• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. HASIL

4.1.1. Analisis Situasional Wilayah Penelitian 4.1.1.1. Letak Geografis dan Administratif

Secara geografis DAS Ciliwung terletak pada 6o 6’ 00” - 6o 46’ 12” LS dan 106o 48’ 36” - 107o 00’ 00” BT. DAS Ciliwung berbatasan dengan DAS Krukut dan Grogol di sebelah Barat yang terhubung dengan Banjir Kanal Barat (BKB). Sementara, di sebelah Timur berbatasan dengan DAS Cipinang, Sunter, Buaran-Jatikramat, dan Cakung yang terhubung dengan Banjir Kanal Timur (BKT).(BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011). Total luas DAS Ciliwung sendiri sekitar 38.610,25 ha (BAPLAN, 2012).

Berdasarkan batas administrasi, wilayah DAS Ciliwung ini melingkupi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Provinsi DKI Jakarta dengan delineasi wilayah sebagai berikut (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011):

a. Bagian hulu DAS Ciliwung termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, DAS Krukut, Grogol, Sunter, dan Cipinang berada pada wilayah administrasi Kota Depok; sementara bagian hulu DAS Buaran dan Cakung termasuk dalam wilayah Kota Bekasi.

b. Bagian tengah DAS Ciliwung berada di wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi.

c. Bagian hilir DAS Ciliwung seluruhnya berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Bentuk DAS Ciliwung sendiri mulai dari hulu sampai daerah Katulampa mempunyai bentuk dendritik.Bentuk ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran dengan penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi yang seimbang.ke arah hilir berbentuk pararel (memanjang) dan makin sempit. Dengan bentuk seperti ini peranan daerah hulu makin penting, kontribusi aliran permukaan dari daerah ini cukup besar. Jika kondisi fisik khususnya perubahan penggunaan

(2)

lahan berubah maka akan mengakibatkan perubahan yang nyata terhadap karakteristik aliran sungai (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011).

4.1.1.2. Iklim

Curah hujan rata- rata tahun 1989-2001 adalah 3.636 mm/tahun dengan rata-rata hujan bulanan 303 mm. Batas musim kemarau dengan musim penghujan di bagian hulu tidak jelas, kecuali daerah Citeko Diana musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan September, dan musim penghujan pada bulan Oktober sampai bulan Mei ( BP DAS Citarum-Ciliwung 2003). Tipe iklim DAS Ciliwung di bagian hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah> 200 mm dan Bulan Kering <100 mm adalah termasuk kedalam Tipe A. (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003). Suhu udara di DAS Ciliwung hulu berkisar antara 14,8–

26,6oC. Hasil penelitian Fakhrudin (2003) menyebutkan curah hujan di Stasiun Katulampa kurun waktu 1972-1999 terbesar harian rata-rata114 mm.

Menurut Antoro dan Fahmiza (2002) yang disitasi oleh BPDAS Citarum- Ciliwung (2011).Pada bagian tengah DAS Ciliwung, curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.910 mm dengan rata-rata hujan bulanan 326 mm. Hujan di Depok jauh lebih rendah dibandingkan hujan di tiga stasiun hujan lainnya yang ada di bagian tengah DAS Ciliwung.Secara umum hujan di bagian tengah lebih tinggi dibandingkan dengan hujan di bagian hilir, kecuali pada musim penghujan (Januari-Maret) hujan di hilir lebih tinggi (BPDAS Citarum- Ciliwung 2011).

Bagian hilir DAS Ciliwung curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 2.126 mm dengan rata-rata hujan bulanan 177 mm. Di daerah hilir yang umumnya berada di Jakarta, batas antara musim kemarau dan musim penghujan tampak jelas. Musim penghujan mulai bulan Desember dan berakhir bulan Maret.Secara umum, hujan di bagian hilir ini paling kering dibandingkan dengan hujan di bagian tengah dan hulu DAS (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

4.1.1.3. Topografi

DAS Ciliwung terletak pada dataran landai (bagian hilir), bergelombang hingga pegunungan (bagian tengah dan hulu).Daerah berbukit atau bergelombang

(3)

yaitu mulai dari Kedungbadak ke arah selatan sampai daerah Tugu Selatan (1.057 m dpl).Semakin ke arah selatan dan timur termasuk daerah pegunungan yang merupakan batas DAS, seperti Gunung Halimun (1.665 m dpl), Gunung Kencana (1.796 m dpl), Gunung Megamendung (1.672 m dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m dpl) (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300-3.000 m dpl. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2), 15-45% (52,9 km2), dan sisanya lebih dari 45% (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100-300 m dpl.Bagian tengah Ciliwung didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15%

(BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/ Manggarai pada elevasi +8 m dpl mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0-100 m dpl. Bagian hilir didominasi area dengan kemiringan lereng 0-2%, dengan arus sungai yang tenang (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

4.1.1.4. Hidrologi

Menurut BPDAS Citarum-Ciliwung (2011), Sungai Ciliwung beserta anak-anak sungainya berada di wilayah tengah dan terbagi menjadi lima zona.

Pada zona I yang berada di Kabupaten Bogor terdapat Sungai Cisarua, Cisukabirus, Ciesek, Cisuren, Ciseuseupan dan Cibalok.Zona ini merupakan DAS Ciliwung bagian hulu mulai dari daerah Puncak sampai ke Bendung Katulampa.

Pada zona II yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Bogor terdapat Sungai Ciluar, Cibuluh, dan Cipagiri.Sungai-sungai tersebut bermuara ke Sungai Ciliwung yang berada di zona III (Kabupaten Bogor) dan zona IV (Kota Depok). Walaupun secara keseluruhan menurut batas DAS Ciliwung zona IV termasuk dalam DAS Ciliwung bagian tengah, zona IV juga merupakan daerah hulu bagi Sungai Cikumpa, Kali Sugutamu, dan Cijantung yang semuanya

(4)

bermuara ke Sungai Ciliwung. Sementara pada zona V yang termasuk dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta terdapat Sungai Cijantung bagian hilir dan Kali Condet (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

Aliran lainnya adalah saluran irigasi yang mengalir pararel di sebelah Barat dan Timur Sungai Ciliwung.Saluran di sebelah Timur Sungai Ciliwung merupakan saluran irigasi dari Bendung Katulampa dan beruara ke Sungai Ciliwung bagian hilir sebelum Pintu Air Manggarai. Saluran buatan ini disebut dengan Kali Baru Timur atau Kali Baru 3 dengan panjang aliran 51,3 km.

Sementara saluran di sebelah Barat Sungai Ciliwung merupakan saluran yang berasal dari Sungai Cipakancilan (Sungai Irigasi Bendung Empang). Saluran tersebut bertemu dengan sodetan Sungai Ciliwung di zona III (Kabupaten Bogor) dan terbagi dua menjadi Kali Baru 1 dan 2 (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

4.1.1.5. Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial yang paling menonjol dari DAS Ciliwung adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Berdasarkan data BPS yang disitasi oleh BPDAS Citarum-Ciliwung (2011), diketahui bahwa laju perkembangan penduduk Jabotabek mulai tahun 1961-2000 mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1961, jumlah penduduk Jabotabek baru mencapai 5,65 juta jiwa.

Pada tahun 1980 sejumlah 11,65 juta jiwa. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan mencapai 23,31 juta jiwa. Berdasarkan struktur sosial, masyarakat setempat mencapai 80-85% dari populasi DAS Ciliwung hulu, tetapi tingkat kepemilikan lahan hanya mencapai 20-30%. Kondisi demikian menimbulkan permasalahan masyarakat lapar lahan.

Kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah DAS Ciliwung dan sekitarnya sangat beragam dan terus mengalami pergeseran sejalan dengan perkembangan wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor. Kegiatan ekonomi masyarakat pada sektor pertanian, di mana kegiatan usahanya tergantung pada lahan sudah semakin terbatas, yaitu pada wilayah DAS Ciliwung bagian hulu dan sebagian kecil pada bagian tengah (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011), sehingga pada saat ini kegiatan ekonomi masyarakat di DAS Ciliwung beralih menjadi sektor barang dana jasa.

