• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOTULENSI RAKER PENGURUS INTI KOMKEL KWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NOTULENSI RAKER PENGURUS INTI KOMKEL KWI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

NOTULENSI RAKER PENGURUS INTI KOMKEL KWI

Hari/Tgl : Jumat – Minggu/27 – 29 September 2013 Tempat : Rumah Doa Guadalupe – Duren Sawit jakarta

1. Pembukaan

a. Misa Pembukaan dipimpin oleh Ketua Komisi Keluarga, Mgr. Frans Kopong Kung pada pukul 16.30 di kapel Rumah Doa Guadalupe.

b. Selanjutnya Ketua Komisi menyampaikan sambutan sebagai pengantar memasuki Rapat Kerja tahunan Pengurus Inti Komisi Keluarga 2013. Dalam sambutannya, Ketua menyampaikan bahwa di tahun 2014 yang akan datang, Komisi keluarga akan memberikan perhatian secara khusus pada keluarga-keluarga migran dan perantau dan memikirkan pelayanan pastoral bagi mereka, selain tetap melaksanakan karya pelayanan dan tugas rutin seperti tahun-tahun sebelumnya. Mengapa Komisi Keluarga memberikan perhatian pada pastoral keluarga migran dan perantau? Persoalan pastoral migran dan perantau bukan hanya menjadi tanggungjawab dan tugas Komisi Pastoral Migran dan Perantau (KPMP) saja, karena persoalan migran dan perantau juga menyangkut persoalan hidup keluarga. Oleh karena itu Komisi Keluarga akan bekerjasama dengan KPMP untuk melakukan karya pastoral ini.

c. Untuk memperdalam diskusi, anggota Pengurus Inti diminta sumbangannya, baik berupa data – informasi mengenai migran dan perantau serta persoalan-persoalan yang muncul, maupun ide atau gagasan yang bisa dilakukan dalam kerjasama antara Komisi Keluarga dengan Komisi Pastoral Migran dan Perantau.

2. Setelah Ketua Komisi menyampaikan sambutannya, Sekretaris melanjutkan dengan memberi gambaran dinamika Rapat Kerja. Dalam penyampaian tersebut, Sekretaris menyampaikan bahwa selain membicarakan secara khusus pastoral bagi keluarga-keluarga migran dan perantau, Komisi Keluarga juga mengundang tiga komunitas pemerhati kerasulan keluarga, yaitu ME, CFC, dan Warakawuri st. Monika. Ketiga komunitas itu diharapkan memberi evaluasi dan menyampaikan masukan untuk peningkatan kerjasama yang selama ini sudah terbangun dan terbina dengan sangat baik; terutama melalui tiga kali pertemuan komunitas pemerhati kerasulan keluarga.

Selanjutnya, Sekretaris menyampaikan program kerja dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada 2010 – 2013 ini, dan sekaligus memberikan evaluasinya.

Program kerja dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Komisi keluarga berdasarkan Direktorium KWI yang menyebutkan tugas dan fungsi Komisi keluarga adalah memberi inspirasi dan motivasi bagi Komisi Keluarga Keuskupan-keuskupan dan pendamping keluarga. Tugas memberi inspirasi dan motivasi itu secara nyata terwujud dalam bentuk:

a. Penerbitan buletin (3 kali/tahun).

(2)

2 Melalui Buletin Keluarga, Komisi melakukan tugasnya memberi inspirasi dan animasi kepada Komisi Keluarga Keuskupan dan para pendamping keluarga dengan membahas tema-tema tertentu setiap penerbitan. Selama ini beberapa pengurus, baik harian maupun inti, memberikan sumbangan tulisan untuk Buletin Keluarga. Namun demikian, mencari tema dan menuliskannya dalam Buletin menjadi salah satu tugas pokok Sekretaris Komisi. Tahun 2013 ini, Buletin Keluarga diterbitkan sebanyak dua kali dengan tema pertemuan keluarga sedunia yang ketujuh di Milano: “Keluarga: Kerja dan Pesta”, dan tema pertemuan komunitas pemerhati kerasulan keluarga: “Menanggapi Gadget Masuk Rumah Kita”.

Tanggapan positif dan dukungan semakin lama semakin bertambah, terutama dari beberapa keuskupan, baik disampaikan melalui surat maupun email atau sms. Dengan demikian tahun-tahun mendatang, Komisi tetap akan menerbitkan Buletin Keluarga tersebut dan berusaha untuk meningkatkannya. Demikian pula tanggapan pribadi dari umat yang aktif dalam pastoral keluarga.

b. Penyusunan Pedoman Pastoral Keluarga

Program “terbesar” Komisi Keluarga KWI dalam periode 2010 – 2013 adalah penyusunan Pedoman Pastoral Keluarga. Di satu pihak, beberapa Keuskupan memberikan tanggapan positif dengan melakukan sosialisasi Pedoman Pastoral Keluarga kepada umat. Di lain pihak beberapa Keuskupan tidak memberikan tanggapan. Hal ini terbukti ketika memberikan pendampingan pastoral keluarga, baik di tingkat paroki, keuskupan maupun dekenat/kevikepan, masih banyak umat yang tidak mengetahui penerbitan Pedoman Pastoral Keluarga tersebut. Jadi bisa dikatakan, nasib Pedoman Pastoral Keluarga sama dengan dokumen-dokumen Gereja hanya menjadi “arsip” saja.

