• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tak Hanya Fosil dan Candi, Antropologi UNAIR Miliki Cakupan Lebih Luas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tak Hanya Fosil dan Candi, Antropologi UNAIR Miliki Cakupan Lebih Luas"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Tak Hanya Fosil dan Candi, Antropologi UNAIR Miliki Cakupan Lebih Luas

UNAIR NEWS – Menggambarkan manusia dari kehidupan masa lalu dan sekarang dengan landasan teori ilmu sosial dan ilmu hayati adalah tugas para antropolog. Melalui pijakan antropologi, seorang antropolog bisa menjejaki karir di bidang apapun yang berhubungan dengan manusia dan kebudayaan.

Seperti misalnya, musibah kecelakaan yang merenggut korban pesawat Air Asia akhir 2014, atau tenggelamnya para imigran gelap tahun 2011 di perairan Trenggalek, membutuhkan tangan para antropolog ragawi dalam melakukan identifikasi para korban.

Selain dalam hal ragawi, antropolog juga melakukan kajian terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Seperti misalnya, pengkajian mengenai sekolah khusus perempuan di suatu wilayah.

Para antropolog mengkaji latar belakang budaya mengenai pendirian sekolah perempuan.

Itulah sebagian kecil kiprah para antropolog Universitas Airlangga yang dituturkan oleh Koordinator Program Studi S-1 Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Drs. Yusuf Ernawan, M.Hum. “UNAIR benar-benar mencetak seorang antropolog yang handal dan berintegritas,” tutur Yusuf.

Seiring berkembangnya zaman, prodi Antropologi UNAIR kian berkembang. Yusuf mengungkapkan, saat ini, Antropologi UNAIR memiliki dua cabang peminatan, yaitu Antropologi Sosial Budaya dan Antropologi Ragawi. Di dalam Antropologi Ragawi, salah satu hal yang dipelajari adalah Antropologi Forensik.

“Di tempat lain, Antropologi Forensik nyaris belum dikembangkan,” jelasnya.

(2)

Namun, untuk saat ini, Antropologi Forensik dianggap lebih menonjol karena banyaknya kasus kecelakaan dan kriminalitas.

“Jadi kecelakaan pesawat atau kapal tenggelam itu kita bekerja sama dengan kepolisian. Jadi nama kita nyaris sering terdengar di masyarakat,” ungkap Yusuf.

Selain itu, Antropologi juga berkembang dari sisi ruang lingkupnya. Yusuf mengungkapkan bahwa kajian antropologi tidak hanya terkait kecelakaan, fosil, dan candi. “Kita mau ngomong apapun itu bisa, mulai kesenian, agama, seksualitas, pendidikan, perubahan sosial, bahkan pariwisata itu ruang lingkup kita semua, ada mata kuliahnya. Jadi, luas sekali,”

tandasnya.

Dalam kurikulumnya, antropologi dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang kegiatan mahasiswa. Salah satunya adalah museum antropologi atas kerja sama dengan Dirjen K e b u d a y a a n . S e l a i n i t u , p a r a m a h a s i s w a j u g a a k a n menyelenggarakan PKL (Praktik Kuliah Lapangan), sehingga terjun langsung pada masyarakat.

“Karena idealnya itu harus sering ke lapangan, jadi ilmu antropologi itu untuk memahami masyarakat,” terang Yusuf.

“Sebenarnya bukan sekedar mengetahui atau mendeskripsikan, tapi juga bisa memahami, masyarakat yang diteliti itu seperti apa, setelah paham dia menjadi mediator untuk menjelaskan pemahaman itu kepada pihak lain atau masyarakat luas,”

imbuhnya.

Ke depan, Yusuf berharap agar Antropologi UNAIR terus berkembang dan mencetak antropolog yang mumpuni. Bahkan, Yusuf mengaku mendapatkan dorongan dari para mahasiswa agar segera membentuk Program Magister untuk Ilmu Antropologi.

“Banyak juga mahasiswa yang mendorong kita untuk mendirikan S- II. Lah, nanti akan kita planning dan diskusikan,” ujarnya positif. (*)

Penulis : Dilan Salsabila.

(3)

Editor : Defrina Sukma S

Sepenggal Kisah Ksatria Airlangga Asal Gaza

UNAIR NEWS – “Hanya ada dua pilihan, aku tetap tinggal di Gaza dengan situasi yang seperti ini atau aku keluar dari Gaza dan membuat hidupku lebih Baik”. Penggalan kata itulah yang dikatakan Ahmed Muhammad Omar Al- Madani saat menceritakan kisah perjuangan melewati konflik di negaranya, hingga ia berhasil melewati Rafah Borders untuk sampai di Indonesia.

