• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kinerja karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional di PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan kinerja karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional di PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk - USD Repository"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Alberto Simon Putra Vidistio 089114041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Alberto Simon Putra Vidistio 089114041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

“Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup

cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri”

Martin Vanbee

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh

kepercayaan, Kamu akan menerimanya”

(6)

v

SKRIPSI ini kupersembahkan bagi,

Tuhan Yesus Kristus

Yang menjadi sumber kehidupan ku

Serta

(7)
(8)

vii

PERBEDAAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

DI PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK Alberto Simon Putra Vidistio

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara tidak efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih rendah. Subjek penelitian ini adalah 100 karyawan toko dengan jabatan pramuniaga atau kasir. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala kinerja, skala kematangan, skala perilaku tugas dan skala perilaku hubungan. Koefisien reliabilitas dari skala kinerja adalah 0.913, koefisien reliabilitas skala kematangan adalah 0.846, koefisien reliabilitas skala perilaku tugas adalah 0.942 dan koefisien reliabilitas skala perilaku hubungan 0.903. Hasil uji homogenitas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok data kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional mempunyai varian yang sama atau homogen karena memiliki probabilitas sebesar 0.073 (p>0.05). Penelitian ini menggunakan uji

independent samples t-test untuk mengetahui perbedaan kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang efektif dan kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang tidak efektif. Nilai p=0.000 < 0.05 maka H0 ditolak. Kesimpulannya terdapat

perbedaaan kinerja yang signifikan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Kelompok yang memiliki kinerja tinggi adalah kinerja kelompok dengan gaya kepemimpinan situasional yang efektif di mana diperoleh mean sebesar 83.07

(9)

viii

PERFORMANCE DIFFERENCE BASED ON EMPLOYEE’S SITUATIONAL LEADERSHIP EFFECTIVENESS

AT PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK

Alberto Simon Putra Vidistio

ABSTRACT

This research aimed to find the difference of performance based on employee’s situational leadership effectiveness. The hypothesis that was proposed there’s a difference performance based on situational leadership effectiveness. The research subject was 100 store employees with clerk or cashier position. Data collecting was performed by distributing the performance scale, maturity scale, task behavior scale and relationship behavior scale. The reliability coefficient of the performance scale was 0.913, the reliability coefficient of the maturity scale was 0.846, the reliability coefficient of the task behavior scale was 0.942 and the reliability coefficient of the relationship behavior scale was 0.903. Result of the homogenity test in this study showed that both group performance of data based on the effectiveness of situational leadership have identical or homogeneous because it has a probability of 0.073 (p>0.05). This research used independent samples t-test to finding out difference group performance with situational leadership effectiveness and group performance with situational leadership uneffectiveness. P value obtained in this study was 0.000 < 0.05 then H0 rejected. In other words, there’s a difference performance

based on situational leadership effectiveness. The group that have higher performance is group performance with situational leadership effectiveness which have mean of 83.07.

(10)
(11)

x

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan karunia

sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan

Efektivitas Kepemimpinan Situasional di PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk” ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Selama menulis skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak

pihak yang telah memberikan bantuan dengan caranya masing-masing, sehingga

skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Dr. Christina Siwi., H., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Akademik.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti., S. Psi., M. Si., selaku Kepala Program Studi

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu P. Henrietta PDADS., M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih ibu karena telah membagikan ilmu dan membimbing saya

dalam mengerjakan skripsi hingga selesai.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih untuk ilmu-ilmu yang

diberikan.

5. Ibu Nanik, Mas Gandung, Mas Doni, dan Mas Muji, terima kasih untuk

(12)

xi

6. Bapak Setyo Wibowo, selaku Planning and Development Manager PT.

Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang telah mengijinkan dan membantu

penulis dalam kelancaran teknis penelitian.

7. Seluruh karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, terimakasih untuk

bantuan dan dukungan dalam teknis penelitian.

8. Orangtua tercinta yang telah memberikan doa yang luar biasa.

9. Saudara kandung yang telah memberikan pengertian kepada penulis.

10.Romo Soeharto Pr yang telah memberikan doa untuk kelancaran dalam

penyelesaian skripsi.

11.Teman-teman Psikologi 08. Terima kasih untuk dukungan yang diberikan.

Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan Skripsi ini

sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak. Terima kasih.

Yogyakarta, Januari 2013

Penulis

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoretis ………. 9

(14)

xiii

BAB II DASAR TEORI ... 10

A. Kinerja Karyawan ... 10

1. Definisi Kinerja………..… 10

2. Dimensi Kinerja……….. 11

3. Dimensi Kinerja Pramuniaga Kasir PT. Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk………. 13

4. Evaluasi Kinerja……….. 15

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja…………..… 17

B. Kepemimpinan Situasional …….……… 19

1. Definisi Kepemimpinan………. 19

2. Definisi Kepemimpinan Situasional……….. 20

3. Efektivitas Kepemimpinan Situasional………. 20

C. Dinamika Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional……….... 24

D. Hipotesis………. 26

BAB III METODE PENELITIAN……….……….. 27

A.Jenis Penelitian……….. 27

B.Variabel Penelitian……...……… 27

C.Definisi Operasional ……..……….….. 27

1. Efektivitas Kepemimpinan Situasional……..……… 27

2. Kinerja Karyawan………... 28

(15)

xiv

E. Metode Pengumpulan Data………. 29

1. Skala Efektivitas Kepemimpinan Situasional……… 30

2. Skala Kinerja……….. 35

F. Validitas dan Reliabilitas………..……… 36

1. Validitas………. 36

2. Seleksi Aitem………. 37

3. Reliabilitas………. 39

G. Metode Analisis Data……..……….. 40

1. Uji Asumsi………. 40

2. Uji Hipotesis……….. 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 42

A. Persiapan Penelitian……… 42

B. Pelaksanaan Penelitian……… 42

C. Deskripsi Subjek Penelitian……… 43

D. Hasil Penelitian……… 44

1. Uji Normalitas………... 44

2. Uji Homogenitas………46

3. Deskripsi Data Penelitian……….. 46

4. Uji Hipotesis………. 47

E. Pembahasan………. 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 51

(16)

xv

B. Keterbatasan Penelitian……….. 51

C. Saran……… 52

1. Bagi Pejabat Toko……….. 52

2. Bagi Pejabat yang Berwenang……… 53

3. Bagi Peneliti Selanjutnya……… 53

DAFTAR PUSTAKA……… 54

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Efektivitas Kepemimpinan Situasional

(Sumber Hersey and Blanchard, 1986)……….. 21

Tabel. 2 Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis…… 30

Tabel. 3 Blue Print Skala Perilaku Tugas………. 31

Tabel. 4 Blue Print Skala Perilaku Hubungan………. 32

Tabel. 5 Level Kematangan Karyawan……….. 34

Tabel. 6 Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Level Kematangan……… 35

Tabel. 7 Blue Print Skala Kinerja……… 36

Tabel. 8 Blue Print Skala Kinerja Setelah Uji Coba……… 37

Tabel. 9 Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis Setelah Uji coba……….. 38

Tabel. 10 Blue Print Skala Perilaku Tugas Setelah Uji Coba…………. 38

Tabel. 11 Blue Print Skala Perilaku Hubungan Setelah Uji Coba…… 39

Tabel. 12 Deskripsi Subjek Penelitian……….. 44

Tabel. 13 Hasil Uji Normalitas ………. 45

Tabel. 14 Hasil Uji Homogenitas ……….. 46

Tabel. 15 Deskripsi Data Penelitian ……….. 47

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. 1 Skala Penelitian Pemimpin…….……….. 57

Lampiran. 2 Skala Penelitian Anggota……….……… 61

Lampiran. 3 Hasil Penelitian……….……… 63

Lampiran. 4 Normalitas………..……….……….. 71

Lampiran. 5 Hasil Sample T-Test………..……… 72

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, kata organisasi merupakan kata yang tidak

asing. Keberadaan organisasi bisa ditemukan dalam instansi pemerintah

maupun perusahaan. Secara sederhana, Scott (dalam Wijono, 2010)

mendeskripsikan organisasi sebagai suatu sistem yang terkait dengan kegiatan

yang terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dan mengarah

pada tujuan sama.