(5)

4.1.2. Tutupan Lahan

Potensi cadangan karbon pada suatu lanskap dipengaruhi oleh tutupan lahan pada suatu lanskap tersebut.Berdasarkan data BAPLAN tahun 2012, tutupan lahan pada DAS Ciliwung pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 14.Secara visual dapat dilihat bahwa tutupan vegetasi pada DAS Ciliwung (dibandingkan dengan ruang terbangun) memiliki perbandingan luas yang hampir sebanding.

Jika menggunakan persentasi, maka luasan DAS Ciliwung di luar tutupan ruang terbangun, adalah sebesar 52,13% (Tabel 4). Kawasan yang bervegetasi rapat kemungkinan adalah berupa hutan pada TWA Telaga Warna dan Gunung Gede di mana areal ini tergolong ke dalam kawasan lindung.

Menurut Adinugroho (2012), pola tutupan lahan pada suatu DAS sangat menentukan kemampuannya dalam mensekuestrasi karbon. Selain itu, kondisi penutupan/penggunaan lahan merupakan indikator penting dalam mengetahui karakteristik kondisi hidrologi permukaan (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011).Oleh karena itu kondisi DAS di bagian hulu perlu dijaga agar tetap berfungsi dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada daerah bagian hilir.

Kondisi DAS Ciliwung berdasarkan data olahan BAPLAN tahun 2012 menghasilkan tujuh kelas penutupan lahan, yaitu kelas hutan alam , hutan tanaman, perkebunan, ruang terbangun, pertanian lahan kering, sawah, dan semak (Gambar 7). Tipe penutupan lahan, luas dan kontribusi masing-masing tipe penutupan lahan di DAS Ciliwung disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2011 Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Ruang terbangun 18.480,82 47,87

Kebun 10.323,63 26,74

Hutan alam 3.922,68 10,16

Pertanian lahan kering 3.773,04 9,77

Hutan tanaman 1.961,76 5,08

Semak belukar 127,97 0,33

Sawah 20,36 0,05

Total 38.610,25 100,00

Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)

(6)

Gambar 7 Kelas penutupan lahan di DAS Ciliwung tahun 2011.

DEPOK

JAKARTA

BOGOR

(7)

1) Ruang terbangun

Ruang terbangun merupakan penutupan lahan yang terluas di DAS Ciliwung. Di DAS Ciliwung, daerah lahan terbangun (termasuk ruang permukiman) tersebar merata dari bagian tengah sampai hilir. Ruang terbangun yang dimaksud merupakan areal perumahan, gedung non-perumahan, serta jalan.

Berdasarkan data BAPLAN (2012), luasan ruang terbangun di DAS Ciliwung pada tahun 2011 mencapai 47,87% dari total luasan DAS, atau seluas 18.480,82 ha yang meliputi daerah Megamendung, Cisarua, Ciawi, Kota Bogor, Cibinong, Depok, Pasar Minggu dan Manggarai. Daerah ruang terbangun yang paling padat berada di bagian hilir DAS, sekitar daerah Depok sampai Manggarai (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).

Tabel 5 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Ciliwung

No Kecamatan Luas (Ha) Penduduk

Jumlah Kerapatan A. Wilayah Bogor

1. Ciawi 2.518 78.792 31,29

2. Cisarua 6.372 90.914 14,26

3. Mega Mendung 4.006 77.558 19,36

4. Cibinong 4.249 207.763 48,89

5. Sukaraja 4.202 125.658 29,90

6. Kemang 2.341 107.989 46,13

7. Bojong Gede 5.561 199.544 35,88

B. Wilayah Depok

1. Pancoran Mas 2.671 156.118 58,45

2. Beji 1.614 80.377 49,80

3. Sukmajaya 3.398 216.118 63,60

4. Cimanggis 5.077 221.330 43,59

Sumber: RTRW Kab. Bogor dan Profil Kabupaten/Kota dalam Anonimous (2002) yang disitasi oleh BPDAS Citarum-Ciliwung (2011)

Ruang terbangun terutama pada bagian hilir DAS Ciliwung memiliki luasan lahan terbuka hijau yang sempit.Makin ke arah hulu DAS Ciliwung, luasan lahan terbuka hijau tersebut cenderung meningkat berbanding terbalik dengan

(8)

tingkat kerapatan bangunannya yang semakin menurun.Kondisi ini sesuai dengan perbedaan kepadatan penduduk.Penduduk pada DAS Ciliwung bagian hulu (3 kecamatan di Bogor) dapat digambarkan lebih jarang (<50 jiwa/ha) dari pada penduduk pada DAS Ciliwung bagian tengah (4 kecamatan di Bogor dan 3 kecamatan di Depok) yang kepadatan penduduknya rata-rata di atas 50 jiwa/ha (Tabel 5).

Dalam klasifikasi citra landsat oleh BAPLAN tidak didetailkan dengan tutupan RTH yang ada pada areal ruang terbangun, misalnya hutan dan taman kota, jalur hijau. Menurut Isdiyantoro (2007), luas RTH Kodya Jakarta Timur tahun 2005 adalah 7.787,391 hektar. Jika dibandingkan dengan pengamatan pada data Citra Landsat MSS aquisisi tahun 1986 RTH yang tersedia adalah 11.216,688 hektar.Hal ini menggambarkan bahwa tutupan RTH pada ruang terbangun di daerah perkotaan (dalam kasus ini Jakarta), turut mengalami penyempitan luasan.

Gambar 8 Salah satu bentuk ruang terbangun di DAS Ciliwung (2012).

Keberadaan vegetasi pada tutupan ruang terbangun terdapat pada areal pekarangan, atau jalur hijau/median jalan dalam bentuk tanaman peneduh jalan.

Pada sebagian ruang terbangun, dapat ditemui pohon berdiameter di atas 30 cm dan usia belasan atau puluhan tahun. Pada sebagian yang lain (terutama pada permukiman modern), pohon dengan diameter besar dan usia puluhan tahun semakin sulit ditemui. Hal ini dikarenakan pohon atau pun vegetasi pada

(9)

permukiman modern merupakan vegetasi yang baru ditanam seiring dengan dibangunnya lahan ruang terbangun/perumahan modern tersebut. Pilihan jenis yang ditanam pada permukiman modern lebih karena pertimbangan estetika atau keindahan (Gambar 7). Beberapa jenis pohon yang dapat ditemui pada tutupan ruang terbangun di DAS Ciliwung di antaranya terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis pohon yang terdapat pada ruang terbangun di DAS Ciliwung

No Nama Lokal Nama Ilmiah Family

1 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae

2 Angsana Pterocarpus indicus Willd. Fabaceae

3 Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae

4 Beringin Ficus benjaminaL. Moraceae

5 Cemara kipas Thuja orientalisL. Cepressaceae

6 Dadap Merah Erythrina crista-galli L. Fabaceae

7 Jambu Biji Psidium guajava L. Myrtaceae

8 Jelly palm Butia capitata (Mart.) Becc. Arecaceae

9 Kamboja Plumeria rubra L. Apocynaceae

10 Kembang kupu-kupu Bauhinia purpureaL. Fabaceae

11 Kerai Payung Filicium decipiens (Wt. & Arn.) Thw. Sapindaceae

12 Kersen/ceri Muntingia calabura L. Muntingiaceae

13 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae

14 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae

15 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae

16 Palem Putri Veitchia merilii(Becc.) H.E. Moore Arecaceae

17 Palem Raja Roystonea regia O.F. Cook Arecaceae

18 Pisang Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey Musaceae

19 Pulai Alstonia scholarisR.Br. Apocynaceae

20 Sawo kecik Manilkara kauki L. Sapotaceae

21 Sukun Artocarpus communis Forst. Moraceae

22 Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae

Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2012)

2) Perkebunan

Di bagian hulu DAS Ciliwung terdapat dua perkebunan teh, masing- masing PTP VIII Gunung Mas dan perkebunan teh Ciliwung yang berbatasan dengan Cagar Alam Telaga Warna dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.Pada bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung terdapat pula kebun campuran yang memadukan berbagai vegetasi seperti mangga, kelapa, pisang, kayu afrika, rambutan, sukun, dan lain-lain (Gambar 8).

