• Tidak ada hasil yang ditemukan

S JKR 1001553 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S JKR 1001553 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoritis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati.

(2)

Dewasa ini pendidikan jasmani mendapat perhatian yang cukup besar baik untuk meningkatkan kualitas manusia dalam kesegaran jasmani maupun untuk pencapaian prestasi. Salah satu tempat dimana siswa dapat melakukan aktivitas olahraga ialah di sekolah, selain sebagai tempat kegiatan belajar, kegiatan olahragapun dapat dilakukan di luar jam sekolah yaitu dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga berguna untuk meningkatkan kualitas kesegaran jasmani siswa dan dapat memperluas wawasan atau kemampuan olahraga, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan siswa. Ekstrakurikuler olahraga merupakan kegiatan olahraga yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka dilaksanakanan di sekolah atau di luar sekolah untuk memperluas wawasan atau kemampuan, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan serta kemampuan olahraga”. Salah satu ektrakurikuler yang terdapat di sekolah yaitu ekstrakurikuler karate. Zaman modern sekarang ini olahraga beladiri karate sudah dikenal oleh masyarakat luas. Gichin Funakoshi (dalam Suntoda, 2012, hlm. 8) bahwa “seni beladiri ini pertama kali disebut Tote yang berarti seperti Tangan Cina kemudian Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote : Tangan Cina) dalam kanji Jepang menjadi “Karate” (Tangan Kosong)”.

(3)

penting adalah memahami filosofi olahraga karate itu sendiri. Tapi yang terjadi saat ini adalah titik jenuh dalam pembelajaran karate. Yang pada akhirnya berdampak pada cara berfikir mereka, bahasa, perilaku dan pergaulan mereka yang memandang olahraga karate adalah olahraga yang membosankan. Terkadang mengenal atau sekedar mencari tahu saja tidak mau. Bisa disebut peminatnya sedikit, sehingga siswa malas untuk mempelajarinya. Banyaknya model yang belum diterapkan oleh pengajar sehingga berpengaruh terhadap gerak dasar karate khususnya keterampilan kata yang membutuhkan kerjasama. Dengan banyaknya model-model pembelajaran, inovasi dapat diterapkan pada proses pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran kolaboratif. Sebagaimana dikemukakan oleh Barkley (dalam Barkley 2012, hlm. 4) bahwa “pembelajaran kolaboratif berarti belajar melalui kerja kelompok, bukan belajar dengan bekerja sendirian”. Menurut Matthews (dalam Barkley dkk, 2012, hlm. 8) mengemukakan bahwa:

Pembelajaran kolaboratif bisa berlangsung apabila pelajar dan pengajar bekerja

sama menciptakan pengetahuan… Pembelajaran kolaboratif adalah sebuah

pedagogi yang pusatnya terletak dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses tersebut selalu memperkaya dan memperluas wawasan mereka

Dalam collaborative learning terdapat teknik pembelajaran kolaboratif yang dapat diterapkan, salah satunya teknik jigsaw. Hal ini didukung oleh pendapat Barkley (2012, hlm. 236) bahwa:

(4)

Berdasarkan dikemukakannya teori-teori di atas sudah sangat jelas bahwa model pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw dapat diterapkan dalam pembelajaran beladiri, salah satunya olahraga beladiri karate. Karena dalam olahraga beladiri karate nomor kata siswa dituntut untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah satunya untuk dapat menguasai materi dalam pembelajaran olahraga beladiri karate ini yang diberikan oleh gurunya. Kuranya interaksi pun disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab sulitnya dalam menghafal dan menguasai kata. Karena kata merupakan rangkaian gerakan dari beberapa teknik dasar dalam olahraga karate.

Dengan diterapkannya model pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw adalah salah satu cara yang dapat meningkatkan keterampilan kata. Pada pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu “kelompok jigsaw” dan “kelompok pakar”.

