• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DI PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DI PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KETAHANAN SUMBER DAYA ALAM

DAN ENERGI DI PROVINSI JAWA BARAT

(2)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KETAHANAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DI PROVINSI JAWA BARAT

BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI JAWA BARAT

2021

(3)

i

D

AFTAR IS

I

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ………..……….. 3

1.3 Maksud, Tujuan, dan Sasaran ... 4

1.3.1 Maksud ……….. 4

1.3.2 Tujuan ……….……….. 4

1.3.3 Sasaran ………..………. 5

1.4 Manfaat ……... 5

1.5 Landasan Hukum ... 5

1.6 Ruang Lingkup ………. 8

1.6.1 Ruang Lingkup Wilayah ………..………. 8

1.6.2 Ruang Lingkup Pekerjaan ………..………. 8

1.7 Keluaran ………... 8

1.8 Kualifikasi Personel ………..………. 9

1.9 Jangka Waktu Pelaksanaan …….………. 9

1.10 Lokasi kegiatan ………. 9

1.11 Kewajiban Penyedia Jasa ………..………. 9

BAB 2 KERANGKA KONSEPTUAL 2.1 Ketahanan Energi …..…..………... 11

2.2 Energi Baru Terbarukan (EBT) ………... 14

2.3 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Barat .………. 20

2.3.1 Bidang Bina Ideologi dan Kewaspadaan Nasional ..……… 21

2.3.2 Bidang Ketahanan Seni, Budaya, dan Ekonomi ……… 22

2.3.3 Bidang Politik Dalam Negeri ………..………… 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain dan Fokus Penelitian ... 25

3.2 Tahapan Penyusunan Data Dasar ………... 26

3.3 Teknik Pengumpulan Data ………... 27

3.3.1 Data Primer ……….……… 29

3.3.2 Data Sekunder ……….……… 29

3.4 Teknik Analisis Data ………….……….……….. 29

3.5 Validasi Data ………..………... 31

3.6 Jangka Waktu Pelaksanaan dan Lokasi ……….... 32

(4)

ii

Bab 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Jawa Barat ……….. 33

4.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ………. 35

4.3 Kependudukan ………. 39

4.4 Kemiskinan ……….………. 41

4.5 Pemerintahan ………. 44

4.6 Politik dan Keamanan ………..………. 48

4.7 Pendidikan ……….…. 52

4.8 Tenaga Kerja ……….………. 58

Bab 5 TEMUAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 5.1 Temuan ……… 68

5.2 Analisis dan Pembahasan ……… 79

Bab 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………..……… 96

6.2 Rekomendasi/Saran Tindak ………...……… 97

Daftar Pustaka ... 100

(5)

1

Bab 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sudah lebih dari dua tahun kasus Corona Virus Disease 2019 (lebih dikenal dengan istilah:

Covid-19) menjadi pandemi dan hampir semua pemerintah di dunia masih terus berjuang mengatasinya, termasuk juga Indonesia. Tidak heran juga kemudian WHO merancang portal khusus pada Maret 2020 untuk mendukung pemerintah negara-negara di dunia mengantisipasi penyebaran Covid-19. Beberapa negara menunjukkan hasil dalam menurunkan kurva penyebaran virus dan sebagian lainnya belum berhasil. Di Indonesia sendiri, angka paparan infeksi virus corona di Indonesia telah mencapai angka 4.211.460 kasus dengan total korban meninggal sebanyak 141.709 orang (atau setara dengan 3,4%

dari pasien terkonfirmasi positif) (covid19.go.id). Sementara itu di Jawa Barat, angka paparan corona telah mencecah angka 702.422 kasus dengan korban meninggal dunia menembus angka 14.608 jiwa (pikobar.jabarprov.go.id).

Angka di Jawa Barat adalah angka yang tinggi. Oleh karena itu beberapa langkah diambil untuk menurunkan kurva paparan Covid-19, di antaranya adalah: pertama, menyiapkan layanan vaksinasi secara luas bagi warga masyarakat Jawa Barat. Merujuk Sinaga (kompas.id, 2021), Jawa Barat adalah provinsi dengan tingkat penyuntikan harian tertinggi se-Indonesia kendati vaksinasi tersebut baru mencapai mencapai angka 39%.

