• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS POPULASI DENGAN PROGRAM STAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS POPULASI DENGAN PROGRAM STAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab VI

SINTESIS POPULASI DENGAN

PROGRAM STAR

Sintesis populasi biasanya dilakukan dengan membuat sekelompok model

bin-tang dengan berbagai massa dan parameter yang diinginkan dan kemudian diikuti evolusinya hingga batas evolusi yang ingin ditinjau. Jumlah model

yang diperlukan cukup banyak agar hasil sintesis populasi dapat mewakili distribusi bintang yang sebenarnya. Sintesis populasi untuk CV, baik untuk

memperoleh distribusi CV maupun untuk mendapatkan distribusi pada tahap post-CE dan distribusimcore, telah dilakukan oleh beberapa orang, antara lain

de Kool (1992), Politano (1996,2007), Howell et. al (2001), Willems & Kolb (2004). Metode yang digunakan oleh beberapa pekerjaan tersebut termasuk

pendekatan teoritik (Politano 1996) maupun analitik (Howell et al. 2001) serta simulasi menyeluruh dengan mengevolusikan model yang telah dibuat (de Kool

1992, Willems& Kolb 2004).

VI.1 Metode

Metode yang digunakan pada sintesis populasi dalam tesis ini adalah dengan

membuat model ZAMS untuk 1300 sistem dan mengevolusikan tiap model hingga evolusi terhenti karena limitasi program. Pada tesis ini evolusi

bintang-bintang massa kecil setelah tahap raksasa merah akan dilanjutkan menuju evolusi horizontal branch dengan melompati fase He-flash. Model ZAMS

un-tuk progenitor CV dibuat dan dievolusikan menggunakan Program STAR dari Eggleton (1995) dengan parameter-parameter yang telah didefinisikan hingga

(2)

VI.2 Langkah Kerja

Proses sintesis populasi dimulai dari pembuatan model ZAMS dengan para-meter yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh model dibuat dengan

kom-posisi seperti Matahari dengan kelimpahan hidrogen (X) 0.70, helium (Y) 0.28 dan unsur berat (Z) 0.02. Program STAR akan membuat model ZAMS dengan massa bintang primer sesuai dengan input dari IMF oleh Miller & Scalo (1979) (persamaan IV.1) menggunakan simulasi Monte Carlo.

Pem-buatan model ZAMS adalah langkah pertama, agar program evolusi dapat berjalan diperlukan input massa bintang pasangan serta periode orbital yang

dihitung dengan persamaan IV.3 dan IV.4.

Untuk menghitung massa sekunder, simulasi Monte Carlo akan mengelu-arkan nilai acak yang akan di-input sebagai I(q) yang merupakan integrasi rasio massa, seperti pada persamaan IV.2. Dengan demikian akan diperoleh nilai q untuk setiap I(q) yang diberikan. Nilai q inilah yang digunakan untuk menghitung massa bintang sekunder. Periode orbital juga diperoleh dengan cara yang sama. Monte Carlo akan mengeluarkan nilai antara 0 dan 1 yang

digunakan sebagai input untuk persamaan IV.4.

Langkah diatas akan memberikan tiga input utama yang diperlukan pro-gram STAR untuk menjalankan evolusi. Tetapi sebelum model ZAMS dapat

dievolusikan input tersebut harus diseleksi terlebih dahulu berdasarkan per-syaratan yang ditentukan. Evolusi model ZAMS hanya bisa berjalan jika input

memenuhi syarat-syarat berikut:

1. massa primerM1 memenuhi rentang 1.00M< M1 <9.00M 2. rasio massaq <0.4

3. massa sekunder M2 >0.08M

(3)

Setelah input yang diberikan simulasi Monte Carlo memenuhi persyaratan

tersebut maka program STAR siap mengevolusikan model ZAMS. Pada sin-tesis populasi ini dibuat tiga set model masing-masing dievolusikan dengan

parameter angin yang berbeda yaitu 0.0, 0.3 dan 0.5 tetapi menggunakan nilai

overshooting yang sama yaitu δov = 0.12. Proses evolusi dibuat sedemikian

sehingga jika evolusi terhenti karena masalah konvergensi (time-step sudah mencapai batas minimum) maka time-step akan diperkecil lagi sehingga

evo-lusi bisa terus dilanjutkan. Proses ini dilakukan terus-menerus hingga pro-gram STAR mencapai batastime-steppaling kecil yang bisa diikuti (time-step

beberapa tahun).