c. Pertemuan dengan komunitas pemerhati kerasulan keluarga

Pertemuan Komisi Keluarga KWI dengan beberapa komunitas pemerhati kerasulan keluarga, yaitu ME, CFC, Choice, Youth for Christ, Single for Christ, dan St. Monika dimulai pada tahun 2011, ketika Komisi Keluarga melakukan sosialisasi Pedoman Pastoral Keluarga. Pertemuan itu mendapatkan tanggapan sangat positif dari para peserta, yang mewakili masing-masing komunitas dan menyampaikan harapan supaya pertemuan dilaksanakan setiap tahun. Dari pertemuan ini para wakil komunitas itu merasakan dua hal penting: 1). Keberadaan dan karya pelayanan komunitas diakui, diterima dan didukung oleh hierarki (KWI), dan 2). Pertemuan tersebut memberikan penyegaran dan pengayaan pengetahuan mereka dalam melakukan pendampingan keluarga.

Oleh karena itu, Komisi Keluarga dalam rapat pengurus harian membuat keputusan bahwa pertemuan ini akan menjadi pertemuan tahunan, agar kerjasama di bidang pendampingan keluarga dapat dilakukan bersama-sama dengan komunitas-komunitas

(3)

3 pemerhati kerasulan keluarga tersebut. Selanjutnya, pada tahun 2012 Komisi Keluarga menyelenggarakan pertemuan yang sama. Dalam pertemuan kedua ini selain komunitas- komunitas tersebut, beberapa wakil Komisi keluarga Keuskupan Regio Jawa diundang.

Maksud dan tujuan mengundang wakil Komisi Keluarga Regio Jawa ini adalah agar pertemuan ini dapat sampai di keuskupan-keuskupan, sehingga juga terjalinlah relasi dan kerjasama yang baik antar komunitas di setiap keuskupan. Mengapa hanya wakil Komisi Keluarga Keuskupan di Regio Jawa yang diundang? Alasan utamanya adalah karena biaya transportasi ditanggung masing-masing peserta. Maka undangan ini juga menjadi penjajagan atas kesediaan dan keterlibatan keuskupan-keuskupan. Dan ternyata memang tidak semua Komisi Keluarga Keuskupan di Regio Jawa mengirimkan wakil- wakilnya. Pada waktu itu yang datang adalah wakil dari Komisi Keluarga Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung, dan Keuskupan Bogor.

Dalam rapat pengurus harian pada bulan Januari 2013, Ketua Komisi Keluarga yang baru mengungkapkan harapannya agar pertemuan ini menjadi milik bersama antara Komisi keluarga dengan komunitas-komunitas tersebut. Dengan kata lain penyelenggaraan pertemuan ini menjadi tanggungjawab bersama. Maka pertemuan ketiga ini menjadi titik awal kerjasama yang konkret antara Komisi Keluarga KWI dan komunitas-komunitas tersebut.

d. Menghadiri dan mengikuti Raker Komkel Regio/PG

Selama periode 2010 – 2013 ini, pertemuan Komisi Keluarga tingkat Regio hanya terjadi di Regio Jawa dan Nusra. Regio Jawa setiap tahun selalu mengadakan pertemuan bersama dalam Rapat Kerja Komisi Keluarga tingkat Regio. Sedangkan Regio Nusra beberapa kali (2011 di Keuskupan Larantuka, 2012 di Keuskupan Maumere). Tahun 2012, untuk pertama kalinya Keuskupan Ambon menjadi tuan rumah Rapat Kerja Komisi Keluarga Propinsi Gerejawi MAM. Komisi Keluarga hadir dan mengikuti pertemuan- pertemuan tersebut, kecuali pada Raker Regio Nusra tahun 2012 yang diselenggarakan bertepatan dengan libur Hari Raya Idul Fitri, sehingga kesulitan mendapatkan tiket, karena pemberitahuannya sangat mendadak (3 hari menjelang Raker).

Selain menghadiri raker-raker tersebut, Komisi Keluarga juga memberikan animasi bagi Komisi Keluarga di Keuskupan: Sibolga, Jayapura, Timika, dan Agats. Animasi bagi Komisi Keluarga Keuskupan Sibolga dilakukan di dua tempat: Kevikepan Sibolga dan Nias.

Animasi tahun 2012, atas permintaan Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Sibolga, mengajak komunitas ME untuk memberikan enrichment. Dengan demikian, Komisi Keluarga juga melaksanakan tugasnya, yakni mem-fasilitasi kerjasama Komisi Keluarga Keuskupan dengan komunitas ME.

e. Animasi pastoral keluarga – sosialisasi Pedoman Pastoral Keluarga

(4)

4 Selama periode ini juga, Komisi Keluarga KWI memberikan animasi pastoral keluarga dalam kerjasama dengan Bimas Katolik Kementrian Agama RI. Dalam pertemuan ini, Komisi Keluarga diundang sebagai narasumber.

f. Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan KPP

Setelah Pedoman Pastoral Keluarga diterbitkan oleh KWI, Komisi Keluarga menyusun buku serial tambahan untuk Pedoman Pastoral Keluarga. Buku tambahan yang pertama bertema Makna Seksualitas dalam Perkawinan Katolik. Namun sayangnya buku ini belum dapat diselesaikan, karena salah satu tim penyusun (Rm. CB. Kusmaryanto) sangat sibuk, sehingga belum dapat menyelesaikannya hingga sekarang. Harapannya tahun depan, Komisi Keluarga dapat menyelesaikan buku tersebut.