Kedua, menyediakan portal informasi mengenai hal-ihwal yang terkait dengan Covid-19 di https://pikobar.jabarprov.go.id/. Portal ini menginformasikan banyak hal, mulai dari angka kejadian di Jawa barat hingga bed occupancy ratio (BOR) di seluruh rumah sakit rujukan di Jawa barat. Ketiga, menyusun Satuan Tugas Pengendalian Covid-19 di seluruh Jawa Barat (provinsi, kota, dan kabupaten) yang bertugas salah satunya adalah menyukseskan 3T (tracing, test, dan treatment) dan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan), hingga keempat, persiapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka bagi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (kewenangan berada di Pemerintah Kabupaten/Kota masing-masing daerah) serta Sekolah Menengah Atas (kewenangan berada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat).

(6)

2

Meski pelbagai langkah sudah dilakukan tapi tidak dapat ditutupi bahwa pandemi Covid-19 turut mempengaruhi pondasi ekonomi warga masyarakat Jawa Barat. Di tingkat nasional saja beberapa data menunjukkan imbas tersebut, misalnya: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada Triwulan III dan IV 2020 sebesar minus 5,97% dan 2,21%; Indeks Manufaktur (PMI) pada April 2020 memperlihatkan skor di angka 27,5; angka Retail Sales Index menunjukkan angka 181,3;

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 2020 berada pada level pesimis di angka 77,8. Angka- angka ini mencermin kondisi ekonomi Indonesia pada 2020. Realita tersebut belum ditambah dengan fakta mengenai meningkatnya angka putus kerja, meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli masyarakat, dan macam sebagainya.

Berangkat dari gambaran tersebut di atas, maka pertanyaan yang perlu diajukan dalam kajian ini adalah: Bagaimana kondisi sosial dan sumber daya alam di Jawa Barat selama pandemi berlangsung? Pertanyaan ini menjadi sangat urgen dan relevan guna memahami ketahanan sosial dan ketahanan sumber daya alam di Jawa Barat yang selama ini menjadi garda terdepan dalam ketahanan ekonomi secara umum. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, data dan informasi atas kondisi ketahanan sosial dan ketahanan sumber daya alam di Jawa Barat menjadi sangat penting sebagai dasar bagi Pemerintah Provinsi Jawa barat dalam memformulasi peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan.

Isu ketahanan sosial dan sumber daya alam menjadi salah satu kewenangan pemerintah, khususnya dengan urusan pemerintahan umum. Merujuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa urusan pemerintah umum antara lain meliputi pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional.

Bahkan bila merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2019 tentang Perangkat Daerah, maka tergambar lebih spesifik lagi mengenai hal tersebut, di mana yang melaksanakan urusan tersebut adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.

Seturut dengan itu, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai tugas dan fungsi (Tusi) untuk merumuskan kebijakan teknis, melaksanakan kebijakan, melaksanakan koordinasi dan melakukan pemantauan, evaluasi serta pelaporan termasuk dalam hal ketahanan sosial dan ketahanan sumber daya alam. Karenanya pada Tahun Anggaran

(7)

9

Bab 2

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Ketahanan Energi

Energi berperan penting bagi pembangunan nasional. Energi dapat mewujudkan keseimbangan tujuan pembangunan berkelanjutan yang mencakup aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, energi juga berperan sebagai pendorong utama berkembangnya sektor-sektor lain, khususnya sektor industri. Tingkat konsumsi energi juga dapat menjadi salah satu indikator untuk menunjukkan kemajuan pembangunan suatu negara. Hal ini karena peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan pertambahan penduduk akan berhubungan dengan pesatnya konsumsi energi. Namun, pesatnya konsumsi energi juga akan melahirkan tantangan baru terutama dalam upaya efisiensi terhadap konsumsi energi.

Pada bulan April tahun 2011 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa pengembangan energi yang dilakukan oleh para pelaku di sektor publik dan swasta pada akhirnya ditujukan untuk memperluas akses penduduk dunia terhadap energi. Selain itu, seruan dunia internasional juga diarahkan untuk memperkuat pandangan bahwa dengan dimasukkannya sektor energi sebagai salah satu aspek pembangunan berkelanjutan, produksi dan konsumsi energi nasional juga ditujukan untuk berkontribusi terhadap upaya mitigasi iklim global. Dengan demikian, upaya ini mensyaratkan adanya peningkatan manajemen sumber daya sehingga peningkatan efisiensi konsumsi energi mampu mendorong prioritas pembangunan berkelanjutan.

