme anaerobik untuk membantu mendekomposisi bahan yang dibuat pupuk cair. Bahan baku yang dipupuk cairkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi. Pupuk cair anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2) dan

asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionate, asam butiran, asam laktat dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative (biogas).

2.3.3 Per syar atan dan Kandungan Pupuk Or ganik Cair

Persyaratan dan kandungan pupuk organik cair adalah standar mutu yang dipersyaratkan dan ditetapkan dalam Permentan nomor- nomor 28 / Permentan / SR. 130 / 5 / 2010.

(34)

Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Pupuk Organik Cair

No Parameter Satuan

Persyar atan Granul / Pelet

Cair/Past a

Remah / Curah Murni Diper kaya

mikrob a Murni

Diper kaya mikrob a 1. C-Organik % >12 >12 >4 >12 >12 2. C/N rasio 15 – 25 15 – 25 15 – 25 15 - 25 3. Bahan ikatan (plastik,

kaca, krikil, endapan)

% <2 <2 <2 <2 <2 4. Kadar air % 4 – 12 *) 10 – 20 *) - 15 – 25 *) 15 – 25 *) 5. Kadar logam berat

- As - Hg - Pb - Cd ppm ppm ppm ppm ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤2,5 ≤0,25 ≤12,5 ≤2,5 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 6. Ph 4 – 8 4 – 8 4 – 8 4 – 8 4 – 8 7. Kadar total

- N - PxO5

- K2O

% % % <6*** <6** <6* <6*** <6** <6* <2 <2 <2 <6*** <6** <6* <6*** <6** <6* 8. Mikroba kontaminan (E.

Coli, Salmonella Sp)

cfu/g; cfu/ml <102 <102 <102 <102 <102

9 Mikroba fungsional (penambat N, pelarut P, dll)

cfu/g; cfu/ml

- <103 - - <103

10. Ukuran butiran Mm 2 – 5 (min 80%)

2 – 5 (min 80%) 11. Kadar unsur mikro

- Fe total - Mn - Cu - Zn - B - Co - Mo Ppm

min 0, maks 8000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 2500 min 0, maks 20 min 0, maks 10

min 0, maks 8000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 2500 min 0, maks 20 min 0, maks 10

min 0, maks 800 min 0, maks 1000 min 0, maks 1000 min 0, maks 1000 min 0, maks 500 min 0, maks 5 min 0, maks 1

min 0, maks 8000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 5000 min 0, maks 2500 min 0, maks 20 min 0, maks 10

(35)

Keterangan :

*) Kadar air berdasarkan bobot asal

**) Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O > 6% (dibuktikan dengan hasil

laboratorium)

***) N-total = N–organik+N+NH4+N–NO3; Nkjeldahl = N-Organik+N+NH4;C/N, N= N-total.

2.4 Per tumbuhan Mik roba

Menurut Dwidjoseputro, D. (1964), proses pupuk organik cair berjalan melalui beberapa fase yaitu :

1. Fase Adaptasi

Menunjukkan waktu yang diperlukan mikroorganisme untuk beradaptasi dan membentuk koloni pada lingkungan baru yaitu tumpukan pupuk. 2. Fase Permulaan Pembiakan

Jumlah bakteri mula bertambah sedikit demi sedikit, sel-sel dalam fase ini tampak gemuk.

3. Fase Pembiakan cepat (Fase Logaritma) Pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. 4. Fase Pembiakan diperlambat

(36)

5. Fase Konstan

Jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati, sehingga kurva menunjukkan garis yang hampir horizontal.

6. Fase Kematian

Jumlah bakteri yang mati makin banyak, dan makin melebihi jumlah bakteri yang membelah diri, grafik mulai menurun.

7. Fase Kematian dipercepat

Jumlah bakteri yang mati yang senantiasa bertambah, berlangsung beberapa minggu, bergantung pada sprsies dan keadaan medium serta faktor-faktor lingkungan.

Pola temperatur dan pertumbuhan mikroorganisme dalam tumpukan pupuk pada masing-masing fase dapat dilihat dalam Ganbar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Pola Temperatur dan Pertumbuhan Mikroorganisme 1

2 3

4 5

6

7

X Jumlah sel seluruhnya : X = Waktu

Y = Log Jumlah Sel

_____ Jumlah sel hidup

(37)

2.5 Daun lamtor o

Lamtoro merupakan tanaman semak atau pohon yang tingginya dapat mencapai 18 m, daun majemuk menyirip ganda dua (bipinnate) dengan 4 – 9 pasang daun pada setia ibu tangkai.

Perbungaan majemuk terkumpul dalam kelapa bunga berbentuk bola dengan garis tengah 2-5 cm, berwarna putih (Anonim, 2008). Tumbuhan lamtoro ini memiliki banyak kegunaan. Pohon ini dapat berfungsi sebagai kayu bakar, makan ternak, peneduh dan pupuk hijau yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pada umumnya daun lamtoro mengandung unsur hara N tinggi, pada penelitian ini daun lamtoro memberikan kontrubusi terhadap lindi untuk pembuatan pupuk cair. Daun lamtoro memberikan unsur hara yang terkandung merupakan unsur hara essensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut (Sutedjo, 1992), unsur hara makro sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan-pertumbuhan bagian-bagian vegetative tanaman seperti akar, batang dan daun.

