• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Pilar utama kemajuan suatu bangsa sangatlah ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima di samping tingkat intelegensia, kematangan emosional dan spiritual yang tinggi. Wacana pengembangan SDM di Indonesia beberapa tahun terakhir menjadi sorotan tersendiri. Merosotnya peringkat daya saing SDM dari 44 pada tahun 2011 menjadi 46 pada tahun 2012 dan IPM Indonesia dari 108 pada tahun 2010 menjadi 124 pada tahun 2011 menunjukkan menurunnya mutu SDM Indonesia (World Bank, 2013).

Makin berkembangnya era globalisasi yang mengikis kaidah-kaidah moral budaya bangsa melengkapi kerumitan masalah mutu SDM Indonesia. Kemudahan akses informasi membawa terjadinya penetrasi global dari model-model gaya hidup yang sering tidak sesuai realita lokal (Mursitho, 2014). Ada bukti empirik menguatkan pandangan ini untuk kasus Indonesia sekarang. Hampir setiap hari ada pemandangan peristiwa yang mengerikan seperti: pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, konflik antar kelompok, perkelahian antar suku, tawuran pelajar/mahasiswa, penyalahgunaan obat terlarang, narkotika, peredaran foto dan video porno, dan lain-lain.

Kerusakan moral bangsa sudah dalam tahap mencemaskan, karena terjadi hampir di semua bidang kehidupan, bahkan ke institusi pendidikan yang seharusnya menjadi suri tauladan (Mu’in, 2011). Belakangan ini banyak kasus kekerasan, sodomi maupun pelecehan seksual pada anak usia dini yang dilakukan oleh tenaga pendidik, bahkan oleh saudara, tetangga maupun orangtua sendiri.

Pemimpin sudah tidak lagi memiliki kredibilitas yang cukup untuk menjadi teladan dalam menjawab harapan publik terhadap perubahan ke arah yang lebih baik. Tindak pidana korupsi seolah-olah telah mendarah daging. Secara konseptual, korupsi menggambarkan satu hal, yakni makna karakter atau moralitas yang sakit, baik secara individual maupun kolektif.

(2)

Upaya membangun SDM yang berkualitas tentu harus lebih difokuskan pada kelompok sasaran yang paling strategis, yaitu kelompok anak usia dini. Masa ini merupakan periode kritis (critical period) bagi perkembangan otak. Pada masa itu terjadi lonjakan luar biasa perkembangan anak yang tidak terjadi pada periode berikutnya. Para ahli menyebutnya sebagai “masa emas” (golden ages) (Depkes RI, 2005). Sejak dini, pada anak-anak perlu ditanamkan nilai-nilai moral sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun bangsa.

Tercatat sebanyak 39,71% dari jumlah anak Indonesia adalah kelompok usia pendidikan prasekolah 0-6 tahun (BPS, 2011). Apabila dilihat dari sudut pandang ketergantungan, maka sepertiga dari penduduk Indonesia masih membutuhkan perlindungan, baik oleh keluarga, masyarakat, ataupun negara. Selain jumlahnya yang besar, masih banyak permasalahan yang terjadi pada anak-anak Indonesia.

Masalah tumbuh kembang pada anak balita, yang merupakan salah satu determinan penting SDM berkualitas belum tercapai secara optimal. Berdasar faktor yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi anak, masih banyak indikator yang belum mencapai target nasional di antaranya adalah cakupan imunisasi dasar lengkap 58,9%, cakupan pemberian vitamin A 75,5%. Masih terdapat 10,2% bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu kurang dari 2.500 gram.

Persentase bayi dengan panjang badan lahir pendek (< 48 cm) cukup tinggi, yaitu sebesar 20,2% (Depkes RI, 2013). Di Kabupaten Karanganyar masih terdapat 3,1% gizi kurang dan 0,32% gizi buruk (Profil Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2011).

Setiap anak dengan gizi buruk berisiko kehilangan intelligent quotient (IQ) hingga 10-15 poin. Dengan demikian, anak Indonesia berpotensi melahirkan the lost generation di masa mendatang, sebuah konsep generasi yang penuh dengan keterbatasan, seperti kualitas individu yang rendah, baik ditinjau dari segi kesehatan, kecerdasan, dan kemampuan berpikir, maupun mental. Generasi penerus ini akan memiliki kreativitas dan produktivitas yang rendah dan menjadi sumber daya yang tidak kompetitif, karena potensi (pertumbuhan dan perkembangan) tidak dapat dioptimalkan.

