PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN
EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Alberto Simon Putra Vidistio 089114041
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN
EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Alberto Simon Putra Vidistio 089114041
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup
cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri”
Martin Vanbee
“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh
kepercayaan, Kamu akan menerimanya”
v
SKRIPSI ini kupersembahkan bagi,
Tuhan Yesus Kristus
Yang menjadi sumber kehidupan ku
Serta
vii
PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK Alberto Simon Putra Vidistio
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara tidak efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih rendah. Subjek penelitian ini adalah 100 karyawan toko dengan jabatan pramuniaga atau kasir. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala kinerja, skala kematangan, skala perilaku tugas dan skala perilaku hubungan. Koefisien reliabilitas dari skala kinerja adalah 0.913, koefisien reliabilitas skala kematangan adalah 0.846, koefisien reliabilitas skala perilaku tugas adalah 0.942 dan koefisien reliabilitas skala perilaku hubungan 0.903. Hasil uji homogenitas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok data kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional mempunyai varian yang sama atau homogen karena memiliki probabilitas sebesar 0.073 (p>0.05). Penelitian ini menggunakan uji
independent samples t-test untuk mengetahui perbedaan kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang efektif dan kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang tidak efektif. Nilai p=0.000 < 0.05 maka H0 ditolak. Kesimpulannya terdapat
perbedaaan kinerja yang signifikan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Kelompok yang memiliki kinerja tinggi adalah kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang efektif di mana diperoleh mean sebesar 83.07
viii
PERFORMANCE DIFFERENCE BASED ON EMPLOYEE’S SITUATIONAL LEADERSHIP EFFECTIVENESS
AT PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK
Alberto Simon Putra Vidistio
ABSTRACT
This research aimed to find the difference of performance based on employee’s situational leadership effectiveness. The hypothesis that was proposed there’s a difference performance based on situational leadership effectiveness. The research subject was 100 store employees with clerk or cashier position. Data collecting was performed by distributing the performance scale, maturity scale, task behavior scale and relationship behavior scale. The reliability coefficient of the performance scale was 0.913, the reliability coefficient of the maturity scale was 0.846, the reliability coefficient of the task behavior scale was 0.942 and the reliability coefficient of the relationship behavior scale was 0.903. Result of the homogenity test in this study showed that both group performance of data based on the effectiveness of situational leadership have identical or homogeneous because it has a probability of 0.073 (p>0.05). This research used independent samples t-test to finding out difference group performance with situational leadership effectiveness and group performance with situational leadership uneffectiveness. P value obtained in this study was 0.000 < 0.05 then H0 rejected. In other words, there’s a difference performance
based on situational leadership effectiveness. The group that have higher performance is group performance with situational leadership effectiveness which have mean of 83.07.
x
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan karunia
sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan
Efektivitas Kepemimpinan Situasional di PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk” ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Selama menulis skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak
pihak yang telah memberikan bantuan dengan caranya masing-masing, sehingga
skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dr. Christina Siwi., H., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Akademik.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti., S. Psi., M. Si., selaku Kepala Program Studi
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu P. Henrietta PDADS., M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
Terima kasih ibu karena telah membagikan ilmu dan membimbing saya
dalam mengerjakan skripsi hingga selesai.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih untuk ilmu-ilmu yang
diberikan.
5. Ibu Nanik, Mas Gandung, Mas Doni, dan Mas Muji, terima kasih untuk
xi
6. Bapak Setyo Wibowo, selaku Planning and Development Manager PT.
Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang telah mengijinkan dan membantu
penulis dalam kelancaran teknis penelitian.
7. Seluruh karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, terimakasih untuk
bantuan dan dukungan dalam teknis penelitian.
8. Orangtua tercinta yang telah memberikan doa yang luar biasa.
9. Saudara kandung yang telah memberikan pengertian kepada penulis.
10.Romo Soeharto Pr yang telah memberikan doa untuk kelancaran dalam
penyelesaian skripsi.
11.Teman-teman Psikologi 08. Terima kasih untuk dukungan yang diberikan.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan Skripsi ini
sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Terima kasih.
Yogyakarta, Januari 2013
Penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis ………. 9
xiii
BAB II DASAR TEORI ... 10
A. Kinerja Karyawan ... 10
1. Definisi Kinerja………..… 10
2. Dimensi Kinerja……….. 11
3. Dimensi Kinerja Pramuniaga Kasir PT. Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk………. 13
4. Evaluasi Kinerja……….. 15
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja…………..… 17
B. Kepemimpinan Situasional …….……… 19
1. Definisi Kepemimpinan………. 19
2. Definisi Kepemimpinan Situasional……….. 20
3. Efektivitas Kepemimpinan Situasional………. 20
C. Dinamika Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional……….... 24
D. Hipotesis………. 26
BAB III METODE PENELITIAN……….……….. 27
A.Jenis Penelitian……….. 27
B.Variabel Penelitian……...……… 27
C.Definisi Operasional ……..……….….. 27
1. Efektivitas Kepemimpinan Situasional……..……… 27
2. Kinerja Karyawan………... 28
xiv
E. Metode Pengumpulan Data………. 29
1. Skala Efektivitas Kepemimpinan Situasional……… 30
2. Skala Kinerja……….. 35
F. Validitas dan Reliabilitas………..……… 36
1. Validitas………. 36
2. Seleksi Aitem………. 37
3. Reliabilitas………. 39
G. Metode Analisis Data……..……….. 40
1. Uji Asumsi………. 40
2. Uji Hipotesis……….. 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 42
A. Persiapan Penelitian……… 42
B. Pelaksanaan Penelitian……… 42
C. Deskripsi Subjek Penelitian……… 43
D. Hasil Penelitian……… 44
1. Uji Normalitas………... 44
2. Uji Homogenitas………46
3. Deskripsi Data Penelitian……….. 46
4. Uji Hipotesis………. 47
E. Pembahasan………. 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 51
xv
B. Keterbatasan Penelitian……….. 51
C. Saran……… 52
1. Bagi Pejabat Toko……….. 52
2. Bagi Pejabat yang Berwenang……… 53
3. Bagi Peneliti Selanjutnya……… 53
DAFTAR PUSTAKA……… 54
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Efektivitas Kepemimpinan Situasional
(Sumber Hersey and Blanchard, 1986)……….. 21
Tabel. 2 Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis…… 30
Tabel. 3 Blue Print Skala Perilaku Tugas………. 31
Tabel. 4 Blue Print Skala Perilaku Hubungan………. 32
Tabel. 5 Level Kematangan Karyawan……….. 34
Tabel. 6 Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Level Kematangan……… 35
Tabel. 7 Blue Print Skala Kinerja……… 36
Tabel. 8 Blue Print Skala Kinerja Setelah Uji Coba……… 37
Tabel. 9 Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis Setelah Uji coba……….. 38
Tabel. 10 Blue Print Skala Perilaku Tugas Setelah Uji Coba…………. 38
Tabel. 11 Blue Print Skala Perilaku Hubungan Setelah Uji Coba…… 39
Tabel. 12 Deskripsi Subjek Penelitian……….. 44
Tabel. 13 Hasil Uji Normalitas ………. 45
Tabel. 14 Hasil Uji Homogenitas ……….. 46
Tabel. 15 Deskripsi Data Penelitian ……….. 47
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran. 1 Skala Penelitian Pemimpin…….……….. 57
Lampiran. 2 Skala Penelitian Anggota……….……… 61
Lampiran. 3 Hasil Penelitian……….……… 63
Lampiran. 4 Normalitas………..……….……….. 71
Lampiran. 5 Hasil Sample T-Test………..……… 72
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kata organisasi merupakan kata yang tidak
asing. Keberadaan organisasi bisa ditemukan dalam instansi pemerintah
maupun perusahaan. Secara sederhana, Scott (dalam Wijono, 2010)
mendeskripsikan organisasi sebagai suatu sistem yang terkait dengan kegiatan
yang terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dan mengarah
pada tujuan sama.