(38)

Tabel 2.3 Kandungan unsur hara daun lamtoro. No Parameter % Berat

1. Nitrogen (N) 2,0 – 4,3 % 2. Fosfor (P) 0,2 – 0,4 % 3. Kalium (K) 1,3 – 4,0 %

Sumber : Anonim, 2008

2.6 Bunga

Bunga adalah salah satu bahan yang diperlukan untuk memenuhi unsur hara P dalam pembuatan pupuk cair. Dalam pembuatan pupuk cair bunga sangat diperlukan untuk meningkatkan unsur P dalam bentuk ion (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) bunga yang mengandung unsur P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk priofosfat dan metafosfat, kemungkinan unsur P diserap dalam bentuk senyawa organik yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan phitin.

(39)

Gambar 2.3 Bunga Akasia Gambar 2.4 Bunga Kamboja

Gambar 2.5 Bunga Sepatu

Tabel 2.4 Kandungan unsur hara bunga. No Parameter % Berat 1. Nitrogen (N) 0,24 % 2. Fosfor (P) 273,2 % 3. Kalium (K) 1,263 %

Sumber : (Lia, 2008).

2.7 Abu batok k elapa

(40)

lebih menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Dalam penelitian ini abu batok kelapa bisa memberikan kontrubusi nilai K.

Gambar 2.6 Abu Batok Kelapa

Tabel 2.5 Kandungan unsur hara abu batok kelapa.

No Parameter Berat %

1. C-organik total 24,33 %

2. Asam humat 0,56 %

3. Asam fulfat 0,71 %

4. Kadar abu 2,09 %

5. Kadar N 0,20 %

6. C/N rasio 122 %

7. Kadar P 0,02 %

(41)

2.8 Landasan Teor i

Pupuk organk cair merupakan pupuk yang sangat mudah diserap oleh tanaman, ada berbagai cara dan sumber bahan baku yang bisa dipakai salah satu sumber pontensial adalah lindi berasal dari TPA Benowo Surabaya. Lindi ini selama ini belum dimanfaatkan selama ini hanya dibuang setalah melalui beberapa perlakuan. Lindi ini sebenarnya bisa dipakai sebagai pupuk cair mengingat kandungan organiknya cukup tinggi terutama unsur-unsur hara N, P, dan K sebagai bahan penyusun pupuk agar bisa dipakai sebagai pupuk, maka perlu ada perlakuan terhadap lindi, karena kandungan organiknya (BOD) cukup tinggi atau tidak stabil. A gar lindi dapat dipakai sebagai pupuk cair, maka perlu dilakukan tahapan proses dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme.

Proses pembuatan dengan cara biologi aerobik menguraikan bahan-bahan organik ( BOD ) sampai memenuhi persyaratan sebagai pupuk cair dengan mekanisme resksi sbb.

CHO + O2 MO CO2 + H2O.+ sel MO baru + energy.

(42)

sumber energi dan N digunakan pembentukan sel baru. Hasil penguraian carbon berupa gas CO2 dan energi proses ini akan mempengaruhi C/N rasio pupuk cair

Dari hasil analisa di laboraturium teknik pertanian unsur-unsur hara yang tidak memenuhi syarat sebagai pupuk cair adalah : N dan P sehingga perlu ada penambahan dengan daun lamtoro dan bunga yang menggandung unsur-unsur hara tersebut.

Melihat kandungan unsur-unsur hara yang ada dalam daun lamtoro dan bunga, persyaratan daun lamtoro dan bunga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan untuk mengisi kekurangan tersebut.

(43)

Tabel 2.6 Karekteristik lindi yang ada di LPA Benowo

No. Parameter Satuan Baku M utu Air

Limbah G ol. III *) Hasil Analisa Metoda A FISIKA

1 Temperatur ºC 40 28 Termometer 2 Total Disolved Solid (TDS) mg/L 4000 15860 Gravimetri 3 Padatan Tersuspensi (SS) mg/L 200 340 Gravimetri B KIMIA

1 Ph - 6,0 – 9,0 8,23 pH meter 2 Barium mg/L Ba 3 1,12 AAS 3 Besi mg/L Fe 15 3,28 Spektropotometri 4 Mangan mg/L Mn 5,0 0,00 Spektropotometri 5 Tembaga mg/L Cu 3 1,18 AAS

6 Seng mg/L Zn 15 3,21 AAS

7 Krom Heksavalen mg/L Cr6+

0,5 0,00 AAS 8 Krom Total mg/L Cr 1,0 0,00 AAS 9 Kadmium mg/L Cd 0,1 0,00 AAS 10 Raksa mg/L Hg 0,005 -

