• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Pemasaran

Pemasaran adalah induk dari teori-teori tentang ritel sebagai channel distribution yang nantinya akan berhubungan dengan store atmosphere. Pemasaran yang baik dapat mendukung kesuksesan suatu perusahaan. Konsep pemasaran digunakan dalam kegiatan pertukaran atau perdagangan. Pemasaran merupakan salah satu aktivitas yang dapat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Tujuan aktivitas pemasaran adalah untuk meningkatkan penjualan yang dapat menghasilkan laba dengan cara memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Menurut Stanton yang dikutip oleh Herry Achmad Buchory (2010:2), pengertian pemasaran sebagai berikut:

“Marketing is total system of business design to plan, price, promote, and distribute want satisfaying products to target markets to achieve organizational objective”.

“Pemasaran adalah suatu system total dan kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi”.

Sedangkan definisi menurut Kotler dan Keller (2010:5) adalah sebagai berikut:

“Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain”. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan dalam organisasi dengan proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai kepada pelanggan untuk menjalin hubungan dengan

(2)

pelanggan agar menguntungkan bagi organisasi dan stakeholder sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya.

2.2 Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pelaksanaan dari pemasaran. Dengan ilmu manajemen pemasaran, perusahaan dapat menentukan pasar yang mana yang dituju dan membina hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Buchory (2010: 5) adalah: “Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menghasilkan pertukaran yang memuaskan individu dan memenuhi tujuan organisasi”.

Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong yang dialihbahasakan oleh Sindoro dalam bukunya “Dasar-Dasar Pemasaran” (2007;16), mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai berikut :

“Manajemen Pemasaran merupakan analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi”.

Dari pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu organisasi memilih pasar sasaran yang sesuai dan menjalin hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut.

2.3 Bauran Pemasaran

Dalam memasarkan produknya, perusahaan membutuhkan elemen-elemen bauran pemasaran yang baik dan efektif untuk memberikan informasi mengenai produk perusahaan kepada masyarakat sehingga produk tersebut terkenal dan akhirnya masyarakat mempunyai keinginan untuk membelinya.

Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006 :70) dalam Manajemen Pemasaran Jasa menyatakan bauran pemasaran adalah sebagai berikut :

(3)

”Bauran Pemasaran (marketing Mix) adalah alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan

positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.”

Sedangkan menurut Buchari Alma (2007;205) dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, menjelaskan bauran pemasaran adalah sebagai berikut:

”Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan”

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa bauran pemasaran adalah rangkaian alat-alat yang dapat dikendalikan, yang berfungsi sebagai strategi pemasaran yang dibaurkan oleh perusahaan untuk membuat respon yang diinginkan dari pasar sasaran.

Kotler dan Amstrong (2007;52) juga menjelaskan bahwa ada 4 konsep yang tercakup dalam kegiatan bauran pemasaran (marketing mix) yang terkenal dengan sebutan 4p, yang tertera pada gambar berikut:

Gambar 2.1

The Four P Of The Marketing

Sumber : Kotler dan Amstrong (2007:53) Product Variety Quality Design Features Brand name packaging Place Channels Coverage Assortments Location Inventory Transportati on logistic Promotion Advertizing Personal selling Sales promotion Public relation Price List price Discount Allowance Payment period Credit terms Target consumers Intended positioning

(4)

1. Product

Produk adalah barang dan jasa yang dikombinasikan oleh perusahaan yang akan disampaikan kepada target market.

2. Price

Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen atau pelanggan untuk mendapatkan suatu produk dari perusahaan.

3. Place

Tempat/saluran distribusi termasuk aktifitas dari perusahaan untuk membuat produk yang dihasilkan sampai ke tangan konsumen.

4. Promotion

Promosi adalah aktifitas untuk mengkomunikasikan berbagai keunggulan yang dimiliki suatu produk, dan mempengaruhi target market untuk membeli produk tersebut.

Berdasarkan definisi di atas bahwa bauran pemasaran adalah rangkaian alat-alat yang dapat dikendalikan, yang berfungsi sebagai strategi pemasaran yang dibaurkan oleh perusahaan untuk membuat respon yang diinginkan dari pasar sasaran. Elemen-elemen bauran pemasaran untuk produk jasa perlu ditambah dengan people, physical evidence, dan process, berikut penjelasannya :

1. Orang (people), merupakan semua pelaku yang turut ambil bagian dalam penyajian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli, yang termasuk dalam elemen ini adalah personil perusahaan dan konsumen. 2. Lingkungan Fisik (Physical evidence), merupakan lingkungan fisik

dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, dan setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut.

3. Proses (process), merupakan semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa yang disampaikan yang merupakan sistem penyajian atas operasi jasa.

(5)

2.4 Saluran Pemasaran

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place yang mencakup saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen untuk menyampaikan produknya kepada konsumen. Dengan tidak adanya saluran pemasaran, konsumen akan kesulitan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya, ataupun perusahaan akan menghadapi kesulitan uuntuk menyampaikan produknya kepada konsumen.

2.4.1 Pengertian Saluran Pemasaran

Pengertian saluran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007;432) adalah:

“Marketing channels are sets of interdependent organizations involved in the process of making a product or service available for use or consumption”.

Sedangkan menurut Saladin (2006;153), menyebutkan bahwa:

“Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi”.

Dari definisi-definisi di atas penulis dapat menyimpulkan pengertian saluran pemasaran mempunyai kegiatan untuk menyalurkan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan terutama yang menyangkut dengan pemasaran dapat berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

2.4.2 Jenis-Jenis Perantara Pemasaran

Dalam perekonomian dewasa ini, sebagian produsen tidak menjual langsung produknya kepada para pemakai akhir atau pemakai kalangan industri tapi melalui perantara, di mana perantara ini memerankan berbagai fungsi sehingga membantu produsen dalam melaksanakan pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2007:555), perantara dibedakan berdasarkan hak kepemilikan

(6)

barang menjadi dua golongan, yaitu pedagang perantara (merchant middlemen) dan agen perantara (agent meddlemen).

1. Pedagang perantara (merchant middlemen)

Adalah perantara yang bertindak atas namanya sendiri, di mana perantara tersebut yang membeli, mempunyai hak atas barang itu, dan menjual kembali barang-barangnya dan mengambil keuntungan. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah pedagang besar (wholesaler) dan pengecer (retailer). Adapun pengertian pedagang besar dan pengecer adalah sebagai berikut :

Pedagang besar (wholesaler)

Pedagang perantara yang membeli barang-barang baik dari produsen maupun dari pedagang dalam jumlah yang besar untuk dijual kembali atau untuk pengguna bisnis.