(10)

(a) (b)

Gambar 9 Kebun teh (a), dan kebun campuran (b) di hulu DAS Ciliwung (2011).

Tabel 7 Jenis vegetasi yang terdapat pada kebun/ kebun campuran

No Nama Lokal Nama Ilmiah Family

1 Akasia Acacia mangium Willd. Fabaceae

2 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae

3 Durian Durio zibethinus Murr. Malvaceae

4 Jambu air Syzygium aqueum Alston Myrtaceae

5 Kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae

6 Kelapa Cocos nuciferaL. Arecaceae

7 Mangga Mangifera indica Blume Anacardiaceae

8 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae

9 Bacang Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae

10 Pala Myristica fragrans Houtt. Myristicaceae

11 Palem raja Roystonea regia O.F. Cook Arecaceae

12 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae

13 Petai cina Leucaena glauca (L.) Benth. Fabaceae

14 Pinang Areca catechu L. Arecaceae

15 Pisang Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey Musaceae

16 Rambutan Nephelium lappaceum L Sapindaceae

17 Sengon Paraserianthes falcataria (L.) I. Nielsen Fabaceae

18 Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae

19 Teh Camellia sinensis L. Theaceae

Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2011)

Penutupan jenis kebun ini memiliki luasan yang cukup besar di DAS Ciliwung. Luas perkebunan dan kebun campur ini pada tahun 2011 melingkupi areal seluas 10.323,63 ha, atau sebesar 26,74% dari keseluruhan luas DAS

(11)

Ciliwung sehingga menjadikan tutupan lahan ini menjadi tipe tutupan vegetasi yang terluas di DAS Ciliwung.

3) Hutan Alam

Hutan alam merupakan salah satu penyusun kawasan DAS Ciliwung dengan luasan 3.922,68 ha atau sebesar 10,16% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung. Hutan alam pada DAS Ciliwung terdapat pada bagian hulu dari DAS tersebut, di antaranya pada Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Warna. TWA Telaga Warna ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian No.131/UM/1954 tanggal 6 Desember 1954 seluas 23,5 ha dan selanjutnya dipeluas dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No.

394/Kpts/Um/1979 tanggal 23 Juni 1979 dengan luas 350 ha sehingga luasnya menjadi 373,25 ha. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 481/Kpts/um/1981 tanggal 9 Juni 1981 sebagian luas cagar alam dirubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam seluas 5 ha, sehingga luas cagar alam menjadi 368,25 ha. Secara administratif pemerintahan, kawasan ini terletak di Desa Tugu Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.Secara geografis terletak pada 6o 42’ 00” LS dan 107o 11’ 05” – 107o 20’ 00” BT (BBKSDA Jawa Barat, 2007).

Gambar 10 Tutupan vegetasi di TWA Telaga Warna (2012).

Kawasan ini termasuk tipe hutan hujan pegunungan dengan jenis flora yang beraneka ragam mulai dari jenis pohon, liana, dan epifit.Berdasarkan hasil survei di TWA Telaga Warna, terdapat banyak tegakan pohon yang dapat pula dijumpai di hutan pegunungan Jawa Barat seperti beleketebe (Sloanea

(12)

sigun(Blume)), saninten (Castanopsis argenteaA. DC.), dan kibangkong (Turpinia sphaerocarpa Hassk.)(Tabel 8).

Tabel 8 Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Telaga Warna

No Nama Nama Ilmiah Famili

1 Beleketebe Sloanea sigun (Blume) Elaeocarpaceae

2 Beunying Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume Moraceae

3 Ganitri Elaeocarpus ganitrus Roxb. Elaeocarpaceae

4 Hamirung Vernonia arborea Buch. –Ham Asteraceae

5 Huru Actinodaphne glomerata (Blume) Lauraceae

7 Ki bangkong Turpinia sphaerocarpa Hassk. Staphylaceae

8 Ki leho Saurauaia bracteosa D.C. Actinidiaceae

9 Ki pahit Picrasma javanica Blume Simaroubaceae

10 Ki panggang Trevesia sundaicaMiq. Araliaceae

11 Ki rukem Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi Salicaceae 12 Kisirem Podocarpus neriifolius D. Don Podocarpaceae 13 Kimareme Glocidion borneense (Mull. Arg.) Boerl. Euphorbiaceae

14 Kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae

15 Manglid Magnolia blumei Prantl Magnoliaceae

16 Nangsi Villebrunea rubescens Blume Urticaceae

17 Pasang Lithocarpus pseudomoluccus (Blume) Rehder Fagaceae

18 Pulus Laportea stimulans Miq. Urticaceae

19 Salam hutan Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae

20 Saninten Castanopsis argentea A. DC. Fagaceae

22 Walen Ficus ribes Reinw. Moraceae

Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2012)

4) Pertanian Lahan Kering

Polatutupan lahan di DAS Ciliwung berupa lahan pertanian kering adalah berupa lahan atau tegalan yang pada umumnya merupakan bentuk usaha pertanian pangan lahan kering pada lahan sawah tadah hujan.Sawah yang telah dipanen biasanya digilir dengan penanaman tanaman palawija untuk kemudian ditanam dengan padi sawah kembali pada musim hujan.Jenispertanian lahan kering yang biasa ditemui pada DAS Ciliwung adalah tanaman singkong (Manihot utillissima pohl.), ubi (Ipomoea cairica L.Sweet), jagung (Zea mays L), kacang tanah (Arachis hypogaea L.), dan lain sebagainya.Penutupan lahan jenis ini terutama terdapat pada bagian hulu sampai bagian tengah dari DAS Ciliwung. Pada tahun

(13)

2011, areal pertanian lahan kering di DAS Ciliwung memiliki luas 3.773,04 ha atau sebesar 9,77% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung.

Gambar 11 Salah satu tutupan vegetasi pertanian lahan kering di DAS Ciliwung (2011).

5) Hutan Tanaman

Hutan tanaman yang terdapat pada DAS Ciliwung adalah dominasi jenis pinus (Pinus merkusii Jungh.& De Vr.)di mana kawasan ini terletak pada daerah hulu dari DAS Ciliwung dan sebagian berada pada daerah Megamendung.

Kawasan ini sebelumnya adalah wilayah persawahan yang kemudian dikelola pemerintah (PERHUTANI) dan ditanami dengan pinus.

Gambar 12 Sebagian areal hutan tanaman pinus di DAS Ciliwung (2012).

Selain pinus, pohon jenis lain seperti agathis, sengon, atau pun pinus juga ada di wilayah ini. Antara tahun 2000 – 2011, hutan tanaman pinus di DAS Ciliwung meningkat luasannya yang diduga dari pembangunan permukiman

(14)

modern yang menjadikan pinus sebagai tanaman pada RTH permukiman tersebut.

Berdasarkan data BAPLAN tahun 2012, hutan tanaman di hulu DAS Ciliwung ini berkontribusi seluas 1.961,76 ha atau sebesar 5,08% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung.