Sekarang Komisi sedang menyusun buku serial kedua, yakni Pedoman Penyelenggaraan Kursus Persiapan Perkawinan Katolik, sebagai tindak lanjut dari Raker Pengurus Inti tahun 2012 yang lalu. Hal yang sangat menggembirakan adalah, dalam penyusunan ini beberapa Komisi dan Sekretariat di lingkungan KWI ikut berpartisipasi, yaitu Komisi Liturgi, Perdamaian Keadilan – Pastoral Migran dan Perantau (KKP-PMP), PSE dan Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP). Diharapkan bahwa pedoman ini memuat kekayaan yang dapat dimanfaatkan oleh para penyelenggara KPP.

Direncanakan buku ini terbit pada awal tahun 2014.

g. Pertemuan Internasional

1) Sejak 2008 beberapa negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar menyelenggarakan Family Symposium. Dan Indonesia pernah menjadi tuan rumah pada tahun 2009. Dari pengalaman selama mengikuti simposium ini, Komisi berharap agar tahun-tahun mendatang akan sangat baik bila ada wakil dari Keuskupan-keuskupan atau dari ME, CFC yang mengikuti simposium ini, dengan catatan biaya transportasi ditanggung sendiri. Komisi Keluarga hanya menanggung biaya transportasi Ketua dan Sekretaris saja.

2) Pertemuan FABC untuk keluarga (BILA II) diadakan pada 20-25 April 2013 di Pastoral Centre Keuskupan Kualalumpur. Atas saran dan himbauan Presidium KWI, Komisi Keluarga KWI mengajak 1 pasutri wakil dari CFC dan 1 pasutri wakil dari ME untuk mengikuti pertemuan BILA II tersebut. Kehadiran bersama ini sangat menggembirakan dan sekaligus membanggakan serta memperkaya masing-masing komunitas. Oleh karena itu, tahun-tahun mendatang, bila ada undangan pertemuan Asia atau Internasional, Komisi Keluarga sebaiknya mengajak dan melibatkan secara aktif ME dan CFC (walaupun karena keterbatasan dana, masing-masing harus menanggung sendiri biaya transportasi dan akomodasi – dan harapannya CFC dan ME tidak keberatan untuk hal ini).

(5)

5 3) Pertemuan Keluarga sedunia di Milan pada 30 Mei – 3 Juni 2012 diikuti oleh Komisi Keluarga bersama komunitas CFC. Mengingat pertemuan ini sangat baik dan berguna untuk materi pendampingan keluarga di Indonesia, maka beberapa materi kongres Teologi Pastoral Keluarga dalam pertemuan tersebut diterjemahkan oleh Komisi dan disosialisasikan melalui Buletin Keluarga (Buletin edisi khusus).

h. Evaluasi:

1) Kepengurusan Komisi Keluarga sangat baik dan solid sebagai tim kerja. Terlebih beberapa anggota pengurus harian sering mewakili Komisi Keluarga KWI dalam bebera[a undangan dari lembaga lain, pemerintah dan lintas agama.

2) Banyak kegiatan dan hasil kerja Komisi Keluarga KWI, tetapi harapan utama belum tercapai, yakni kerjasama antara Komkel KWI dan keuskupan. Masih tampak masing- masing jalan sendiri. Harapan terhadap Pedoman Pastoral Keluarga pun belum terwujud, yaitu bagaimana membangun universalitas pegangan pastoral keluarga i. Setelah menyampaikan beberapa program kerja dan kegiatan yang telah dilakukan

Komisi Keluarga KWI, Sekretaris menyampaikan rencana program kerja 2014 sebagai berikut:

a. Pertemuan Komunitas permerhati kerasulan keluarga III, selain diselenggarakan secara bersama-sama antara Komisi Keluarga KWI dengan komunitas-komunitas tersebut, juga bekerjasama dengan Komisi Komunikasi Sosial KWI (Komsos).

Kerjasama ini berhasil dengan baik, sehingga di tahun-tahun mendatang Komisi Keluarga akan melanjutkan kerjasama dengan KLSD KWI. Tahun 2014 yang akan datang, Komisi keluarga secara khusus akan bekerjasama dengan Komisi Keadilan &

Perdamaian, Pastoral Migran & Perantau untuk memperhatikan dan memberikan pelayanan pastoral kepada keluarga para migran dan perantau. Maka dalam Raker ini pengurus akan berdiskusi untuk memperoleh gambaran mengenai persoalan- persoalan migran dan perantau dan keluarga yang mereka tinggalkan. Oleh karena itu, Komisi Keluarga mengundang Rm. PC. Siswantoko – Sekretaris KKP-PMP dan Sr.