Pengecer (retailer)

Pedagang perantara yang membeli barang-barang dalam jumlah yang cukup besar untuk tujuan dijual kembali kepada konsumen akhir dalam jumlah yang relatif kecil.

2. Agen Perantara (agent middlemen)

Adalah perantara yang bertindak bukan atas dirinya sendiri, jadi perantara tersebut tidak memiliki hak atas barang, tetapi membantu dalam memindahkan hak milik atas barang tersebut dari produsen ke konsumen. Yang termasuk di dalamnya adalah broker, perwakilan perusahaan manufaktur, agen penjualan dan lain-lain.

2.4.3 Tingkat Saluran Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2007;438), Tingkat Saluran Pemasaran terbagi atas beberapa macam, yaitu :

a) Zero level channel (Saluran Nol Tingkat)

Yaitu penjualan langsung kepada konsumen akhir. Contoh dalam penjualan langsung ini adalah: penjualan langsung ke rumah-rumah, home parties, penjualan lewat surat, telemarketing, penjualan melalui TV, penjualan melalui internet, toko yang dimiliki oleh pabrik.

(7)

b) One level channel (Saluran Satu Tingkat)

Yaitu penjualan melalui satu perantara. Dalam hal ini, produsen memiliki satu perantara penjualan, contohnya adalah peritel.

c) Two level channel (Saluran Dua Tingkat)

Penjualan yang mempunyai dua perantara penjualan. Di dalam saluran pemasaran barang konsumen mereka merupakan pedagang besar atau grosir dan pengecer, sedangkan dalam saluran pemasaran barang industri mereka merupakan sebuah penyalur tunggal dan distributor industri.

d) Three level channel (Saluran Tiga Tingkat)

Penjualan yeng mempunyai tiga perantara, yaitu pedagang besar (grosir), pemborong, dan pengecer. Pedagang besar menjual kepada pemborong, yang juga akan menjual kepada peritel kecil.

2.5 Ritel

Salah satu perantara dalam saluran distribusi pemasaran adalah pengecer atau ritel yang mempunyai peranan penting dalam pendistribusian produk kepada konsumen dengan menyediakan banyak jenis dan keragaman barang maupun pelayanan. Retailing adalah saluran distribusi setelah wholeselling.

2.5.1 Pengertian Ritel

Sebagian besar para produsen atau para pelaku pemasaran dalam rangka menjual produk dagangannya selalu berusaha untuk mencapai tempat yang paling dekat dengan konsumen, salah satunya adalah melalui penjual eceran (retailer) yang memang mempunyai hubungan yang dekat dengan konsumen akhir.

Definisi retail menurut Utami (2010;5) adalah:

“Ritel adalah salah satu perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjulaan kepada konsumen dalam penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga”

Sedangkan menurut Alma (2009;54) pedagang eceran adalah:

Pedagang eceran adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir”

(8)

Dari kedua definisi di atas dapat dilihat bahwa retailing merupakan aktivitas penjualan barang ataupun jasa secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk perorangan, maupun untuk kebutuhan rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis.

2.5.2 Klasifikasi Ritel

Salah satu perantara dalam saluran pemasaran adalah toko eceran. Toko eceran mempunyai peranan penting dalam perekonomian dengan menyediakan banyak jenis dan keragaman barang maupun pelayanan, sehingga perlu penempatan yang tepat bagi barang yang sesuai dengan yang ditawarkan.

Klasifikasi toko-toko eceran menurut Berman dan Evan dalam bukunya “Manajemen Ritel” (2007:71) adalah sebagai berikut :

1. Kepemilikan

Pengecer dapat diklasifikasikan secara luas menurut bentuk kepemilikan independent, bagian dari rantai atau toko waralaba.

a. Pengecer independent adalah pengecer yang dimiliki oleh seseorang atau suatu kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga eceran yang lebih besar

b. Toko berantai, (chain store) adalah toko yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh satu organisasi

c. Waralaba (franchise) dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar.

2. Tingkat pelayanan

Tingkat pelayanan yang disediakan oleh pengercer dapat diklasifikasikan sepanjang suatu rangkaian dari pelayanan penuh (full service) sampai pelayanan sendiri (self service).

3. Keragaman produk

Dasar ketiga untuk memposisikan atau mengklasifikasikan toko-toko adalah berdasarkan keluasan dan kedalaman lini produk mereka. Sebagai contoh adalah toko khusus (speciality store) merupakan toko-toko yang paling

(9)

terkosentrasi dalam keragaman produk mereka, biasanya menjual lini produk tunggal atau sempit tetapi dengan tingkat kedalaman yang tinggi.

4. Harga

Harga merupakan cara ke empat untuk memposisikan toko-toko eceran. Toko diskon, factory outlet dan pengecer obral adalah toko yang menggunakan harga rendah.

2.5.3 Jenis-jenis Ritel

Setiap toko, masing-masing menawarkan keragaman produk, jenis jasa dan tingkat harga yang berbeda-beda, sesuai dengan keinginan belanja pelanggan. Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007:39) ritel dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan non store retailer.

a. Food retailers 1. Supermarkets

Supermarkets konvensional biasanya mempersilahkan pengunjung untuk melayani dirinya sendiri dalam mencari kebutuhan seperti perlengkapan sehari-hari, daging, perlengkapan yang bukan termasuk makanan seperti perawatan kesehatan, kecantikan, dan barang-barang umum lainnya. Supermarket di desain untuk memaksimalkan efisiensi dan menghemat biaya. Contohnya; merchandise dalam karton/ dus langsung dipajang pada rak, sehingga tidak memerlukan adanya pembongkaran terlebih dahulu.

2. Supercenters

Supercenters adalah jenis ritel yang cepat berkembang. Supercenters biasanya mempunyai mempunyai luas toko 150.000-220.000 meter persegi, dan dikombinasikan dengan toko diskon lini penuh. Tetapi, karena supercenters sangat besar, kebanyakan pelanggan merasa tidak nyaman karena untuk mencari barang yang dibutuhkan diperlukan waktu yang relatif lama.

(10)

3. Hypermarkets

Hypermarkets mempunyai luas 100.000-300.00 meter persegi. Hypermarkets juga termasuk jenis ritel yang cukup berkembang. Hypermarkets mempunyai 40.000 sampai dengan 60.000 jenis barang yang meliputi barang-barang eceran, perangkat keras, perlengkapan olah raga, furniture, sampai perlengkapan seperti komputer dan elektronik.