11 Timbal mg/L Pb 1 0,060 AAS 12 Arsen mg/L As 0,5 -

13 Timah Putih mg/L Sn 4 0,00 AAS 14 Selenium mg/L Se 0,5 -

15 Nikel mg/L Ni 0,5 0,10 AAS 16 Kobalt mg/L Co 0,6 0,00 AAS 17 Sianida mg/L CN 0,5 0,00 Spektropotometri 18 Sulfida mg/L S 0,1 3,28 Lodometri 19 Fluorida mg/L F 20 1,08 Spektropotometri 20 Sisa Khlor Bebas mg/L Cl2 0,04 0,00 Lodometri

21 Amoniak Bebas mg/L NH3-N 5 459,55 Spektropotometri

22 Nitrat mg/L NO3-N 30 7,60 Spektropotometri

23 Nitrit mg/L NO2-N 3 1,80 Spektropotometri

24 BOD mg/L O2 150 1142 Winkler

26 COD mg/L O2 300 2720 Reflux/Titrimetri

26 Detergent Anionik mg/L LAS 10 6,05 Spektropotometri 27 Fenol mg/L 1 0,00 Spektropotometri 28 Minyak & Lemak mg/L 15 1420 Gravimetri

29 PCB mg/L NIHIL G.C

Keterangan :

(44)
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukandi lab rumah kompos FP. Adapun tujuan dari metode penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sebagai gambaran awal mengenai tahapan-tahapan penelitian secara sistematis agar pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan menjadi sistematis.

2. Mengetahui tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam penelitian dengan berpedoman pada kerangka penelitian yang sistematis dan digunakan dari awal penelitian sampai penulisan laporan tugas akhir. 3. Memudahkan dalam mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan

pelaksanaan penelitian demi tercapainya tujuan penelitian.

4. Memperkecil dan menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan selama melakukan penelitian.

3.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penalitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lindi yang diambil dari TPA Benowo Surabaya.

2. Daun lamtoro.

(46)

5. Aquades.

3.2 Per alatan Penelitian

Peralatan yang akan digunakan untuk proses pembuatan pupuk cair ini berupa:

1. Drum plastik bekas ukuran 75 liter 2. Kantong kain.

3. Pengaduk manual dilakukan pagi, siang, sore.

Gambar 3.1. Reaktor Penelitian

3.3 Car a Ker ja

1. Persiapan alat-alat yang digunakan dalam penelitian.

2. Persiapan lindi, daun lamtoro, bunga, abu batok kelapa, aquades.

(47)

4. Setelah dicampur maka dilakukan penelitian pendahuluan, untuk menggetahui nilai N, P, K, C, C/N Rasio dan pH awal. Hal ini guna untuk menggetahui kondisi awal apakah sudah sesuai dengan persyaratan. 5. Tambahkan Daun lamtora, Bunga dengan konsentrasi:

Daun lamtoro: 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg. Bunga: 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg.

Kemudian ditambahkan 20 lt lindi, 2 kg Abu batok kelapa, 35 lt aquades untuk masing-masing penambahan.

Aduk campurkan bahan hingga merata pada masing-masing reaktor. Pecampuran dilakukan perlahan dan diaduk hingga merata disemua bagaian.

6. Pada masing-masing reaktor ditempelkan label sesuai dengan variasi yang dilakukan, untuk memudahkan saat pengambilan sample. Dengan demikian proses pembuatan pupuk cair aerobik telah dimulai.

7. Pengadukan dilakukan tiap hari tiga kali untuk semua reaktor.

3.4 Var iabel

Penelitian akan dilakukan dengan meninjau variabel-variabel sebagai berikut :

1. Dosis penambahan :

(48)

2. Waktu membuat pupuk cair :

0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari.

Dengan menetapkan :

1. Lindi = 20 lt.

2. Abu batok kelapa = 2 kg.

3. Aquades = 35 lt.

Perlakuan :

A0 = Berat daun lamtoro 3 kg B0 = Berat bunga 2 kg A1 = Berat daun lamtoro 4 kg B1 = Berat bunga 3 kg A2 = Berat daun lamtoro 5 kg B2 = Berat bunga 4 kg A3 = Berat daun lamtoro 6 kg B3 = Berat bunga 5 kg A4 = Berat daun lamtoro 7 kg B4 = Berat bunga 6 kg Adapun komposisi bahan tiap reaktor adalah sebagai berikut :

(49)

3.5 Analisis Data

Analisis parameter dilakukan setiap seminggu sekali meliputi analisis kadar N, kadar P, kadar K, kadar C, C/N Rasio dan pH. Data yang di peroleh dari analisa pendahuluan dan analisa parameter disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan bantuan program Microsoft Excel.

3.6 Ker angka Penelitian

Ide Penelitian

Studi Literatur

Lindi, proses membuat pupuk cair, faktor-faktor yang mempengaruhi membuat pupuk cair, daun lamtoro, bunga, abu batok kelapa, aquades

Persiapan alat :

1. Penyediaan peralatan analisis 2. Penyediaan reaktor, drum

plastik, kantong kain, pengaduk manual.

