Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
5536
Implementasi Routing Dinamis pada Wireless Sensor Network menggunakan Modul Komunikasi LoRa
Mahardika Putra Utama1, Dany Primanita Kartikasari2, Adhitya Bhawiyuga3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]
Abstrak
Perkembangan konsep (Wireless Sensor Network) WSN pada Internet of Things memungkinkan komunikasi dapat dilakukan secara nirkabel sehingga membantu mobilitas node. Node yang dapat bergerak bebas hingga bergerak menjauhi gateway dapat menyebabkan komunikasi yang dilakukan dapat terputus sehingga diperlukan adanya sebuah relay sebagai perantara pengiriman data. Node lain dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah relay yang membantu menjembatani pengiriman data antara node dengan gateway dan memanfaatkan komunikasi multihop. Sehingga setiap relay bertanggung jawab untuk mengirimkan datanya sendiri dan meneruskan data node lain yang tidak berada pada jangkauan gateway. Selain itu konsep multihop ini dapat menambah jangkauan modul komunikasi nirkabel dengan memanfaatkan node lain sebagai relay. Sebuah node yang tidak terhubung dengan gateway secara langsung harus mampu mencari jalur routing untuk menuju ke gateway. Jalur yang dipilih harus jalur terpendek, maka diperlukan sebuah protokol routing yang dapat mengumpulkan informasi jaringan yang ada dan memilih jalur terpendek untuk menuju ke gateway. Protokol routing yang dibuat juga harus bersifat dinamis sehingga dapat beradaptasi terhadap perubahan dari jaringan karena node pada jaringan dapat bergerak dengan bebas, sehingga susunan jalur routing dapat berubah- ubah. Terdapat dua pengujian yang dilakukan untuk mengukur kelayakan sistem yang dibuat, yaitu pengujian fungsional dan pengujian kinerja. Pada pengujian fungsional sistem dapat berjalan dengan baik di mana node dapat mengumpulkan semua informasi jaringan dan memilih jalur terpendek, mengirimkan data sensor, meneruskan data sensor dari node lain, dan beradaptasi terhadap perubahan jaringan seperti terputusnya jalur yang dipilih. Pengujian kinerja yang dilakukan menguji kemampuan sistem yang dibuat berdasarkan waktu konvergensi, packet delivery ratio, dan delay dengan pengaruh jarak, jumlah lompatan (hops), dan interval waktu pengiriman. Hasil pengujian fungsional node berhasil memenuhi semua kebutuhan yang telah tentukan. Pada hasil pengujian kinerja waktu konvergensi node memerlukan waktu 7.365 detik pada jarak 50 meter untuk mendapat infomasi jaringan, sedangkan pada jarak 100 meter memerlukan waktu 10.807 detik. Kemudian pada pengujian kinerja packet loss mendapat presentase terendah pada jarak 100 meter dan jumlah lompatan 1 hops sebesar 6 % dan presentase tertinggi pada jarak 50 meter dan jumlah lompatan 3 hops sebesar 22 %. Pada pengujian kinerja delay didapat nilai terendah pada jarak 50 meter dan jumlah lompatan 1 hops sebesar 276ms dan nilai tertinggi pada jarak 100 meter 3 hops sebesar 755ms.
Kata kunci: Internet of Things, Wireless Sensor Network, routing, Long Range.
Abstract
The development of the WSN (Wireless Sensor Network) concept on the Internet of Things allows communication to be carried out wirelessly so as to help node mobility. Nodes that can move freely to move away from the gateway can cause communication to be interrupted so that a relay is needed as an intermediary for data transmission. Other nodes can be used to become a relay that helps bridge data transmission between nodes and gateways and utilizes multihop communication. So that each relay is responsible for sending its own data and forwarding data to other nodes that are not in the range of the gateway. In addition, this multihop concept can increase the range of wireless communication modules by utilizing other nodes as relays. A node that is not directly connected to the gateway must be able to find a routing path to get to the gateway. The path chosen must be the shortest path, so we need a routing protocol that can collect existing network information and choose the shortest path to get to the gateway.