Magda FMM yang aktif pelayanan untuk para migran dan perantau untuk memberi masukan, baik informasi data maupun inspirasi karya pastoral.

b. Selanjutnya pengurus akan bersama-sama mengadakan evaluasi dan memberikan masukan bagi peningkatan pelaksanaan tugas-tugas rutin Komisi Keluarga KWI.

3. Sesi I: Pastoral Keluarga Migran dan Perantau oleh Rm. PC. Siswantoko (lihat materi) - Perlu dicatat baik-baik bahwa persoalan di antara kaum migran dan perantau, bukan

melulu berasal dari kesalahan mereka sendiri, melainkan juga dimunculkan oleh agen- agen (calo) tenaga kerja.

- Beberapa penyebab bermigrasi:

(6)

6 o KDRT terutama terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan ini bermigrasi dengan tujuan juga untuk menyelamatkan diri. (Ternyata di saat Gereja semakin gencar menjunjung tinggi perkawinan, kenyataannya kesengsaraan dalam perkawinan semakin merajalela)

o Kemiskinan  menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang), dijerat hutang (menghindari kejaran tagihan hutang dan untuk membayar hutang)

o Pendidikan rendah  orang menjadi tidak bisa berpikir panjang ketika diiming-imingi uang banyak dengan menjadi TKI/TKW

o Pola hidup konsumtif  mendorong orang mencari uang sebanyak-banyaknya o Perceraian

o Kurang kasih sayang orangtua  mencari kompensasi dengan ikut teman ke luar negeri

o Lapangan kerja kurang

o Pendapatan di negara lain lebih tinggi

- Keluarga migran: bisa baik, jika ada komunikasi dan ada hasil yang baik, tetapi bisa sebaliknya.

- Persoalan keluarga migran:

o Beban ekonomi  tdk menerima kabar dan kiriman uang. Padahal mereka mencari

‘modal’ migran dari hutang atau menggadaikan tanah dsj. Mereka masih harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

o Pendidikan anak terkesampingkan karena lebih memperhatikan kebutuhan hidup o Anak tidak kenal orangtuanya (ayah atau ibunya)  kehilangan figur ayah atau ibu o Ancaman sosial, khususnya bagi perempuan: pelecahan seksual, merendahkan

martabat perempuan dengan sebutan-sebutan negatif “jamal” (janda malaysia) atau

“ismi” (isteri migran)

o Krisis moral  judi, curi, selingkuh dengan alasan ekonomi, prostitusi (kebanyakan) o Krisis iman  ritual keagamaan tidak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari o Kekerasan  karena “penuh” beban pikiran, mudah emosi, marah dan melakukan

kekerasaan thdp anak-anak

- Langkah pastoral keluarga migran: mendesak

o Banyak keluarga yang tidak utuh lagi, keluarga sebagai tempat pertumbuhan tidak berjalan dengan semestinya

o Kita mau apa???

- Kerasulan keluarga mengarah pada keluarga lain (FC 71):

- Usulan Pastoral:

o Pastoral kehadiran, sapaan (kehadiran pemimpin rohani memberikan penghiburan) o Pemberdayaan umat, khususnya para mantan TKI/TKW untuk mengolah keuangan o Pembangunan “komunitas” dari keluarga-keluarga migran

(7)

7 o Pendampingan single parent

o Pencegahan migrasi melalui KPP

o Usulan pengembangan kerjasama dengan credit union

Tanggapan

- Migrasi dan merantau sudah ada sejak zaman dahulu. Jika membaca prosa-prosa peninggalan zaman dahulu, khususnya di Keuskupan Larantuka, kita tahu bahwa merantau mengandung nilai yang positif. Orang yang merantau merasa bangga karena bisa meninggalkan daerahnya dan merasa sebagai ‘pahlawan’ bagi keluarganya. Selain itu, para perantau memiliki nilai-nilai yang baik misalnya solidaritas antar perantau sangat tinggi, sehingga terjalin relasi yang kuat dan kesiapsediaan menolong sesama ketika mengalami kesulitan. Nilai positif lainnya adalah kebanyakan perantau menjadi

‘rasul-rasul’ di tempat yang baru, melalui kegiatan-kegiatan gereja dan semacamnya.

- Namun saat ini terjadi perubahan format migrasi. Arti dan nilai migrasi di masa lalu semakin lama semakin memudar, bahkan hilang. Terlebih ketika dalam migrasi dan perantauan ini muncul beberapa kasus, khususnya human trafficking. Maka menjadi tantangan bagi Gereja: bagaimana mendampingi kaum migran dan perantau agar memiliki dan menghidupi nilai-nilai positif tersebut.

- Mengapa para migran dan perantau Indonesia yang keluar negeri yang mengalami persoalan dan kesulitan dalam kasus-kasus berat, tetapi seperti diabaikan – tidak ditolong? Salah satu sebabnya adalah tidak adanya ‘desk’ di KBRI (Malaysia dan Arab Saudi) yang bisa menjadi ‘tempat pelarian’ bagi mereka yang mengalami kesulitan.

Negara Philippina mempunyai ‘desk’ di setiap Kedutaannya untuk menampung dan menjadi ‘tempat pelarian’ bagi mereka yang mengalami masalah.

