• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA SKRIPSI"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

KONFORMITAS PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Bernadetta Desy Sulistyowati 019114125

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Karena itu Aku berkata kepadamu : apa saja yang

kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah

menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.

(Markus 11: 24)

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;

carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka

pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang

yang meminta, menerima dan setiap orang yang

mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok,

baginya pintu dibukakan.

(5)

v

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Bunda Maria dan Tuhan Yesus

Bapak dan ibuku tercinta,

Henricus Wijatmiko, my lovelly husband.

My little princess, Armella.

(6)
(7)

vii

Bernadetta Desy Sulistyowati (2009). Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Konformitas Pada Remaja. Jogjakarta; Fakultas Psikologi; Jurusan Psikologi; Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara harga diri dengan perilaku konformitas pada remaja. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain. Remaja yang merasa dirinya diterima oleh sosial akan merasa berharga dan akan menerima diri apa adanya. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku konformitas pada remaja.

Subyek penelitian ini adalah 56 orang siswa SMAK Sang Timur Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran skala harga diri dan perilaku konformitas. Koefisien reliabilitas skala harga diri sebesar 0,949 dan perilaku konformitas sebesar 0,926. Analisis data penelitian menggunakan analisis korelasiProduct Moment.

Hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar -0,415 dan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,050). Nilai koefisien korelasi yang bernilai negatif menunjukkan semakin tinggi harga diri yang dimiliki remaja maka semakin rendah tingkat konformitasnya. Harga diri pada subjek penelitian sebagian besar (41,10%) termasuk dalam kategori tinggi. Tingkat konformitas pada subjek penelitian sebagian besar (55,40%) termasuk dalam tingkat yang rendah.

(8)

viii

and Conformity Behavior in Adolescent. Yogyakarta; Faculty of Psychology; Psychology Department; Sanata Dharma University.

This research is aimed at defining the relationship between self-esteem and conformity behavior in adolescent. Adolescent is emotionality peak. During this period, conformity behavior also develops. It means adolescent tends to follow other people’s opinions, ideas, values, habits, hobbies, or desires. Adolescent perceiving him/herself as socially received will feel valuable and accept him/herself as is. Proposed hypothesis will be negative relationship between self-esteem and conformity behavior in adolescent.

Subjects of this research are 56 students of SMAK Sang Timur Yogyakarta. Data collection is conducted by scale distribution of self-esteem and conformity behavior. Reliability coefficient of self-esteem scale is 0.949 and conformity behavior scale is 0.926. Data is analyzed using Product Moment correlation analysis.

Results of analysis on research data show correlation coefficient (r) at -0.415 and significant value at 0.001 (p<0.050). Negative value of correlation coefficient show that adolescent’s higher self-esteem will cause lower level of conformity. Self-esteem of most research subjects (41.10%) is categorized high. Level of conformity on most research subjects (55.40%) is included into low level.

(9)
(10)

x

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

kasih dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang sederhana ini.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat

guna menyelesaikan pendidikan pada jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa kasih dan karunia-Nya serta dorongan

baik moril maupun spiritual dari banyak pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku Dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi yang selalu

memberikan dorongan dan jalan keluar kepada penulis dalam menghadapi

kendala dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji I yang telah

memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi selaku dosen penguji II yang telah memberikan

(11)

xi

serta dengan setia menunggu hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsinya.

6. Suamiku, yang tanpa lelah memberikan bantuan, kasih dan pengertiannya

dalam menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kamu mungkin skripsi ini tidak akan

pernah terselesaikan.

7. Little princes Armella, kamulah motivasiku nak.

8. Mas Gandung , mbak Nanik, ,mas Muji, mas Doni, terima kasih atas

bantuannya selama ini.

9. Temen-temenku, Nyit-nyit, Jelly, Rini, Anas, Mira, Silva, yang selalu

kemana-mana bareng pas udah deadline, will miss you all guys.

10. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak mungkin disebutkan satu-persatu, terima kasih semuanya.

Penulis menyadari bahwa skrisi ini masih terdapat banyak kekurangan dan

jauh dari sempurna, mengingat masish sangat terbatasnya pengetahuan maupun

wawasan yang penulis miliki. Kritik dan saran yang membangun akan sangat

penulis hargai.

Akhirnya, dengan segala kesederhanaanya, skripsi ini dipersembahkan

kepada pembaca maupun pihak-pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 23 Oktober 2009

(12)

xii

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan Penguji ... iii

Halaman Motto... iv

Halaman Persembahan ... v

Halaman Pernyataan Keaslian Karya... vi

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi... xii

Daftar Tabel ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DASAR TEORI ... 9

A. Konformitas ... 8

1. Definisi Konformitas ... 9

2. Aspek Konformitas Pada Remaja... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ... 15

4. Alasan Orang Melakukan Konformitas ... 18

5. Perilaku Konformitas Pada Remaja... 19

B. Harga Diri ... 22

(13)

xiii

4. Pengaruh Harga Diri ... 26

C. Remaja ... 27

D. Dinamika Hubungan Antara Harga Diri dengan Konformitas Pada Remaja ... 32

E. Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. Jenis Penelitian ... 35

B. Variabel Penelitian... 35

C. Definisi Operasional ... 35

D. Subjek Penelitian ... 36

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37

F. Pengujian Instrumen... 38

G. Metode Analisis Data... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pelaksanaan Penelitian... 43

B. Hasil Penelitian ... 43

1. Deskripsi Data Penelitian... 43

2. Kategorisasi Skor Skala ... 44

3. Uji Asumsi ... 46

4. Uji Hipotesis ... 48

C. Pembahasan... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

xiv

Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Harga Diri ... 37

Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Konfomitas ... 38

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Harga Diri Pada Saat Uji Coba... 40

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Konformitas Pada Saat Uji Coba... 41

Tabel 5 TabelMeandan Standar Deviasi ... 43

Tabel 6 Kategorisasi Skor pada Skala Harga diri... 45

Tabel 7 Kategorisasi Skor pada Skala Konformitas... 46

Tabel 8 Ringkasan Uji Normalitas ... 47

Tabel 9 Hasil Uji Linieritas ... 47

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa yang menyenangkan, masa yang paling

berkesan dalam hidup. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak

mudah dilupakan. Fase ini ditandai dengan kebutuhan remaja akan

pertemanan dan keinginan remaja untuk selalu mengikuti trend-trend yang

ada agar tidak dicap kuper (kurang pergaulan). Remaja diidentikkan pula

dengan dunia pertemanan yang terkadang keluar dari batasan norma

pergaulan. Oleh sebab itu pada fase ini sebetulnya remaja masih

membutuhkan bimbingan baik dari lingkungan keluarganya maupun dari

lingkungan sekitarnya.

Masa remaja merupakan masa topan badai (strum und drag) yang

mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan

nilai-nilai. Pada masa ini terdapat kegoncangan pada individu remaja terutama

dalam melepaskan nilai-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru

untuk mencapai kedewasaan. Nilai-nilai lama berasal dari lingkungan keluarga

dimana remaja dibesarkan. Nilai-nilai lama tersebut akan berubah seiring

dengan terjadinya proses sosialisasi remaja di luar lingkungan keluarganya

kemudian terbentukah nilai-nilai baru. Nilai-nilai baru diperoleh setelah

remaja menyaring semua nilai-nilai yang diperolehnya. Pada masa ini

(16)

lebih sering untuk menghabiskan waktunya dengan teman-temannya karena

menurut mereka teman akan memenuhi kebutuhannya (Hurlock, 1995).