Konflik Gaza bukan hal mudah bagi dirinya. Namun, karena perjuangan dan doa di tengah suara meriam, ia kini akan mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu sosial.

Ahmed Muhammad Omar Al- Madani, atau yang kerap disapa Ahmed ini terhitung sejak November 2013 resmi menjadi mahasiswa S3 Ilmu Sosial FISIP UNAIR. Ia mendapatkan beasiswa unggulan dari Pemerintah Indonesia untuk berkuliah di UNAIR.

“Aku tidak pernah terfikir tentang beasiswa yang ada di Indonesia, yang aku tahu beasiswa hanya di Turki, Jerman, dan Amerika. Kalaupun aku mencari di Asia, aku mencari di Malaysia atau China,” jelasnya.

Ahmed bisa dibilang mahasiswa asing yang beda dengan yang lain, sebab latar belakangnya dari negara yang tidak berhenti dari konflik, membuat Ahmed memiliki kesan dan nilai tersendiri. Ahmed tumbuh besar dengan suara bom dan peluru yang biasa ia lihat berkelibatan diatas rumahnya. Asap dan tangisan anak kecil sudah menjadi hal biasa yang ia hadapi sehari-hari.

(4)

Pertemuannya di dunia maya dengan Hamidah merupakan awal perubahan hidupnya. Hamidah merupakan satu-satunya yang ia kenal dari sosial media. Tepatnya di tahun 2013, Hamidah menyarankan untuk mengikuti beasiswa unggulan untuk mahasiswa asing yang diadakan Kemendikbud Indonesia. Kemudian, Ahmed mencoba mendaftarkan diri pada beasiswa tersebut dan melengkapi administrasi. Selang satu minggu ia mendapat kabar bahwa ia diterima di Universitas Airlangga.

Ahmed seharusnya tiba di Indonesia dan melangsungkan kegiatan perkuliahan pada September 2013. Namun, keadaan yang ada di negaranya membuat ia harus tertahan hingga November 2013.

Untuk keluar dari Gaza, Ahmed harus melewati Rafah Border.

Rafah Border merupakan pembatas antara Gaza dan Mesir. Rafah Border selalu tertutup dan hanya orang orang tertentu yang bisa mengaksesnya. Setiap hari Ahmed datang ke Rafah Border untuk melakukan negoisasi pada penjaga disana agar ia bisa keluar dan terbang ke Indonesia. Tepat Bulan November 2013 setelah Negoisasi yang sulit akhirnya Ahmed berhasil melewati Rafah Border dan terbang ke Indonesia.

Tahun Ini adalah Tahun terakhir Ahmed menjalani studi di Universitas Airlangga. banyak kesan yang ia dapatkan selama empat tahun tinggal di Indonesia. Ia mengaku sangat senang bisa tinggal di Indonesia karena jauh dari cerminan Gaza yang setiap hari terdengar suara tembakan, rudal, maupun serangan udara, dan jiwa yang emosi.

“Disini orangnya ramah dan suka senyum, saya merasa senang, beda dengan disana (Gaza) jadi kalau kamu senyum pada orang yang tak dikenal, mereka bukan malah membalas dengan senyumanmu mereka malah memaki maki kamu dan bilang ngapain kamu senyum ke aku,” tandasnya sambal tertawa.

Ditanya mengenai langkahnya kedepan, Ahmed mengatakan bahwa ia tak mungkin kembali ke Gaza. karena keadaan konflik yang belum reda. Ia memilih untuk berkarir di Indonesia atau negara yang lain. Ahmed memiliki cita-cita sebagai pengajar, selama ia

(5)

tinggal di Surabaya ia juga sering mengajar Bahasa Inggris di beberapa tempat

“Jika ada kesempatan, saya ingin sekali mengajar di UNAIR untuk mahasiswa ilmu politik S-1 semester awal , saya ingin berbagi dengan mereka ilmu politik yang sudah saya pelajari.

Saya juga ingin mengajar mereka menggunakan Bahasa Inggris,”

pungkasnya. (*)

Penulis : Faridah Hari Editor: Nuri Hermawan

Pentingnya Pendidikan Tata Kelola Pemilu di Indonesia

UNAIR NEWS – Pendidikan formal mengenai Tata Kelola Pemilu sebaiknya pernah dijalani oleh setiap personel maupun pimpinan badan penyelenggara pemilihan umum, atau di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, dalam menjalankan proses pemilu, diperlukan persiapan yang sangat matang agar setiap orang yang memiliki hak pilih bisa menyampaikan kedaulatannya melalui pesta demokrasi.