- Pastoral yang semestinya kita lakukan adalah pastoral antisipasi supaya keluarga- keluarga tidak mudah tergoda untuk bermigrasi, ke luar negeri (Malaysia dan Arab Saudi) dan mendekati mereka yang sudah terlanjur merantau. Misalnya dengan mengajari mereka bagaimana mengelola uang yang mereka dapatkan dengan bekerja itu untuk dijadikan modal usaha, sehingga tidak perlu bermigrasi dan merantau lagi.

Sesi II: Persoalan-persoalan Pekerja MigranPerantau dan karya pelayanan Pastoral bagi keluarga Pekerja Migran dan Perantau oleh Sr. Magda FMM (lihat materi)

- Di dalam diri kaum migran terdapat “segala” persoalan.

- Salah satu dampak migrasi dan merantau secara lahiriah adalah gaya penampilan:

memakai tindik, tatto dan sebagainya.

- Human Trafficking menjadi bisnis yang menguntungkan saat ini.

- Terjadi transaksi “penjualan” anak-anak di luar perkawinan (karena diperkosa) seharga 1 juta di Pelabuhan Tanjung Priok.

(8)

8 - Gereja perlu melakukan peyadaran terus menerus (animasi) pada keluarga-keluarga

supaya tidak terjebak human trafficking.

Tanggapan

- Animasi atau penyadaran terus menerus harus dimulai dari pengalaman yang sudah ada, agar animasi tersebut efektif karena tidak hanya sekedar teoritis. Animasi yang berdasarkan fakta itu bertujuan untuk mendorong mereka agar tidak pergi ke luar negeri tapi bekerja di negara sendiri. Untuk menganimasi keluarga-keluarga, dibutuhkan pastoral kehadiran Gereja (pastor dan aktivis gereja) untuk mendampingi mereka. Selain penyadaran tersebut, perlu juga diupayakan pemberdayaan ekonomi keluarga di wilayah-wilayah tertentu yang kebanyakan masyarakatnya menjadi TKI. Bagi para TKI yang mempunyai uang hasil kerja didampingi dengan menejemen keuangan.

- Pelayanan pastoral bagi para migran – perantau dan keluarganya bisa menggunakan jalur tarekat yang mempunyai JPIC, kemudian membangun relasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, baik swasta maupun pemerintah seperti Departemen Sosial.

Sesi III: Diskusi bersama

Setelah mendapatkan informasi dari dua narasumber, Pengurus melakukan diskusi bersama.

Beberapa hal yang muncul dalam diskusi tersebut adalah sebagai berikut.

- Pendampingan bagi para migran dan perantau sebaiknya diawali dengan memberi animasi bagi suku-suku yang migrasi. Dalam animasi ini, perlu dan baik bila unsur budaya diperhatikan dan diangkat, agar nilai-nilai luhur budaya tertentu membantu mereka menghayati nilai-nilai kristiani dalam kehidupan di daerah atau negara lain. Animasi ini juga membantu mereka agar dapat membangun solidaritas dan persaudaraan menuju pembangunan keluarga (FC 71).

- Jika kita melihat faktor-faktor yang mendorong orang untuk bermigrasi, sebenarnya faktor- faktor itu juga dialami oleh keluarga-keluarga yang tidak bermigrasi. Dari sinilah muncul pertanyaan: mengapa orang yang satu migrasi sedang yang lain tidak? Tampaknya ada penyebab yang lebih mendasar lagi, sehingga faktor-faktor yang disampaikan tadi hanyalah menjadi ‘pemicu’ migrasi saja. Agaknya faktor ‘mudah terpengaruh janji’ menjadi dorongan kuat untuk migrasi.

- Dari sinilah mungkin Gereja perlu melakukan pastoral bagi keluarga dan kaum muda, salah satu di antaranya adalah membaharui materi dan metode KPP agar sesuai dengan realita yang ada –

“up to date” sebagai salah satu upaya preventif dalam pastoral keluarga. Persoalan migran dan perantau ini juga perlu dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam materi sosial – ekonomi KPP, terlebih di daerah-daerah atau keuskupan-keuskupan yang banyak umat bermigrasi. Perlu dipikirkan pula tambahan waktu untuk para calon suami-isteri mendapatkan pelatihan ketrampilan, yang berguna untuk memberdayakan ekonomi rumah tangga mereka.

- Agar karya pastoral ini tepat sasaran dan efektif, maka diperlukan kerjasama lintas komisi, baik di tingkat Regio, Propinsi Gerejawi, maupun Keuskupan. Kerjasama lintas komisi ini hendaknya memikirkan pastoral apa dan bagaimana strateginya agar arah dan tujuan karya pastoral bagi

(9)

9 para migran dan perantau ini berhasil baik, yakni: mereka sebagai kaum migran dan perantau bisa tahan uji dalam menghadapi godaan-godaan konsumerisme, hedonisme; dan bisa menjadi

‘rasul-rasul’ di tempat mereka berada. Kerjasama lintas keuskupan juga perlu dibangun, karena pastoral migran dan perantau bukan hanya terpusat pada mereka yang meninggalkan daerah (keuskupan)-nya sendiri, melainkan juga mereka yang datang ke daerah (keuskupan) kita sekarang ini.