4. Warehouse club

Warehouse club adalah peritel yang menawarkan jenis makanan dan general marchandise yang terbatas dengan sedikit pelayanan dengan tingkat harga yang relatif rendah untuk para konsumen akhir dan bisnis kecil. Luas ritel ini berkisar 100.000-150.000 meter persegi.

5. Convenience Stores

Convenience stores atau toko kebutuhan sehari-hari memberikan aneka ragam barang kebutuhan yang terbatas dengan lokasi yang terjangkau dengan luas antara 2000-3000 meter persegi. Toko kebutuhan sehari-hari dengan pelayanan sendiri (self service) secara fisik berlokasi dekat area tempat tinggal penduduk. Namun, harga barang yang ditawarkan di toko kebutuhan sehari-hari biasanya lebih tinggi daripada di pasar swalayan.

b.General merchandise retailers 1. Departement store

Departement store adalah peritel yang memuat berbagai macam barang dan perlengkapan, menyajikan customer services, dan mengatur toko menjadi departemen yang terpisah dan tidak sama untuk penataan merchandise. Menaungi beberapa bagian penjualan produk dibawah satu atap, sebuah department store menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik dan barang-barang meubel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian dari pada di satu area pintu keluar pusat.

(11)

Masing-masing bagian diperlukan sebagian pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan.

2. Full-Line discount store

Full-line discount store adalah peritel yang menawarkan jenis barang yang bervariasi, pelayanan yang terbatas, dan harga yang rendah. Discount store menawarkan merk pribadi/ yang jarang ada dan merk nasional, tetapi kedua merk tersebut mempunyai ciri khas dan orientasi pakaian yang terbatas daripada merk-merk yang tersedia pada department store.

3. Specialty stores

Specialty store berkonsentrasi pada jenis barang tertentu dan memberikan pelayanan yang sangat tinggi dalm toko yang relatif kecil. Contoh dari specialty store adalah toko emas, toko elektronik dan lain-lain.

4. Drugstore

Drugstore adalah salah satu toko khusus yang mengkonsentrasikan usahanya pada barang-barang kesehatan dan barang perawatan pribadi. Toko obat (drugstore) menawarkan produk-produk dan jasa yang berkaitan dengan farmasi sebagai daya tarik utama mereka.

5. Category Specialists

Category specialists adalah toko diskon dengan ukuran yang besar. Ritel ini dasarnya adalah discount speciality store. Dengan menawarkan barang-barang yang lengkap dengan harga yang murah, toko ini dapat membunuh barang yang disediakan oleh peritel lain. Toko ini juga bisa disebut sebagai category killers.

6. Extreme Value Retailers

Extreme Value Retailers adalah sebuah toko kecil dan termasuk toko diskon dengan lini penuh yang menawarkan barang dagangan yang terbatas dengan harga yang sangat murah. Extrem value retailers dapat mengurangi biaya sehingga mempunyai harga yang murah

(12)

dengan menawarkan barang-barang yang terbatas dan beroprasi pada lingkungan yang kecil, lingkungan penduduk, dan lokasi yang mudah dijangkau.

7. Off-price retailers

Off-price retailers menawarkan barang-barang bermerk yang tidak menentu dan dengan harga yang murah. Kebanyakan barang-barang off-price retailers dibeli dari perusahaan atau ritel lain yang mempunyai kelebihan produk atau barang dagangan di akhir musim. Barang-barang tersebut mungkin saja mempunyai ukuran yang tidak biasa, warna dan model yang tidak popular, atau mempunyai cacat produksi.

c. Non Store Retailers 1. Electronic Retailers

Electronic Retailers (atau sering dikenal dengan e-tailling, online tailing, dan internet tailing) adalah format ritel di mana peritel berkomunikasi dengan konsumen dan menawarkan barang dan jasa yang dijual melalui internet. Kebanyakan peritel yang menawarkan produknya melalui internet mempunyai pasar sasaran yang kecil (hanya orang-orang tertentu) dan tidak ekonomis apabila dilayani oleh toko.

2. Catalog and Direct Mail Retailers

Catalog retailling adalah format ritel bukan toko di mana peritel menawarkan produk dan mengkomunikasikannya kepada konsumen menggunakan catalog, sedangkan direct mail ritelers mengkomunikasikan produk mereka dengan menggunakan surat atau brosur.

3. Direct Selling

Direct selling atau penjualan langsung adalah format ritel yang menggunakan sales people yang secara langsung mendatangi konsumen di lokasi yang cocok, yaitu dirumah ataupun kantor konsumen, mendemonstrasikan keuntungan dari barang yang dijual

(13)

atau memperagakan penggunaannya, menerima pesanan barang, dan mengirimkan barang atau jasa.

4. Television Home Shopping

Television home shopping adalah format ritel di mana konsumen menonton suatu program TV yang mendemontrasikan barang dagangan dan menempatkan pesanan dari barang tersebut melalui telepon.

5. Vending machine retailing

Vending machine retailing adalah format ritel bukan toko dimana produk yang dijual disimpan dalam sebuah mesin dan diberikan kepada konsumen apabila mereka menyetorkan uang tunai atau menggunakan kartu kredit. Vending machine biasanya ditempatkan pada lokasi yang mudah terlihat, banyak orang berlalu lalang, seperti kantor atau kampus, dan biasanya barang tersebut berupa makana atau minuman ringan.

d) Services retailing

Service retailing adalah jenis ritel yang lebih banyak menyediakan pelayanan daripada barang yang dijual, atau bahkan hanya menjual jasa. Contohnya seperti bank, bandara, bengkel, hotel, perusahaan asuransi dan yang lainnya.

2.6 Bauran Ritel

Ritel atau eceran mempunyai bauran yang penting untuk diperhatikan demi kelangsungan bisnis ritel tersebut. Dengan memperhatikan semua bauran tersebut, suatu bisnis ritel dapat menjadi lebih unggul dibanding peritel lainnya.

Pengertian retailing mix menurut Lamb, Hair, McDaniel (2007:96) mengungkapkan faktor-faktor yang dapat dikombinasikan oleh suatu usaha eceran sebagai bauran penjualan eceran (retailing mix) adalah sebagai berikut:

“Bauran eceran (Retailing mix) terdiri dari enam P : empat P kombinasi pemasaran (product, place, promotion, dan price) ditambah personnel dan persentation”.

(14)

Sedangkan menurut Hendri Ma’ruf (2005; 114), Retailing mix terdiri dari:

1. Lokasi.

Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya setting/ambience yang bagus.

2. Produk.

Produk-produk yang dijual dalam ritel disebut merchandise. Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar, karena merchandise adalah “mesin sukses” bagi pengecer.

