• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan pelaksanaan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring Santo Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong Keuskupan Purwokerto - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Upaya meningkatkan pelaksanaan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring Santo Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong Keuskupan Purwokerto - USD Repository"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI KRING SANTO YOHANES PAROKI SANTO MIKAEL GOMBONG

KEUSKUPAN PURWOKERTO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Theresia Ria Noviana NIM: 041124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk yang tercinta

Ayahku (Fabianus Suparman), Ibuku (Lidya Maryasih),

Kakakku (F.X Yoga Yuana, S.Pd, Yulius Dedi Respiadi, AMK, dan

Yohana Nely Damayanti, S.Psi).

Suamiku (Widaryanto, S.Pd), Anakku (Ch. Zerry Enggank Pratama)

dan Bapak-Ibu Kring Santo Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong

(5)

v

MOTTO

”Dia memberi kekuatan kepada yang lemah dan menambah semangat kepada

yang tidak berdaya”.

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga di Kring Santo Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong Keuskupan Purwokerto”. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan pelaksanaan pendidikan iman anak di Kring St. Yohanes, Paroki St. Mikael Gombong, Keuskupan Purwokerto. Pada kenyataannya, peranan orang tua dalam pendidikan iman anak masih belum terlaksana dengan baik. Para orang tua masih sering mengabaikan pendidikan iman anak karena harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Di samping itu, orang tua lebih mempercayakan pendidikan iman anak kepada guru di sekolah dan pembina yang menangani anaknya. Berkaitan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan iman anak, penulis sangat tertarik untuk menulis skripsi ini supaya dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua dan sekaligus dapat memberi semangat kepada orang tua di dalam meningkatkan dan memberikan perhatian pada pendidikan iman anak. Peran orang tua di dalam pendidikan iman anak perlu terus menerus ditingkatkan agar anak semakin bertumbuh dan berkembang dalam iman.

Persoalan skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring St. Yohanes, Paroki St. Mikael Gombong, Keuskupan Purwokerto. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu, penulis mengadakan studi pustaka dan penelitian lapangan. Studi pustaka yang dilakukan untuk mengetahui pandangan Gereja tentang keluarga, anak dan perkembangan imannya, dasar tugas dan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan iman anak, serta permasalahan yang dihadapi orang tua dalam membantu perkembangan iman anak di dalam keluarga. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peranan orang tua yang ada di Kring St Yohanes dalam melaksanakan pendidikan iman anak dalam keluarga. Penelitian lapangan ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner untuk mengumpulkan data di lapangan.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis entitles “An Effort to Improve the Role of Parents in Faith Education for Children in Families of Saint John District of Saint Michael Parish Gombong, Purwokerto Diocese”. The writer chose this title based on her concerns about the practice of faith education of children in St. John District of Saint Michael Parish Gombong, Purwokerto Diocese. In fact, the role of parents in the faith education of children is still not performing well. The parents often ignore the faith education of children because they have to meet the economic needs of the family. In addition, parents entrust faith education of child to schools and their teachers. With regard to the important role of parents in the faith education of children, the writer is very interested in writing this essay in order to contribute ideas to parents and to encourage parents in improving education and giving attention to the children faith. The role of parents in faith education of children needs to be constantly upgraded so that more children grow and develop in faith.

The problem of this thesis is how to increase the role of parents in faith education of children in families at St. John District of Saint Michael Parish Gombong, Purwokerto Diocese. To respond this problem, we need accurate data. Therefore, the conducted a literature study and field research. Literature study is conducted to know the church’s view on family, children and faith development, the basic duties and responsibilities of parents in the faith education of children, as well as the problems faced by parents of children in foster faith in their family. While the field research is conducted to know the role of parents in St. John District in implementing faith education of children in the family. This field research used the type of quantitative research by distributing a questionnaire to collect data in the field.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa karena atas rahmat

dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” UPAYA

MENINGKATKAN PELAKSANAAN PERANAN ORANG TUA DALAM

PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI KRING SANTO

YOHANES PAROKI SANTO MIKAEL GOMBONG KEUSKUPAN

PURWOKERTO.”. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua

pihak yang telah mendukung penulis, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan limpah

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum, selaku dosen pembimbing utama

yang dengan kerelaan dan kesadaran mendampingi, memberi masukan serta

mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini dari awal hingga selesai.

2. FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku penguji II sekaligus sebagai dosen

pembimbing akademik yang dengan setulus hatinya membimbing, memberi

perhatian, dan memberi dukungan kepada penulis.

3. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ, selaku penguji III yang memberi semangat dan

kegembiraan dan meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan

masukan berkaitan dengan isi skripsi ini.

4. Para dosen dan Staf karyawan IPPAK yang telah memberikan dukungan

(11)

xi

5. Romo Paroki St. Mikael Gombong dan Ketua Kring St. Yohanes yang telah

memberikan tempat dan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan

penelitian, serta dukungan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Bapak-Ibu di Kring St. Yohanes yang memberikan dukungan kepada penulis

dengan bersedia mengisi kuesioner yang disebarkan.

7. Ayahku Fabianus Suparman dan Lidya Maryasih serta kakakku FX. Yoga

Yuwana, S.Pd., Yulius Dedi Respiadi, AMK, Yohana Nely Damayanti,

S.Psi., dan sanak saudara yang tercinta, yang selalu menyemangati dan

membiayai penulis selama studi di IPPAK.

8. Mertuaku Anes Ronseng, Ibuku Sunartiyah, dan adik iparku Supriyono,

Ratnawati, dan Indra Septiawan, atas doa dan dukungannya sehingga

terselesaikannya skripsi ini.

9. Spesial buat yang tercinta, Widaryanto, S.Pd yang selalu berada disampingku

saat aku membutuhkan seseorang untuk berbagi, baik suka maupun duka.

Terima kasih atas kesabaran, kasih dan sayang yang telah papi berikan.

10. Untuk buah hatiku, Ch. Zerry Enggank Pratama yang membuat hari-hariku

menjadi lebih indah dan penuh semangat.

11. Sahabatku Elsa, Agustina, Aci, Dede, Lapin, Kentung, Maria, Eka, Mba Lia,

Ratri, Agnes, Agata, Sr. Yeni, FDCC., yang selalu memberikan semangat dan

masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman seangkatan 2004-2006 yang telah meneguhkan, dan memberi

(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI DALAM KELUARGA... 9

A. Keluarga sebagai Tempat Pendidikan Iman... 9

1. Pandangan Gereja tentang Keluarga ... 9

2. Pentingnya Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga ... 12

3. Tujuan Pendidikan Iman dalam Keluarga adalah Kedewasaan Iman ... 14

B. Anak dan Perkembangan Imannya ... 15

(14)

xiv

a. Tahap Usia 0 sampai 2 Tahun ... 16

b. Tahap Usia 2 sampai 6 Tahun ... 16

c. Tahap Usia 6 sampai 11 Tahun ... 17

2. Upaya Membantu Perkembangan Iman Anak ... 18

a. Pemberian Teladan Hidup ... 18

b. Mengusahakan Suasana Kasih di Rumah ... 19

c. Pengajaran Tentang Iman ... 19

d. Menciptakan Kebiasaan Kehidupan Sehari-hari ... 20

e. Doa Bersama Sekeluarga ... 20

f. Mengarahkan Anak Untuk Bergabung Ke Dalam Gereja... 21

C. Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak ... 21

1. Dasar Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak ... 22

2. Orang Tua sebagai Teladan ... 24

3. Orang Tua sebagai Pendidik ... 25

4. Orang Tua sebagai Saksi Iman ... 26

D. Permasalahan Yang Dihadapi Orang Tua Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak Di dalam Keluarga ... 27

1. Kurangnya Keluarga dipahami sebagai Sekolah Iman ... 28

2. Kurangnya Pengetahuan akan Perkembangan Iman Anak ... 29

3. Kurangnya Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak .. 30

4. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua akan Imannya ... 31

5. Kurangnya Perhatian dan Persatuan diantara Anggota Keluarga.. 32

BAB III. PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA DI KRING SANTO YOHANES PAROKI SANTO MIKAEL GOMBONG ... 34