- Pastoral keluarga ini akan menjadi semakin kuat bila kerjasama lintas Komisi Keuskupan juga melibatkan komunitas-komunitas pemerhati kerasulan keluarga yang ada, hidup, dan berkarya di keuskupan masing-masing.

Sesi IV dan V: Wawanhati Komisi Keluarga dengan Komunitas Pemerhati Kerasulan Keluarga - 3 komunitas: ME, CFC, dan Warakawuri St. Monika memperkenalkan identitas dan karya

pelayanan yang dilakukan selama ini. Juga komunitas-komunitas mengungkapkan beberapa hal:

o Ajakan untuk terlibat di dalam kepengurusan, beberapa kegiatan Komisi Keluarga dan penyelenggaraan pertemuan bersama selama 3 kali ini dirasakan sebagai pengakuan, dukungan dan “dipayungi” dari hierarki (dalam hal ini Komisi Keluarga KWI) atas keberadaan dan karya pelayanan kepada umat, khususnya keluarga- keluarga katolik.

o Di beberapa Keuskupan dan paroki kerjasama antara ME dan CFC sudah berjalan lama, terutama dalam penyelenggaraan Kursus Persiapan Perkawinan.

o Pertemuan bersama komunitas pemerhati kerasulan keluarga yang diselenggarakan bersama diharapkan semakin meningkat, tidak hanya di permukaan saja, tetapi sampai pada tingkat paroki-paroki, sehingga tidak ada kesan “saingan” dan “sikut- sikutan” antar komunitas.

- Selanjutnya wawanhati – dialog bersama, diawali dengan beberapa pertanyaan:

o Bagaimana ME dan CFC dapat membangun kerjasama untuk seluruh umat, bukan hanya terbatas di kalangan para anggotanya saja, mengingat pastoral keluarga ditujukan untuk seluruh umat. Bila ME dan CFC terlibat dalam pastoral keluarga ini, sebaiknya memikirkan pastoral keluarga berjenjang dengan menyatukan materi- materi yang dimiliki masing-masing komunitas ini, sehingga materi pendampingan keluarga berjenjang itu kaya dan lengkap.

o Di Keuskupan Makassar ada kesulitan kerjasama antara ME dengan Komisi Keluarga, karena ME mengatakan sebagai kelompok internasional yang tidak berada di bawah

‘payung’ Komisi Keluarga Keuskupan. Bahkan ketika CFC akan menawarkan pendampingan diminta agar minta ijin terlebih dahulu pada ME, selain kepada Bapa Uskup

o Usulan: dalam pertemuan sekarang ini tampaknya ME dan CFC perlu membuat kesepakatan bersama untuk bekerjasama sampai di tingkat Keuskupan dan bahkan

(10)

10 paroki-paroki, supaya tidak terjadi perpecahan dan pengelompokan di kalangan umat.

o Mengapa hanya komunitas besar seperti ME, CFC saja yang diundang dan diajak dalam pertemuan bersama dengan Komisi Keluarga KWI? Padahal banyak komunitas- komunitas lainnya seperti Tulang Rusuk, STSM (Semakin Tua Semakin Manis), Legio Maria, yang mempunyai andil dan peran besar dalam pastoral keluarga di Keuskupan atau paroki-paroki.

- Tanggapan:

- Tujuan utama mengundang ME, CFC, dan Warakawuri St. Monika dalam Raker Pengurus Inti ini adalah agar terjadi wawanhati – dialog bersama, sehingga masing-masing dapat mengungkapkan keprihatinan, harapan dan cita-cita bersama. Selain itu juga Komisi Keluarga KWI berharap ada evaluasi dan masukan dari masing-masing komunitas atas penyelenggaraan pertemuan bersama yang sudah terjadi sebanyak 3 kali dalam periode 2010 – 2013 ini.

- Kebersamaan dan keterlibatan komunitas pemerhati kerasulan keluarga ini bukan dimaksudkan untuk meleburnya menjadi satu, melainkan justru agar saling melengkapi dengan kekhasan masing-masing dalam pelayanan pastoral keluarga. Justru masing- masing komunitas diharapkan tetap setia pada jati diri dan tujuannya masing-masing dengan tetap memelihara persatuan dengan Gereja universal dan terbuka dalam membangun relasi dan kerjasama dengan kelompok-kelompok kategorial yang lain (PPK 86). Untuk itu bukan hanya sekedar membuat modul baru untuk pendampingan keluarga dengan menyatukan materi-materi yang dimiliki masing-masing komunitas, melainkan lebih dari itu bagaimana semua komunitas menyumbangkan kekayaan nilai- nilai kristiani demi kesejahteraan keluarga.

- Komisi Keluarga tidak mempunyai wewenang atau “garis komando” kepada Keuskupan- keuskupan, sehingga kesulitan seperti yang terjadi di Keuskupan Makassar merupakan tanggungjawab bersama antara Komisi Keluarga Keuskupan dengan komunitas ME.

Jikalau dibutuhkan, KWI siap hadir untuk berdialog bersama.

