SKRIPSI
NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA
PAREPARE
OLEH
SUNARTI SUDIRMAN B 121 14 009
PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
HALAMAN JUDUL
NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA PAREPARE
SKRIPSI
Diajukan sebagai Tugas dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Program Studi Hukum Administrasi Negara
Oleh
SUNARTI SUDIRMAN B 121 14 009
PRODI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ABSTRAK
SUNARTI SUDIRMAN (B 121 14 009) dengan judul “Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Parepare”. Dibawah bimbingan Syamsul Bachri sebagai Pembimbing I dan Zulkifli Aspan sebagai Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan mekanisme penjatuhan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yaitu pendekatan dilakukan penelitian lapangan dengan melihat dan mengamati apa yang terjadi dilapangan serta penerapan peraturan perundang- undangan dalam prakteknya dalam masyarakat. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Pare-pare dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Kota Parepare. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data melalui penelitian pustaka (library research) dan lapangan (field research), kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif.
Adapun hasil penelitian ini, Netralitas Aparatur Sipil Negara pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Parepare belum terlaksana dengan baik. Karena masih banyak ditemukan ASN yang tidak netral. Hal tersebut disebabkan karena adanya calon petahana atau incumbent. Dimana sampai memasuki tahapan kampanye jumlah ASN yang diduga tidak netral sebanyak 52 (lima puluh dua) orang ASN.
Sedangkan pada pelaksanaan mekanisme penjatuhan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare juga belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini terjadi karena pada tahap penjatuhan sanksi Komisi Aparatur Sipil Negara kurang merespon mengenai laporan dari Panwaslu terhadap 50 (lima puluh) oknum Pegawai ASN diduga melakukan pelanggaran.
Sampai saat ini, baru 19 (sembilan belas) oknum Pegawai ASN yang ditindak lanjuti.
Kata Kunci : Pemilihan Kepala Daerah, Pegawai Aparatur Sipil Negara, Netralitas Aparatur Sipil Negara
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan begitu banyak nikmat, petunjuk dan karunia-Nya yang tanpa batas kepada penulis.
Shalawat serta salam juga yang akan selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dimana Beliau adalah manusia yang berakhlak mulia yang telah menyelamatkan seluruh manusia ke alam zaman yang buruk menuju zaman yang lebih baik. Beliau adalah sumber inspirasi, semangat dan tingkah lakunya menjadi pedoman hidup bagi Penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan karunia yang berlimpah kepada Beliau serta Keluarga, Sahabat dan Umatnya.
Alhamdulillah, atas kehendak Allah SWT. Penulis senantiasa diberikan kemudahan, kesabaran dan keikhlasan dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Pare-pare” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum dalam Prodi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terkasih kedua orang tua penulis,
Ayahanda Sudirman Pate dan Ibunda Hj. Sappe tercinta yang telah melahirkan, mendidik, membesarkan Penulis dengan penuh kesabaran, dan kasih sayang serta selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis tiada henti-hentinya. Teristimewa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara tunggal penulis, Adik tercinta dan tersayang Abbasia Sudirman yang selalu siap mendengar keluhan penulis dan seluruh keluarga penulis yang memberikan semangat Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan ucapan terima kasih juga penulis khaturkan yang sebesar-besarnya kepada H. dr. M Arif Sutrisno Amin dan dr. Mala Alawiah Backri yang sudah anggap sebagai orang tua sendiri bagi Penulis. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang dilandasi atas ketulusan untuk penulis selama menempuh pendidikan dan menggapai cita-cita penulis.
Melalui kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan jajarannya.
2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan jajarannya.
3. Ketua Prodi Hukum Administrasi Negara, Bapak Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H., yang telah sabar mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran dalam pemberian saran dan motivasi.
4. Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S., selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas bimbingan, arahan dan waktu yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT. selalu melindungi bapak.
5. Ibu Prof. Dr. Marwati Riza, S.H., M.Si., Bapak Dr. Romi Librayanto S.H., dan Ibu Ariani Arifin S.H., M.H., selaku tim penguji atas masukan dan saran-saran yang diberikan kepada Penulis.
6. Seluruh Dosen dan Pegawai Akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas bantuan dan arahannya untuk memenuhi kebutuhan perkuliahan Penulis hingga penulisan karya ini sebagai tugas akhir.
7. Ketua Panwaslu Kota Pare-pare beserta anggotanya yang telah menyediakan faslitas, data dan informasi selama melaksanakan penelitian.
8. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Kota Pare-pare beserta jajarannya yang telah memberikan banyak bantuan dalam proses penelitian dengan memberikan data-data kelengkapan yang berhubungan dengan judul penulis.