Setiap organisasi memerlukan beragam sumber daya untuk mencapai

tujuan. Di antara sumber daya tersebut, sumber daya yang terpenting adalah

sumber daya manusia (SDM). Tanpa SDM, sumber daya lainnya

mengganggur dan kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi

(Wirawan, 2009).

Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang memiliki sumber daya

manusia yang berkualitas, yaitu SDM dengan kinerja yang baik (Sudarmanto,

2009). Pernyataan ini senada dengan Riggio (2008) yang menyatakan

kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi tergantung pada kinerja setiap

karyawan. Salah satu perusahaan yang memperhatikan hal tersebut adalah PT.

Telekomunikasi Seluler. Dalam menghadapi era persaingan di industri

(20)

meningkatkan kinerja perusahaan menjadi jauh lebih baik (“Telkom Ganti,”

2012). Sebaliknya, kinerja SDM yang buruk tidak jarang menjadi faktor

kegagalan suatu organisasi (Sudarmanto, 2009). Sebagai contoh, artikel pada

web www.voaindonesia.com yang membahas mengenai kinerja Pegawai

Negeri Sipil (PNS) menunjukkan bahwa instansi pemerintah sebagai

organisasi gagal karena kinerja PNS yang dinilai buruk. Kegagalan organisasi

tampak dari banyaknya penggunaan biaya Negara yang tidak efisien.

Berdasarkan artikel - artikel tersebut, dapat dikatakan bahwa keberhasilan

organisasi dalam mencapai tujuan ditentukan oleh kinerja SDM yang

berkualitas.

Berdasarkan berbagai literatur, pengertian kinerja sangat beragam. Akan

tetapi, dari berbagai perbedaan pengertian, kinerja dapat dikategorikan dalam

dua pengertian, yaitu dalam konteks hasil dan perilaku (Sudarmanto, 2009).

Pengertian kinerja yang pertama merujuk pada hasil. Bernardin (2003)

menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi atas

fungsi pekerjaan selama periode waktu tertentu. Dari pengertian tersebut,

Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan

perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan produktivitas

dan efektivitas (Richard dalam Sudarmanto, 2009).

Pengertian kinerja yang kedua merujuk pada perilaku. Murphy (dalam

Sudarmanto, 2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat

perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi tempat

(21)

Mohrman dan Campbell (dalam Sudarmanto, 2009). Kinerja adalah sesuatu

yang secara aktual dikerjakan orang dan dapat diobservasi. Dalam pengertian

ini kinerja mengarah pada perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi.

Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu sendiri

(Campbell dalam Sudarmanto, 2009).

Menurut Wirawan (2009), kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari

sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Faktor internal pegawai; 2.

Faktor lingkungan eksternal organisasi; 3. Faktor lingkungan internal

organisasi. Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai

yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia

berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta

keadaan fisik dan psikologi. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh,

misalnya: pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.

Faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau

situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi

kinerja pegawai. Misalnya, krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di

Indonesia tahun 1997 meningkatkan inflasi, menurunkan nilai nominal upah

dan gaji pegawai, dan selanjutnya menurunkan daya beli konsumen. Jika

inflasi tidak diikuti dengan kenaikan upah atau gaji pegawai yang sepadan

dengan tingkat inflasi, maka kinerja mereka akan menurun (Wirawan, 2009).

Faktor yang terakhir adalah faktor lingkungan internal organisasi. Pada

faktor ini pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja.

(22)

organisasi, sistem manajemen, budaya organisasi dan kepemimpinan

(Wirawan, 2009).

Dari ketiga jenis faktor tersebut, salah satu faktor yang menarik adalah

faktor lingkungan internal organisasi, khususnya berkaitan dengan faktor

kepemimpinan. Kepemimpinan menarik untuk dibahas karena kepemimpinan

merupakan salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan kinerja

SDM dan keberhasilan organisasi (Sudarmanto, 2009).

Setiap pemimpin dapat berbeda dalam melakukan cara – cara untuk

mempengaruhi orang lain agar menjadi efektif. Kepemimpinan merupakan

seni, karena pendekatan setiap orang dalam memimpin berbeda tergantung

dari karakteristik pemimpin, karakteristik tugas dan karakteristik bawahan

atau karyawan (Sudarmanto, 2009). Hal ini senada dengan studi empirik

dalam buku Hersey dan Blanchard (1986) yang mengemukakan bahwa

kepemimpinan merupakan proses dinamis, yang berbeda dari satu situasi ke

situasi yang lain dengan perubahan pada pemimpin, bawahan, dan situasi.

Dari penelitian Hersey, Likert, Coch dan French di perusahaan luar

negeri (Hersey dan Blanchard, 1986), pencapaian kinerja yang lebih tinggi

dapat terjadi apabila memperhatikan gaya kepemimpinan yang sesuai.

Kesesuaian ditentukan pada kematangan dan budaya tenaga kerja sehingga

semua ini mendukung adanya kepemimpinan situasional.

Adanya kebutuhan akan model kepemimpinan situasional yang

signifikan dalam bidang kepemimpinan telah diakui dalam literatur untuk

(23)

penjelasan-penjelasan diatas semakin merujuk pada ciri khas, keunikan dan pentingnya

kepemimpinan situasional untuk meningkatkan kinerja. Kepemimpinan

situasional dapat diterapkan dalam setiap jenis organisasi baik organisasi

usaha, industri, pemerintahan, militer, atau bahkan keluarga. Konsep

kepemimpinan situasional dapat diterapkan dan ditemukan dalam situasi

apapun, dimanapun selama orang-orang berusaha mempengaruhi perilaku

orang lain (Hersey dan Blanchard, 1986). Hal inilah yang membedakan gaya

kepemimpinan situasional dengan gaya kepemimpinan yang lain.

Gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan yang

berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan dengan

kematangan bawahan dalam kaitannya dengan tugas tertentu (Hersey dan

Blanchard, 1986). Kematangan bawahan terdiri dari 2 bagian, yakni

kematangan pekerjaan (job maturity) dan kematangan psikologis

(psychological maturity). Kematangan pekerjaan terdiri dari dimensi

pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan pengerjaan tugas kerja.

Sedangkan kematangan psikologis terdiri dari kemauan, komitmen dan

motivasi bawahan untuk melakukan tugas (Hersey dan Blanchard, 1986). Di

dalam organisasi terdapat tingkat kematangan bawahan (kematangan

pekerjaan dan psikologis), dimulai dari tingkat yang rendah atau tidak matang

hingga tingkat yang tinggi atau matang. (Hersey dan Blanchard, 1986).

Berdasarkan tingkat kematangan bawahan yang beragam maka perilaku

pemimpin dapat berbeda – beda pula. Ketika menghadapi bawahan yang

(24)

cenderung memberikan pengarahan, bimbingan dan melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan. Sebaliknya, pemimpin dalam

menghadapi bawahan yang matang, sebaiknya lebih mengikutsertakan dan

mendelegasikan tugas yang dibebankan kepada bawahannya (Hersey dan

Blanchard, 1986).

Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat

kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Efektivitas

kepemimpinan seseorang tergantung pada kemampuannya membaca situasi

atau tingkat kematangan anggota sehingga ia dapat menyesuaikan hal tersebut

dengan perilakunya. Dalam buku terjemahan Management of Organizational

Behavior (Hersey dan Blanchard, 1986) tertulis sebagai berikut:

Makin dapat manajer mengadaptasi gaya perilaku

kepemimpinan mereka untuk memenuhi tuntutan situasi tertentu dan kebutuhan pengikut mereka, maka cenderung akan efektif pula mereka dalam upaya mencapai tujuan pribadi dan organisasi.”

Berdasarkan penelitian kepemimpinan situasional yang dilakukan oleh

Gumpert dan Hambleton pada tahun 1974, gaya kepemimpinan yang efektif

akan berdampak positif bagi pemimpin dan bawahan (Hersey dan Blanchard,

1986). Pemimpin akan merasa berhasil karena dapat mempengaruhi bawahan

dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan akan merasa dirinya menjadi

bagian penting bagi perusahaan. Perasaan tersebut bisa jadi membuat bawahan

ikut serta dalam proses pekerjaan dan akan melaksanakannya dengan lebih

baik demi masa depan perusahaan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang tidak

(25)

merasa tidak berhasil mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan

organisasi. Bawahan merasa tidak menjadi bagian penting dari perusahaan,

dan tidak ada semangat dalam bekerja sehingga tidak dapat melaksanakan

pekerjaan dengan baik.

Penelitian lainnya tentang kepemimpinan situasional dilakukan juga oleh

Kuncaraningtyas (2011). Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara performansi karyawan berdasarkan

efektivitas kepemimpinan situasional. Namun dari penelitian Kuncaraningtyas

masih ada beberapa keterbatasan yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan

kualitas penelitian yang lebih baik. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara

lain penyebaran skala tidak diberikan secara langsung kepada subjek sehingga

subjek tidak bisa menanyakan langsung dan mengalami kesulitan dalam

mengisi skala, subjek yakni bawahan menilai sendiri kinerjanya sehingga ada

kemungkinan subjektivitas atau faking, dan asumsi normalitas pada skala

kinerja dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu penelitian ini

bertujuan untuk memperbaiki keterbatasan penelitian sebelumnya dengan

menggunakan subjek penelitian yang berbeda yakni subjek dari karyawan PT.

Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk.

PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk merupakan perusahaan ritel terkemuka

yang melayani lebih dari 2,1 juta pelanggan setiap harinya di hampir 6.037

gerai yang tersebar di Indonesia per Mei 2012. (Marwan, Komunikasi pribadi,

Mei, 2012). Perusahaan ini merupakan perusahaan yang semakin maju dengan

(26)

diiringi dengan penambahan karyawan pramuniaga kasir baru. Kondisi ini

memaksakan pihak internal untuk merotasi karyawan pramuniaga kasir dari

gerai lama ke gerai baru. Keputusan ini dapat berdampak buruk pada kinerja

mereka karena perlu menyesuaikan lagi gaya kepemimpinan atasan yang baru.

Selain itu, kurangnya karyawan pramuniaga kasir pada suatu gerai membuat

konsumen mengeluhkan kinerja mereka karena pelayanan yang lambat dan

kurang memuaskan (Karyawan, komunikasi pribadi, September, 2012).

Penelitian ini penting untuk dilakukan demi pengembangan SDM dan

pencapaian kinerja yang lebih tinggi bagi karyawan PT. Sumber Alfaria

Trijaya Tbk, khususnya Pramuniaga Kasir. Berdasarkan penelitian Hersey,

Likert, Coch dan French di perusahaan luar negeri, pencapaian ini dapat

terjadi apabila memperhatikan gaya kepemimpinan yang sesuai. Kesesuaian

ditentukan pada kematangan dan budaya tenaga kerja sehingga semua ini

mendukung adanya kepemimpinan situasional (Hersey dan Blanchard, 1986).

Hal ini semakin mendukung penelitian ini untuk dilakukan karena

kepemimpinan situasional dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, pokok

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan

(27)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah memberi sumbangan

pemikiran dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi industri organisasi

untuk menjelaskan perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas

kepemimpinan situasional.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis bagi subyek penelitian diharapkan dapat menjadi

umpan balik dan membantu subyek untuk mengevaluasi kinerja mereka.

Sedangkan bagi PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan perusahaan untuk menerapkan dan

mempertahankan gaya kepemimpinan situasional yang efektif demi

(28)

10 BAB II

DASAR TEORI

A. Kinerja Karyawan

1. Definisi Kinerja

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja

yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah job performance. Wirawan

(2009) menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh

fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi

dalam waktu tertentu. Pernyataan itu senada dengan Riggio (2008) yang

menyatakan bahwa kinerja merupakan salah satu keluaran kerja yang

sangat penting. Hal ini disebabkan karena kinerja merupakan variabel

dalam organisasi yang selalu diukur sehingga mendapatkan perhatian dari

organisasi tersebut. Oleh karena itu keberhasilan atau kegagalan organisasi

tergantung pada kinerja setiap karyawan.

Berdasarkan dari berbagai literatur, pengertian tentang kinerja

sangat beragam. Akan tetapi, dari berbagai perbedaan pengertian, dapat

dikategorikan dalam dua pengertian, yaitu dalam konteks hasil dan

perilaku (Sudarmanto, 2009).

a. Pada konteks hasil, Bernardin (2003) menyatakan bahwa kinerja

merupakan catatan hasil yang dihasilkan atas fungsi pekerjaan atau

(29)

tersebut, Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil, bukan karakter

sifat dan perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan

produktivitas dan efektivitas (Richard dalam Sudarmanto, 2009).

b. Pengertian kinerja yang kedua merujuk pada perilaku. Murphy (dalam

Sudarmanto, 2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat

perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi

tempat orang bekerja. Pengertian kinerja sebagai perilaku juga

dikemukakan oleh peneliti lain. Kinerja adalah sesuatu yang secara

aktual orang kerjakan dan dapat diobservasi. Dalam pengertian ini

kinerja mencangkup perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi.

Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu

sendiri (Campbell dalam Sudarmanto, 2009).

Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja

adalah keluaran dari pekerjaan yang dapat berupa hasil atau indikator

perilaku kerja demi pencapaian tujuan organisasi. Maka penelitian ini

menggunakan kinerja dengan pengertian yang merujuk pada indikator

perilaku dan hasil yang terkait dengan efektivitas. Hal ini disebabkan

karena adanya kesesuaian antara pengertian tersebut dengan dimensi skala

kinerja yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Dimensi Kinerja

Dimensi kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran

(30)

kinerja untuk mengetahui apakah kinerja suatu organisasi atau individu

sudah cukup baik. Ada beberapa pandangan mengenai dimensi kerja,

seperti yang dijabarkan berikut ini:

Miner (1988) mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan

sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu:

a. Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.

b. Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan.

c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan, waktu kerja efektif atau jam kerja hilang.

d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

Dari keempat dimensi kinerja tersebut, dua hal terkait dengan

aspek keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu kualitas dan kuantitas.

Sedangkan dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu

dalam kerja (kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama.