A. Gambaran Umum Kring Santo Yohanes ... 34

1. Letak Geografis Kring St. Yohanes ... 34

2. Jumlah dan Situasi Umat di Kring St. Yohanes ... 35

3. Kegiatan-Kegiatan Yang Ada di Kring St. Yohanes ... 36

a. Kegiatan Rutin ... 36

(15)

xv

4. Gambaran Singkat Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak dalam

Keluarga di Kring St. Yohanes ... 38

B. Metodologi Penelitian ... 39

1. Latar Belakang Penelitian ... 39

2. Rumusan Permasalahan ... 41

3. Tujuan Penelitian ... 41

4. Kajian Pustaka Mengenai Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Di Dalam Keluarga ... 42

5. Jenis Penelitian ... 43

6. Responden Penelitian ... 44

7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

8. Definisi Konseptual, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, dan Kisi-Kisi Penelitian ... 45

a. Definisi Konseptual ... 45

b. Definisi Operasional ... 45

c. Instrumen Penelitian ... 46

d. Kisi-Kisi Penelitian ... 47

C. Laporan Hasil Penelitian ... 49

1. Identitas Responden ... 49

2. Pemahaman Orang Tua tentang Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 50

3. Usaha Orang Tua dalam Meningkatkan Peranannya Melaksanakan Pendidikan Iman Anak ... 54

4. Frekuensi Pembicaraan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 56

5. Faktor Pendukung dan penghambat Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 59

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 62

1. Identitas Responden ... 62

(16)

xvi

3. Usaha Orang Tua dalam Meningkatkan Peranannya

Melaksankan Pendidikan Iman Anak ... 65

4. Frekuensi Pembicaraan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 66

5. Faktor Pendukung dan penghambat Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga ... 68

E. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 69

BAB IV. USULAN PROGRAM PENDALAMAN IMAN BAGI ORANG TUA DI KRING SANTO YOHANES DALAM RANGKA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 73

A. Pendalaman Iman bagi Orang tua ... 73

1. Pengertian Pendalaman Iman bagi Orang tua ... 73

2. Tujuan Pendalaman Iman bagi Orang tua ... 75

3. Tema, Isi atau Bahan Pendalaman Iman bagi Orang tua ... 77

4. Proses Pendalaman Iman bagi orang tua ... 77

a. Pengungkapan Pengalaman Hidup Peserta ... 78

b. Pendalaman Pengalaman Hidup ... 78

c. Refleksi Iman ... 79

d. Penerapan Iman Kristiani dalam Situasi Konkrit Orang tua ... 79

e. Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit ... 80

B. Usulan Program Pendalaman Iman bagi Orang Tua ... 80

1. Latar Belakang Pemilihan Program ... 80

2. Tujuan Program Pendalaman Iman bagi Orang Tua ... 82

3. Usulan Tema Pendalaman Iman bagi Orang Tua ... 82

4. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 84

C. Penjabaran Program ... 86

D. Contoh Satuan Persiapan Pendalaman Iman bagi Orang Tua ... 90

BAB V. PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

(17)

xvii

DAFTAR PUSTAKA ... 108

Lampiran

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Surat Permohonan Ijin ... (2)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. SINGKATAN KITAB SUCI

KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti

singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab

Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang

Gereja di dunia dewasa ini.

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes

Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern.

GE : Gravissimum Educationis, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

tentang Pendidikan Kristen.

C. SINGKATAN LAIN

St : Santo/Santa

SCP : Shared Christian Praxis

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Art : Artikel

KOMKAT : Komisi Kateketik

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan

pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya anak. Dalam sebuah keluarga,

tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan ibu (orang tua) dalam mendidik

anak. Peran orang tua dalam mendidik anak berakar dari panggilannya sebagai

orang tua untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Dalam Konsili

Vatikan II, orang tua diingatkan untuk menyalurkan kehidupan kepada

anak-anaknya dan ini merupakan tugas yang berat. Oleh karena itu, harus diakui bahwa

orang tua adalah pelaku pertama dan utama dalam mendidik anak. Sebagai pelaku

pertama dan utama, orang tua berkewajiban menciptakan lingkup keluarga yang

diliputi oleh semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama.

Keluarga menjadi lingkungan pendidikan pertama dalam menanamkan

keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat (FC, art 36).

Pendidikan anak dalam keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak

itu sendiri, apalagi jika pendidikan yang diberikan itu mengarah pada pendidikan

iman. Dengan pendidikan iman itu, anak diharapkan dapat selektif dalam berpikir,

bertindak serta berlatih menghayati hidup yang berhubungan dengan Tuhan,

sesama dan dirinya sendiri. Namun, anak tidak dapat menyadari imannya tanpa

adanya pendidikan, pembimbingan, pembinaan serta pendampingan dari orang

(20)

pembimbing, pembina dan pendamping serta pengarah hidup anak, terutama

dalam hal iman, karena apa yang diberikan oleh orang tuanya akan menjadi

panutan dan pegangan seumur hidupnya. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas

dari orang tualah untuk selalu memperhatikan dan mendampingi anak, agar

melalui semua cara pendidikan itu anak dapat berkembang menjadi manusia

cerdas dan penuh inisiatif guna membangun hidupnya sendiri (KWI, 1996:56).

Pendidikan iman anak merupakan hal yang pokok di dalam keluarga.

Untuk itulah, pendidikan iman anak di dalam sebuah keluarga tidak boleh

diabaikan dan diremehkan keberadaannya. Berkaitan dengan pendidikan iman

anak ini, orang tua di Kring St. Yohanes cenderung lebih memperhatikan segi

intelektual anaknya dari pada pendidikan imannya, dan mereka lebih

mempercayakan pendidikan iman anak kepada guru di sekolah dan pembina yang

menangani anaknya. Akibatnya, pendidikan iman dalam keluarga menjadi

terabaikan. Ada juga orang tua yang beranggapan bahwa iman itu akan

berkembang dengan sendirinya setelah anak dibaptis. Padahal iman kristiani

bukanlah otomatisme dan bukan soal pengetahuan, melainkan soal hati dan

kehidupan bersama. Hal ini berarti anak dapat beriman kepada Allah apabila ia

sudah mengalami bahwa dirinya telah dipersatukan dengan Allah mulai dari awal

kehidupannya yang konkret di tengah keluarga. Sejak permulaan hidup dalam

keluarga, persatuan dengan Allah harus sudah mulai dialami oleh si anak dan

menyentuh seluruh aspek kepribadiannya dalam kehidupan bersama penuh cinta

(21)

Orang tua menjadi pengayom dan pegangan serta pedoman bagi

anak-anaknya dalam menghadapi berbagai ketegangan dan konflik di tengah

masyarakat. Orang tua hendaknya penuh kepercayaan dan keberanian membina

anak-anaknya mengamalkan nilai-nilai hakiki kehidupan manusiawi. Nilai-nilai

ini akan menghantar anak pada minat dan perhatian yang tulus serta pengabdian

tanpa pamrih terhadap sesama sehingga anak dapat mempertanggungjawabkan

imannya dan berdaya guna dalam lingkungan masyarakat luas (FC, art. 37).

Keluarga (orang tua) berperan serta dalam Gereja yaitu mewujudkan

pengabdian Kerajaan Allah dan ikut serta menghayati kehidupan dan misi Gereja.

Keluarga kristen menjadi bagian dari Gereja kecil (Ecclesia domestica yang

artinya Gereja rumah tangga), sehingga keluarga menjadi lambang yang hidup dan

penampilan yang historis bagi misteri Gereja. Gereja sebagai ibu yang merawat,

membina dan membangun keluarga kristen melaksanakan secara nyata misi

penyelamatan yang telah diterima dari Tuhan. Gereja juga mewartakan perintah

baru dari Tuhan yaitu cinta kasih dan mendorong serta membimbing orang tua

dalam pelayanan (FC, art. 49). Oleh karena itu, cinta kasih menjadi inti bagi para

orang tua dalam tugas mendidik iman.

Di dalam kehidupan sehari-hari, berbagai macam permasalahan dan

persoalan sering kali orang tua alami di dalam hidup berkeluarga. Permasalahan

itu apabila tidak dengan segera ditangani atau diselesaikan maka akan dapat

menimbulkan keretakan dan bahkan kehancuran dalam keluarga. Permasalahan

dalam keluarga ini pun juga dialami dan dirasakan oleh orang tua yang ada di

(22)

Permasalahan-permasalahan itu antara lain kurangnya komunikasi antara anggota

keluarga. Orang tua di Kring St. Yohanes kurang ada waktu untuk keluarga

karena harus memberi nafkah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga

tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak-anak, orang tua

kurang memahami kesulitan-kesulitan anak. Kurangnya perhatian dari orang tua

ini membuat anak-anak di Kring St. Yohanes mencari kesenangannya

sendiri-sendiri, asyik dengan dunia mereka sendiri-sendiri, dan mencari pemenuhan kebutuhan

mereka untuk diperhatikan dan dikasihi dengan cara mereka sendiri. Hal ini

mengakibatkan anak-anak di Kring St. Yohanes berkembang menjadi pribadi

yang cenderung individualistik daripada berorientasi komunal dan berinteraksi

langsung dengan orang-orang di sekitar mereka.