9. Keluarga Besar SDN 190 Lapalopo, SMPN 1 Mattirobulu, SMAN 7 Pinrang dan Universitas Hasanuddin yang telah menjadi tempat Penulis belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan sampai saat ini.
10. Keluarga besar Diplomasi (angkatan 2014) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, khususnya teman-teman dari Prodi Hukum Administrasi Negara.
11. Keluarga besar KKN Kec. Mangeloreng Kab. Maros, terima kasih atas pengalamanya selama ber-KKN.
12. Teman-teman penjuang SH yakni Irwana Jufri, Yusmaeni Yunus, Riska Dahir, Malahayati Muis, Nursuci Febriani dan Ahmad Yani yang selalu senantiasa berjuang, membantu dan saling menyemangati dalam meraih impian.
13. Sahabat-sahabat Penulis yang selalu ada disaat duka maupun bahagia, yakni Riska Dwiyanti, Putrisma, Mudalifa dan Paisa. Khususnya Riska Dwiyanti dan Musdalifa yang selalu setia menemani Penulis melakukan penelitian.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu penulis memohon maaf apabila dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi diri penulis sendiri, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta para pembaca pada umumnya. Akhir kata, penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT Amin amin Ya Robbal alamin. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, 28 April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Netralitas Aparatur Sipil Negara ... 9
B. Pemilihan Kepala Daerah ... 12
1. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah ... 12
2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah ... 15
3. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah... 16
4. Asas-asas Pemilihan Kepala Daerah ... 21
C. Aparatur Sipil Negara ... 23
1. Pengertian Aparatur Sipil Negara ... 23
2. Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara ... 26
3. Larangan bagi Aparatur Sipil Negara ... 28
4. Sanksi ... 32
D. Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38
B. Lokasi Penelitian ... 39
C. Jenis dan Sumber Data ... 39
D. Teknik Pengumpulan Data... 40
E. Analisis Data ... 41
BAB IV PEMBAHASAN
A. Netralitas ASN pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare ...42 B. Pelaksanaan Mekanisme Penjatuhan Sanksi Kepada ASN yang tidak Netral dalam Pemilihan kepala daerah di Kota Parepare ...53 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 1.1 ... 51 Tabel 1.2 ... 64
DAFTAR GAMBAR
halaman Gambar 1 ... 56 Gambar 2 ... 57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara Hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtsstaat).1 Paham Negara Hukum tidak dapat dipisahkan dari paham kedaulatan rakyat (demokrasi).2 Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (contitutional democracy)”3 dengan diimbangi penegasan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (demokracy rechtsstaat) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democrasy).
Dengan demikian dalam konsep demokrasi, pemerintahan suatu negara merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.4 Keterlibatan rakyat dalam bentuk demokrasi tersebut dilihat pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah atau disingkat dengan Pilkada. Berdasarkan pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Pilkada adalah “Gubernur, Bupati
1 Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 57.
2 Ni’Matul Huda, 2013, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawail Pers, Jakarta, Ed.
Revisi, Cet.8, hlm. 267-268.
3 Lihat pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia
4 Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm.120.
dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi”.
Selanjutnya di perjelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pengertian Pilkada menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa :5
“Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi, kabupaten dan kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”.
Pilkada langsung ini mulai diselenggarakan pertama kali di Indonesia pada Bulan Juni 2005 atau sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Perubahan tatanan sistem Pilkada dari tidak langsung menjadi langsung diharapkan mampu menjaring calon-calon pemimpin kepala daerah yang berkualitas sesuai dengan keinginan rakyat
5 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang- Undang.
dan pemimpin yang mementingkan kepentingan rakyat serta dapat terlaksana dengan demokratis.
Pada pelaksanaan Pilkada serentak 2018 di Indonesia yang ditujukan untuk memilih kepala daerah di 171 daerah yang tersebar 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.6 Selanjutnya seluruh rakyat Indonesia berhak memilih pemimpin daerah masing-masing secara langsung dan sesu ai hati nuraninya sendiri. Tetapi hak pilih Aparatur Sipil Negara atau disingkat dengan ASN dalam hal tersebut tidak dinyatakan secara terbuka, sehingga cenderung menjadi bentuk “kampanye” yang sifatnya mengarahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon .
Apalagi kadang kala ASN mudah terbawa arus politik atau dengan kata lain dalam keadaan terpaksa untuk memihak kepada salah satu pasangan calon ketika salah satu kandidat merupakan calon pertahana (incumbent). Ketidaknetralan ASN juga sangat terlihat ketika ada calon kepala daerah berasal dari keluarganya sehingga nilai-nilai seharusnya dimiliki terbuang dan ditinggalkan.
Tidak mengherankan jika banyak proses politik dalam Pilkada dicederai karena adanya keterlibatan ASN secara langsung dalam mendukung salah satu paslon kepala daerah.