Terkait dengan dimensi kualitas, Parasuraman, Zeithaml dan Berry

(dalam Sudarmanto, 2009) mengemukakan ukuran kinerja dalam dimensi

kualitas, sebagai berikut:

a. Kehandalan, yakni mencakup konsistensi kinerja dan kehandalan

dalam pelayanan, akurat, benar dan tepat.

b. Daya tanggap, yaitu keinginan dan kesiapan para pegawai dalam

menyediakan pelayanan dengan tepat waktu.

c. Kompetensi, yaitu keahlian dan pengetahuan dalam memberikan

(31)

d. Akses, yaitu pelayanan yang mudah diakses oleh pengguna layanan.

e. Kesopanan, yaitu mencakup kesopansantunan, rasa hormat, perhatian

dan bersahabat dengan pengguna layanan.

f. Komunikasi, yaitu kemampuan menjelaskan dan menginformasikan

pelayanan kepada pengguna layanan dengan baik dan dapat dipahami

dengan mudah.

g. Kejujuran, yaitu mencakup kejujuran dan dapat dipercaya dalam

memberikan layanan kepada pelanggan.

h. Keamanan, yaitu mencakup bebas dari bahaya, keamanan secara fisik,

risiko, aman secara finansial.

i. Pengetahuan terhadap pelanggan yaitu berusaha mengetahui kebutuhan

pelanggan, belajar dari persyaratan-persyaratan khusus pelanggan.

j. Bukti langsung, meliputi fasilitas fisik, penampilan pegawai, peralatan,

dan perlengkapan pelayanan, fasilitas pelayan.

3. Dimensi Kinerja Pramuniaga Kasir PT. Sumber Alfaria Trijaya (SAT) Tbk

Ada enam dimensi kinerja yang digunakan oleh PT. SAT untuk

menilai kinerja Pramuniaga Kasir. Dimensi tersebut merupakan kumpulan

teori dimensi kinerja yang disesuaikan dengan standar kinerja yang telah

ditetapkan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan pemikiran Bufford

(1988) yang menyatakan bahwa efektifitas standar kinerja seharusnya

dikaitkan dengan hasil yang diinginkan dari masing-masing pekerjaan

(32)

a. Orientasi pelayanan konsumen: mendengar dan memenuhi permintaan

konsumen, memperhatikan kepuasan konsumen, dan inisiatif

memberikan informasi yang membantu konsumen.

b. Inovasi untuk kemajuan lebih baik: mengembangkan cara kerja yang

sudah ada pada umumnya, berusaha mencari cara kerja yang lebih

memudahkan, terbuka dan bersedia menerima gagasan baru yang

bermanfaat.

c. Orientasi pada hasil kerja: bekerja dengan lebih baik dari sebelumnya,

pantang menyerah demi pencapaian standar kinerja, berusaha keras

menyelesaikan tugas dan mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

d. Kerjasama tim: mendukung penuh kebijakan tim, terlibat dalam

memperbaharui barbagai informasi yang berguna bagi tim, mau

terlibat dalam setiap kerja tim, dan mau membantu rekan kerja apabila

pekerjaan sendiri sudah terselesaikan.

e. Integritas dan kredibilitas pribadi: dapat dipercayai, menyampaikan

informasi berdasarkan fakta dan kebenaran, menyelesaikan kewajiban

dan tanggung jawab pribadi, dapat berempati terhadap kenyataan rekan

kerja, dan menghargai kelemahan rekan kerja.

f. Kedisiplinan: sangat disiplin di dalam lingkup lingkungan kerja,

mengikuti tata tertib dan prosedur kerja dan memelihara keteraturan

dan ketertiban dalam bekerja.

Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa dimensi yang digunakan

(33)

lainnya yaitu dimensi kualitas, kerja sama tim dari Miner (1988) dan

dimensi dari Parasuraman (1985) yakni kehandalan, daya tanggap,

kompetensi, kesopanan, komunikasi, kejujuran, dan pengetahuan terhadap

pelanggan. Ke enam dimensi diatas lah yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

4. Evaluasi Kinerja

Wibowo (2008) menyatakan bahwa evaluasi kinerja dilakukan

untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang

diperoleh organisasi, tim atau individu. Menurut Wirawan (2009), tinggi

rendahnya hasil evaluasi kinerja ternilai secara teori menentukan tinggi

rendahnya kinerja organisasi.

Sementara itu, Riggio (2008) memandang evaluasi kinerja sebagai

alat resmi untuk mengukur kinerja pegawai dibandingkan dengan standar

organisasi yang telah ditetapkan. Pendapat lain mengemukakan sebagai

pendekatan penilaian kinerja berdasarkan perilaku menilai atau mengukur

dimensi-dimensi kompetensi yang telah ditetapkan (Grote dalam

Sudarmanto, 2009).

Menurut Sudarmanto (2009), evaluasi kinerja akan menjadi sarana

efektif yang diharapkan akan membawa manfaat kedua belah pihak, baik

karyawan maupun organisasi. Manfaat dari evaluasi kinerja antara lain:

a. Mengukur hasil dan kemajuan yang dicapai dengan membandingkan

(34)

b. Memberi umpan balik kepada karyawan, sejauh mana kinerja selama

ini yang sudah dicapai apabila kurang dapat ditingkatkan.

c. Menjadi informasi yang berharga bagi pihak organisasi dalam

mengambil keputusan yang bisa berupa promosi, pelatihan kompetensi

yang kurang, pengembangan kompetensi yang diatas rata-rata.

Setiap organisasi memiliki karakter dan budaya masing-masing,

model sistem evaluasi kinerja organisasi bisa berbeda satu sama lain.

Survei yang dilakukan oleh Brien N. Smith, Jeffrey S. Hornsby, dan

Roslyn Shirmeyer pada tahun 1996 terhadap 250 manager perusahaan di

Negara-negara bagian barat-tengah Amerika Serikat menyatakan bahwa

33,91% menggunakan model evaluasi esai, 31,76% menggunakan model

Management by Objectives (MBO), 24,03% menggunakan Graphic Rating

Scales, dan 10,30% menggunakan model lainnya (dalam Wirawan, 2009).

Model Graphic Rating Scales merupakan metode evaluasi kinerja

yang menggunakan skala untuk menilai pekerja berdasarkan dimensi

pekerjaannya (Riggio, 2008). Ciri dari model ini adalah dimensi kinerja

karyawan dikemukakan beserta indikator-indikatornya. Dalam model ini

penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi

tanda centang (v) atau silang (x) pada skala. Keunggulan dari model ini

adalah nilai kinerja setiap karyawan dapat dibandingkan dengan rata-rata

nilai seluruh karyawan. Selain itu model ini mudah dipahami oleh penilai

(35)

Dari penjelasan yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa

evaluasi kinerja merupakan proses mengukur kinerja berdasarkan tolak

ukur tertentu yang dinilai dan memberikan umpan balik kepada ternilai

atas kinerja. Evaluasi kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika

pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan

suatu model untuk mengukur kinerja yakni model Graphic Rating Scales

yang mana mengevaluasi kinerja adalah pemimpin bukan bawahan demi

menghindari penilaian diri yang berlebihan atau tidak subjektif dan atas

pertimbangan dari manfaat yang diperoleh dari evaluasi kinerja.

5. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Wirawan (2009), kinerja pegawai merupakan hasil sinergi

dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai

yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh

ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat

pribadi, serta keadaan fisik dan psikologi. Sementara itu, faktor-faktor

yang diperoleh, misalnya: pengetahuan, keterampilan, pengalaman

kerja, dan motivasi kerja.

b. Faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau

situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang

mempengaruhi kinerja pegawai. Misalnya, krisis ekonomi dan

(36)

menurunkan nilai nominal upah dan gaji pegawai, dan selanjutnya

menurunkan daya beli pegawai. Jika inflasi tidak diikuti dengan

kenaikan upah atau gaji pegawai yang sepadan dengan tingkat inflasi,

maka kinerja mereka akan menurun.

c. Faktor yang terakhir adalah faktor lingkungan internal organisasi.

Dalam melaksanakan tugas, pegawai memerlukan dukungan organisasi

tempat ia bekerja. Dukungan tersebut, misalnya penggunaan teknologi

oleh organisasi, strategi organisasi, sistem manajemen, budaya

organisasi dan kepemimpinan.

Hasil sinergi dari ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi

perilaku kerja karyawan yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka.

Namun dari ketiga jenis faktor tersebut, salah satu faktor yang menarik

untuk dikaji dalam penelitian ini adalah faktor kepemimpinan dari

lingkungan internal organisasi. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan

menjadi salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan kinerja

(37)

B. Kepemimpinan Situasional

1. Definisi Kepemimpinan

Menurut Hughes, Ginnet, dan Curphy (2002) kepemimpinan

adalah tugas pemimpin untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif

untuk bawahan. Sementara itu, Roach and Behling memandang

kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok kerja untuk

mencapai beberapa tujuan yang diinginkan (dalam Hughes et al, 2002).

Koontz dan O’Donnelle (dalam Soekarso, Sosro, Putung, dan Hidayat,

2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi

bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan

semangat keyakinan. Hersey dan Blanchard (dalam Soekarso et al, 2010)

mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi

kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan

dalam situasi tertentu. Dengan demikian, keberadaan kepemimpinan

menjadi bagian terpenting dalam pengembangan organisasi di masa depan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka kepemimpinan dapat

diartikan sebagai sikap pemimpin dalam menciptakan kondisi dan

mempengaruhi individu atau kelompok. Kondisi yang efektif dapat

membantu pemimpin mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok

untuk menyelesaikan pekerjaan mereka demi pencapaian tujuan yang

(38)

2. Definisi Kepemimpinan Situasional

Hersey dan Blanchard (1986) menyatakan bahwa adanya

kebutuhan akan model situasional yang signifikan dalam bidang

kepemimpinan telah diakui dalam literatur untuk beberapa waktu lamanya.

Menurut mereka, kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan

antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan

pemimpin; kadar dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang

disediakan pemimpin; dan level kesiapanatau kematangan (maturity) yang

diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan

tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang-orang yang

melakukan proses kepemimpinan, tanpa mempersoalkan peranan mereka,

agar lebih efektif dalam hubungan mereka sehari-hari dengan orang lain.

Konsep ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif

dengan level kematangan para bawahan, bagi para pemimpin.

3. Efektivitas Kepemimpinan Situasional

Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat

kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Hersey

dan Blanchard (1986) mengemukakan gaya kepemimpinan yang paling

efektif bervariasi sesuai dengan tingkat kematangan bawahan sebagai

(39)

Tabel. 1

Efektivitas Kepemimpinan Situasional (Sumber Hersey and Blanchard, 1986)

Gaya Pemimpin

Gaya Kepemimpinan Situasional

Delegating: Tinggi Sedang Rendah

Karakter Situasional Bawahan

Berdasarkan tabel. 1, efektivitas kepemimpinan seseorang

tergantung pada kemampuannya melihat kematangan bawahan sehingga ia

dapat menyesuaikan hal tersebut dengan perilaku memimpinnya. Perilaku

memimpin berupa perilaku tugas dan hubungan. Sedangkan kematangan

berupa kematangan pekerjaan dan psikologis. Bila kematangan bawahan

berada pada kategori rendah yakni M1 maka perilaku memimpin yang

sesuai adalah perilaku Telling (S1). Bilamana kematangan bawahan berada

pada kategori sedang yakni M2 maka perilaku memimpin yang sesuai

adalah Selling (S2). Bilamana kematangan bawahan berada pada kategori

sedang yakni M3 maka perilaku memimpin yang sesuai adalah

Participating (S3). Bilamana kematangan bawahan berada pada kategori

tinggi yakni M4 maka perilaku memimpin yang sesuai adalah Delegating

(40)

Efektivitas kepemimpinan situasional dalam penelitian ini adalah

kesesuaian perilaku pemimpin dengan tingkat kematangan bawahan. Pada

proses pelaksanaan, pemimpin harus mampu menyesuaikan perilaku tugas

dan hubungannya dengan kematangan pekerjaan dan psikologis bawahan.

Menurut Hersey dan Blanchard (1986) kematangan bawahan dan perilaku

pemimpin terdiri dari beberapa dimensi antara lain:

a. Kematangan bawahan

Kematangan bawahan terdiri dari kematangan pekerjaan dan

kematangan psikologis. Kematangan pekerjaan adalah kemampuan

untuk melakukan sesuatu. Kematangan ini terdiri dari tiga dimensi

yakni pengalaman kerja (memiliki pengalaman kerja yang relevan),

pengetahuan kerja (memiliki pengetahuan kerja yang diperlukan), dan

pemahaman akan syarat pekerjaan (paham yang perlu dilakukan).

Sedangkan kematangan psikologis adalah kesiapan untuk melakukan

sesuatu. Kematangan ini terdiri dari tiga dimensi yakni kemauan

memikul tanggung jawab, motivasi berprestasi, dan komitmen.

b. Perilaku pemimpin

Perilaku pemimpin terdiri dari perilaku tugas dan perilaku hubungan.

Perilaku tugas adalah sejauhmana pemimpin menyediakan arahan

kepada bawahan. Perilaku ini terdiri dari lima dimensi yakni

penyusunan tujuan (sejauh mana pemimpin menetapkan tujuan yang

(41)

mengorganisasikan situasi kerja bagi bawahan), menetapkan batas

waktu (sejauh mana pemimpin menetapkan batas waktu bagi

bawahan), pengarahan (sejauh mana pemimpin mengarahkan tugas

secara spesifik pada bawahan) dan pengendalian (sejauh mana

pemimpin meminta laporan regular tentang kemajuan pelaksanaan

kerja). Sedangkan perilaku hubungan adalah sejauhmana pemimpin

melakukan hubungan dua arah dengan bawahan. Perilaku ini terdiri

dari lima dimensi yakni memberikan dukungan (sejauh mana

pemimpin memberikan dukungan dan dorongan kepada bawahan),

mengkomunikasikan (sejauh mana pemimpin memberikan penjelasan

kepada bawahan mengenai keputusan yang diambil), memudahkan

interaksi (sejauh mana pemimpin memberikan kemudahan interaksi

atau diskusi), aktif menyimak (sejauh mana pemimpina menyimak

pendapat dan kesusahan bawahan) dan memberikan balikan (sejauh

(42)

C. Dinamika Perbedaan Kinerja Karyawan Berdasarkan Efektivitas

Kepemimpinan Situasional

Soekarso et al, (2010) memahami bahwa pada dasarnya kepemimpinan

menggerakkan, memberdayakan, dan mengarahkan sumber daya secara efektif

dan efisien kearah pencapaian tujuan. Keberadaan kepemimpinan menjadi

bagian terpenting dalam pengembangan organisasi di masa depan.

Hersey and Blanchard (1986) menyatakan bahwa adanya kebutuhan

akan model situasional yang signifikan dalam bidang kepemimpinan telah

diakui dalam literatur untuk beberapa waktu lamanya. Menurut mereka,

kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan

dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; kadar dukungan

sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan level

kesiapan atau kematangan (maturity) yang diperlihatkan pengikut dalam

pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu.

Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat

kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Efektivitas

kepemimpinan seseorang tergantung pada kemampuannya melihat

kematangan pekerjaan dan psikologis anggota sehingga ia dapat

menyesuaikan hal tersebut dengan perilaku tugas dan hubungan nya (Hersey

and Blanchard, 1986).

Gaya kepemimpinan yang tidak efektif berdampak negatif bagi

pemimpin dan bawahan. Pemimpin merasa tidak berhasil mempengaruhi

(43)

bagian penting dari perusahaan, dan tidak ada semangat dalam bekerja

sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Sedangkan gaya

kepemimpinan yang efektif akan berdampak positif bagi pemimpin dan

bawahan. Pemimpin akan merasa berhasil karena dapat mempengaruhi

bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan akan merasa dirinya

menjadi bagian penting bagi perusahaan. Perasaan tersebut bisa jadi membuat

bawahan ikut serta dalam proses pekerjaan dan akan berkerja dengan lebih

baik demi masa depan perusahaan dan terciptalah kinerja yang lebih tinggi

pula.

Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang memiliki sumber daya

manusia yang berkualitas, yaitu SDM dengan kinerja yang baik (Sudarmanto,

2009). Pernyataan ini senada dengan Riggio (2008) yang menyatakan

kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi tergantung pada kinerja setiap

karyawan. Dengan kinerja yang lebih baik maka tercapailah tujuan organisasi

karena kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan

organisasi atau unit organisasi tempat orang bekerja (Murphy dalam

(44)

Bagan. 1

Skema Perbedaan Kinerja

Berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai

berikut: terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan

situasional. Apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara

efektif oleh karyawan maka kinerja karyawan akan lebih tinggi. Sebaliknya

apabila gaya kepemimpinan situasional dipersepsikan secara tidak efektif oleh

karyawan maka kinerja karyawan akan lebih rendah. Kepemimpinan

Kepemimpinan Situasional Kepemimpinan

Situasional yang efektif.

Perilaku tugas dan perilaku hubungan

Situasional yang tidak efektif.

Perilaku tugas dan perilaku hubungan tidak sesuai dengan kematangan pekerjaan dan psikologis

karyawan.

• Karyawan merasa dirinya menjadi bagian penting bagi perusahaan.

• Ada semangat bekerja.

• Karyawan merasa dirinya tidak menjadi bagian penting bagi perusahaan.

• Tidak ada semangat bekerja.

(45)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang mendasarkan pada

analisis data yang bersifat statistik sebagai bagian untuk mendapatkan

jawaban terhadap rumusan masalah yang diangkat sebagai topik penelitian.

Penelitian ini juga merupakan penelitian komparatif menggunakan uji beda

Independent Sample T-Test, yaitu penelitian yang berusaha untuk

membandingkan mean dua sampel (Santoso, 2010).

B. Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (X) adalah efektivitas kepemimpinan situasional.

2. Variabel tergantung (Y) adalah kinerja karyawan.

C. Definifi Operasional

1. Efektivitas Kepemimpinan Situasional

Efektivitas kepemimpinan situasional adalah kesesuaian perilaku

Kepala Toko, Asisten Kepala Toko atau Merchadiser (pemimpin atau

(46)

Pramuniaga atau Kasir (bawahan), yang mana pelaksanaannya

membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan

kondisi bawahan. Efektivitas diperoleh melalui adanya kesesuaian antara

kematangan pekerjaan dan psikologis karyawan dengan perilaku tugas dan

hubungan pemimpin. Efektivitas kepemimpinan diukur dengan

menggunakan skala kematangan pekerjaan dan psikologis yang akan

diberikan dan dinilai berdasarkan persepsi dari pemimpin, serta skala

perilaku tugas dan skala perilaku hubungan yang akan diberikan dan

dinilai berdasarkan persepsi dari bawahan. Apabila antara perilaku tugas,

perilaku hubungan pemimpin yang dipersepsikan oleh bawahan dan

kematangan bawahan yang dipersepsikan oleh pemimpin sesuai maka

dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Toko, Asisten Kepala

Toko atau Merchadiser adalah efektif. Jika perilaku tugas, perilaku

hubungan pemimpin yang dipersepsikan oleh bawahan dan kematangan

bawahan yang dipersepsikan oleh pemimpin tidak sesuai maka dapat

dikatakan gaya kepemimpinan tidak efektif.

2. Kinerja Karyawan

Kinerja adalah keluaran dari pekerjaan yang dapat berupa hasil

atau indikator perilaku kerja Pramuniaga atau Kasir demi pencapaian

tujuan organisasi. Salah satu skala yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala kinerja dengan beberapa dimensi, antara lain adalah dimensi

(47)

Tim, Integritas dan Kredibilitas Pribadi, dan Kedisiplinan. Untuk

mengetahui tingkat kinerja Pramuniaga Kasir akan digunakan jumlah skor

dari Skala Kinerja Alfamart. Kinerja Pramuniaga Kasir dinilai berdasarkan

persepsi dari Kepala Toko atau pemimpin yang ada pada saat itu bukan

dari diri sendiri karena untuk menghindari penilaian diri yang berlebihan

atau tidak subjektif dan atas pertimbangan dari manfaat yang diperoleh

dari evaluasi kinerja yakni promosi, pelatihan kompetensi yang kurang

atau pengembangan kompetensi yang diatas rata-rata. Semakin tinggi skor

yang dihasilkan seorang Pramuniaga atau Kasir dalam Skala ini, semakin

tinggi pula kinerjanya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dihasilkan

seorang Pramuniaga atau Kasir dalam Skala Kinerja, maka semakin

rendah pula kinerja Pramuniaga atau Kasir tersebut.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah karyawan PT.

Sumber Alfaria Trijaya Tbk dengan jabatan pramuniaga dan kasir pada cabang

Cileungsi 1 dan 2. Untuk mendapatkan sampel, digunakan teknik convenience

sampling. Pada teknik tersebut, sekelompok subjek dipilih berdasarkan

aksesbilitas dari tempat pengambilan data (McMillan and Schumacher, 2006).

E. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala merupakan

(48)

pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkap atribut yang

hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang

bersangkutan (Azwar, 2012). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

1. Skala Efektivitas Kepemimpinan Situasional

a. Skala kematangan pekerjaan dan psikologis

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis yang digunakan

merupakan skala dari teori Hersey dan Blanchard (1986). Skala

tersebut mengukur kemampuan sebagai “kematangan pekerjaan” dan

kemauan sebagai “kamatangan psikologis” dengan menggunakan

enam dimensi yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun

skala Pekerjaan dan Psikologis yang akan digunakan dalam penelitian

ini. Blueprint dicantumkan dalam tabel. 2 berikut ini:

Tabel. 2 Blue Print

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis

No Kematangan

karyawan Dimensi

Jumlah aitem

1 Kematangan pekerjaan

Pengalaman kerja 1 Pengetahuan kerja 1 Pemahaman akan syarat pekerjaan 1

2 Kematangan psikologis

Kemauan untuk memikul

tanggungjawab 1 Motivasi berprestasi 1

Komitmen 1

(49)

b. Skala perilaku tugas

Skala Perilaku Tugas yang digunakan merupakan skala dari

teori Hersey dan Blanchard (1986). Skala tersebut mengukur dimensi

dari Perilaku Tugas dengan menggunakan lima dimensi yang

kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala

kepemimpinan situasional. Blue print dicantumkan dalam tabel. 3

berikut ini:

