• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sejenis dengan yang akan dilakukan oleh peneliti. Peneliti memakai jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sejenis dengan yang akan dilakukan oleh peneliti. Peneliti memakai jurnal"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

29 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjelaskan terkait dengan riset terdahulu yang telah dilakukan oleh penelitian lain yang juga sebagai rujukan yakni penelitian yang sejenis dengan yang akan dilakukan oleh peneliti. Peneliti memakai jurnal yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan atau yang berkaitan dengan evaluasi program penanggulangan bencana sebagai acuan dalam menulis karya ilmiah.

Selain itu fungsi pada penelitian terdahulu ini yaitu untuk mengetahui bagimana cara evaluasi dari beberapa program yang di teliti oleh orang lain di berbagai tempat sehingga peneliti dapat memahami perbedaan hasil penelitian dengan hasil penelitian yang sebelumnya di tempat yang berbeda serta untuk memahami teori evaluasi kebijakan secara lebih mendalam.

Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan terkait dengan beberapa penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menjadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya serta menjadikan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pertama, jurnal yang berjudul “Evaluasi Program Kelurahan Tangguh Bencana di Kota Padang”, yang ditulis oleh Rimala Salwa.

Metode penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori evaluasi milik stuflebeam. Teori ini membagi membagi evaluasi menjadi empat macam yaitu, Context Evaluation, Input Evaluation, Process Evaluation, Product Evaluation.

Hasil dari penelitian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi atau menilai apakah program ketahanan bencana kecamatan telah

(2)

30 berjalan secara optimal dan apakah program tersebut layak untuk dilanjutkan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.

Pemilihan informan dilakukan melalui purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi studi; kemudian data tersebut dianalisis melalui penyajian data, reduksi data, dan verifikasi dari data.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara berupa butir-butir soal yang telah disiapkan, sedangkan untuk dokumentasi pendukungnya terkait penelitian makan alat pendataan yang peneliti gunakan adalah kamera, handphone, dan alat perekam yang berguna untuk merekam wawancara dengan informan sehingga dapat memudahkan penyusunan data dan uji keabsahan data ini menggunakan triangulasi sumber teknik, dan kemudian data dianalisis dengan teknik data kualitatif. Sehingga hasilnya Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa program yang telah dilakukan di Desa Lolong Belanti Kota Padang belum optimal dan tujuan program belum tercapai sebagai utuh (Salwa & Alhadi, 2019).

Kedua, jurnal yang berjudul “Evaluasi Implementasi Kebijakan Dalam Penanggulangan Bencana Banjir”, yang ditulis oleh Adinda Nurul Hikmah.

Metode penelitian pada penelitian ini adalah mixed methodology yaitu sebagai upaya mengonbinasikan tipe penelitian kualitatif dan kuantitatifdengan menggunakan teoeri evaluasi dari William N Dunn. Lokasi dari penelitian ini dilakukan pada perumahan Pondok Gede Permai (PGP), Jatiasih, Kota Bekasi

Hasil dari penelitian diatas, Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penilaian implementasi kebijakan pada penanggulangan bencana banjir yg diterapkan oleh pemerintah wilayah pada lingkungan perumahan tempat

(3)

31 Pondok Gede Permai (PGP), Kota Bekasi, periode 2013-2014. Penelitian ini memakai pendekatan metodologi campuran buat evaluasi menggunakan William Dunn. Populasi pada penelitian ini merupakan rakyat perumahan pada Pondok Gede Permai, Jatiasih, Kota Bekasi. Teknik pengambilan sampel yg dipakai merupakan non probability pengambilan sampel menggunakan jenis purposive sampling & jumlah sampel sebesar 95 responden. Itu teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur, angket, & studi literatur. Data dianalisis dengan memakai kombinasi pendekatan, yaitu kuesioner kuantitatif menggunakan skor tertinggi lima (5) & nilai terendah 1 (satu) dan data kualitatif menggunakan reduksi, penyajian data, & penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini memberitahukan bahwa penilaian terhadap implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah wilayah Kota Bekasi dievaluasi berhasil oleh mayoritas orang menggunakan nilai rata-rata 54 total responden (Hikmah, 2017).

Ketiga, jurnal yang berjudul “Evaluasi Kebijakan Bencana Alam (Studi Kasus Penanganan Pasca Banjir di SDN 1 Bendoroto, Kecamatan Majungan, Kabupaten Trengggalek”, yang ditulis oleh Nabila Hanun Zayain, Slamet Muchsin, Retno Wulan Sekarsari. Metode penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif ini mampu menafsirkan fenomena-fenomena yang terjadi dari waktu ke waktu serta mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi sekarang. Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini adalah di Desa Bendoroto, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek.