(3)

Faktor yang berkaitan dengan pendidikan anak menunjukkan bahwa angka partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia masih tergolong rendah, tercatat baru 14,8% anak 0-6 tahun yang mengikuti PAUD. Di samping itu, juga tampak bahwa kegiatan PAUD di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di daerah pedesaan. Hal ini dibuktikan dengan angka partisipasi PAUD di daerah perkotaan sebesar 17,1%, sementara di daerah pedesaan hanya 12,6% (BPS, 2011). Di Jawa Tengah, angka partisipasi PAUD sebesar 19,16%. Kegiatan PAUD di daerah perkotaan juga lebih tinggi (21,68%) daripada di daerah pedesaan (17,2%) (BPS, 2011). Sementara, dari berbagai jenis PAUD, yang paling banyak diikuti oleh anak usia 0-6 tahun adalah TK/RA/BA yaitu sebesar 67,87% dan hanya 12,57% yang mengikuti pos PAUD/PAUD terintegrasi BKB dan posyandu (BPS, 2011).

Jumlah anak di Kabupaten Karanganyar sebanyak 76.388 anak, yang terlayani PAUD baru 37.854 (49,5%) dan masih terdapat 38.534 (50,44%) anak yang belum terlayani walaupun semua desa (100%) sudah memiliki PAUD (Dinas Pendidikan Kabupaten Karanganyar, 2012). Pemerkosaan hak anak oleh pelaku pendidikan yang tidak memahami pedagogi pendidikan anak, secara tidak profesional anak didik TK (Taman Kanak-Kanak) telah dipaksa untuk mampu baca tulis serta matematika, sekalipun hitungan-hitungan ringan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman pendidik tentang pedagogi pendidikan anak.

Rangsangan terhadap kemampuan rasional anak-anak yang terlalu dini, mengakibatkan terbentuknya manusia-manusia yang sulit menerima pendapat orang lain, mudah konflik dan lain sebagainya.

Di satu sisi, krisis ekonomi yang berkepanjangan dan gelombang reformasi total menyebabkan banyak ibu ikut bekerja di luar rumah. Anak menjadi kesepian karena sering ditinggal sendiri, asuhan diserahkan kepada orang lain, anak terlalu banyak nonton TV, main video, atau game online (Sindhunata, 2003), sehingga terjadilah defisit pendidikan informal (pendidikan di lingkungan keluarga).

Dengan demikian, pendidikan formal dan pendidikan informal ternyata kurang dapat memberikan sahamnya dalam hal pembangunan watak, kepribadian, maupun karakter (Mursitho, 2014). Hal ini senada dengan pernyataan Jokowi-JK

(4)

(2014), bahwa sistem pendidikan yang ada selama ini cenderung mengejar intelektualitas semata, tanpa mementingkan pendidikan karakter.

Permasalahan tersebut memunculkan kembali wacana pengembangan sumberdaya manusia berbasis keluarga. Lingkungan asuhan, terutama interaksi ibu-anak, pola asuh dan stimulasi keluarga, memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Satoto, 1990; Madanijah, 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyasa (2012) bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama, dalam membentuk jati diri anak. Watak-watak anak untuk pertama kalinya berkembang dalam institusi keluarga (Bronfenbrenner, 1979).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak yang mendapatkan pola asuh yang baik akan menunjukkan kompetensi sosial yang baik pada masa kanak-kanak (Both et al., cit. Parker et al., 1995) serta lebih populer di kalangan teman sebayanya di prasekolah (La Freniere dan Sroufe cit. Parker et al., 1995). Anak-anak ini juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif dan tidak mendominasi (Parke dan Waters cit. Parker et al.,1995). Sementara itu Grosman dan Grosman (cit. Sutcliffe, 2002) menemukan bahwa anak dengan kualitas kelekatan aman dengan orangtuanya lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak cepat berputus asa.