The routing protocol that is created must also be dynamic so that it can adapt to changes in the network
because nodes on the network can move freely, so the arrangement of routing paths can change. There are two tests carried out to measure the feasibility of the system made, namely functional testing and performance testing. In functional testing the system can run well where nodes can collect all network information and choose the shortest path, send sensor data, forward sensor data from other nodes, and adapt to network changes such as disconnection of the selected path. Performance testing is conducted to test the ability of the system based on convergence time, packet delivery ratio, and delay with the effect of distance, number of hops, and delivery time intervals. The results of the functional testing of the node managed to meet all the requirements that have been determined. In the results of testing the performance of node convergence time it takes 7,365 seconds at a distance of 50 meters to get network information, while at a distance of 100 meters it takes 10,807 seconds. Then in the packet loss performance test, the lowest percentage is at a distance of 100 meters and the number of 1 hop jumps is 6% and the highest percentage is at a distance of 50 meters and the number of 3 hops jumps is 22%. In testing the delay performance, the lowest value is obtained at a distance of 50 meters and the number of 1 hop jumps is 276ms and the highest value at a distance of 100 meters 3 hops is 755ms.
Keywords: Internet of Things, Wireless Sensor Network, routing, Long Range.
1. PENDAHULUAN
Wireless Sensor Network (WSN) adalah komunikasi beberapa node untuk bertukar data yang mereka kumpulkan dari sebuah lingkungan dan meneruskannya ke sebuah gateway (Dargie
& Christian, 2011). Dalam WSN sekumpulan node tersebar pada suatu lingkungan tertentu dan bertugas untuk mengumpulkan data dan melakukan pengiriman data ke sebuah gateway untuk diolah, disimpan, atau ditampilkan. WSN menggunakan komunikasi nirkabel seperti gelombang radio, bluetooth, atau gelombang suara (Karray, Mohamed, M, M, & Mbensaleh, 2014).
Implementasi WSN dapat dilakukan pada sebuah node yang bergerak secara bebas dalam sebuah lingkungan. Selama node dan gateway berada pada cakupan jangkauan dari modul komunikasi nirkabel yang dimiliki, maka komunikasi single hop dapat dilakukan dimana node dan gateway melakukan komunikasi langsung, tetapi jika node bergerak menjauhi gateway dan keluar dari cakupan jangkauan modul komunikasi nirkabel maka komunikasi akan terputus. Hal ini dapat di atasi dengan melakukan komunikasi multi hop, dimana node lain bertugas sebagai relay atau jembatan komunikasi dan pertukaran data antara perangkat node lain dengan gateway (Dargie &
Christian, 2011).
Pada sebuah jaringan yang nodenya bergerak bebas secara acak, setiap node nya bisa saja menjadi sebuah relay yang menghubungkan komunikasi node lain dengan gateway. Relay adalah sebuah node yang bertanggung jawab
untuk menggabungkan data dari node sensor di cluster mereka dan mengirimkan ke node tujuan melalui jalur multihop nirkabel (A, Raghunath, Dhulipala, & R.M., 2011). Setiap node perlu melakukan proses routing untuk mencari jalur menuju gateway didalam sebuah jaringan yang berisi node lain. Node harus dapat melakukan pertukaran informasi dimana gateway berada dan melakukan pengiriman data melewati jalur yang tepat agar data sensor yang telah dikumpulkan dapat sampai menuju gateway.
Komunikasi antara node dilakukan secara nirkabel dengan menggunakan sebuah modul komunikasi yang memanfaatkan gelombang radio.
LoRa adalah modul komunikasi nirkabel yang menawarkan penggunaan daya baterai yang rendah, jangkauan pengiriman data yang luas (Alliance, 2019). Percobaan yang dilakukan oleh (Wisduanto, Bhawiyuga, & Kartikasari, 2019) modul komunikasi LoRa dapat melakukan komunikasi dengan baik pada jarak 400 meter pada lingkungan pertanian sedangkan, pada percobaan yang dilakukan oleh penulis sendiri modul komunikasi LoRa HopeRF-RFm9x dapat melakukan komunikasi sejauh 100 meter didalam daerah padat sinyal disebuah perumahan di kota Malang.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis melakukan penelitian mengenai “Implementasi Routing Dinamis pada Wireless Sensor Network Menggunakan Modul Komunikasi LoRa”. Pada penelitian ini penulis mengimplementasikan sistem routing dinamis pada sebuah jaringan WSN yang nodenya melakukan perpindahan tempat secara acak. Node bertugas melakukan
mengumpulkan data sensor dari sebuah lingkungan. Kemudian melakukan komunikasi dengan node lain untuk mengetahui jalur yang akan dipilih menuju gateway dan melakukan pengiriman data sesuai jalur yang telah dipilih.