Ketika evolusi terhenti program akan langsung menghitung dan

meng-analisis nilai output beberapa parameter untuk mengetahui apakah sistem

memenuhi persyaratan yang diberikan sebagai sistem post-CE. Agar sistem dapat diperiksa outputnya pertama kali dilakukan seleksi terhadap usia

sis-tem dimana sissis-tem yang memiliki usia lebih dari 12 milyar tahun dianggap belum berevolusi dalam batas waktu tersebut sehingga tidak akan ditinjau lagi.

Jika syarat usia <1.2×1010 tahun terpenuhi maka program akan memeriksa sistem tersebut. Pemeriksaan dilakukan terhadap proses transfer massa dari

bintang primer ke sekunder, perubahan periode terhadap waktu serta per-bandingan besar Roche lobe bintang primer terhadap radiusnya. Dalam tesis

ini fase CE dianggap terjadi bila bintang primer telah memenuhi roche lobe (RL,1 =R1) dan terjadi proses transfer massa yang meningkat diikuti periode

orbital yang menurun tiba-tiba dengan laju penurunan dP/dt < 10−7. Jika sistem memenuhi seluruh persyaratan itu maka sistem akan dimasukkan ke

dalam kategori sistem yang mengalami CE dan diberi indeks 1. Untuk sistem-sistem yang tidak memenuhi persyaratan akan diberi indeks 0 yang berarti

sistem dianggap tidak mengalami tahap CE selama proses evolusinya. Sis-tem dengan indeks 0 adalah sisSis-tem yang evolusinya bisa diikuti oleh Program

STAR hingga mencapai limitasi karena terjadi flash. Sedangkan sistem yang terlalu tua diberi indeks 2.

(4)

Proses evolusi menjadi lebih panjang jika evolusi dilanjutkan menuju

ca-bang horizontal. Evolusi lanjutan hanya dilakukan untuk sistem dengan indeks 0 (mengalami flash) dan massa bintang primernya kurang dari 2M. Batasan massa ini diambil dari Pols et al. (1998) yang membuat model ZAHB dari bintang bermassa 2M. Selanjutnya proses pembuatan model ZAHB serta evolusi horizontal branchdapat dilihat pada subbab VI.3.

VI.3 Model ZAHB

Bintang-bintang bermassa kecil dengan M < 2.5M akan mengalami He-flash dimana struktur bagian dalam bintang berubah dengan sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. Jejak evolusi bintang bermassa kecil dimulai

dari ZAMS ketika bintang mulai melakukan reaksi nuklir dalam kondisi ter-degenerasi. Perlahan-lahan inti helium di dalam bintang semakin bertambah

dan saat massa inti helium mencapai batas Sch¨onberg-Chandrasekar sebesar 10% dari massa total maka bintang akan mengembang menuju cabang raksasa

merah. Seiring evolusinya posisi bintang akan bergerak ke arah kanan atas pada diagram HR. Temperatur di inti semakin meningkat hingga bintang

da-pat melakukan pembakaran helium menjadi karbon. Kondisi di inti menjadi tidak terdegenerasi lagi dan bintang harus menyesuaikan perubahan tekanan

dengan temperatur dalam waktu singkat. Evolusi bintang yang sebelumnya memiliki jangka waktu milyaran tahun kini harus terjadi dalam orde detik!

Karena hal ini maka hanya sedikit program yang dapat mengikuti evolusi pada saat tersebut.