Guru Besar bidang Ilmu Perbandingan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D., mengatakan, staf dan pimpinan KPU membutuhkan pendidikan formal Tata Kelola Pemilu. Tujuannya, agar dalam penyelenggaraan pemilu, eksekutor menjalankan proses berdasarkan keahlian, bukan semata-mata berbasis pengalaman terdahulu.

“Ilmu pengetahuan itu kan tujuannya untuk menjelaskan. Kalau ini tidak, supaya KPU dalam menjalankan pemilu itu berdasarkan

(6)

keahlian. Semua personel dan sekretariat jenderal di KPU menjalankan tahapan-tahapan pemilu bukan karena tradisi “oh dulu begitu”, tapi berdasarkan keahlian. Dan, dari 5.000 lebih pegawai KPU, belum ada satupun pegawai yang terdidik dalam Tata Kelola Pemilu,” terang Prof. Ramlan.

Selama ini, kajian pemilu sudah ada dan banyak dilakukan. Di antaranya perilaku memilih (voting behavior), dan political marketing. Sedangkan tata kelola pemilu masih belum ada. Di Indonesia, kajian tentang tata kelola pemilu masih belum banyak dilakukan. Bahkan, pendidikan formal di bidang tersebut baru dimulai pada tahun 2015.

Pendidikan tata kelola pemilu merupakan salah satu subkajian dalam program studi Magister (S-2) Ilmu Politik. Di Indonesia, ada sepuluh universitas yang menyelenggarakan pendidikan Tata Kelola Pemilu. Kesepuluh universitas itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Lampung, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Nusa Cendana, Universitas Cendrawasih, dan tentu saja UNAIR.

Prof. Ramlan menuturkan, hal-hal teknis dalam proses pemilu tidak bisa disepelekan. Sebab, penyelenggaraan pesta demokrasi itu mewadahi pilihan-pilihan yang telah ditentukan para pemilih. Oleh karena itu, para pembelajar tata kelola pemilu patut memahami strategi perencanaan pemilu hingga hal-hal teknis, seperti distribusi logistik terkait pemilu, aturan- aturan, dan sebagainya.

“Itu bukan sembarang orang bisa, ini mungkin kelihatan teknis tapi ini bermakna. Namanya pemilu itu kan mengubah suara pemilih dan mengkonversi menjadi kursi. Tahap pertama itu kan ketika pemilih memberikan suara. Nah, memberikan suara itu kan alatnya logistik tadi, seperti surat suara, kalau desainnya nggak cocok atau sukar dipahami oleh pemilih, malah gagal dalam konversi tadi, bagaimana pemilih menyampaikan kedaulatannya,” tutur anggota Akademi Ilmu Pengetahuan

(7)

Indonesia itu. (*)

Penulis: Defrina Sukma S.

Editor : Binti Q. Masruroh

Kuliah Dianggap ‘Sampingan’, Sermada Lulus Terbaik S-3 FISIP UNAIR

UNAIR NEWS – Menjadi dosen tetap di universitas yang berada diluar kota, sekaligus punya tanggungjawab untuk menyelesaikan perkuliahan jenjang doktoral di Universitas Airlangga, merupakan perjuangan tersendiri bagi Sermada Kelen Donatus.

Namun ia menganggap kesibukannya sebagai mahasiswa Doktoral di UNAIR ini sebagai “sampingan” semata.

Kendati hanya “sampingan”, tetapi Sermada berhasil menyelesaikan studi S-3 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan predikat wisudawan terbaik. Ia memperoleh IPK 3,92. “Saya berterima kasih kepada UNAIR, karena kegiatan

‘sampingan’ semacam ini dimungkinkan oleh UNAIR untuk program S-3,” kata laki-laki yang pernah menjadi Pastor Katolik di Jerman Selatan (selama libur perkuliahan) tahun 1990-1998.

Sermada adalah dosen tetap pengajar filsafat pada program sarjana dan master di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang. Sehari-hari, di program S-1 ia mengajar Filsafat Manusia, Filsafat Ketuhanan, Filsafat India, dan Filsafat Nusantara. Sedangkan untuk program S-2, ia mengajar Filsafat Perbandingan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Ia mengaku, perjuangannya untuk menyelesaikan studi S-3 di

(8)

UNAIR ini cukup berat. Ia harus membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya itu.

“Usia saya yang tidak lagi muda, jarak antara tempat tinggal di Malang dengan UNAIR, keterbatasan finansial, transportasi angkutan umum, tuntutan lain yang banyak untuk program S-3 dan keterbatasan tenaga, waktu dan pikiran saya,” ujar laki-laki kelahiran Tenawahang, Flores, 27 Februari 1955 ini.