(4)

32 Hasil dari penelitian diatas. Evaluasi kebijakan memilih tingkat keberhasilan kebijakan yang sudah dilaksanakan. Dalam penanganan pasca bencana, pemerintah juga akan memilih siapakah aktor non-pemerintah yang akan dilibatkan pada proses kebijakan publik. Peneliti memakai jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif & strategi menggunakan studi kasus. Sumber data yang dipakai yaitu data utama & sekunder, dan pengumpulan data menggunakan wawancara,observasi, dokumentasi,& catatan lapangan. Analisis yang dipakai peneliti berupa analisis domain. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa upaya yang dilakukan Pemkab Trenggalek pada penanganan pasca bencana pada Sekolah Dasar Negeri 1 Bendoroto terdapat beberapa tahap. Dari yang pertama peninjauan lokasi terdampak dengan tujuan mengetahui apasaja yang wajib ditindak lanjuti. Kemudian pendirian sekolah darurat sementara waktu sampai terdapat kebijakan selanjutnya. Peneliti menaruh saran berupa perbaikan & monitoring tanggul (DAS), Pendirian Kampung Siaga Bencana, Peningkatan Bina Lingkungan BJT & Pendanaan CSR BJT (Nabila Hanun Zayain 1, 2020).

Keempat, jurnal yang berjudul “Evaluasi Kebijakan Pasca Bencana (Studi Kasus Bencana di Sulawesi Tengah)”, yang ditulis oleh Muhammad Ahsan Samad, Erdiyansyah, Rina Wulandari. Metode penelitian pada penelitian ini adalah kualitatif dengan berbagai fenomenologi. Fokus penelitian pada paper ini adalah masyarakat kota Palu yang terdampak bencana dan bagaimana kebijakan pemerintah kota dalam menyikapi kondisi perekonomian pasca bencana.

(5)

33 Hasil dari penelitian diatas, Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi

& menggambarkan evaluasi dampak & perilaku masyarakat terhadap kondisi perekonomian pasca bencana pada kota Palu & mengetahui kebijakan publik pemerintah setempat dalam menangani perkara tersebut. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, studi literature, & pengolahan data sekunder berdasarkan berbagai elemen sosial. Selain itu pengambilan data dilakukan menggunakan cara wawacara pada narasumber yang merasakan dampak eksklusif berdasarkan bencana gempa,tsunami & likuifaksi pada Palu,Sigi & Donggala. Hasil penelitian menerangkan bahwa dampak pasca bencana yang dirasakan oleh masyarakat Kota Palu secara umum berada dalam klasifikasi “berat”. Kondisi sosial ekonomi masyarakat kota Palu meliputi beberapa aspek, mulai berdasarkan kondisi geografis yg berada dalam zona rawan bencana, kondisi kesehatan sangat memprihatinkan pasca bencana.

Kesimpulan penelitain ini menujukkan bahwa eskalasi bencana alam kota Palu dievaluasi relatif besar lantaran terdiri dari 3 macam bala yaitu Gempa Bumi, Tsunami & Liquifasi pada kurun waktu sama. Kota Palu adalah ibukota Provinsi sekaligus menjadi sentra ekonomi & pemerintahan Provinsi Sulawesi Tengah. Rusaknya infrakstruktur pergudangan ditambah menggunakan adanya penjarahan yang massiv dari oknum masyarakat dalam gudang-gudang suplai logistik menyebabkan barang yang semestinya didistribusikan baik ke kota ataupun ke kabupaten akhirnya tidak bisa dilaksanakan(Samad et al., 2020).

Kelima, jurnal yang berjudul “Evaluasi Penanggulangan Bencana di Kota Pelembang (Studi Kasus Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2018)”, yang ditulis oleh Satria Adi

(6)

34 Nugraha, Doris Febriyanti, Novia Kencana. Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Proccess, Product) yang dikembangkan oleh Stuflebeam pada 1965.

Hasil dari pembahasan penelitian. Bencana terbagi menjadi tiga faktor yaitu alam, nonalam maupun faktor manusia salah satunya bencana kebakaran sehingga menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. dalam penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui evaluasi apa saja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam menanggulangi bencana kebakaran di Kota Palembang. Penelitian ini menggunakan konsep CIPP (context, input, process, product) yang dikembangkan oleh stufflebean. Evaluasi kontek cara menilai kebutuhan serta memberikan gambaran terhadap lingkungan tempat penelitian, Evaluasi input menentukan masukan sumber-sumber yang akan digunakan, Evaluasi proses untuk mengetahui sejauh mana rencana yang diterapkan dalam keberhasilan program, maka hasil di lapangan menunjukkan bahwa belum efektif dalam menanggulangi bencana daerah dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana.

Keuangan yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daaerah Provinsi Sumatera Selatan masih sangat minim atau keterbatasan biaya sehingga penanggulangan bencana belum berjalan secara optimal. Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan yang harus sering dilakukan untuk menambah wawasan, kemampuan teknis personil dan menghasilkan individu petugas yang kompeten sehingga tujuan program visi dan misi berjalan dengan optimal (Nugraha et al., 2020).