Data sensor yang digunakan adalah data dummy yang akan dibuat dari mikrokontroler, dan modul komunikasi LoRa HopeRF-RFM9x digunakan untuk melakukan proses komunikasi antara node satu dengan lainnya. Adanya penelitian ini diharapkan dapat membuat sebuah lingkungan WSN yang dinamis diamana setiap node dapat bergerak dengan bebas dan saling berkomunikasi mengirimkan data ke gateway.
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN
Kajian pustaka pertama berdasarkan penelitian oleh (Huda, Trisnawan, &
Primananda, 2020) dengan judul “Implementasi Routing Static Pada Wireless Sensor Network Menggunakan Modul Komunikasi LoRa”
merupakan penelitian yang membangun sebuah jaringan WSN dengan menggunakan modul komunikasi LoRa yang saling bertukar data sensor antara satu node dengan node lain yang rute pengiriman data nya berdasarkan table routing yang dibuat secara statis pada setiap node-nya. Permasalahan yang diangkat pada penelitian tersebut adalah pada LoRa komunikasi hanya dilakukan dalam satu hop sehingga komunikasi hanya dapat dilakukan antara node asal menuju node tujuan. Metode yang digunakan adalah dengan membangun sebuah jaringan WSN dengan menggunakan beberapa node dengan menggunakan LoRa yang saling terhubung dengan node lain sebagai perantara dan menggunakan routing static untuk melakukan pemilihan rute. Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah dengan membangun jaringan WSN dengan beberapa node dengan routing static, setiap node dalam jaringan tersebut dapat berkomunikasi dan mengirim data sensor dengan node lain yang tidak terhubung secara langsung.
Kajian pustaka kedua berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Lundell, Hedberg, Nyberg,
& Fitzgerald, 2018) dengan judul “A Routing Protocol for LoRa Mesh Network” merupakan penelitian yang membangun sebuah jaringan LoRa Mesh dengan sebuah routing protocol yang dirancang pada sebuah perusahaan IoT pertanian sensefarm dimana konektifitas internet hanya terdapat pada kantor sedangkan sensor yang mereka tanamkan terletak jauh dari kantor
dan terhalang dengan tembok. Metode yang digunakan adalah membuat sebuah protocol routing yang berfungsi untuk melakukan komunikasi multihop sehingga beberapa sensor dapat meneruskan data dari sensor lain dan multihop pada jaringan dapat memperluas jangkauan dari LoRa yang pada lokasi terhalang dengan tembok. Protocol routing yang dibuat berbasis dari hybird wiresless mesh protocol (HWMP) dan Adhoc on demand vector routing (AODV) yang diadaptasi untuk kebutuhan dari jaringan LoRa. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah mampu memperluas jangkauan jaringan yang sebelumnya mempunyai jangkauan yang buruk dengan memanfaatkan multihop dari protocol yang dibuat.
Kajian pustaka ketiga adalah penelitian oleh (Yim, et al., 2018) dengan judul “An Experimental LoRa Performance Evaluation in Tree Farm” merupakan penelitian yang membangun sebuah sistem monitoring pertanian pohon di Romney USA dan melakukan sebuah pengujian performa modul komunikasi LoRa.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian tersebut adalah implementasi sebuah sistem monitoring pertanian membutuhkan cakupan area yang luas dan dengan implementasi LoRa pada area pertanian pohon yang memiliki banyak halangan dari pohon maple, oak, dan pine kemudian area pertanian yang berlokasi di bukit. Pada pertanian pohon panen kayu membutuhkan waktu sekitar 6 tahun hingga beberapa decade, maka kesalahan kecil dapat menyia-nyiakan usaha panjang dan investasi yang besar yang telah dilakukan. Metode yang digunakan adalah melakukan eksperimen dengan melakukan perubahan pada performa dari LoRa dari, jarak, reabilitas, dan RSSI untuk menghasilkan sistem komunikasi LoRa yang cocok dengan bidang pertanian pohon.