Dengan melihat permasalahan yang ada, maka penulis menawarkan

program pendalaman iman bagi orang tua sebagai usaha membantu orang tua

dalam menjalankan perannya meningkatkan iman anak agar anak semakin terlibat

di kring, paroki dan di tengah masyarakat. Orang tua tidak hanya mengajarkan

tentang iman pada anak-anaknya saja melainkan mereka sungguh-sungguh

menghayati imannya dalam hidup sehari-hari serta melaksanakannya dalam

keluarga. Pengalaman hidup orang tua dalam keluarga dapat diolah untuk

memperkembangklan iman anak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis

(23)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah skripsi ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga?

2. Bagaimana pemahaman dan pelaksanaan peranan orang tua dalam pendidikan

iman anak di Kring St. Yohanes Paroki St. Mikael Gombong Keuskupan

Purwokerto?

3. Usaha apa yang cocok diterapkan untuk meningkatkan pelaksanaan peranan

orang tua dalam pendidikan iman anak di Kring St. Yohanes Paroki St.

Mikael Gombong Keuskupan Purwokerto?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut:

1. Menguraikan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam

Keluarga.

2. Mengetahui sejauh mana pemahaman dan pelaksanaan peranan orang tua

dalam pendidikan iman anak di Kring St. Yohanes Paroki St. Mikael

Gombong Keuskupan Purwokerto.

3. Menguraikan usaha apa yang cocok untuk meningkatkan pelaksanaan

peranan orang tua dalam pendidikan iman anak di Kring St. Yohanes Paroki

(24)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Bagi Orang Tua

Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua mengenai pendidikan

iman anak dalam keluarga.

2. Bagi Kring St. Yohanes dan Paroki St. Mikael Gombong

Memberikan masukan kepada Kring St. Yohanes dan Paroki St. Mikael

Gombong mengenai pendidikan iman anak dalam keluarga.

3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Pendidikan Iman Anak dalam

keluarga Kristiani sehingga dapat menemukan cara maupun metode yang tepat

sehubungan dengan pendidikan iman anak.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskripsi

analisis, yaitu menggambarkan apa yang penulis dapatkan berdasarkan studi

pustaka dan penelitian di lapangan. Maka penulis menguraikan peranan orang tua

dalam pendidikan iman anak di dalam keluarga, pemahaman dan pelaksanaan

peranan orang tua dalam pendidikan iman anak, dan usaha yang cocok untuk

diterapkan dalam meningkatkan peranan orang tua di dalam pendidikan iman

(25)

melakukan penyebaran kuesioner kepada keluarga-keluarga di Paroki St. Mikael

Gombong.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini tersusun dalam lima bab.

Pada Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bagian ini, penulis

memaparkan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Pada Bab kedua, penulis menguraikan tentang peranan orang tua dalam

pendidikan iman anak di dalam keluarga yang meliputi: keluarga sebagai tempat

pendidikan iman, anak dan perkembangan imannya, peranan orang tua dalam

pendidikan iman anak dan permasalahan yang dihadapi orang tua dalam

membantu perkembangan iman anak di dalam keluarga.

Pada Bab tiga, penulis memaparkan pendidikan iman dalam keluarga di

Kring St. Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong yang meliputi: gambaran

umum Kring St. Yohanes, metodologi penelitian, menyusul hasil penelitian

mengenai pelaksanaan pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring St.

Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong dan diakhiri dengan pembahasan hasil

penelitian dan kesimpulan hasil penelitian.

Pada Bab empat, penulis menguraikan usulan program pendalaman iman

bagi orang tua di Kring St. Yohanes dalam rangka meningkatkan peranan orang

(26)

dan tujuan program pendalaman iman bagi orang tua, usulan program pendalaman

iman bagi orang tua dan contoh satuan persiapan pendalaman iman bagi orang tua.

Pada Bab lima merupakan penutup. Pada bagian ini, penulis memaparkan

(27)

BAB II

PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI DALAM KELUARGA

A. Keluarga sebagai Tempat Pendidikan Iman Anak

Keluarga merupakan tempat pendidikan bagi tumbuh kembangnya iman

anak. Sebagai tempat tumbuh dan perkembangan iman anak, keluarga perlu

membangun komunikasi yang mendalam dan kerja sama yang baik. Melalui

pendidikan iman ini, keluarga mempunyai peranan penting dalam membina iman

anak-anaknya menjadi dewasa. Keluarga hendaknya tidak mengabaikan

pendidikan iman anaknya. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan iman di dalam

keluarga dapat memampukan anak dengan penuh tanggung jawab mengikuti

panggilannya dan menentukan status hidupnya (GS, art 52).

Pada kesempatan ini, penulis akan melihat suatu konsep dasar mengenai

keluarga sebagai tempat pendidikan iman anak. Konsep tersebut penulis

golongkan menjadi tiga bagian yakni pandangan gereja tentang keluarga,

pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga dan tujuan pendidikan iman

dalam keluarga adalah kedewasaan iman.

1. Pandangan Gereja tentang Keluarga

Gereja memandang keluarga sebagai suatu persekutuan hidup antar pria

dan wanita yang telah dipersatukan oleh Allah dan tak dapat diceraikan oleh

(28)

lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak

boleh diceraikan manusia” (Mat. 19:6). Dalam keluarga, suami-isteri saling

menyerahkan diri dan saling menerima antara satu sama lain. Janji suci

pernikahan tidak tergantung pada kemauan manusiawi semata, melainkan karena

Allah sendirilah Pencipta perkawinan. Menurut sifat kodratinya, cinta kasih

suami-isteri dalam keluarga tertuju pada lahirnya keturunan dan pendidikannya.

Maka dari itu, hendaknya suami-isteri saling membantu dan melayani berdasarkan

ikatan mesra antar pribadi dan kerja sama guna memperdalam rasa kesatuan

mereka. Persatuan itu menuntut saling serah diri antar pribadi, kesejahteraan anak,

dan kesetiaan diantara suami dan isteri (GS, art. 50).

Dalam Familiaris Consortio art 15, keluarga dipandang sebagai suatu

persekutuan antar pribadi-pribadi. Keluarga terbentuk melalui hubungan antar

pribadi yang hidup sebagai suami-isteri, dan hubungan dengan anak. Melalui

relasi itu, setiap anggota keluarga diintegrasikan ke dalam “keluarga manusia” dan

“keluarga Allah” yakni Gereja. Keluarga membangun Gereja, sebab dalam

keluarga manusia tidak hanya menerima kehidupan dan secara berangsur-angsur

melalui pendidikan diantar memasuki persekutuan manusiawi, melainkan melalui

kelahiran baptis dan pembinaan iman anak diajak memasuki keluarga Allah, yakni

Gereja. Demikianlah Gereja menemukan dalam keluarga sebagai tempat kelahiran

serta lingkungannya untuk dapat memasuki Gereja.

Familiaris Consortio art 21, menegaskan bahwa keluarga Katolik adalah

persekutuan keluarga yang lebih luas. Persekutuan itu berakar dalam ikatan

(29)

matangnya ikatan-ikatan rohani yang lebih mendalam. Cinta kasih yang menjiwai

hubungan-hubungan pribadi antar anggota keluarga merupakan kekuatan batin

yang membentuk persekutuan keluarga. Keluarga Katolik dipanggil untuk

mengalami rukun hidup baru dan asli, yang mengukuhkan dan menyempurnakan

persekutuan kodrati dan manusia. Keluarga Katolik secara khas menampilkan dan

mewujudkan persekutuan gerejawi sehingga sering disebut “Gereja rumah

tangga”. Semua anggota keluarga menerima rahmat dan tanggung jawab untuk

membangun persekutuan antar pribadi dan menjadikan keluarga gelanggang bina

kemanusiaan yang lebih mendalam.

Keluarga Katolik bukan melulu organisasi, melainkan persekutuan

anggota berdasarkan persaudaraan dan iman. Keluarga Katolik membentuk

Gereja, yakni menjadi “Gereja mini”. Imanlah yang menentukan kehidupan

keluarga Katolik. Dalam keluarga Katolik, yang pertama-tama harus ada ialah

iman untuk menghangatkan semangat Katolik di dalamnya, yaitu “semangat

pengabdian dan saling melayani” (FC, art. 49). Oleh karena itu, iman

masing-masing dikembangkan kembali.

Keluarga tidak hanya menekankan pada persaudaraan atau kesatuan

hirarkis, dan ketaatan saja melainkan keluarga adalah kesatuan hidup. Karena

hidup tidak dengan sendirinya menciptakan kesatuan itu, maka semua ikut

bertanggung jawab, agar anak-anak memulai perjalanan hidupnya dalam perhatian

dan kasih yang membuat mereka menjadi yakin akan kasih Allah yang

(30)

saling menyayangi satu sama lain. Semua anggota keluarga harus belajar

berkorban satu bagi yang lain dan saling mengasihi (KWI, 1996:54).

Berdasarkan pandangan Gereja tentang keluarga di atas, maka Gereja

mengharapkan agar keluarga memberikan pendidikan iman bagi anak-anaknya.