(7)

35 Keenam, jurnal yang berjudul “Evaluasi Program Pengurangan Resiko Bencana Terpadu Berbasis Masyarakat”, yang ditulis oleh Nur Khanif, Bambang Suteng Sulasmono, Bambang Ismanto.

Hasil dari pembahasan penelitian tersebut. Penelitian ini mengevaluasi Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di SMP Negeri 1 Selo. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan model CIPP yang dilakukan berdasarkan Konteks, Input, Proses dan Produk dalam pelaksanaan Program PRB. Pengumpulan data teknik dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Analisis data dalam Penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data dan verifikasi. Pelajaran ini menggunakan triangulasi untuk memvalidasi data. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Dalam konteks evaluasi, Program Pendidikan PRB di SMP Negeri 1 Selo termasuk dalam kategori baik, karena di sesuai dengan kebutuhan sekolah. Sekolah tidak hanya mendapat dukungan dari luar pihak, tetapi juga memiliki tujuan, latar belakang, dan persyaratan yang jelas untuk pengorganisasian. (2) Dalam mengevaluasi Input, program ini menjawab kebutuhan sekolah. Jumlah SDM terlibat dan kompeten sudah cukup. Sarana dan prasarana serta dana juga memadai.

Mekanisme yang dimiliki sekolah jelas dan rinci. Masukan program adalah dianggap baik. (3) Dalam Proses, sebagian besar kegiatan (3-5 kegiatan) dapat dilaksanakan dengan baik. Sumber daya manusia terpenuhi dan berfungsi.

Pendanaan tersedia tetapi tidak efisien dan ada adalah kurangnya infrastruktur.

Secara umum, pelaksanaannya sudah mengikuti mekanisme. Itu Proses PRB di SMP Negeri 1 Selo dinilai wajar, (4) Secara Produk, sebagian besar kegiatan dalam Program PRB tercapai, pengetahuan dan keterampilan warga sekolah

(8)

36 meningkat secara signifikan tetapi sikap/kepedulian warga sekolah terhadap bencana belum meningkat secara signifikan dan memberikan dampak yang cukup besar. Dengan demikian, produk dianggap adil. Berdasarkan hasil penelitian, kebijakan keberlanjutan dapat diambil. Program perlu dilanjutkan dengan perbaikan mekanisme terutama dalam bentuk penjadwala dan rencana keberlanjutan program dan peningkatan sarana prasarana (Khanif et al., 2021)

Ketujuh, jurnal yang berjudul “Evaluasi Efektivitas Satuan Reaksi cepat Penanggulangan Bencana Wilayah Barat (Evaluation The Effectiveness of Disaster Rapid Response Unit in Western Area of Indonesia)”, yang ditulis oleh Jajat Suarjat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas SRC PB terutama di wilayah barat setelah didirikan. Kemudian cetak biru dibuat sebagai acuan untuk menjalankan SRC PB dengan cepat dalam menghadapi bencana. Setelah Mengetahui kendala cetak biru dan tantangan, kemudian eksplorasi strategi pemangku kepentingan untuk meningkatkan efektivitas SRC PB di masa depan. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi (kombinasi kualitatif dan kuantitatif). metode). Metode kualitatif menggunakan wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen, sedangkan kuantitatif menggunakan daftar periksa dan indeks efektivitas organisasi. Hasil penelitian ini adalah indeks efektivitas PB SRC wilayah barat yang dibandingkan antara cetak biru dan indeks pelaksanaannya sebesar 0,358, artinya tingkat efektivitas sedang.

Jadi memerlukan tindakan perbaikan dalam jangka pendek. Efektivitas SRC PB memadai, tetapi tujuan dan fungsi SRC PB dalam penanggulangan bencana masih berpotensi gagal (Suarjat, 2017).

(9)

37 Kedelapan, jurnal yang berjudul “Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Pemberdayaan dan Pengembangan Ketangguhan Masyarakat Desa Tangguh Bencana di Provinsi Riau”, yang ditulis oleh Ratih Setyo Rini, Puji Yuniarti, Wiwin Wianti.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan Pemberdayaan dan Pengembangan Kegiatan Ketahanan Masyarakat di Desa Tangguh Bencana di Riau Propinsi. Untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mampu memberikan penilaian terhadap beberapa hal aspek penilaian, pemantauan pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui wawancara langsung dengan pelaku kegiatan dan membaca literatur melalui dokumen dan laporan pelaksanaan kegiatan. Secara umum, semua tahapan Kegiatan Pemberdayaan dan Pengembangan Ketahanan Masyarakat dalam Ketahanan Bencana Desa yang telah dilakukan di Provinsi Riau yaitu di Kabupaten Siak dan Kampar Daerah. Di Kabupaten Siak, kegiatan dilakukan di 3 (tiga) kecamatan dan 3 (tiga) desa/kelurahan. Sedangkan di Kabupaten Kampar, kegiatan dilakukan di 2 (dua) kecamatan dan 2 (dua) desa/kelurahan.