6) Semak Belukar

Semak belukar mendominasi daerah hulu DAS Ciliwung dan sebagian berada di bagian tengah (kota Depok). Areal semak lebih luas dari areal persawahan. Pada tahun 2011, semak memiliki luas 127,97ha, atau sebesar 0,33%

Gambar 13 Penutupan semak di DAS Ciliwung (2012).

dari luas DAS Ciliwung secara keseluruhan. Tutupan lahan semak yang ditemui umumnya merupakan semak-semak atau padang alang-alang pada areal rencana pengembangan perumahan yang belum terbangun, pada bagian hulu di sekitar kawasan hutan yang telah dirambah dan tidak dimanfaatkan, ataupun lahan-lahan pertanian yang terabaikan. Vegetasi utama pada tutupan semak ini berupa alang- alang (Imperata cylindrica (L.)), pohon dari keluarga mimosa, sentro (Centrosema pubescens), dan rumpunan bambu (Gambar 12).

7) Sawah

Areal persawahan dengan masa tanam rata-rata empat bulan panen juga terdapat pada DAS Ciliwung terutama pada bagian hulu (Gambar 13).

Berdasarkan BPDAS Citarum-Ciliwung (2012), areal persawahan di DAS

(15)

Ciliwung yang dimaksud dalam analisis peta digital adalah yang menggunakan sistem irigasi. Areal persawahan dengan sistem tadah hujan digolongkan ke per-

Gambar 14 Areal persawahan di tepi Sungai Ciliwung (2011).

tanian lahan kering, karena pada saat bera digunakan untuk bercocok tanam tanaman pertanian jenis lain. Wilayah persawahan termasuk wilayah yang cukup banyak terkonversi. Pada tahun 2011, luasan sawah di DAS Ciliwung tinggal sebesar 0,05% dari luas total DAS Ciliwung, atau seluas 20,36 ha saja.

4.1.3.Analisis Cadangan Karbon Aktual

Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan tegakan penyusun lanskap tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, tutupan lahan pada DAS Ciliwung memiliki cadangan potensi karbon yang bervariasi dari 144,99 – 2,53 ton/ha. Perbedaan cadangan potensi karbon disebabkan karena perbedaan komposisi vegetasi pada tiap tutupan lahan. Ruang terbangun mempunyai nilai cadangan karbon terendah (2,53 ton/ha). Potensi cadangan karbon tertinggi terdapat pada hutan pinus, yaitu 144,99 ton/ha (Tabel 9).

Tabel 9 Potensi karbon pada berbagai penutupan lahan di DAS Ciliwung No Penutupan Lahan Potensi Karbon (ton/ha)

1 Hutan alam 111,20 2 Hutan tanaman 144,99

3 Semak 6,15

4 Kebun 29,77 5 Sawah 4,61

6 Ruang terbangun 2,53

7 Pertanian lahan kering 4,44 Sumber: hasil pengukuran lapang (2012)

(16)

Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di Indonesia memiliki potensi bimassa sebesar 533 ton/ha atau 266,5 ton C/ha dengan asumsi fraksi karbon sebesar 50% (Brown 1997 disitasi oleh Adinugroho 2012). Stok karbon permukaan pada berbagai penutupan lahan di DAS Ciliwung dengan asumsi fraksi karbon sebesar 0,46 (Hairiah 2007) terdapat pada Tabel 9.

1) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam

Hutan alam sangat berperan pada kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup manusia.Begitu halnya hutan alam yang berada di hulu DAS Ciliwung.Pada penelitian ini, plot contoh hutan alam berada pada TWA Telaga Warna yang terletak pada titik 6o 42’ 07,70” LS dan 106o 59’ 44,40”. Hutan alam di DAS Ciliwung memilki cadangan karbon sebesar 111,20 ton/ha (Tabel 9).

Potensi karbon terbesar pada hutan alam hulu DAS Ciliwung terdapat pada jenis Walen (Ficus ribes), Beleketebe (Sloanea sigun), Nangsi (Villebrunea rubescens), Saninten (Castanopsis argentea), dan Ki Leho (Saurauaia bracteosa). Menurut Dharmawan (2010) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010), besar potensi karbon permukaan pada hutan alam Jawa Barat di wilayah Gunung Gede Pangrango pada tipe hutan sekunder dataran tinggi sebesar 113,20 ton/ha. pada tipe hutan alam primer dataran tinggi sebesar 103,16 ton/ha. Berdasarkan perbandingan data antara hasil penelitian dan literatur, hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Nilai cadangan karbon yang tidak jauh berbeda menunjukkan bahwa kondisi struktur tegakan, kerapatan tegakan, dan luas bidang dasar secara umum antar lokasi tersebut juga tidak jauh berbeda.

Menurut Brown (1997) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), hutan primer di Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 266,5 ton/ha bahkan berdasarkan Siregar (2007) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), cadangan karbon di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 ton/ha. Berdasarkan penelitian Adinugroho (2012), cadangan karbon pada hutan alam di hulu Kali Bekasi sebesar 86,68 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa hutan alam di DAS Ciliwung telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur, kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah dibandingkan hutan primer umumnya. Jika dibandingkan dengan hutan alam di hulu Kali

(17)

Bekasi, hutan alam di DAS Ciliwung masih memiliki cadangan karbon yang lebih besar walaupun juga mengalami degradasi. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perhatian yang khusus terutama pada kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

2) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Tanaman (Pinus)

Hutan pinus merupakan tipe penggunaan lahan di DAS Ciliwung yang mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 144,99 ton/ha dengan rata- rata diameter pohon berkisar 18 – 59 cm dengan rata-rata diameter 38,25 cm.

Contoh plot pada penelitian ini dilakukan pada hutan pinus di daerah Mega Mendung pada titik 6 o 39’ 41,70” LS dan 106 o 57’ 00,10” BT.

Menurut Hendra (2002) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78% dan sisanya terdapat pada bagian cabang (11%), tunggak (5%), ranting (4%) dan daun (2%). Menurut Gintings (1997) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2012), hutan tanaman Pinus merkusii di Jawa Timur dan Jawa Barat memiliki cadangan karbon permukaan berkisar 74,6 – 217,5 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian, nilai 144,99 ton/ha berada pada kisaran 74,6 – 217,5 ton/ha tersebut. Menurut Handayani (2003) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), tegakan pinus di KPH Bogor berubah dari umur 1 tahun sampai 25 tahun yaitu 7,06 ton/ha menjadi 137,14 ton/ha. Berdasarkan penelitian Adinugroho (2012), hutan pinus di hulu DAS Kali Bekasi memiliki cadangan karbon sebesar 160,53 ton/ha. Cadangan karbon di hutan pinus DAS Ciliwung sebesar 144,99 ton/ha sehingga besar kemungkinan pohon pinus yang terdapat pada hulu DAS Kali Bekasi dan DAS Ciliwung berumur > 25 tahun.

3) Rata-rata Cadangan Karbon Semak

Kemampuan penyimpan karbon dapat juga terjadi di luar kawasan hutan pada beberapa pemanfaatan lahan yang terdapat berbagai tumbuhan.Cadangan karbon pada kawasan non-hutan pada berbagai jenis tanaman dan umur berkisar antara 0,7 – 932,96 ton/ha (Litbang Kehutanan 2010). Savana atau padangrumput dan semak belukar memiliki keterbatasan dalam menyimpan karbon. Pada

(18)

penelitian ini, semak memiliki cadangan karbon sekitar 6,15 ton/ha. Plot contoh untuk tutupan semak dalam penelitian ini dilakukan pada daerah Depok pada koordinat 6o 24’ 46,80” LS dan 106 o 46’ 07,90”.

Nilai cadangan karbon yang didapat pada penelitian ini relatif lebih rendah dari hasil penelitian di Jambi oleh Prasetyo (2000) dalam Muzahid (2008) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010) yaitu sebesar 6,0 ton/ha untuk padang rumput dan 15,0 ton/ha untuk semak. Hasil cadangan karbon semak pada penelitian ini cukup berbeda dari pada yang terdapat pada literatur. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lokasi plot dan kondisi vegetasi yang berbeda.