Dengan hal ini, netralitas ASN pada saat penyelenggaraan pilkada sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar pelaksanaan
6 https://news.detik.com/berita/d-3479819/ini-171-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-27- juni-2018 , koran online, (diakses pada Tanggal 17 Maret 2018 pukul 17.13 Wita).
pemerintahan dapat berjalan secara efektif dalam melayani masyarakat secara adil dan merata . Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah “netralitas”.7 Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pengawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 4 angka 14
“dimana setiap PNS dilarang memberikan dukungan disertai foto kopi KTP atau Surat Keterangan Tanda Penduduk”. Dan Pasal 4 angka 15 :
“dengan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan cara ; (a) Terlibat dalam kegiatan kampanye, (b) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan, (c) Membuat Keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon selama masa kampanye, (d) Mengadakan kegiatan atau tindakan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, pemberian barang
7 Lihat Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota, keluarga dan masyarakat”.
Ketentuan tentang dilarangnya atau tidak diperbolehkan Pegawai ASN untuk ikut serta secara langsung pada pelaksanaan Pilkada juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, pasal 11 huruf c, yang berbunyi :
“Dalam hal etika terhadap dirisendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan, maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis atau berafilasi dengan partai politik, misalnya ; (a) Pendekatan kepada Parpol terkait rencana pengusulan, (b) Memasang spanduk atau baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain, (c) Mendeklarasikan dirinya sebagai Balon, (d) Menghadiri deklarasi, (e) Mengunggah, menanggapi (like, komentar, share dsb) atau menyebarluaskan gambar atau foto balon atau paslon melalui media online atau medsos, (f) Berfoto bersama balon atau paslon dengan simbol keberpihakan, (g) Sebagai pembicara atau narasumber pada kegiatan Parpol”.
Dengan berbagai peraturan telah dibuat oleh pemerintah untuk membatasi hubungan ASN dengan kegiatan politik praktis.
Namun setiap berlangsungnya pelaksanaan Pilkada selalu diwarnai oleh maraknya pemberitaan tentang pelanggaran netralitas oleh oknum ASN secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan ikut langsung dalam proses Pilkada. Persoalan netralitas ASN tersebut seperti tidak pernah terselesaikan.8
Di Kota Parepare misalnya, sejak memasuki dalam tahapan- tahapan Pilkada 2018, Panitia pengawas pemilu atau disingkat Panwaslu Kota parepare, telah menemukan puluhan oknum ASN setempat yang diduga melanggar netralitas ASN.
Pasnwaslu Kota Parepare mencatat, sedikitnya 32 oknum ASN yang sudah dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara atau disingkat dengan KASN untuk diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Dan untuk hari ini bertambah satu orang oknum ASN yang diduga melakukan pelanggaran netralitas dengan berfoto bersama dengan salah satu Pasangan calon sambil mengangkat tangan simbol angka salah satu paslon. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Kota Parepare Zainal Asnun.9 Selain itu, kata Zainal Asnun jenis pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah menulis status di media sosial dengan mendukung salah satu Paslon, serta berfoto bersama sambil mengangkat tangan sebagai simbol salah satu paslon. Sehingga hal tersebut, jelas
8 Agus Mulya Karsona, 2016, Menyoal Makna Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Jurnal Media Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Vol. 23 No.1, hlm. 87.
9 https://www.pijarnews.com/segini-temuan-panwasluparepareataspelanggarannetralitas- asn/ koran online, (diakses pada Tanggal 18 Maret 2018 pukul 15.10 Wita).
melanggar ketentuan dalam pasal Pasal 11 huruf c angka 5
“mengunggah, menanggapi (like, komentar, share dsb) atau menyebarluaskan gambar atau foto balon atau paslon melalui media online atau medsos” dan angka 6 “berfoto bersama balon atau paslon dengan simbol keberpihakan”.
Berdasarkan pada uraian dan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis dan melakukan penelitian yang berjudul “Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Pare-pare”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare ?
2. Bagaimana pelaksanaan mekanisme penjatuhan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare.
2. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan mekanisme penjatuhan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal atau kontribusi pemikiran bagi peneliti selanjutnya.
2. Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi referensi yang berguna bagi kalangan akademisi, praktisi hukum dan masyarakat luas terkait dengan netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Netralitas Aparatur Sipil Negara
Netralitas berasal dari kata “netral” yang artinya tidak berpihak (tidak ikut atau membantu salah satu pihak). Pengertian netralitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online adalah “keadaan dan sikap netral (tidak memihak atau bebas)”.10 Sehingga seseorang dapat dinyatakan netral apabila ia tidak memihak kepada dua atau lebih orang atau memihak kepada organisasi atau lembaga dalam penentuan sesuatu misalnya organisasi partai politik. Selain itu kata netral juga dapat diartikan sebagai :
a. Sikap tidak memihak dan tidak berpihak terhadap salah satu kelompok atau golongan.
b. Tidak diskriminatif.
c. Steril dari kepentingan kelompok
d. Tidak terpengaruh dari kepentingan partai politik.