Dalam perkembangan sosialnya remaja cenderung memisahkan diri

dari orangtuanya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya

(Monks, dkk, 1996). Teman menjadi figur contoh yang penting bagi remaja.

Keinginan remaja untuk selalu berada dalam kelompoknya tersebut akan

mengakibatkan remaja bersikap konform terhadap kelompoknya, Palmer

(Mappiare, 1983). Hal itu menyebabkan terjadinya konformitas pada remaja.

Konformitas kadangkala berdampak negatif jika remaja tidak pandai

memilih teman bergaul. Kasus-kasus yang banyak dijumpai menunjukkan

kenakalan remaja seperti tawuran, corat-coret dinding, merokok dan

minum-minuman keras. Kasus lain yang sempat menjadi headline sejumlah media

adalah munculnya geng sekolah yang menamai dirinya Geng Nero (neko-neko

dikeroyok) yang anggotanya semuanya masih duduk di kelas 1 SMA Pati,

Jawa Tengah. Fenomena Geng Nero lebih banyak diberitakan di media

sebagai bentuk kekerasan diantara remaja putri. Anak diluar geng ini kerapkali

mendapat ujian atau hukuman hanya karena persoalan sepele, ada sedikit

kesalahan, atau ingin menjadi anggota geng ini.

Fenomena geng pada remaja pria ternyata juga tak kalah

menghebohkan masyarakat. Salah satunya adalah fenomena geng motor.

Kehadiran geng bukan sekadar ajang berkumpul dengan remaja pria lain,

tetapi juga sebagai aktualisasi sisi maskulin pria. Fenomena merebaknya geng

(17)

juga menyangkut aspek internalisasi nilai peran jender yang berlangsung

dalam domain keluarga dan sekolah. Berdasarkan pengamatan sejumlah media

yang mengungkapkan profil-profil anggota geng motor dari kota-kota di

Indonesia terungkap bahwa sebagian besar dari geng-geng tersebut terlibat

dengan kegiatan kriminal baik itu perampokan, curanmor, hingga

tindakan-tindakan yang berujung fatal semisal pengeroyokan hingga pembunuhan.

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas

perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat

dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama

lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Pada masa ini, juga

berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau

mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang

lain. Peer group, pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok

yang sama dengan karakteristik dirinya, ingin menonjolkan kelompok mereka,

merupakan masa perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa sama

dengan yang lain, untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup tinggi. Hal

ini membuat seseorang akan bersedia melakukan apapun, selama ia bisa

diterima oleh kelompok tersebut karena rasa ingin diakui cukup tinggi pada

masa-masa ini. Bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh

kelompok merupakan hal yang dapat menyebabkan stress, frustasi, dan rasa

(18)

Konformitas merupakan hasil interaksi yang terjadi di saat seseorang

menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang menampikan perilaku

tersebut (Sears, 1993). Konformitas dapat pula diartikan sebagai penyesuaian

diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan norma dan nilai

masyarakat (Soekanto, 2000). Menurut Mappiare (1983) salah satu sifat

remaja yang kondusif untuk terjadi konformitas adalah kebutuhan berteman

yang kuat. Remaja melakukan penyesuaian untuk mendapat persetujuan atau

penerimaan, agar disukai dan terhindar dari penolakan teman sebayanya.

Konformitas menurut Rakhmat (2003) adalah produk interaksi antara

faktor-faktor situasional dan faktor personal. Faktor-faktor situasional yang

menentukan konformitas meliputi kejelasan situasi, konteks situasi cara

menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh ukuran kelompok,

dan kesepakatan kelompok, sedangkan personal yang erat kaitannya dengan

konformitas meliputi usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,

otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri. Terkait dengan harga

diri, Sears (1994) berpendapat bahwa kepercayaan diri yang lemah

mempengaruhi tingkat konformitas. Faktor yang sangat mempengaruhi rasa

percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut

pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin

lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi

tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan

kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun

(19)

Harga diri merupakan penilaian diri yang dibuat oleh seseorang

terhadap dirinya yang sifatnya relatif tetap, yang diperoleh dari interaksinya

dengan lingkungan dan dari penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang

terhadap dirinya (Coopersmith, 1967). Menurut Branden (1987), harga diri

terdiri dari dua komponen yaitu perasaan akan kompetensi pribadi dan

perasaan akan harga diri pribadi. Jadi, harga diri merupakan gabungan dari

rasa percaya diri (self confidence) dan harga diri (self respect). Masa yang

paling penting dan menentukan perkembangan harga diri seseorang adalah

pada masa remaja. Pada masa inilah terutama seseorang akan mengenali dan

mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya.

Harga diri terbentuk oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

yang mempengaruhi harga diri meliputi aspek psikologis individu yang

menyangkut keberhasilan atau kegagalan yang dialami dan mekanisme

pertahanan diri yang berkembang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang

telah dilalui individu terhadap kekuatan, kompetisi, nilai-nilai dan kebaikan.

Faktor eksternal yang mempengarhi harga diri meliputi aspek lingkungan

baik keluarga sebagai tempat sosialisasi pertama anak maupun lingkungan

sosial yaitu interaksi individu dengan lingkungan sosialnya.

Selain faktor internal dan eksternal, perbedaan jenis kelamin juga

berpengaruh pada tingkat harga diri seseorang. Penelitian Kimmel (dalam

Koentjoro, 1989) menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat harga diri

diri dan kepercayaan diri yang lebih rendah dibandingkan pria. Hal ini

(20)

tingkat harga diri pria sedikit lebih tinggi dari pada wanita. Hal ini dapat

terjadi karena streoripe gender yang melekat pada perbedaan jenis kelamin,

sehingga ada perbedaan perlakuan yang diterima sejak kecil dan berpengaruh

pada pembentukan harga diri seseorang.

Penelitian mengenai konformitas telah banyak dilakukan oleh

penelitian sebelumnya, diantaranya oleh Lokiteswara (2006). Lokiteswara

(2006) meneliti tentang Studi Hubungan Konformitas Kelompok Dengan

Gaya Hidup Clubbing Pada Remaja yang menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang sangat signifikan antara konformitas kelompok dengan gaya

hidup clubbing pada remaja. Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh

Rochadi (2004) yang meneliti hubungan konformitas dengan perilaku

merokok pada remaja Sekolah SMU Negeri di 5 Wilayah DKI Jakarta. Hasil

penelitian Rochadi (2004) menyimpulkan bahwa ada 6 tipe perilaku merokok

remaja yaitu tipe sosialisasi, tipe eksistensi, tipe santai, tipe konpensasi, dan

tipe kebutuhan. Bentuk konformitas perokok tipe sosialisasi, tipe eksistensi,

tipe santai adalah bentuk konformitas kerelaan sedangkan tipe kebutuhan

bentuk konformitas penerimaan.

Penelitian mengenai hubungan harga diri dengan konformitas juga

pernah dilakukan oleh Amilia (2005) yang meneliti hubungan antara harga

diri dengan konformitas dalam partisipasi kegiatan ekstrakurikuler pada siswa

SMU. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada

(21)

kelompok, sedangkan penelitian sebelumnya meneliti konformitas dalam

partisipasi kegiatan ekstrakurikuler.

Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk dikaji lebih jauh tentang

konektivitas harga diri terhadap konformitas pada remaja dengan subjek yang

variatif. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan permasalahan pada

hubungan antara harga diri dengan konformitas pada remaja dengan

memfokuskan aspek konformitas pada kelompok secara umum. Peneliti

mencoba untuk mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan

konformitas pada remaja guna mendukung hasil penelitian-penelitian

sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, ada permasalahan

yang dapat dirumuskan yaitu: Apakah ada hubungan antara harga diri dengan

konformitas pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang

(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi tambahan terhadap

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Sosial yang berkenaan

dengan konformitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja

Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan tolak ukur bagi remaja bahwa

konformitas sering terjadi dalam kehidupan mereka dan dapat

menimbulkan dampak positif maupun negatif.

b. Bagi Penulis

Merupakan kesempatan bagi penulis untuk mengkaji secara lebih

mendalam tentang psikologi remaja dan psikologi sosial khususnya

(23)

9

DASAR TEORI

A. Konformitas

1. Definisi Konformitas

Sugiyarta (2002) menerangkan bahwa konformitas merupakan hasil

interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan manusia bermasyarakat

akan memunculkan perilaku-perilaku kesepakatan (konformitas) sebagai

bentuk aturan bermain bersama. Penyesuaian-penyesuaian perilaku yang

disepakati bersama sebagai pedoman dalam kehidupan. Hal ini

menyangkut perilaku kepatuhan. Individu melakukan konformitas dalam

rangka mencari equillibrium dalam kehidupan bermasyarakat.

Lebih lanjut Rakhmat (2003) menjelaskan bahwa bila sejumlah

orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada

kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang

sama. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju

norma kelompok sebagai akibat dari tekanan kelompok. Konformitas

adalah produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan faktor

personal.

Menurut Santrock (1998) konformitas mempengaruhi berbagai aspek

dalam kehidupan remaja seperti pilihan terhadap aktivitas sekolah ataupun

sosial yang akan diikuti dan nilai-nilai yang dianut. Konformitas pada

(24)

teman-teman atau kelompoknya. Apabila seorang remaja mempunyai

konformitas yang tinggi terhadap kelompoknya maka ia akan cenderung

melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan kelompoknya dan

begitupun sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masa

remaja merupakan masa dimana seseorang mempunyai gejolak yang

meningkat untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

kehidupan seseorang.

Konformitas berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara

mengindahkan norma dan nilai masyarakat (Soekanto, 2000). John M

Shepard seperti dikutip oleh Sunarto (2004) mendefinisikan konformitas

sebagai tipe interaksi sosial dimana individu berperilaku sesuai harapan

kelompok. Konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti

yang orang lain lakukan, tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain

bertindak (Kiesler & Kiesler, 1969).

Laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan

dari laki-laki dan perempuan berperilaku seperti harapan orang dari

perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan lebih

disebabkan karena identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan yang

diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Bayi laki-laki dan bayi

perempuan diperlakukan berbeda, diberikan pakaian berbeda,diberi

mainan berbeda (Henslin,1997). Konformitas berarti keselarasan,

(25)

harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia

dalam kehidupan berkelompok membentuk norma sosial.

Dari uraian mengenai berbagai pengertian konformitas di atas, dapat

disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian

diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk

mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada atau perilaku yang

diubah untuk menyesuaikan diri dengan harapan kelompok.

2. Aspek Konformitas Pada Remaja

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan

adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1991) mengemukakan secara eksplisit

bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai

berikut:

a. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja

tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan

remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara

anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari

keanggotaannya.

Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang

lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari

keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka

(26)

1) Penyesuaian diri, kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat

konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa

bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan

semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan

semakin menyakitkan bila mereka mencela kita. kemungkinan

untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai

keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

2) Perhatian terhadap kelompok, peningkatan koformitas terjadi

karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang

menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui, penyimpangan

menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering

menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak

menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok.

Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin

serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil

kemungkinan untuk tidak meyetujui kelompok.

b. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan

kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya

dengan pendapat kelompok.

1) Kepercayaan, penurunan melakukan konformitas yang drastis

(27)

Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi

perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu

sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang

membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai

kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat

mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai

sebuah kesepakatan.

2) Persamaan pendapat, Bila dalam suatu kelompok terdapat satu

orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain

maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak

sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat

berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan

persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas

akan semakin tinggi.

3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok, bila orang mempunyai

pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan

dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam

pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila

orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan

dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan

bahwa orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan

kesepakatan merupakan aspek penting dalam melakukan

(28)

c. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja

membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak

menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan

tinggi juga.

1) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman. Salah satu cara

untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan

terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan

melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan

insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

2) Harapan orang lain, seseorang akan rela memenuhi permintaan

orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan

ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung.

Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan

meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk

memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu

dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur

sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir

tidak mungkin timbul.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek

(29)

kekompakan, kesepakatan dan ketaatan karena definisinya lebih mendekati

pada definisi konformitas pada remaja.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Faktor-faktor yang menentukan sejauh mana seseorang mengikuti

tekanan konformitas menurut Sears, dkk (1994) adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya Informasi

Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali

mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan

apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari

pengetahuan mereka.

b. Kepercayaan terhadap kelompok

Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan

kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang

bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh

karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok

sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula

kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

c. Kepercayaan diri yang lemah

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan

tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada

kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin

(30)

tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan

kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin

turun tingkat konformitasnya.

d. Rasa takut terhadap celaan sosial

Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap

individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung

mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam

setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan

bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat

konformitas individu.

e. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan

faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat

sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti

orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai

kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.

f. Kekompakan kelompok

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu

dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan

konformitas yang semakin tinggi.

g. Kesepakatan kelompok

Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat

(31)

Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan

tingkat konformitas.

h. Ukuran kelompok

Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat

juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun,

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan

bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak

terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion)

dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh

utama.

i. Keterikatan pada penilaian bebas

Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu

penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap

penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan

sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan

untuk melepaskan suatu pendapat.

j. keterikatan terhadap Non-Konformitas

Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada

percobaan-percobaan awal cenderung terikat pada perilaku

konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap

terikat pada perilaku itu.

Rakhmat (2003) menjelaskan bahwa konformitas adalah perubahan

(32)

tekanan kelompok. Konformitas adalah produk interaksi antara

faktor-faktor situasional dan faktor-faktor personal. Faktor-faktor-faktor situasional yang

menentukan konformitas adalah: kejelasan situasi, konteks situasi cara

menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh ukuran

kelompok, dan kesepakatan kelompok. Selain faktor situasional tersebut,

ada beberapa faktor personal yang erat kaitannya dengan konformitas.

Faktor tersebut adalah: usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,

otoritarianisme, kecerdasan motivasi, dan harga diri.

Dengan demikian menurut Rakhmat (2003) salah satu faktor yang

mempengaruhi koformitas adalah harga diri. Semakin lemah kepercayaan

seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat

konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya

sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat

konformitasnya.