Pemberdayaan dan Pengembangan Ketahanan Masyarakat Desa Tangguh Bencana di Provinsi Riau. Secara umum memiliki mencapai tujuannya, namun pada saat pelaksanaan tahapan kegiatan masih menghadapi beberapa masalah.

Salah satu saran untuk meningkatkan kegiatan adalah menyediakan anggaran untuk pelatihan (kontinuitas) pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, relawan desa dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan (Ratih Setyo Rini, Puji Yuniarti, 2021).

(10)

38 Kesembilan, jurnal yang berjudul “Evaluasi Efektivitas Implementasi Program Penanggulangan Bencana Banjir di Aceh Barat”, yang ditulis oleh Zurayna Sari.

Kabupaten Aceh Barat merupakan daerah berpotensi tinggi terhadap ancaman bencana banjir. Sehingga, pemerintah menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) tahun 2012-2017 yang salah satunya berisi fokus program dan kegiatan perlindungan masyarakat bencana banjir terdiri dari 7 program dan 20 kegiatan. Sejak tahun 2012, program dan kegiatan tersebut mengalami banyak hambatan dalam implementasinya. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektifitas implementasi program penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Aceh Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah deduktif kualitatif. Untuk mendukung evaluasi efektiftas dilakukan observasi dan wawancara dengan narasumber terkait serta pengumpulan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif analitis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa implementasi program penanggulangan bencana banjir tidak efektif dikarenakan tidak terlaksananya semua program dan kegiatan yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran, minimnya kemampuan instansi pelaksana dan peralatan, serta kurangnya koordinasi dan sosialisasi antar intansi pelaksana (Sari, 2017).

Kesepuluh, jurnal yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Desa Tangguh Bencana Desa Sambungrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang tahun 2019”, yang ditulis oleh Ma’rif Nanang Suryana dan Sriyono.

(11)

39 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan program desa tangguh bencana, mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap program desa tangguh bencana dan hambatan dalam pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 653 KK dengan sampel sebanyak 65 KK. Alat dan teknik pengambilan data menggunakan dokumentasi, kuesioner, dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini analisis deskriptif kualitatif dan analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Proses pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa Sambungrejo Tahun 2019 belum terlaksana secara optimal, ketercapaian indikator pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa Sambungrejo masuk dalam kategori Desa Tangguh Bencana Tingkat Pratama, (2) Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program desa tangguh bencana tergolong rendah dengan skor 29,4, (3) Ditemukan hambatan dalam pelaksanaan Program Desa Tangguh Bencana Desa Sambungrejo berupa rendahnya kapasitas masyarakat, kurangnya sosialisasi pengurangan risiko bencana, kurangnya daya dukung pemerintah desa dan terbatasnya anggaran program (Suryana &

Sriyono, 2021).

2.2 Perbedaan Penelitian

Perbedaan dengan penelitian terdahulu jika dibandingkan dengan penelitian saya saat ini adalah dimana pada penelitian terdahulu masih belum ada yang ada yang menggunakan teori dari Willian n Dunn dengan menggunakan metode penelitian Kualitatif, dimana penelitian saya akan menjelaskan mengenai hasil dari wawancara, observasi dan dokumentasi

(12)

40 tentang evaluasi kebijakan kelurahan Tangguh melalui program Siaga Mandiri Relawan Tangguh (SMART) di Kelurahan Sisir, kecamatan Kota Batu dengan Metode penelitian Kualitatif.

Perbedaan yang kedua terdapat pada Lokasi penelitian dimana penelitian terdahulu tidak ada yang melakukan penelitian di Kota Batu khususnya Kelurahan Sisir, sedangkan penelitian saya ini mengambil lokasi di Kelurahan Sisir, Kota Batu Jawa Timur. Dengan alasan Kelurahan Sisir ini merupakan Kelurahan terluas dan menjadi pusat Kota Batu. Kelurahan Sisir memiliki tingkat resiko bencana alam yang cukup tinggi sehingga menurut saya lokasi ini menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan penelitian tentang evaluasi kebijakan kelurahan Tangguh melalui program Siaga Mandiri Relawan Tangguh (SMART).

Perbedaan selanjutnya terdapat pada focus dan hasil penelitian yang dimana penelitian terdahulu membahas mengenai proses pelaksanaan, hambatan, dan partisipasi dari masyarakatnya. Sedangkan penelitan saya memfokuskan pada hasil evaluasi dari adanya program Siaga Mandiri Relawan Tangguh (SMART) di Kelurahan Sisir Kecamatan Batu Kota Batu yang menjadi wilayah rawan akan bencana alam.