Tabel. 3 Blue Print Skala Perilaku Tugas

c. Skala perilaku hubungan

Skala Perilaku Hubungan yang digunakan merupakan skala

yang disusun penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard

(1986). Skala tersebut mengukur dimensi dari Perilaku Hubungan

dengan menggunakan lima dimensi yang kemudian menjadi dasar

penulis untuk menyusun skala kepemimpinan situasional. Blue print

dicantumkan dalam tabel. 4 berikut ini:

No Dimensi perilaku tugas Jumlah aitem 1 Penyusunan tujuan 1 2 Pengorganisasian 1 3 Menetapkan batas waktu 1 4 Pengarahan 1 5 Pengendalian 1

(50)

Tabel. 4 Blue Print

Skala Perilaku Hubungan

No Dimensi perilaku hubungan Jumlah aitem 1 Memberikan dukungan 1 2 Mengkomunikasikan 1 3 Memudahkan interaksi 1 4 Aktif menyimak 1 5 Memberikan balikan 1

Total 5

d. Perolehan skor efektivitas kepemimpinan situasional

1) Perilaku pemimpin

Gaya kepemimpinan dapat diketahui dengan menentukan

skor perilaku tugas dan skor perilaku hubungan (S) melalui

grafik yang memuat kategori-kategori gaya kepemimpinan yang

sesuai yaitu S1 yaitu Telling, pemimpin memberitahukan kepada

bawahan, menerapkan perilaku tugas yang tinggi dan rendah

hubungan antara bawahan dan pimpinan. S2 yaitu Selling,

pemimpin menjajakan atau memberikan arahan kepada bawahan

dengan menerapkan jenis perilaku tugas yang tinggi dan juga

hubungan yang tinggi. S3 yaitu Participating, pemimpin

mengikutsertakan karyawan dan menerapkan perilaku hubungan

yang tinggi serta rendahnya tugas. Sedangkan S4, disini

pemimpin menerapkan sistem delegating dengan adanya perilaku

(51)

Kemudian membuat rentang kategori (5-40) dalam tabel

yang dibagi menjadi 4 area, setelah itu menghitung

masing-masing skor total perilaku hubungan dan skor total perilaku

tugas, dari hasil skor masing-masing tersebut akan nampak pada

gambar grafik mengenai gaya kepemimpinan yang sesuai ada

pada kategori S1, S2, S3 atau S4.

Gambar. 1

Kesesuaian Perilaku Tugas dan Hubungan

2) Kematangan karyawan

Menentukan skor kematangan karyawan dengan cara

membuat peringkat kategori pada skala kematangan pekerjaan

dan psikologis (M) dengan membuat rentang kategori (6-48)

dalam tabel yang dibagi menjadi 4 kolom dan dibuat kategori

tinggi, sedang dan rendah. Untuk kategori tinggi M4 memiliki

skor (40-48) yaitu karyawan mampu atau kompeten dan mau atau

(52)

skor (28-39) karyawan mampu tetapi tidak mau atau tidak yakin

dan kategori sedang namun cenderung rendah M2 memiliki skor

(16-27) karyawan tidak mampu tetapi mau atau yakin, kategori

rendah M1 memiliki skor (6-15) karyawan tidak mampu dan

tidak mau atau tidak yakin. Kemudian respon dari

masing-masing subjek di skor total dan dilihat atau disesuaikan respon

subjek ada di kategori M1, M2, M3 atau M4.

Tabel. 5

Level Kematangan Karyawan

Tinggi Sedang Rendah Kematangan M4 M3 M2 M1

Subjek 16 75 9 0

3) Efektivitas kepemimpinan situasional

Efektivitas kepemimpinan situasional dilihat dari

kesesuaian perilaku pemimpin yakni perilaku tugas dan perilaku

hubungan dengan kematangan bawahan yakni kematangan

pekerjaan dan psikologis. Jika kategori skor kematangan

bawahan sesuai dengan kuadran pada skala perilaku tugas dan

hubungan maka skor efektivitas kepemimpinan situasional

adalah 1. Sedangkan bila kategori skor kematangan karyawan

tidak sesuai dengan kuadaran pada skala perilaku tugas dan

hubungan maka skor efektivitas kepemimpinan situasional

(53)

Tabel. 6

Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Level Kematangan

Level kematangan Gaya yang Sesuai M1

Rendah

Tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin

S1

Memberitahukan Perilaku tinggi tugas dan

rendah hubungan M2

Rendah ke sedang Tidak mampu tetapi mau atau

Yakin

S2 Menjajakan

Perilaku tinggi tugas dan tinggi hubungan

M3 Sedang ke tinggi Mampu tetapi tidak mau atau

tidak yakin

S3

Mengikutsertakan Perilaku tinggi hubungan dan

rendah tugas

Perilaku rendah hubungan dan rendah tugas

2. Skala Kinerja

Skala kinerja menggunakan dimensi alat ukur kinerja dari tempat

pengambilan data yang didasarkan pada dimensi Orientasi Pelayanan

Konsumen, Inovasi, Orientasi Hasil Kerja, Kerjasama Tim, Integritas dan

Kredibilitas Pribadi, dan Kedisiplinan. Skala ini mengukur kinerja

karyawan.

Skala kinerja menggunakan model Graphic Rating Scales. Skala

tersebut mendasarkan pada masing-masing aitem pernyataan yang

memiliki empat alternatif jawaban dengan masing-masing alternatif

jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda yaitu; Sangat kurang

(54)

yang diharapkan (3), Sangat melebihi dari yang diharapkan (4). Blue print

dicantumkan dalam tabel. 7 berikut ini:

Tabel. 7 Blue Print Skala Kinerja

No Dimensi Jumlah aitem 1 Orientasi pelayanan

konsumen

4

2 Inovasi 4 3 Orientasi hasil kerja 4 4 Kerjasama tim 4 5 Integritas dan kredibilitas

pribadi

5

6 Kedisiplinan 4 Total 25

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menyangkut

tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi (content) dari area yang

dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional

terhadap isi tes (professional judgement) yang diperoleh dengan cara

mengkonsultasikan aitem yang telah disusun kepada ahli yaitu dosen

pembimbing, dengan tujuan supaya aitem-aitem yang disusun mencakup

keseluruhan isi objek yang hendak diukur sehingga alat tes tersebut

(55)

2. Seleksi Aitem

Kualitas suatu tes sangat ditentukan oleh kualitas aitem-aitemnya

maka penting bagi peneliti untuk melakukan seleksi aitem. Seleksi aitem

dilakukan dengan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem

yaitu, berdasarkan daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi aitem

adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang

memilki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2011)

Pengujian daya diskriminasi aitem akan menghasilkan koefisien

korelasi aitem-total (rix) yang dikenal dengan istilah parameter daya beda

aitem. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi aitem total ≥ 0,30

daya bedanya dianggap memuaskan (Azwar,2011).

a. Skala kinerja

Tabel. 8 Blue Print

Skala Kinerja Setelah Uji Coba

No Dimensi Jumlah aitem 1 Orientasi pelayanan

konsumen

4

2 Inovasi 4 3 Orientasi hasil kerja 4 4 Kerjasama tim 4 5 Integritas dan kredibilitas

pribadi

5

6 Kedisiplinan 4 Total 25

Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total

pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang

(56)

b. Skala kematangan

Tabel. 9 Blue Print

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis Setelah Uji Coba

No Kematangan

karyawan Dimensi

Jumlah aitem

1 Kematangan pekerjaan

Pengalaman kerja 1 Pengetahuan kerja 1 Pemahaman akan syarat pekerjaan 1

2 Kematangan psikologis

Kemauan untuk memikul

tanggungjawab 1 Motivasi berprestasi 1

Komitmen 1

Total 6

Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total

pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang

gugur.