Selanjutnya Koordinator Nasional ME berjanji akan berdialog dengan Koordinator Distrik Makassar untuk membicarakan hal ini pada kesempata Sidang Dewan Nasional bulan Oktober yang akan datang di Purwokerto.

- Pertemuan ini tidaka dimaksudkan untuk membuat kesepakatan bersama secara tertulis atau semacamnya, tetapi untuk membangun relasi dan keterikatan secara moral bahwa semua berada dalam satu Gereja.

- Yang diundang untuk terlibat dalam karya Komisi Keluarga KWI memang hanyalah komunitas-komunitas besar tingkat nasional, dan bahkan internasional, yakni ME, CFC dan St. Monika. Tanpa mengurangi penghargaan terhadap komunitas-komunitas lainnya, Komisi melihat bahwa komunitas-komunitas yang disebutkan itu berawal dari

(11)

11 sebuah retret yang kemudian karena ikatan batin atau yang lainnya mereka membentuk suatu komunitas di lingkungan Keuskupan atau paroki. Maka penanggungjawab utama pendampingan bagi komunitas-komunitas itu adalah Keuskupan, di mana mereka berada. Dengan demikian ada kesulitan untuk mengundang mereka karena secara struktural tidak ada koordinator atau ketua nasional seperti ME dan CFC. Atas pertimbangan itulah, maka mereka belum dilibatkan dalam karya Komisi Keluarga KWI, tetapi mereka bisa saja diundang dalam pertemuan bersama kita, dengan tetap mempertimbangkan secara matang.

- Keuskupan Agung Palembang akan memulai melibatkan ME dan CFC dalam karya pastoral Komisi Keluarga Keuskupan. Keterlibatan ini diawali dengan penyelenggaraan weekend Me dan CFC di Palembang.

- Secara khusus Ketua Komisi menggarisbawahi sumbangan komunitas pemerhati kerasulan keluarga, khususnya ME dan CFC di KWI dan Keuskupan-keuskupan. Karya pelayanan komunitas memberikan sumbangan sebanyak mungkin nilai-nilai kristiani yang dihayati dalam perkawinan dan hidup berkeluarga. Dengan begitu komunitas- komunitas ini membantu keluarga-keluarga menjadi ‘rasul-rasul’ yang bisa dihandalkan dalam karya pastoral gerejawi. Maka hendaknya komunitas-komunitas mendahulukan pemenuhan kebutuhan umat dengan pendampingan-pendampingan, bukan semata- mata “mencari dan menambah” jumlah anggota komunitasnya.

Sesi VI: Beberapa rencana yang akan menjadi program komisi

Setelah melewati proses Raker, baik mendengarkan informasi dan masukan dari dua narasumber mengenai pastoral bagi migran dan perantau serta masukan dari komunitas- komunitas pemerhati kerasulan keluarga, akhirnya Komisi Keluarga membuat draft rencana program kerja dan kegiatan Komisi tahun 2014 sebagai berikut.

1. Melanjutkan dan meningkatkan karya pelayanan yang sedang berjalan saat ini:

a. Menyelesaikan penyusunan suplemen PPK: Seksualitas dalam Perkawinan dan Pedoman Penyelenggaraan Kursus Persiapan Perkawinan Katolik

b. Kerjasama dengan Komisi Keluarga Keuskupan secara konkret, melalui koordinator Propinsi Gerejawi atau menawarkan tema-tema pastoral keluarga setiap tahunnya, yang dibahas di Raker, yang kemudian dibuat pamflet/brosur.

c. Melaksanakan tugas rutin: hadir dan ikutserta dalam Raker Komisi Keluarga Regio dan/atau Propinsi Gerejawi.

Beberapa catatan:

- Regio tidak bersifat mengikat; menjadi perhatian dan kesepakatan bersama. Maka kepengurusan di tingkat Regio adalah hasil kesepakatan bersama. Maka KWI tidak membuat ‘pedoman’ mengenai struktur pengurus tingkat Regio atau Propinsi Gerejawi.

(12)

12 - Sebaiknya Komisi Keluarga KWI bersama-sama dengan Komisi Keluarga Keuskupan-

keuskupan membuat gerakan bersama pada hari tertentu sebagai wujud nyata perhatian dan dukungan bagi pastoral keluarga. Seperti yang dilakukan oleh ME Surabaya, yang memanfaatkan valentine day menjadi World Marriage Day, atau Bulan keluarga atau Hari Pesta Keluarga Kudus menjadi Hari keluarga.

d. Animasi pastoral keluarga dalam kerjasama dengan Bimas Katolik, BKKBN, Lintas Agama (FAPSEDU)

e. Keterbukaan menanggapi undangan dari lembaga swasta maupun pemerintah: Komnas HAM, Komnas Perempuan, IDI, Kemenhum, dan lembaga-lembaga lainnya.

2. Meningkatkan relasi dan kerjasama Komkel dan Komunitas Pemerhati Kerasulan Keluarga Pertemuan komunitas pemerhati keluarga tetap dilaksanakan dan semakin ditingkatkan dan dijadikan “milik bersama” antara Komisi Keluarag KWI dengan komunitas-komunitas tersebut.

Beberapa catatan:

- Usulan: dalam pertemuan ini sebaiknya Komisi Keluarga, CFC, ME, St. Monika juga mengundang komunitas pemerhati keluarga yang lain.