4. Alasan Orang Melakukan Konformitas

Terdapat dua alasan orang melakukan konformitas menurut Baron

& Byrne (2005), yaitu:

a. Normative influence, yaitu orang berkonformitas yang didasarkan pada

kehendak atau keinginan seseorang untuk memenuhi harapan-harapan

orang lain. Hal ini sering dilakukan agar yang melakukan tersebut bisa

(33)

Normative influence ini didasarkan pada keinginan untuk

disukai dan tidak ditolak oleh kelompok. Pengaruh secara normatif ini

membuat kita melakukan perubahan tingkah laku untuk memenuhi

harapan orang lan ataupun kelompok. Konformitas yang kita lakukan

adalah berdasarkan norma sosial yang telah disepakati oleh kelompok.

b. Informational influence, yaitu konformitas merupakan hasil dari

adanya bukti tentang realita yang diberikan orang lain. Kecenderungan

seseorang untuk lebih berkonformitas ketika merespon kemauan

publik yang merefleksikan normative influence. Sedangkan

kecenderungan untuk lebih berkonformitas pada pengambilan

keputusan tugas merefleksikaninformational influence.

Informational influence ini didasarkan pada keinginan untuk

merasa benar, sehingga seseorang lebih merujuk informasi dari orang

lain ataupun pendapat kelompok sebagai referensi atau sebagai

panduan opini dan tindakannya. Rujukan atas informasi orang lain

inilah yang menjadi sumber kuat atas kecenderungan untuk melakukan

konformitas. Ketergantungan ini juga membuat seseorang tidak dapat

memutuskan ataupun menilai tentang diri sendiri, karena di dasarkan

pada informasi orang lain.

5. Perilaku Konformitas pada Remaja

Mengapa seseorang masuk dalam kelompok dapat disebabkan

(34)

manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi juga sekaligus

makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berhubungan

dengan manusia lain, sehingga mereka secara alami akan membentuk

suatu kelompok. Alasan atau motivasi seseorang masuk dalam suatu

kelompok dapat bervariasi. Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat

menjumpai adanya berbagai macam kelompok yang berbeda satu dan

lainnya. Dengan tujuan yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok

yang berbeda atau dengan minat yang berbeda, mereka masuk dalam

kelompok yang berbeda pula.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, pada dasarnya seseorang

masuk dalam kelompok dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang

bersifat psikologis maupun nonpsikologis. Menurut reinforcement theory,

seseorang berharap akan mendapatkan reward sebagai reinforcement

dalam interaksi pada kelompok. Artinya, keuntungan akan diperoleh di

dalam kelompok yang bersangkutan. Namun demikian, ada kemungkinan

bahwa seseorang masuk dalam kelompok dengan harapan memperoleh

keuntungan yang berada di luar kelompok. Dalam hal ini, kelompok

digunakan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dengan tujuan yang

terletak di luar kelompok. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan

bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang yang masuk dalam

kelompok dapat terletak di dalam maupun di luar kelompok yang

(35)

Salah satu bentuk perilaku kelompok pada anak sekolah misalnya

kelompok geng sekolah. Fenomena geng di Sekolah Menengah Atas dan

geng motor merupakan salah satu bentuk perilaku konformitas pada

remaja. Masa remaja merupakan masa sensitif. Pada masa ini, remaja

mengalami kebingungan dalam mencari identitas. Menurut Erikson,

tahapan remaja usia 12-20 tahun sedang berada pada tahap pencarian

identitas vs kebingungan peran (ego identity vs role confusion) (Santrock,

2002).

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas

perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat

dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama

lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Dalam menghadapi

ketidanyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang

mereaksinya secara defensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan

dirinya. Reaksi yang diberikan biasanya tampail dalam tingkah laku

maladjustment, seperti: (1) agresif: melawan, keras kepala, bertengkar,

berkelahi dan senang mengganggu; dan (2) melarikan diri dari kenyataan:

melamun, pendiam, senang menyendiri, dan meminum minuman keras

atau obat-obatan terlarang (Santrock, 2002).

Pada masa ini, juga berkembang sikap conformity, yaitu

kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,

(36)

pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok yang sama

dengan karakteristik dirinya, ingin menonjolkan kelompok mereka,

merupakan masa perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa

sama dengan yang lain, untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup

tinggi, maka seseorang akan bersedia melakukan apapun, selama ia bisa

diterima oleh kelompok tersebut. Pada masa-masa ini rasa ingin diakui

cukup tinggi. Bagi sebagian orang, mereka yang akan dikucilkan oleh

kelompok merupakan hal yang dapat menyebabkan stress, frustasi, dan

rasa sedih (Santrock, 2002).

B. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

Harga diri menurut Coopersmith (1967) adalah suatu pendapat

pribadi yang pantas, yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu yang

berpatokan pada dirinya sendiri. Brandshaw (1981) mengatakan bahwa

harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

Penilaian adalah perbandingan antra dirinya sendiri dengan suatu

kelompok acuan, baik dalam kelompok dimana indivvidu menjadi anggota

mapuan suatu kelompok dimana individu ingin menjadi anggota. Harga

diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku.

Brigham (1991), mengemukakan bahwa harga diri merupakan

bagian dari konsep diri dan setiap orang selalu berusaha untuk

(37)

sebagai faktor yang dominan. Watson dkk (2002), menyatakan bahwa

harga diri merupakan suatu keadaan atau sifat kepribadian berdasar atas

evaluasi diri meliputi unsur kognitif, yaitu berkisar tentang pengetahuan

terhadap diri sendiri dan afektif, misalnya sejauhmana individu menyukai

diri sendiri. Secara fundamental harga diri didasarkan pada proses afektif,

terutama perasaan positif (feel good) atau negatif (feel bad) terhadap diri

sendiri.

Baron dan Byrne (1997) berpendapat bahwa harga diri adalah

evaluasi diri yang dibuat oleh individu, yang dinyatakan dalam sikap

positif atau negatif terhadap dirinya sendiri. Hal ini merupakan

pengalaman yang sifatnya subjektif yang diperoleh dari perlakuan verbal

dan tingkah laku orang lain. Karena bersifat subjektif maka setiap individu

akan berbeda dalam menilai dan memilih aspek yang paling penting dalam

kehidupannya. Meskipun bersifat subjektif tetapi harga diri dapat dilihat

dari kombinasi jumlah global dan intensitas dari evaluasi yang dibuat oleh

individu. Evaluasi diri ini dibuat dan dipertahankan individu dalam jangka

waktu tertentu serta dipengaruhi oleh kejadian sehari-hari (Trzesniewski

dkk, 2003).

Menurut Branden (1987), harga diri terdiri dari dua komponen yaitu

perasaan akan kompetensi pribadi dan perasaan akan harga diri pribadi.

Dengan kata lain self esteem adalah gabungan dari rasa percaya diri (self

confidence) dan harga diri (self respect). Seseorang akan menyukai dan

(38)

Penilaian terhadap diri sendiri akan mempengaruhi proses berfikir,

perasaan, keinginan, nilai ataupun tujuan hidupnya. Keadaan ini akan

membawa seseorang menuju kearah keberhasilan atau kegagalan dalam

hidup.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga

diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri yang

dipengaruhi penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap dirinya

dimana proses tersebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya dan

akan dimanifestasikan ke dalam perilakunya.