(5)

Gambar VI.1: Jejak evolusi untuk bintang m1 = 1.185M dan pasangan m2 = 0.554M

dalam sistem bintang dengan periode orbital 1711 tahun. Dalam program sistem ini dikenali memiliki indeks 0 dan memenuhi syarat untuk melanjutkan evolusi kehorizontal branch

Program STAR adalah salah satu pemodelan evolusi bintang dengan batas

time-step untuk mengikuti evolusi hingga orde tahun, oleh sebab itu program

ini tidak dapat mengikuti proses He-flash yang terjadi dalam orde detik. Agar evolusi dapat terus diikuti maka fase He-flash harus dilompati dan evolusi

di-lanjutkan kembali dengan menggunakan model ZAHB. Model ZAHB adalah model awal evolusi horizontal branch yang telah memiliki pembakaran He di

pusat. Model ZAHB dibuat dengan mengikuti metode pembuatan model ZAHB oleh Pols, Schr¨oder, Hurley, Tout dan Eggleton (1998). Pols et al.

(1998) mengambil massa bintang paling rendah yang dapat membakar helium dalam kondisi tidak terdegenerasi, yaitu model 2M dengan parameter

over-shooting. Pada tesis ini juga digunakan model awal yang sama dengan massa 2Myang telah tersedia bersama program evolusi. Model 2Mini dievolusikan

(6)

(helium tidak diubah menjadi karbon) hingga titik dimana He baru saja

ter-bakar. Untuk tesis ini, bintang dianggap telah memulai pembakaran helium jika inti bintang 100% terdiri dari He dan energi termal (ET H) di pusat bintang

lebih dari nol. Pemeriksaan komposisi dan ET H di pusat bintang dilakukan melalui file ev.****** yang merupakan salah satu output dari Program STAR

berisi data mengenai struktur dalam bintang.

Struktur model terakhir dengan pembakaran He disimpan sebagai model

awal pembakaran He dan diberi nama sebagai mod.initHe. Tahap selanjut-nya adalah menyesuaikan massa total danmcorebintang model dengan bintang

yang mengalami He-flash. Agar massa model awal sama dengan massa bintang saat He-flash, model awal pembakaran He dievolusikan lagi dengan memberi

angin bintang tetapi tanpa pembakaran H dan He agar struktur di dalam

bin-tang tidak berubah. Setelah massa total sesuai, mcore bintang juga harus di-naikkan agar sama denganmcorepada sistem yang evolusinya ingin dilanjutkan.

Caranya adalah dengan mengevolusikan lagi model menggunakan pembakaran H agar jumlah He bertambah tetapi tanpa pembakaran He. Dengan demikian

diperoleh model yang sudah memiliki pembakaran He di pusat denganMT dan

mcore sama. Model inilah yang disebut sebagai model ZAHB.

Sebelum model ZAHB dapat dievolusikan, usia dan nmod harus disesuaikan terlebih dahulu agar melanjutkan evolusi sebelumnya yang terhenti.

Peng-ubahan usia dan nmod dilakukan dengan memperbaiki headerfile sesuai nilai usia dan nmod pada evolusi yang terhenti.

(7)

Gambar VI.2: Jejak evolusi untuk sistem bintang dengan m1 = 1.185M, m2 = 0.554M

dan Porb = 1711 tahun. Diagram HR untuk sistem tersebut menunjukkan jejak evolusi bintang primer sejak ZAMS hinggahorizontal branch

Pada gambar VI.2 dapat dilihat bahwa posisi terakhir jejak bintang pada

diagram HR menjadi lebih tinggi setelah disambung dengan evolusihorizontal branch. Proses ini membuat kemungkinan sistem bintang bermassa kecil untuk

mengalami fase CE menjadi lebih besar. Diharapkan sistem-sistem seperti ini dapat menambah jumlah sistem post-CE.

Dalam pekerjaannya Pols et al. (1998) memperbaiki struktur selubung

model ZAHB dan memberikan komposisi yang sama pada selubungnya. Lang-kah ini belum bisa dilakukan pada pengerjaan tesis kali ini. Walaupun demikian

diharapkan proses evolusi lanjutan padahorizontal branchmenggunakan model ZAHB yang dibuat pada tesis ini dapat mengikuti evolusi HB dengan baik.