Dalam model jigsaw versi Barkley ini, Pertama siswa diberikan materi kata heian shodan yang kemudian pada pertemuan selanjutnya dilakukan tes awal penampilan kata. oleh guru untuk memperkenalkan pembelajaran karate terlebih dahulu. Siswa yang sudah membentuk kelompok yang terediri dari empat sampai enam orang ini ditugaskan untuk mempelajari materi salah satu rangkaian gerakan kata yang diberikan oleh guru guna untuk menguasai rangkaian tersebut dan diajarkan kepada teman dikelompok jigsaw. Menurut Edward 1989 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 55) bahwa “kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif”. Sedangkan Sudjana 1989 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 55) mengemukakan bahwa “ beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang

siswa”. Kemudian perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan

perwakilan anggota dari kelompok lain dikelompok jigsaw untuk mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai dalam masing-masing rangkaian gerakan kata yang telah dipelajari dari setiap rangkaian gerakan dikelompok pakar

(5)

maka masing-masing perwakilan kembali ke kelompok asalnya (kelompok pakar) dan mulai menjelaskan dan mempraktikkan materi kata kepada teman satu kelompoknya dengan tujuan untuk menyempurnakan dari setiap rangkaian gerakan kata. Jadi, dalam teknik jigsaw ini siswa bekerja kelompok selama dua kali, yaitu dalam kelompok jigsaw dan dalam kelompok pakar. Disini siswa akan menemui permasalahan yang tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental siswa tersebut dan secara tidak langsung rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya pun akan ikut berkembang. Piaget 1991 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 56) menyatakan bahwa “…bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat dapat masuk ketahap yang lebih tinggi., supaya anak diperkaya dengan banyak pengalaman”.

(6)

kelompoknya dikelompok pakar dan diajarkan dikelompok pakar untuk menggabungkan rangkaian gerakan secara utuh. Pembagian kelompok diadakan setelah tes awal, kemudian di ranking agar siswa tidak dapat bebas membuat kelompok sendiri, karena biasanya siswa akan memilih teman-teman yang diharapkannya, misalnya sama dalam kemampuannya. Indikator peserta didik itu saling berinteraksi adalah dengan saling memperbaiki setiap gerakan yang salah dengan komunikasi dan demonstrasi yang dilakukan oleh peserta didik sesuai yang diberikan oleh pengajarnya. Ini menjadi dasar pemikiran penulis untuk meningkatkan keterampilan kata dengan menerapkan model collaborative learning teknik jigsaw kepada siswa yang mengikuti ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak tahun 2014-2015.

Sikap egois yang tinggi dikalangan siswa akan berdampak berdampak pada kurangnya interaksi dalam pembelajaran karate tersebut. Alasan penulis menggunakan model pembelajaran kolaboratif adalah karena pembelajaran kolaboratif menggalakan sikap kerja sama agar siswa dapat saling berinteraksi satu sama lain. Dengan model collaborative learning teknik jigsaw siswa mau tidak mau

akan berinteraksi dengan “kelompok pakar” dan “kelompok jigsaw” untuk

menyampaikan materi yang telah diberikan oleh pengajar. Pengulangan setiap gerakan dalam kata tanpa tersadari akan terus berulang hingga hafal, karena pada teknik jigsaw ini nilai individu menentukan nilai kelompok.

Dari pemaparan di atas maka penulis mengambil judul “pengaruh penerapan model collaborative learning teknik jigsaw terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabpaten Sukabumi“.

1.2. Identifikasi Masalah

(7)

diri yang mulai dikembangkan di sekolah-sekolah pada umumnya. Terbukti dengan adanya mata pelajaran pembelajaran karate dibeberapa sekolah di Sukabmi. Dalam olahraga karate terdapat salah satu materi yang dinamakan “kata” (dalam bahasa Indonesia disebut jurus). Pada pembelajaran kata siswa dituntut untuk dapat menghafal rangkaian gerakan yang sudah baku. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lihat di lapangan pada saat proses pembelajaran berlangsung, ada permasalahan yang muncul saat dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung sulit menghafal gerakan karena kurangnnya interaksi dalam kelas sehingga siswa belajar secara individu. Siswa lebih sering selalu menyerap informasi tentang pembelajaran kata langsung dari pengajarnnya dibandingkan bekerja sama dengan temannya. Hal

tersebut selain akan menghambat menghasilkan proses pembelajaran yang maksimal, dalam kelas tersebut juga akan sangat jarang terjadi interaksi positif dari setiap siswa dalam bekerjasama untuk memaksimalkan kemampuan menampilkan gerakan kata. Maka dari itu peneliti mencoba menerapkan model collaborative learning teknik jigsaw untuk meningkatkan keterampilan kata dalam proses pembelajaran kata pada

ekstrakurikuler karate di sekolah.