3. Harga.

Harga adalah satu-satunya unsur dalam berbagai unsur bauran pemasaran ritel itu yang bakal mendatangkan laba bagi peritel. Penentuan harga yang tepat akan sangat mendukung tercapainya tujuan perusahaan.

4. Periklanan dan Promosi.

Image (citra) dibangun dengan program promosi. Program promosi yang lengkap disebut bauran promosi (promotion mix) yang terdiri atas iklan, sales promotion, public relations, dan personal selling.

5. Suasana dalam gerai.

Gerai kecil yang tertata dan menarik akan lebih mengundang pembeli apabila dibandingkan gerai yang diatur biasa saja. Atmosphere dalam gerai dapat mempengaruhi perilaku konsumen, seperti betah berlama-lama di dalam toko, melakukan pembelian, dan juga pada berpengaruh terhadap image toko.

6. Pelayanan.

Pelayanan eceran bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan

(15)

fasilitas-fasilitas berupa toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum, dan sarana parkir.

2.7 Store Atmosphere

Store atmosphere merupakan salah satu unsur dari retailing mix yang juga harus diperhatikan oleh suatu bisnis ritel. Dengan adanya store atmosphere yang baik, perusahaan dapat menarik konsumen untuk berkunjung dan melakukan pembelian.

2.7.1 Pengertian Store Atmosphere

Pengertian store atmosphere menurut Berman dan Evan dalam bukunya

“Retail Management” (2007:454) adalah :

“Atmosphere refers to the store’s physical characteristics that project an image and draw customer”.

Pengertian store atmosphere menurut Utami dalam (2010:255) mengatakan bahwa :

“Suasana (atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak.

Dari pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa store atmosphere adalah suatu karakteristik fisik dan sangat penting bagi setiap bisnis ritel hal ini berperan sebagai penciptaan suasana yang nyaman dan membuat konsumen secara tidak langsung melakukan pembelian.

2.7.2 Elemen-Elemen Store Atmosphere

Store Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere terdiri dari exterior, general interior, store layout, dan interior displays.

(16)

Gambar 2.2

Elemen-elemen store atmosphere

Sumber : Berman dan Evans dalam bukunya Retail Management (2007:545)

Menurut Berman dan Evan dalam bukunya “Retail Management (strategic approach)” (2007:545) membagi elemen-elemen store atmosphere ke dalam empat elemen, yaitu :

1. Exterior

Exterior sebuah toko mempunyai pengaruh yang kuat terhadap image toko dan harus direncanakan secara matang. Konsumen terkadang menilai sebuah toko dari bagian depannya. Bagian depan sebuah toko merupakan keseluruhan physical exterior dari sebuah toko. Yang termasuk dalam exterior adalah pintu masuk, etalase, teras, papan nama toko, dan konstruksi material lainnya.

Yang termasuk exterior toko adalah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus memperhatikan tiga hal utama yaitu :

a) Yang pertama adalah jumlah pintu masuk yang dibutuhkan. Banyak toko kecil yang hanya mempunyai satu pintu masuk. Sebuah departement store mungkin bisa memiliki pintu masuk antara empat sampai delapan buah atau lebih.

b) Hal yang kedua adalah tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah yang dapat secara otomatis membuka sendiri atau yang bersifat manual.

c) Hal yang terakhir adalah jalan masuknya. Jalan yang lebar dan lapang dapat menciptakan atmosphere yang berbeda dibanding dengan jalan yang kecil dan sempit.

store atmosphere created by the retail Exterior Interior displays General interior Store layout

(17)

Etalase toko juga memiliki arti yang penting bagi exterior toko. Etalase toko memiliki dua tujuan utama yaitu :

a) Sebagai identifikasi dari sebuah toko.

b) Sebagai alat untuk menarik orang agar masuk kedalam toko.

Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan yang unik dan menarik perhatian. Serta kelengkapan-kelengkapan yang dapat menarik perhatian karena keunikannya.

Lingkungan di sekitar toko juga perlu diperhatikan. Lingkungan luar toko dapat berpengaruh terhadap citra mengenai harga produk, level, serta pelayanan toko dan sebagainya. Fasilitas parkir juga berpengaruh terhadap atmosfir toko. Pembeli potensial mungkin tidak akan mau memasuki toko apabila harus bersusah payah memarkirkan mobilnya. Store atmosphere dapt berkurang kenyamanannya apabila tempat parkir sempit serta antrian masuknya padat.

2. General Interior

Menurut Berman dan Evan (2007;548-550), yang dimaksud dengan general interior adalah sebagai berikut:

Saat konsumen berada dalam sebuah toko, maka banyak elemen-elemen yang mempengaruhi persepsi mereka. Lampu yang terang, suara dan aroma yang dapat mempengaruhi perasaan konsumen serta perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan dan estetikannya.

Konsumen juga dipengaruhi oleh temperatur udara di dalam toko. Kurangnya sejuknya udara dapat mempercepat keberadaan konsumen didalam toko. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana perawatannya agar dapat selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko, tetapi apabila terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan jelek.

(18)

3. Store Layout

Menurut Berman dan Evan (2007; 552-552), store layout meliputi:

Perencanaan store layout meliputi penataan penempatan ruang untuk mengisi ruas lantai yang tersedia, mengklasifikasikan produk yang akan ditawarkan, pengaturan lalu lintas di dalam toko.

Pembagian ruangan toko meliputi ruangan-ruangan sebagai berikut: a) Selling space atau ruang penjualan, yang merupakan tempat

produk-produk dipajang serta merupakan tempat interaksi antara pembeli dan penjual.

b) Merchandise space atau ruang merchandise, yang merupakan ruang untuk produk-produk dengan kategori nondisplayed items.

c) Personel space atau ruang karyawan, yang merupakan ruang yang khusus untuk karyawan.

d) Customer space atau ruang untuk konsumen, yang meliputi kursi, rest room, restoran dan lainnya.

Mengatur lalu lintas didalam toko dilakukan dengan menggunakan dua pola yaitu straight (gridiron) teffic flow dan curving (free-flowing) treffic flow. Masing-masing pola memiliki kelebihan sendiri, yaitu:

Pola straight (gridiron) treffic flow memiliki kelebihan sebagai berikut: a) Dapat menciptakan atmosfir yang efisien.

b) Menciptakan ruang yang lebih banyak untuk memajang produk. c) Menghemat waktu belanja.

d) Mempermudah mengontrol barang, dan dapat menerapkan self service. Pola curving (free-flowing) treffic flow memiliki kelebihan sebagai berikut:

a) Dapat menciptakan atmosfir yang lebih bersahabat. b) Mengurangi rasa terburu-buru konsumen.

c) Konsumen dapat berjalan-jalan keliling toko dengan pola yang berbeda-beda.