Pendidikan iman anak dalam keluarga menjadi suatu hal yang penting guna

membina generasi-generasi yang mampu memajukan keluarga Allah.

2. Pentingnya Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama tempat iman dibentuk dan

dibesarkan, sebab dalam keluarga itu iman yang hidup dan aktif timbul menjadi

kenyataan. Di keluargalah iman mulai merekah. Anak mulai mengetahui artinya

mempercayai dan menemukan pribadi-pribadi Bapa, Putera dan Roh Kudus yang

dipercayainya. Anak tahu artinya menjadi seorang kristen. Pilihan-pilihan yang

mulai dibuatnya dalam hubungan dengan Allah dan hidup sebagai orang kristen

adalah pilihan-pilihan yang akan berpengaruh atas seluruh perkembangan

imannya (Bernard Cooke, 1972:5).

Pendidikan iman anak dalam keluarga menjadi suatu hal yang sangat

penting dan tidak boleh diabaikan oleh keluarga terutama orang tua. Keluarga

merupakan sumber pendidikan pertama dan utama. Sebagai sumber pendidikan

pertama dan utama, anak-anak memperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan

intelektual dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Tugas pendidikan ini

sangat penting sehingga apabila tidak dilaksanakan maka anak akan menghadapi

(31)

yang dijiwai cinta kasih terhadap Allah dan manusia guna membantu pendidikan

pribadi dan sosial anak yang utuh.

Keluarga adalah sekolah pertama keutamaan-keutamaan sosial yang

dibutuhkan tiap masyarakat. Untuk itu, anak-anak harus sejak dini diajar

memandang dan menyembah Allah serta mencintai sesama sesuai iman yang

diterima dalam permandian. Dalam keluarga, anak-anak mendapat pengalaman

pertama baik di sekitar masyarakat maupun di sekitar Gereja. Melalui keluarga,

anak-anak perlahan-lahan dibawa masuk ke dalam pergaulan para warga dan ke

dalam umat Allah. Oleh karena itu, para orang tua harus sadar betapa pentingnya

keluarga yang benar-benar Kristen untuk kehidupan dan kemajuan anak-anak

Allah (Sewaka, A, 1991:3).

Gravissimum Educationis art. 3, menjelaskan bahwa orang tua sebagai

penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak.

Orang tua Kristiani yang telah dipercaya dengan rahmat sakramen perkawinan

mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya sejak dini secara Katolik.

Mendidik secara Katolik berarti orang tua harus berusaha memperkenalkan Allah

kepada anaknya, baik tentang pribadi Allah, sifat-sifat Allah maupun bagaimana

seharusnya anak berbakti pada Allah. Pendidikan iman kepada anak bukan untuk

membentuk pribadi anak namun semata-mata merupakan usaha untuk membantu

anak menemukan kedewasaan imannya dengan menggunakan potensi dan benih

iman yang ada dalam diri anak. Pertumbuhan yang diharapkan sangat dipengaruhi

(32)

diharapkan dapat bertumbuh dan berkembang dengan subur dan akhirnya

berbuah.

3. Tujuan Pendidikan Iman dalam Keluarga adalah Kedewasaan Iman

Menurut Adisusanto (1995:6), pendidikan iman ialah usaha pertolongan

manusia yang dapat memperlancar, membantu, menghilangkan

halangan-halangan proses muncul dan berkembangnya sikap iman, tetapi selalu di luar

setiap kemungkinan campur tangan secara langsung atas iman sendiri, yang selalu

terikat pada rahmat Allah dan tindakan bebas manusia. Pendidikan iman

membantu manusia untuk siap sedia menghadapi peristiwa yang luar biasa, yakni

perjumpaan dengan Allah yang berkenan secara bebas menyapa manusia dan

mengharapkan tanggapan bebas dari manusia. Pendidikan iman bukan merupakan

suatu campur tangan langsung pendidik atas iman, tetapi usaha dari luar untuk

membantu dan mempermudah perkembangan iman. Perkembangan iman

pertama-tama merupakan tindakan cuma-cuma serta langsung Allah atas manusia dan hasil

jawaban bebas manusia kepada Allah. Dengan demikian, iman dan

perkembangannya merupakan rahmat cuma-cuma dari Allah untuk manusia.

Pendidikan iman dalam keluarga dapat diartikan sebagai usaha orang tua

untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman anak sedemikian rupa,

sehingga membantu dan mempermudah perkembangan iman anak. Pendidikan

iman ini meminta orang tua untuk menyampaikan kepada anak semua pokok yang

dibutuhkan, supaya anak tahap demi tahap menjadi dewasa kepribadiannya baik

(33)

bertujuan membantu anak sejak usia dini sampai anak menjadi dewasa agar dapat

menyadari dan mengenal imannya yang sedang bertumbuh dan berkembang

sehingga menjadi manusia yang dewasa. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan

pendewasaan pribadi manusia, melainkan juga agar anak makin mendalami

misteri keselamatan dan makin menyadari karunia iman yang telah diterimanya;

supaya anak menghayati hidupnya sebagai manusia baru dalam kebenaran dan

kekudusan yang sejati. Dengan demikian, anak mempunyai kedewasaan penuh

dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan tubuh Mistik (FC, art. 39).

B. Anak dan Perkembangan Imannya

Anak adalah anugerah dari Tuhan kepada orang tua, maka secara tidak

langsung Tuhan menginginkan agar anak yang sudah diberikan itu di didik dan

dibina dengan baik agar imannya semakin berkembang. Tuhan mempercayakan

pendidikan iman anak kepada orang tua, karena orang tua adalah pendidikan yang

pertama dan utama dalam keluarga. Hal ini juga disebabkan anak tumbuh dan

berkembang pertama kali dalam keluarga.

Iman adalah relasi atau hubungan pribadi yang terwujud antara manusia

dengan Allah. Relasi manusia dengan Allah berkembang bersamaan dengan

perkembangan seluruh kepribadiannya. Perkembangan iman anak berjalan dengan

perkembangan usia anak. Yang dimaksudkan dengan anak di sini adalah anak

yang berusia antara 0-11 tahun. Dalam masa perkembangannya, anak perlu dibina

dan dibimbing sebagai seorang individu dan tidak diperlakukan sebagai kelinci

(34)

untuk berkembang sesuai dengan keadaan dirinya. Untuk itu, orang tua hendaknya

mendidik anak-anaknya melalui cara-cara yang sederhana dan menyentuh

perasaan, tidak terlalu menuntut penalaran, dan mengandung contoh-contoh

konkrit dari peristiwa sehari-hari (Tim Persiapan Perkawinan: 59).

1. Tahap Perkembangan Iman Anak Usia 0 sampai 11 Tahun

Menurut James W. Fowler, perkembangan iman anak meliputi dalam

beberapa tahapan. Tahap-tahap perkembangan iman anak itu dibagi menjadi 3

tahap yaitu tahap usia 0 sampai 2 tahun, tahap usia 2 sampai 6 tahun, dan tahap

usia 6 sampai 11 tahun.

a. Tahap Usia 0 sampai 2 Tahun

Tahap ini disebut tahap primal faith adalah tahap kepercayaan awal yang

elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praverbal terhadap kondisi-kondisi

eksistensi. Benih iman pada kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh “rasa

percaya si anak pada orang-orang yang mengasuhnya” dan oleh “rasa aman yang

dialaminya di tengah lingkungannya”. Seluruh interaksi timbal balik antara si

anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak bagi perkembangan

imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan iman adalah interaksi yang

menumbuhkan kenyakinan pada dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan

dihargai (Fowler, 1995:96-104).

b. Tahap Usia 2 sampai 6 Tahun

Tahap ini disebut “tahap intutif”. Unsur terpenting pada tahap ini ialah

(35)

memaknai dunia di sekitarnya. Intuisi itu memungkinkannya menangkap

nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci (Yakni ayah, ibu, pengasuh,

pama, bibi, pastor, suster). Maka, pada tahap ini si anak memahami atau

membanyangkan Tuhan sebagai anak diwarnai oleh rasa takut dan hormat pada

tokoh-tokoh kunci itu. Usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak

pada tahapan usia ini seyogyanya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak

terlalu mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak

sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Usaha-usaha

pendidikan iman pada tahapan ini hendaknya lebih mengandalkan keteladanan,

melalui perilaku yang nyata dari para tokoh kunci (Fowler, 1995:104-117).

c. Tahap Usia 6 sampai 11 Tahun

Tahap ini disebut “tahapan mitis literal”. Pada tahap ini yang paling

berperan dalam perkembangan iman anak adalah kelompok atau institusi

kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina iman,

sekolah, atau kelompok Sekolah Minggu. Kelompok atau institusi tersebut

berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. pengajaran itu paling mengena kalau

disampaikan dalam bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan

pengajaran lewat kisah rekaan cenderung diterima olehnya secara harafiah.

