• Tidak ada hasil yang ditemukan

bahan pa entang

N/A
N/A
Hendayana Garut

Academic year: 2022

Membagikan "bahan pa entang"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPERTANYAKAN "ANGGARAN" KETAHANAN PANGAN ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ketahanan Pangan kembali dipersoalkan. Kalau selama ini sering diperdebatkan soal substansi ketahanan pangan, kali ini Presiden Jokowi mempertanyakan hasil pembangunan ketahanan pangan yang dinilai telah banyak menyerap anggaran pembangunan. Lebih dari 90 trilyun rupiah, anggaran digelontorkan untuk ketahanan pangan. Pada saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 20 Juni 2022, Presiden Jokowi menagih hasil nyata dari penyaluran anggaran ratusan triliun untuk program ketahanan pangan.

Sebagai data, Jokowi kemudian merincikan sebaran anggaran pangan puluhan triliun.

Pertama, anggaran Rp 36,6 triliun disebar untuk berbagai kementerian. Kementerian Pertanian mendapatkan anggaran Rp 14,5 triliun; Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp 6,1 triliun;

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rp 15,5 triliun; dan kementerian lainnya Rp 600 miliar.

Kedua, anggaran senilai Rp 33,8 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk subsidi pupuk Rp 25,3 triliun; cadangan beras Rp 3 triliun; belanja stabilitas harga pangan Rp 2,6 triliun; dan belanja cadangan subsidi pupuk Rp 2,9 triliun. Dan ketiga adalah anggaran sebesar Rp 21,9 triliun. Pos anggaran ini tersebar untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,1 triliun, DAK non- fisik Rp 2,2 triliun, dan sisanya dana desa.

Ketahanan pangan sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disepakati sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pengertian ini memberi gambaran kepada kita, ketahanan pangan bukanlah kondisi yang dapat diukur secara matematik. Ketahanan pangan sendiri dapat dicermati dari aspek ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan nya. Masing-masing aspek tentu memiliki ukuran dan indikator masing-masing. Hanya, bila kita selisik apa yang menjadi indikator kinerja dalam bingkai Pemerintahan, maka keberhasilan pembangunan ketahanan pangan, akan dinilai lewat Skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Pola Pangan Harapan (PPH) sendiri diterjemahkan sebagai susunan beragam pangan atas kelompok pangan yang didasarkan atas proporsi sumbangan enerjinya terhadap total enerji yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan dan gizi penduduk, baik dalam jumlah, kualitas dan keragamannya, dengan mempertimbangkan segi-segi social, ekonomi, budaya, agama dan citarasa.

Untuk tingkat nasional, menurut rekomendasi hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 27 tahun lalu, susunan PPH telah ditetapkan sebagaimana terlihat dalam Tabel dibawah ini :

(2)

Tabel 1. Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional.

BAHAN MAKANAN KOMPOSISI PPH NASIONAL (%) Bobot (Skor)

1. Padi-Padian 50,0 0,5 25,0

2. Umbi-Umbian 5,0 0,5 2,5

3. Pangan Hwani 15,3 2,0 30,6

4. Minyak/Lemak 10,0 1,0 10,0

5. Buah/Biji Bminyak 3,0 0,5 1,5

6. Kacang2an 5,0 2,0 10,0

7. Gula 6,7 0,5 3,4

8. Sayur Buah2an 5,0 2,0 10,0

9. Bumbu-bumbu 0,0 0,0 0,0

JUMLAH 100,0 9,0 93,0

Itulah barangkali salah satu pertimbangan pokok, mengapa semangat penganekaragaman pangan perlu diangkat kembali menjadi isu yang sangat strategis dan taktis sekaligus juga intensif dilakukan, khususnya dalam rangka mendorong pemenuhan sumber-sumber karbohidrat dan protein yang beragam, yang tidak hanya bertumpu pada komoditas beras. Kita jangan pernah merasa lelah untuk mengkampanyekan penganeka-ragaman pangan.

Hal ini penting direnungkan, karena dengan semakin beranekaragamnya bahan pangan yang tersedia, maka diharapkan keadaan gizi masyarakat akan semakin seimbang. Pola pikir ini menjadi penting, manakala kita bicara soal ketahanan pangan, maka sebetul nya kita juga bicara soal ketahanan gizi. Bahkan dari sisi regulasi pun, kita telah melahirkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.

Di sisi lain, bila hasil akhir untuk mengukur keberhasilan pembangunan ketahanan pangan adalah Skor PPH, maka tinggal kita mintakan kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota.

Mereka melalui Dinas Ketahanan Pangan nya, pasti akan memiliki data lengkap soal Skor PPH.

