• Tidak ada hasil yang ditemukan

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian polikultur udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut Gracilaria verrucosa dilaksanakan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau di Marana, Maros dengan menggunakan tambak ukuran 5.000 m2/petak sebanyak 4 petak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui produktivitas tambak pada polikultur udang vaname dan rumput laut. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang vaname dengan bobot rata-rata 0,22 g/ekor. Sebagai perlakuan adalah: (A) polikultur 2 ekor/ m2 udang vaname + 2.000 kg/ha rumput laut dan (B) monokultur 2 ekor/m2 udang vaname, masing-masing dengan dua ulangan. Sintasan dan produksi udang tertinggi diperoleh pada perlakuan A namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B dengan sintasan masing-masing 54,66% dan 35,22% serta produksi masing-masing 108,6 kg/ha dan 72,84 kg/ha.

KATA KUNCI: vaname, Gracilaria verrucosa, polikultur, sintasan, produksi PENDAHULUAN

Udang vaname merupakan jenis udang yang potensial untuk dikembangkan mendampingi udang windu yang sampai saat ini masih dihadapkan dengan masalah penyakit. Karakter spesifik dari udang vaname ini adalah mempunyai kemampuan adaptasi yang relatif tinggi terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan suhu dan salinitas serta laju pertumbuhan relatif cepat (Adiwijaya et al., 2003).

Perkembangan budidaya udang vaname sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi dengan adanya pemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif. Untuk meningkatkan produktivitas lahan, diversifikasi komoditas dan upaya mengurangi kegagalan panen, maka dalam budidaya udang vaname dengan teknologi tradisional, relung ekologi yang masih kosong dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, karena kedua komoditas tersebut tidak saling mengganggu. Menurut Anggadiredja (2006), dengan pola tradisional, rumput laut Gracilaria sp. dapat ditanam secara polikultur dengan udang karena keduanya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya. Syahid et al. (2006) menyatakan bahwa Gracilaria sp. banyak dibudidayakan petambak karena harga bibitnya murah, mudah didapat, perawatannya mudah dan karaginan yang dihasilkan 3 kali lipat dibandingkan jenis rumput lainnya. Selain itu, Gracilaria sp. termasuk rumput laut yang bersifat euryhalin, sifat tersebut dapat terlihat dari kemampuan hidupnya pada perairan bersalinitas 15–30 ppt, dengan begitu Gracilaria sp. dapat dibudidayakan di daerah pantai atau tambak. Gracilaria memiliki banyak jenis yang bermanfaat sebagai bahan agar-agar, salad, sayur sop, pemanis agar-agar-agar, bahan anti gangguan perut, penyakit kandungan kemih, gondok, pickle serta obat cacing.

Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk memelihara lebih dari satu produk dalam satu lahan. Dengan sistem ini, diperoleh manfaat yaitu tingkat produktivitas lahan yang tinggi karena dapat memanen beberapa produk dalam satu musim sehingga dapat menambah penghasilan (Syahid et al., 2006). Beny (2003) melaporkan bahwa masyarakat Desa Pantai Bakti, Bekasi telah memperaktekkan polikultur udang dan rumput laut. Satu bulan setelah penanaman rumput laut, barulah udang ditebar ke dalam tambak. Hasil udang yang dipolikultur tersebut cukup baik, dan rumput laut dapat dijual untuk menambah pendapatan keluarga.

Polikultur udang vaname dan rumput laut diharapkan selain dapat menghasilkan udang vaname sebagai komoditas utama juga dapat dihasilkan rumput laut yang merupakan komoditas sampingan

POLIKULTUR UDANG VANAME (

Litopenaeus vannamei

) DAN

RUMPUT LAUT (

Gracilaria

verrucosa

)

Erfan Andi Hendrajat, Brata Pantjara, dan Markus Mangampa Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-mail: litkanta@indosat.net.id

(2)

untuk meningkatkan nilai tambah dan diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam program revitalisasi serta memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi untuk ekspor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas tambak pada polikultur udang vaname dan rumput laut dengan teknologi tradisional.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau di Marana, Maros. Wadah budidaya menggunakan 4 petak tambak yang masing-masing berukuran 5.000 m2. Persiapan tambak meliputi pengolahan tanah, pengeringan, perendaman, pembilasan, dilanjutkan dengan pemberantasan hama dengan saponin dan pengapuran serta pemupukan. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang vaname dengan bobot rata-rata 0,22 g/ekor. Sebagai perlakuan adalah: (A) polikultur 2 ekor/m2 udang vaname + 2.000 kg/ha rumput laut dan (B) monokultur 2 ekor/m2 udang vaname, masing-masing dengan dua ulangan. Pengamatan terhadap pertumbuhan udang dilakukan setiap 2 minggu selama pemeliharaan. Monitoring kualitas air tambak dan pertumbuhan pakan alami (jenis dan kelimpahan plankton) dilakukan setiap 2 minggu. Analisis kualitas air untuk peubah: salinitas, oksigen terlarut, pH, suhu, alkalinitas, NH3+, NO