Bukti-bukti empirik dan teoretik tersebut melandasi asumsi penelitian ini bahwa keluarga merupakan wadah utama pengembangan SDM dan orangtua dengan pola asuh holistik merupakan determinan utama optimalnya tumbuh kembang anak. Dengan kata lain, SDM yang berkualitas dapat dilahirkan oleh orangtua yang mampu menerapkan pola asuh holistik. Pola asuh yang dijalankan selama ini hanya berdasarkan pengalaman saja. Orangtua berfikir anak akan berkembang pada waktunya tanpa harus diberikan stimulasi. Sering kali orangtua menghambat proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, akibat ketidaktahuan tentang cara mendidik anak yang baik. Pada pelaksanaan posyandu, orangtua hanya datang nimbang balitanya langsung pulang, hanya sebagian orangtua yang tinggal menunggu kegiatan BKB. Pada waktu pelaksanaan BKB, orangtua juga kurang memperhatikan karena berbincang dengan peserta lain.

(5)

Parenting education merupakan program populis untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tujuan umum program ini adalah untuk meningkatkan baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan orangtua terhadap pola asuhnya.

Membantu orangtua dalam mengembangkan kesadaran diri (Rahman et al., 2009;

Jin et al., 2007; Klein dan Rye, 2004), meningkatkan rasa percaya diri (Abesha, 2012; Sally et al., 2012; Kitaoka et al., 2013), meningkatkan interaksi ibu-anak (Klein dan Rye, 2004; Lee, Griffiths, Glossop dan Eapen, 2010) mendukung dan memelihara anak-anaknya (Smith et al., 2002) dalam rangka pengembangan anak usia dini holistik integratif. Banyak kebijakan negara maupun organisasi menekankan pendidikan orangtua (parenting education) (Unicef, 2006; Unesco dan Unicef, 2012; Kemdiknas, 2011; 2012; Kemenkes, 2011; BKKBN, 2013).

Di Indonesia, pengembangan anak usia dini holistik integratif yaitu integrasi antara program posyandu, bina keluarga balita (BKB) dan PAUD. Pendekatan holistik tersebut sangat penting untuk memperhitungkan fakta bahwa aspek psikologis dan fisik saling terkait dan saling mempengaruhi (Cohn et al., 2009).

Pola asuh anak secara holistik tidak hanya berkonsentrasi pada pemenuhan kesehatan dan gizi, tetapi juga harus memperhatikan beberapa aspek perkembangan lainnya, seperti aspek pendidikan, perawatan, pengasuhan, deteksi dini tumbuh kembang dan aspek perlindungan anak.

Parenting education yang diselenggarakan program posyandu pada meja ke empat yaitu meja penyuluhan tidak berjalan semestinya. Antusiasme orangtua pada program BKB juga belum maksimal, tidak pernah 100% datang untuk mengikuti kegiatan. Pada waktu diberikan materi juga banyak yang ngobrol sendiri dengan peserta lain. Belum semua PAUD menyelenggarakan program PAUD berbasis keluarga (parenting education). Juknis sudah dibuat dengan sempurna, namun belum ada evaluasi, sehingga belum ada data yang menunjukkan secara rinci tentang pelaksanaan parenting education, baik secara nasional maupun di daerah.

Di Kabupaten Karanganyar, belum semua lembaga PAUD menyelenggarakan program parenting education (14,85%). Bentuk program parenting education juga bervariasi, sebagian besar adalah kegiatan out class

(6)

(73,23%), yang dimaksudkan untuk menemani dan menjaga anak-anak saat melakukan kegiatan. Bentuk lain belum mencapai 50%, yaitu kegiatan pertemuan orangtua (49,5%), keterlibatan orangtua di kelas (21,6%), hari konsultasi (20,6%), kunjungan rumah (36,3%), dan kegiatan lain (7,65%) (Kemdiknas, 2013).

Berdasar hasil survei peneliti pada studi awal yang dilakukan di Kabupaten Karanganyar pada tanggal 18 Mei 2013, dari 12 lembaga PAUD yang menyelenggarakan program parenting education, hanya tujuh lembaga, bentuk kegiatannya hanya berupa seminar belum melibatkan orangtua dalam kelas, kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Yang lain hanya mengumpulkan orangtua pada saat awal semester untuk membahas masalah biaya dan akhir semester untuk mengambil hasil penilaian perkembangan anak. Mayoritas orangtua peserta didik PAUD hanya mengantar dan menjemput anaknya dari lembaga pendidikan.

Sebagian yang bertahan menunggu anaknya, hanya berkumpul dan berbincang seputar persoalan domestik. Kesan yang muncul, lembaga PAUD belum memandang orangtua sebagai bagian penting dalam pengembangan anak usia dini.