Persiapan Bahan : 1. Penyediaan Lindi 2. Penyediaan Daun lamtoro 3. Penyediaan Bunga

4. Penyediaan Abu batok kelapa 5. Penyediaan Aquades

Analisa pendahuluan :

Kadar N, kadar P, kadar K, kadar C, C/N Rasio dan pH

Proses membuat pupuk cair

Variasi: Daun lamtoro: 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg.

Bunga: 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg.

Analisa parameter :

Kadar N, kadar P, kadar K, kadar C, C/N Rasio dan pH

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Awal Air Lindi

Air lindi dalam kondisi awal yang akan digunakan dalam proses pupuk cair mempunyaipengertian bahwa, analisa dilakukan sebelum proses dimulai agar menghasilkan suatu gambaran awal karakteristik bahan yang akan dibuat pupuk cair nantinya. Hasil analisa tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kondisi Awal Air Lindi

Parameter Jumlah

pH C Organik

N – Total Rasio C/N

P K

7.90 0.42 % 0.02 %

21 0.014 %

0.20 %

Sumber : Data Primer

(51)

(Tchobanoglous,1993). Derajat keasaman (pH) awal air lindi (4-8) merupakan kondisi yang baik untuk proses pembuatan pupuk cair.

Kondisi awal K pada air lindi berada dalam rentang ideal untuk proses pembuatan pupuk cair aerobik yaitu < 2 merupakan kondisi yang baik untuk proses pembuatan pupuk cair. Kondisi awal C/N pada air lindi berada dalam rentang kondisi ideal untuk proses pembuatan pupuk cair aerobik yaitu antara 20:1 sampai dengan 40:1 dengan rasio terbaik 30:1 (CPIS,1992).

4.2 Pembuatan Pupuk Cair dengan Penambahan Daun Lamtor o, Bunga dan Abu Batok Kelapa.

Pembuatan pupuk cair dilakukan secara aerobik, dimana dilakukan penambahan daun lamtoro dengan variasi dosis 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg dan bunga dengan variasi dosis 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg dengan penambahan 2 kg abu batok kelapa, 20 lt lindi dan 35 aquades untuk masing-masing penambahan daun lamtoro dan bunga.

4.2.1 Kondisi pH selama proses pembuatan pupuk cair

Salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pembuatan pupuk cair adalah tingkat keasaman (pH). Kondisi pH selama proses pembuatan pupuk cair dapat dilihat tabel 4.2 dan gambar 4.1.

(52)

Tabel 4.2 Kondisi pH selama proses pembuatan pupuk cair Hari

ke-

R1 (3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3 kg)

R3 (5 kg, 4 kg)

R4 (6 kg, 5

kg)

R5 (7 kg, 6 kg)

0 7.90 7.90 7.90 7.90 7.90

7 5.57 5.83 5.01 5.35 4.99

14 10.09 11.79 12.31 11.95 12.35

21 13.14 12.9 12.68 13.01 12.44

28 9.54 9.85 9.38 9.74 6.95

Sumber: Hasil Penelitian

Gambar 4.1 Kondisi pH selama Proses Pembuatan Pupuk Cair

Mulai hari pertama sampai dengan hari ke- 7 semua reaktor mengalami penurunan pH (asam), hal ini sesuai juga dengan pendapat Sunaryono, 1989. Menyatakan bahan organik yang dirombak oleh jasad renik jenis tertentu menghasilkan asam-asam organik sederhana sehingga terbentu suasana asam. Dalam proses selanjutnya jasad renik jenis lainnya akan memakan asam organik tersebut sehingga menyebabkan tingkat pH naik kembali. Dihari ke 7 sampai dihari ke 21 semua pH mengalami kenaikan,di hari ke 28 semua reaktor

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30

(53)

mengalami penurunan tingkat pH tersebut masih berada pada kondisi optimum untuk preses pembuatan pupuk cair.

Menurut D. Juarni (2005), menyatakan bahwa derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.

Indikasi pH tanah berhubungan dengan aktifitas mikroorganisme, pH tinggi yaitu proses mikroba beraktifitas dalam dekomposisi tinggi sedangkan pH rendah yaitu proses mikroba beraktifitas rendah. Terjadinya ideal pH optimal terjadi pada pH netral yaitu 6 – 7 menurut (Deptan 2010). Untuk menurunkan pH dilakukan dengan pemberian tanaman atau bahan-bahan yang masam meliputi daun belimbing wolo.