Pesan ini tidak berlebihan karena pemanfaatan manajemen sumber energi terbarukan berperan vital untuk mewujudkan paradigma perekonomian hijau (green economy).

Melalui paradigma inilah, beberapa tujuan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kerusakan lingkungan, peluang pekerjaan baru, dan peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dapat terus didorong dalam jangka panjang.

Indonesia memiliki potensi sumber energi fosil dan non-fosil yang melimpah.

Meskipun demikian, merujuk pada energy sustainability index, kondisi sistem energi Indonesia belum tertata dengan baik. Pada tahun 2013 misalnya, Indonesia berada pada peringkat ke-73 dari 129 negara untuk pengelolaan energi terbaik. Hal ini mengindikasikan

(8)

10

bahwa kita belum mencapai tingkat efisiensi konsumsi energi yang optimal. Selain itu, saat ini sebagian besar kebutuhan energi domestik masih didominasi oleh pemanfaatan sumber energi fosil seperti minyak bumi, gas, dan batu bara.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2019 menunjukkan bahwa minyak bumi, batu bara, dan gas alam masih berperan dominan dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Peran minyak bumi dan batu bara masing- masing masih berada di angka 46% dan 21%, serta peran gas alam masih di kisaran angka 18%. Sementara itu, energi terbarukan hanya berkontribusi sebesar 5%. Karakteristik sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbarui (unrenewable) karena cadangannya terbatas dan terus mengalami penurunan (depletion). Situasi ini mengimplikasikan adanya kerentanan ketahanan energi nasional. Selain itu, kerentanan ini juga didorong oleh tingginya permintaan energi dan ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat. Dengan demikian, sepanjang belum ditemukan cadangan energi (fosil) baru dan teknologi nonkonvensional dalam eksplorasi dan eksploitasinya, situasi ketimpangan yang tinggi antara supply dan demand energi secara nasional akan terus terjadi.

Berdasarkan beberapa studi juga diketahui bahwa ketergantungan terhadap energi fosil secara terus-menerus akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dalam bentuk pencemaran lingkungan, perubahan iklim, dan pemanasan global. Hal ini juga sekaligus menjadi tantangan berat pemerintah. Hasil konferensi negara pihak ke-21 (COP 21) Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim pada tahun 2015 di Paris, Perancis, menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 29%

pada tahun 2030. Hasil COP 21 yang dikenal dengan Paris Agreement dan kemudian diratifikasi dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change, menegaskan pentingnya pencapaian target ambang batas peningkatan suhu bumi di bawah 2 derajat celsius dan berupaya menekan batas kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celsius di atas suhu bumi pada masa pra-industri.

Berdasarkan uraian di atas dan besarnya potensi sumber energi alternatif khususnya dari sumber terbarukan, memaksa pemerintah untuk memprioritaskan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Tujuannya tentu untuk

(9)

11

mencapai kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional. Hal ini tidak berlebihan karena data resmi pemerintah menunjukkan bahwa potensi sumber energi terbarukan Indonesia mencapai 441,7 GW tetapi baru 9,07 GW atau 2% yang dimanfaatkan.

Untuk mencapai upaya ini, pemerintah telah menetapkan visi pengoptimalan penggunaan EBT. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) misalnya, pemerintah telah menetapkan peran EBT paling sedikit mencapai 23% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025. Secara tidak langsung, kebijakan penerapan peran EBT ini sebenarnya juga telah diperkuat secara politis dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi.

Sumber energi baru diartikan sebagai sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tidak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Sementara itu, sumber energi terbarukan diartikan sebagai sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.

Optimalisasi pemanfaatan besarnya potensi sumber EBT juga sejalan dengan amanat tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Amanat ini juga sejalan dengan makna Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; khususnya rakyat Jawa Barat. Arah kebijakan ini juga ditujukan untuk mencapai kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional. Dan yang tidak kalah strategisnya adalah mendorong terpenuhinya akses seluruh masyarakat terhadap sumber energi di Jawa Barat.