Usaha-usaha pengembangan iman anak pada tahapan ini sebaiknya tetap

dilaksanakan dengan cara sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran

(36)

2. Upaya Membantu Perkembangan Iman Anak

Orang tua mempunyai tanggung jawab dalam membantu perkembangan

iman anaknya. Iman anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik

diperlukan suatu upaya yang serius dari orang tua dalam mendidik dan membina

anak-anaknya. Upaya orang tua dalam membantu memperkembangkan iman

anak-anaknya antara lain, dengan pemberian teladan hidup, mengusahakan

suasana kasih di rumah, pengajaran tentang iman, menciptakan kebiasaan

kehidupan sehari-hari, doa bersama sekeluarga, serta mengarahkan anak untuk

bergabung ke dalam Gereja.

a. Pemberian Teladan Hidup

Iman anak hanya dapat berkembang bila mereka hidup bersama dengan

orang tuanya. Dalam membantu perkembangan iman anak, orang tua perlu

memberi teladan iman. Pemberian teladan iman dapat dilakukan dengan

menanamkan nilai-nilai dasar Kristiani, seperti: memaafkan kesalahan orang lain,

belajar meminta maaf jika berbuat salah, saling menghormati, saling berbagi,

saling menolong, saling menghibur jika ada yang kesusahan, saling

memperhatikan terutama kepada yang lemah, sakit, dan miskin, saling mengakui

kelebihan dan kekurangan tiap-tiap anggota keluarga, rela berkorban demi

kebaikan orang lain, dst. Orang tua sudah selayaknya memberikan teladan dalam

nilai- nilai Kristiani tersebut, dan bukan hanya dengan perkataan, tetapi terlebih

dengan perbuatan (FC art. 46). Anak akan dengan lebih cepat belajar melalui

teladan perbuatan orang tua daripada dari apa yang diajarkannya melalui

(37)

b. Mengusahakan Suasana Kasih di Rumah

Orang tua sudah seharusnya menciptakan suasana di rumah yang penuh

kasih dan penghormatan kepada Tuhan dan sesama. Suasana yang penuh kasih di

rumah dapat menumbuhkan pendidikan pribadi dan sosial yang menyeluruh bagi

anak. Kasih orang tua adalah dasar dari pendidikan anak. Kasih itu harus

menjiwai semua prinsipnya, yang disertai juga dengan nilai-nilai kebaikan,

pelayanan, tidak pilih kasih, kesetiaan dan pengorbanan. Dalam hal ini,

komunikasi antara anak dan orang tua menjadi suatu hal yang sangat penting,

sebab tanpa komunikasi akan sangat sulit menciptakan suasana yang penuh kasih

di dalam keluarga. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar orang tua menjunjung

tinggi rukun hidup dengan terus mengembangkan cintakasih Allah secara nyata

dalam kehidupannya (GS art. 47).

c. Pengajaran Tentang Iman

Pengajaran tentang Allah dan perintah-perintah-Nya ini tidak harus

diberikan dalam bentuk ‘kuliah’ bagi anak, yang tentunya pasti membosankan,

tetapi hendaknya pengajaran ini dikemas dalam bentuk yang lebih hidup dan

menarik, sesuai dengan umur anak. Quiz atau bermain tebak-tebakan, ayah atau

ibu membacakan Kitab Suci bergambar, atau sama-sama menonton DVD rohani

dan dilanjutkan dengan diskusi singkat dapat menjadi suatu pilihan bagi orang tua

dalam memberi pengajaran tentang iman. Di samping itu, setiap kejadian yang

paling sederhana sekalipun dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan moment

(38)

bersepeda, dapat dijadikan moment untuk mengajarkan betapa kita sebagai

manusia dapat jatuh dalam kesalahan dan dosa, namun Tuhan dapat menolong

kita sehingga kita dapat bangkit lagi, sebelum akhirnya kita berhasil. Di samping

itu, orang tua dapat mengajarkan tanggung jawab Katolik dan kesadaran akan

nilai-nilai moral kepada anak-anaknya. Pengajaran ini dimaksudkan agar anak

belajar menerima dirinya sebagai orang Katolik, tanggung jawab dan

identifikasinya dalam hubungan dengan Kristus dan Bapa (Bernard Cooke,

1972:10).

d. Menciptakan Kebiasaan Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, orang tua dapat membiasakan anak untuk

melakukan suatu pekerjaan. Banyak pekerjaan kecil-kecil yang dapat

dipercayakan kepada anak agar mereka terlatih dan akhirnya mampu mencintai

pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan itu sebaiknya dimulai dari hal yang sederhana,

misalnya: membersihkan lantai, mencuci piring, mencuci pakaian, menyiram

tanaman, merapikan tempat tidur, menyeterika, menyiapkan minuman teh atau

kopi, menghidangkan suguhan untuk tamu, menanak nasi, dan sebagainya. Yang

terpenting ialah kebiasaan-kebiasaan itu selalu didasarkan pada motivasi yang

baik dan tepat.

e. Doa Bersama Sekeluarga

Orang tua harus mengusahakan agar dapat melakukan doa bersama

(39)

Doa bersama juga dapat dilakukan pada saat sebelum dan sesudah makan. Hal ini

didasarkan pada kesepakatan bersama di dalam keluarga antara orang tua dengan

anak. Doa bersama yang dilaksanakan dapat berupa Ibadat Harian, doa spontan,

doa rosario, atau doa kaplet Kerahiman Ilahi, dan seterusnya, dan dapat juga

dinyanyikan. Doa dapat dilanjutkan dengan renungan Kitab Suci, dan anak-anak

maupun orang tua dapat melakukan sharing iman sesuai dengan ayat-ayat yang

direnungkan.

f. Mengarahkan Anak Untuk Bergabung Ke Dalam Gereja

Orang tua dapat mengarahkan anak secara berangsur-angsur ke dalam

persekutuan dengan saudara-saudari seiman yang lain di dalam Gereja. Orang tua

berkewajiban membawa anak untuk turut ambil bagian dalam kehidupan Gereja,

baik dalam ibadah di paroki atau di lingkungan, ataupun kegiatan rohani dalam

komunitas-komunitas Gereja. Persaudaraan sesama umat Katolik di dalam

Kristus, harus diperkenalkan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dapat melatih

dan membiasakan anak untuk rajin berdoa, ikut hadir dalam perayaan ekaristi,

memberikan dorongan kepada anak untuk mengambil bagian dalam kegiatan

keagamaan atau Gereja, seperti: menjadi putra-putri altar atau misdinar, anggota

koor, dan lain sebagainya (Budyapranata, 1981: 97).

C. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak

Orang tua dipanggil untuk menjalankan perannya seturut panggilan Allah.

(40)

dirinya. Untuk menepati jati dirinya orang tua mengemban misi menjaga,

mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih. Cinta kasih itu merupakan

pantulan hidup serta partisipasi nyata dalam cinta kasih Allah kepada manusia

(FC, art. 17). Partisipasi nyata yang dapat orang tua lakukan sebagai suatu

persekutuan kehidupan dan cinta kasih dengan menjalankan kewajiban yang

dipercayakan Allah kepada keluarga, menjalankan kewajiban dan perannya

kepada masyarakat dan Gereja.

Peran orang tua dalam pendidikan iman anak dapat dilakukan dengan

mendidik dan membesarkan anak, memberi teladan yang baik, memberi contoh

sikap iman yang baik, melatih anak untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu.

Tugas perutusan pada masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengikuti kegiatan

yang ada dalam masyarakat, menjadi panutan yang baik bagi masyarakat, dan lain

sebagainya. Tugas pengutusan kepada Gereja dapat dilaksanakan dengan

mengikuti kegiatan dan organisasi Gereja, misalnya, menjadi pewarta, menjaga

kelangsungan hidup Gereja, dan lain sebagainya. Dengan melaksanakan tugas

pengutusan itu, orang tua diharapkan dapat memberikan kesaksian imannya

kepada sesama dan terutama kepada anggota keluarga.

1. Dasar Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak

Orang tua mempunyai tugas yang mulia untuk mendidik dan mendampingi

perkembangan iman anak. Orang tua sebagai pendamping merupakan sarana

untuk menolong anak dalam menghayati imannya akan Yesus Kristus. Orang tua

merupakan wakil Tuhan di dunia untuk mendidik, melindungi dan mengarahkan

(41)

dari jalan yang benar. “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,

maka pada masa tuanya pun tidak akan menyimpang” (Amsal 22:6). Di samping

ajaran, anak-anak perlu juga diberi nasehat, sebab Santo Paulus sendiri

mengingatkan bahwa anak-anak harus dibawa pada Tuhan lewat ajaran dan

nasehat, “Dan kamu, Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarahmu di dalam hati

anak-anakmu, tetapi didiklah di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef 6:4). Itulah

tugas yang harus dilaksanakan oleh orang tua, sebab Allah sendiri akan

menghukum orang tua yang tidak mau mendidik anak-anaknya. “Sebab telah ku

beritahukan kepadanya, bahwa aku akan menghukum keluarganya untuk

selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni anak-anaknya telah

menghojat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka” (1 Sam 3:13).