(19)

Hal terakhir yang menyangkut store layout adalah menyusun produk-produk yang ditawarkan sesuai dengan karakteristik produk-produk..

Menurut Hendri Ma’ruf (2005; 208) ada empat macam layout, yaitu: a) Tata letak lurus (gridiron layout / grid layout)

Pola lurus seperti gambar 2 berikut ini sering dipakai gerai seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket. Pola lurus menguntungkan dalam kesan efisien, lebih banyak barang yang dipamerkan, mempermudah konsumen untuk menghemat waktu belanja, dan kontrol lebih mudah.

Gambar 2.3

Gridilon lay out

Sumber: Hendri Ma’ruf (2005; 209) b) Tata letak bebas (free flow layout)

Pola arus bebas untuk gerai kecil seperti terlihat dalam gambar 2.3 untuk gerai besar seperti departement store tata letak ini disebut juga sebagai tata letak ini juga sebagai tata letak lengkung (curving layout) karena polanya berbelok atau melengkung dengan potongan berupa gang (aise) yang memungkinkan pengunjung gerai bebas berbelok. Tata letak dengan pola ini menguntungkan dalam hal memberi kesan bersahabat dan mendorong konsumen untuk bersantai dalam memilih.

Gambar 2.4

Free flow layout

(20)

c) Tata letak butik (boutique layout)

Tata letak butik merupakan versi yang sama dengan tata letak arus bebas, kecuali bahwa bagian-bagian atau masing-masing departemen diatur seolah-olah toko specialty yang berdiri sendiri. Tata letak ini menjadi mahal karena pengaturannya disesuikan dengan target market yang berbeda-beda dalam gerai yang sama. Unutk gerai kecil, tata letak butik adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5

Boutique layout

Sumber: Hendri Ma’aruf (2005;210)

d) Tata letak arus berpenuntun (guidded shopper flows)

Tata letak arus berpenuntun terbilang tata letak yang sedikit dianut. Tata letak ini membuat pelanggan dapat”digiring” melalui jalan yang diciptakan sehingga salah satu kelemahannya adalah kelelahan sebagian pelanggan. Tetapi keuntungan bagi pelanggan mereka mendapatkan suguhan pilihan produk dalam ragam dan jumlah item yang besar.

4. interior (point-of-purchased) Displays

Menurut Berman dan Evan (2007; 555-557) jenis dari interior displays adalah sebagai berikut:

a) Assortment displays

Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan , melihat, dan mencoba produk.

(21)

b) Theme-setting displays

Merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema tertentu. Theme setting displays digunakan dengan tujuan untuk membangkitkan suasana/nuansa tertentu.

c) Ensemble displays

Merupakan bentuk interior display yang digunakan untuk satu set produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk.

d) Rack displays

Merupakan bentuk interior displays yang memiliki fungsi utam sebagai tempat/gantungan untuk produk yang ditawarkan.

e) Cut case

merupakan interior displays yang murah karena hanya menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di supermarket atau oleh toko yang sedang menyelenggarakan diskon.

Menurut Hendri Ma’ruf (2005; 213) penyajian merchandise / teknik display dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a) Open display, yaitu penataan yang dimaksudkan untuk menciptakan kedekatan antara konsumen dan merchandise.

b) Assortment display, yaitu menyediakan berbagai macam merchandise. c) Ensemble displays, yaitu menyajikan secara lengkap produk-produk yang

saling berkaitan dan saling mendukung.

d) Theme-setting display, yaitu memperagakan poduk yang dikaitkan dengan tema-tema yang sedang berlangsung dan diciptakan untuk memproyeksikan suasana terkait baik secara lokal, nasional, bahkan secara Internasional.

e) Styling display, ini berkaitan dengan segmen pasar tertentu yang menjadi target peritel. Display dibuat sesuai segmen tersebut dan dimanfaatkan oleh peritel pakaian, gerai olahraga, dll.

f) Coordinated display, yaitu suatu display yang melengkapi item utama yang didisplay dengan item-item terkait sehingga membentuk suatu

(22)

rangkaian yang lengkap dan utuh. Conthnya: suatu merek jins tertentu yang didisplay secara lengkap (kemeja, celana) beserta asesorisnya. g) Category display, yang didominasi kategori produk, yaitu display yang

mennyangkut segala ukuran, warna, atau jenis gunanya untuk memberi kesan peritel yang bersangkutan memiliki keragaman dan kedalaman kategori produk yang dijualnya.

h) Power aisles, yaitu sedikit item tetapi dalam volume yang besar ditempatkan di suatu gang untuk memberi kesan bahwa harga item itu rendah.

i) Name or brand, yaitu display yang menawarkan koleksi produk merek tertentu atau merek private.

j) Case display, semacam rak barang, tapi untuk jenis seperti CD musik, buku, barang-barang yang besar.

k) Cut case, yaitu kotak atau dus tempat barang yang dipotong sebagiannya dan disajikan sebagai display.

l) Other teqnique, seperti penempatan produk pada posisi yang favorit, yaitu display diujung jalan, posisi sebaras tinggi mata, dan konter kasir.

2.8 Loyalitas Pelanggan 2.8.1 Definisi Loyalitas

Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidak puasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana sikap pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakannya.

Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumen yang loyal karena konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan.

(23)

Definisi loyalitas menurut Oliver dalam Kotler dan Keller (2009:138) adalah :

“Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai dimasa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih.”

Menurt Griffin (2007:274) loyalitas adalah :

“Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan.”

Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Ratih Hurriyati (2005:128) yang dikutip oleh Uus Md Fadli, dkk (2013) yaitu :

“Loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.”

Menurut Reichheld dalam Utomo (2010:22) :

“loyalitas pelanggan diartikan sebagai penghematan biaya pelanggan bagi perusahaan, biaya operasi anda untuk melayani mereka (pelanggan yang loyal) akan menurun “seiring berjalannya waktu. Alasannya adalah : “Karena perusahaan telah memiliki pengetahuan terhadap pelanggan, maka dapat melayaninya dengan lebih efisien .”