Setelah itu, kita lihat Provinsi atau Kabupaten/Kota mana yang Skor PPH nya sesuai dengan target yang ditetapkan. Dengan demikian, jika Presiden menagih hasil pembangunan ketahanan pangan, maka jawaban nya adalah Skor PPH.

Namun demikian, pandangan yang menyatakan ketahanan pangan identik dengan tidak ada nya impor, boleh jadi hal seperti ini menjadi cukup menarik untuk dibahas lebih lanjut. Menurut data Pemerintah terdapat 4 komoditas pangan yang defisit. Ke 4 komoditas tersebut adalah kedele, daging sapi, bawang putih dan gula pasir. Sekali pun Pemerintah telah berjuang keras untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ke 4 komoditas tersebut, tapi hingga kini belum membuahkan hasil yang optimal.

Masalah nya menjadi semakin menjelimet, manakala ada hal-hal yang tidak terduga sebelum nya. Sebut saja soal Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sekarang ini tengah menghantui dunia peternakan di tanah air. Atas kejadian ini, boro-boro berpikir surplus, sekedar untuk menyelamatkan ternak sapi dan kambing agar tidak terserang wabah itu pun, membutuhkan perhatian yang cukup serius. Bagi peternak, terbebas dari PMK saja sudah menggembirakan.

(3)

Untuk mendapatkan Skor PPH pada dasar nya merupakan perjalanan panjang yang pencapaian nya tidak dapat diukur hanya oleh satu tahun anggaran. Hal ini, sungguh jauh keadaan nya dengan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, gedung, jalan tol, bendungan, dan lain sebagai nya. Pembangunan infrastruktur langsung kelihatan hasil nya. Berbeda dengan pembangunan ketahanan pangan. Itu sebab nya, akan lebih pas jika mengukur pembangunan ketahanan pangan, setidak nya dianalisis minimal 5 tahun anggaran.

Besar nya anggaran ketahanan pangan yang digelontorkan Pemerintah, sebetul nya menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap pembangunan ketahanan pangan di negara kita. Ini wajar terjadi, karena ketahanan pangan yang kokoh merupakan dambaan setiap bangsa dan negara di muka bumi ini. Sayang nya, keberpihakan yang cukup besar ini, kurang dibarengi dengan penerapan nya di lapangan. Hasil nyata pembangunan ketahanan pangan, memang tidak dapat terlihat secara kasat mata. Akibat nya wajar bila ada pihak yang meragukan keberhasilan nya.

FAO memperkirakan akan ada nya krisis pangan. Pandemi Covid 19 dan ada nya iklim ekstrim yang menyergap belahan bumi, dituding sebagai penyebab utama terjadi nya krisis pangan.

Menghadapi kondisi yang demikian, tentu kita harus bersiap diri menghadapi kemungkinan terburuk dari dampak krisis pangan global yang bakal terjadi. Atas hal yang demikian, satu solusi yang sebaik nya ditempuh adalah dengan memperkuat ketersediaan pangan, khusus nya pangan pokok seperti beras.

Semoga anggaran ketahanan pangan yang cukup besar digelontorkan Pemerintah selama ini akan mampu mewujudkan ketahanan pangan bangsa yang kuat dan kokoh. Sebab, menurut pandangan Proklamator bangsa, Bung Karno, soal pangan, terkait dengan mati hidup nya sebuah bangsa. Jadi, jangan sekali pun kita bermain-main dengan urusan pangan ini. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 15BCD merupakan proses yang terjadi dimana asap dari pengelasan dihisap keluar oleh exhaust fan.untuk pola aliran yang dihasilakn tidak ada perbedaan yang

Unit Kerja Nama Hutan Penelitian Kegiatan Penelitian yang dilakukan Tahun 2012 di Hutan Penelitian non KHDTK 1. Puskonser

Reassignment adalah dasar dan hal yang diperlukan pada spectrum “planning” yang dilakukan oleh pemerintah dan disediakan pada ITU Radio Regulation. • Jika pemerintah memiliki

Studi pendahuluan yang dilakukan di kelas IX SMP Unismuh Makassar, melalui observasi yang dilakukan peneliti tentang pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas IX,

Pengawetan ikan Kembung ( Rastrelliger sp) yang diawetkan dengan perendaman hasil maksimum didapat pada konsentrasi kitosan 1,5% dengan nilai organoleptik 7,1 lama

[r]

kali berturut-turut dalam hal PIHAK KEDUA: a) Tidak dapat menyelesaikan pekerja an sesuai dengan jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada pasal 7 perjanjian ini dan

memberikan laporan tentang tugas yang telah dilaksanakan/dikerjakan secara periodik kepada pimpinannya masing-masing, oleh karena itu sebaiknya para pegawai di kabag humas harus