Namun akhirnya ia sangat bersyukur dapat merampungkan tanggungjawab studinya dan memperoleh predikat sebagai lulusan terbaik FISIP UNAIR. Pada studi S3 ini, Sermada memilih topik tesis seputar respon dinamis para penyelenggara sekolah Katolik terhadap kebijakan Inpres pendidikan dasar nasional Indonesia. Ia tuangkan topik itu dalam disertas berjudul

“Dinamika Respons Penyelenggara Sekolah Katolik Terhadap Kebijakan Inpres Pendidikan Dasar Nasional Indonesia – Suatu Studi Fenomenologi Pelaku Pendidikan di Kabupaten Flores Timur”.

“Judul itu saya ambil karena sebagai anak desa yang mengalami SD Katolik di wilayah Kab. Flores Timur. Saya meneropong secara ilmiah kemelut yang menimpa eksistensi SDK oleh karena penerapan program SD Inpres di wilayah itu oleh pemerintah Orde Baru,” katanya.

Setelah meraih gelar Doktor ini, Sermada akan tetap menjalani profesinya sebagai dosen. “Saya mau mendedikasikan diri dalam profesi ini untuk kepentingan pencerdasan manusia sampai saya dipanggil Tuhan,” katanya.

Ia juga berkeinginan untuk menulis artikel dan jurnal ilmiah, menulis buku ajar, dan menerjemahkan buku Filsafat dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Defrina Sukma

(9)

Jadi Komisioner KPID Jatim, Amalia Bertekad Ciptakan Atmosfer Penyiaran Edukatif

UNAIR NEWS – Amalia Rosyadi Putri adalah alumnus Magister Media dan Komunikasi angkatan 2013. Ibu dari satu anak ini lulus pada 2015, dan tergolong studi cepat, satu setengah tahun. Setelah tamat, dia menjadi dosen di Institut Agama Islam Tribakti Kediri. Kemudian, melanjutkan kuliah kembali di Universitas Airlangga, pada Prodi S3 Ilmu Sosial FISIP.

Mantan penyiar Radio Andika FM ini mengikuti seleksi komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur tahun ini. Setelah melewati sejumlah tahapan, dia terpilih menjadi satu di antara tujuh komisioner. Tepatnya, sebagai Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran. Gubernur Soekarwo mengukuhkan dia dan rekan-rekan kerjanya pada 6 Desember 2016 lalu.

Ditanya tentang targetnya ke depan, perempuan asal Ngadiluwih, Kediri, ini menuturkan, dia dan kawan-kawannya bertekad mewujudkan atmosfer penyiaran yang sehat dan edukatif di Jawa Timur. “Televisi dan radio harus mencerdaskan warga. Tidak boleh manipulatif apalagi malah jadi corong fitnah,” ungkap penggemar kesenian wayang tersebut.

Amalia mengatakan, aktivitas penyiaran mesti berpedoman pada aturan yang berlaku. Misalnya, yang termaktub dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Bila ada yang melalukan pelanggaran, KPID setempat berwenang memberi teguran atau sanksi.

Bila berjalan sesuai rencana, dalam pekan ini, KPID akan

(10)

memanggil enam lembaga penyiaran yang terindikasi melakukan pelanggaran. Tujuannya, meminta klarifikasi terkait poin-poin yang dianggap melanggar itu. Bila terbukti, KPID akan melakukan tindakan tegas.

“Penyiaran yang baik memiliki peran penting dalam mencetak generasi penerus yang sanggup menjawab tantangan zaman, tidak manja, dan mandiri,” papar Amalia.

Ditanya soal studi doktoralnya, Amalia memasang target lulus setidaknya tiga tahun. Dia juga berharap, akan aktif melakukan riset tentang media, baik saat kuliah maupun setelah lulus kelak. (*)

Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila

Jalan Sehat dan Senam Sivitas di Penghujung 2016

UNAIR NEWS – Jalan sehat dan senam bersama sivitas akademika Universitas Airlangga merupakan kegiatan rutin yang digelar setiap bulan sekali. Acara yang dihelat di halaman Kantor Manajemen UNAIR pada hari Minggu (18/12), digawangi oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).

Hadir di tengah acara tersebut Dekan FISIP UNAIR Dr. Falih Suaedi, Drs., M.Si. untuk memberikan sambutan kepada peserta yang terdiri dari sivitas akademika UNAIR dan warga sekitar.

Dalam sambutannya, Falih menuturkan bahwa acara jalan sehat dan senam bersama di penghujung tahun 2016 ini bagian dari Dies Natalis FISIP ke-39.

(11)

“Semoga acara ini penuh barokah. Terima kasih kepada masyarakat yang hadir. Jalan sehat dan senam ini semoga bisa menyehatkan jasmani dan rohani,” terang Falih.