Selain itu menurut Reichheld, semakin tinggi loyalitas para karyawan di suatu organisasi, maka semakin mudah bagi organisasi itu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemilik organisasi. Begitu pula sebaliknya, bagi organisasi yang loyalitas para karyawannya rendah, maka semakin sulit bagi organisasi tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan organisasinya yang telah ditetapkan sebelumnya oleh para pemilik organisasi. (Reichheld dan Sasser, 1996, http://ahlimanajemenpemasaran.com, Artikel seminar Harvard Business Review yang berjudul “Zero Defections: Quality Comes to Services)

(24)

Beberapa pengertian loyalitas pelanggan menurut para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa loyalitas pelanggan merupakan kesetiaan konsumen terhadap perusahaan atau terhadap suatu produk/jasa tertentu dengan disertai tindakan yaitu melakukan pembelian ulang atau berkunjung kembali dan konsumen bersedia mengembangkan kembali hubungan baik dengan produk/jasa dari perusahaan.

2.8.2 Karakteristik Loyalitas Pelanggan

Konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan. Perusahaan harus dapat membangun hubungan yang baik dengan konsumen untuk mendapatkan loyalitas konsumen itu sendiri. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2005:116) mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya adalah :

1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten

Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan perusahaan.

2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain

Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada orang lain.

3. Konsumen tidak mudah beralih kepada produk pesaing

Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis dari pesaing. Sedangkan menurut Griffin (2005:31), karakteristik loyalitas pelanggan. lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) daripada dengan sikap. Pelanggan yang loyal adalah :

1. Melakukan pembelian ulang (makes regular repeat purchases).

2. Membeli produk lain dari produsen yang sama (purchase across product and service line).

3. Merekomendasikan kepada orang lain (refers other).

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition).

(25)

2.8.3 Tahap-tahap Loyalitas Pelanggan

Lima tahap pembentukan loyalitas untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, perantara harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon perantara menjadi pelanggan loyal dan klien perusahaan. Memiliki konsumen yang loyal merupakan asset yang berharga bagi perusahaan karena perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang.

Menurut Griffin (2005:35) menyatakan bahwa tahap-tahap tersebut adalah:

1. Suspect

Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dari barang/jasa yang ditawarkan.

2. Prospect

Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk/jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan produk yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan produk kepadanya.

3. Disqualified

Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan produk tertentu tapi tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk tersebut.

4. First Time Customer

Yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen dari perusahaan pesaing.

(26)

5. Repeat Customer

Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.

6. Clients

Clients membeli produk yang ditawarkan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.

7. Advocates (Penganjur)

Seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh produk yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli produk tersebut. Ia membicarakan tentang produk tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut.

2.8.4 Tipe-tipe Loyalitas Pelanggan

Dalam cakupan yang lebih luas, loyalitas pelanggan dapat didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup dua komponen yang penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen tersebut menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas atau disebut juga dengan tipe loyalitas pelanggan.

Tipe-tipe loyalitas pelanggan menurut Dick dan Basu yang dikutip oleh Tjiptono (2005:110) diantaranya adalah :

1. No Loyalty

Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua penyebabnya, yang pertama sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk atau jasa

(27)

baru diperkenalkan atau perusahaan tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unit produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama.

2. Sparious Loyalty

Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah sparious loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (penempatan produk yang strategis pada rak pajangan atau lokasi di persimpangan jalan yang ramai. 3. Latent Loyalty

Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Contohnya, seseorang yang bersikap positif terhadap restoran tertentu, namun tetap saja mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi terhadap berbagai variasi makanan.

4. Loyalty

Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

2.8.5 Tingkat Loyalitas Pelanggan

Menurut Ratih Hurriayati (2005:134) yang dikutip oleh Uus Md Fadli, dkk (2013) menyatakan tahapan loyalitas pelanggan dibagi menjadi lima tingkatan adalah :

(28)

1. Teorrist Customers, yaitu pelanggan yang suka menjelek-jelekkan perusahaan dikarenakan tidak suka atau pernah tidak puas dengan layanan yang diberikan perusahaan.

2. Transactional Customers, yaitu pelanggan yang memiliki hubungan dengan perusahaan yang sifatnya sebatas transaksi, pelanggan seperti ini membeli satu, dua kali, sesudah itu dia tidak mengulangi pembelian atau tidak melakukan pembelian lagi, sifatnya kadang-kadang.

3. Relationship Customers, yaitu pelanggan ini nilai ekuitasnya lebih tinggi dibanding dua jenis pelanggan. Pelanggan ini telah repeat buying dan pola hubungannya dengan produk atau merek perusahaan adalah relasional. 4. Loyal Customers, pelanggan jenis ini tidak hanya melakukan repeat

buying, tetapi lebih jauh lagi sangat loyal dengan produk, dan perusahaan. Bila ada orang lain yang menjelekkan perusahaan, pelanggan ini tetap bertahan, dia tetap bertahan seburuk apapun orang menjelekkan perusahaan.

5. Advocator Customers, pelanggan dengan tingkat tertinggi pelanggan seperti ini sangat istimewa dan excellent, mereka menjadi asset terbesar perusahaan bila perusahaan memilikinya. Advocator Customers adalah pelanggan yang selalu membela produk dan merek perusahaan, pelanggan yang menjadi juru bicara yang baik kepada pelanggan lain dan pelanggan yang marah apabila ada orang lain menjelek-jelekkan merek perusahaan.

2.9 Hubungan Store Atmosphere dengan Loyalitas Pelanggan

Store atmosphere yang disesuaikan dengan karakteristik pribadi seseorang akan menciptkan respon yang berbeda-beda. Store atmosphere selain dapat mempengaruhi perilaku konsumen juga dapat mempengaruhi perilaku dan respon psikologis pekerja toko itu sendiri.

Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailling Management” (2007:491) bahwa :

“Specifically, retailers would like the store design to attract customes to the store, enable them to easily locate merchandise of interenst, keep them in the store for a long time, motivate them to make unplanned,

(29)

impuls purchases, and provide them with a satisfying shopping experience”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa store atmosphere bertujuan untuk menarik perhatian konsumen untuk berkunjung, memudahkan mereka untuk mencari barang yang dibutuhkan, mempertahankan mereka untuk berlama-lama berada di dalam toko, memotivasi mereka untuk membuat perencanaan secara mendadak, mempengaruhi mereka untuk melakukan pembelian, dan memberikan kepuasan dalam berbelanja. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa store atmosphere yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan pengaruh positif terhadap keputusan pembelian pada konsumen.

2.10 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.10.1 Kerangka Pemikiran

Dalam menghadapi persaingan bisnis, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri ritel dalam menjalankan kegiatannya perlu memiliki strategi pemasaran yang tepat.