Setiap organisasi memerlukan beragam sumber daya untuk mencapai
tujuan. Di antara sumber daya tersebut, sumber daya yang terpenting adalah
sumber daya manusia (SDM). Tanpa SDM, sumber daya lainnya
mengganggur dan kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi
(Wirawan, 2009).
Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas, yaitu SDM dengan kinerja yang baik (Sudarmanto,
2009). Pernyataan ini senada dengan Riggio (2008) yang menyatakan
kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi tergantung pada kinerja setiap
karyawan. Salah satu perusahaan yang memperhatikan hal tersebut adalah PT.
Telekomunikasi Seluler. Dalam menghadapi era persaingan di industri
meningkatkan kinerja perusahaan menjadi jauh lebih baik (“Telkom Ganti,”
2012). Sebaliknya, kinerja SDM yang buruk tidak jarang menjadi faktor
kegagalan suatu organisasi (Sudarmanto, 2009). Sebagai contoh, artikel pada
web www.voaindonesia.com yang membahas mengenai kinerja Pegawai
Negeri Sipil (PNS) menunjukkan bahwa instansi pemerintah sebagai
organisasi gagal karena kinerja PNS yang dinilai buruk. Kegagalan organisasi
tampak dari banyaknya penggunaan biaya Negara yang tidak efisien.
Berdasarkan artikel - artikel tersebut, dapat dikatakan bahwa keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuan ditentukan oleh kinerja SDM yang
berkualitas.
Berdasarkan berbagai literatur, pengertian kinerja sangat beragam. Akan
tetapi, dari berbagai perbedaan pengertian, kinerja dapat dikategorikan dalam
dua pengertian, yaitu dalam konteks hasil dan perilaku (Sudarmanto, 2009).
Pengertian kinerja yang pertama merujuk pada hasil. Bernardin (2003)
menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi atas
fungsi pekerjaan selama periode waktu tertentu. Dari pengertian tersebut,
Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan
perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan produktivitas
dan efektivitas (Richard dalam Sudarmanto, 2009).
Pengertian kinerja yang kedua merujuk pada perilaku. Murphy (dalam
Sudarmanto, 2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat
perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi tempat
Mohrman dan Campbell (dalam Sudarmanto, 2009). Kinerja adalah sesuatu
yang secara aktual dikerjakan orang dan dapat diobservasi. Dalam pengertian
ini kinerja mengarah pada perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi.
Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu sendiri
(Campbell dalam Sudarmanto, 2009).
Menurut Wirawan (2009), kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari
sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Faktor internal pegawai; 2.
Faktor lingkungan eksternal organisasi; 3. Faktor lingkungan internal
organisasi. Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai
yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia
berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta
keadaan fisik dan psikologi. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh,
misalnya: pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.
Faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau
situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi
kinerja pegawai. Misalnya, krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di
Indonesia tahun 1997 meningkatkan inflasi, menurunkan nilai nominal upah
dan gaji pegawai, dan selanjutnya menurunkan daya beli konsumen. Jika
inflasi tidak diikuti dengan kenaikan upah atau gaji pegawai yang sepadan
dengan tingkat inflasi, maka kinerja mereka akan menurun (Wirawan, 2009).
Faktor yang terakhir adalah faktor lingkungan internal organisasi. Pada
faktor ini pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja.
organisasi, sistem manajemen, budaya organisasi dan kepemimpinan
(Wirawan, 2009).
Dari ketiga jenis faktor tersebut, salah satu faktor yang menarik adalah
faktor lingkungan internal organisasi, khususnya berkaitan dengan faktor
kepemimpinan. Kepemimpinan menarik untuk dibahas karena kepemimpinan
merupakan salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan kinerja
SDM dan keberhasilan organisasi (Sudarmanto, 2009).
Setiap pemimpin dapat berbeda dalam melakukan cara – cara untuk
mempengaruhi orang lain agar menjadi efektif. Kepemimpinan merupakan
seni, karena pendekatan setiap orang dalam memimpin berbeda tergantung
dari karakteristik pemimpin, karakteristik tugas dan karakteristik bawahan
atau karyawan (Sudarmanto, 2009). Hal ini senada dengan studi empirik
dalam buku Hersey dan Blanchard (1986) yang mengemukakan bahwa
kepemimpinan merupakan proses dinamis, yang berbeda dari satu situasi ke
situasi yang lain dengan perubahan pada pemimpin, bawahan, dan situasi.
Dari penelitian Hersey, Likert, Coch dan French di perusahaan luar
negeri (Hersey dan Blanchard, 1986), pencapaian kinerja yang lebih tinggi
dapat terjadi apabila memperhatikan gaya kepemimpinan yang sesuai.
Kesesuaian ditentukan pada kematangan dan budaya tenaga kerja sehingga
semua ini mendukung adanya kepemimpinan situasional.
Adanya kebutuhan akan model kepemimpinan situasional yang
signifikan dalam bidang kepemimpinan telah diakui dalam literatur untuk
penjelasan-penjelasan diatas semakin merujuk pada ciri khas, keunikan dan pentingnya
kepemimpinan situasional untuk meningkatkan kinerja. Kepemimpinan
situasional dapat diterapkan dalam setiap jenis organisasi baik organisasi
usaha, industri, pemerintahan, militer, atau bahkan keluarga. Konsep
kepemimpinan situasional dapat diterapkan dan ditemukan dalam situasi
apapun, dimanapun selama orang-orang berusaha mempengaruhi perilaku
orang lain (Hersey dan Blanchard, 1986). Hal inilah yang membedakan gaya
kepemimpinan situasional dengan gaya kepemimpinan yang lain.
Gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan yang
berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan dengan
kematangan bawahan dalam kaitannya dengan tugas tertentu (Hersey dan
Blanchard, 1986). Kematangan bawahan terdiri dari 2 bagian, yakni
kematangan pekerjaan (job maturity) dan kematangan psikologis
(psychological maturity). Kematangan pekerjaan terdiri dari dimensi
pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan pengerjaan tugas kerja.
Sedangkan kematangan psikologis terdiri dari kemauan, komitmen dan
motivasi bawahan untuk melakukan tugas (Hersey dan Blanchard, 1986). Di
dalam organisasi terdapat tingkat kematangan bawahan (kematangan
pekerjaan dan psikologis), dimulai dari tingkat yang rendah atau tidak matang
hingga tingkat yang tinggi atau matang. (Hersey dan Blanchard, 1986).