Banyak PAUD yang belum kerjasama dengan bidan desa untuk melaksanakan program SDIDTK dan pelayanan kesehatan dasar secara rutin sesuai dengan jadwal umur anak (Depkes RI, 2009). PAUD yang melaksanakan SDIDTK setiap satu bulan sekali hanya 19,68%, 2-3 bulan sekali hanya 23,62%, bahkan ada yang belum melaksanakan (0,03%). Begitu pula dengan pelayanan kesehatan dasar, yang melaksanakan satu bulan sekali hanya 33,75%, bahkan masih ada yang belum melaksanakan sebesar 0,03% (Kemdiknas, 2013).

Pengembangan anak usia dini holistik integratif belum dilaksanakan secara terintegrasi (LIPI, 1998; Madanijah, 2005), terutama tentang pelaksanaan dan materi yang diberikan. Koordinasi dalam rangka mengisi atau melengkapi kegiatannya hampir tidak pernah terjadi, sementara untuk materi yang diberikan mestinya ada sinkronisasi. Penelitian Handayani (2011) menambahkan, pemahaman akan pentingnya pengembangan anak usia dini yang holistik- integratif dari para pemangku kepentingan (stakeholder), baik dari para pengambil kebijakan, penyelenggara maupun masyarakat termasuk di dalamnya kader

(7)

kesehatan, petugas PLKB serta bidan desa masih terbatas. Rendahnya komitmen pemerintah (Syakrani, 2004) tercermin dalam APBN dan APBD pendidikan hanya 1,52% dari keseluruhan biaya pendidikan untuk layanan pendidikan di luar sekolah (nonformal dan informal) seperti melalui program PAUD, pelatihan, pemberdayaan perempuan, pendidikan keorangtuaan (parenting education) (Kemenkeu, 2009).

Kenyataan di lapangan menunjukkan program parenting education kurang memperoleh partisipasi masyarakat, khususnya orangtua yang mempunyai anak usia dini karena kurangnya informasi yang diberikan mengenai tujuan, manfaat, dan pelaksanaannya. Di lain pihak juga kesadaran masyarakat akan pentingnya pola asuh orangtua masih rendah. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shochib (2010), bahwa pengetahuan dan sikap orangtua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya, dipengaruhi oleh kurangnya informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, dapat menyebabkan penyimpangan pola asuh terhadap anak.

Hasil kajian lain dilakukan oleh Coles (2000), Covey (2000), Ellias et al., (2000; 2004), Josephson et al., (2001), Lickona (cit. Megawangi, 2003), Spahiro (2004), Megawangi (2003), Tamara (2001), dan Mazhahiri (2000), kajian-kajian ini menemukan bahwa tanpa ada kesadaran, kemampuan, dan komitmen untuk memperbaiki pola asuh yang tidak baik oleh orangtua maupun komunitas, maka indikator-indikator rendahnya EQ dan ESQ pada anak-anak seperti tidak empati, tidak bisa dipercaya, tidak jujur, tidak ramah, munafik, tidak bernurani, egois, tidak punya respek, tidak peduli, dan sebagainya akan berlanjut pada masa-masa berikutnya.

Untuk itu diperlukan upaya promosi kesehatan melalui parenting education, karena program parenting education telah terbukti strategis (Sanders, 2008).

Penelitian tentang promosi kesehatan saat ini lebih banyak melakukan intervensi pada metode promosi kesehatan, masih jarang penelitian yang mengaitkan dengan sumber informasi, partisipasi serta peran stakeholder. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang pelaksanaan parenting education, untuk mengetahui dampaknya terhadap pola asuh holistik, untuk mewujudkan Anak Indonesia Harapan (AIH).

(8)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses promosi kesehatan tentang pola asuh holistik melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar?

2. Apakah faktor persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD dan peran PLKB berpengaruh terhadap partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education di Kabupaten Karanganyar?

3. Apakah faktor persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD, peran PLKB dan partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education berpengaruh terhadap proses promosi kesehatan melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar?

4. Apakah faktor persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD, peran PLKB, partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education dan proses promosi kesehatan melalui parenting education berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pola asuh holistik di Kabupaten Karanganyar?

5. Bagaimana model promosi kesehatan tentang pola asuh holistik melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum:

Merancang model promosi kesehatan tentang pola asuh holistik melalui program parenting education di Kabupaten Karanganyar.