Menurut Berman & Evans dalam buku dalam bukunya “Retail Management (strategic approach)” (2010:4) bahwa retailing ialah aktivitas bisnis meliputi penjulan barang dan jasa kepada konsumen untuk kepentingan individu keluarga maupun rumah tangga. Penghasilan utama dari perdagangan eceran ini adalah menjual produk secara eceran ke konsumen akhir.

Menurut Lamb, et al dalam Utami dalam buku Manajemen Ritel (2010:90), para pengecer menggabungkan unsur-unsur bauran eceran untuk menciptakan suatu metode tunggal untuk menarik pasar sasaran. Bauran eceran (Retailing Mix) terdiri dari :

1. Product (Keluasan dan kedalaman keragaman produk)

2. Promotion (Periklanan, publisitas, dan hubungan masyarakat) 3. Place (Tempat)

4. Price (Harga)

5. Presentasi (Tata letak dan suasana gerai)

6. Personalia (Pelayanan pelanggan dan penjualan pribadi) 7. Customer Service (Pelayanan terhadap pelanggan)

(30)

Retailing mix (bauran eceran) memiliki peran yang cukup besar terhadap konsumen di dalam mengambil suatu keputusan. Unsur-unsur di atas merupakan faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen di dalam mengambil suatu keputusan. Dalam upaya memuaskan kebutuhan pada suatu toko, konsumen tidak hanya merespon terhadap produk yang ditawarkan, tetapi juga memberikan responnya terhadap lingkungan tempat pembelian, seperti yang dikemukakan dalam “Pemasaran Ritel”, Utami (2010; 255) bahwa:

“suasana toko (Store atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna temperatur, music, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.”

Store atmosphere yang nyaman akan membuat pembeli santai dan dapat berpikir barang apa yang dibutuhkannya, bahkan dapat merangsang konsumen untuk melakukan pembelian terhadap barang yang tidak dibutuhkan atau tidak direncanakan.

Menurut Berman dan Evan dalam bukunya “Retail Management (strategic approach)” (2010:509) membagi elemen-elemen store atmosphere ke dalam empat elemen, yaitu :

1. Exterior (Bagian luar)

Exterior toko memiliki pengaruh yang sangat kuat pada image toko tersebut dan harus direncanakan sebaik mungkin.

a. Storefront (bagian depan toko)

Storefront adalah total exterior fisik yang ada di toko tersebut. b. Marquee (papan nama toko)

Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau logo suatau toko. Marquee dapat dicat atau lampu neon, dicetak atau script, dan dapat terdiri dari nama atau logo saja atau dikombinasikan dengan slogan (merek dagang) dan informasi lainnya.

c. Store Entrance (pintu masuk toko) d. Display Windows (tampilan pajangan) e. Exterior Building Height

Exterior building height dapat disamarkan atau tidak disamarkan. Dengan menyamarkan tinggi bangunan, bagian dari toko atau shopping center dapat dibawah ground level. Dengan tidak menyamarkan tinggi bangunan, maka seluruh toko atau center dapat dilihat oleh pejalan kaki.

(31)

f. Surrounding Stores and Area (toko dan area sekitarnya)

Lingkungan sekitar toko dapat mengisyaratkan kisaran harga, level of service, dan lainnya. Daerah sekitar toko mencerminkan demografi dan gaya hidup orang-orang yang tinggal dekat dengan toko.

g. Parking Facilities (fasilitas tempat parkir)

Fasilitas parkir yang luas, gratis, dekat dengan toko akan menciptakan citra positif dibandingkan dengan parkir yang langka, mahal dan jauh. 2. General Interior (Interior umum)

a. Flooring (jenis lantai)

Penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna lantai dapat mempengaruhi presepsi konsumen terhadap citra toko.

b. Colour and Lighting (warna dan pencahayaan)

Pencahayaan yang terang, warna-warna cerah berkontribusi pada suasana yang berbeda daripada cahaya pastel atau dinding putih polos. Kadang-kadang ketika warna berubah, pelanggan mungkin awalnya tidak nyaman sampai mereka terbiasa dengan skema yang baru.

c. Scent and sound (aroma dan musik)

Aroma dan musik dapat mempengaruhi suasana hati pelanggan. d. Store Fixtures (perabot toko)

Perabot toko dapat direncanakan berdasarkan kedua utilitas mereka dan estetika.

e. Wall Textures (tekstur dinding) f. Temperature (suhu udara)

Pengelola toko harus mengatur suhu udara dalam toko sehingga tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin.

g. Aisle Space (lorong ruang) h. Dressing Facilities (kamar pas)

i. Vertical Transportation (alat transportasi antar lantai)

Suatu toko yang terdiri dari beberapa lantai harus memiliki vertical transportation berupa elevator, escalator, dan/atau tangga.

j. Store Personel (karyawan toko)

Karyawan yang sopan, rapih, berpengetahuan dapat membuat atmosper yang positif.

k. Technology (teknologi)

Toko yang menggunakan teknologi akan mengesankan orang dengan operasi yang efisien dan cepat.

l. Cleanliness (kebersihan)

Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk berbelanja di toko tersebut. Pengelola toko harus mempunyai rencana yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko.

3. Store Layout (Tata letak toko)

Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari peralatan, barang dagangan, gang-gang dalam toko serta fasilitas toko. Dalam merancang store layout perlu diperhatikan hal-hal berikut:

(32)

a. Allocation of floor space (Alokasi ruang lantai) 1) Selling space (Tempat menjual)

Digunakan untuk memajang barang, berinteraksi antara konsumen dan karyawan toko, demonstrasi, dan lainnya.

2) Merchandise space

Digunakan untuk ruang menyimpan barang yang tidak dipajang. 3) Personnel space

Ruangan yang disediakan untuk karyawan berganti pakaian, makan siang dan coffee breaks, dan ruangan untuk beristirahat.

4) Customer space

Ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen.

b. Classification of store offerings (Klasifikasi penawaran toko)

Penawaran sebuah toko yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam kelompok produk. Empat tipe dari pengelompokan (kombinasi dari mereka) yang biasa digunakan adalah:

1) Pengelompokan produk berdasarkan fungsi.

2) Pengelompokan produk berdasarkan motivasi membeli. 3) Pengelompokan produk berdasarkan segmen pasar. 4) Pengelompokan produk berdasarkan storability.

c. Determination of a traffic-flow pattern (Penentuan pola lalu lintas-aliran) d. Determination of space needs (Penentuan kebutuhan ruang)

e. Mapping out in-store locations (Pemetaan lokasi di dalam toko) f. Arrangement of individual products (Penyusunan produk individu) 4. Interior (Point-of-Purchase) Displays

Setiap point-of-purchase displays menyediakan pembeli dengan informasi, menambahkan untuk atmosfer toko, dan melayani peran promosi besar.