Netralitas atau neutrality (kenetralan) berasal dari kata netral yang berarti murni. Murni dalam hal ini disamakan dengan tidak memihak. Sedangkan asas netralitas adalah bahwa setiap pegawai aparatur sipil negara tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh
10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus versi online, https://kbbi.web.id/netral (dikutip pada tggl 14 Maret 2018 pukul 17.14 Wita).
manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.11 Netralitas dalam hal ini adalah tidak terlibatnya ASN pada penyelenggaraan Pilkada.
Netralitas Pegawai ASN adalah kebijakan politik yang melarang ASN untuk terlibat politik praktis atau harus netral dalam politik karena keberadaannya sebagai pelayan masyarakat.12 Makna dari netralitas ini menurut Marbun yaitu agar bebasnya ASN dari pengaruh kepentingan partai politik atau tidak berperan dalam proses politik, namun masih tetap mempunyai hak politik untuk memilih, dan berhak untuk dipilih dalam pemilihan umum.
Maksud netralitas yang lain adalah jika seorang Pegawai ASN aktif menjadi pengurus partai politik atau anggota legislatif, maka ia harus mengundurkan diri. Dengan demikian birokrasi pemerintahan akan stabil dan dapat berperan mendukung serta merealisasikan kebijakan atau kehendak politik manapun yang sedang berkuasa dalam pemerintahan.13 Makna netralitas tersebut di atas adalah bebasnya Pegawai ASN dari pengaruh kepentingan partai politik tertentu atau tidak memihak untuk kepentingan partai tertentu dan atau tidak berperan dalam proses politik karena dikhawatirkan pegawai tersebut menyalahgunakan penggunaan
11 Penjelasan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
12 Ibid., Lihat Pasal 9 ayat (2).
13 S.F. Marbun, 1998, Reformasi Hukum Tata Negara, Netralitas Pegawai Negeri Dalam Kehidupan Politik Di Indonesia, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, hlm. 74.
fasilitas negara untuk kepentingan partai seperti yang telah terjadi pada masa Orde Baru.14
Setiap peraturan-peraturan memiliki pembatasan terhadap keberlakuannya untuk dapat menegaskan aspek kepastian, keadilan, dan kegunaan hukum. Artinya tidak ada satupun peraturan yang keberlakuannya sepanjang zaman dan memenuhi kebutuhan realitas sosial yang terus berubah, sehingga setiap perubahan pada hakikatnya merupakan konsekuensi logis bagi setiap keinginan untuk memenuhi tuntutan zaman.15
Dalam hubungan hukum antara negara dengan pegawai pemerintah, telah ditegaskan ketentuan tentang pembatasan perilaku pegawai yang bekerja dalam instansi negeri. Hubungan ini disebut dengan hubungan dinas publik. Inti dari hubungan dinas publik adalah kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentu yang mengakibatkan pegawai yang bersangkutan tidak menolak (menerima tanpa syarat) pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh pemerintah.16
Dalam penerapannya, hubungan dinas publik ini berkaitan dengan segi pengangkatan birokrasi pemerintah yang dikenal
14 Sri Hartini, Penegakan Hukum Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS), Jurnal Dinamika Hukum. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Vol. 9 Nomor 3, September 2009.
15 Ellydar Chaidir, 2008, Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Yogyakarta, Total Media, hlm. 294.
16 S.F. Marbun dan Mahfud M. D, 1987, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty, hlm. 98-99.
dengan teori Contract Sui Generis. Teori yang dikemukakan oleh Buysini menyatakan bahwa Contract Sui Generis mensyaratkan birokrat pemerintah harus setia dan taat selama berstatus sebagai pegawai negeri, meskipun dia setiap saat dapat mengundurkan diri.