3. PERANCANGAN SISTEM
Sistem harus memenuhi tujuan penelitian dibuat yaitu sensor node dapat mengambil data dan mengirimkannya kepada gateway, node juga harus dapat berperan sebagai relay untuk meneruskan data sensor dari node lainnya.
Perancangan sistem secara umum akan digambarkan dalam perancangan arsitektur sistem sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Perancangan Arsitektur Sistem
Pada gambar 1 merupakan perancangan arsitektur sistem dimana sistem terdiri dari sensor node , gateway, dan relay. Pada gambar 1 dapat dilihat node A berperan sebagai gateway, node B berperan sebagai relay untuk node C dan node D, sedangkan node C dan node D berperan sebagai node sensor. Node sensor berperan sebagai pengirim data sensor ke gateway, node sensor harus dapat memilih jalur terpendek dari semua jalur yang ada. Relay selain bertugas mengirimkan data sensornya ke gateway juga bertugas untuk meneruskan data sensor dari node lain. gateway bertugas untuk menerima semua data sensor dari node lainnya. Untuk semua node menggunakan mikrokontroller arduino nano dan modul komunikasi yang digunakan adalah LoRa HopeRF-RFM9x, sedangkan data sensor yang digunakan adalah data sensor dummy. Mikrokontroller dan modul komunikasi dihubungkan menggunakan kabel jumper dan disusun pada sebuah breadbox.
Kemudian untuk perancangan algoritma routing dinamis, node harus dapat mengetahui semua node tetangga yang berada didalam jangkauannya dengan cara bertukar pesan route request dan route respon berikut adalah format pesan route request dan route respon.
IdType Messag
e
LocalA ddress
IdRoute Message
Outgoin g.length
Outg oing
Gambar 2 Format pesan route request
Pada gambar 2 merupakan format pesan
route request yang dikirimkan oleh nodeyang berfungsi untuk mencari node tetangga yang memiliki koneksi dengan gateway.
Pesan berisi idTypeMessage yang berfungsi untuk mengetahui apakah pesan tersebut pesan route atau pesan data sensor, localAddress berisi alamat node pengirim, idRouteMessage berisi id untuk mengetahui apakah pesan yang dikirimkan adalah pesan
route request atau pesan route response,
outgoing.length berisi panjang pesan, dan outgoing berisi pesan yang dikirimkan.
IdTy pe Me ssa ge
Loc alA ddr ess
IdRo ute Mes sage
de sti na tio n
con nect ionS tatu s
rel ay Nu mb er
Out goin g.le ngt h
O ut go in g
Gambar 3 Format pesan route response
Pada gambar 3 merupakan format pesan
route response yang dikirimkan oleh node relay atau gateway. Pesan route responsedikirimkan dengan menambahkan informasi destination atau alamat penerima pesan, connectionStatus atau status koneksi apakah terkoneksi dengan gateway atau tidak, relayNumber berisi informasi relay keberapakah
nodepengirim.
outgoing.length berisi panjang pesan, dan outgoing berisi pesan yang dikirimkan.
4. IMPLEMENTASI
Berdasarkan perancangan sistem yang telah dibuat, terdapat empat buah node yang masing masing terdiri dari mikrokontroller arduino nano dan modul komunikasi nirkabel LoRa HopeRF- RFM9x, kedua perangkat itu disusun ke sebuah breadbox yang dihubungkan menggunakan kabel jumper pada gambar 4 merupakan hasil implementasi perangkat sensor node.
Gambar 4. Perangkat Node Sensor
Kemudian pada gateway memiliki perangkat yang mirip dengan node sensor, mikrokontroller menggunakan arduino nano dan modul komunikasi menggunakan LoRa HopeRF-RFM9x. Kedua perangkat itu disusun menggunakan breadbox dan dihubungkan
merupakan hasil implementasi perangkat gateway.
Gambar 5. Perangkat Gateway
5. PENGUJIAN SISTEM
Pengujian sistem terdiri dari pengujian fungsional dan pengujian kinerja. Pengujian fungsional dilakukan agar dapat mengetahui apakah sistem bekerja sesuai dengan kebutuhan dasar sistem atau sesuai dengan tujuan utama sistem dibuat. Hasil pengujian fungsional sistem dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil pengujian fungsional
No Fungsi Hasil
Pengujian 1. Node Sensor
dapat
mengetahui semua
node tetangga yangberada pada
jangkauannya
Berhasil
2. Node
sensor dan
gateway
dapat
memperbaharui status mereka berdasarkan informasi yang disimpan pada tabel routing.