Di dalam Gravissium Educationis artikel 1 dijelaskan bahwa: pendidikan

yang dilakukan orang tua hendaknya mengarah pada pembinaan pribadi manusia

yang utuh dan mengarah untuk kepentingan masyarakat. Untuk menjadi manusia

yang berpribadi utuh, anak harus dibantu dalam mengembangkan bakat fisik,

moral dan intelektual secara harmonis. Dalam rangka pendidikan iman ini Konsili

Vatikan II menegaskan bahwa, anak-anak supaya dididik dan didorong agar

mempertimbangkan nilai-nilai moral dengan hati nurani yang tepat, dan mengikuti

dengan keyakinan pribadi untuk mengenal dan mencintai Allah dengan lebih

sempurna.

Mendidik iman anak adalah hal yang sangat mendasar dan bersifat hakiki.

Pendidikan ini harus dilakukan sendiri oleh orang tua dan tidak dapat diambil alih

(42)

kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan

penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peran

serta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cinta

kasih antara orang tua dan anak-anak. Tugas mendidik ini tidak tergantikan dan

tidak dapat diambil alih, dengan demikian tidak dapat diserahkan sepenuhnya

kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka (FC, art. 36). Inilah dasar

tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan iman anak-anaknya.

Tugas dan kewajiban orang tua dalam mendidik anak terutama dalam

pendidikan iman anak ditegaskan juga dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) pada

kanon 226, 793, 1136. Kanon-kanon tersebut menjelaskan bahwa orang tua

berperan dalam pendidikan iman anak. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua

lebih menitik beratkan pada pendidikan kristiani yakni pendidikan secara utuh

baik dari segi fisik, sosial, kultural maupun religiusnya berdasarkan pada iman

kristiani. Dengan kata lain, tugas orang tua adalah sebagai pendamping

perkembangan iman anak-anaknya, di mana pendampingan yang dilakukan oleh

orang tua tersebut merupakan tugas dan kewajiban yang sangat luhur.

2. Orang Tua sebagai Teladan

Iman anak biasanya tumbuh pada saat ia mengamati dan mengikuti

orang-orang dewasa yang berada disekitarnya. Orang dewasa yang paling dekat dengan

anak adalah orang tua. Sikap dan perilaku anak mengacu pada sikap atau prilaku

dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, terutama orang tuanya. Kemampuan

(43)

memahami sesuatu dengan melihat dan mengikuti contoh-contoh yang konkrit.

Oleh karena itu, Gereja mengharapkan agar orang tua memberi teladan hidup

beriman yang baik kepada anak-anaknya. Teladan hidup yang baik itu antara lain:

dengan sikap dan prilaku orang tua yang penuh kasih sayang dan penuh

keakraban, selalu jujur dan terbuka kepada anak. Sejak dini para anggota keluarga

perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman. Untuk itu, keteladanan dari

orang tua menjadi hal yang penting guna membantu tumbuh kembangnya iman

anak (CT, art. 68).

3. Orang Tua sebagai Pendidik

Pendidikan yang pertama mula-mula berasal dari orang tua, dimana anak

harus diutamakan. Maka disinilah orang tua sebagai pengajarnya, ia harus

memahami pelajaran yang hendaknya menuntun anak seumur hidupnya yakni:

pelajaran mengenai sikap penghargaan, penghormatan, pengendalian diri, sikap

kebenaran dan kejujuran. Pendidikan dalam keluarga merupakan tempat yang

utama dalam segala pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik,

khususnya pendidikan iman, orang tua perlu menyampaikan beberapa nilai dasar

Kristiani sebagai usaha pendidikan agama dalam rangka pengembangan iman

anak-anaknya di dalam keluarga. “Keluarga merupakan sekolah Allah, dimana

anak belajar mengenal Kristus, belajar mencintai orang lain lewat teladan dan

hidup orang tuanya” (Bernadet, 1981:9).

Usaha pengembangan iman bagi anaknya merupakan hal yang sangat

(44)

hal itu, maka keluarga perlu berusaha menciptakan situasi yang memungkinkan

iman dapat tumbuh dan berkembang secara lebih nyata. Usaha tersebut dapat

dilakukan dengan cara: mengatur kerapihan rumah dan menghindari

gambar-gambar porno, menempatkan doa dalam kehidupan keluarga, menyediakan dan

mengatur sarana-sarana seperti: gambar-gambar yang menyangkut iman, salib,

ruang doa (kapel mini), dan lain sebagainya (Bernadet, 1981:10). Selain itu, orang

tua perlu menanamkan sikap-sikap dan dasar-dasar nilai Kristiani pada anak agar

nilai-nilai tersebut dapat tertanam sejak dini, seperti misalnya tidak lekat pada

harta, menjunjung tinggi martabat manusia dan sesama manusia.

4. Orang Tua sebagai Saksi Iman

Orang tua tidak cukup hanya mengajar anak tentang Kristus, tetapi orang

tua hendaknya pula memberikan kesaksian hidup yang baik terhadap

anak-anaknya. Peran orang tua pertama-tama adalah menjadi saksi iman. Menjadi saksi

iman berarti mengarahkan seluruh pribadinya dan dengan segala apa yang

dikatakanya. Menjadi saksi iman berarti mengarah pada kenyataan hidup dan

kepada kebenarannya (Cooke, Bernard, 1972:6). Bila orang tua berbicara tentang

Kristus, maka orang tua juga hendaknya berbicara tentang Kristus sebagai seorang

yang sungguh ada. Mereka harus berbicara tentang Allah Bapa sebagai seorang

yang sungguh ada, ini sangat penting bagi anak.

Dalam hidup orang tua yang memancarkan cahaya kasih di dalam

keluarganya, anak lambat laun akan melihat itu sebagai kenyataan bahwa Kristus

(45)

cinta Allah kepadaku sungguh nyata. Di rumah, anak harus diberikan pengajaran.

Memberi pengajaran kepada anak dalam iman tidak boleh hanya menguraikan

ajaran-ajaran doktrin melainkan harus mengajar tentang pribadi-pribadi Kristus

dan Bapa, sebab iman itu merupakan penerimaan terhadap dua pribadi itu. Anak

harus diberi tahu tentang Kristus dulu, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana

Kristus sekarang dan siapa Allah Bapa itu. Anak harus diajari siapa pribadi-priadi

itu dan bahwa mereka mencintainya dan memperhatikannya. Tetapi penjelasan

tentang agama Katolik sebagai satu keluarga dan tentang pribadi Kristus dan

Allah Bapa harus selalu diberikan dalam doa. Doa bagi mereka terasa sebagai

sesuatu yang normal dan sewajarnya. Bila mereka diberitahu Allah hadir, mereka

harus terdorong untuk bercakap kepada Allah dengan cara yang mudah.

D. Permasalahan Yang Dihadapi Orang Tua Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak Di Dalam Keluarga

Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama, maka orang tua

bertanggung jawab terhadap perkembangan hidup iman anak termasuk

pendidikannya. Pendidikan yang pertama mula-mula berasal dari orang tua,

dimana anak harus diutamakan. Maka disinilah orang tua sebagai pengajarnya, ia

harus memahami pelajaran yang hendaknya menuntun anak seumur hidupnya

yakni: pelajaran mengenai sikap penghargaan, penghormatan, pengendalian diri,

sikap kebenaran dan kejujuran. Tanggung jawab orang tua tidak hanya sekedar

(46)

tetapi juga memberi pendidikan baik dalam pendidikan pada umumnya maupun

pendidikan imannya.

Pendidikan iman anak adalah tanggung jawab orang tua, bahwa anak-anak

mereka dapat membangun keyakinan nilai dan meneguhkan tekad moral serta

memperoleh segala yang dapat membuat hidup menjadi bermakna dan bahagia

(KWI, 1996: 56). Pada kenyataannya, orang tua seringkali mengalami kesulitan

dan hambatan dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Kesulitan itu bisa dari

dalam keluarga atau di luar keluarganya seperti kurangnya perhatian orang tua

kepada anaknya dan kurangnya pengetahuan dari para orang tua. Dengan adanya

kesulitan tersebut maka timbul suatu permasalahan. Permasalahan itu antara lain

disebabkan kurangnya keluarga dipahami sebagai sekolah iman, kurangnya

pengetahuan dan perkembangan iman anak, kurangnya peranan orang tua dalam

pendidikan iman anak, kurangnya perhatian dan persatuan diantara anggota

keluarga, dan bisa juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua akan

imannya.