Dari pendapat Buysini, dapat disimpulkan bahwa selama menjadi pegawai negeri, mereka tidak dapat melaksanakan hak-hak asasinya secara penuh.17
Apabila pegawai negeri akan melaksanakan hak-hak asasinya secara penuh, maka pemerintah dapat menyatakan yang bersangkutan bukanlah orang yang diperlukan bantuannya oleh pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa kajian hukum administrasi lebih memandang hubungan hukum kepegawaian tersebut sebagai hubungan Openbare Dienstbetrekking (hubungan dinas publik) terhadap Negara (pemerintah). Hubungan dinas publik yang melekat pada hubungan kepegawaian itu lebih merupakan hubungan sub- ordinatie antara bawahan dan atasan.18
B. Pemilihan Kepala Daerah
1. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Umum (Pemilu) dapat dirumuskan sebagai mekanisme pendelegasian kedaulatan rakyat kepada peserta pemilu atau calon anggota Dewan Perwakilan Raykat (DPR),
17 Ibid.,
18 Philipus M.Hadjon, dkk, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hlm. 214.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) , Dewan Perwakilan Raykat Daerah (DPRD), Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik sesuai dengan kehendak rakyat. Pemilu juga berarti mekanisme perubahan politik mengenai pola dan arah kebijakan publik dan mengenai sirkulasi elite yang dilakukan secara periodik dan tertib.19
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau seringkali disebut Pilkada atau Pemilukada, adalah bagian dari implementasi demokrasi. Kepala Daerah adalah jabatan politik yang bertugas memimpin dan menggerakkan lajunya roda pemerintahan. Terminologi jabatan publik artinya kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan keputusan langsung dengan kepentingan rakyat atau publik, berdampak kepada rakyat dan dirasakan. Oleh Karena itu Kepala Daerah harus dipilih oleh rakyat.20
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menegaskan bahwa :21
19 Ramlan Surbakti, 2008, Sistem Pemilu dan Tatanan Politik Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm.8.
20 Agus Hadiawan, 2009, Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Provinsi Lampung (Studi di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota BandarLampung), Bandar Lampung, Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Universitas Lampung, Vol 3, No 7 Juli-Desember 2009, hlm 637.
21 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang
“Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”
Sedangkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, menegaskan bahwa :22
“Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Dalam perkembangannya penentuan siapa yang akan menduduki pejabat pemerintahan dalam hal ini Kepala Daerah, setiap negara dipengaruhi oleh sistem politik yang dianut, sistem Pemilu, kondisi politik masyarakat, pola pemilihan, prosedur-prosedur dan mekanisme politik. Dalam sistem politik secara demokratis dimana pencalonan dan pemilihan pejabat
22 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
pemerintahan lebih didasarkan pada aspirasi politik masyarakat apakah melalui jalur partai politik maupun jalur perseorangan.23 2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah
Undang Undang Dasar 1945 merupakan suatu perangkat peraturan yang menentukan kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan. Selain itu, UUD 1945 juga menentukan batas-batas berbagai pusat kekuasaan dan memaparkan hubungan-hubungan diantara mereka.24 Materi muatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berada dibawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan materi muatan UUD 1945. Pasal yang terdapat di dalam UUD 1945 harus dijadikan rujukan utama dalam pembuatan Undang- undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP) dan sebagainya. Adapun yang menjadi Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah adalah:
a. Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Repbulik Indonesia
b. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
23 Muhammad Halwan Yamin, Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Di Kabupaten Takalar, Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013, hlm.10.
24 Miriam Budiardjo, 2014, Dasar-dasar Ilmu Politik, Prima Grafika, Jakarta, hlm.169.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang c. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
d. Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
3. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
Pemerintahan di Daerah bagian dari penyelenggaraan pemerintah pusat sebagai konsekuensi Indonesia memakai sistem pemerintahan presidensiil. Presiden merupakan sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pemerintahan untuk menuju tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. Karena tugas dan kewajiban presiden sangat banyak, maka memerlukan bantuan dari pemerintah daerah, sebagai konsekuensi bentuk negara kesatuan adanya pembagian wilayah Republik Indonesia menjadi daerah besar (Provinsi) dan daerah kecil (Kabupaten/Kota) seperti dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945.25
Dalam konteks Pilkada, Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh masyarakat memiliki legitimasi yang lebih besar dibandingkan dengan pemilihan oleh
25 Septi Nur Wijayanti dan Iwan Satriawan , 2009, Hukum Tata Negara, Yogyakarta, hlm.
157.
DPRD. Pilkada langsung dianggap sebagai kelanjutan cita cita reformasi yang ingin mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sebab mandat yang diberikan langsung dianggap sebagai hak warga negara yang dijamin konstitusi.26
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan saat ini dimaksudkan untuk memperkuat otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaanya, harus tetap berpedoman pada prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang di atur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut yakni :27 a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemetaan serta potensi dan keanekaragaman daerah;
b. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintah daerah;
c. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah.
Kegiatan pilkada dilaksanakan dengan tahapan kegiatan yang merupakan proses pilkada langsung, tahapan kegiatan
26 Tjahjo Kumolo, 2015, Politik Hukum Pilkada Serentak, Expose, Jakarta, hlm.16.
27 Ibid, hlm 180.
pilkada ini tidak dapat melompat-lompat.28 Ketentuan tentang tahapan itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada tahun 2018. Dalam peraturan itu, pemungutan suara digelar serentak pada 27 Juni 2018.