(8)

VI.4 Pemeriksaan Output

Langkah terakhir dari proses sintesis populasi adalah pemeriksaan sistem yang selamat menjadi sistem post-CE karena tujuan akhir dari tesis ini adalah

mem-peroleh distribusimcore, separasi dan periode orbital dari sistem post-CE.

Sete-lah proses evolusi untuk tiap sistem bintang selesai, program segera

menghi-tung mcore, λ, separasi awal sebelum fase CE (aCE) dan separasi setelah CE

dengan dua perumusan yang berbeda yaitu αCE dan γ.

Mcore dihitung dengan cara memeriksa setiap lapisan bintang hingga

dite-mui lapisan dengan jumlah H = 10%. Massa dari pusat hingga lapisan tersebut diintegrasikan untuk memperoleh mcore. λ adalah fraksi energi selubung

bin-tang primer yang dihitung dari struktur dalam binbin-tang. Separasi awal dihitung dengan menggunakan Hukum Kepler III seperti pada persamaanIV.6. Bagian

yang paling penting adalah pemeriksaan separasi akhir serta Roche lobe bin-tang sekunder untuk mengetahui apakah sistem tersebut berhasil melewati

tahap CE. Seperti pada pekerjaan Ginanjar (2006), dalam tesis ini sistem di-anggap selamat melewati CE jika bintang sekunder belum memenuhi roche

lobe-nya atau R2 < RL,2. Besar RL,2 dihitung dengan persamaan:

RL,2 =

0.49q−2/3

0.6q−2/3 + ln(1 +q−1/3)af (VI.1)

Sedangkan af adalah separasi akhir sistem setelah melewati fase CE. Pada

tesis ini af dihitung dengan dua cara menggunakan αCE dan γ untuk mem-bandingkan hasil yang sebelumnya telah diperoleh Ginanjar (2006) dengan

metode baru yang digunakan Webbink (2007). Untuk perumusan af dengan

αCE dihitung dengan persamaan

Af Ai = M1c M1 1 + 2 αCEλR1,L M1 −M1c M2 (VI.2)

dimana separasi akhir memiliki kebergantungan pada energi orbital sistem yang terkandung dalam parameter αCE

(9)

αCE ≡ Ee

Eorb(f)−Eorb(i) .

Berbeda dengan perumusan di atas, penghitungan af menggunakan metode γ

diberikan oleh persamaan

Af Ai = M1 M2 2 M1c+M2 M1+M2 1−γ M1−M1c M1+M2 2 (VI.3)

dengan nilai γ dinyatakan dengan

Ji −Jf Ji

=γM1−M1c M1+M2

Kedua metode yang dipakai akan memberikan hasil dengan kecenderungan

Gambar

Gambar VI.1: Jejak evolusi untuk bintang m 1 = 1.185M  dan pasangan m 2 = 0.554M
Gambar VI.2: Jejak evolusi untuk sistem bintang dengan m 1 = 1.185M  , m 2 = 0.554M

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian secara praktis hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dan keputusan di Dinas pendidikan Kota Bandung dalam menentukan

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan rahmat-NYA maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Perangkat

Karena masih inkonklusifnya hasil penelitian di Indonesia tersebut terutama terkait dengan ukuran market depth dan depth-to relative spread, maka penulis tertarik untuk

Berpegang pada proses implementasi Kebijakan dari model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang akan diaplikasikan dalam proses pemu- ngutan Pajak

Membagi tugas, melaporkan serta mempertanggung jawabkan tugas bawahan kepada Kasubag Pendidikan serta melaksanakan administrasi data dan informasi Akademik berdasarkan

3. Siswa tidak mampu menyimpulkan atau membuat hasil diskusi. Proses analisis untuk data aktivitas siswa adalah sebagai berikut. a) Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kerapatan dan kerusakan stomata daun mangga (Mangifera indica) dapat dipengaruhi oleh kondisi

oleh anak, orang pertama yang memberikan pengalaman langsung kepada anak, baik menyenangkan maupun tidak. hal ini bukan berarti bahwa seorang ayah tidak berperan dalam