4) Rata-rata Cadangan Karbon Kebun

Kebun teh (Camellia sinensis) mendominasi perkebunan di hulu DAS Ciliwung dan berbatasan langsung dengan hutan alam di TWA Telaga Warna, serta memiliki luasan yang tetap selama 20 tahun terakhir (BAPLAN, 2012).

Berdasarkan keterangan dari petugas lapang, kebun teh di kawasan tersebut sudah ada sejak tahun 1980-an.

Adapun kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri sederhana yang telah lama dijumpai di Indonesia.Kombinasi tanaman pisang, mangga, nangka, petai, rambutan, durian serta kadang dikombinasi juga dengan tanaman kayu seperti kayu afrika atau sengon adalah gambaran struktur tegakan pada sistem kebun campuran yang dijumpai di DAS Ciliwung terutama bagian hulu. Lokasi pengambilan plot contoh pada tutupan kebun the dilakukan pada koordinat 6o 42’ 07,50” LS dan 106o 58’ 47,80” BT, sedangkan pada tutupan kebun campur dilakukan pada koordinat 6o 37’ 51” LS dan 106o 50’ 13,20” BT.

Di lokasi penelitian terlihat bahwa pemanfaatan kebun campuran dengan penanaman tanaman petanian masih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang tidak memerlukan pengelolaan dan perawatan intensif. Menurut Adinugroho (2012), kebun campuran dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu secara potensial cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju serapan karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan agroforestri dengan tanaman pertanian yang lebih besar.

(19)

Hasil penelitian lapang, konversi hutan alam menjadi kebun campuran ataupun perkebunan teh berdampak pada penurunan cadangan karbon. Cadangan karbon pada hutan alam sebesar 111,20 ton/ha, sedangkan kebun campuran memiliki cadangan karbon sebesar 29,77 ton/ha (Tabel 9). Nilai ini berada dalam kisaran cadangan karbon untuk agroforestri dengan pola kebun campuran yang dilakukan oleh Rusolono (2006) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010), yaitu sebesar 10,4-73,8 ton/ha. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adinugroho (2012), besarnya cadangan karbon pada kebun campuran yang ada di hulu Kali Bekasi mencapai 62,34 ton/ha. Berdasarkan penelitian Rusolono (2006), cadangan karbon pada agroforestri murni di Pacekelan sebesar 13,4 – 76,1 ton/ha, sedangkan di Kertayasa pada agroforestri campuran mempunyai cadangan karbon sebesar 8,5 – 70,8 ton/ha. Jika dibandingkan dengan kebun campuran di hulu DAS Kali Bekasi, cadangan karbon yang didapat pada penelitian ini relatif lebih rendah, tetapi hal ini secara umum relatiftidak berbeda karena nilainya berada pada kisaran cadangan karbon di Pacekelan maupun Kertayasa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan struktur, jenis, kerapatan, dan usia tanaman saat dilakukan proses sampling antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

5) Rata-rata Cadangan Karbon Sawah

Padi merupakan salah satu tanaman semusim yang dapat panen beberapa kali dalam setahun.Lokasi plot contoh untuk tutupan sawah berada pada koordinat 6o 37’ 55,20” LS dan 106o 49’ 56,30” BT. Pada lokasi penelitian, padi yang ditanam dapat panen sebanyak tiga kali setahun atau empat bulan dalam satu periode penanaman. Kondisi tanaman padi saat dilakukan penelitian adalah pada tanaman berumur dua dan empat bulan.Artinya pada tanaman padi yang dalam masa pertengahan dan akhir masa tanam. Dalam penelitian ini, rata-rata padi di sawah memilki potensi karbon sebesar 4,61 ton/ha sedikit lebih kecil dari pada potensi karbon yang ada pada tutupan semak (6,15 ton/ha).

Walaupun mempunyai potensi untuk menyerap karbon, areal persawahan juga cukup rawan melepaskan karbon ke udara. Masa tanam padi cukup singkat, sehingga dalam satu tahun dapat dipanen sebanyak tiga kali. Pada areal sawah,

(20)

sisa-sisa pemanenan dapat digunakan sebagai pakan ternak ataupun dibakar untuk menyuburkan lahan. Padi yang berumur tua atau hampir panen memiliki cadangan karbon yang lebih besar dari pada padi berusia muda. Hal ini kemungkinan disebabkan padi yang hampir panen memiliki bulir padi yang berat, serta kandungan air pada daun dan batang yang lebih rendah.

6) Rata-rata Cadangan Karbon Ruang Terbangun

Ruang terbangun pada penelitian ini merupakan tutupan lahan yang paling sedikit memilki cadangan karbon.Cadangan karbon pada tutupan ruang terbangun didapat dari keberadaan vegetasi di sekitar ruang terbangun tersebut.Lokasi plot contoh tutupan ruang terbangun pada penelitian ini terletak pada koordinat 6o 24’

32” LS dan 106o 45’ 20” BT.

Di bagian hulu DAS Ciliwung, masih dapat dijumpai areal ruang terbangun yang memiliki pekarangan yang cukup luas dengan penggunaan kayu yang erat sebagai struktur bangunan. Tanaman pada pekarangan pun ada yang berupa (habitus) pohon dengan usia yang menahun. Beberapa jenis pohon yang dapat ditemui pada lokasi ini di antaranya mahoni (Swietenia mahagoni dan S.

macrophylla), tanjung (Mimusops elengi), kerai payung (Filicium decipiens), dan lain-lain.Pada bagian tengah DAS Ciliwung, penggunaan kayu sebagai struktur bangunan semakin sedikit karena banyaknya komplek perumahan modern dari berbagai pengembang yang lebih menggunakan baja ringan sebagai ganti kaso dan reng.Keberadaan pohon sebagai peneduh masih dijumpai pada daerah ini, dengan tinggi dan diameter yang seragam.Hal ini disebabkan waktu penanaman yang seragam, yaitu pada saat pengembangan perumahan tersebut dimulai.Tanaman yang ada pada komplek ruang terbangun di DAS Ciliwung tengah di antaranya adalah dadap merah (Erythrina crista-gali), pulai (Alstonia scholaris), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), dan palem raja (Roystonea regia) dengan tanaman penutup tanah rumput paetan (Axonopus compressus).Pada bagian hilir DAS Ciliwung, masih dijumpai adanya pekarangan dalam luasan yang terbatas terutama pada permukiman modern. Penggunaan kayu pada bangunan umumnya hanya sebagai alat cetak coran beton. Pada penelitian ini, potensi karbon yang tersimpan pada tutupan ruang terbangun adalah sebesar 2,5

(21)

ton/ha yang didapat hanya dari jalur hijau pada ruang terbangun terutama pada permukiman modern.

Studi cadangan karbon di pekarangan pada hulu DAS Kali Bekasi oleh Adinugroho (2012) melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang (200-500 m2) dengan potensi cadangan sebesar 52,10 ton/ha, pada tipe pekarangan sangat besar (>1.000 m2) rata-rata cadangan karbonnya sebesar 21,11 ton/ha, pada tipe pekarangan sempit (<200 m2) sebesar 43,17 ton/ha, pada tipe pekarangan besar (500-1000 m2) sebesar 7,54 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon ini sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusunnya. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa pekarangan dalam areal permukiman memiliki potensi cadangan karbon yang cukup besar.

7) Rata-rata Cadangan Karbon Pertanian Lahan Kering

Cadangan karbon pada pertanian lahan kering bervariasi tergantung lokasi, dan komposisi vegetasi yang ditanam.Di bagian hulu DAS Ciliwung, dapat ditemukan pertanian lahan kering berupa kebun singkong, jagung, ubi, dan kacang.Lokasi plot contoh tutupan pertanian lahan kering pada penelitian ini berada pada koordinat 6o 33’ 41,30” LS dan 106o 45’ 18” BT. Pada penelitian ini, cadangan karbon pada pertanian lahan kering sebesar 4,44 ton/ha, sedikit lebih kecil daripada cadangan karbon yang terdapat pada tutupan persawahan (4,61 ton/ha).