4.2.2 Kondisi C Organik selama Proses Pembuatan Pupuk Cair

(54)

\Tabel 4.3 Kondisi C Organik selama proses pembuatan pupuk cair Hari ke- R1

(3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3 kg)

R3 (5 kg, 4 kg)

R4 (6 kg, 5 kg)

R5 (7 kg, 6 kg)

0 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06

7 0.43 0.45 0.46 0.49 0.55

14 0.43 0.45 0.475 0.564 0.52

21 0.58 0.5 0.45 0.52 0.53

28 0.55 0.61 0.62 0.46 0.39

Sunber: Hasil Penelitian

Gambar 4.2 Kondisi C Organik selama Proses Pembuatan Pupuk Cair Berdasarkan gambar 4.2 terlihat bahwa pada awal proses c organik naik dengan tajam yang kemudian berjalan lambat kandungan karbon pada masing-masing reaktor mengalami kenaikan. Kenaikan karbon menandakan adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, karena mikroorganisme menggunakan karbon sebagai energi. Pada awal proses pembuatan pupuk cair kandungan karbon semua reaktor sama (0.06 %). Tiap-tiap jenis bahan yang akan dibuat pupuk cair seperti daun lamtoro dan bunga memiliki kadar karbon yang berbeda, Untuk itu sebelum proses dimulai dilakukan pencampuran terlebih dahulu sampai merata, hal ini dilakukan untuk menciptakan kondisi pupuk cair

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 5 10 15 20 25 30

(55)

yang lebih homogen agar dekomposisi bahan organik dapat berlangsung baik disemua bagaian (Bohn et al., 1979). .

Di akhir proses pembuatan pupuk cair kadar karbon paling rendah dicapai oleh reaktor 5 dengan penambahan daun lamtoro 7 kg dan bunga 6 kg, kadar yang dicapai oleh reaktor tersebut sebesar (0.39%). Penurunan kadar karbon pada reaktor 5 yang lebih besar dari reaktor lainnya menunjukkan dengan semakin banyak dosis daun lamtoro dan bunga yang ditambahkan maka penurunan karbon yang dicapai juga semakin besar.

Koefisien Determinasi merupakan nilai yang menyatakan besarnya keterandalan model, yaitu menyatakan besarnya variasi Y yang dapat diterangkan oleh X menurut persamaan yang diperoleh. Besar nilai koefisien determinasi sama besar dengan nilai keterandalan model sedangkan besar nilai koefisien determinasi 0 sampai dengan 1. Jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati nilai angka 1 maka model yang digunakan semakin tinggi keterandalannya. Jika mendekati angka 0 makin rendah derajat keterandalannya.

(56)

dikenal dengan nama bokashi dengan cara ini proses pupuk cair dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional ( Yuwono, 2007).

Karbon yang mengalami proses dekomposisi turunan dari karbon itu pelepasan dari unsur mikro dan makro. Karbon merupakan indikasi proses dekomposisi dengan parameter N/C Rasio tinggi maka proses dekomposisi berjalan lambat, C/N rendah maka proses dekomposisi berjalan cepat C/N Rasio ideal optimal 10 – 15 sesuai (Deptan 2010).

4.2.3 Kondisi N- Total selama Proses Pembuatan Pupuk Cair

Tabel 4.4 Kondisi Kadar N - Total selama Proses Pembuatan Pupuk Cair Hari

ke-

R1 (3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3 kg)

R3 (5 kg, 4 kg)

R4 (6 kg, 5 kg)

R5 (7 kg, 6 kg)

0 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02

7 0.07 0.09 0.09 0.09 0.08

14 0.068 0.076 0.076 0.091 0.08

21 0.08 0.08 0.08 0.07 0.06

28 0.09 0.1 0.11 0.09 0.07

Sumber : Hasil Penelitian

Gambar 4.3 Kondisi Kadar Nitrogen selama Proses Pembuatan Pupuk Cair 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0 5 10 15 20 25 30

N it rogen ( N )

Har i

(57)

Pada awal pembuatan pupuk cair kondisi awal pembuatan pupuk cair kadar nitrogen reaktor sama yaitu sebesar ( 0,002 % ). Kadar nitrogen selama proses pembuatan pupuk cair cenderung meningkat walaupun selama proses tersebut terjadi beberapa penurunan seperti pada reaktor 1 dan 2 di hari ke 14, dan juga terjadi penurunan pada reaktor 4 dan 5 di hari ke 21 yang dipengarui beberapa faktor, antara lain:

a. Nitrogen dalam Oksigen bentuk amonia sebagai hasil dari dekomposisi bahan organik yang lepas ke udara.

b. Tidak masuk secara merata pada tumpukan sehingga oksigen yang ada jumlahnya terbatas, sehingga mengakibatkan ammonia tidak dapat dirubah ke dalam bentuk nitrat.

c. Nitrogen dapat hilang sebagai gas NH3, khususnya pada kondisi temperatur dan

pH tinggi serta akibat pengadukan.

Sedangkan kenaikan kadar nitrogen disebabkan adanya N sebagai produk penguraian protein dari proses dekomposisi. Peningkatan kadar nitrogen di akhir proses juga disebabkan adanya proses amonifikasi, yaitu proses pembentukan amonium dari bentuk teroksidasinya yaitu nitrit. (Adiyana, 2004).