Selain itu, perbedaan yang ada terletak pada subyek penelitian yang dimana pada penelitian terdahulu memfokuskan pada masyarakat yang terdampak bencana sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis memfokuskan pada pelaksana program SMART dan juga pada masyarakat penerima program SMART. Sehingga hasil evaluasi yang didapat memiliki

(13)

41 hasil yang seimbang antara pelaksana program dan penerima program SMART yang ada di Kelurahan Sisir Kecamatan Batu Kota Batu.

2.3 Evaluasi kebijakan

Istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan, masing-masing yang menunjukkan pada aplikasi beberapa skala nilai tehadap sebuah kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi disamakan dengan penaksiran (apprasial), pemberian angka (ratting), dan penilaian (assesment) yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil dari kebijakan dalam arti satunan nilainya. Secara spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi dari informasi mengenai nilai atau manfaat dari hasil kebijakan. Ketika hasil dari kebijakan memiliki sebuah nilai, hal ini dikarenakan hasil tersebut memberikan sumbangan pada sebuah tujuan dan sasaran. dalam hal ini kebijakan atau program yang telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna berarti bahwa masalah kebijakan dibuat jelas dan diatasi (William N. Dunn, 1999).

Gambaran dari evaluasi adalah evaluasi yang menghasilkan tuntutan- tuntutan yang juga bersifat evaluative. Dalam hal ini pertanyaan yang idsampaikan bukan mengenai fakta (apakah sesuatu tersebut ada?) atau aksi (Apakah yang harus dilakukan selanjutnya?) tetapi sebuah Nilai (berapa nilai dari sesuautu yang sudah dikerjakan atau yang sudah berjalan?). Karena itu sebuah evaluasi memiliki sejumlah karakteristik yang dapat membedakan dari metode-metode kebijakan yang lainya :

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda halnya dengan sebuah pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut kebutuhan atau sebuah nilai dari sesuatu kebijakan atau sebuah program. Sebuah evaluasi

(14)

42 merupakan usaha untuk menentukan manfaat ataupun kegunaan social kebijakan atau sebuah program dan bukan hanya sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi dari kebijakan yang terantisipasi atau tidak terantisipasi. Karena sebuah ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, kegiatan evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntuan evaluasi bergantung pada fakta ataupun nilai. Untuk dapat menyatakan bahwa kebijakan atau program tertebtu telah mencapai pad atingkat kenerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan secara actual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk dapat memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu proses pemantauan meruapakan prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluative, berbeda dengan tuntutan-tuntutan yang bersifat advokatif yang diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, dibandingkan dengan hasil di masa depan, evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi- aksi yang dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis nilai yang bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksiaksi yang dilakukan (ex ante).

4. Dualitas Nilai. Nilai-nilai yang mendasari atas tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, kaena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus caranya. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh

(15)

43 berkenaan dengan nilai yang ada misalnya hal mengenai Kesehatan dapat dianggap sebagai intrinsic (diperlukan bagi dirinya) atau ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian

tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata sedemikian rupa dalam sebuah hirarki yang merefleksikan kepentingan relative dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaan.

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.

Pertama, dan yang paling penting yaitu evauasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui Tindakan public.

Dalam hal ini evluasi menjelaskan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya perbaikan dlam bidang Kesehatan) dan target tertebtu (sebagai contoh adalah 20 perses pengerungan penyakit kronis pada tahun 2017) telah dicapai.

Kedua, evaluasi memberikan sumbangan pada klrafikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan medefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target tersebut. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan taget dalam hubungan dengan masalah yang ingin dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis juga dapat meguji alternatif sumber dari nilai yaitu (misalnya kelompok kepentingan dan pegawai negeri, kelompok- kelompok klien) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, social, substantif).

(16)

44 Ketiga, evaluasi memberikan sumbangan [ada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.

Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target diperlukan mendefinisikan secara berulang. Proses evaluasi juga dapat menyembang pada definisi akternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa akternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

2.4 Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada semua tindakan untk mengurangidampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk juga kesiapan dan Tindakan- tindakan pengurangan resiko jangkan Panjang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana (“UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana,” 2007) pada Bab 1 Pasal 1 disebutkan yaitu pengertian mitigasi yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan Tindakan- tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui sebelumnya dan juga prises perencanaan untuk merespons terhadap bencana yang akan terjadi

(17)

45 Proses mitigasi bencana melibatkan pencegahan bencana dan pengurangan dampak buruk bancana pada tahap minimal. Kebijakan mitigasi bencana merupakan kebijakan jangka Panjang yang dapat bersifat structural menggunakan pendekatan teknologi, sedangkan kebijakan nonstruktural meliputi legislasi dan perencanaan wilayah. Misalnya kebijakan penetapan rencana umum tata ruang wilayah. Meisalnya kebijakan penetapan rencana umum tata ruang untuk mencegah banjir (Dian Tamitiadini, Isma Adila, 2019).