1. Kurangnya Keluarga dipahami sebagai Sekolah Iman

Keluarga merupakan sekolah iman bagi tumbuh kembangnya iman anak.

Sebagai sekolah iman, keluarga hendaknya menjadi institusi awal untuk

menanamkan nilai-nilai dan kebajikan Kristiani. Orang tua memang sudah

sepatutnya mengupayakan keluarga sebagai tempat pendidikan iman yakni dengan

menjadikan keluarga sebagai sekolah iman. Namun, pada kenyataannya ada dari

para orang tua yang cenderung kurang memahami keluarga sebagai sekolah iman.

(47)

pada umumnya yakni memenuhi kebutuhan hidup keluarga seperti memberi

nafkah dan menyekolahkan anak. Pemahaman seperti ini tentunya masih dirasa

kurang mengingat anak juga membutuhkan pendidikan iman, pemenuhan aspek

spiritual dan rohaniah. Pendidikan iman sangat perlu diberikan kepada anak agar

anak memperoleh pengetahuan dan pemahaman akan tuhannya. Pendidikan iman

yang diberikan dalam keluarga akan membuat anak menjadi dekat dengan Tuhan

dan merasakan cinta kasih Tuhan. Dengan demikian, anak akan selalu mensyukuri

segala kebaikan yang telah Tuhan berikan kepadanya dalam hidup sehari-hari.

2. Kurangnya Pengetahuan dan Perkembangan Iman Anak

Sepanjang masa hidupnya, seorang anak akan melalui beberapa tahap

perkembangan, dari tahap anak sampai mencapai tahap dewasa. Dengan

perkembangan tersebut hendaknya orang tua memberi perhatian yang serius

kepada anaknya. Namun pada kenyataannya, orang tua menganggap sepele akan

hal tersebut. Ada juga dari para orang tua yang terkadang lebih mementingkan

atau mengutamakan perkembangan bisnisnya atau usahanya saja daripada harus

memikirkan perkembangan iman anaknya. Kondisi ini cukup memprihatinkan

mengingat pada setiap tahap perkembangan tersebut, ada tugas-tugas

perkembangan yang harus dicapainya.

Dalam melaksanakan pendidikan iman bagi anak-anak, orangtua perlu

memperhatikan aspek perkembangan iman anak, agar kebutuhan-kebutuhan iman

mereka dapat terpenuhi dengan baik. Karena itu, orangtua sebaiknya membekali

(48)

pengetahuan tentang psikologi anak itu dapat membantu orang tua dalam

melaksanakan pendidikan iman sesuai dengan tuntutan prinsip-prinsip pedagogis,

seperti misalnya yang menyangkut bentuk dan cara mengajar yang sesuai dengan

daya tangkap anak. Sekurang-kurangnya orangtua hendaknya tahu apa yang harus

dihindari, agar usaha mereka jangan sia-sia atau bahkan bersifat kontra-produktif.

3. Kurangnya Pelaksanaan Peranan Orang Tua dan Pendidikan Iman Anak

Orang tua di dalam keluarga mempunyai peranan yang sangat penting bagi

terbentuknya iman anak-anaknya. Iman dapat tumbuh dalam keluarga melalui

kehidupan anggota keluarga dalam hidup sehari-hari. Dalam menjalankan

perannya sebagai pendidik iman, orang tua dapat memberi kesaksian hidup

Kristiani bagi anak-anaknya. Namun pada kenyataannya dewasa ini, orang tua

kurang menjalankan perannya dalam pendidikan iman anak di dalam keluarga.

Banyak dari para orang tua yang sibuk dengan urusan mereka masing- masing,

sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak- anak.

Jika berkomunikasi tentang hal- hal yang sehari- hari saja sudah kurang, apalagi

pembicaraan tentang Tuhan dan iman Katolik. Kurangnya perhatian dari orang tua

ini mengakibatkan anak-anak mencari kesenangannya sendiri, asyik dengan dunia

mereka sendiri, dan mencari pemenuhan kebutuhan mereka untuk diperhatikan

dan dikasihi dengan cara mereka sendiri.

Keluarga merupakan tempat pendidikan bagi tumbuh kembangnya iman

anak. Sebagai tempat tumbuh dan perkembangan iman anak, keluarga perlu

(49)

pendidikan iman ini, keluarga mempunyai peranan penting dalam membina iman

anak-anaknya menjadi dewasa. Keluarga hendaknya tidak mengabaikan

pendidikan iman anaknya. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan iman di dalam

keluarga dapat memampukan anak dengan penuh tanggung jawab mengikuti

panggilannya dan menentukan status hidupnya (GS, art 52).

4. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua akan Imannya

Orang tua dalam keluarga mempunyai tugas utama dan mulia untuk

membimbing perkembangan iman anak-anaknya melalui cara hidup dan

pergaulan sehari-hari, sebab dalam keluarga iman anak mulai dibentuk dan dapat

tumbuh dengan subur. Dengan demikian, orang tua mendapat tugas dan kewajiban

yang sangat penting. Masalahnya sekarang adalah orang tua masih ragu-ragu

dalam memberi informasi tentang pengetahuan iman pada anak. Mereka merasa

kurang mampu karena belum mendapat kesempatan untuk memperdalam hidup

imannya, ada kemungkinan anaknya lebih berkembang imannya dari pada orang

tuanya. Hal ini menyebabkan orang tua menjadi minder bila tidak dapat menjawab

pertanyaan anak-anaknya tentang iman. Maka komunikasi iman antara orang tua

dengan anaknya menjadi terputus, pendidikan iman sudah tidak terjadi lagi. Orang

tua sudah menyerahkan tanggung jawab dalam mendidik iman anaknya pada

sekolah (guru agama) atau pastor paroki atau guru agama di wilayahnya (Egong,

1983:14). Dengan menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah Katolik

(50)

disadari bahwa pendidikan iman yang diberikan di sekolah belum cukup bagi

perkembangan dan pertumbuhan iman anak.

5. Kurangnya perhatian dan persatuan antara anggota keluarga

Anak adalah dambaan dari setiap orang tua. Setiap orang tua

mengharapkan agar hidup anaknya sukses dan kalau mungkin melebihi apa yang

dicapai oleh mereka. Untuk mencapai harapan dan keinginan itu tentunya anak

tidak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri tanpa bimbingan dan perhatian

dari orang tua. Peranan orang tua dan anggota keluarga sebagai lingkungan

pertama bagi anak sangatlah penting. Oleh karena itu, orang tua dan anggota

keluarga perlu memberikan pengaruh yang baik bagi anak. Maka dalam hal ini

persatuan antara ayah, ibu, dan anak menjadi mutlak dalam keluarga.

Keharmonisan dan suasana kepercayaan dalam keluarga akan

mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Dengan masing-masing

anggota keluarga saling memperhatikan, berkomunikasi, maka akan terjalin rasa

memiliki dan persatuan diantara orang tua dan anak. Tetapi terkadang orang tua

kurang memperhatikan hal-hal kecil seperti itu yang justru sangat dibutuhkan oleh

anak. Orang tua sibuk mengurus dirinya sendiri, sibuk dalam pekerjaan dan

kurang menyadari kewajibannya. Kesibukan semacam ini menyita perhatian orang

tua sehingga orang tua tidak sempat untuk bercengkerama, bercerita memberi

nasehat dan juga pendidikan pada anak. Padahal hal seperti itulah yang sangat

dibutuhkan dan didambakan oleh anak dari orang tua dan anggota keluarga.

(51)

bertanya pada orang tuanya, maka komunikasi, kepercayaan serta perkembangan

anak terhambat. Akibatnya anak berusaha mencari jalannya sendiri di luar

keluarganya seperti bermain game di komputer/ internet, Face book, BBM

(52)

BAB III

PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA

DI KRING SANTO YOHANES PAROKI SANTO MIKAEL GOMBONG

A. Gambaran Umum Kring Santo Yohanes

Kring St.Yohanes merupakan salah satu kring yang berada dalam Paroki

St. Mikael Gombong. Pada bagian ini, penulis akan mengemukakan gambaran

umum kring St. Yohanes yang meliputi : letak geografis Kring St. Yohanes,

jumlah dan situasi umat di Kring St. Yohanes, kegiatan-kegiatan yang ada di

Kring St. Yohanes, dan gambaran pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring

St. Yohanes.

1. Letak Geografis Kring St. Yohanes

Kring St. Yohanes secara geografis terletak di kota Gombong, kecamatan

Sempor, Kabupaten Kebumen, propinsi Jawa Tengah. Kring Yohanes adalah

wilayah paroki bagian utara. Wilayahnya cukup luas meliputi: desa Tunjungseto,

Sempor, Jatinegoro, Kalibeji, Sidoharum, Bejiruyung, yang termasuk kecamatan

Sempor, dan RW V desa Semanding yang termasuk kecamatan Gombong.