2. Tujuan khusus:

a. Menganalisis proses promosi kesehatan tentang pola asuh holistik melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar.

b. Menganalisis faktor persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader,

(9)

peran pendidik PAUD dan peran PLKB berpengaruh terhadap partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education di Kabupaten Karanganyar.

c. Menganalisis persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD, peran PLKB dan partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education berpengaruh terhadap proses promosi kesehatan melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar.

d. Menganalisis faktor persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD, peran PLKB, partisipasi ibu sebagai orangtua dalam parenting education dan proses promosi kesehatan melalui parenting education berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pola asuh holistik di Kabupaten Karanganyar.

e. Merancang model promosi kesehatan tentang pola asuh holistik melalui parenting education di Kabupaten Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, Dinas Pendidikan Kabupaten Karanganyar dan BP3AKB untuk perencanaan dan pelaksanaan program promosi kesehatan dalam pengembangan anak usia dini holistik integratif melalui program parenting education pada program posyandu terintegrasi, PAUD berbasis keluarga dan BKB holistik integratif.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi orangtua untuk terus berusaha memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pola asuhnya. Aktif dalam mengikuti kegiatan parenting education.

3. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat, serta meningkatkan kerja sama lintas sektor dalam upaya pengembangan anak usia dini holistik integratif melalui program parenting education.

(10)

E. Kebaruan

Kebaruan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilihat melalui penjelasan penelitian yang pernah dilakukan di bawah ini:

1. Penelitian berjudul “Pengembangan Sumber daya Manusia berbasis Keluarga : Telaah Pengaruh Detrimental Pola “Keayahbundaan” Orangtua yang Tidak Sehat terhadap Defisit Karakter pada Anak-Anak”, yang merupakan disertasi dari Syakrani (2004). Tujuan penelitian tersebut untuk menganalisis pengaruh pola keayahbundaan (parenting education) terhadap tumbuh kembang anak di dua etnik, yakni Madura dan Banjar. Lingkup masalah adalah perilaku pengasuhan anak. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Orangtua pada dua etnik kajian belum memiliki sumber daya yang diperlukan untuk menjadikan keluarganya sebagai wadah pengembangan potensi tumbuh kembang anaknya; (b) Orangtua pada dua etnik kajian belum mampu melaksanakan salah satu fungsi strategisnya, yakni keayahbundaan; (c) Orangtua pada dua etnik kajian tidak mampu memanfaatkan dengan optimal kebersamaan orangtua yang tercipta secara tak sadar sebagai momen pendidikan karakter bagi anak-anaknya;

(d) Menonton TV menghabiskan waktu 42,56 jam/minggu untuk anak etnik Madura dan 44,48 jam/minggu untuk etnik Banjar, sedangkan waktu kebersamaan orangtua dan anak sekitar 17 sampai 19 jam per minggu;

(e) Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan dan perkembangan di kedua etnik kajian: pertumbuhan cukup optimal, status gizinya baik dan status kesehatannya sedang, sedangkan tingkat perkembangannya terutama EQ dan ESQ sangat rendah; (f) Peluang terjadi generasi punah di dua etnik kajian lebih besar dikarenakan EQ dan ESQ sangat rendah; (g) Tingkat perkembangan anak berbeda nyata menurut etnisitas dan komunitas; (h) Tingkat keterampilan keayahbundaan menjadi determinan yang memengaruhi tumbuhkembang;

(i) Motivasi juga terbukti menjadi determinan keayahbundaan; dan (j) Secara umum beberapa peubah, baik pada ranah konteks maupun nonkonteks,

(11)

mempengaruhi secara signifikan motivasi orangtua dan keayahbundaan itu sendiri.

2. Penelitian berjudul “Model Pemberdayaan Pola Asuh untuk Menanggulangi Masalah Gizi Buruk pada Balita di Daerah Pasca Gempa (Studi Kasus Di Kabupaten Bantul)” yang merupakan disertasi dari Waryana (2013). Tujuan penelitian tersebut untuk menyusun model pemberdayaan pola asuh untuk menanggulangi masalah gizi buruk di daerah pasca gempa Kabupaten Bantul.