N dalam ketersediaan unsur hara dalam pupuk cair untuk meningkatkan pertumbuhan pada face generatif yaitu tumbuh dan berkembangnya tanaman, sumber dari N pada pupuk cair hasil riset:

(58)

Lindi dari TPA Benowo merupakan campuran dari sampah sayur dan sisa-sisa makanan yang sudah tidak bisa di manfaatkan sehingga memberikan kontrubusi terhadap ketersediaan N.

Di akhir proses pembuatan pupuk cair kadar nitrogen tertinggi yaitu sebesar ( 0.11 % ) terdapat pada reaktor 3 dengan penambahan daun lamtoro sebanyak 5 kg dan bunga sebanyak 4 kg. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh penambahan daun lamtoro dan bunga dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme, sehingga dapat mendegradasi bahan-bahan organik lebih baik, jadi ideal optimal N yaitu <2 menurut (Deptan 2010). Penelitian sebelumnya menurut Indriani, 2004. Pembuatan pupuk cair dari daun dan buah keres yang palinag baik terletak minggu ke-6 dengan penambahan 200 gr daun keres (2.82%).

4.2.4 Kondisi Rasio C/N selama Pr oses Pembuatan Pupuk Cair

Hasil pengamatan rasio C/N selama proses pembuatan pupuk cair berlangsung dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.

Tabel 4.5 Kondisi Rasio C/N selama Proses Pembuatan Pupuk Cair (%) Hari ke- R1

(3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3

kg)

R3 (5 kg, 4

kg)

R4 (6 kg, 5

kg)

R5 (7 kg, 6

kg)

0 3 3 3 3 3

7 6 5 5 6 7

14 7 7 6 6 6

21 7 5 5 8 9

28 6 6 6 5 6

(59)

Gambar 4.4 Rasio C/N selama Proses Pembuatan pupuk cair Rasio C/N yang terlihat pada penambahan daun lamtoro dan bunga relatife sama, yaitu mengalami kenaikan. Kenaikan rasio ini disebabkan terjadi kenaikan kandungan C organik pada proses pembuatan pupuk cair dan juga disebabkan karena naiknya kandungan N – total dalam proses pembuatan pupuk cair. Sebelumnya adanya penambahan daun lamtoro dan bunga rasio mengalami penurunan.

Gaur dan Sadasivam (1993) menyatakan, bahwa selama proses dekomposisi, C-organik dipergunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan N yang diuraikan sebagai yang digunakan untuk membentukan sel mikroorganisme. Kondisi ini mengakibatkan turunnya nisbah C/N, sedangkan karbon yang dipergunakan tersebut akan dilepaskan sebagai CO2 dan N tetap ada dalam sistem. Transformasi residu organik menjadi bahan organik yang stabil (humus) akan menyebabkan hubungan yang konsisten antara C dengan N.

Hal ini juga disebabkan karena jumlah mikroorganisme yang pada awal hanya sedikit dan belum berkembang, sehingga memperlambat proses pembuatan

0 2 4 6 8 10

0 5 10 15 20 25 30

R

a

si

o

C

/

N

Hari

ke-R1

R2

R3

R4

(60)

pupuk cair, berbeda dengan setelah adanya penambahandaun lamtoro dan bunga, jumlah mikroorganisme mengalami kenaikan, sehingga dapat mempercepat proses pembuatan pupuk cair. Jika perbandingan C/N terlalu tinggi maka proses pembuatan pupuk cair berjalan lambat, demikian sebaliknya. C/N merupakan indikator semua didalam kegiatan pembuatan pupuk cair organik.

Perbandingan C/N dalam materi air lindi masih sangat rendah tetapi kemudian naiknya seiring dengan aktivitas mikroorganisme yang menguraikannya. Rasio yang paling baik pada reaktor 5 di hari ke 21 sebesar 9 dalam penelitian ini.

4.2.5 Laju Rasio C/N pada Pr oses Pembuatan Pupuk Cair

Laju C/N digunakan untuk menentukan reaktor mana yang paling cepat memasuki masa pematangan ditinjau dari perubahan rasio C/N selama proses berlangsung. Laju C/N inilah yang nanti akan dibandingkan pada tiap-tiap reaktor penelitian. Perubahan rasio C/N selama proses pembuatan pupuk cair.

Gambar 4.5 Grafik Laju Rasio C/N pada Reaktor 3 y = 0.085x + 3.8

R² = 0.6

0 2 4 6 8

0 5 10 15 20 25 30

C

/

N

R

a

si

o

Hari

ke-R3

(61)

Dapat dikatakan bahwa besarnya derajat keterandalan model sama dengan 60%. Maknanya adalah bahwa sekitar 60% variasi Y dapat diterangkan oleh X menurut persamaan Y = 0.085 + 3.8 X. Sedangkan sisanya (40%) diterangkan oleh faktor-faktor lain selain X yaitu mikroba dan lain-lain.