Berikut tahapan Pilkada 2018 dirangkum kumparan (kumparan.com), sebagai berikut 29:
a. Syarat Dukungan Perseorangan
1) Penyerahan syarat dukungan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur untuk KPU Provinsi/KIP Aceh: 22-26 November 2017
2) Penelitian administrasi dan analisis dukungan ganda: 22 November-5 Desember 2017
3) Penyampaian syarat dukungan kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota: 6-8 Desember 2017
4) Penyerahan syarat dukungan pasangan calon bupati- wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota: 25-29 November 2017 5) Penelitian administrasi dan analisis dukungan ganda: 25
November-8 Desember 2017
28 Agus Hadiawan, loc,cit.
29 https://kumparan.comkumparannews/tahapanlengkap-pilkada-tahun-2018,koran online, (didownload pada pukul 6.02 tgl 14 April 2018)
6) Penyampaian syarat dukungan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota kepada PPS: 9-11 Desember 2017
b. Pendaftaran Pasangan Calon
1) Pendaftaran pasangan calon: 8-10 Januari 2018
2) Tanggapan masyarakat atas dokumen syarat pasangan calon di laman KPU: 10-16 Januari 2018
3) Pemeriksaan kesehatan: 8-15 Januari 2018
4) Penyampaian hasi pemeriksaan kesehatan: 15-16 Januari 2018
5) Pemberitahuan hasil penelitian syarat pencalonan yang diajukan parpol atau perseorangan: 17-18 Agustus 2018 6) Perbaikan syarat pencalonan atau syarat calon: 18-20
Januari 2018
7) Pengumuman perbaikan dokumen syarat pasangan calon di website KPU: 20-26 Januari 2018
8) Penetapan pasangan calon: 12 Februari 2018 9) Pengundian nomor urut: 13 Februari 201 c. Masa Kampanye
1) Kampanye pertemuan-pertemuan dan penyebaran bahan kampanye: 15 Februari-23 Juni 2018
2) Debat publik terbuka: 15 Februari-23 Juni 2018 3) Kampanye melalui media massa: 10-23 Juni 2018
4) Masa tenang dan pembersihan alat praga: 24-26 Juni 2018
d. Laporan dan Audit Dana Kampanye
1) Penyerahan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK): 4 Februari 2018
2) Penyerahan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK): 20 April 2018
3) Penyerahan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK): 24 Juni 2018
4) Pengumuman hasil audit dana kampanye: 11-13 Juli 2018
e. Pemungutan dan Penghitungan
1) Pemungutan dan penghitungan suara di TPS: 27 Juni 2018
2) Pengumuman hasil penghitungan suara di desa atau kelurahan: 27 Juni-3 Juli 2018
3) Rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan untuk kabupaten/kota: 28 Juni-4 Juli
4) Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota untuk pilkada kabupaten/kota: 4-6 Juli 2018
5) Rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten atau kota untuk Pilgub: 4-6 Juli 2018
6) Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi untuk Pilgub: 7-9 Juli 2018
f. Sengketa perselisihan hasil pemilihan: Mengikuti jadwal di Mahkamah Konstitusi
g. Penetapan pasangan calon terpilih pasca putusan MK:
Paling lama 3 hari setelah penetapan, putusan MK dibacakan.
4. Asas-asas Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber”
yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asas “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Adapun yang dimaksud dengan asas “Luber dan Jurdil” dalam pemilu. Asas
“Luber dan Jurdil” pemilu menurut UU No. 10 tahun 2008, tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD.
Dalam UU No. 10 Tahun 2008, asas pemilihan umum meliputi : a. Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk
secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
b. Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
c. Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun atau dengan apapun.
d. Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).
e. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
f. Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Sedangkan dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, asas dalam pemilihan umum yaitu : 30
a. Mandiri b. Jujur c. Adil
30 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
d. Kepastian hukum
e. Tertib penyelenggara Pemilu f. Keterbukaan;
g. Proporsionalitas;
h. Profesionalitas;
i. Akuntabilitas;
j. Efisiensi; dan k. efektivitas.
C. Aparatur Sipil Negara
1. Pengertian Aparatur Sipil Negara
Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 istilah Pegawai Negeri Sipil diganti dengan Pegawai Aparatur Sipil Negara atau disingkat ASN. Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang secara kompetitif berdasarkan asas merit, dan diserahi tugas untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan tugas pembangunan negara, professional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta digaji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.31
31 Faisal Abdullah, 2012, Hukum Kepegawaian Indonesia, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP-Indonesia, hlm. 3.
Pengertian Pegawai Negeri Sipil, didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri”
berarti negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada Pemerintah atau Negara.32
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) istilah “pegawai negeri sipil” diganti dengan istilah “Pegawai Aparatur Sipil Negara”. Pengertian pegawai negeri sipil atau ASN dalam UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN menyebutkan :33
“Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”.