2. Aspek-aspek Harga Diri

Ada empat aspek menurut Coopersmith (1967) yang menjadi sumber

dari pembentukan harga diri seseorang, yaitu:

a. Keberartian (significant)

Keberartian individu nampak dari adanya penerimaan, penghargaan,

perhatian dan kasih saying dari orang lain. Penerimaan dan perhatian

biasanya ditunjukkan dengan adanya penerimaan dan lingkungannya,

ketenaran dan dukungan keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih

saying yang diterima individu, individu akan semakin berarti. Apabila

individu tidak atau jarang memperoleh stimulus positif dari orang lain,

maka kemungkinan besar individu akan merasa ditolak dan kemudian

(39)

b. Kekuatan (power)

Kemampuan untuk mempengaruhi dan mengontrol diri sendiri serta

orang lain. Pada situasi tertentu kebutuhan ini ditunjukkan dengan

adanya penghargaan, penghormatan dari orang lain. Pengaruh dan

wibawa juga merupakan hal-hal yang menunjukkan adanya aspek ini

pada seorang individu. Dari pihak individu, seseorang yang

mempunyai kemampuan ini biasanya akan menujukkan sifat-sifat

asertif danexplanatory actionyang tinggi.

c. Kompetensi(competence)

Merupakan performance atau penampilan yang prima dalam upaya

meraih kesuksesan dan keberhasilan. Dalam hal ini penampilan yang

prima ditunjukkan dengan adanya skill atau kemampuan yang merata

untuk semua usia. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu

akan merasa yakin untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Individu

dengan kompetensi yang bagus akan merasa mampu mengatasi

masalah yang dihadapinya serta mampu menghadapi lingkungannya.

d. Kebajikan(virtue)

Adanya kesesuaian diri dengan moral dan standar etik yang berlaku di

lingkungan. Kesesuaian diri dengan moral dan standar etik diadaptasi

individu dari nilai-nilai yang tanamkan oleh para orang tua.

Permasalahan nilai ini pada dasarnya berkisar pada persoalan benar

dan salah. Bahasan tentang kebajikan juga tidak akan lepas dari segala

(40)

masyarakat, juga hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai

kemanusiaan, serta ketaatan dalam beragama.

3. Pengaruh Harga Diri

Harga diri yang dimilki individu tidak akan sama persis dalam

suatu waktu. Umumnya harga diri dipengaruhi oleh suasana hati individu.

Pada saat individu menjalani hari yang baik dan merasa diri yang positif,

maka harga diri akan cenderung meningkat. Sedangkan pada saat individu

mengalami hari yang buruj dan merasa diri negatif, maka harga diri yang

dimiliki pun dapat menurun. Rentang perubahan harga diri ini tidak terjadi

dalam waktu yang singkat karena dipengaruhi situasi dan kondisi yang

terjadi pada saat itu.

Kebutuhan akan harga diri pada remaja sangat menonjol. Sebagai

salah satu aspek kepribadian, harga diri sangat dibutuhkan oleh individu

dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain dan menghadapi

kehidupannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Branden (1981), harga diri

merupakan kebutuhan manusia yang mendasar yang dapat mempengaruhi

proses berpikir, tingkat emosi, dan keputusan yang akan diambil. Harga

diri merupakan kunci penting dalam pembentukan perilaku. Seorang

remaja yang menilai dirinya positif akan menghargai dirinya secara lebih

baik dan percaya pada kemampuan yang ada dalam dirinya.

Remaja yang mempunyai harga diri yang tinggi akan menunjukkan

(41)

serta menghargai dirinya sendiri. Umumnya mereka lebih berhasil baik

dalam akademis maupun kehidupan sosialnya. Sebaliknya remaja yang

memiliki harga diri rendah akan bersikap pasif, kurang yakin akan

kemampuan dirinya, pesimis, rendah diri (infrior), pemalu dan kurang

berani berinteraksi sosial. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukan

Hurlock (1995) bahwa individu hanya akan berbahagia dan memiliki

kemampuan penyesuaian yang baik bila ia dapat menerima dan berdamai

dengan dirinya sendiri.

C. Remaja

Monks (2006) mendefinisikan remaja sebagai masa peralihan dari masa

pubertas ke masa adolesen. Cirinya remaja adalah pertumbuhan fisik sudah

mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya.

Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria.

Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai

memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian

tertentu berdasarkan satu pola hidup yang jelas.

Secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana seseorang

berpaling ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa

bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa

sama, atau paling tidak sejajar dengan yang lainnya. Fase remaja merupakan

fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat

(42)

mencari jati dirinya. Setelah sekian lama mereka selalu dikekang oleh otoriter

orangtua, secara perlahan mereka akan menuntut keinginan mereka sendiri

agar mandiri (Hurlock, 1995).

Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang merupakan

tahap peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Dimasa ini remaja

memiliki beberapa tugas perkembangan yang salah satu diantaranya adalah

pencapaian kematangan emosional yang didalamnya terkandung aspek

asertivitas (Hurlock, 1995).

Harapan masyarakat terhadap remaja dapat dipenuhi melalui suatu

proses bersinambung dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan. Sebagai

hasil dari kerja timbalbalik yang majemuk antara pertumbuhan dari dalam dan

perangsangan dari lingkungan akan bermunculan serangkaian perilaku baru

menuju tercapainya masa dewasa.

Beberapa tugas perkembangan bagi remaja menurut Gunarsa (2003)

adalah sebagai berikut:

a. Menerima keadaan fisiknya

Pada masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan fisik.

Perubahan fisik berhubung dengan pertumbuhannya dan kematangan

seksual. Pertumbuhan fisik menghasilkan panjang lengan dan tungkai

maupun tinggi badan yang tidak selalu sesuai dengan harapan remaja

maupun lingkungan. Penampilan yang tidak sesuai dengan penampilan

yang diidamkannya dapat merintangi usaha memperluas ruang gerak

(43)

b. Memperoleh kebebasan emosional

Remaja harus memperoleh latihan dalam mengambil keputusan

secara bertahap untuk mengambil keputusan dengan bijaksana. Remaja

perlu meregangkan ikatan emosional dengan orang tua supaya memilih

sendiri dan mengambil keputusan sendiri. Remaja acapkali meninggalkan

rumah dan menggabungkan diri dengan teman sebaya yang mungkin juga

senasib dalam usaha pemaksaan pembebasan emosional secara ekstrim.

Orangtua lain di luar lingkungan keluarga mungkin dapat membantu

dalam melakukan pilihan dan mengambil tindakan yang bijaksana.