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), lahan pertanian semusim mempunyai cadangan karbon sebesar 3 ton/ha. Menurut penelitian ini, cadangan karbon pada pertanian lahan kering sebesar 4,44 ton/ha. Christanty et. al. (1996) yang disitasi oleh Adinugroho (2012) mengatakan dalam studinya di Jawa Barat dengan asumsi 50% biomassa adalah karbon yang tersimpan mengemukakan bahwa singkong pada umur 2-9 bulan hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1422- 3,3584 ton/ha, kentang pada umur 70-160 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0497-0,259 ton/ha, ketimun pada umur 22-64 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0054-0,1165 ton/ha, kacang pada umur 45-180 hari mempunyai cadangan karbon sebesar 0,0475-3,673 ton/ha.

(22)

4.1.4. Potensi Cadangan Karbon dalam Skala DAS

DAS Ciliwung mempunyai tutupan RTH yang semakin menyempit.

Berdasarkan olahan citra tahun 2011 oleh BAPLAN, luasan ruang terbangun semakin mendominasi hingga 47,87% atau seluas 8.475,61 ha. Dengan kata lain, tutupan lahan lainnya (hutan alam, hutan tanaman, semak, kebun, sawah, pertanian lahan kering) adalah sebesar 52,13%.

Berdasarkan rata-rata cadangan karbon hasil pengukuran lapang pada tiap- tiap tutupan lahan (ruang terbangun, hutan alam, hutan tanaman, semak, kebun, sawah, pertanian lahan kering), maka total cadangan karbon di DAS Ciliwung pada tahun 2011 adalah sebesar 1.092.187,84 ton. Hutan alam memberikan kontribusi cadangan karbon terbesar terhadap cadangan karbon yang ada di DAS Ciliwung yaitu sebesar 39,94% atau sebesar 436.208,92 ton. Kebun juga memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon, yaitu sebesar 28,14% atau sebesar 307.373,89 ton. Urutan ketiga terbesar adalah hutantanaman yang memberikan cadangan karbon sebesar 26,04% atau sebesar 284.437,86 ton.

Tutupan sawah memiliki cadangan karbon lebih besar daripada tutupan ruang terbangun maupun tutupan pertanian lahan kering. Tetapi dengan luasannya yang lebih sempit, tutupan persawahan berkontribusi terhadap cadangan karbon di DAS Ciliwung ‘hanya’ sebesar 0,01% atau sebesar 93,77 ton, lebih sedikit dibandingkan dengan tutupan ruang terbangun (46.698,71 ton), tutupan pertanian lahan kering (16.741,98 ton), atau pun tutupan semak (632,71 ton). Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk mengoptimalkan penanaman vegetasi penyerap karbon pada lahan-lahan pribadi (pekarangan rumah), menanam pohon peneduh pada areal pertanian lahan kering, atau pun memanfaatkan areal semak adalah sangat diperlukan dalam rangka menciptakan daya dukung kawasan untuk sekuestrasi karbon.

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan kemajuan suatu wilayah berdampak pada peningkatan kebutuhan akan ruang terbangun serta bangunan sarana pendukung lainnya yang akhirnya akan

(23)

memberikan perubahan pola penutupan lahan, dinamika perubahan ini juga tergambar pada DAS Ciliwung, baik pada bagian hulu, tengah,maupun hilir.

Berdasarkan hasil analisis perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung (Tabel 10 dan Gambar 14) terlihat kecenderungan penurunan areal terbuka hijau (RTH) di luar ruang terbangun. Di tahun 2012, persentase total luasan ruang terbangun meningkat sebesar 28,97% dibandingkan data tahun 1990, dengan kata lain luasan RTH di luar ruang terbangun berkurang dengan persentase yang sebanding.

Tabel 10 Perubahan penutupan lahan selama dua dekade di DAS Ciliwung.

Jenis Penutupan Lahan

1990 (ha)

2000 (ha)

2011 (ha)

Perubahan LC*(%)

Perubahan Total (%)

Ruang terbangun

7.294,38

8.475,61

18.480,82 153,36 28,97 Kebun

11.159,62

11.152,79

10.323,63 -7,49 -2,17

Hutan alam

4.362,41

4.362,41

3.922,68 -10,08 -1,14 Pertanian lahan kering

13.918,22

12.931,24

3.773,04 -72,89 -26,28 Hutan tanaman

1.522,02

1.522,02

1.961,76 28,89 1,14

Semak belukar

237,80

145,83

127,97 -46,19 -0,28

Sawah

115,80

20,36

20,36 -82,42 -0,25

38.610,25 38.610,25 38.610,25

Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)

*LC = Land Cover

Ruang terbangun= permukiman, pekantoran, industri, infrastruktur jalan; Kebun= kebun campuran, termasuk kebun teh; Hutan alam= hutan primer dan sekunder; Pertanian lahan kering=

terutama singkong, ubi, jagung; Hutan tanaman = dominasi Pinus merkusii; Semak belukar= lahan tidak produktif, bekas permukiman atau garapan masyarakat; Sawah= areal penanaman padi dengan sistem irigasi.

Tabel 10 menunjukkan perubahan penutupan lahan yang terjadi selama sekitar dua puluh tahun.Dari data tersebut diketahui bahwa luas wilayah penutupan ruang terbangun di DAS CIliwung terlihat terbanyak mengalami peningkatan.

Pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), luas ruang terbangun meningkat dari 7.294,38 ha menjadi 8.475,61 ha. Pada sepuluh tahun berikutnya (tahun 2000-2011), luas ruang terbangun kembali meningkat menjadi 18.480,82

(24)

ha, yang berarti mengalami total peningkatan dari tahun 1990 sebesar 153,36%

dari luas ruang terbangun semula, atau meningkat 28,97% dari luas keseluruhan DAS Ciliwung (Tabel 10).

Penutupan lahan jenis perkebunan/kebun campur juga mengalami perubahan. Dari data pada Tabel 10, diketahui selama tahun 1990 sampai 2011, luasan penutupan perkebunan mengalami perubahan, yaitu seluas 11.159,62 pada tahun 1990, menjadi seluas 11.152,79 ha pada tahun 2000. Kemudian luasan lahan perkebunan/ kebun campur berubah kembali menjadi 10.323,63 pada tahun 2011 yang berarti berkurang sebesar 7,49% dari luasan perkebunan/ kebun campur semula, atau berkurang 2,17% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung.

Luasan hutan alam di DAS Ciliwung selama sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), tidak mengalami perubahan luas, yaitu tetap seluas 4.362.41 ha.

Pada sepuluh tahun berikutnya (tahun 2000-2011), hutan alam mengalami penurunan luas menjadi 3.922,68 ha, yang berarti mengalami perubahan lahan sebesar 10,08% dari luasan awal (tahun 1990), atau mengalami penurunan sebesar 1,14% dari luas keseluruhan DAS Ciliwung (Tabel 10).

Pertanian lahan kering pada DAS Ciliwung juga mengalami perubahan luas. Pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), luas penutupan pertanian lahan kering berubah dari 13.918,22 ha menjadi 12.931,24 ha. Kemudian pada sepuluh tahun kedua (tahun 2000-2011), kembali berubah 61.192,66 ha menjadi 3.773,04 ha. Hal ini berarti luas penutupan perkebunan pada DAS Ciliwung mengalami penurunan total sejak tahun 1990 sebesar 72,89% dari luasan semula, atau berkurang 26,28% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel 12).

Hutan tanaman di DAS Ciliwung juga tidak mengalami perubahan luas pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), yaitu tetap seluas 1.522,02 ha.

perubahan luas hutan tanaman terjadi pada sepuluh tahun berikutnya (tahun 2000- 2011), yaitu menjadi seluas 1.961,76 ha, atau bertambah sebesar 28,89% dari luasan semula, atau meningkat sebesar 1,14% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel 12).