1.3. Rumusan Masalah

(8)

individu maupun kelompok oleh setiap siswa “kelompok pakar” kepada “kelompok jigsaw” untuk menyampaikan materi kata yang diberikan oleh pengajar guna

meningkatkan keterampilan kata melalui kerja sama dalam pembelajaran karate nomor kata. Karena model pembelajaran ini menggalakkan kerja sama dalam proses pembelajarannya, maka siswa mau tidak mau akan terlibat aktif karena nilai individu menentukan nilai kelompok.

Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah penelitian tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah “Apakah penerapan model collaborative learning teknik jigsaw berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi”

1.4. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian harus memiliki tujuan yang akan dicapai, sehingga dapat menghasilkan informasi dan hasil-hasil penelitian yang benar. Berdasarkan masalah dalam penelitian, maka tujuan yang penulis rumuskan adalah untuk

mengetahui “Apakah penerapan model collaborative learning teknik jigsaw

berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi”

1.5. Batasan Masalah

Agar penelitian ini ruang lingkupnya terarah pada tujuan, maka penulis membatasi penelitian hanya pada masalah. Batasan penelitian ini yakni:

1. Variabel bebas adalah model collaborative learning teknik jigsaw 2. Variabel terikat adalah keterampilan kata

(9)

4. Sampel penelitian adalah siswa/siswi yang aktif mengikuti ekstrakurikuler karate minimal 5 bulan tahun 2014 – 2015

5. Lokasi penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Cibadak Jl. Siliwangi no. 123 Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

6. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa/siswi yang mengikuti ekstrakurikuler Karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi

7. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampel jenuh, yaitu adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

8. Instrumen penelitian adalah tes keterampilan kata berdasarkan kriteria penilaian kata (dalam World Karate Federation rule of competition, 2011, hlm. 29)

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang penulis harapkan dari beberapa hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis:

1). Sebagai tambahan informasi bagi siswa mengenai pengaruh penerapan model collaborative learning teknik jigsaw terhadap keterampilan kata dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi

2). Sebagai tambahan motivasi siswa agar mengikuti mata ekstrakurikuler karate di sekolah.

(10)

2. Secara praktis:

1). Diharapkan dapat membangkitkan perhatian pihak-pihak yang terkait dengan perkembangan dunia pendidikan yaitu dosen dan guru khususnya para guru penjas mengenai pentingnya penerapan model pembelajaran. 2). Model collaborative learning teknik jigsaw dapat dijadikan bahan

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, serta komisaris independen.. di dalam memoderasi hubungan antara likuiditas dan struktur modal pada

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustaqim (dalam Jamilah dan Reza Oktiana Akbar, 2016) yang menyatakan bahwa alat peraga dapat membantu

Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Learning Berbasis Android Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X APHP SMKN 1 Kuningan Pada Kompetensi Menganalisis Kerusakan

pendapatan, belanja dan pembiayaan berbasis kas serta mengakui aset, utang dan ekuitas dana berbasis akrual. Pengakuan adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria

Hasil fermentasi beras, dengan menggunakan kapang Monascus purpureus melalui metode fermentasi fasa padat, yaitu beras merah hasil fermentasi atau lebih dikenal

Teknologi, “Sistem Penegakan Speed Bump Berdasarkan Kecepatan Kendaraan yang Diklasifikasikan Haar Cascade Classifier Speed Bump Enforcement System Based on Vehicle

Garudafood Pati dan (3) untuk mengetahui pengaruh kompleksitas tugas dan tekanan Auditor Internal secara simultan terhadap kinerja Auditor Internal Studi pada PT.. Jenis