Berhasil
3. Node
sensor dapat memilih jalur routing terpendek untuk menuju ke gateway.
Berhasil
4. Node
sensor dapat mengirimkan data sensor ke gateway.
Berhasil
5. Relay
node dapat meneruskan data sensor dari node ke gateway.
Berhasil
6. Gateway
dapat Berhasil
menerima data sensor dari semua node
7. Node
sensor dapat memilih jalur baru saat node relay yang dipilih terputus atau menjauhi node sensor
Berhasil
Kemudian untuk pengujian kinerja dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem dan modul komunikasi LoRa HopeRF-RFM9x dalam melakukan pengiriman data berdasarkan waktu konvergensi, packet delivery ratio, dan delay dengan pengaruh jarak antar node, dan jumlah lompatan dari node sensor ke gateway.
Pengujian kinerja waktu konvergensi dilakukan untuk mengetahui seberapa lama node dalam mengumpulkan informasi jaringan dan menyimpannya kedalam tabel routing.
Kemudian pengujian kinerja packet delivery ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa sukses packet yang dikirim oleh node diterima oleh gateway. Yang terakhir untuk pengujian delay dilakukan untuk mengetahui seberapa lama packet dikirim dari node ke gateway.
Pengujian tersebut dilakukan dengan pengaruh jarak 50 meter dan 100 meter dan jumlah lompatan sebanyak 1 hop, 2 hop, dan 3 hop.
Pengujian dilakukan pada sebuah perumahan di kota Malang yang padat pemukiman, yang terdapat gangguan dari sinyal lain. Hasil pengujian waktu konvergensi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Pengujian Kinerja Waktu Konvergensi Jarak Waktu Konvergensi
50 meter 7.365 s
100 meter 10.807 s
Berdasarkan tabel 2, didapatkan pengukuran waktu konvergensi pada sisi gateway. Waktu konvergensi didapatkan pada jarak 50 meter sekitar 7 detik dan pada jarak 100 meter didapatkan waktu sekitar 10 detik. Hasil pengujian kinerja PDR dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Pengujian Kinerja delay
Jarak Presentase packet loss dari jumlah lompatan (hop)
1 hop 2 hop 3 hop
50 meter 12 % 8 % 2 %
100 meter 6 % 10 % 18 %
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian packet loss dari sistem, pada jarak 50 meter dengan jumlah lompatan 1 kali didapatkan packet loss sebesar 12%, untuk jumlah lompatan 2 kali didapatkan packet loss sebesar 8%, dan untuk jumlah lompatan 3 kali didapatkan packet loss sebesar 22%. Pada jarak 100 meter dengan jumlah lompatan 1 kali didapatkan packet loss sebesar 6%, untuk jumlah lompatan 2 kali didapatkan packet loss sebesar 10%, dan untuk jumlah lompatan 3 kali didapatkan packet loss sebesar 18%.
Gambar 6 Grafik pengujian packet loss
Pada gambar 6 dapat dilihat grafik hasil pengujian kinerja dari packet loss bevariasi pada setiap jarak dan jumlah lompatan. Packet loss yang didapat pada pengujian ini jika berdasarkan pengelompokan kategori packet loss (ETSI, 1999) hasil pengujian e pada gambar dengan jumlah lompatan 1 hops dan jarak 50 meter mendapatkan presentase jumlah paket loss sebesar 12% tergolong dalam kualitas baik.
Kemudian pada jumlah lompatan sebesar 2 hops mendapatkan presentase jumlah packet loss sebesar 8 % tergolong dalam kualitas baik.
Untuk jumlah lompatan sebanyak 3 hops didapat presentase jumlah packet loss sebesar 22%
tergolong kualitas sedang. Kemudian untuk jarak 100 meter dengan jumlah lompatan sebanyak 1 hops didapat presentase jumlah packet loss sebesar 6 % tergolong kualitas baik.