Batas-batas kring St. Yohanes adalah: sebelah Utara berbatasan dengan

desa Kedungwringin, sebelah Timur berbatasan dengan desa Pakuncen, sebelah

Selatan berbatasan dengan desa Selokerto dan sebelah Barat berbatasan dengan

desa Panjatan

Wilayah kring St. Yohanes dikelilingi oleh persawah dan perbukitan. Di

(53)

kota karena ada sebuah pabrik rokok yang lumayan besar dan tempat wisata

waduk Sempor sehingga orang sering lalu lalang melintasi jalanan di kring ini.

Tempat tinggal umat di kring St. Yohanes jaraknya cukup berjauhan.

Walaupun rumah umat berjauhan tetapi umat tetap bersemangat dan selalu

menghadiri setiap kegiatan yang dilaksanakan di kring baik itu pendalaman iman,

pemberkatan rumah, maupun kegiatan-kegiatan yang lainnya. Jarak kring St.

Yohanes dengan Gereja lumayan jauh. Transportasi yang digunakan oleh umat

menuju Gereja ialah mobil, sepeda motor, sepeda ontel, dan becak. Meskipun

jaraknya jauh tetapi tidak mengurangi rasa kemalasan mereka untuk mengikuti

perayaan ekaristi di Gereja. Umat di kring St. Yohanes senantiasa meluangkan

waktu untuk mengikuti perayaan ekaristi di Gereja pada hari Sabtu sore atau

Minggu pagi.

2. Jumlah dan Situasi Umat di Kring St. Yohanes

Jumlah umat Katolik yang ada di Kring St. Yohanes adalah 172 orang

dengan jumlah Kepala Keluarganya sebanyak 54 KK. Jumlah umat Katolik yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 75 orang, sedangkan yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 97 orang. Berdasarkan jumlah umat tersebut, umat Kring St.

Yohanes kebanyakan perempuan.

Situasi ekonomi umat di Kring St. Yohanes ini pada umumnya

mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam. Mata pencaharian umat di

kring St. Yohanes antara lain: pegawai negeri sipil (PNS), petani, polisi,

(54)

dan saling membantu apabila ada dari salah satu umat yang membutuhkan

bantuan. Umat dapat saling berelasi antara satu sama lain dan tidak saling

membeda-bedakan walaupun kondisi ekonomi mereka berbeda-beda.

Situasi sosial umat di Kring St. Yohanes pada umumnya sangat

mendukung dan kondusif untuk terjadinya suatu persaudaraan dan kekeluargaan

yang erat. Umat sangat membaur dengan warga di sekitarnya. Apabila ada

kegiatan yang diadakan oleh warga sekitar, umat di kring ini selalu turut serta dan

ikut terlibat di dalamnya. Umat di kring ini sangat ramah, mau menyapa dan

mudah untuk dimintai tolong bagi yang membutuhkan pertolongan.

Situasi budaya di Kring St. Yohanes ini tidak jauh berbeda dengan budaya

jawa lainnya. Umat di kring ini sangat terbuka dan mau berbagi bagi bila ada yang

mengalami kesusahan. Umat saling mendukung dan saling meneguhkan bila

diantara mereka sedang dalam kesulitan. Kekompakkan dan persatuan diantara

umat di kring ini masih cukup terasa. Budaya yang sering nampak dan belum

luntur di Kring St Yohanes adalah kenduri yang dilaksanakan untuk merayakan

suatu peristiwa penting. Kenduri ini menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat

jawa pada umumnya dan umat di Kring Yohanes pada khususnya.

3. Kegiatan-Kegiatan Yang Ada di Kring St. Yohanes

Kegiatan yang ada di Kring St. Yohanes terbagi dalam dua bagian yakni

a. Kegiatan Rutin

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendukung kegiatan iman umat agar

(55)

pendalaman iman, rosario, latihan koor, misa bulanan, latihan terbangan

kelompok budaya Jawa, natalan bersama. Setiap bulan Mei dan Oktober, umat

kring ini mengadakan rosario bersama secara bergiliran dari rumah ke rumah yang

diadakan satu kali dalam seminggu. Kegiatan pendalaman iman dilakukan satu

minggu sekali ke rumah umat secara bergantian dan dipimpin oleh seksi pewarta,

guru agama, dan prodiakon yang ada di kring tersebut. Sedangkan latihan koor

diadakan pada saat akan tugas dan hari-hari besar. Hal ini dikarenakan

kekurangan tenaga pelatih. Latihan terbangan kelompok budaya Jawa diadakan

setiap Jumat, dan misa bulanan kring dilaksanakan setiap Jumat ke tiga di rumah

umat.

b. Kegiatan Berkala

Kegiatan yang secara berkala ialah kunjungan orang sakit / lansia dan

doa-doa tertentu seperti doa-doa arwah, syukuran dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan

umat. Kegiatan yang ada di kring St. Yohanes pada umumnya diikuti oleh semua

umat yang ada di kring, baik itu orang tua maupun anak-anak. Misa bulanan dan

natalan bersama biasanya umat di kring ini banyak yang hadir, namun untuk

kegiatan doa rosario dan pendalaman iman kebanyakan yang hadir hanya para

orang tua, sedangkan anak-anak sangat sedikit yang hadir. Hal ini cukup

memprihatinkan mengingat kegiatan ini dapat bermanfaat bagi orang tua maupun

anak untuk mengembangkan imannya dan keterlibatannya di dalam hidup

menggereja. Para orang tua dirasa perlu untuk membina dan memupuk iman

(56)

dapat ditumbuhkan diantaranya melalui kegiatan-kegiatan yang telah diuraikan di

atas.

4. Gambaran Singkat Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga Di

Kring St. Yohanes

Pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring St. Yohanes masih dirasa

kurang. Para orang tua mendidik iman anaknya hanya sebatas mengajak anak

untuk pergi ke Gereja setiap minggunya, mengajari anak untuk berdoa sebelum

dan sesudah makan, sebelum dan bangun tidur. Dalam mendidik iman anaknya

orang tua tentunya perlu memperhatikan dan mengajarkan anak-anaknya untuk

mengenal Allah dengan melakukan keutamaan-keutamaan yang diajarkan oleh

Gereja seperti selalu bersyukur, menghargai orang lain, tidak sombong, berbuat

baik pada semua orang, dll. Melalui pengalaman hidup sehari-hari orang tua dapat

memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya.

Para orang tua di kring St. Yohanes masih dirasa kurang memiliki

pengetahuan dan pengalaman tentang ajaran-ajaran Gereja. Sarana dan prasarana

yang dimiliki oleh para orang tua dalam mendidik iman anak-anaknya masih

sangat terbatas bahkan ada yang tidak memiliki sedikitpun. Melalui sarana dan

prasarana tersebut anak-anak akan dengan mudah mengenal tokoh-tokoh yang ada

di dalam Kitab Suci dan mengenal santo santa. Sarana dan prasarana yang dimiliki

tidak hanya sebatas Kitab Suci, Madah Bakti, salib, patung Yesus, Bunda Maria

dan Yosef saja melainkan buku-buku gambar atau buku-buku cerita Kitab Suci,

Gambar

gambar porno, menempatkan doa dalam kehidupan keluarga, menyediakan dan
Tabel 1. Kisi-Kisi Penelitian
Tabel 2. Identitas responden (N = 50)
Tabel 3. Pemahaman orang tua tentang pendidikan iman anak dalam keluarga
+5

Referensi

Dokumen terkait

40 Article 30 point (1) and (2) Governemnet Regulation Number 101 of 2014 on Waste Management and Toxic Material (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2014 Number

SIM-8: Simulasi 8 adalah kombinasi kenaikan harga dunia minyak mentah 5 persen, peningkatan penerimaan dalam negeri pemerintah 10 persen, kenaikan indek harga konsumen 5

---Menimbang, bahwa putusan aquo dijatuhkan pada tanggal 11 Oktober 2010 dihadapan Penggugat dan Tergugat dan kemudian permohonan banding Pembanding diajukan

Jenis pompa perpindahan positif (positive displacement pump) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m3/h (242 gpm)

Pengamatan dan sensus populasi burung rangkong dilakukan pada dua kondisi habitat yaitu kawasan blok hutan Bukit Tangah Pulau (hutan sekunder dan hutan bekas

Prakiraan penjalaran asap pada level ketinggian 50 meter sampai dengan tanggal 19 Agustus 2009 pukul 07.00 WIB, di wilayah Sumut arahnya menuju Utara sampai ke Selat Malaka,

Uraikan latar belakang dari kegiatan penelitian yang disulkan dan uraikan juga kemanfaatan penelitian ini untuk Provinsi Jawa Barata tau masyarakat Jawa Barat

Apabila tidak terdapat wakil penawar yang hadir pada saat pembukaan, panitia menunda pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran sampai dengan batas