Berdasarkan tingkat kematangan bawahan yang beragam maka perilaku
pemimpin dapat berbeda – beda pula. Ketika menghadapi bawahan yang
cenderung memberikan pengarahan, bimbingan dan melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan. Sebaliknya, pemimpin dalam
menghadapi bawahan yang matang, sebaiknya lebih mengikutsertakan dan
mendelegasikan tugas yang dibebankan kepada bawahannya (Hersey dan
Blanchard, 1986).
Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat
kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Efektivitas
kepemimpinan seseorang tergantung pada kemampuannya membaca situasi
atau tingkat kematangan anggota sehingga ia dapat menyesuaikan hal tersebut
dengan perilakunya. Dalam buku terjemahan Management of Organizational
Behavior (Hersey dan Blanchard, 1986) tertulis sebagai berikut:
“Makin dapat manajer mengadaptasi gaya perilaku
kepemimpinan mereka untuk memenuhi tuntutan situasi tertentu dan kebutuhan pengikut mereka, maka cenderung akan efektif pula mereka dalam upaya mencapai tujuan pribadi dan organisasi.”
Berdasarkan penelitian kepemimpinan situasional yang dilakukan oleh
Gumpert dan Hambleton pada tahun 1974, gaya kepemimpinan yang efektif
akan berdampak positif bagi pemimpin dan bawahan (Hersey dan Blanchard,
1986). Pemimpin akan merasa berhasil karena dapat mempengaruhi bawahan
dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan akan merasa dirinya menjadi
bagian penting bagi perusahaan. Perasaan tersebut bisa jadi membuat bawahan
ikut serta dalam proses pekerjaan dan akan melaksanakannya dengan lebih
baik demi masa depan perusahaan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang tidak
merasa tidak berhasil mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi. Bawahan merasa tidak menjadi bagian penting dari perusahaan,
dan tidak ada semangat dalam bekerja sehingga tidak dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik.
Penelitian lainnya tentang kepemimpinan situasional dilakukan juga oleh
Kuncaraningtyas (2011). Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara performansi karyawan berdasarkan
efektivitas kepemimpinan situasional. Namun dari penelitian Kuncaraningtyas
masih ada beberapa keterbatasan yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan
kualitas penelitian yang lebih baik. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara
lain penyebaran skala tidak diberikan secara langsung kepada subjek sehingga
subjek tidak bisa menanyakan langsung dan mengalami kesulitan dalam
mengisi skala, subjek yakni bawahan menilai sendiri kinerjanya sehingga ada
kemungkinan subjektivitas atau faking, dan asumsi normalitas pada skala
kinerja dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk memperbaiki keterbatasan penelitian sebelumnya dengan
menggunakan subjek penelitian yang berbeda yakni subjek dari karyawan PT.
Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk.
PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk merupakan perusahaan ritel terkemuka
yang melayani lebih dari 2,1 juta pelanggan setiap harinya di hampir 6.037
gerai yang tersebar di Indonesia per Mei 2012. (Marwan, Komunikasi pribadi,
Mei, 2012). Perusahaan ini merupakan perusahaan yang semakin maju dengan
diiringi dengan penambahan karyawan pramuniaga kasir baru. Kondisi ini
memaksakan pihak internal untuk merotasi karyawan pramuniaga kasir dari
gerai lama ke gerai baru. Keputusan ini dapat berdampak buruk pada kinerja
mereka karena perlu menyesuaikan lagi gaya kepemimpinan atasan yang baru.
Selain itu, kurangnya karyawan pramuniaga kasir pada suatu gerai membuat
konsumen mengeluhkan kinerja mereka karena pelayanan yang lambat dan
kurang memuaskan (Karyawan, komunikasi pribadi, September, 2012).
Penelitian ini penting untuk dilakukan demi pengembangan SDM dan
pencapaian kinerja yang lebih tinggi bagi karyawan PT. Sumber Alfaria
Trijaya Tbk, khususnya Pramuniaga Kasir. Berdasarkan penelitian Hersey,
Likert, Coch dan French di perusahaan luar negeri, pencapaian ini dapat
terjadi apabila memperhatikan gaya kepemimpinan yang sesuai. Kesesuaian
ditentukan pada kematangan dan budaya tenaga kerja sehingga semua ini
mendukung adanya kepemimpinan situasional (Hersey dan Blanchard, 1986).
Hal ini semakin mendukung penelitian ini untuk dilakukan karena
kepemimpinan situasional dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, pokok
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah memberi sumbangan
pemikiran dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi industri organisasi
untuk menjelaskan perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas
kepemimpinan situasional.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis bagi subyek penelitian diharapkan dapat menjadi
umpan balik dan membantu subyek untuk mengevaluasi kinerja mereka.
Sedangkan bagi PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan perusahaan untuk menerapkan dan
mempertahankan gaya kepemimpinan situasional yang efektif demi
10 BAB II
DASAR TEORI
A. Kinerja Karyawan
1. Definisi Kinerja
Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja
yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah job performance. Wirawan
(2009) menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh
fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi
dalam waktu tertentu. Pernyataan itu senada dengan Riggio (2008) yang
menyatakan bahwa kinerja merupakan salah satu keluaran kerja yang
sangat penting. Hal ini disebabkan karena kinerja merupakan variabel
dalam organisasi yang selalu diukur sehingga mendapatkan perhatian dari
organisasi tersebut. Oleh karena itu keberhasilan atau kegagalan organisasi
tergantung pada kinerja setiap karyawan.
Berdasarkan dari berbagai literatur, pengertian tentang kinerja
sangat beragam. Akan tetapi, dari berbagai perbedaan pengertian, dapat
dikategorikan dalam dua pengertian, yaitu dalam konteks hasil dan
perilaku (Sudarmanto, 2009).
a. Pada konteks hasil, Bernardin (2003) menyatakan bahwa kinerja
merupakan catatan hasil yang dihasilkan atas fungsi pekerjaan atau
tersebut, Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil, bukan karakter
sifat dan perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan
produktivitas dan efektivitas (Richard dalam Sudarmanto, 2009).
b. Pengertian kinerja yang kedua merujuk pada perilaku. Murphy (dalam
Sudarmanto, 2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat
perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi
tempat orang bekerja. Pengertian kinerja sebagai perilaku juga
dikemukakan oleh peneliti lain. Kinerja adalah sesuatu yang secara
aktual orang kerjakan dan dapat diobservasi. Dalam pengertian ini
kinerja mencangkup perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi.
Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu
sendiri (Campbell dalam Sudarmanto, 2009).
Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja
adalah keluaran dari pekerjaan yang dapat berupa hasil atau indikator
perilaku kerja demi pencapaian tujuan organisasi. Maka penelitian ini
menggunakan kinerja dengan pengertian yang merujuk pada indikator
perilaku dan hasil yang terkait dengan efektivitas. Hal ini disebabkan
karena adanya kesesuaian antara pengertian tersebut dengan dimensi skala
kinerja yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Dimensi Kinerja
Dimensi kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran
kinerja untuk mengetahui apakah kinerja suatu organisasi atau individu
sudah cukup baik. Ada beberapa pandangan mengenai dimensi kerja,
seperti yang dijabarkan berikut ini:
Miner (1988) mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan
sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu:
a. Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
b. Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif atau jam kerja hilang.
d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.