c. Skala perilaku tugas

Tabel. 10 Blue Print

Skala Perilaku Tugas Setelah Uji Coba

No Dimensi perilaku tugas Jumlah aitem 1 Penyusunan tujuan 1 2 Pengorganisasian 1 3 Menetapkan batas waktu 1

4 Pengarahan 1

5 Pengendalian 1

(57)

Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total

pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang

gugur.

d. Skala perilaku hubungan

Tabel. 11 Blue Print

Skala Perilaku Hubungan Setelah Uji Coba

No Dimensi perilaku hubungan Jumlah aitem 1 Memberikan dukungan 1 2 Mengkomunikasikan 1 3 Memudahkan interaksi 1 4 Aktif menyimak 1 5 Memberikan balikan 1

Total 5

Setelah diuji coba ditemukan bahwa koefisien korelasi aitem total

pada masing masing aitem diatas 0.30. Maka tidak ada aitem yang

gugur.

3. Reliabilitas

Reliabilitas tes adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara emprik ditunjukkan oleh

suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Besarnya reliabilitas

berkisar antara 0 sampai 1,00. Reliabilitas dianggap sempurna bila

mendekati 0.9. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

(58)

reliabiltas untuk skala kinerja sebesar 0.913 dan skala kematangan sebesar

0.846. Sedangkan koefisien reliabilitas untuk skala perilaku tugas sebesar

0.942 dan skala perilaku hubungan sebesar 0.903.

G. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan dengan

teknik uji Independent Sample T-Test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi

yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji

homogenitas ini merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan uji

Independent Sample T-Test (Santoso, 2010).

a. Uji normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengecek

apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal

(Santoso, 2010). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan

Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS versi 20. Jika

nilai p lebih besar daripada 0,05 maka data yang diperoleh memiliki

(59)

b. Uji homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah

beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan

sebagai prasyarat dalam analisis Independent Samples T-Test. Sebagai

kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka

dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data

adalah sama (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Independent Sample T-Test digunakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak

berhubungan (Santoso, 2010). Dalam analisis data penelitian

(60)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Penelitian diawali dengan melakukan tryout. Tryout dilakukan pada

tanggal 16 - 28 September 2011. Pengambilan data dilakukan di toko – toko

cabang Cileungsi 1 dan 2. Pada cabang Cileungsi 1 sebanyak 8 toko.

Sedangkan pada cabang Cileungsi 2 sebanyak 5 toko. Subjek tryout sebanyak

50 subjek. Pada tanggal 29 September 2012 peneliti memulai penelitian.

Peneliti mengambil data di 13 toko Alfamart yang berada pada cabang

Cileungsi 1 dan 11 toko Alfamart pada cabang Cileungsi 2. Subjek penelitian

sebanyak 100 subjek.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pada tanggal 3 Agustus 2012 peneliti meminta surat ijin penelitian

kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

ditandatangani oleh Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal

03 September 2012 surat tersebut diserahkan ke Kantor Human Capital PT.

(61)

Pada tanggal 29 September 2012 peneliti memulai penelitian. Peneliti

mengambil data di 13 toko Alfamart yang berada pada cabang Cileungsi 1 dan

11 toko Alfamart pada cabang Cileungsi 2. Subjek penelitian sebanyak 100

subjek. Dalam pengambilan data, peneliti di temani oleh Area Coordinator.

Peneliti memanggil subjek satu per satu agar tidak mengganggu pekerjaan

mereka demi melayani costumer. Skala pemimpin yang teridiri dari skala

kinerja dan skala kematangan pekerjaan dan psikologis di berikan dan dinilai

oleh pejabat toko tersebut. Pejabat toko terdiri dari Merchandiser, Asisten

Kepala Toko hingga Kepala Toko. Dalam proses pengambilan data, pejabat

yang memiliki jabatan tertinggi yang ada di toko saat itu di minta untuk

mengisi skala pemimpin. Sedangkan untuk skala anggota yang terdiri dari

skala perilaku tugas dan perilaku hubungan diberikan dan dinilai oleh

Pramuniaga dan Kasir. Peneliti menjelaskan kepada pengisi skala mengenai

penelitian yang hendak dilakukan serta cara pengisian skala. Kendala yang

dihadapi dalam pengambilan data adalah kesibukan yang dialami oleh

pramuniaga dan kasir dalam melayani customer. Peneliti harus menunggu

subjek melayani terlebih dahulu customer sebelum mengisi skala, sehingga

cukup menyita banyak waktu.

C. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah karyawan Pramuniaga dan Kasir PT

Sumber Alfaria Trijaya Tbk yaitu toko-toko cabang Cileungsi 1 dan 2

(62)

orang dan toko di cabang Cileungsi 2 sebanyak 11 toko dengan 68 orang.

Deskripsi umum tentang subjek berdasarkan jenis kelamin dan lama berkerja

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 12

Deskripsi Subjek Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah

• Laki – laki 46

• Perempuan 54 Lama Bekerja

• <12 thn 94

• 1 – 2 thn 6

D. Hasil Penelitian

Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti harus melakukan uji asumsi. Uji

asumsi terdiri dari uji normalitas sebaran dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian

berasal dari populasi yang seberannya normal (Santoso, 2010). Dalam uji

normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada program SPSS

20 dengan hasil sebagai berikut, untuk skala kinerja diketahui K-S sebesar

1.126 dengan p sebesar 0.158. Hal ini menunjukkan variabel kinerja

mempunyai sebaran normal karena p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05).

Untuk skala kematangan diketahui K-S sebesar 0.61 dengan p sebesar

0.851. Hal ini menunjukkan variabel kematangan memiliki sebaran normal

karena p lebih besar dari 0.05 (p >0.05). Skala perilaku tugas diketahui

Gambar

Tabel. 1 Efektivitas Kepemimpinan Situasional
Tabel. 2 Blue Print
Tabel. 3 Blue Print
Tabel. 4 Blue Print
+7

Referensi

Dokumen terkait

Posisi pengelolaan sanitasi komponen air limbah domestik Kota Padang Panjang berada pada kuadran II, pada sumbu -12, 2 (-12 merupakan selisih skor kekuatan dan kelemahan

Informasi yang menerpa seseorang juga dapat berasal dari komunikasi yang dilakukan seorang individu dengan individu lainnya. Komunikasi interpersonal yang mengandung informasi

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Thalib (2013), terletak pada objek penelitian ini yaitu masyarakat kabupaten Gorontalo yang menjadi nasabah

Adapun pengertian yang dikandung dalam kata “khusus” adalah: ism tersebut telah diketahui secara pasti/tertentu atau tidak lagi menimbulkan pertanyaan “…

Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh guru dan orang tua dalam pembinaan akhlak peserta didik pada SD Muhammadiyah Kab. Banteng adalah orang tua

Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana sebenarnya struktur pasar jasa penyelenggaraan akses internet di Indonesia dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara hormon testosteron darah dengan kadar kalsium ranggah muda rusa Timor sebesar 0,825 dan hubungan negatif

Data historis diambil 6 tahun ke belakang tiap lokasi yang ada di kabupaten Jember dengan 6 variabel masukan yaitu Populasi Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Pelanggan