Sebaliknya remaja yang meninggalkan rumah dan keluarga dan tidak

memperoleh penampungan yang menunjang perkembangannya, mudah

terkena pengaruh kurang baik yang menjerumuskannya. Remaja yang

mempunyai bekal ”kebebasan emosional” berlandaskan kemampuan

membedakan mana yang baik, mana yang tidak baik, apa yang patut

dipilih, apa yang hatus dihindari, tujuan mana yang harus dikejar dan

tindakan atau keputusan mana sebaiknya diambil, remaja dapat bergaul

dan menjalankan tugas perkembangannya selanjutnya.

c. Mampu bergaul

Remaja harus belajar dengan teman sebaya dan tidak sebaya, sejenis

maupun tidak sejenis untuk mempersiapkan diri di masa depan. Remaja

sering menghadapi berbagai macam keadaan, mengalami pengaruh

lingkungan baik yang mengarahkan maupun yang

(44)

d. Menemukan model untuk identifikasi

Remaja pada masa ini sedang merenggangkan diri dari ikatan

emosional dengan orangtuanya. Mereka sedang membongkar landasan

hidup, yang sudah diletakkan orangtuanya sepanjang masa anak. Menurut

Erikson dalam Gunarsa (2003) pada masa ini remaja harus menemukan

identitas diri. Ia harus memiliki gaya hidup sendiri, yang bisa dikenal dan

ajek walaupun mengalami berbagai macam perubahan. Dengan demikian

gaya hidup yang khas baginya akan jelas terlihat dari terbentuknya

”identitas diri” dalam menduduki tempatnya di masyarakat.

e. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

Pada masa ini terlihat juga perubahan dalam cara berpikir remaja

yang menunjukkan bertambahnya minat terhadap peristiwa yang tidak

langsung dan hal-hal yang tidak konkrit. Pikirannya menjangkau jauh ke

masa depan, mengenai pilihan bidang pekerjaan, pilihan calon istri

ataupun calon suami dan bentuk kehidupan masyarakat lainnya.

Untuk mencegahnya timbulnya perilaku yang sangat menghambat

perkembangan remaja, maka remaja perlu melakukan refleksi diri untuk

mengetahui kemampuan, sejauh mana jangkauan kesanggupannya

mencapai kesempatan yang diperolehnya secara nyata.

f. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma

Remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan luar dan dalam.

Lingkungan luar dan pengaruhnya kadang-kadang perlu dihambat dan

(45)

negatif. Demikian pula lingkungan dalam diri yang mempengaruhi

munculnya perilaku yang tidak bisa ditoleransikan oleh umum, oleh

masyarakat harus dikendalikan dan dicegah pemunculannya.

Konopka (dalam Gunarsa, 2003) menyatakan bahwa masa remaja

merupakan fase yang paling penting dalam pembentukan nilai.

Pembentukan nilai merupakan suatu proses emosional dan intelektual yang

sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial.

g. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan.

Seorang anak masih bersifat egosentris. Segala hal dipandang dari

sudut pandangnya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhan sendiri.

Reaksi dan tingkahlakunya sangat dipengaruhi oleh emosi dan

kebutuhannya, sehingga sulit menangguhkan terpenuhinya suatu

kebutuhan tertentu. Sebaiknya seorang remaja diharapkan bisa

meninggalkan kecenderungan, keinginan untuk menang sendiri. Sepanjang

masa peralihan ini, remaja harus belajar melihat dari sudut pandang orang

lain. Belajar mengingkari kesenangan diri sendiri, menangguhkan hal-hal

yang menyenangkan dan mendahulukan pelaksanaan tugas dan kewajiban.

Remaja harus belajar menyesuaikan diri dalam hubungan sosial

yang lebih luas dan tugas perkembangan yang lebih majemuk. Tugas

perkembangan dan kesulitan yang dialami remaja perlu dukungan penuh

dari orang tua. Bimbingan dan uluran tangan dari orang tua yang sering

(46)

D. Dinamika Hubungan antara Harga Diri dengan Konformitas pada Remaja

Dalam tahap perkembangan remaja, pengaruh kuat teman sebaya atau

sesama remaja merupakan hal penting yang terjadi dalam masa-masa remaja.

Di antara para remaja, terdapat jalinan ikat perasaan yang kuat. Dalam

kelompok teman sebaya inilah remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup

bersama dan bekerjasama. Melalui kelompok inilah terbentuk norma, nilai dan

simbol yang dianut oleh para anggotanya. Berdasarkan hal inilah tingkah-laku,

minat bahkan sikap dan pikiran banyak dipengaruhi oleh teman-teman dalam

kelompok mereka. Remaja yang mempunyai konformitas yang tinggi terhadap

kelompoknya maka cenderung melakukan hal yang sama dengan yang

dilakukan kelompoknya dan begitupun sebaliknya. Konformitas yang

dilakukan oleh para remaja ini terjadi karena remaja itu sendiri merasa takut

atau menghindari dikucilkan dari kelompok (Mappiare, 1982).

Salah satu bentuk perilaku kelompok pada anak sekolah adalah

kelompok geng sekolah. Fenomena geng di Sekolah Menengah Atas dan geng

motor merupakan salah satu bentuk perilaku konformitas pada remaja. Masa

remaja merupakan masa sensitif. Pada masa ini, remaja mengalami

kebingungan dalam mencari identitas. Pada masa ini, juga berkembang sikap

conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini,

pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain.Peer group,

pembentukan kelompok, membuat kelompok-kelompok yang sama dengan

(47)

perkembangan di usia-usia ini. Keinginan untuk bisa sama dengan yang lain,

untuk bisa diterima oleh suatu kelompok cukup tinggi, maka seseorang akan

bersedia melakukan apapun, selama ia bisa diterima oleh kelompok tersebut

(Santrock, 2002).

Masa yang paling penting dan menentukan perkembangan harga diri

seseorang adalah pada masa remaja. Pada masa inilah terutama seseorang akan

mengenali dan mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya. Semakin baik

kemampuan remaja dalam menilai dirinya dengan berpatokan pada dirinya

sendiri, maka akan semakin kecil remaja tersebut mudah terpengaruh oleh

pengaruh negatif teman sebayanya.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan

tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada

kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah

kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat

konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya

sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, maka semakin turun tingkat

konformitasnya.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi harga diri

remaja, maka akan semakin rendah perilaku konformitas remaja. Sebaliknya

semakin rendah harga diri remaja, maka akan semakin tinggi konformitas pada

(48)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka peneliti

mengajukan hipotesis sebagai berikut: ”Ada hubungan negatif antara harga

(49)

35

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang mencoba mencari

hubungan antar dua variabel, sehingga jenis penelitian ini adalah kolerasi dua

variabel.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel

tergantung.

Variabel bebas : Harga diri.

Variabel tergantung : Konformitas.

C. Definisi Operasional

1. Konformitas

Konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang

dalam kelompok dengan cara mengikuti harapan maupun aturan yang

sudah ditetapkan oleh kelompok. Tingkat konformitas ini akan diukur

dengan skala konformitas yang meliputi aspek kekompakan, aspek

kesepakatan, dan aspek ketaatan.

Skor yang akan didapat dari skala konformitas dengan aspek-aspek

di atas dapat menunjukkan tingginya konformitas pada remaja tersebut.

(50)

semakin konform, dan sebaliknya semakin rendah skor konformitas yang

didapat, berarti remaja tersebut semakin tidak konform.

2. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang diterima

berdasarkan penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap dirinya dan

mempengaruhi perilakunya. Aspek-aspek harga diri meliputi aspek

keberartian hidup (significant), aspek kekuatan (power) atau kemampuan

untuk mengontrol dan mempengaruhi orang lain, aspek kebijakan (virtue)

atau kesesuaian diri dengan nilai moral dan standar etik yang berlaku di

lingkungan dan aspek penampilan atau performansi diri dalam upaya

mencapai kesuksesan (competence).

Skala harga diri akan mengungkapkan tinggi rendahnya harga diri

remaja. Semakin tinggi skor yang didapat dari skala harga diri tersebut

menunjukkan semakin tinggi harga dirinya, dan sebaliknya, semakin

rendah skor yang didapatkan maka semakin rendah harga dirinya.