2.2 Energi Baru Terbarukan (EBT)

(10)

12

Ketahanan energi merupakan salah satu faktor penting ketahanan nasional sehingga wajar jika Lembaga Ketahanan Nasional (atau Lemhannas) memberikan sinyal kepada pemerintah bahwa cadangan bahan bakar minyak Indonesia yang rata-rata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama 20 hari saja rawan akan ketahanan energi. Angka tersebut jauh di bawah cadangan minyak Singapura yang mencapai 120 hari dan Jepang 107 hari. Padahal kita tahu kedua negara maju itu tidak memiliki deposit minyak bumi. Mengapa ketahanan energi sebuah negara yang memiliki deposit minyak bumi bisa lebih rentan daripada negara-negara konsumen? Beberapa faktor dapat menjadi penyebabnya.

Indonesia dianggap sebagai negara yang boros energi. Menurut para pakar ekonomi energi jika Indonesia bisa memakai energi yang lebih murah sebagai pengganti BBM maka dapat dihemat minimal Rp.100 triliun rupiah. Sepuluh tahun yang lalu, BBM untuk transportasi 37,2 miliar liter, rumah tangga 4,7 miliar liter, industri 9,8 miliar liter, listrik 8,9 miliar liter, dan peruntukan TNI sebesar 0,5 miliar liter. Jika kita bisa mengganti 80% transportasi dengan Bahan Bakar Gas (BBG), maka akan dapat dihemat sekitar 2.500 per liter atau setara dengan Rp.74,4 triliun dan jika kita bisa mengganti bahan bakar kompor dengan LPG akan dapat dihemat sekitar 2.500 per liter atau Rp.11,8 triliun. Suatu angka yang fantastik namun sebenarnya akan nyata jika kita benar-benar melakukan gerakan hemat energi.

Berbagai gejala kelangkaan energi yang pernah kita alami dan masih terasa saat ini seperti antrean membeli BBM di SPBU di beberapa wilayah Indonesia dan seringnya pemadaman listrik merupakan indikator bahwa telah terjadi krisis pasokan energi secara tajam. Oleh sebab itu, pengelolaan energi perlu dilakukan misalnya melalui upaya penghematan. Merujuk Geller (2006) bahwa keberhasilan banyak negara maju dalam kebijakan penghematan energi ditentukan oleh keberhasilan mereka dalam melakukan penghematan energi pada sistem infrastruktur energi dan sistem pengawasannya.

Indonesia patut mencontoh keberhasilan ini dengan segera membuat Standard Operational Procedure (SOP) hemat energi bagi bangunan komersial, industri, dan perumahan.

Indonesia belum bersungguh-sungguh mengembangkan EBT adalah faktor yang menyebabkan kerentanan ketahanan energi nasional. Padahal negara kita kaya akan

(11)

13

sumber-sumber EBT namun sayangnya selama ini pengembangan EBT terkesan sporadik dan tergantung kepada kepentingan politik sesaat. Manajemen yang buruk dan KKN juga turut memperparah pengembangan EBT di Indonesia. Kompleksitas beberapa faktor ini pada akhirnya mempengaruhi kondisi ketahanan energi di Indonesia. Perlu upaya sungguh-sungguh dan sistematis untuk memperbaiki keadaan ini. Langkah-langkah pembenahan harus segera dimulai, misalnya dengan:

1. Menata ulang sistem pengelolaan ladang minyak nasional dengan meninjau kembali undang-undang dan kontrak-kontrak pengelolaan ladang-ladang minyak kita jika dirasa tidak menguntungkan Indonesia. Kalau perlu, ijin pengelolaan ladang minyak di tangan kontraktor asing tidak diperpanjang lagi setelah masa kontrak mereka habis.

2. Meningkatkan penguasaan IPTEK yang bertumpu kepada ketersediaan SDA dan SDM karena IPTEK adalah kunci keberhasilan penguatan ketahanan energi. Melalui teknologi nilai tambah setiap produk energi dapat ditingkatkan, memberi prioritas kepada teknologi energi yang urgen, memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan kapabilitas dalam teknologi, infrastruktur, riset, SDM dan permodalan.

3. Meningkatkan komitmen mengembangkan EBT yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil karena ke depan cadangan energi fosil semakin berkurang.