Untuk jumlah lompatan sebanyak 2 hops didapat presentase packet loss sebesar 10% termasuk kualitas baik. Kemudian untuk jumlah lompatan sebanyak 3 hops didapat presentase packet loss sebesar 18% termasuk kualitas sedang.
Dari hasil pengujian presentase dari packet loss yang naik turun dengan perubahan jarak dan jumlah lompatan dapat disebabkan oleh faktor diluar dari sistem seperti sinyal nirkabel perangkat lain dikarenakan lokasi pengujian bertempat pada daerah perkotaan. Selain itu faktor lain seperti wiring yang tidak sempurna pada perangkan node dan gateway juga dapat mempengaruhi kinerja dari sistem itu sendiri (Wisduanto, Bhawiyuga, & Kartikasari, 2019).
Kinerja packet loss terbaik didapat pada jarak 100 meter dengan jumlah lompatan sebanyak 1 hops sedangkan kinerja terburuk didapat pada jarak 50 meter dengan jumlah lompatan sebanyak 3 hops. Hasil pengujian delay dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Pengujian Kinerja Delay
Jarak
Rata rata delay dari berdasarkan jumlah lompatan (hops) 1 hop 2 hop 3 hop 50 meter 276 ms 324 ms 387 ms 100 meter 453 ms 653 ms 755 ms
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat hasil pengujian delay packet dari sistem, pada jarak 50 meter dengan jumlah lompatan 1 kali didapatkan delay sebesar 276ms, untuk jumlah lompatan 2 kali didapatkan delay sebesar 324ms, dan untuk jumlah lompatan 3 kali didapatkan delay sebesar 387ms. Pada jarak 100 meter dengan jumlah lompatan 1 kali didapatkan delay sebesar 453ms, untuk jumlah lompatan 2 kali didapatkan delay sebesar 653ms, dan untuk jumlah lompatan 3 kali didapatkan delay sebesar 755ms.
Gambar 7 Grafik pengujian delay
Pada gambar 7 merupakan grafik hasil pengujian kinerja delay yang didapatkan.
Berdasarkan pengelompokan kategori kinerj TIPON delay yang dihasilkan pada jarak 50 meter dengan jumlah lompatan 1 hops dengan
hasil 276ms tergolong kualitas baik. Sedangkan pada jumlah lompatan 2 hops dengan hasil 324ms tergolong kualitas baik. Kemudian pada jumlah lompatan 3 hops dengan hasil 387ms tergolong kualitas sedang. Untuk jarak 100 meter dengan jumlah lompatan 1 hops dengan hasil 453ms tergolong kualitas buruk. Kemudian untuk jumlah lompatan 2 hops dengan hasil 653ms tergolong kualitas buruk. Dan terakhir dengan jumlah lompatan 3 hops didapat hasil 755ms tergolong kualitas buruk.
Delay yang didapatkan pada pengujian akan cenderung naik seiring dengan bertambahnya jarak yang ditempuh dan semakin banyak jumlah relay yang dilewati (Lundell, Hedberg, Nyberg,
& Fitzgerald, 2018). Hal ini sesuai dengan pengujian yang dilakukan delay cenderung naik sesuai dengan penambahan jarak dan jumlah hops yang harus ditempuh untuk menuju ke gateway. Hasil presentase kinerja delay terbaik didapat pada jarak 50 meter dengan jumah lompatan sebanyak 1 hops, sedangkan hasil kinerja terburuk didapat pada jarak 100 meter dengan jumlah lompatan sebanyak 3 hops.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pada bab perancangan, implementasi, dan pengujian yang telah dilakukan adalah :
1. Pertukaran informasi antar node dilakukan dengan cara mengirimkan paket route request, dan dibalas dengan route response.
Pada paket route request menggunakan format paket idTypeMessage, localAddress, dan idRouteMessage kemudian pada paket route response
menggunakan format paket
idTypeMessage, localAddress, idRouteMessage, destination, connectionStatus, dan relayNumber.
Informasi dari route response tersebut disimpan kedalam sebuah tabel routing yang dibuat menggunakan array 2 dimensi.
Pesan route request dikirimkan secara broadcast kesemua node tetangga.
2. Pemilihan jalur untuk menuju ke gateway menggunakan informasi yang terdapat pada tabel routing. Menggunakan variable connectionStatus akan dipilih alamat tujuan pengiriman paket selanjutnya.