- Membangun relasi Komisi Keluarga – CFC, ME sampai “ke bawah”, yaitu paroki-paroki.

- Kerjasama Komkel – ME, CFC mengarah pada pemberdayaan keluara-keluarga, sehingga terjadi pewartaan dan penanaman nilai-nilai kristiani dalam hidup keluarga, serta menjadikan keluarga sebagai ‘rasul-rasul’ hidup dalam kasih di masa kini.

3. Merealisasikan karya pelayanan khusus untuk keluarga-keluarga para migran dan perantau dalam kerjasama dengan KKP–PMP dan komisi-komisi lain:

Masukan yang muncul dalam Raker 2013 akan dibahas bersama KKP-PMP dan Komisi atau Sekretariat lain di lingkungan KWI (PSE, SGPP).

- Apa yang dibahas dalam Raker dan kerjasama lintas komisi di lingkungan KWI Diinformasikan melalui Buletin Keluarga, supaya diketahui oleh Keuskupan-keuskupan dan menjadi inspirasi bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya.

- Nilai-nilai inti pastoral migran dan perantau:

1. Pemberdayaan ekonomi rumah tangga dan kerja yang disemangati nilai-nilai kristiani (contoh PUKAT Surabaya dengan membangun ternak babi, dsj., membentuk CAWAN (Calon cendekiawan) Getsemani, yang memberi beasiswa pendidikan tak terbatas untuk anak-anak yang pandai).

2. Evangelisasi dalam budaya  hidup perkawinan & keluarga berdasar kasih, bukan belis dan semacamnya

3. Nilai kesetiaan dibangun melalui komunikasi keluarga, walaupun sedang berjauhan 4. Nilai-nilai positif merantau: kebanggaan (‘kepahlawanan’), solidaritas, kekuatan

relasi semakin dikuatkan melalui pastoral migran dan perantau.

(13)

13 5. Membantu para migran – perantau untuk menjadi ‘misionari’ – pewarta iman di

tempat baru

4. Meneruskan dan meningkatkan jejaring internasional:

Sedapat mungkin hadir bersama dengan komunitas ME, CFC, dalam:

a. Simposium Keluarga se-Asia Tenggara

b. Pertemuan-pertemuan internasional yang lain 5. Tambahan dari Ketua Komisi Keluarga:

a. Keterlibatan mitra komisi keluarga dalam kebersamaan di Komisi Keluarga

b. Kesepakatan yang dibuat bersama mempunyai kekuatan ikatan moral untuk kita bersama, diupayakan bersama bisa dilakukan di keuskupan-keuskupan.

6. Kepengurusan

a. Kebersamaan dalam kepengurusan Komisi Keluarga tetap dipelihara dalam persaudaraan dan kekeluargaan

b. Sebaiknya kepengurusan tidak putus sama sekali. Artinya bila ada pergantian anggota pengurus, sebaiknya sebagian saja – tidak semua anggota ganti baru.

c. Perlu dimengerti secara tepat beberapa Rapat Pengurus, yakni rapat Pengurus Harian, Pengurus Inti, dan Rapat Pleno Komisi Keluarga. Dalam periode 2010 – 2013 ini kita mengadakan rapat Pengurus Harian 3 kali setahun dan 1 kali rapat Pengurus Inti. Sedangkan rapat Pleno diadakan minimal sekali dalam 3 tahun, dengan mengundang Ketua Komisi Keluarga seluruh Keuskupan. Rapat Pleno ini belum diadakan karena beberapa pertimbangan.

7. Lain-lain

a. Komisi Keluarga Regio Papua belum pernah ada pertemuan dan kerjasama selama ini. Diharapkan tahun-tahun mendatang, bisa terbangun komunikasi yang mengarah pada pertemuan bersama.

4. Penutup

Perayaan ekaristi pada pukul 11.00 menutup seluruh proses Rapat Kerja Pengurus Inti Komisi Keluarga 2013 ini.

Referensi

Dokumen terkait

Both the Yupik (Siberian or Central Siberian Yupik) and the Chukchi languages have been taught in the collège since its opening in 2 0 0 3 under the following programs: " O u

Strategi SO yaitu : a.) Strategi pengembangan pengembangan jambu gondang manis yang dipadukan dengan sumber daya manusi yang berkualitas dan dengan agroekologi

Jika dengan menggunakan modal awal untuk pembentukan portofolio yang dimisalkan adalah sebesar Rp 100.000.000,00, maka alokasi dana untuk memperoleh portofolio

Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk dapat air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tidak jarang menimbulkan luka-luka

Dari analisis NMR karbon-13 di atas diperoleh perubahan atom karbon sebagai berikut: (i) adanya karbon karbonil alifatik baru, hal ini didukung oleh analisis spektrum FTIR yang

Beberapa pengertian loyalitas pelanggan menurut para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa loyalitas pelanggan merupakan kesetiaan konsumen terhadap perusahaan atau

Kerjasama Provinsi DIY dengan MPF Korea Selatan merupakan bentuk hubungan transnasional karena bersifat lintas nasional dan tidak sepenuhnya dikendalikan oleh aktor

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu (Yesaya 50:4a)..