Lingkup masalah adalah perilaku pengasuhan anak. Jenis penelitian fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pemberdayaan yang dibutuhkan untuk menanggulangi masalah gizi buruk di daerah pasca gempa Kabupaten Bantul adalah pemberdayaan pola asuh secara simultan mulai dari tingkat keluarga, masyarakat, dan desa.

3. Penelitian berjudul “Parent and Teacher Perceptions of Effective Parental Involvement” yang merupakan disertasi dari Morgan (2009). Tujuan penelitian tersebut untuk membandingkan persepsi orangtua dan guru tentang strategi efektif keterlibatan orangtua berdasarkan faktor demografi. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling menggunakan random sampling. Analisis data menggunakan ANOVA dan post-hoc analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua dan guru memiliki perbedaan yang signifikan dalam mendefinisikan keterlibatan orangtua yang efektif, dan terlihat perbedaan yang jelas ketika beberapa faktor demografi yang dipertimbangkan seperti: usia, ras/etnis, pendapatan, status perkawinan, tingkat pendidikan, lama pengalaman mengajar.

4. Penelitian berjudul “Predicting Participation in Group Parenting Education in An Australian Sample: The Role of Attitudes, Norms, and Control Factors”

dari Larne (2009). Tujuan penelitian tersebut untuk menilai theory of planned behavior (TPB) dalam memprediksi niat untuk berpartisipasi dalam kelompok pendidikan orangtua. Sebanyak 176 orangtua (138 ibu dan ayah 38) yang mempunyai anak di bawah 12 tahun. Varibel yang diteliti yaitu sikap, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control/PBC), dan dua variabel pengaruh sosial tambahan (identitas diri dan norma

(12)

kelompok). Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis regresi mendukung prediksi theory of planned behavior (TPB) bahwa identitas diri dan norma kelompok secara signifikan berpengaruh pada niat untuk berpartisipasi dalam pendidikan orangtua.

5. Penelitian berjudul “Parenting Self-Efficacy, Parenting Stress and Child Behaviour Before and After A Parenting Programme” dari Sally et al. (2012).

Tujuan penelitian tersebut untuk menyelidiki ada tidaknya perubahan efikasi diri, stres pengasuhan dan perilaku anak setelah menghadiri program pendidikan orangtua. Metode yang digunakan yaitu dari 63 orangtua yang memiliki anak di bawah usia sepuluh tahun, dilihat tentang efikasi dirinya, stres pengasuhan, dan perilaku anak selama tiga bulan, setelah itu dilakukan follow-up. Temuannya adalah setelah dilakukan follow-up terjadi perbaikan dalam efikasi diri dan pengurangan terhadap stres pengasuhan, tetapi tidak ditemukan bukti perbaikan dalam perilaku anak. Temuan jelas menunjukkan hubungan antara efikasi diri orangtua dan stres pengasuhan; orangtua yang merasa tingkat pengalamannya kurang, mengalami stres yang lebih tinggi, sedangkan orangtua yang mempunyai efikasi diri lebih besar, lebih rendah tingkat stresnya.

6. Penelitian berjudul “Parenting, Investments In Children, and The Social Reproduction Of Skills and Status” yang merupakan disertasi dari Hsin (2008).

Tujuan penelitian tersebut untuk mengkaji peran perilaku orangtua dalam kehidupan sosial terhadap anak. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Analisis data menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh kepada anak tidak hanya mempertimbangkan kuantitas waktu, tetapi juga konteks interaksi ibu-anak seperti jenis kegiatan yang dilakukan dan tingkat stimulasi verbal yang disediakan. Penelitian ini memberikan kontribusi literatur dengan menunjukkan bahwa waktu orangtua dengan sendirinya tidak cukup untuk menghasilkan prestasi yang positif dari anak.

(13)

7. Penelitian berjudul “Effects of Parenting Styles, Academic Self-Efficacy, and Achievement Motivation on the Academic Achievement of University Students in Ethiopia” yang merupakan disertasi Abesha (2012). Tujuan penelitian tersebut untuk menganalisis efek dari gaya pengasuhan, mengusulkan dan menguji model sosial kognitif orangtua terhadap motivasi dan prestasi prestasi akademik. Penelitian ini menggunakan disain penelitian prospektif ex-post facto. Teknik sampling menggunakan multi-stage cluster random sampling.

Analisis data menggunakan structural equation modeling (SEM) dengan AMOS versi 18.0. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif adalah gaya pengasuhan yang paling sering diadopsi, gaya pengasuhan memiliki pengaruh langsung yang signifikan dan positif terhadap efikasi diri dan motivasi berprestasi pada anak.