3. Pemulihan jalur terbaru yang dilakukan oleh node menggunakan cara pengiriman paket route request ulang, dalam jangka waktu 10 detik sebuah node akan menghapus tabel routingnya dan kemudian akan mengirimkan pesan route request baru ke node tetangga yang ada. Ketika mendapatkan pesan route response maka node akan memilih jalur pengiriman yang baru.
4. Pemilihan jalur pengiriman menuju ke gateway terpendek dilakukan dengan cara melihat informasi yang terdapat pada tabel routing. Variable relayNumber merupakan ukuran seberapa jauh node tetangga tersebut untuk menuju ke gateway. Node akan memilih nilai relayNumber terkecil dengan cara menggunakan algoritma search minimum.
Berikut adalah beberapa saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya yang ingin mengembangkan sistem atau memperbaiki sistem yang telah dibuat yaitu sebagai berikut :
1. Jumlah dari node yang digunakan adalah 4 node dengan 1 node bertugas sebagai gateway, diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan jumlah node yang lebih banyak agar komunikasi dari end node ke gateway dapat lebih jauh jaraknya.
2. Pada penelitian ini penulis menggunakan modul komunikasi LoRa HopeRF-RFM9x yang memiliki frekuensi yang berbeda dan menemukan kendala terkadang komunikasi antara node tidak dapat terjadi. Sehingga disarankan menggunakan modul komunikasi LoRa yang memiliki frekuensi yang sama.
7. DAFTAR REFERENSI
A, V., Raghunath, K. K., Dhulipala, V. S., & R.
C. (2011). Role of Relay Node in Wireless Sensor Network: A Survey.
Alliance, L. (2019). Retrieved Agustus 30, 2019, from https://www.lora-alliance.org Cruz, M. A., Rodrigues, J. J., Al-Muhtadi,
Korotaev, V. V., & Albuquerque, V. H.
(2018). A Reference Model for Internet of Things Middleware. IEEE Internet of Things Journal, 5, 871-883.
Dargie, W., & Christian, P. (2011).
Fundamentals of Wireless Sensor
Networks: Theory and Practice.
Chichester: Wiley.
ETSI. (1999). Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Networks (TIPHON); General aspects of Quality of Service (QoS).
F, K., M, W. J., M, A., M, S. B., & A, M. O.
(2014). A review on wireless sensor node architectures. 9th International Symposium on Reconfigurable and Communication-Centric Systems-on-Chip (ReCoSoC), 1-8.
Huda, N., Trisnawan, P. H., & Primananda, R.
(2020). Implementasi Routing Static Pada Wireless Sensor Network Menggunakan Modul Komunikasi LoRa. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2705-2712 .
K. F., M. A., M, W. J., M, S. B., & M. O. (2014).
A review on wireless sensor node architectures. 9th International Symposium on Reconfigurable and Communication-Centric Systems-on-Chip (ReCoSoC), 1-8.
Kamali, M., & Petre, L. (2015). Comparing Routing Protocols. 20th International Conference on Engineering of Complex Computer Systems.
Lundell, D., Hedberg, A., Nyberg, C., &
Fitzgerald, E. (2018). A Routing Protocol for LoRa Mesh Network. 2018 IEEE 19th International Symposium on "A World of Wireless, Mobile and Multimedia Networks.
Minerva, R., Biru, A., & Rotondi, D. (2015).
Towards a definition of the Internet of Things (IoT). IEEE IoT Initiative white paper, 86.
Semtec. (2019). Retrieved 1 18, 2019, from https://www.semtech.com/lora
Silva, J. d., Rodrigues, J. J., Alberti, A. M., Solic, P., & Aquino, A. L. (2017). LoRaWAN - A Low Power WAN Protocol for Internet Of Things: a Review and Opportunities.
2017 2nd International Multidisciplinary Conference on Computer and Energy Science (SpliTech), 1-6.
Wisduanto, R. G., Bhawiyuga, A., &
Kartikasari, D. P. (2019). Implementasi Sistem Akuisisi Data Sensor Pertanian
Menggunakan Protokol Komunikasi LoRa. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer .
Yim, D., Chung, J., Cho, Y., Song, H., Jin, D., Kim, S., et al. (2018). An Experimental LoRa Performance Evaluation in Tree Farm.