Selanjutnya Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri Sipil yaitu :
“pejabat yang ditunjuk atau dalam artian pejabat yang mewakili atas dasar pemilihan seperti anggota legislatif,
32 W,J,S Poerwadarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 701.
33 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Hakim Agung, pimpinan Komisi, Presiden dan sebagainya bukanlah pegawai negeri sipil”.
Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat material menitik beratkan pada hubungan antara negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri Sipil sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.34
Selain pendapat dari Kranenburg dan Logemann, pengertian Pegawai Negeri juga di kemukakan oleh H.
Nainggolan yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat, berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam menaati dan melaksanakan segala peraturan perundang- undangan yang berlaku.35
Berdasarkan pengertian Pegawai Negeri di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pokok- pokok Kepegawaian, dapat dilihat adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi dari seseorang untuk dapat diangkat sebagai pegawai negeri.
34 Faisal Abdullah, Loc.cit.
35 Muhammad Alwan Alwi, 2013, “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Takalar” Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 37.
Berikut adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi agara dapat diangkat sebagai sebagai negeri, yaitu sebagai berikut :36 a) Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan;
b) Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
c) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas lainnya;
d) Di gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara
Menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 21 menyebutkan bahwa PNS berhak memperoleh :
a. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d. perlindungan; dan
e. pengembangan kompetensi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, diatur dengan jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pegawai negeri sipil.37
36 Faisal Abdullah,Op.Cit., hlm.4.
37 Fasial Abdullah, Op. Cit, hlm. 103.
Adapun kewajiban PNS yaitu :38 a. mengucapkan sumpah/janji PNS;
b. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
c. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
d. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
f. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
g. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;
h. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
i. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
j. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
38 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri.
k. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
l. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
n. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
o. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
p. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
q. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
3. Larangan bagi Aparatur Sipil Negara
Untuk memahami terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dalam usaha mencapai tujuan Nasional diperlukan adanya pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.39
39 Ibid., hlm. 102.
Adapun larangan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pegawai negeri sipil40 sebagai berikut :41
a. menyalahgunakan wewenang;
b. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
c. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
d. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
e. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
g. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
40 Faisal Abdullah, Op. Cit, hlm. 105.
41 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
h. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
i. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
j. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
k. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
l. memberikan dukungan kepada calon Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
1) ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
2) menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
4) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
j. memberikan dukungan kepada calon Presiden dan Wakil Presiden dengan cara:
k. membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
l. mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
m. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan;
dan
n. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
1) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
2) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
3) membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
4) mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
4. Sanksi
Pengawai negeri sipil yang melanggar aturan sesui dengan peraturan perundang-undangan akan dijatuhi hukuman seperti sebagai berikut :42
a. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
1) hukuman disiplin ringan;
2) hukuman disiplin sedang; dan 3) hukuman disiplin berat.
b. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari
1) teguran lisan;
2) teguran tertulis; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
42 Ibid., Pasal 7.
c. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
dan
3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
d. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
2) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
3) pembebasan dari jabatan;
4) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
5) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
D. Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pimilihan Umum, menegaskan bahwa :43
“Pengawasan penyelenggaraaan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
43 Ibid., Pasal 69 ayat (1).
Panwaslu Kecematan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri”.
Pengawas Pemilu adalah lembaga ad hoc yang dibentuk sebelum tahapan pertama pemilu (pendaftaran pemilih) dimulai dan dibubarkan setelah calon yang terpilih dalam pemilu dilantik.
Pengawas Pemilu dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu. Adapun tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/kota dalam tahapan penyelenggaraan pemilu :44
1. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi : a. Pelaksanaan pengawasan rekrutmen PPK, PPS dan KPPS;
b. Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penepatan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
c. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan;
d. Proses dan penetapan calon;
e. Pelaksanaan Kampanye;
f. Perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
44 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
g. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasi Pemilihan;
h. Pelaksanaan pengawasan pendaftaran pemilih;
i. Mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
j. Penyampaian surat dari tingkat TPS sampai ke PPK;
k. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi, Kabupaten dan Kota dari seluruh Kecematan;
l. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan; dan
m. Proses pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
2. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
3. Menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran Pemilihan dan sengketa Pemilihan yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
4. Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
5. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
6. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengelurakan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan
adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di Provinsi, Kabupaten dan Kota;
7. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pengawai sekretariat KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunnya tahapan penyelengaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
8. Mengawai pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan;
dan
9. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan tugas Panwaslu Kabupaten/Kota dapat:
1. Memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
2. Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Adapun kewajiban Panwaslu Kabupaten/Kota :45
45 Pasal 78 Undang-Undang 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
1. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
2. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di bawahnya;
3. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
4. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
5. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
dan
6. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi46. Penelitian hukum berbeda dengan penelitian ilmu sosial lainnya. Penelitian ilmu sosial berhubungan dengan apa yang ada, meneliti kebenaran fakta, bukan pada seharusnya.47 Berbeda dengan penelitian hukum yang memiliki metode kajian yang khas atau kata lain bersifat sui generis yang berfokus pada telaah kaidah atau norma, sesuatu yang seharusnya.