8. Penelitian berjudul “Parenting experiences of Eastern European immigrant professionals in the U.S.: A qualitative study” yang merupakan disertasi dari Nesteruk (2007). Tujuan penelitian tersebut untuk mengeksplorasi pengalaman imigran dari Eropa Timur dalam membesarkan anak-anaknya di lingkungan sosial budaya baru. Jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metodologi grounded theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan, bahasa, kakek nenek dan anggota keluarga lain, waktu yang disediakan untuk anak, lingkungan, kedisiplinan, kemandirian, harga diri, dan keyakinan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dalam membesarkan anak.

9. Penelitian berjudul “Effectiveness Of A Parenting Program In Bangladesh To Address Early Childhood Health, Growth And Development” dari Borisovaet al. (2013). Sebuah disain klaster bertingkat digunakan untuk mengevaluasi intervensi program pengasuhan orangtua (ibu) di pedesaan Bangladesh selama sepuluh bulan. Intervensi dilakukan melalui kombinasi pertemuan kelompok dan kunjungan rumah. Pesan disampaikan dengan kartu ilustrasi tentang kebersihan, bermain, komunikasi, kedisiplinan, dan makanan bergizi.

Kelompok kontrol menerima perawatan standar pemerintah. Tiga bulan sebelumnya, 463 anak-anak antara empat dan 14 bulan di Kecamatan

(14)

Bangladesh barat diberikan intervensi kognitif, bahasa reseptif dan bahasa ekspresif kemudian dilakukan observasi dengan mengambil foto dan direkam.

Ibu diwawancarai mengenai praktek mereka seperti: praktik kesehatan preventif, penyediaan keragaman makanan, stimulasi kepada anak di rumah, dan pengetahuan tentang perkembangan anak. Gejala depresi ibu dinilai sebagai ukuran emosional dalam pengasuhan. Variabel sosiodemografi keluarga termasuk pendidikan ibu, aset keluarga, pengambilan keputusan dan otonomi mobilitas. Satu bulan setelah akhir program, ibu dan anak-anak mereka lagi dinilai. Perbandingan dibuat antara intervensi dan kontrol anak- anak dengan umur di bawah 12 bulan vs 12 bulan dan lebih tua pada awal program. Analisis menghasilkan efek intervensi yang kuat pada pemberian kartu ilustrasi dan pada praktik pengasuhan yang berkaitan dengan stimulasi dan pengetahuan perkembangan anak. Efek usia ditemukan hanya untuk keanekaragaman makanan. Temuan yang dibahas dalam hal teori perubahan perilaku dan pola asuh, usia penting untuk program pengasuhan, dan implikasi bagi pelaksanaan program.

10. Penelitian berjudul “Effectiveness of A Combined Home Visiting and Group Intervention for Low Income African American Mothers: The Pride in Parenting Program” oleh Kiely, et al. (2010). Tujuan penelitian ini yaitu mengevaluasi intervensi yang diberikan untuk meningkatkan kelekatan ibu- bayi pada populasi golongan miskin. Kunjungan rumah oleh perawat telah meningkatkan hasil kelekatan bagi ibu dan anak-anak, namun penggunaan staf profesional membuat program ini mahal. Uji coba terkontrol secara acak dari kunjungan rumah para professional untuk memberikan intervensi kesehatan dan keterampilan bagi ibu Amerika Afrika berisiko tinggi di Washington DC.

Penelitian ini diusulkan untuk menguji kunjungan para professional efektif atau tidak dapat mempengaruhi kesehatan dan sikap serta perilaku pengasuhan ibu.

Ibu dengan perawatan kehamilan yang tidak memadai di Amerika Afrika ini direkrut pada saat persalinan. Intervensi kurikulum disampaikan baik melalui kunjungan rumah dan kelompok orangtua-bayi selama satu tahun. Intervensi kurikulum ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, mempengaruhi

(15)

sikap, dan mempromosikan kecakapan hidup yang akan membantu ibu berpenghasilan rendah ini dalam meningkatkan pengawasan kesehatan yang lebih baik dan pengembangan untuk bayi mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para peserta intervensi meningkatkan lingkungan rumah mereka, sebuah karakteristik penting untuk mempromosikan perkembangan anak yang baik. Persepsi ibu, dukungan sosial yang tersedia ditingkatkan dan sikap pengasuhan anak terkait dengan kekerasan terhadap anak berkurang.