Secara umum pengertian dari mitigasi bencana adalah segala usaha untuk meniadakan atau mengurangi korban dan kerugian yang mungkin timbul dan perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana. Prinsipnya kegiatan mitigasi bencana harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam atau bencana yang diakibatkan oleh perbuatan manusia. Kegiatan mitigasi bencana diantaranya adalah :

1. Pengenalan dan pemantauan resiko bencana

2. Perencanaa partisipastif penanggulangan bencana dan oengembangan budaya sadar bencana

3. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana

4. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman dari bencana

5. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam 6. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi

7. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang danpengelolaan lingkungan hidup

(18)

46 8. Simulasi bencana.

Sebagai tongkak dari pengelolaan bencana, terdapat beberapa prinsip- prinsip dasar yang dijadikan sebagai kunci untuk memfasilitasi pelaksanaan mitigasi bencana yang efektif. Dikuti dari ISDR (Unternational Strategy of Risk Reduction) beberapa prinsip dasar tersebut adalah :

1. Tanggung jawab atas semua pihak. Maksud dari tanggung jawab tersebut adalah kegiatan pengurangan resiko bencana merupakan tugas dan tanggung jawab dari semua pihak dan bukan hanya tanggung jawab dari satu pihak saja, maka dari itu berdasarkan prinsip ini, pelaksanaan mitigasi bencana merupakan tanggung jawab Bersama bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah saja.

2. Integrasi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah perencanaan dan pelaksanaan mitigasi bencana dimasukkan kedalam rencana dari strategi pembangunan baik di tingkat nasional maupun ditingkat local.

3. Pendekatan multi hazard. Yaitu penyelengaraan nitigasi bencana harus melibakan berbagai pihak dari ahli keilmuan dalam pengelolaan bencana agar tingkat efektifitas dan efisiensi biaya yang diperlukan menjadi lebih baik.

4. Berbasi pengembangan Sumber Daya Manusia yaitu pengembangan SDM juga menjadi hak yang penting dalam proses pengelolaan resiko bencana.

5. Desentralisasi. Bahwa penyelenggaraan mitigasi bencana diserahkan dan sekaligus menjadi tanggung jawab dari setiap

(19)

47 stakeholder baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, yang

sesuai untuk dapat lebih tanggap dan tepat terhadap penerapan Tindakan mitigasi.

6. Partisipatif. Yaitu dalam kegiatan pengurangan resiko bencana tersebut partisipasi masyarakat dalam memperkuat kapasitas dan pengetahuan masyarakat dan menyesuaikan dengan budaya local ke dalam kegiatan mitigasi bencana.

7. Pengarusutamaan gender. Yaitu informasi perbedaan gender perlu diidentifikasi dan digunakan untuk mematikan strategi yang diarahkan kepada kelompok yang tepat.

8. Kemitraan. Yaitu adanya Kerjasama antaramayarakat dengan sector swasta yang dapat memberikan peluang dalam mengurangi resiko bencana dan kerugian potensial serta memperkuat masyarakat.

9. Tindakan mitigasi bencana haruslah mempertimbangan keadaan berdasarkan situasi politik, social, ekonomi, budaya, lingkungan, dan jenis bahaya yang berbeda.

dari berbagai prinsip yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan mitigasi bencana adalah dari segi perencanaan dan penyelenggaraan, perencanaan dan penyelenggara. Erencanaan mitigasi bencana merupakan Langkah awak yang menentukan efektivitas suatu program mitigasi dan penyelenggaran meruapakan implementasi dari program-program yang telah direncanakan sebelumnya (Kurniadi, Y U., 2020).

(20)

48 Kejadian bencana tak luput dari kajian kebijakan public karena menyangkut Tindakan yang harus dilakukan atau yang tidak dilakukan (do or not to do) oleh pemerintah. Mitigasi bencana terbagi atas 2 pola yaitu:

1. Mitigasi structural yaitu upaya mitigasi untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi (seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunaan untuk memprediksi terjadinya

gelombang tsunami).

2. Mitigasi non-struktural yaitu upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya fisik sebagaimana yang ada pada mitigasi structural yaitu meliputi upaya pembuatan kebijakan, pembuatan suatu peraturan perundang-undangan tentang Penanggulangan Bencana, legislasi, perencanaan wilayah/tata ruang, pelatihan/pendidikan kebencanaan dan asuransi (Burhanudin Mukhamad Faturahman, 2018).

Dalam mitigasi non-struktural dapat dilakukan dengan proses pembuatan tata ruang kota,membangun kapasitas mesayarakat mengenai pencegahan bencana, legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan mitigasi bencana baik yang bersifat structural maupun yang bersifat non- struktural harus saling terintegrasi. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi resiko terjadinya suatu harus diimbangi dengan

(21)

49 penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang juga didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai.