Kebijakan energi Indonesia ke depan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) menggantikan Peraturan Presiden Nomor 05 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan pengelolaan energi didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. KEN disusun sebagai pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Beberapa arah kebijakan terkait energi adalah sebagai berikut:

(12)

14

1. Mengubah paradigma energi yang semula sebagai komoditi menjadi modal pembangunan,

2. Memprioritaskan penggunaan energi baru terbarukan serta meminimalkan penggunaan minyak bumi dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan mengandalkan batu bara sebagai pasokan energi nasional,

3. Mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap terutama gas dan batu bara, dan menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspor,

4. Mengurangi subsidi BBM dan listrik secara bertahap sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat tercapai serta mengalihkan subsidi untuk energi terbarukan, 5. Mewajibkan Pemerintah untuk menyediakan Cadangan Penyangga Energi (CPE) dan cadangan strategis energi, di samping memastikan ketersediaan cadangan operasional oleh badan usaha.

Kebijakan atas ketahanan energi memproyeksikan penyediaan energi primer mencapai 400 million tonnes of oil equivalent (Mtoe) pada tahun 2025, 480 Mtoe tahun 2030, dan 1.000 Mtoe pada tahun 2050. Pelbagai kebijakan yang ada saat ini diarahkan untuk mendorong pengurangan penggunaan minyak dengan cara meningkatkan produksi batu bara dan energi baru terbarukan (EBT), sedangkan produksi gas alam diharapkan akan meningkat menjadi 88 Mtoe tahun 2025 dan pada tahun 2050 diharapkan bisa dihasilkan 240 Mtoe. Pada tahun 2025 dan 2030 batu bara diproyeksikan menjadi sumber energi utama dengan share 30% tetapi kemudian ketergantungan energi fosil akan dikurangi, sebagai gantinya pada tahun 2050 energi baru terbarukan diharapkan menjadi sumber energi utama dengan porsi mencapai 31%.

Target bauran energi merupakan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer serta sebagai arah pengelolaan energi nasional. Langkah-langkah pencapaian target bauran KEN akan dijabarkan dalam Rencana Umum Energi Nasional yang kini sedang disiapkan oleh Pemerintah. Bauran energi atau TPES (Total Primary Energy Supply) merupakan komposisi per jenis energi primer (energi fosil dan non-fosil) yang dikonsumsi dalam suatu negara yang dapat merepresentasikan tingkat sustainabilitas energi. Dengan penggunaan energi fosil yang mendominasi bauran energi, yang notabenenya mengalami deklinasi dan tidak terbarukan, maka tingkat keberlanjutan energi dalam jangka panjang

(13)

15

akan semakin rendah. Lain halnya apabila porsi EBT yang semakin meningkat, selain mencerminkan sustainabilitas energi yang lebih bagus juga faktor kepedulian lingkungan yang semakin baik.

Sesuai target dalam Kebijakan Energi Nasional bahwa arah pengelolaan energi ke depan dengan meningkatkan EBT sekaligus mengurangi porsi minyak bumi. Diharapkan setidaknya pada tahun 2025 tercapai bauran energi dengan porsi EBT minimal 23%, dan penggunaan minyak bumi maksimal 25%. Minyak mendominasi suplai energi primer di Indonesia, tetapi persentasenya terus mengalami penurunan. Tahun 2012 porsi minyak bumi masih 46,4%, batu bara 30,9%, gas 20,2% dan EBT 4,04%, sedangkan tahun 2013 porsi minyak bumi 46,1%, batu bara 30,9%, gas 18,3% dan EBT 4,76% (di luar tradisional biomass) dalam energi mix. Tahun 2013 energi final paling besar dikonsumsi oleh industri 42,12%, kemudian transportasi 38,80%, rumah tangga 11,56%, komersial 4,25% dan lainnya 3,26%.

Konsumsi energi meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Masih minimnya pengembangan EBT karena faktor utama masih mahalnya biaya investasi energi tersebut sehingga biaya penyediaannya dan harga penjualan yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan energi fosil (BBM). Beberapa potensi EBT yang cukup besar dan dikembangkan secara masif antara lain panas bumi dan BBN (bahan bakar nabati).

Namun biaya ekplorasi panas bumi yang cukup tinggi menyebabkan pengembangan panas bumi tersendat, di samping mengalami permasalahan tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan. Sedangkan untuk BBN, dengan tren turunnya harga minyak mentah dan gas bumi global menyebabkan pengembangan BBN menjadi lebih sulit bersaing sehingga memerlukan campur tangan pemerintah terkait dengan pengaturan harga BBN dan pengembangan investasi sumber energi tersebut.