49

(25)

Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)

Gambar 15 Perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990 (a), 2000 (b), 2011 (c).

49

(a) (b) (c)

(26)

Keterangan

Tahun 2000 Ruang

terbangun Kebun

Hutan alam

Pertanian lahan kering

Hutan

tanaman Semak Sawah

TOTAL (ha)

Tahun 1990

Ruang terbangun 7.294,38 - - - 7.294,38

Kebun 6,84 11.152,79 - - - 11.159,62

Hutan alam - - 4.362,41 - - - - 4.362,41

Pertanian lahan kering 986,98 - - 12.931,24 - - - 13.918,22

Hutan tanaman - - - - 1.522,02 - - 1.522,02

Semak belukar 91,97 - - - - 45,83 - 237,80

Sawah 95,44 - - - 20,36 115,80

TOTAL (ha) 8.475,61 11.152,79 4.362,41 12.931,24 1.522,02 145,83 20,36 38.610,25 Tabel 12 Kontingensi penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2000 - 2011

Keterangan

Tahun 2011 Ruang

terbangun Kebun

Hutan alam

Pertanian lahan kering

Hutan

tanaman Semak Sawah

TOTAL (ha)

Tahun 2000

Ruang terbangun 8.475,61 - - - 8.475,61

Kebun 829,16 10.323,63 - - - 11.152,79

Hutan alam - - 3.922,68 - 439,74 - - 4.362,41

Pertanian lahan kering 9.158,20 - - 3.773,04 - - - 12.931,24

Hutan tanaman - - - - 1.522,02 - - 1.522,02

Semak belukar 17,86 - - - - 127,97 - 145,83

Sawah - - - 20,36 20,36

TOTAL (ha) 18.480,82 10.323,63 3.922,68 3.773,04 1.961,76 127,97 20,36 38.610,25 Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)

(27)

Penutupan semak juga mengalami perubahan luas. Pada tahun 1990, luas penutupan semak adalah 237,80ha. Pada tahun 2000, luas penutupan semak berubah menjadi 145,83ha. Kemudian pada tahun 2011, kembali berubah menjadi 127,97ha atau menurun sebanyak 46,19% sejak tahun 1990, atau berkurang sebesar 0,28% dari luas keseluruhan DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel 12).

Sawah salah satu penutupan yang juga mengalami perubahan luas. Dari semula seluas 115,80 ha pada tahun 1990 menjadi 20,36 ha pada tahun 2000. Dan tetap pada luasan tersebut sampai tahun 2011. Sehingga dapat diketahui bahwa luas penutupan sawah mengalami penurunan sebesar 82,42% sejak tahun 1990, atau mengalami penurunan sebesar 0,25% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung(Tabel 11 dan Tabel 12).

4.2.2. Analisis Konversi Perubahan RTH

Dari Tabel 11, dapat diketahui bahwa antara tahun 1990 – 2000, areal kebun seluas 6,84 ha berubah fungsinya menjadi areal ruang terbangun. Areal pertanian lahan kering juga mengalami perubahan menjadi areal ruang terbangun seluas 986,98 ha. Berdasarkan analisis peta, lokasi areal pertanian lahan kering yang paling banyak terkonversi menjadi areal ruang terbangun pada dekade ini berada pada daerah Depok, dan sebagian kecil di wilayah Jakarta. Selain itu, areal semak juga mengalami konversi menjadi areal ruang terbangun seluas 91,97 ha.

Areal sawah yang terkonversi menjadi ruang terbangun seluas 95,44 ha. Hasil dari konversi lahan ini mengakibatkan luasan areal ruang terbangun antara tahun 1990 – 2000 meningkat total seluas 1.181,23 ha menjadi 8.475,61 pada tahun 2000 dari luasan semula 7.294,38 ha pada tahun 19990.

Pada tahun 2000 – 2011, areal kebun mengalami konversi menjadi areal ruang terbangun (Tabel 12). Areal kebun yang berubah ini seluas 829,16 ha yang berada di wilayah Bogor dan sebagian lagi di Depok.Sejak akhir delapan puluhan telah muncul kota-kota baru, yaitu merupakan kota-kota yang direncanakan pembangunannya oleh pengembang. Kota baru ini merupakan “satellite city” yang dibangun di wilayah sub-urban dan mengelilingi kota utamanya. Sebagai contoh, kota-kota baru tersebut sebagai pusat ruang terbangun yang memiliki infrastruktur an fasilitas yang lengkap banyak tumbuh di seputar Jakarta, Bogor, Tangerang,

(28)

Depok, dan Bekasi (Arifin 2011). Dari alamat properti di Jabodetabek (Livingestate 2011 dalam Arifin 2011), tercatat ada 17 pengembang perumahan di Jakarta, 31 di Bogor, 19 di Depok, 45 di Tangerang, dan 144 di Bekasi. Hal ini salah satu yang menyebabkan meningkatnya ruang terbangun pada DAS Ciliwung.

4.2.3. Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Kondisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Perubahan penutupan lahan yang terdapat pada suatu lanskap tentu saja akan berdampak pada potensi yang dimiliki oleh lanskap tersebut dalam mensekuestrasi karbon dioksida. Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat perubahan luasan lahan dengan nilai simpanan karbon aktual pada tahun 2011, pada tahun 2011 DAS Ciliwung memiliki cadangan karbon sebesar 1.092.187,84 ton karbon.Berdasarkan perhitungan dengan pendekatan Mean Annual Increament (MAI) dan alometrik, cadangan karbon hutan tanaman pinus pada tahun 2000 dan 1990 berturut-turut adalah 76.113,17 ton dan 4.106,41 ton (Tabel 13).

Tabel 13 Cadangan karbon pada tiap tutupan lahan tahun 1990, 2000, 2011 di DAS Ciliwung

No Penutupan lahan Tahun

1990 2000 2011

1 Hutan alam 485.108,51 485.108,51 436.208,92 2 Kebun 332.264,61 332.061,09 307.373,89 3 Hutan tanaman 4.106,41 76.113,17 284.437,86 4 Ruang terbangun 18.431,98 21.416,80 46.698,71 5

Pertanian lahan

kering 61.758,78 57.379,29 16.741,98

6 Semak 1.461,84 896,45 786,67

7 Sawah 533,35 93,77 93,77

Total 903.665,48 973.069,07 1.092.341,80 Total CO2e 3.316.452,32 3.571.163,50 4.008.894,40 Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)

Pada tahun 2000 DAS Ciliwung memiliki cadangan kabon sebesar 972.893,63 ton karbon. Pada tahun 1990 DAS Ciliwung memiliki cadangan karbon sebesar 903.379,38 ton karbon (Tabel 13 dan Gambar 15). Dengan

(29)

menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO2 (44) dan massa atom relatif C (12), maka serapan CO2 adalah 3,67 x cadangan karbon.

Serapan CO2 pada tahun 1990, 2000, dan 2011 berturut-turut adalah 3.316.452,32ton CO2e; 3.571.163,50ton CO2e; dan 4.008.894,40ton CO2e(Tabel 13). Dari data tersebut terlihat bahwa selama dua puluh tahun terakhir terdapat kecenderungan yang meningkat terhadap cadangan karbon pada DAS Ciliwung yaitu sebesar 69.403,59 ton karbon antara tahun 1990 sampai 2000, dan 119.272,72 ton karbon antara tahun 2000 sampai 2011, atau sebesar total 188.676,32 ton karbon atau 692.442,08 ton CO2e.

Penambahan cadangan karbon pada sepuluh tahun kedua setelah tahun 1990 hampir mencapai 2 kali lipat dari pada penambahan cadangan karbon pada sepuluh tahun yang pertama. Hal ini dapat diperkirakan karena adanya proses pertumbuhan pada hutan tanaman pinus di hulu DAS Ciliwung yang terjadi selama dua dekade tersebut. Selama dua dekade, hasil penelitian memperlihatkan bahwa hanya ada dua tutupan lahan yang meningkat positif (Tabel 11 dan Tabel 12), yaitu tutupan ruang terbangun yang meningkat 153,36% dari tahun 1990, dan tutupan hutan tanaman yang meningkat 1,14%.