Dari keempat dimensi kinerja tersebut, dua hal terkait dengan
aspek keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu kualitas dan kuantitas.
Sedangkan dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu
dalam kerja (kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama.
Terkait dengan dimensi kualitas, Parasuraman, Zeithaml dan Berry
(dalam Sudarmanto, 2009) mengemukakan ukuran kinerja dalam dimensi
kualitas, sebagai berikut:
a. Kehandalan, yakni mencakup konsistensi kinerja dan kehandalan
dalam pelayanan, akurat, benar dan tepat.
b. Daya tanggap, yaitu keinginan dan kesiapan para pegawai dalam
menyediakan pelayanan dengan tepat waktu.
c. Kompetensi, yaitu keahlian dan pengetahuan dalam memberikan
d. Akses, yaitu pelayanan yang mudah diakses oleh pengguna layanan.
e. Kesopanan, yaitu mencakup kesopansantunan, rasa hormat, perhatian
dan bersahabat dengan pengguna layanan.
f. Komunikasi, yaitu kemampuan menjelaskan dan menginformasikan
pelayanan kepada pengguna layanan dengan baik dan dapat dipahami
dengan mudah.
g. Kejujuran, yaitu mencakup kejujuran dan dapat dipercaya dalam
memberikan layanan kepada pelanggan.
h. Keamanan, yaitu mencakup bebas dari bahaya, keamanan secara fisik,
risiko, aman secara finansial.
i. Pengetahuan terhadap pelanggan yaitu berusaha mengetahui kebutuhan
pelanggan, belajar dari persyaratan-persyaratan khusus pelanggan.
j. Bukti langsung, meliputi fasilitas fisik, penampilan pegawai, peralatan,
dan perlengkapan pelayanan, fasilitas pelayan.
3. Dimensi Kinerja Pramuniaga Kasir PT. Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk
Ada enam dimensi kinerja yang digunakan oleh PT. SAT untuk
menilai kinerja Pramuniaga Kasir. Dimensi tersebut merupakan kumpulan
teori dimensi kinerja yang disesuaikan dengan standar kinerja yang telah
ditetapkan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan pemikiran Bufford
(1988) yang menyatakan bahwa efektifitas standar kinerja seharusnya
dikaitkan dengan hasil yang diinginkan dari masing-masing pekerjaan
a. Orientasi pelayanan konsumen: mendengar dan memenuhi permintaan
konsumen, memperhatikan kepuasan konsumen, dan inisiatif
memberikan informasi yang membantu konsumen.
b. Inovasi untuk kemajuan lebih baik: mengembangkan cara kerja yang
sudah ada pada umumnya, berusaha mencari cara kerja yang lebih
memudahkan, terbuka dan bersedia menerima gagasan baru yang
bermanfaat.
c. Orientasi pada hasil kerja: bekerja dengan lebih baik dari sebelumnya,
pantang menyerah demi pencapaian standar kinerja, berusaha keras
menyelesaikan tugas dan mampu menyelesaikan masalah dengan baik.
d. Kerjasama tim: mendukung penuh kebijakan tim, terlibat dalam
memperbaharui barbagai informasi yang berguna bagi tim, mau
terlibat dalam setiap kerja tim, dan mau membantu rekan kerja apabila
pekerjaan sendiri sudah terselesaikan.
e. Integritas dan kredibilitas pribadi: dapat dipercayai, menyampaikan
informasi berdasarkan fakta dan kebenaran, menyelesaikan kewajiban
dan tanggung jawab pribadi, dapat berempati terhadap kenyataan rekan
kerja, dan menghargai kelemahan rekan kerja.
f. Kedisiplinan: sangat disiplin di dalam lingkup lingkungan kerja,
mengikuti tata tertib dan prosedur kerja dan memelihara keteraturan
dan ketertiban dalam bekerja.
Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa dimensi yang digunakan
lainnya yaitu dimensi kualitas, kerja sama tim dari Miner (1988) dan
dimensi dari Parasuraman (1985) yakni kehandalan, daya tanggap,
kompetensi, kesopanan, komunikasi, kejujuran, dan pengetahuan terhadap
pelanggan. Ke enam dimensi diatas lah yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
4. Evaluasi Kinerja
Wibowo (2008) menyatakan bahwa evaluasi kinerja dilakukan
untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang
diperoleh organisasi, tim atau individu. Menurut Wirawan (2009), tinggi
rendahnya hasil evaluasi kinerja ternilai secara teori menentukan tinggi
rendahnya kinerja organisasi.
Sementara itu, Riggio (2008) memandang evaluasi kinerja sebagai
alat resmi untuk mengukur kinerja pegawai dibandingkan dengan standar
organisasi yang telah ditetapkan. Pendapat lain mengemukakan sebagai
pendekatan penilaian kinerja berdasarkan perilaku menilai atau mengukur
dimensi-dimensi kompetensi yang telah ditetapkan (Grote dalam
Sudarmanto, 2009).
Menurut Sudarmanto (2009), evaluasi kinerja akan menjadi sarana
efektif yang diharapkan akan membawa manfaat kedua belah pihak, baik
karyawan maupun organisasi. Manfaat dari evaluasi kinerja antara lain:
a. Mengukur hasil dan kemajuan yang dicapai dengan membandingkan
b. Memberi umpan balik kepada karyawan, sejauh mana kinerja selama
ini yang sudah dicapai apabila kurang dapat ditingkatkan.
c. Menjadi informasi yang berharga bagi pihak organisasi dalam
mengambil keputusan yang bisa berupa promosi, pelatihan kompetensi
yang kurang, pengembangan kompetensi yang diatas rata-rata.
Setiap organisasi memiliki karakter dan budaya masing-masing,
model sistem evaluasi kinerja organisasi bisa berbeda satu sama lain.
Survei yang dilakukan oleh Brien N. Smith, Jeffrey S. Hornsby, dan
Roslyn Shirmeyer pada tahun 1996 terhadap 250 manager perusahaan di
Negara-negara bagian barat-tengah Amerika Serikat menyatakan bahwa
33,91% menggunakan model evaluasi esai, 31,76% menggunakan model
Management by Objectives (MBO), 24,03% menggunakan Graphic Rating
Scales, dan 10,30% menggunakan model lainnya (dalam Wirawan, 2009).
Model Graphic Rating Scales merupakan metode evaluasi kinerja
yang menggunakan skala untuk menilai pekerja berdasarkan dimensi
pekerjaannya (Riggio, 2008). Ciri dari model ini adalah dimensi kinerja
karyawan dikemukakan beserta indikator-indikatornya. Dalam model ini
penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi
tanda centang (v) atau silang (x) pada skala. Keunggulan dari model ini
adalah nilai kinerja setiap karyawan dapat dibandingkan dengan rata-rata
nilai seluruh karyawan. Selain itu model ini mudah dipahami oleh penilai
Dari penjelasan yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
evaluasi kinerja merupakan proses mengukur kinerja berdasarkan tolak
ukur tertentu yang dinilai dan memberikan umpan balik kepada ternilai
atas kinerja. Evaluasi kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan
suatu model untuk mengukur kinerja yakni model Graphic Rating Scales
yang mana mengevaluasi kinerja adalah pemimpin bukan bawahan demi
menghindari penilaian diri yang berlebihan atau tidak subjektif dan atas
pertimbangan dari manfaat yang diperoleh dari evaluasi kinerja.
5. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Wirawan (2009), kinerja pegawai merupakan hasil sinergi
dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai
yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh
ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat
pribadi, serta keadaan fisik dan psikologi. Sementara itu, faktor-faktor
yang diperoleh, misalnya: pengetahuan, keterampilan, pengalaman
kerja, dan motivasi kerja.
b. Faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau
situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang
mempengaruhi kinerja pegawai. Misalnya, krisis ekonomi dan
menurunkan nilai nominal upah dan gaji pegawai, dan selanjutnya
menurunkan daya beli pegawai. Jika inflasi tidak diikuti dengan
kenaikan upah atau gaji pegawai yang sepadan dengan tingkat inflasi,
maka kinerja mereka akan menurun.
c. Faktor yang terakhir adalah faktor lingkungan internal organisasi.
Dalam melaksanakan tugas, pegawai memerlukan dukungan organisasi
tempat ia bekerja. Dukungan tersebut, misalnya penggunaan teknologi
oleh organisasi, strategi organisasi, sistem manajemen, budaya
organisasi dan kepemimpinan.
Hasil sinergi dari ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi
perilaku kerja karyawan yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka.
Namun dari ketiga jenis faktor tersebut, salah satu faktor yang menarik
untuk dikaji dalam penelitian ini adalah faktor kepemimpinan dari
lingkungan internal organisasi. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan
menjadi salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan kinerja
B. Kepemimpinan Situasional
1. Definisi Kepemimpinan
Menurut Hughes, Ginnet, dan Curphy (2002) kepemimpinan
adalah tugas pemimpin untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif
untuk bawahan. Sementara itu, Roach and Behling memandang
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok kerja untuk
mencapai beberapa tujuan yang diinginkan (dalam Hughes et al, 2002).
Koontz dan O’Donnelle (dalam Soekarso, Sosro, Putung, dan Hidayat,
2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi
bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan
semangat keyakinan. Hersey dan Blanchard (dalam Soekarso et al, 2010)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan
dalam situasi tertentu. Dengan demikian, keberadaan kepemimpinan
menjadi bagian terpenting dalam pengembangan organisasi di masa depan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka kepemimpinan dapat
diartikan sebagai sikap pemimpin dalam menciptakan kondisi dan
mempengaruhi individu atau kelompok. Kondisi yang efektif dapat
membantu pemimpin mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok
untuk menyelesaikan pekerjaan mereka demi pencapaian tujuan yang
2. Definisi Kepemimpinan Situasional
Hersey dan Blanchard (1986) menyatakan bahwa adanya
kebutuhan akan model situasional yang signifikan dalam bidang
kepemimpinan telah diakui dalam literatur untuk beberapa waktu lamanya.
Menurut mereka, kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan
antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan
pemimpin; kadar dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang
disediakan pemimpin; dan level kesiapanatau kematangan (maturity) yang
diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan
tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang-orang yang
melakukan proses kepemimpinan, tanpa mempersoalkan peranan mereka,
agar lebih efektif dalam hubungan mereka sehari-hari dengan orang lain.
Konsep ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif
dengan level kematangan para bawahan, bagi para pemimpin.
3. Efektivitas Kepemimpinan Situasional
Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat
kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Hersey
dan Blanchard (1986) mengemukakan gaya kepemimpinan yang paling
efektif bervariasi sesuai dengan tingkat kematangan bawahan sebagai
Tabel. 1
Efektivitas Kepemimpinan Situasional (Sumber Hersey and Blanchard, 1986)
Gaya Pemimpin
Gaya Kepemimpinan Situasional
Delegating: Tinggi Sedang Rendah
Karakter Situasional Bawahan
Berdasarkan tabel. 1, efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung pada kemampuannya melihat kematangan bawahan sehingga ia
dapat menyesuaikan hal tersebut dengan perilaku memimpinnya. Perilaku
memimpin berupa perilaku tugas dan hubungan. Sedangkan kematangan
berupa kematangan pekerjaan dan psikologis. Bila kematangan bawahan
berada pada kategori rendah yakni M1 maka perilaku memimpin yang
sesuai adalah perilaku Telling (S1). Bilamana kematangan bawahan berada
pada kategori sedang yakni M2 maka perilaku memimpin yang sesuai
adalah Selling (S2). Bilamana kematangan bawahan berada pada kategori
sedang yakni M3 maka perilaku memimpin yang sesuai adalah
Participating (S3). Bilamana kematangan bawahan berada pada kategori
tinggi yakni M4 maka perilaku memimpin yang sesuai adalah Delegating
Efektivitas kepemimpinan situasional dalam penelitian ini adalah
kesesuaian perilaku pemimpin dengan tingkat kematangan bawahan. Pada
proses pelaksanaan, pemimpin harus mampu menyesuaikan perilaku tugas
dan hubungannya dengan kematangan pekerjaan dan psikologis bawahan.
Menurut Hersey dan Blanchard (1986) kematangan bawahan dan perilaku
pemimpin terdiri dari beberapa dimensi antara lain:
a. Kematangan bawahan
Kematangan bawahan terdiri dari kematangan pekerjaan dan
kematangan psikologis. Kematangan pekerjaan adalah kemampuan
untuk melakukan sesuatu. Kematangan ini terdiri dari tiga dimensi
yakni pengalaman kerja (memiliki pengalaman kerja yang relevan),
pengetahuan kerja (memiliki pengetahuan kerja yang diperlukan), dan
pemahaman akan syarat pekerjaan (paham yang perlu dilakukan).
Sedangkan kematangan psikologis adalah kesiapan untuk melakukan
sesuatu. Kematangan ini terdiri dari tiga dimensi yakni kemauan
memikul tanggung jawab, motivasi berprestasi, dan komitmen.
b. Perilaku pemimpin
Perilaku pemimpin terdiri dari perilaku tugas dan perilaku hubungan.
Perilaku tugas adalah sejauhmana pemimpin menyediakan arahan
kepada bawahan. Perilaku ini terdiri dari lima dimensi yakni
penyusunan tujuan (sejauh mana pemimpin menetapkan tujuan yang
mengorganisasikan situasi kerja bagi bawahan), menetapkan batas
waktu (sejauh mana pemimpin menetapkan batas waktu bagi
bawahan), pengarahan (sejauh mana pemimpin mengarahkan tugas
secara spesifik pada bawahan) dan pengendalian (sejauh mana
pemimpin meminta laporan regular tentang kemajuan pelaksanaan
kerja). Sedangkan perilaku hubungan adalah sejauhmana pemimpin
melakukan hubungan dua arah dengan bawahan. Perilaku ini terdiri
dari lima dimensi yakni memberikan dukungan (sejauh mana
pemimpin memberikan dukungan dan dorongan kepada bawahan),
mengkomunikasikan (sejauh mana pemimpin memberikan penjelasan
kepada bawahan mengenai keputusan yang diambil), memudahkan
interaksi (sejauh mana pemimpin memberikan kemudahan interaksi
atau diskusi), aktif menyimak (sejauh mana pemimpina menyimak
pendapat dan kesusahan bawahan) dan memberikan balikan (sejauh
C. Dinamika Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan Efektivitas
Kepemimpinan Situasional
Soekarso et al, (2010) memahami bahwa pada dasarnya kepemimpinan
menggerakkan, memberdayakan, dan mengarahkan sumber daya secara efektif
dan efisien kearah pencapaian tujuan. Keberadaan kepemimpinan menjadi
bagian terpenting dalam pengembangan organisasi di masa depan.