3-, PO42-, Fe2+ dan BOT. Prosedur analisis air mengikuti petunjuk APHA (1998). Data kualitas air dan plankton dianalisis secara deskriptif sedangkan data pertumbuhan, sintasan, dan produksi dianalisis menggunakan uji T dengan bantuan Program SPSS.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname selama 75 hari pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Pada perlakuan A menghasilkan sintasan yang lebih tinggi yaitu 54,66% dibandingkan dengan

perlakuan B yaitu mencapai 35,22% namun dalam uji statistik, penelitian yang dicoba menunjukkan berbeda tidak nyata antar perlakuan (P>0,05). Produksi tertinggi dicapai pada perlakuan A yang mencapai 108,6 kg/ha dan pada perlakuan B hanya mencapai 72,84 kg/ha, namun secara statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Tingginya produksi udang vaname pada perlakuan polikultur disebabkan karena keberadaan rumput laut dapat menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik yakni dapat berperan sebagai biofilter yang dapat menurunkan kandungan Fe2+ dan BOT (Tabel 2) sehingga dapat memperlambat pertumbuhan bakteri dan penyakit. Menurut Pantjara (2008), tingginya BOT di perairan sangat erat hubungannya dengan populasi bakteri, aplikasi rumput laut dapat menyerap kelebihan berbagai nutrient. Selanjutnya menurut Simanjuntak (1995) dalam Putinella (2001), bahwa jenis alga merah seperti Gracilaria sp. banyak digunakan sebagai obat tradisional di Cina. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa alga tersebut mengandung senyawa terpenoid, asetogenik maupun senyawa aromatik. Umumnya senyawa yang ditemukan pada alga merah bersifat anti mikroba, anti inflamasi, anti virus dan bersifat sitoksis. Putra (2006) menyatakan bahwa alga hijau, alga merah ataupun alga coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida

Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname selama 75 hari pemeliharaan

Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

A B

Bobot awal (g/ekor) 0.22 0.22 Bobot akhir (g/ekor) 12,04a 12,76a Sintasan (%) 54,66a 35,22a

Produksi (kg/ha) 108,6a 72,84a

(3)

dan herbisida. Kemampuan alga untuk memproduksi metabolit sekunder terhalogenasi yang bersifat sebagai senyawa bioaktif dimungkinkan terjadi karena kondisi lingkungan hidup alga yang ekstrim seperti salinitas yang tinggi atau akan digunakan untuk mempertahankan diri dari ancaman preda-tor.

Sintasan dan produksi udang vaname yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Amin & Hendrajat (2007) yang melakukan pemeliharaan udang vaname dengan frekuensi waktu pemupukan susulan urea dan SP36 setiap 2 minggu dengan padat tebar 2 ekor/m2, sintasan dan produksi yang diperoleh masing-masing mencapai 94,20% dan 252 kg/ha selama pemeliharaan 60 hari. Rendahnya sintasan dan produksi udang vaname disebabkan udang yang dibudidayakan terserang penyakit white spot (WSSV) yang menyerang lebih dulu tambak-tambak udang windu yang berada di sekitar lokasi penelitian maupun tambak-tambak udang windu yang berada di beberapa daerah Sulawesi Selatan. Penyakit ini menyerang lebih dahulu udang vaname yang besar dan yang kecil atau sedang lebih tahan. Walaupun udang vaname pada penelitian ini terserang penyakit namun ada kecenderungan bahwa sintasan dan produksi udang vaname yang dipolikultur dengan rumput laut (perlakuan A) lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara secara monokultur (perlakuan B). Hal ini menunjukkan bahwa udang vaname dapat tumbuh dan hidup lebih baik dalam sistem polikultur dengan rumput laut dibanding dipelihara secara monokultur. Walaupun produksi pada perlakuan A tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan B namun secara ekonomi lebih menguntungkan karena selain menghasilkan udang juga menghasilkan rumput laut. Keuntungan yang diperoleh dari harga udang dan rumput laut adalah Rp 2.843.000,-per siklus sedangkan pada 2.843.000,-perlakuan B mengalami kerugian (Tabel 2). Pada penelitian ini rumput laut yang dibudidayakan selama 75 hari menghasilkan rumput laut dengan bobot awal 1 ton/petak