Tabel 4.6 Laju Rasio C/N

Reaktor Persamaan Laju C/N Urutan

1 y = 0.7x + 3.7 R2 = 0.453 3

2 y = 0.1x + 4 R2 = 0.532 2

3 y = 0.085x + 3.8 R2 = 0.6 1

4 y = 0.085x + 4.4 R2 = 0.272 5

5 y = 0.114x + 4.6 R2 = 0.340 4

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari hasil proses perbandingan laju rasio C/N yang menpunyai hubungan kolerasi tertinggi pada reaktor 3 artinya bahwa faktor pemberian 5 kg daun lamtoro dan 4 kg bunga menunjukan pengaruh yang lebih bagus bila dibandingkan dengan reaktor lainnya, mekispun reaktor lainnya menunjukan rasio C/N lebih tinggi tetapi bentuk hubungannya dengan proses dekomposisi atau pelapukan unsur lebih bagus pada reaktor 3.

(62)

C/N hingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan semakintingginya C/N bahan maka akan semakin lama pengomposan.

4.2.6 Kondisi P selama Pr oses Pembuatan Pupuk Cair

Hasil pengamatan P selama proses pembuatan pupuk cair berlangsung dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 4.5

Tabel 4.7 Kondisi P selama Proses Pembuatan Pupuk Cair Hari ke- R1

(3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3

kg)

R3 (5 kg, 4

kg)

R4 (6 kg, 5

kg)

R5 (7 kg, 6

kg)

0 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003

7 0.007 0.007 0.011 0.007 0.016

14 0.062 0.062 0.062 0.079 0,062

21 0,007 0.007 0.007 0.007 0.003

28 0.011 0,007 0.007 0.007 0,007

Sumber : Hasil Penelitian

Gambar 4.6 Kondisi P selama proses pembuatan pupuk cair

Pada grafik terlihat bahwa semakin lama waktu ekstrasi dan fermentasi kadar ion P mengalami kenaikan. Namun pada hari ke- 7 sampai hari ke- 14 semua reaktor mengalami kenaikan, dihari ke- 14 sampai hari ke- 21 semua

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

0 5 10 15 20 25 30

(63)

reaktor mengalami penurunan dan pada hari ke- 28 mengalami kenaikan relatif kecil. Hal ini disebabkan karena ion-ion yang berada cairan akan teradsorpsi kembali. Jika dilihat dari grafik, kadar ion terbesar pada hari ke- 14 yaitu reaktor 4 dengan penambahan 6 kg daun lamtoro dan 5 kg bunga ( 0.079 % ). Penelitian sebelumnya menurut Indriani (2004), pembuatan pupuk cair dari daun dan buah keres yang paling baik terletak pada minggu ke-6 dengan penambahan 250 gr daun keres (0.41%).

Sumber dari ketersediaan unsur P adalah bunga-bungaan, tanaman yang mudah bersimbiosis serta melepaskan unsur P, fungsi P adalah proses dari pemasakan sebuah tanaman pembuahan itu adalah fungsi sikluskrep dan proses ATP dan ADP yaitu proses isiologi dalam jarring metabolism tanaman terhadap buah (Hanafiah, 2005). Jadi ideal optimal P yaitu < 2 menurut (Deptan 2010).

4.2.7 Kondisi K selama Pr oses Pembuatan Pupuk Cair

Hasil pengamatan K selama proses pembuatan pupuk cair berlangsung dapat dilihat pada tabel 4.9 dan gambar 4.6

Tabel 4.8 Kondisi K selama Proses Pembuatan Pupuk Cair Hari

ke-

R1 (3 kg, 2 kg)

R2 (4 kg, 3 kg)

R3 (5 kg, 4 kg)

R4 (6 kg, 5 kg)

R5 (7 kg, 6

kg)

0 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047

7 0.17 0.03 0.22 0.18 0.16

14 0.51 0.489 0.564 0.572 0.538

21 0.147 0.147 0.14 0.129 0.142

28 0.187 0.194 0,181 0.19 0.194

(64)

Gambar 4.7 Kondisi K selama proses pembuatan pupuk cair

Pada grafik terlihat semakin lama waktu ekstraksi dan fermentasi kadar ion K di hari ke- 7 cuma reaktor 2 yang mengalami penurunan, dihari ke- 7 sampai hari ke- 14 semua reaktor mengalami kenaikan, dihari ke-14 sampai hari ke- 21 semua reaktor mengalami penurunan dan di hari ke- 28 semua reaktor mengalami kenaikan relatif kecil. Hal ini disebabkan karena ion-ion dalam cairan akan teradsorpsi kembali. Jika dilihat dari grafik, kadar ion K terbesar terletak pada hari ke- 14 yaitu reaktor 4 dengan penambahan 6 kg daun lamtoro dan 5 kg bunga sebesar (0.572%). Penelitian sebelumnya Indriani (2004), menyatakan bahwa pembuatan pupuk cair dari daun dan buah keres yang paling baik terletak minggu ke-6 dengan penambahan 300 gr daun keres (23.93%).