Tak ketinggalan, di sela acara tersebut juga disajikan penampilan musik patrol yang meramaikan acara. Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA., yang juga turut serta dalam acara tersebut memberikan pemaparan bahwa kegiatan rutin tersebut adalah bagian dari upaya UNAIR mengajak masyarakat untuk hidup sehat.

“Ini adalah media kita untuk kumpul. Selamat Dies Natalis ke-39. Saya yakin FISIP ke depannya akan terus berkontribusi dan lebih baik lagi,” papar Prof. Nasih sembari memekikkan jargon dies FISIP tahun ini. “FISIP, kritis, kreatif dan kompetitif,” tegasnya.

Selepas senam dan jalan sehat di area Kampus C, Rektor bersama jajaran pimpinan yang hadir dalam acara tersebut bersama-sama menuju danau kampus C untuk menabur benih ikan dan disaksikan langsung oleh seluruh masyarakat. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S

Sinden UNAIR Berlaga di Muslimah Award 2016

UNAIR NEWS – Kurnia Puspa Yuliani, mahasiswa Prodi Hubungan Internasional (HI) UNAIR ini berhasil menjadi finalis di ajang Muslimah Award 2016, pada Sabtu (17/12) di Gedung Islamic Center Pamekasan, Madura. Meskipun belum mendapat predikat juara, namun Kurnia berhasil masuk dalam 20 besar

(12)

dalam ajang tersebut.

Ajang ini diikuti oleh kurang lebih 81 peserta dari seluruh Jawa Timur. Layaknya penyeleksian kontes kecantikan pada umumnya, peserta Muslimah Award diseleksi dengan mengumpulkan foto dan data diri. Jika dinyatakan lolos seleksi awal, bisa melanjutkan ke tahap berikutnya yakni karantina. Melalui tahap karantina ini, terpilih 20 Finalis yang akan dibimbing selama tiga hari dan mendapatkan materi seperti Public Speaking, pengetahuan seputar agama, dan juga kunjungan di beberapa objek wisata di Madura.

“Di karantina itu, kita diseleksi. Mulai membaca Al Quran, interview, dan bagaimana caranya kita syiar. Namun selama kita karantina, segala perilaku kita, kedisiplinan, keaktifan, dan bagaimana sikap kita terhadap finalis lain juga menjadi penilaian,” jelas mahasiswa yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Karawitan sebagai Sinden (penyanyi Jawa perempuan dalam karawitan).

Sebelum proses karantina, Kurnia mengungkapkan, ia sempat jatuh sakit dan membuatnya sempat down untuk bisa mengikuti proses karantina. Namun, berkat motivasi dari orang tuanya yang terus mendoakannya, ia kembali bersemangat dalam mengikuti segala tahapan selama proses karantina dengan baik.

“Saya ingat orang tua saya yang selalu mendoakan saya di rumah meskipun mereka tidak bisa lihat saya secara langsung. Jadi ketika sebelum memulai apapun kaya interview dan grand final, saya selalu telepon mereka,” kenang perwakilan Trenggalek di ajang tersebut.

Selain sempat sakit, Kurnia juga harus mengalami kendala lain, salah satunya lintasan Catwalk yang kurang sempurna saat malam Grand Final. Sehingga membuat Kurnia gugup dan harus ekstra berhati hati.

“Nah, di sini saya sedikit terganggu, soalnya lintasan untuk catwalk-nya nggak enak. Dan salah satu teman saya ada yang

(13)

sampai jatuh ketika melintas. Tapi Alhamdulillah waktu saya jalan, saya nggak kenapa – kenapa,” ujarnya.

Meskipun belum bisa membawa pulang juara, namun Kurnia sudah cukup senang karena sudah mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, baik secara religi maupun penampilan. “Meskipun saya tidak juara minimal saya sudah bawa nama UNAIR di 20 Besar,” pungkasnya mengakhiri. (*)

Penulis : Faridah Hari

Editor : Dilan Salsabila

Mahasiswa UNAIR Ikuti Konferensi Internasional di Jepang

UNAIR NEWS – Tujuh mahasiswa Universitas Airlangga mengikuti konferensi internasional yang diadakan di Tokyo, Jepang. Tujuh mahasiswa tersebut yaitu Rebhika Lusiana, Alifia Sakinah, Jeany Ratna P., dan Rendha Kusumaning K., mahasiswa Fakultas Farmasi (FF), dan Zahrina Arum Nabilah, Puspita Titisari Saraswati, dan Mahmudi Ma’ruf mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Mereka mengikuti International Academic Conference on Social Science (IACSS) 2016, sebuah konferensi internasional yang diadakan oleh High Education Forum (HEF), sejak 6-8 Desember lalu. IACSS merupakan konferensi internasional interdisipliner yang mengundang akademisi, independent scholars, dan para peneliti untuk bertemu dan bertukar ide, temuan penelitian, dan membahas isu-isu terbaru tentang bidang ilmu sosial.