Mitigasi bencana merupakan sebuah tuntutan bagi daerah/kabupaten maupun wilayah yang memiliki tingkat keraeanan bencana rendah hingga tingkat keraeanan yang tinggi. Secara umum mitigasi bencana belum menjadi sebuah keharusan sebagai prioritas pembangunan. Kenihilan tersebut bisa dilihat melalui visi dan misi pembangunan dari daerah yang sudah memiliki potensi rawan akan bencana. Dengan begitu mempertimbangan aspek dari mitigasi bencan berarti juga mitiigasi bencana juga sebagai proses kebijakan evaaltif yang menyebabkan perumusan ulang kebijakan.(Faturahman, 2017) Meskipun secara teoritis penanggulangan bencana mempunyai tahapan sendiri yaitu, prabencana-tanggap darurat-pasca bencana (Burhanudin Mukhamad Faturahman, 2018).

2.5 Kelurahan Tangguh

1. Kelurahan/Desa Tangguh Bencana

Kelurahan/Desa Tangguh bencana adalah salah satu perwujudan dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman bencana. Berdasarkan Perka BNPB Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Desa Tangguh Bencanayang menjelaskan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana merupakan Kelurahan/Desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman dan juga memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan ((BNPB), 2012). Tujuan dibentuknya Kelurahan/Desa Tangguh Bencana adalah untuk memberikan rasa aman

(22)

50 serta perlindungan antisipasi sejak dini kepada masyarakat, dapat melatih ketangguhan mental dan kesiapsiagaan perilaku dari masyarakat dalam menghadapi dampak bencana.

Terdapat komponen-komponen Kelurahan Tangguh Bencana berdasarkan Peraturan Perka Nomor 1 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

a. Legislasi

Legislasi merupakan peraturan dan kebijakan yang mengatur mengenai penanggulangan bencana yang berkaitan dengan program penanggulangan bencana.

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan pernyusunan dalam penanggulangan becana yang memfokuskan pada kegiatan rencana penanggulangan becana pada tingkat Kelurahan/Desa.

c. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan kegiatan pembentukan forum penanggulangan bencana yang berasal dari unsur pemerintah dan juga masyarakat, kelompok, atau tim relawan dari penanggulangan bencana baik dari tingkat Kelurahan/Desa, Dusun, RT dan RW.

d. Pendanaan

Pendanaan merupakan kegiatan pembiayaan yang digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana yang dimana dana tersebut didapatkan dari swadaya masyarakat sekitar.

(23)

51 e. Pengembangan Kapasitas

Pengembangan kapasitas adalah kegiatan pelatihan, pembinaan, dan penyebaran informasi kepada masyarakat khususnya kepada kelompok relawan dan para pelaku penanggulangan bencana agar dapat memiliki kemampuan dan berperan aktif juga sebagai pelaku utama dalam melalukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kegiatan- kegiatan pengurangan resiko bencana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

f. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah kegiatan yang memfokuskan pada pelaksnaan penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam kegiatan pelaksanaan kinerja Kelurahan Tangguh.

2. Prinsip Pelaksanaan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana

Prinsip-prinsip pelaksanaan program Kelurahan/Desa Tangguh Bencana menurut Perka BNPB Nomor 1 tahun 2012 adalah sebagai berikut:

a. Bencana Merupakan Tanggungjawab Bersama

Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam kehidupan di kalangan masyarakat yang sewaktu-waktu benacana bisa mendatangkan dampak bencana. Oleh sebab itu, diperlukan tanggung jawan Bersama baik dengan pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

b. Berbasis Pengurangan Resiko

(24)

52 Berbasis pengurangan resiko merupakan suatu penanggulangan bencana yang memfokuskan pada kegiatan meminimalisir dampak resiko bencana yang berbasis pengurangan resiko bencana yng melibatkan beberapa kalangan yaitu pemrintah, swasta, masyarakat maupun dengan perguruan tinggi ikut serta berpartisipasi dalam pengurangan resiko bencana dengan melakukan Kerjasama untuk mengurangi dampak resiko bencana.

c. Masyarakat Menjadi Pelaku Utama

Dalam proses mewujudkan program Kelurahan Tangguh Bencana diperlukan masyarakat yang aktif yang menjadi pelaku utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

d. Berdasarkan Kemanusiaan, keadilan, dan Kesetaraan Gender Dalam prinsip pelaksanaan Kelurahan Tangguh Bencana berdasarkan pada keadilan dan kesetaraan gender guna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendukung pemenuhan peningkatan masyarakat dalam mengembangkan sumber daya manusia untuk dimanfaatkan dalam prinsip pelaksanaan Kelurahan Tangguh Bencana.

e. Keberpihakan Kepada Kelompok Rentan

Dalam prinsip pelaksanaan Kelurahan Tangguh Bencana harus mementingkan keberpihakan masyarakat terhadap kelompok rentan. Oleh sebab itu, kelompok rentan tersebut berhak menerima pengakuan dari masyarakat Ketika terdampak

(25)

53 bencana. Adapun keberpihakan kelompok rentan adalah balita, ibu hamil, lansia, dan anak kecil harus mendapatkan pertolongan pertama dari pemerintah dan masyarakat Ketika terjadi bencana.

f. Transparansi dan Akuntabilitas

Diperlukannya transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan masyarakat dalam melakukan penanggulangan bencana.

Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat memiliki sifat terbuka dalam melakukan penanggulangan bencana sehingga Ketika terjadi bencana yang menimbulkan dampak bencana yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan hara benda dan fasilitas umum, maka pemrintah dan masyarakat dapat menyampaikan informasi berupa data-data dampak resiko dan kerugian akibat dampak bencana yang terjadi.

g. Kemitraan

Dalam menjalankan kegiatan oenangggulangan bencana diperlukannya korelasi hubungan kerjasan=ma berupa kemitraan antar instansi pemerintah untuk bekerjasama menjalankan program kegiatan yang sudah direncanakan.

Adapun upaya yang dilaksanakan dalam Kerjasama meliputi persamaan (equality), keterbukaan (transparency), dan saling menguntungkan (mutual benefit). Prinsip ini sangat penting digunakan karena resiko bencana dapat terjadi dan berdampak pada masyarakat.

(26)

54 h. Diselenggarakan Secara Lintas Sektor

Dengan adanya penanggulangan yang diselenggarakan secara lintas sector dapat memenuhi kekurangan dan kelebihan dalam tahapan proses penanggulangan bencana pada suatu daerah yang terdampak. Dengan adanya koordinasi antar lintas sector bertujuan untuk memudahkan komunikasi, koordinasi, dan kerjasama lintas sector dapat membantu daerah yang terdampak bencana ketika dalam keadaan darurat.

3. Klasifikasi Kelurahan/Desa Tangguh Bencana

Berdasarkan Peraturan Perka BNPB Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Kelurahan/Desa Tangguh Bencana secara keseluruhan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana dikategorikan menjadi 3 macam yaitu Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Pratama, Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Madya, Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Utama yang masing-masing dicirikan sebagai berikut:

a. Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Pratama

Dalam mewujudkan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana diperlukannya beberapa identifikasi pada tempat yang akan dibentuk menjadi Kelurahan/desa siaga. Salah satunya adalah masyarakat sekitar harus mengetahui beberapa tingkatan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana yaitu yang Pratama. Tahapan yang harus dipenuhi dalam mewujudkan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana Tingkat Pratama adalah Pertama, Menyusun kebijakan pengurangan resiko bencana

(27)

55 (PRB) di tingkat kelurahan/desa. Kedua, masyarakat harus memiliki Langkah Tindakan upaya awal untuk Menyusun dokumen pengurangan resiko bencana (PRB). Krtiga, melakukan pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) pada tingkat kelurahan/desa. Keempat, pembentukan tim relawan Tangguh bencana pada tingkat kelurahan/desa.

Kelima, melakukan pengakijan resiko bencana yang mengkaji terhadap tingkat kerawanan dan tingkat kerentanan pada wilayah yang terdampak bencana. Keenam, melakukan peningkatan kapasitas dari sunber daya manusia atau masyarakat.

b. Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Madya

Tahapan yang harus dipenuhi untuk mewujudkan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana Tingkat Madya adlah Pertama, adanya kebijakan pengurangan resiko bencana (PRB) yang masih dikembangkan oleh masyarakat. Kedua, adanya perencanaanpenanggulangan bencana yang telah tersusun namun belum terpadu. Ketiga, adanya pembentukan forum pengurangan resiko bencana yang beranggotakan perwakilan dari masyarakat. Keempat, adanya upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana.

c. Kelurahan/Desa Tanggung Bencana Tingkat Utama

Tahapan yang harus dilakukan dalam mewujudkan Kelurahan/Desa Tangguh Bencana Tingkat Utama adalah

(28)

56 Pertama, kelurahan/desa sudah meiliki kebijakan pengurangan resiko bencana. Kedua, pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) yang mencakup kelompok perempuan dan kelompok rentan yang berfungsi aktif dalam proses penanggulangan bencana. Ktiga, pembentukan tim relawan Tangguh bencana dalam penanggulangan bencana.

Keempat, adanya pengkajian pengruangan resiko pada tingkat kerawanan dan tingkat kerentanan dan menajemen resiko dalam penanggulangan bencana. Kelima, adanya peningkatan kapasitas masyarakat di tingkat kelurahan/desa ((BNPB), 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan riset kedua yang mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan setelah tahun 2007 yang merepresentasikan gambaran

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Semakin jauh jarak pelanggan dari sentral, maka akan semakin kecil nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa jarak berbanding

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-hari Dengan

Rekomendasi yang dibuat untuk fase kedua termasuk fokus pada revisi dan finalisasi produk-produk, dan intensifikasi kerjasama dengan para mitra nasional agar memastikan

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disampaikan kepada atasan masing-masing secara berjenjang dan sesuai dengan format dan jadwal yang telah

Downward communicationi merupakan komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannnya yang