Tabel 2. Analisis biaya polikultur udang vaname dan rumput laut di tambak

A. MODAL INVESTASI 1,000,000 1,000,000

- Persiapan tambak 1 ha 1,000,000 1,000,000 1,000,000

B. BIAYA TETAP 1 ha 1000000 1000000

C. BIAYA VARIABEL

/OPERASIONAL PERSIKLUS 3,465,000 1,665,000

- Benih rumput laut 2,000 kg 900 1,800,000 0

- Benih udang vaname 20,000 ekor 30 600,000 600,000

- Kapur 500 kg 1,100 550,000 550,000 - Pupuk SP36 100 kg 2,750 275,000 275,000 - Pupuk urea 100 kg 2,400 240,000 240,000 D. TOTAL BIAYA (C + D) 4,465,000 2,665,000 E. PENERIMAAN 7,308,000 2,185,800 - Rumput laut 4,500 kg 900 4,050,000 0 - Udang vaname monokultur 72.86 kg 30,000 0 2,185,800

- Udang vaname polikultur 108.6 kg 30,000 3,258,000 0

F. LABA PERSIKLUS (E–D) 2,843,000

-G. LABA PERTAHUN (F x 3 PERIODE) 8,529,000 -H. B/C RASIO (E/D) 1.64 0.82 Polikultur Udang vaname + Rumput laut Monokultur Vaname Volume Satuan Harga

(4)

menjadi 4,5 ton/petak dengan laju pertumbuhan harian 2,3%. Laju pertumbuhan harian rumput laut yang diperoleh pada penelitian ini masih tergolong rendah. Laju pertumbuhan harian yang baik berkisar antara 2,95%–4,15% (Aslan, 1998). Salinitas yang tinggi yang terjadi pada bulan kedua pemeliharaan yang mencapai 35 ppt diduga menjadi penyebab pertumbuhan rumput laut yang kurang baik.

Hasil pengamatan parameter kualitas air seperti salinitas, oksigen terlarut dan pH menunjukkan nilai rata-rata yang sama pada kedua perlakuan (Tabel 3). Nilai rata-rata parameter kualitas air tersebut masih layak untuk mendukung pertumbuhan dan kehidupan udang vaname dan rumput laut. Kualitas air yang layak untuk pembesaran udang vaname adalah: Salinitas optimal 10–25 ppt, (toleransi 50 ppt), Oksigen terlarut > 4 mg/L (toleransi > 0,8 mg/L), dan pH 7,5–8,2 (Anonim, 2003). Untuk budidaya rumput laut Gracilaria di tambak salinitas yang dibutuhkan berkisar 15–30 ppt (Anggadiredja et al., 2006), dengan salinitas optimal 15–25 ppt, oksigen terlarut berkisar antara 3–8 mg/L dan pH berkisar antara 6–9 dengan kisaran optimum 6,8–8,2 (Aslan, 1998), selanjutnya dijelaskan bahwa Gracilaria dapat tumbuh pada kisaran kadar garam yang tinggi dan tahan pada kadar garam 50 ppt. Akan tetapi Gracilaria verrucosa kebanyakan mandul pada bulan-bulan yang bersalinitas tinggi (30– 35 ppt). A B - Salinitas (ppt) 27,5±10,6066 27,5±10,6066 - Oksigen terlarut (mg/L) 4±2,6870 4±2,6870 - pH 8±0,7071 8±0,7071 - Suhu (oC) 28,85±1,7677 28,3±2,4041 - Alkalinitas (mg/L) 95,84±8,0327 90,16±11,4834 - NH3+ (mg/lL 0,6856±0790 0,6783±0,8779 - NO3- (mg/L) 1,0464±1,4579 0,9898±1,3950 - PO42- (mg/L) 0,1794±0,1385 0,1662±0,1673 - Fe2+ (mg/L) 0,0043±0,0056 0,0050±0,0067 - BOT (mg/L) 9,37±5,4164 12,745±9,9702 Parameter kualitas air Perlakuan

Tabel 3. Nilai rata-rata kualitas air pada setiap perlakuan

Suhu air yang diperoleh pada perlakuan A rata-rata 28,85oC dan pada perlakuan B rata-rata 28,3oC masih berada dalam batas yang layak untuk pertumbuhan dan kehidupan udang vaname dan rumput laut. Menurut Haliman & Adijaya (2005), kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang vaname berkisar 26oC–32oC, sedangkan untuk budidaya rumput laut di tambak kisaran suhu yang dibutuhkan adalah antara 18oC–30oC (Aslan, 1998).