Pengunjung rumah para professional bisa sukses dalam meningkatkan lingkungan pengasuhan anak dan sikap orangtua untuk bayi berisiko.

Selain sepuluh penelitian tersebut di atas, beberapa penelitian lainnya juga digunakan dalam penelitian ini, seperti yang terdapat pada daftar pustaka yang menjadi pendukung dan penguat yang membangun metode, konsep dan model sebagai hasil penelitian ini. Walaupun BKKBN telah mengeluarkan petunjuk teknis tentang BKB holistik integratif, kementerian kesehatan telah mengeluarkan petunjuk teknis tentang posyandu terintegrasi dan kementerian pendidikan dan kebudayaan telah mengeluarkan petunjuk teknis tentang PAUD berbasis keluarga, tetapi belum ada kajian mendalam tentang program tersebut. Melalui studi empiris ini diharapkan diperoleh temuan baru di lapangan guna merancang model pemberdayaan dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan pola asuh holistik agar terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dibagi atas empat hal, yaitu berdasarkan tujuan, lingkup penelitian, metode yang digunakan, dan hasil penelitian.

1. Tujuan penelitian. Penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada umumnya tentang pemberian intervensi untuk peningkatan pengasuhan anak.

Penelitian ini berbeda, karena penelitian ini adalah survei terhadap responden guna menganalisis implementasi promosi kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan pola asuh orangtua secara holistik, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi seperti persepsi ibu sebagai orangtua, motivasi ibu sebagai orangtua, akses terhadap sumber informasi, peran bidan desa, peran kader, peran pendidik PAUD, peran PLKB, partisipasi ibu sebagai orangtua, dan proses pemberdayaan dalam promosi kesehatan melalui parenting education.

(16)

Kemudian, akan memformulasi semua data yang telah dieksplorasi menjadi suatu model promosi kesehatan untuk meningkatkan pola asuh holistik.

2. Lingkup penelitian. Penelitian ini dilakukan di BKB holistik integratif, posyandu terintegrasi dan PAUD yang telah menyelenggarakan PAUD berbasis keluarga yang telah mengintegrasikan program parenting education.

Penelitian ini difokuskan pada teori pola asuh holistik dengan indikator- indikator yang telah ditetapkan dengan menambahkan materi dari kegiatan BKB, posyandu, PAUD berbasis keluarga, serta ditambahkan materi Dasa Citra Anak Indonesia (Kemdiknas, 2011), teori tentang pola asuh (Unicef, 1990; Syakrani, 2004; Suparyanto, 2010; Jus’at, 2000; Amin, 2008;

Soetjiningsih, 2002; Ashar et al., 2008; Cohn et al., 2009; Barlow et al., 2005;

Engle et al., 1997) serta dokumen-dokumen nasional terkait penelitian (Kemendiknas, 2012; Kemenkes, 2011).

3. Metode penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif exsplanatory study yang didukung dengan informasi kualitatif (Brannen, 2002). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah path analysis yang didukung dengan informasi kualitatif. Penelitian terdahulu pada umumnya menggunakan analisis pre dan post intervensi.

4. Hasil penelitian. Hasil penelitiannya akan berbeda dari penelitian yang telah ada, disebabkan penelitian ini menghasilkan suatu rumusan model program promosi kesehatan untuk meningkatkan pola asuh holistik melalui parenting education, yang bertujuan meningkatkan keterampilan orangtua tentang pola asuh dengan menyesuaikannya berdasarkan kebutuhan program kegiatan dan disesuaikan dengan kondisi wilayah.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Perancangan Media Promosi Festival Jenang Solo 2017 : Pesona Jenang Nusantara dapat disimpulkan bahwa media poster, street banner, roll banner, iklan internet dan undangan

Berdasarkan prosedur coding dan olah data distribusi frekuensi yang telah dilakukan sebagai rangkaian analisis isi, diketahui terdapat 5 jenis strategi komunikasi

Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisis data, kegiatan yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Kumpulan data hasil kerja

Jika lima kelompok unsur kehidupan merupakan suatu cara memahami kelahiran kembali menjadi berbagai keadaan makhluk, ini hanya akan lebih jelas untuk menyatakan