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMAK Sang Timur Yogyakarta.

Subyek penelitian adalah semua siswa yang duduk di kelas XI. Jumlah subyek

yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah 56 orang, yang terdiri dari 31

orang siswa putra dan 25 orang siswa putri. Peneliti memfokuskan subjek

(51)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan skala

yang terdiri dari dua skala, yaitu skala Harga Diri, dan skala Konformitas.

Skala harga diri akan berusaha mengungkap tingkat harga diri siswa.

Pernyataan-pernyataan yang diberikan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

favorabledanunfavorable. Secara jelas distribusi aitem skala Harga Diri dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Distribusi Aitem Skala Harga Diri

No. Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Keberartian 3, 4, 10, 17, 18, 41 23, 25, 29, 33, 44, 47 12 2 Kekuatan 1, 26, 27, 28, 31, 36 2, 7, 13, 22, 37, 38 12

3 Kebajikan 5, 9, 11, 14, 19, 34 32, 39, 42, 43, 46, 48 12 4 Kompetensi 6, 8, 12, 20, 21, 24 15, 16, 30, 35, 40, 45 12

J u m l a h 24 24 48

Skala yang digunakan adalah model skala likert dengan dua jenis

pernyataan, favorabel dan unfavorabel dan pilihan jawaban Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak setuju (STS).

Skala Konformitas akan mengungkap seberapa konform sikap seorang

remaja. Skala Konformitas juga terdiri dari dua kelompok pernyataan, dan

untuk kelompok pernyataan favorable akan menyangkut aspek-aspek yang

menunjukkan sikap konform, sedangkan kelompok pernyataan unfavorable

akan menyangkut aspek-aspek yang menunjukkan sikap tidak konform. Secara

(52)

Tabel 2

Distribusi Aitem Skala Konformitas

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Kekompakan 1, 3, 9, 15, 19, 25, 33

8, 12, 16, 18,

24, 30, 40 14

2 Kesepakatan 5, 13, 17, 29, 35, 37, 41

Skala yang digunakan adalah model skala likert dengan dua jenis

pernyataan, favorabel dan unfavorabel dan pilihan jawaban Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak setuju (STS).

F. Pengujian Instrumen

Pengujian instrumen menyangkut aspek validitas dan reliabilitas yang

dilakukan sebelum alat ukur diberikan pada subjek yang sesunguhnya. Uji

coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas aitem alat ukur dan

reliabilitas alat ukur yang kemudian akan digunakan sebagai alat ukur dalam

penelitian. Peneliti melakukan uji coba alat ukur penelitian yaitu skala harga

diri dan skala konformitas. Peneliti menyebarkan skala kepada 56 orang

responden siswa kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta.

1. Validitas Instrumen

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dapat melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini

(53)

isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes

dengan analisis rasionalprofesional judgment(Azwar, 2000).

Validitas isi dipakai untuk mengetahui sejauh mana aitem-aitem tes

mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang

hendak diukur (aspek representatif) dan sejauh mana aitem-aitem tes

mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi). Tipe

validitas isi ada dua yaitu validitas muka dan validitas logik. Validitas

muka adalah validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format

penampilan tes. Validitas muka terpenuhi jika penampilan tes meyakinkan

dan memberi kesan mampu mengungkapkan aspek yang hendak diukur.

Validitas logik menunjuk pada sejauh mana isi tes mewakili ciri-ciri

atribut yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan

ukurnya (Azwar, 2000).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi

(content validity), dimana setelah instrumen disusun berdasarkan

teori-teori tentang aspek-aspek yang akan diukur, maka selanjutnya instrumen

tersebut dikonsultasikan dengan ahli, dalam hal ini peneliti akan

mengkonsultasikan dengan Dosen Pembimbing. Setelah itu diteruskan

dengan uji coba instrumen.

2. Seleksi Item

a. Skala Harga Diri

Hasil uji validitas aitem skala harga diri diperoleh koefisien

(54)

enam aitem butir yang gugur pada skala harga diri dari 48 butir aitem

yang diujicobakan yaitu aitem nomor 7, 10, 19, 21, 30, dan 32. Jumlah

butir yang valid dari skala harga diri adalah sebanyak 42 aitem, agar

semua aspek mempunyai jumlah aitem yang sama maka aitem nomor

27 dan 33 dikeluarkan dari analisis. Distribusi aitem skala harga diri

pada saat uji coba disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3

Distribusi Aitem Skala Harga Diri Pada Saat Uji Coba

No. Aspek Favorable Unfavorable Total

Valid 1 Keberartian 3, 4,10*, 17, 18, 41 23, 25, 29,(33), 44, 47 10 2 Kekuatan 1, 26,(27), 28, 31, 36 2,7*, 13, 22, 37, 38 10 3 Kebajikan 5, 9, 11, 14,19*, 34 32*, 39, 42, 43, 46, 48 10 4 Kompetensi 6, 8, 12, 20,21, 24 15, 16,30*, 35, 40, 45 10

Jumlah Valid 20 20 40

Keterangan Tanda:

* = Nomor aitem yang gugur pada saat uji coba ( ) = Nomor aitem yang dikeluarkan

b. Skala Konformitas

Hasil uji validitas untuk skala konformitas diperoleh koefisien

korelasi dengan nilai antara -0,195 sampai dengan 0,726. Terdapat

lima aitem butir yang gugur pada skala konformitas dari 42 butir aitem

yang diujicobakan yaitu nomor 17, 24, 31, 33, dan 36. Jumlah butir

valid untuk skala konformitas sebanyak 37 aitem, agar semua aspek

mempunyai jumlah aitem yang sama maka aitem nomor 34

dikeluarkan dari analisis. Distribusi aitem skala konformitas pada saat

(55)

Tabel 4

Distribusi Aitem Skala Konformitas Pada Saat Uji Coba

No Aspek Favorable Unfavorable Total

Valid 1 Kekompakan 1, 3, 9, 15, 19,

25,33*

8, 12, 16, 18,

24*, 30, 40 12

2 Kesepakatan 5, 13,17*, 29, 35, 37, 41

Jumlah Valid 18 18 36

Keterangan Tanda:

* = Nomor aitem yang gugur pada saat uji coba ( ) = Nomor aitem yang dikeluarkan

3. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah konsistensi dari sebuah alat ukur yang

menghasilkan pengukuran yang sama pada waktu yang berbeda terhadap

subjek yang dikenai alat ukur tersebut. Reliabilitas juga dapat diartikan

sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2000). Suatu

alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, jika

alat ukur itu mantap, stabil, dapat diandalkan (dependentability) dan dapat

diprediksi (predictability). Artinya, jika alat ukur tersebut digunakan

berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa (Azwar, 2000).

Reliabilitas alat ukur diketahui dengan menggunakan formula Alpha

(Cronbach’s) dengan bantuan perangkat lunak komputer SPSS 13.0 for

Windows.

Hasil uji reliabilitas skala harga diri diperoleh nilai koefisien Alpha

Cronbach's sebesar 0,949. Hasil uji reliabilitas skala konformitas diperoleh

(56)

G. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

dengan metode kuantitatif yang dilakukan dengan penghitungan statistik. Hal

ini dilakukan karena dapat mewujudkan kesimpulan penelitian dengan

memperhitungkan faktor kesalahan generalisasi (Hadi, 1997).