Kreativitas dalam penataan toko seringkali mempengaruhi proses pemilihan toko yang akan dikunjungi dan niat beli konsumen. Apabila toko ditata dengan kreativitas yang baik, interior display yang tepat, desain bangunan yang menarik, pemilihan warna dan pencahayaan yang pas, maka akan menciptakan suasana yang tidak hanya akan memberikan nilai tambah bagi produk yang dijual tetapi juga dapat menciptakan suasana pembelian yang menyenangkan, sehingga akan mempengaruhi konsumen agar melakukan pembelian.

Menurut Tjiptono (2007;111), mendefinisikan loyalitas sebagai berikut : “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”

(33)

Konsumen yang loyal merupakan aset yang tak ternilai bagi perusahaan. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2007;107-108) mengemukakan beberapa karakteristik dari konsumen yang loyal, diantaranya adalah :

1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten

2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain 3. Konsumen tidak mudah beralih kepada produk pesaing

Brand image merupakan hal yang sangat penting, terlebih lagi pada saat sekarang ini konsumen semakin pintar dalam menilai performance serta kualitas suatu produk sebelum melakukan pembelian dan loyal terhadap suatu merek. Merek tidak hanya sebuah nama, lebih dari itu merek merupakan identitas untuk membedakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Dengan adanya identitas khusus, hal ini akan mempermudah konsumen untuk mengenali produk dan melakukan pembelian produk yang ditawarkan perusahaan, sehingga konsumen diharapkan dapat melakukan pembelian ulang secara terus menerus yang menciptakan pelanggan yang loyal.

Menurut Tjiptono (2007;111), mendefinisikan loyalitas sebagai berikut : “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”

Konsumen yang loyal merupakan aset yang tak ternilai bagi perusahaan. Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2007;107-108) mengemukakan beberapa karakteristik dari konsumen yang loyal, diantaranya adalah :

1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten

2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain 3. Konsumen tidak mudah beralih kepada produk pesaing 2.10.2 Hipotesis

Sejalan dengan kerangka pemikiran di atas maka dalam melakukan penelitian ini penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :

(34)

”Store atmosphere mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen”

Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya

No Peneliti Judul Metode Variabel Kesimpulan

1 Yukhebeth Yulita Heryani (2013) Pengaruh kualitas pelayanan dan Store atmosphere Terhadap pembelian ulang yang dimediasi oleh Kepuasan konsumen Deskriptif Kualitas pelayanan dan Store atmosphere, Pembelian ulang, kepuasan konsumen Kualitas pelayanan berpengaruh positif tehadap pembelian ulang yang dimediasi kepuasan konsumen 2 Citra Linggasari dan Heppy Millanyani (2010) Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Kopi Progo Bandung Analisis kualitatif dan kuantitatif Store atmosphere loyalitas pelanggan Store atmosphere Berpengaruh Terhadap loyalitas pelanggan 3 Muhamad Arifan Khamardi, Lindawati. S.E, M.Si1, Dahliana Kamener (2012) Pengaruh store atmosphere terhadap loyalitas Konsumen dalam membeli produk pada distro Tangkelek di kota padang Analisis kualitatif dan kuantitatif store atmosphere, loyalitas konsumen Store atmosphere berpengaruh terhadap loyalitas konsumen 4 Putri Farrah Andini (2015) Analisis pengaruh Suasana toko, Kualitas produk, dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas pelanggan Analisis kualitatif dan kuantitatif Suasana toko, Kualitas produk, dan Kepuasan Pelanggan, Loyalitas pelanggan Suasana toko, Kualitas produk, dan Kepuasan Pelanggan berpengaruh Terhadap Loyalitas pelanggan 5 Euis Heryati (2012) Kualitas pelayanan, store atmosphere, private brand Terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan hypermart Puri jakarta Deskriptif explanatory Kualitas pelayanan, store atmosphere, private brand, kepuasan dan loyalitas pelanggan Kualitas pelayanan, store atmosphere, private brand, kepuasan berpengaruh signifikan terhadap

(35)

loyalitas pelanggan 6 Tshepo Peter Tlapana (2010) Effect of atmosphere and diversity of products store customer loyalty people Metode deskriptif explanatory Store atmosphere, keragaman produk dan loyalitas konsumen Store atmosphere dan keragaman produk berpengaruh terhadap loyalitas konsumen 7 Rajesh Rajaguru and Margaret J Matanda (2014) Consumer Perception of Store and Product Attributes and its Effect on Customer Loyalty within the Indian Retail Sector Metode explanatory Persepsi konsumen pada toko, produk dan loyalitas konsumen Persepsi konsumen pada toko dan produk berpengaruh terhadap loyalitas konsumen 8 Wendy L. Billings (2013) Effects of Store atmosphere on Shopping Behavior Metode explanatory Store atmosphere, sikap berbelanja Store atmosphere berpengaruh pada sikap berbelanja 9 Toyin A. Clottey, David A. Collier, Michael Stodnick, (2013) Drivers Of Customer Loyalty In A Retail Store Environment Metode deskriptif Loyalitas konsumen, kualitas pelayan, kualitas produk dan brand image Loyalitas konsumen, kualitas pelayan, kualitas produk dan brand image mempengaruhi lingkungan toko

Gambar

Gambar 2.3  Gridilon lay out
Gambar 2.5  Boutique layout
Tabel 2.1  Penelitian sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

This research is conducted through observation, interview, and questionnaires which involve 50 students of class II TMI (Tarbiyatul Mu’allimin al-Islamiyah) and 30 students of

Untuk bisa login, petugas kantor pos yang akan mengirimkan paket harus menginputkan username dan password pada halaman awal dari WAP, setelah itu dengan

Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang terjalin antara guru dengan

Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha ritel modern di Indonesia, maka persaingan di bidang pemasaran ritel atau eceran pun semakin meningkat.Bandung sebagai

Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan bersama dengan Pokdarwis Bojongsari sebagai mitra kegiatan, dengan sasaran kegiatan adalah pengembangan sumber daya manusia dan

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

ini dapat disimpulkan sebagai berikut: kualitas kamera dengan spesifikasi yang lebih tinggi dapat memberikan hasil yang lebih baik pada saat tahap Kalibrasi kamera maupun

Tentukan besar gaya normal yang dikerjakan lantai pada benda untuk tiap kasus pada gambar dibawah ini.. hitunglah gaya normal yang dikerjakan bidang vertikal pada benda setiap