Tabel 12 menunjukkan bahwa peningkatan tutupan hutan tanaman berasal dari tutupan hutan alam yang dikonversi.Berdasarkan pembacaaan peta dan tinjauan lapang, hutan alam yang dikonversi menjadi hutan tanaman tersebut berada pada daerah Mega Mendung.Data lapangan menyebutkan bahwa hutan tanaman pada DAS Ciliwung memiliki cadangan karbon yang lebih banyak dari pada hutan alam, sehingga tidak menurunkan cadangan karbon kecuali di awal- awal penanamannya.

Tutupan ruang terbangun diketahui berasal dari tutupan yang lainnya (kebun, pertanian lahan kering, semak, dan sawah).Tutupan ruang terbangun juga memiliki cadangan karbon, namun perubahan tutupan ruang terbuka hijau menjadi tutupan ruang terbangun tetap berpotensi mengurangi cadangan karbon.Hal itu disebabkan karena tutupan ruang terbangun memiliki cadangan karbon yang lebih rendah jika dibandingkan tutupan ruang terbuka hijau. Selama kisaran tahun 1990 – 2000, luas tutupan kebun berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak

(30)

6,84 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 186,37 ton karbon.

Tabel 14 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 1990 - 2000

No Jenis Tutupan Lahan

Luas (ha)

Estimasi kehilangan karbon

(ton/ha)

Estimasi kehilangan karbon per LC*

(ton)

1 Kebun 6,84 27,24 186,37

2 Pertanian lahan kering 986,98 1,91 1,885,51

3 Semak belukar 91,97 3.62 333.22

4 Sawah 95,44 2,08 198,41

Total 1.181,23 2.603,51

*LC = Land Cover

Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)

Luas tutupan pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 986,98 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 1.885,51 ton karbon. Luas tutupan semak juga berubah menjadi tutupan ruang terbangun yaitu sebanyak 91,97 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 333.22 ton karbon. Selain itu luas tutupan sawah berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 95,44 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 198,41 ton karbon (Tabel 14).

Tabel 15 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 2000 - 2011

No Jenis Tutupan Lahan

Luas (ha)

Estimasi kehilangan karbon

(ton/ha)

Estimasi kehilangan karbon per LC

(ton)

1 Kebun 829,16 27,24 22.592,08

2 Pertanian lahan kering 9158,20 1,91 17.495,71

3 Semak belukar 17,86 3,62 64,71

Total 10.005,22 40.152,50

*LC = Land Cover

Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)

Selama kisaran tahun 2000 - 2011, luas tutupan kebun berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 829,16 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 22.592,08 ton karbon. Luas tutupan

(31)

pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 9158,2 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 17.495,71 ton karbon. Luas tutupan semak juga berubah menjadi tutupan ruang terbangun yaitu sebanyak 17,86 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 64,71 ton karbon (Tabel 15).

4.2.4. Upaya Meningkatkan Cadangan Karbon

Sebenarnya telah banyak kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang telah dikeluarkan untuk ‘mengamankan’ wilayah ini agar pemanfaatan ruang dan lahannya serasi seimbang dan lestari, seperti PP Nomor 13 tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan Jakarta-Bogor-Puncak- Cianjur, di luar batas DKI, daerah swasantra Tk II Bogor dan Cianjur, Keppres Nomor 48 tahun 1963 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata Bopunjur;

dan Keppres Nomor 79 tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Bopunjur. Pada tahun 1999 pemerintah menetapkan Keppres Nomor 114 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur, yang merupakan pengganti dari Keppres sebelumnya, yaitu Keppres Nomor 48 tahun 1963. Aturan pendukung RTH lainnya juga sudah dikeluarkan, seperti PP No. 62 tahun 2002 tentang Hutan Kota.

Selain itu telah banyak program dan kegiatan pengelolaan DAS Ciliwung, baik atas inisiatif pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dan masyarakat.Tercatat sebanyak 102 program/kegiatan yang telah dilaksanakan di DAS Ciliwung dengan berbagai klasifikasinya (Ruhendi, 2005).

Tutupan kebun, ruang terbangun, dan pertanian lahan kering adalah tutupan lahan yang memiliki kontribusi penyerapan karbon yang cukup potensial di DAS Ciliwung karena akumulasi luas (Gambar 15),sehingga upaya peningkatan cadangan karbon di DAS Ciliwung dapat dilakukan dengan mengoptimalkan areal pada lahan pribadi tersebut seperti pekarangan, kebun, dan pertanian lahan kering termasuk juga area publik pada ruang terbangun modern.

Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanam kombinasi tanaman lokal yang memiliki kemampuan daya serap karbon tinggi dan juga mampu memberi manfaat

(32)

lainnya seperti untuk kebutuhan pakan, kenyamanan, kayu, estetika, dan lain sebagainya. Menurut Arifin dan Nakagoshi (2011), pekarangan berperan penting dalam menjaga keseimbangan di masa ini dan di masa depan kelak. Dahlan (1992) yang disitasi oleh Mayalanda (2008) menyatakan bahwa hutan kota memiliki berbagai peranan di antaranya sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen. Peranan ini berlangsung melalui proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan, dalam hal ini yaitu pohon-pohon pada hutan kota. Oleh karena itu pemilihan jenis tanaman sangat penting dalam pembangunan hutan kota.

Gambar 16 Komposisi cadangan karbon pada berbagai tahun di DAS Ciliwung.

Beberapa jenis tanaman lokal yang ditemukan di DAS Ciliwung seperti pule, nangka, kembang kupu-kupu, randu, dan beringin mempunyai daya serap karbondioksida yang tinggi bahkan sangat tinggi sehingga tanaman tersebut potensial untuk ditanam pada areal kosong, kebun campuran, ataupun areal ruang terbangun dalam rangka optimasi pekarangan. Studi cadangan karbon di pekarangan pada hulu DAS Kali Bekasi oleh Adinugroho (2012) melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang (200-500 m2) dengan potensi cadangan sebesar 52,10 ton/ha, pada tipe pekarangan sangat besar (>1.000 m2) rata-rata cadangan karbonnya sebesar 21,11 ton/ha, pada tipe pekarangan sempit (<200 m2) sebesar 43,17 ton/ha, pada tipe pekarangan besar (500-1000 m2) sebesar 7,54 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon ini memang sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusunnya. Berdasarkan

0 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000

1990 2000 2011

Cadangan Karbon (ton)

Tahun

Hutan Alam Kebun Campuran Hutan Tanaman Ruang Terbangun Pertanian Lahan Kering Semak

Sawah

(33)

data tersebut, dapat diketahui bahwa potensi pekarangan dalam areal permukiman memiliki potensi cadangan karbon yang cukup potensial dijadikan karbon sekuester.

Kegiatan-kegiatan peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi CO2 di udara dalam rangka mitigasi perubahan iklim, tetapi hal ini harus pula diiringi oleh kesadaran masyarakat untuk mengurangi pelepasan CO2 ke udara, misalnya dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan tetap menjaga tutupan vegetasi di sekitar areal ruang terbangun.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alaah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan karunia’Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil

[r]

Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 545/M/Kp/XI/2015 tentang Panitia Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan Tunjangan Jabatan Fungsional Analis Keuangan pusat dan Daerah, yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Analis

(Sebagai sasaran mutu 2014, ditetapkan pada

Sek olah/ m adr asah m elaksanak an proses pem belaj aran dengan j um lah sisw a per r om bongan belaj ar m aksim um 28 or ang.. Jum lah sisw a per rom bongan belaj ar lebih dar

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dengan kualifikasi Kecil (Gred 2,3,4) pada

[r]