Sumber K adalah pada kulit dari buah kelapa, kulit randu, air leri. Bila tanaman kekurangan K, maka banyak proses yang tidak berjalan dengan baik, misalnya terjadinya komulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman. Apabila kegiatan enzim terhambat, maka akan tejadi penimbunan tertentu karena proses menjadi terhenti. Misalnya enzim katelase yang menggubah glukosa menjadi pati.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 5 10 15 20 25 30

K

Hari

(65)
(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dalam penelitian ini Pembuatan pupuk cair yang paling baik terjadi pada reaktor 5 dengan penambahan 7 kg daun lamtoro dan 6 kg bunga dengan waktu pembuatan 21 hari, didapatkan rasio C/N 9. Sedangkan penambahan daun lamtoro untuk unsur N dan bunga untuk unsur P dalam pembuatan pupuk cair dari lindi yang paling baik pematangan pupuk cair di hari ke- 14 sudah bisa dibuat pupuk cair.

2. Air lindi yang ideal untuk pembuatan pupuk cair dengan penambahan 20 lt lindi dengan 35 lt air dalam reaktor 75 lt.

5.2 Sar an

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dicari sumber lainnya yang mempengaruhi bahan yang dapat menghasilkan unsur hara dalam pembuatan pupuk cair dari lindi guna menghasilkan rasio C/N .

2. Perlunya adanya analisa bahan unsur ikutan yang ada pada air lindi. 3. Perlu adanya uji aplikasi lapang dari hasil pembuatan pupuk cair untuk

(67)

Anonim. 2008.

“ Leucaena Leucocephala Wikipedia Berkas Wiki”,

http: // id.Wikipedia.

Org / wiki / Berkas: Leucaena Leucocephala.jpg. 7 oktober 2010.

Anonim. 2010.” Spesifikasi pupuk organik”,http://id.wikipedia.org/wiki/.com.

Oktober 2010 22 : 35 : 20 AM

Bahar Y.H. 1980.

Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah.

Jakarta: Waca

Pramesti Utama.

Dwidjoseputro, D. 1964.

Dasar-dasar Mikrobiologi.

hal 60 – 70. Djambatan. Malang.

Hidayat, N. 2007.

Mikrobiologi Industri

. Edisi 1.ANDI. Yogyakarta.

Kusmayadi, J.E.1986.

Identifikasi Unsur–unsur Pencemaran Kualitas Air Tanah

Dangkal di Daerah Dago dan Sekitarnya

. Kodya Bandung. Laporan Penelitian

Sarjana Teknik Geologi, Uneversitas Pajajaran. Bandung.

Lingga , Pinus. 1986.

Petunjuk Penggunaan Pupuk .

hal 8 – 11. Penebar. Surabaya.

Lia. 2008.

Kamal Hijau Pupuk Cair Organik. http ://

kamal hijau , bloqspot. Com. 20

November 2010 15 : 45 : 15 AM

Musnawar, Effi Ismawati. 2003.

Pupuk Organik.

hal 6 – 16 . Penebar Swadaya. Bogor.

Rosmarkam, Yuwono. 2002.

“Ilmu Kesuburan Tanah”

hal 126 – 128 Kanisius,

Yogyakarta.

(68)

Tcobanoglous, G., Vigil, S. 1993.

Integrated Solid Wastes Management Issues.

International Edition Mc Grow Hill, New York.

Gambar

Tabel 2.1 data tipikal komposisi lindi pada landfill baru dan lama.
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu  Pupuk Organik Cair
Gambar  2.1 Pola Temperatur dan Pertumbuhan Mikroorganisme
Gambar 2.2 Daun Lamtoro
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Kompetesi pegawai Disdikpora Kabupaten Kuningan berada pada kriteria tinggi dengan presentase sebesar 77.02%. Hal ini menunjukan bahwa pegawai Disdikpora sudah

Basis data adalah suatu kumpulan data terhubung (interrelated data) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tanpa mengatap satu sama lain atau tidak perlu

masa depannya tanpa terlepas dari perkataan- perkataan orang-orang masa lalu yang kita jadikan sebagai standar, pertimbangan dan referensi utama. Seyogyanya, kita sebagai umat Muslim

Pengaruh penggunaan media papan balik dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa autis kelas 1 di SLB Autis Laboraturium Universitas Negeri Malang dapat dilihat dari

Delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP.. memudahkan atau menolong kejahatan tersebut. Skedar si pelaku kejahatan mengharapkan bahwa barang yang telah

Hasil analisis ini akan memperlihatkan apakah karakteristik komite audit yang digunakan pada penelitian ini memiliki pengaruh terhadap kualitas laba dan manajemen laba

Dari definisi tersebut apabila kita analogikan sekolah sebagai sistem maka ketiga komponen diatas harus berinteraksi secara optimal untuk saling mendukung agar

SKOR NILAI CATATAN. BENAR