Penemuan cadangan terbukti dipengaruhi oleh kegiatan pengeboran, baik pengeboran eksplorasi, deliniasi dan pengeboran produksi. Pengeboran eksplorasi bertujuan untuk mengetahui keberadaan minyak/gas pada suatu cekungan. Pengeboran deliniasi berfungsi untuk mencari batas-batas reservoir, memastikan besaran cadangan dan sebagai acuan menentukan titik pengeboran produksi. Pengeboran produksi berfungsi untuk membuat sumur produksi sebagai tempat lewat minyak/gas menuju permukaan.

Pada tahun 2016 success ratio pengeboran eksplorasi sebesar 45%, kemudian mengalami penurunan sebesar 10% di tahun 2018 yaitu sebesar 35%.

(14)

60

Bab 5

TEMUAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

5.1 Temuan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, secara administratif Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 Kabupaten/Kota, yang terdiri dari 18 Kabupaten dan 9 Kota; dengan ibukota provinsi Kota Bandung. Secara nasional Jawa Barat masih merupakan provinsi dengan jumlah populasi penduduk terbesar. Jawa Barat memiliki kondisi geografis yang strategis dan sumberdaya alam (SDA) yang kaya. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) membagi pemanfaatan SDA ke dalam empat bidang: Air Tanah, Pertambangan, Energi, dan Ketenagalistrikan.

Lahan yang tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Barat subur karena endapan vulkanis dan dialiri oleh banyak aliran sungai. Empat Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Sungai Citarum dan Sungai Cimandiri. Hal ini mempengaruhi keberlimpahan air tanah di Jawa Barat. Terdapat 28 Cekungan Air Tanah (CAT) yang menjadi tumpuan air bersih masyarakat Jawa Barat, hingga DKI Jakarta.

(15)

84

Bab 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Sumberdaya Alam (SDA) merupakan daya dukung lingkungan hidup dalam pengertian kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Topografi Provinsi Jawa Barat yang terletak di jalur Circum Pacific dan mediteran menjadikannya memiliki banyak gunung berapi dan daerah aliran sungai. Hal ini memang membuat banyak daerahnya yang labil, tetapi juga menyediakan banyak SDA.

Secara umum sumberdaya yang dimiliki Jawa Barat adalah kekayaan alam berupa lahan yang subur, banyaknya cekungan air tanah, pesisir serta kekayaan laut, hutan dan kekayaan hayati di dalamnya, sumberdaya mineral, yang kesemuanya dapat menghasilkan sumberdaya energi. Sumberdaya energi - baik yang berasal dari fosil maupun energi yang terbarukan - berperan penting dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat untuk kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang berimplikasi pada ketahanan nasional.

Hanya saja, kondisi SDA sebelum pandemi COVID-19 sudah memperihatinkan.

Implikasinya dukung dukung (carrying capacity) alam sebagai kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan, tidak berjalan dengan ideal. Persoalan-persoalan yang terkait dengan kualitas SDA dan ketahanan masyarakat di Jawa Barat, sebagai berikut:

(i) Kualitas udara di beberapa kota di Jawa Barat berada di wilayah yang membahayakan karena tercemar polutan yang membahayakan kesehatan masyarakat.

Sumber pencemar polutan terutama berasal dari sektor transportasi dan industri.

Meskipun masih dibutuhkan penelitian-penelitian lain, tetapi jika kualitas udara juga memainkan peranan penting dalam pandemi COVID-19, maka implikasi penting yang dapat dijadikan pelajaran jangka pendek adalah menemukan strategi pencegahan penyebaran COVID-19 khususnya di daerah-daerah dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi.

Untuk jangka panjang, dibutuhkan regulasi untuk dapat meningkatkan kualitas udara di Jawa Barat.

(16)

87

D AFTAR PUSTAK A

Arumingtyas, L., (2021) Sampah Belanja Online Naik Masa Pandemi, Bagaimana Pengelolaan?, dari https://www.mongabay.co.id/2021/05/28/sampah-belanja- online-naik-masa-pandemi-bagaimana-pengelolaan/

Azirudin, T. (2019). Potensi Energi Angin Di Atas Bangunan Bertingkat Di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 18(1), 23– 28.