Alkalinitas pada tambak A rata-rata 95,84 mg/L dan tambak B rata-rata 90,16 mg/L. Nilai ini termasuk layak untuk pertumbuhan udang vaname. Menurut Adiwijaya et al. (2003), nilai alkalinitas untuk pertumbuhan optimal udang adalah 90–150 mg/L.

Kandungan amoniak yang diperoleh pada tambak A rata 0,6856 mg/L, dan tambak B rata-rata 0,6783 mg/L. Nilai ini cukup tinggi namun belum bersifat racun bagi udang karena didukung pH yang masih optimal. Kadar amoniak yang baik untuk pertumbuhan udang vaname adalah 0,1 mg/L (Anonim, 2003). Menurut Effendi (2000), sumber amoniak dalam perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi organik.

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Kandungan nitrat yang didapatkan pada penelitian ini sudah cukup mendukung pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa. Menurut Azman (2005), bahwa nitrat sebagai faktor pembatas jika konsentrasinya <0,1 mg/L dan > 4,5 mg/L.

(5)

Konsentrasi fosfat pada tambak A rata-rata 0,1794 mg/L, tambak B rata-rata 0,1662 mg/L. Konsentrasi fosfat tersebut tergolong tingkat kesuburan tinggi berdasarkan kriteria Joshimura (1983 dalam Effendie, 2000), perairan dengan tingkat kesuburan rendah kadar fosfatnya berkisar 0–0,02 mg/L, tingkat kesuburan sedang berkisar 0,021–0,05 mg/L dan kesuburan tinggi berkisar 0,051–0,1 mg/L.

Konsentrasi Fe2+ dan BOT rata-rata pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A. Keberadaan rumput laut pada perlakuan B dapat berfungsi sebagai biofilter dan berperan dalam menghambat pergerakan air sehingga bahan-bahan yang larut mengendap ke dasar. Selain itu, rumput laut juga dapat menyerap Fe2+ yang ada dalam air tambak, seperti yang dikemukakan oleh Putra (2006), bahwa beberapa spesies alga merah telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa). Selanjutnya dijelaskan bahwa berbagai penelitian telah membuktikan bahwa gugus fungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodasol, sulfat dan sulfonat yang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma. Hasil penelitian terhadap kandungan besi dalam jaringan rumput laut yang dibudidayakan di tambak tanah sulfat masam adalah 1765,1– 18,52,4 μgg-1 (Pantjara et al., 2007). Tingginya kandungan besi pada rumput laut disebabkan Fe2+ diperlukan rumput laut untuk pertumbuhan karena fungsinya sebagai pengantar elektron pada sistem enzimatis, selain itu peranan Fe2+ dalam jaringan tanaman dapat mensintesis senyawa-senyawa phorfirin, termasuk enzim katalase, peroksidase, sitokhorm dan klorofil yang terlibat dalam metabolisme asam amino, namun tidak menjadi bagian dari klorofil.

Hasil pengukuran konsentrasi BOT pada tambak A rata-rata 9,37 mg/L, tambak B rata-rata 12,745 mg/L. Konsentrasi BOT pada tambak A dan B tergolong layak untuk budidaya udang vaname. Menurut Adiwijaya et al. (2003), konsentrasi bahan organik yang layak untuk kegiatan budidaya udang vaname adalah < 55 mg/L.

Jenis dan kelimpahan plankton sangat penting sebagai indikator kesuburan perairan dalam kaitannya dengan kegiatan budidaya udang vaname. Kelimpahan plankton yang cukup merupakan sumber pakan alami yang baik bagi udang vaname yang dibudidayakan, jika kelimpahan plankton sampai melebihi batas (blooming) harus dihindari karena akan terjadi eutrifikasi yang mencirikan terjadinya pencemaran biologi. Dari hasil pengamatan didapatkan 14 jenis plankton pada perlakuan A dan B dengan Kelimpahan plankton pada perlakuan A berkisar antara 80–180 individu/L, sedangkan pada perlakuan B berkisar antara 70–225 individu/L. Jenis plankton yang dominan antara lain Brachionus sp., Larva mollusca, Naupli copepoda, Navicula sp., Nitzchia sp., Oscillatoria, dan Protoperidium sp. Kelimpahan plankton pada kedua perlakuan memperlihatkan pola yang sama pada setiap waktu pengamatan (Gambar 1). Kelimpahan plankton mengalami penurunan hingga minggu keenam, selanjutnya mengalami kenaikan hingga minggu kedelapan. Hal ini disebabkan populasi udang hingga minggu keenam masih cukup tinggi karena belum terserang penyakit sehingga pemangsaan

plank-Gambar 1. Kelimpahan plankton selama pemeliharaan

0 50 100 150 200 250 I II IV VI VIII

Waktu pengamatan (minggu)

In

div

idu/

l Perlakuan A

(6)

ton oleh udang vaname cukup tinggi. Setelah udang mengalami kematian, kelimpahan plankton kembali meningkat.