Hersey and Blanchard (1986) menyatakan bahwa adanya kebutuhan
akan model situasional yang signifikan dalam bidang kepemimpinan telah
diakui dalam literatur untuk beberapa waktu lamanya. Menurut mereka,
kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan
dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; kadar dukungan
sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan level
kesiapan atau kematangan (maturity) yang diperlihatkan pengikut dalam
pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu.
Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat
kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Efektivitas
kepemimpinan seseorang tergantung pada kemampuannya melihat
kematangan pekerjaan dan psikologis anggota sehingga ia dapat
menyesuaikan hal tersebut dengan perilaku tugas dan hubungan nya (Hersey
and Blanchard, 1986).
Gaya kepemimpinan yang tidak efektif berdampak negatif bagi
pemimpin dan bawahan. Pemimpin merasa tidak berhasil mempengaruhi
bagian penting dari perusahaan, dan tidak ada semangat dalam bekerja
sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Sedangkan gaya
kepemimpinan yang efektif akan berdampak positif bagi pemimpin dan
bawahan. Pemimpin akan merasa berhasil karena dapat mempengaruhi
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan akan merasa dirinya
menjadi bagian penting bagi perusahaan. Perasaan tersebut bisa jadi membuat
bawahan ikut serta dalam proses pekerjaan dan akan berkerja dengan lebih
baik demi masa depan perusahaan dan terciptalah kinerja yang lebih tinggi
pula.
Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas, yaitu SDM dengan kinerja yang baik (Sudarmanto,
2009). Pernyataan ini senada dengan Riggio (2008) yang menyatakan
kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi tergantung pada kinerja setiap
karyawan. Dengan kinerja yang lebih baik maka tercapailah tujuan organisasi
karena kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan
organisasi atau unit organisasi tempat orang bekerja (Murphy dalam
Bagan. 1
Skema Perbedaan Kinerja
Berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut: terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan
situasional. Apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara
efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih tinggi. Sebaliknya
apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara tidak efektif oleh
karyawan maka kinerja karyawan akan lebih rendah. Kepemimpinan
Kepemimpinan Situasional Kepemimpinan
Situasional yang efektif.
Perilaku tugas dan perilaku hubungan
Situasional yang tidak efektif.
Perilaku tugas dan perilaku hubungan tidak sesuai dengan kematangan pekerjaan dan psikologis
karyawan.
• Karyawan merasa dirinya menjadi bagian penting bagi perusahaan.
• Ada semangat bekerja.
• Karyawan merasa dirinya tidak menjadi bagian penting bagi perusahaan.
• Tidak ada semangat bekerja.
27 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang mendasarkan pada
analisis data yang bersifat statistik sebagai bagian untuk mendapatkan
jawaban terhadap rumusan masalah yang diangkat sebagai topik penelitian.
Penelitian ini juga merupakan penelitian komparatif menggunakan uji beda
Independent Sample T-Test, yaitu penelitian yang berusaha untuk
membandingkan mean dua sampel (Santoso, 2010).
B. Variabel Penelitian
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (X) adalah efektivitas kepemimpinan situasional.
2. Variabel tergantung (Y) adalah kinerja karyawan.
C. Definifi Operasional
1. Efektivitas Kepemimpinan Situasional
Efektivitas kepemimpinan situasional adalah kesesuaian perilaku
Kepala Toko, Asisten Kepala Toko atau Merchadiser (pemimpin atau
Pramuniaga atau Kasir (bawahan), yang mana pelaksanaannya
membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi bawahan. Efektivitas diperoleh melalui adanya kesesuaian antara
kematangan pekerjaan dan psikologis karyawan dengan perilaku tugas dan
hubungan pemimpin. Efektivitas kepemimpinan diukur dengan
menggunakan skala kematangan pekerjaan dan psikologis yang akan
diberikan dan dinilai berdasarkan persepsi dari pemimpin, serta skala
perilaku tugas dan skala perilaku hubungan yang akan diberikan dan
dinilai berdasarkan persepsi dari bawahan. Apabila antara perilaku tugas,
perilaku hubungan pemimpin yang dipersepsikan oleh bawahan dan
kematangan bawahan yang dipersepsikan oleh pemimpin sesuai maka
dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Toko, Asisten Kepala
Toko atau Merchadiser adalah efektif. Jika perilaku tugas, perilaku
hubungan pemimpin yang dipersepsikan oleh bawahan dan kematangan
bawahan yang dipersepsikan oleh pemimpin tidak sesuai maka dapat
dikatakan gaya kepemimpinan tidak efektif.
2. Kinerja Karyawan
Kinerja adalah keluaran dari pekerjaan yang dapat berupa hasil
atau indikator perilaku kerja Pramuniaga atau Kasir demi pencapaian
tujuan organisasi. Salah satu skala yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala kinerja dengan beberapa dimensi, antara lain adalah dimensi
Tim, Integritas dan Kredibilitas Pribadi, dan Kedisiplinan. Untuk
mengetahui tingkat kinerja Pramuniaga Kasir akan digunakan jumlah skor
dari Skala Kinerja Alfamart. Kinerja Pramuniaga Kasir dinilai berdasarkan
persepsi dari Kepala Toko atau pemimpin yang ada pada saat itu bukan
dari diri sendiri karena untuk menghindari penilaian diri yang berlebihan
atau tidak subjektif dan atas pertimbangan dari manfaat yang diperoleh
dari evaluasi kinerja yakni promosi, pelatihan kompetensi yang kurang
atau pengembangan kompetensi yang diatas rata-rata. Semakin tinggi skor
yang dihasilkan seorang Pramuniaga atau Kasir dalam Skala ini, semakin
tinggi pula kinerjanya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dihasilkan
seorang Pramuniaga atau Kasir dalam Skala Kinerja, maka semakin
rendah pula kinerja Pramuniaga atau Kasir tersebut.
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah karyawan PT.
Sumber Alfaria Trijaya Tbk dengan jabatan pramuniaga dan kasir pada cabang
Cileungsi 1 dan 2. Untuk mendapatkan sampel, digunakan teknik convenience
sampling. Pada teknik tersebut, sekelompok subjek dipilih berdasarkan
aksesbilitas dari tempat pengambilan data (McMillan and Schumacher, 2006).
E. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala merupakan
pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkap atribut yang
hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan (Azwar, 2012). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Skala Efektivitas Kepemimpinan Situasional
a. Skala kematangan pekerjaan dan psikologis
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis yang digunakan
merupakan skala dari teori Hersey dan Blanchard (1986). Skala
tersebut mengukur kemampuan sebagai “kematangan pekerjaan” dan
kemauan sebagai “kamatangan psikologis” dengan menggunakan
enam dimensi yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun
skala Pekerjaan dan Psikologis yang akan digunakan dalam penelitian
ini. Blueprint dicantumkan dalam tabel. 2 berikut ini:
Tabel. 2 Blue Print
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis
No Kematangan
karyawan Dimensi
Jumlah aitem
1 Kematangan pekerjaan
Pengalaman kerja 1 Pengetahuan kerja 1 Pemahaman akan syarat pekerjaan 1
2 Kematangan psikologis
Kemauan untuk memikul
tanggungjawab 1 Motivasi berprestasi 1
Komitmen 1
b. Skala perilaku tugas
Skala Perilaku Tugas yang digunakan merupakan skala dari
teori Hersey dan Blanchard (1986). Skala tersebut mengukur dimensi
dari Perilaku Tugas dengan menggunakan lima dimensi yang
kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala
kepemimpinan situasional. Blue print dicantumkan dalam tabel. 3
berikut ini:
Tabel. 3 Blue Print Skala Perilaku Tugas
c. Skala perilaku hubungan
Skala Perilaku Hubungan yang digunakan merupakan skala
yang disusun penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard
(1986). Skala tersebut mengukur dimensi dari Perilaku Hubungan
dengan menggunakan lima dimensi yang kemudian menjadi dasar
penulis untuk menyusun skala kepemimpinan situasional. Blue print
dicantumkan dalam tabel. 4 berikut ini:
No Dimensi perilaku tugas Jumlah aitem 1 Penyusunan tujuan 1 2 Pengorganisasian 1 3 Menetapkan batas waktu 1 4 Pengarahan 1 5 Pengendalian 1
Tabel. 4 Blue Print
Skala Perilaku Hubungan
No Dimensi perilaku hubungan Jumlah aitem 1 Memberikan dukungan 1 2 Mengkomunikasikan 1 3 Memudahkan interaksi 1 4 Aktif menyimak 1 5 Memberikan balikan 1
Total 5
d. Perolehan skor efektivitas kepemimpinan situasional
1) Perilaku pemimpin
Gaya kepemimpinan dapat diketahui dengan menentukan
skor perilaku tugas dan skor perilaku hubungan (S) melalui
grafik yang memuat kategori-kategori gaya kepemimpinan yang
sesuai yaitu S1 yaitu Telling, pemimpin memberitahukan kepada
bawahan, menerapkan perilaku tugas yang tinggi dan rendah
hubungan antara bawahan dan pimpinan. S2 yaitu Selling,
pemimpin menjajakan atau memberikan arahan kepada bawahan
dengan menerapkan jenis perilaku tugas yang tinggi dan juga
hubungan yang tinggi. S3 yaitu Participating, pemimpin
mengikutsertakan karyawan dan menerapkan perilaku hubungan
yang tinggi serta rendahnya tugas. Sedangkan S4, disini
pemimpin menerapkan sistem delegating dengan adanya perilaku
Kemudian membuat rentang kategori (5-40) dalam tabel
yang dibagi menjadi 4 area, setelah itu menghitung
masing-masing skor total perilaku hubungan dan skor total perilaku
tugas, dari hasil skor masing-masing tersebut akan nampak pada
gambar grafik mengenai gaya kepemimpinan yang sesuai ada
pada kategori S1, S2, S3 atau S4.
Gambar. 1
Kesesuaian Perilaku Tugas dan Hubungan
2) Kematangan karyawan
Menentukan skor kematangan karyawan dengan cara
membuat peringkat kategori pada skala kematangan pekerjaan
dan psikologis (M) dengan membuat rentang kategori (6-48)
dalam tabel yang dibagi menjadi 4 kolom dan dibuat kategori
tinggi, sedang dan rendah. Untuk kategori tinggi M4 memiliki
skor (40-48) yaitu karyawan mampu atau kompeten dan mau atau
skor (28-39) karyawan mampu tetapi tidak mau atau tidak yakin
dan kategori sedang namun cenderung rendah M2 memiliki skor
(16-27) karyawan tidak mampu tetapi mau atau yakin, kategori
rendah M1 memiliki skor (6-15) karyawan tidak mampu dan
tidak mau atau tidak yakin. Kemudian respon dari
masing-masing subjek di skor total dan dilihat atau disesuaikan respon
subjek ada di kategori M1, M2, M3 atau M4.
Tabel. 5
Level Kematangan Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Kematangan M4 M3 M2 M1
Subjek 16 75 9 0
3) Efektivitas kepemimpinan situasional
Efektivitas kepemimpinan situasional dilihat dari
kesesuaian perilaku pemimpin yakni perilaku tugas dan perilaku
hubungan dengan kematangan bawahan yakni kematangan
pekerjaan dan psikologis. Jika kategori skor kematangan
bawahan sesuai dengan kuadran pada skala perilaku tugas dan
hubungan maka skor efektivitas kepemimpinan situasional
adalah 1. Sedangkan bila kategori skor kematangan karyawan
tidak sesuai dengan kuadaran pada skala perilaku tugas dan
hubungan maka skor efektivitas kepemimpinan situasional
Tabel. 6
Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Level Kematangan
Level kematangan Gaya yang Sesuai M1
Rendah
Tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin
S1
Memberitahukan Perilaku tinggi tugas dan
rendah hubungan M2
Rendah ke sedang Tidak mampu tetapi mau atau
Yakin
S2 Menjajakan
Perilaku tinggi tugas dan tinggi hubungan
M3 Sedang ke tinggi Mampu tetapi tidak mau atau
tidak yakin
S3
Mengikutsertakan Perilaku tinggi hubungan dan
rendah tugas
Perilaku rendah hubungan dan rendah tugas
2. Skala Kinerja
Skala kinerja menggunakan dimensi alat ukur kinerja dari tempat
pengambilan data yang didasarkan pada dimensi Orientasi Pelayanan
Konsumen, Inovasi, Orientasi Hasil Kerja, Kerjasama Tim, Integritas dan
Kredibilitas Pribadi, dan Kedisiplinan. Skala ini mengukur kinerja
karyawan.