(14)

Tema yang diangkat adalah “International Academic Conference in Social Science”. Konferensi internasional ini diikuti oleh peserta dari puluhan negara. Di antaranya Afrika Selatan, Mexico, Taiwan, Korea, Thailand, dan negara-negara di Eropa.

Tim mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP UNAIR (Foto:

Istimewa)

Zahrina atau yang lebih akrab disapa Bela selaku ketua tim mahasiswa Ilmu Komunikasi mengatakan, ia dan tim tertarik mengikuti konferensi ini sebab ingin mengasah kemampuan meneliti sekaligus pengalaman mengikuti konferensi tingkat internasional. Bersama dengan rekannya, ia mempresentasikan paper dengan judul “The Perceptions of The Bachelor Degree Communication Sciences Students Towards ROCS (Radio on Campus) As A Medium of Communication and Information in the Faculty Social and Political Sciences Universitas Airlangga”.

“Kami meneliti persepsi pendengar soal Radio on Campus (ROCS).

ROCS ini kan banyak disebut sebagai radio. Tapi cuma bisa didengar di waktu tertentu dan di tempat yang terbatas, gak ada frekuensi dan streaming,” ujar Bela.

Selama mengikuti rangkaian kegiatan di Tokyo, yang membuat Bela terkesan adalah sangat jarang dijumpai mahasiswa jenjang S-1. Ia juga terkesan dengan kehidupan masyarakat Jepang yang

(15)

sangat tertib dan disiplin.

“Yang paling berkesan di konferensi yaitu tantangan kita untuk bisa presentasi di forum internasional bareng mahasiswa S-2, dosen, dan profesor. Mahasiswa S-1 sangat jarang di sana,”

tandasnya. “Tapi yang lebih keren, kehidupan orang Jepang yang sangat tertib, disiplin, dan ramah sama semua orang,”

imbuhnya.

Sedangkan tim mahasiswa dari FF mempresentasikan paper dengan judul “The Important Roles Of Parents In Buliding Children Morals”. “Paper kami tentang peran orang tua dalam membangun moral anak dan seberapa penting hal tersebut bagi perkembangan anak di Indonesia,” ujar Lusi selaku ketua tim mahasiswa FF.

Awalnya, seleksi konferensi internasional ini dimulai dengan pengiriman paper berupa abstrak. Setelah dinyatakan lolos, tim melakukan penelitian dan menyusun paper secara lengkap. Pada hari-H, mereka melakukan presentasi dalam bentuk diskusi paralel.

Meski demikian, mereka mendapatkan banyak pelajaran selama berada di Tokyo. “Mulanya saya tertarik mengikut acara ini k a r e n a i n g i n m e n g e k s p l o r k a p a s i t a s d i r i d i t a r a f internasional, ingin membawa nama baik FF UNAIR di kancah internasional, dan berpartisipasi dalam upaya mewujudkan UNAIR road to world class university,” ujar Lusi yang merupakan mahasiswa FF semester lima. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Dilan Salsabila

(16)

Praktisi dan Sosiolog HAM Imam Prasodjo Dianugerahi Soetandyo Award

UNAIR NEWS – Pada puncak perayaan Dies Natalis ke-39 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, sivitas akademika menyelenggarakan acara Soetandyo Award dan Soetandyo Scholarship. Acara tersebut diselenggarakan di Aula Soetandyo FISIP UNAIR, Rabu (7/12).

Beasiswa Soetandyo ini diberikan kepada 15 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki disiplin ilmu sosial, hukum, dan humaniora. Beasiswa Soetandyo diperuntukkan bagi mahasiswa yang tengah menyelesaikan tugas akhir skripsi, tesis, maupun disertasi yang membahas penelitian dengan topik pluralisme, keadilan sosial, hukum, hak dan hak asasi manusia (HAM), serta demokrasi.

Seluruh mahasiswa penerima beasiswa Soetandyo itu berasal dari berbagai jenjang mulai sarjana, master, hingga doktoral.

Penerima beasiswa itu berasal dari Universitas Palangkaraya, Universitas Jember, Universitas Riau, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Negeri Malang, Universitas Lampung, dan tentu saja Universitas Airlangga.

Ketua Pusat Studi Soetandyo Prof. Dr. Budi Prasetyo, M.Si, mengatakan, penerima beasiswa itu telah melalui proses seleksi dari ratusan proposal penelitian yang dikirimkan ke panitia.

Dari ratusan proposal itu, disaring sampai 30 besar, hingga akhirnya terpilih 15 penerima beasiswa.