Becchetti, L., Conzo, G., Conzo, P., & Salustri, F. (2020). Understanding the Heterogeneity of Adverse COVID19 Outcomes: the Role of Poor Quality of Air and Lockdown Decisions. SSRN Electronic Journal, April. https://doi.org/10.2139/ssrn.3572548 Bukve, Oddbjorn. 2019. Designing Social Science Research. Sogndal: Palgrave Macmillan.

Caraka RE, Lee Y, Kurniawan R, Herliansyah R, Kaban PA, Nasution BI. 2020. Impact of COVID-19 large scale restriction on environment and economy in Indonesia. Glob J Environ Sci Manag. 6(SI): 65–84

Creswell, John W. & Clark, Vicki L. Plano. 2018. Designing and Conducting Mixed Methods Research (3rd Edition). London: Sage.

Creswell, John W. & Creswell, J. David. 2018. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (5th Edition). London: Sage.

ESDM. (2021) https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-majalah-energi- kolaborasi-edisi-ii-tahun-2020.pdf

Fitriani, F.F., (2021) Terkuak! Ternyata Ini Hambatan Pemanfaatan EBT di Indonesia, dari Hamzah A & Nurdin HS. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Masyarakat Nelayan

Sekitar PPN Karangantu. Jurnal Albacore. 4, (1), 73-81.

https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19 (20 Oktober 2021).

https://ekonomi.bisnis.com/read/20210508/44/1392042/terkuak-ternyata-ini-hambatan- pemanfaatan-ebt-di-indonesia.

https://pikobar.jabarprov.go.id (20 Oktober 2021).

Iqbal, D. (2017). abuk Pantai di Pesisir Utara Jawa Barat, Tinggal Kenangan. Kok Bisa?, dari https://www.mongabay.co.id/2017/08/08/sabuk-pantai-di-pesisir-utara-jawa- barat-tinggal-kenangan-kok-bisa/

IRI. Interfaith Rainforest Initiative. (2020). Hutan Dan Pandemi: Bagaimana Melindungi Hutan Tropis Dapat Mencegah Virus Corona Dan Penyakit Baru Lainnya. Jakarta:

UNEP.

KNTI. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia. (2020). Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Kehidupan Sosial-ekonomi Nelayan dan Pembudidaya. Diambil 10 Oktober 2021, dari https://knti.or.id/

Maulana, Y. (2021) DLH Sebut 40 Persen Sampah di Jabar Belum Tertangani dengan Baik, dari https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5488937/dlh-sebut-40-persen- sampah-di-jabar-belum-tertangani-dengan-baik.

Ogen, Y. (2020). Assessing nitrogen dioxide (NO2) levels as a contributing factor to coronavirus (COVID-19) fatality. Science of the Total Environment, 726, 138605.

https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138605

Pakpahan, A.K. (2020). Covid-19 dan Implikasi Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Edisi Khusus.

(17)

88

Priyambodo, U. (2021). Riset: Pandemi COVID-19 Memang Membuat Langit Jadi Lebih Bersih, dari https://nationalgeographic.grid.id/read/132565832/riset-pandemi- covid-19-memang-membuat-langit-jadi-lebih-bersih?page=all

PSBL3. 2020. https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/05/materi_klhk180520.pdf Riski, P. (2021). Pemantau Independen Diperlukan untuk Mencegah Kerusakan Hutan, dari

https://www.mongabay.co.id/2021/09/24/pemantau-independen-diperlukan- untuk-mencegah-kerusakan-hutan/

RZL. (2020) PLN Dan Pemprov Jabar Bersinergi Dalam Peningkatan Konsumsi Energi Listrik di Jawa Barat, dari https://www.infobdg.com/v2/pln-dan-pemprov-jabar-bersinergi- dalam-peningkatan-konsumsi-energi-listrik-perkapita-di-jawa-barat/

Setiawan, V.N., (2020). Proyeksi Energi: Pandemi Covid-19 Percepat Peralihan ke Energi Hijau, darri https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi- hijau/5f6067d5e9382/proyeksi-energi-pandemi-covid-19-percepat-peralihan-ke- energi-hijau

Sihombing, A. L., Susila, I. M. A., Magdalena, M., & Adilla, I. (2017). Besaran Emisi CO2 Dari Siklus Biodiesel Berbahan Baku Kemiri Sunan Dan Kelapa Sawit. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 16(1), 25–34.