Skala kinerja menggunakan model Graphic Rating Scales. Skala
tersebut mendasarkan pada masing-masing aitem pernyataan yang
memiliki empat alternatif jawaban dengan masing-masing alternatif
jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda yaitu; Sangat kurang
yang diharapkan (3), Sangat melebihi dari yang diharapkan (4). Blue print
dicantumkan dalam tabel. 7 berikut ini:
Tabel. 7 Blue Print Skala Kinerja
No Dimensi Jumlah aitem 1 Orientasi pelayanan
konsumen
4
2 Inovasi 4 3 Orientasi hasil kerja 4 4 Kerjasama tim 4 5 Integritas dan kredibilitas
pribadi
5
6 Kedisiplinan 4 Total 25
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menyangkut
tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi (content) dari area yang
dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional
terhadap isi tes (professional judgement) yang diperoleh dengan cara
mengkonsultasikan aitem yang telah disusun kepada ahli yaitu dosen
pembimbing, dengan tujuan supaya aitem-aitem yang disusun mencakup
keseluruhan isi objek yang hendak diukur sehingga alat tes tersebut
2. Seleksi Aitem
Kualitas suatu tes sangat ditentukan oleh kualitas aitem-aitemnya
maka penting bagi peneliti untuk melakukan seleksi aitem. Seleksi aitem
dilakukan dengan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem
yaitu, berdasarkan daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi aitem
adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang
memilki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2011)
Pengujian daya diskriminasi aitem akan menghasilkan koefisien
korelasi aitem-total (rix) yang dikenal dengan istilah parameter daya beda
aitem. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi aitem total ≥ 0,30
daya bedanya dianggap memuaskan (Azwar,2011).
a. Skala kinerja
Tabel. 8 Blue Print
Skala Kinerja Setelah Uji Coba
No Dimensi Jumlah aitem 1 Orientasi pelayanan
konsumen
4
2 Inovasi 4 3 Orientasi hasil kerja 4 4 Kerjasama tim 4 5 Integritas dan kredibilitas
pribadi
5
6 Kedisiplinan 4 Total 25
Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total
pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang
b. Skala kematangan
Tabel. 9 Blue Print
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis Setelah Uji Coba
No Kematangan
karyawan Dimensi
Jumlah aitem
1 Kematangan pekerjaan
Pengalaman kerja 1 Pengetahuan kerja 1 Pemahaman akan syarat pekerjaan 1
2 Kematangan psikologis
Kemauan untuk memikul
tanggungjawab 1 Motivasi berprestasi 1
Komitmen 1
Total 6
Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total
pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang
gugur.
c. Skala perilaku tugas
Tabel. 10 Blue Print
Skala Perilaku Tugas Setelah Uji Coba
No Dimensi perilaku tugas Jumlah aitem 1 Penyusunan tujuan 1 2 Pengorganisasian 1 3 Menetapkan batas waktu 1
4 Pengarahan 1
5 Pengendalian 1
Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total
pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang
gugur.
d. Skala perilaku hubungan
Tabel. 11 Blue Print
Skala Perilaku Hubungan Setelah Uji Coba
No Dimensi perilaku hubungan Jumlah aitem 1 Memberikan dukungan 1 2 Mengkomunikasikan 1 3 Memudahkan interaksi 1 4 Aktif menyimak 1 5 Memberikan balikan 1
Total 5
Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total
pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang
gugur.
3. Reliabilitas
Reliabilitas tes adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara emprik ditunjukkan oleh
suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Besarnya reliabilitas
berkisar antara 0 sampai 1,00. Reliabilitas dianggap sempurna bila
mendekati 0.9. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
reliabiltas untuk skala kinerja sebesar 0.913 dan skala kematangan sebesar
0.846. Sedangkan koefisien reliabilitas untuk skala perilaku tugas sebesar
0.942 dan skala perilaku hubungan sebesar 0.903.
G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan dengan
teknik uji Independent Sample T-Test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji
homogenitas ini merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan uji
Independent Sample T-Test (Santoso, 2010).
a. Uji normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengecek
apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal
(Santoso, 2010). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS versi 20. Jika
nilai p lebih besar daripada 0,05 maka data yang diperoleh memiliki
b. Uji homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah
beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan
sebagai prasyarat dalam analisis Independent Samples T-Test. Sebagai
kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka
dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data
adalah sama (Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Independent Sample T-Test digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak
berhubungan (Santoso, 2010). Dalam analisis data penelitian
42 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan tryout. Tryout dilakukan pada
tanggal 16 - 28 September 2011. Pengambilan data dilakukan di toko – toko
cabang Cileungsi 1 dan 2. Pada cabang Cileungsi 1 sebanyak 8 toko.
Sedangkan pada cabang Cileungsi 2 sebanyak 5 toko. Subjek tryout sebanyak
50 subjek. Pada tanggal 29 September 2012 peneliti memulai penelitian.
Peneliti mengambil data di 13 toko Alfamart yang berada pada cabang
Cileungsi 1 dan 11 toko Alfamart pada cabang Cileungsi 2. Subjek penelitian
sebanyak 100 subjek.
B. Pelaksanaan Penelitian
Pada tanggal 3 Agustus 2012 peneliti meminta surat ijin penelitian
kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
ditandatangani oleh Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal
03 September 2012 surat tersebut diserahkan ke Kantor Human Capital PT.
Pada tanggal 29 September 2012 peneliti memulai penelitian. Peneliti
mengambil data di 13 toko Alfamart yang berada pada cabang Cileungsi 1 dan
11 toko Alfamart pada cabang Cileungsi 2. Subjek penelitian sebanyak 100
subjek. Dalam pengambilan data, peneliti di temani oleh Area Coordinator.
Peneliti memanggil subjek satu per satu agar tidak mengganggu pekerjaan
mereka demi melayani costumer. Skala pemimpin yang teridiri dari skala
kinerja dan skala kematangan pekerjaan dan psikologis di berikan dan dinilai
oleh pejabat toko tersebut. Pejabat toko terdiri dari Merchandiser, Asisten
Kepala Toko hingga Kepala Toko. Dalam proses pengambilan data, pejabat
yang memiliki jabatan tertinggi yang ada di toko saat itu di minta untuk
mengisi skala pemimpin. Sedangkan untuk skala anggota yang terdiri dari
skala perilaku tugas dan perilaku hubungan diberikan dan dinilai oleh
Pramuniaga dan Kasir. Peneliti menjelaskan kepada pengisi skala mengenai
penelitian yang hendak dilakukan serta cara pengisian skala. Kendala yang
dihadapi dalam pengambilan data adalah kesibukan yang dialami oleh
pramuniaga dan kasir dalam melayani customer. Peneliti harus menunggu
subjek melayani terlebih dahulu customer sebelum mengisi skala, sehingga
cukup menyita banyak waktu.
C. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah karyawan Pramuniaga dan Kasir PT
Sumber Alfaria Trijaya Tbk yaitu toko-toko cabang Cileungsi 1 dan 2
orang dan toko di cabang Cileungsi 2 sebanyak 11 toko dengan 68 orang.
Deskripsi umum tentang subjek berdasarkan jenis kelamin dan lama berkerja
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 12
Deskripsi Subjek Penelitian
Jenis Kelamin Jumlah
• Laki – laki 46
• Perempuan 54 Lama Bekerja
• <12 thn 94
• 1 – 2 thn 6
D. Hasil Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti harus melakukan uji asumsi. Uji
asumsi terdiri dari uji normalitas sebaran dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian
berasal dari populasi yang seberannya normal (Santoso, 2010). Dalam uji
normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada program SPSS
20 dengan hasil sebagai berikut, untuk skala kinerja diketahui K-S sebesar
1.126 dengan p sebesar 0.158. Hal ini menunjukkan variabel kinerja
mempunyai sebaran normal karena p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05).
Untuk skala kematangan diketahui K-S sebesar 0.61 dengan p sebesar
0.851. Hal ini menunjukkan variabel kematangan memiliki sebaran normal
karena p lebih besar dari 0.05 (p >0.05). Skala perilaku tugas diketahui