Selain acara pemberian beasiswa, dalam acara yang sama juga digelar penganugerahan penghargaan Soetandyo. Pada tahun ini, penghargaan Soetandyo diberikan kepada praktisi HAM sekaligus sosiolog Imam B. Prasodjo. Akademisi berusia 56 tahun itu

(17)

merupakan penggagas Gerakan Nurani Dunia.

Terkait dengan penghargaan Soetandyo, Prof. Budi menyampaikan, bahwa pihaknya menerima sekitar 30 nama calon penerima penghargaan dari berbagai lembaga. Setelah dilakukan berbagai penyaringan, terpilih 10 nama hingga akhirnya mengerucut satu nama, yakni sosiolog Universitas Indonesia tersebut.

Menurut Prof. Budi yang juga tim panitia Soetandyo Award, kriteria yang ditetapkan untuk penerima penghargaan ini adalah publikasi karya ilmiah dan pengabdian masyarakat. “Banyak akademisi yang bagus tetapi nggak punya karya riil di tengah masyarakat, khususnya di bidang hukum dan HAM. Mudah-mudahan penerima bisa meneruskan kiprah Soetandyo,” tutur Prof. Budi.

“Kita memang mencari yang semirip mungkin dengan Soetandyo,”

imbuh Wakil Dekan I FISIP.

Usai menerima penghargaan tersebut, sosiolog Imam menyampaikan apresiasinya kepada sivitas akademika FISIP UNAIR atas penghargaan tersebut. Ia tak pernah menyangka akan dianugerahi penghargaan tersebut.

“Jujur saja, saya merasa terhormat ketika dikabari bahwa saya dianugerahi penghargaan ini. Penghargaan ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Bagi saya, penghargaan ini bernilai simbolik tentang perjuangan seorang tokoh akademisi kampus yang sekaligus sebagai aktivis sosial dan pejuang hak asasi manusia yang penuh dedikasi, tulus, dan konsisten sebagaimana yang tergambar dalam sosok Profesor Soetandyo Wignjosoebroto,”

tutur Imam.

Pemberian beasiswa dan penghargaan Soetandyo telah dilaksanakan sejak tahun 2015 bertepatan dengan perayaan Dies Natalis FISIP. Tahun lalu, beasiswa diberikan kepada sepuluh penerima. Pada tahun 2015 pula, penghargaan diberikan kepada pakar Antropologi Hukum Prof. Sulistyowati Irianto.

Bangun keterbukaan

(18)

Dekan FISIP Dr. Falih Suaedi dalam sambutannya menyampaikan, bahwa fakultas yang kini berusia 39 tahun itu akan terus membangun keterbukaan, sinergitas, dan kekeluargaan dalam menciptakan iklim akademis yang sehat.

“Sampai tahun 2020, kita akan terus bangun keterbukaan, sinergitas, dibungkus semangat kekeluargaan. Semoga hasilnya lebih dahsyat. Kita junjung nilai-nilai pluralisme, demokratisasi serta keadilan seperti kata Prof. Tandyo (sapaan akrab Soetandyo),” tutur Falih.

“Ada 13 program studi di FISIP. Kurikulum akan terus dirancang agar tetap ada saling sapa. Integrated social science sebagaimana cita-cita Pak Tandyo,” imbuh Falih.

Penulis: Defrina Sukma S.

Editor: Nuri Hermawan

Kemeriahan Penutupan Program

‘Ayo Belajar’, Bentuk Pengmas BEM FISIP UNAIR

UNAIR NEWS – Penutupan kegiatan Ayo Belajar, program kerja tahunan dari Kementrian Pengabdian Masyarakat BEM FISIP UNAIR berlangsung meriah pada Sabtu (19/11). Beragam penampilan mewarnai penutupan kegiatan, seperti musikalisasi puisi, dance, dan pembawaan lagu yang ditampilkan oleh siswa-siswi SD binaan mahasiswa FISIP UNAIR.

Selain beragam penampilan, penutupan kegiatan juga diwarnai dengan pemberian berbagai penghargaan kepada siswa berprestasi dan relawan pengajar terbaik. Clossing Ayo Belajar dihadiri

(19)

oleh Ketua BEM FISIP Andre Rahmat Sugiharto, Tatik selaku perwakilan dari Balai RW 5 Mojo, relawan pengajar, dan anak- anak RW 5 Mojo yang menjadi binaan mahasiswa FISIP. Clossing program berlangsung secara meriah di Balai RW 5 Mojo.