Penelitian hukum empiris adalah pendekatan dilakukan penelitian lapangan dengan melihat dan mengamati apa yang terjadi dilapangan serta penerapan peraturan perundang-undangan dalam prakteknya dalam masyarakat.
Berdasarkan hal diatas, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan menganalisa Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Kota Pare-pare.
46 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 34.
47 Sudikno Mertokusumo, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Edisi Revisi, Cahya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm.36.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih dalam menunjang pengumpulan data adalah Kota Pare-pare dengan sasaran penelitian :
1. Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Daerah Kota Pare-pare 2. Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah Kota
Pare-pare
Alasan Penulis memilih tempat atau lembaga tersebut, dikarenakan kedua lembaga tersebut berwenang dan berkompeten pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah atau disingkat Pilkada dan berfungsi sebagai pengawas apabila terjadi pelanggaran dalam Pilkada termasuk apabila didapatkan Aparatur Sipil Negara terlibat pada pelaksanaan Pilkada secara Langsung dan demokratis.
C. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data primer dan data skunder :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.48 Sumber data yang diperolah dari lapangan dengan hasil wawancara langsung kepada :
48 Amiruddin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 30.
a. Ketua atau anggota Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Daerah Kota Pare-pare
b. Ketua atau staf Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah Kota Pare-pare
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bahan hukum primer Data skunder mencakup dokumen-dokumen, buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya49 yang memiliki relevansi dengan objek kajian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Suatu karya ilmiah membutuhkan sarana untuk menemukan dan mengetahui lebih mendalam mengenai gejala-gejala tertentu yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian kebenaran karya ilmiah tersebut dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
Sebagai tindak lanjut dalam memperoleh data-data sebagaimana yang diharapkan, maka penulis melakukan teknik pengumpulan data yang berupa :
1. Penelitian Pustaka (library research)
Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dengan membaca berbagai buku, makalah, koran, jurnal ilmiah dan
49 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.12.
literatur lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan materi pembahasan.
2. Penelitian Lapangan (fiel research)
Pada bagian ini penulis mengadakan pengumpulan data dengan cara berinteraksi langsung dengan objek yang diteliti.
Dalam hal ini melakukan wawancara yakni peneliti melakukan tanya jawab secara langsung kepada pihak Panwaslu Kota Pare-pare dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah Kota Pare-pare guna memperoleh data yang akurat.
E. Analisis Data
Semua data yang dikumpulkan agar menjadi sebuah karya ilmiah (skripsi) yang terpadu dan sistematis diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif (menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini).
BAB IV PEMBAHASAN
A. Netralitas Aparatur Sipil Negara pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 2 huruf f, menyebutkan “Asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah Netralitas” Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pengawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak Tahun 2018, diharapkan setiap Pegawai ASN dapat bersikap netral. Hal tersebut dikarenakan netralitas ASN merupakan pilar penting dalam kelangsungan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata.
Peran Pegawai ASN sebagaimana yang dimaksud untuk menwujudkan ASN yang bersih dalam upaya menciptapkan good governance. Makna good dalam good governance mengandung 2 (dua) pengertian. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek
fungsional dan pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan untuk makna Governance, World bank mendefinisikan sebagai penyelenggaraaan manajemen pembangunan yang bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi serta pasar yang efisien dan penghindaran salah alokasi dana investasi langkah pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif serta menjalankan disiplin dengan anggaran serta penciptaan llegal dan political framework.
Namun selama ini ASN tidak bisa bersikap netral, karena mudah terbawa arus politik dan perlu melakukan lobi untuk mendapatkan promosi jabatan. Perbuatan oknum ASN dalam mendukung pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menjadi berita sering sekali muncul dalam pemberitaan seputar Pilkada.
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa ASN sering terlibat dalam ranah perpolitikan. Hal itulah terjadi di Kota Parepare, yang menjadi salah satu daerah ikut serta merayakan pesta demokrasi secara serentak diseluruh Indonesia Tahun 2018, yaitu dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Penyelenggaraan Pilkada di Kota Parepare yang melibatkan dua pasangan calon, dimana pasangan calon nomor urut 1 (satu) yakni H. M Taufan Pawe dan Pangerang Rahim dan pasangan calon nomor urut 2 (dua) yakni