Sinaga, Tatang Mulyama. 2021.

https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/09/26/penyuntikan-harian-tertinggi- se-indonesia-vaksinasi-jabar-masih-39-persen/ (29 Oktober 2021).

Siswadi, A. (2021). Jawa Barat Kesulitan Atasi Limbah Medis Covid-19 1,7 ton sehari.

Diambil 10 Oktober 2021, dari https://tekno.tempo.co/read/1433756/jawa-barat- kesulitan-atasi-limbah-medis-covid-19-17-ton-sehari/full&view=ok

Sitompul, P. P. E. (2021). Menilik kebijakan pengolahan limbah B3 fasilitas pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19 di Provinsi Jawa Barat. Dinamika Lingkungan Indonesia. Januari (8)1: 73-79. DOI 10.31258/dli.8.1.p.73-79 https://dli.ejournal.unri.ac.id/index.php/DL

UNEP. United Nations Environment Programme. (2016). UNEP Frontiers 2016 Report:

Emerging Issues of Environmental Concern. United Nations Environment Programme.

Nairobi. Online at: http://hdl.handle.net/20.500.11822/7664

Widianto, E. (2021). Sungai-sungai di Jawa Sakit, Ikan Endemik Punah Perlahan, dari https://www.mongabay.co.id/2021/05/22/sungai-sungai-di-jawa-sakit-ikan-

endemik-punah-perlahan/

Wijaya, M. E., Zeki, M., & Hesra, A. R. (2021). Efisiensi Energi di Era Pandemi COVID-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru. Climate Policy Initiative.

https://www.climatepolicyinitiative.org/wp-content/uploads/2021/03/Konservasi- dan-Efisiensi-Energi-di-Era-Pandemi-COVID-19-dan-Adaptasi-Kebiasaan-Baru.pdf Zhou, P., X. Yang, X. Wang, B. Hu, L. Zhang, W. Zhang, H. Si, Y. Zhu, B. Li, C. Huang, H. Chen,

J. Chen, Y. Luo, H. Guo, R. Jiang, M. Liu, Y. Chen, X. Shen, X. Wang, X. Zheng, K. Zhao, Q. Chen, F. Deng, L. Liu, B. Yan, F. Zhan, Y. Wang, G. Xiao, and Z. Shi. (2020). A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin.

Nature, Vol 579, pp. 270-285. Online at: https://www.nature.com/articles/s41586- 020-2012-7.pdf

Zuhud, EAM. (2011). Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai penyangga bahan obat alam

untuk kesehatan bangsa, diambil

(18)

89

www.biologyeastborneo.com/wpcontent/uploads/2011/08/Potensihutan- sumberobat.pdf

Zulkarnain, Z. (2016). Desain Dan Analisis Struktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 Kw Di Desa Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, 15(1), 21–32.

Referensi

Dokumen terkait

Fakor pendorong adopsi inovasi kelembagaan kemitraan pada petani tebu lahan marginal dengan kapasitas besar adalah adopsi inovasi kelembagaan kemitraan yang seiring

Studi yang lebih lokal dengan memanfaatkan gempa volcanotectonic (VT) menunjukkan bahwa gempa-gempa tersebut terjadi di kedalaman maksimal 5 km di bawah

Pendekatan yang digunakan pun telah sesuai dengan KTSP sehingga dapat menjadi tauladan bagi mahasiswa praktikan dalam pelaksanaan pembelajaran yang baik di sekolah. Beliau

Struktural TNI/POLRI (gaji ke 13) - Belanja Tunj.. Struktural TNI/POLRI (gaji ke 14)

Dari hasil penelitian diatas maka kualitas produk Shampo Pantene harus bisa selaulu menjaga kualitas produknya agar mampu mempertahankan kepercayaan konsumen terhadap produk

Konsumsi RAM server saat idle adalah 54 MB, sedangkan konsumsi RAM untuk satu proses aplikasi server setelah melayani permintaan untuk halaman peta dan

Skedul model migrasi dari DKI Jakarta/Luar DKI Jakarta: analisis data SUPAS 1995 dengan pendekatan demografi multiregional [tesis].. Depok: Program Pascasarjana,

Koefisien korelasi (R Square) yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,762 yang berarti bahwa variabel motivasi dan disiplin kerja memiliki pengaruh sebesar 76,2%