1. Uji Asumsi

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji linieritas. Uji linieritas

digunakan untuk menguji apakah hubungan antar variabel bebas dengan

variabel terikat mempunyai hubungan yang linier atau tidak.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas yang dimaksud untuk mengetahui data variabel penelitian

berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan teknik

analisis Kolmogorov-Smirnov.

Pengujian hipotesis dianalisis menggunakan korelasi Product Moment

(Pearson Correlations). Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat

(57)

43

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12-25 Mei 2009 di SMAK Sang

Timur Yogyakarta. Peneliti menyerahkan alat pengumpul data berupa skala

kepada seorang guru yang telah ditunjuk oleh kepala sekolah untuk diisi oleh

siswa. Subyek penelitian adalah siswa yang duduk di kelas XI. Jumlah subyek

yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 56 orang, yang terdiri dari 31

orang siswa putra dan 25 orang siswa putri. Peneliti memfokuskan subjek

penelitian pada remaja pada rentang usia 15 sampai 18 tahun. Skala yang

disebarkan telah memenuhi syarat, yakni semua aitem pada setiap skala diisi

sehingga dapat digunakan dalam analisis data.

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian yang menggambarkan tanggapan

responden terhadap variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5

TabelMeandan Standar Deviasi

Skala Min Max Mean

Teoritis

Harga Diri 85 156 100 113,35 20 16,31

(58)

Selanjutnya dilakukan perbandingan antara mean empiris dengan

mean teoritis pada skala harga diri dan konformitas untuk mengetahui

tanggapan subjek penelitian terhadap variabel penelitian. Mean teoritis

adalah rata-rata skor ideal hasil penelitian, sedangkan mean empiris

merupakan hasil rata-rata skor data penelitian. Hasil analisis terhadap

variabel harga diri diperoleh nilai mean teoritis sebesar 100,00 dan nilai

mean empiris sebesar 113,35. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata

responden penelitian mempunyai harga diri yang tinggi. Hasil analisis dari

skala konformitas diperoleh nilai mean teoritis sebesar 90,00 dan nilai

meanempiris sebesar 80,607. Hasil ini juga menunjukkan bahwa rata-rata

responden penelitian mempunyai tingkat konformitas yang rendah.

2. Kategorisasi Skor Skala

Data hasil penelitian dapat kategorisasi dalam lima kelompok

kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Pengkategorian tersebut didasarkan pada nilai rerata dan simpangan baku

pada masing-masing variabel penelitian. Kategorisasi tersebut disajikan

berikut ini:

a. Kategorisasi Harga Diri

Skala harga diri terdiri dari 40 aitem yang masing-masing

mempunyai skor 1, 2, 3 dan 4. Rentang minimum dan maksimum untuk

skala harga diri adalah sebesar 40 dan 160 dan diperoleh luas jarak

sebarannya adalah 120 (160 – 40). Perhitungan standar deviasi (SD), pada

(59)

di sebelah kiri dan 3 bagian lainnya di sebelah kanan, maka nilai SD

sebesar 20 diperoleh dari (120:6), dan nilaimeanteoritis sebesar 100 (skor

tengah dari skor tertinggi dan skor terendah, (160+40)/2). Kategorisasi

untuk skala harga diri disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6

Kategorisasi Skor pada Skala Harga diri

Kategori Interval Skor Frekuensi Persen

Sangat Tinggi 131 – 160 9 16,10

Tinggi 111 – 130 23 41,10

Sedang 91 – 110 20 35,70

Rendah 71 – 90 4 7,10

Sangat Rendah 40 – 70 0 0

Total 56 100

Hasil kategorisasi skala harga diri menunjukkan sebanyak 16,10%

subyek termasuk dalam ketegori sangat tinggi, sebanyak 41,10% subyek

termasuk dalam kategori tinggi, sebanyak 35,70% dalam kategori sedang,

dan sebanyak 7,1% dalam kategori rendah. Dengan demikian berdasarkan

kategorisasi skala harga diri dapat disimpulkan bahwa paling banyak

responden mempunyai tingkat harga diri dalam kategori tinggi. Tidak ada

responden yang mempunyai tingkat harga diri yang sangat rendah.

b. Kategorisasi Konformitas

Skala konformitas terdiri dari 36 aitem yang masing-masing

Rentang minimum dan maksimum untuk skala harga diri adalah sebesar

36 dan 144 dan diperoleh luas jarak sebarannya adalah 108 (144 – 36).

Perhitungan standar deviasi (SD), pada data yang berdistribusi normal

(60)

lainnya di sebelah kanan, maka nilai SD sebesar 18 diperoleh dari (108:6),

dan nilai mean teoritis sebesar 90,00 (skor tengah dari skor tertinggi dan

skor terendah, (144+36)/2). Kategorisasi untuk skala konformitas disajikan

pada Tabel 7.

Tabel 7

Kategorisasi Skor pada Skala Konformitas

Kategori Interval Skor Frekuensi Persen

Sangat Tinggi 118 – 144 1 1,80

Tinggi 100 – 117 9 16,10

Sedang 82 – 99 10 17,90

Rendah 64 – 81 31 55,40

Sangat Rendah 36 – 63 5 8,90

Total 56 100

Hasil kategorisasi skala konformitas menunjukkan sebanyak 1,80%

subyek termasuk dalam kategori sangat tinggi, sebanyak 16,10% dalam

kategori tinggi, sebanyak 17,90% dalam kategori sedang, sebanyak

55,40% dalam kategori rendah, dan 8,90% dalam kategori sangat rendah.

Dengan demikian berdasarkan kategorisasi skala konformitas dapat

disimpulkan bahwa paling banyak responden mempunyai konformitas

yang rendah.

3. Uji Asumsi

Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi product

moment dari Pearson. Sebelum melakukan analisis data untuk mencari

Gambar

Tabel 1Distribusi Aitem Skala Harga Diri
Tabel 2Distribusi Aitem Skala Konformitas
Tabel 3Distribusi Aitem Skala Harga Diri Pada Saat Uji Coba
Tabel 4Distribusi Aitem Skala Konformitas Pada Saat Uji Coba
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan asuransi jiwa bersama (AJB) Bumiputera 1912 cabang syariah

Agar dihadiri oleh Direktur perusahaan atau penerima kuasa Direktur dengan membawa data-data perusahaan yang asli sesuai dengan isian kualifikasi yang Saudara sampaikan pada

Kepemimpinan dalam lembaga pendidikan islam mencakup kepala madrasah dan guru yang mempunyai peran yang sangat urgen dalam memberdayakan ummat. Tujuannya adalah untuk

Studi Regenerasi Kemampuan Batu Apung Sungai Pasak, Pariaman Sebagai Adsorben dalam Penyisihan Nitrit dari Air Tanah. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan

Data Jumlah Pelaku dalam satu kawasan ini berdasarkan data dan anlisa dapat menghasilkan sebuah kebutuhan ruang dan daftar ruang yang dibutuhkan sesuai pengelompokan

Teachers need to chase their students with questions, in order to set them to be critical thinker, because they know that students might have their own ideas in their mind about

The body types of senior and junior elite female triathletes differed in muscle mass, sum. of skinfolds and the percentage of adipose mass in relation to total

Dimension reduction : the informative bands are selected based on the wavelet transform to produce relevant bands for making use of MLC and to test the effect of dimension