Program Kerja Tahunan

Ayo Belajar merupakan bentuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat. Tujuannya, untuk memberikan pembelajaran kepada anak-anak, baik seputar pelajaran sekolah maupun pelajaran moral. Dalam pelaksanaan program, BEM FISIP UNAIR bekerjasama dengan pengurus RW 5 Mojo. Mereka yang dibina ada sekitar 75 anak, terdiri dari kelas I-VI dari RW 5 Mojo.

“Anak sebagai ujung tombak dari kemajuan negara Indonesia pada masa yang akan datang harus disiapkan sebaik-baiknya dari segi kualitas intelektual maupun moral,” ujar Mohammad Syamsudin Alfattah, Ketua Kementrian Pengabdian Masyarakat BEM FISIP UNAIR 2016.

Ayo Belajar telah berlangsung tiga tahun ini, terhitung sejak pertama kali diadakan pada tahun 2014. Dalam pelaksanaannya, kegiatan Ayo Belajar berlangsung selama dua kali dalam satu minggu, yakni setiap hari Selasa dan Kamis. Kegiatan Ayo Belajar di tahun 2016 dilaksanakan sejak Maret – November, bertempat di balai RW 5 Mojo.

(20)

Mahasiswa FISIP saat memebrikan piagam sebagai simbol bahwa mereka telah berhasil menjalankan program Ayo Belajar di Balai RW 5 Mojo. (Foto: Istimewa)

Relawan Pengajar

Tahun 2016 ini, Ayo Belajar diketuai oleh Yulia Istitania, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2015. Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 40 mahasiswa aktif FISIP yang tergabung dalam relawan pengajar.

“Relawan pengajar merupakan mahasiswa pilihan yang memiliki potensi dan minat yang tinggi dalam dunia pendidikan. Mereka dituntut untuk aktif dan berkomitmen selama kegiatan Ayo Belajar berlangsung,” ujar Fattah.

Dalam setiap pertemuan, relawan pengajar membimbing para siswa untuk mendalami pelajaran sekolah. Setelah selesai melakukan bimbingan, para relawan pengajar memberikan materi seputar moral.

“Moral yang diajarkan kepada siswa adalah kejujuran, kesabaran, toleransi, saling menghormati, saling mengasihi,

(21)

dan lain sebagainya. Pembelajaran moral diharapkan mampu menjadikan para siswa memiliki karakter yang positif sejak usia dini,” ujar Mahasiswa S-1 Antropologi ini.

Selain penanaman moral, juga disisipkan kelas budaya yang dilaksanakan selama satu bulan sekali. Kelas budaya bertujuan memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang keragaman budaya yang dimiliki Indonesia, sehingga para siswa mencintai keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Program kelas budaya tahun ini berupa kegiatan pengenalan batik, yakni dengan mengadakan lomba mewarnai batik untuk kelas I-III SD, dan lomba menggambar batik untuk kelas IV-VI SD. Selain mengenalkan batik, kelas budaya yang pernah diajarkan adalah pengenalan lagu-lagu daerah dengan menggunakan metode mengajak para siswa untuk bernyanyi bersama.

“Besar harapan dari Kementrian Pengabdian Masyarakat BEM FISIP UNAIR para siswa yang mengikuti kegiatan Ayo Belajar mampu menjadi generasi yang unggul dan membawa Indonesia menjadi negara yang maju, serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang ada pada negara Indonesia,” pungkasnya. (*)

Editor : Binti Q. Masruroh

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini menggambarkan bahwa telah terjadi komodifikasi nilai spiritual Buddha pada kawasan Candi Borobudur sebagai wisata kapitalis, diantaranya masyarakat

Hal yang diharapkan oleh klien yaitu setelah dirawat dan melalui proses penyembuhan dan pengobatan klien dapat sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa. Saat

1 Pejabat Eksekutif yang menangani fungsi audit intern telah menyampaikan laporan pelaksanaan audit intern kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada

Pada saat ini sudah sangat mudah sekali untuk menemukan makanan-makanan khas Korea Selatan, kebanyakan para pengusaha makanan khas Korea Selatan akan menyesuaikan

Pelayanan publik Ditjen SDPPI mencakup 4 (empat) bidang penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu penyelenggaraan pelayanan publik Perizinan Spektrum Frekuensi Radio dan

Kerangka kerja digunakan sebagai acuan dalam perancangan enterprise architecture pada penelitian ini adalah TOGAF ADM, dengan fokus perancangan pada fase arsitektur

Udara bersih dan kering yang terbebas dari minyak dibutuhkan untuk otomasi kontrol (tekanan tinggi), hal ini di lakukan dengan menggunakan filter pengering untuk

Pernyataan dari seniman pelaras Calung ini memicu beberapa dugaan dari peneliti seperti, (1) muncul rasa kurang percaya diri untuk menumbuhkan rasa memiliki Laras Slendro