KESIMPULAN

Polikultur udang vaname dengan rumput laut menghasilkan sintasan dan produksi udang vaname yang lebih tinggi yakni 54,66% dan 108,6 kg dan yang monokultur hanya mencapai 35,22% dan 72,84 kg.

Walaupun sama-sama terserang penyakit namun perlakuan polikultur udang vaname dan rumput laut masih memberikan keuntungan Rp 2.843.000,-/siklus dari harga udang dan rumput laut dibanding pada monokultur yang mengalami kerugian.

DAFTAR ACUAN

Adiwidjaya, D., Raharjo, S. P., Sutikno, E., & Subiyanto, S. 2003. Petunjuk teknis budidaya udang vaname sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara, 29 hlm. Amin, M. & Hendrajat, E.A. 2007. Pengaruh frekuensi waktu pemupukan susulan (Urea dan SP36)

terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Laporan hasil penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 9 hlm.

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istini, S. 2006. Rumput laut, pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan potensial. Penebar Swadaya. Jakarta, 147 hlm.

Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT. Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group). Surabaya, 6 hlm.

Aslan, L.M. 1998. Budidaya rumput laut. Kanisius, Yogyakarta, 92 hlm.

APHA (American Public Health Association). 1998. Standard methods for examination of water and waste-water. 20th edition. APHA, AWWA, WEF, Washington, 1.085 hlm.

Azman, K. 2005. Kualiti air sungai berdasarkan analisis kimia dan kepelbagaian alga. Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia. http://www.Ipteknet.com[10 Mei 2008].

Beny, M.P. 2003. Tanaman rumput laut, memanen devisa. Trobos, Majalah Agribisnis Peternakan, Perikanan dan Hobi Satwa, 46: 74–75.

Effendie, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan . Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor, 258 hlm. Haliman, R.W. & Adijaya, S. D. 2005. Udang vaname, pembudidayaan dan prospek pasar udang putih

yang tahan penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Pantjara, B., Hendrajat, E.A., & Utojo. 2007. Remediasi tanah dasar terhadap pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa di tambak tanah sulfat masam. Buku Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Depatemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, hlm. 278– 285.

Pantjara, B. 2008. Efektifitas sumber C terhadap dekomposisi bahan organik limbah tambak udang intensif. Prosiding Seminar Nasional Kelautan IV Universias Hang Tuah. Surabaya, hlm. 195–199. Putinella, J.D. 2001. Evaluasi lingkungan budidaya rumput laut di Teluk Bagula, Maluku. Usulan

penelitian. Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta, 7 hlm.

Putra, S.E. 2006. Alga laut sebagai biotarget industri. Sekjen Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia. Jakarta, 3 hlm.

Syahid, M., Subhan, A., & Armando, R. 2006. Budidaya udang organik secara polikultur. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Gambar

Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname selama 75 hari pemeliharaan
Tabel 2. Analisis biaya polikultur udang vaname dan rumput laut di tambak
Tabel 3. Nilai rata-rata kualitas air pada setiap perlakuan
Gambar 1. Kelimpahan plankton selama pemeliharaan

Referensi

Dokumen terkait

Procurement (pengadaan) barang dan jasa merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyebaran, besaran serta klasifikasi resiko terhadap bahaya eutrofikasi Danau Tondano; Mengetahui daya dukung

2. Buktikan bahwa kesenian merupakan hasil peninggalan zaman prasejarah! 3. Jelaskan yang dimaksud food gathering dan food

Mengingat hasil uji determinasi variabel bebas (motivasi, kemampuan dan kesempatan) terhadap variabel terikat kinerja Pegawai nilainya baru mencapai level 73,2 %, maka

Permasalahan yang ada dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah kurangnya pemahaman terhadap tujuan sekolah, kurangnya kemampuan (skill) kepala sekolah dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui median time dan insiden rate substitusi zidovudin serta menganalisis prediktor yang berhubungan dengan dengan

1) Kurang matangnya observasi yang dilakukan sebelumnya sehingga banyak hal yang seharusnya diketahui lebih dini, terutama model pembelajaran dan metode penyampaian