• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Menurut UU 32 Tahun 2004, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sedangkan menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD juga dapat dikatakan juga merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Sony Yuwono, 2005:92).

Dari pengertian diatas, dapat di katakan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah, yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Menurut Sony Yuwono (2005:92) dalam satu periode, APBD terdiri dari: 1. Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih; 2. Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan

bersih;

3. Penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yag bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.                

(2)

Menurut Pasal 23 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Dan yang termasuk hak daerah menurut pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. 2. Memilih pimpinan daerah.

3. Mengelola apatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah.

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

6. Mendapatkan bagian dari hasil pengelola sumber daya alam dan sumber daya lain yang berada di daerah.

7. Mendapatakan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

8. Mendapatkan hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang merupakan kewajiban daerah menurut pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi. 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.                

(3)

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial.

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. 11. Melestarikan lingkungan hidup.

12. Mengelola administrasi kependudukan. 13. Melestarikan nilai sosial budaya.

14. Membentuk dan menerapkan persatuan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.

15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2.1.1 Anggaran Kinerja

Pada sistem lama, pemerintah hanya menekankan kemampuannya dalam menyerap anggaran dengan tidak mengutamakan pada pencapaian hasil yang diharapkan. Hal ini menyebabkan banyak tindakan kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan pengelolaan APBD.

Sony Yuwono, dkk (2005:35) dalam bukunya yang berjudul Penganggaran Sektor Publik mengatakan:

“Sistem anggaran kinerja memerlukan adanya indikator kinerja, standar kinerja, standar biaya, dan benchmark dari setiap jenis pelayanan. Anggaran harus

didasarkan pada sasaran yang hendak dicapai pada tahun anggaran tersebut, adanya standar pelayanan dan adanya ukuran biaya satuan. Setiap unit harus bisa merencanakan anggarannya berdasarkan tugas pokok dan fungsi, tigkat prioritas                

(4)

setiap pekerjaan, tujuan dan sasaran tertentu yang disertai dengan indikator penilai yang jelas dan dapat diukur sehinggamasing-masing tingkat dalam suatu unit akan mempunyai satu tanggung jawab yang jelas.”

Sehingga biaya dalam setiap pelayanan publik dapat diukur dan dapat dilihat tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Dan dapat memperlihatkan hubungan yang jelas antara input, output,dan outcome yang akan mendukung sistem pemerintahan yang

baik.

Menurut Sony Yuwono (2005:37) untuk dapat melaksanakan anggaran kinerja dengan baik di lembaga pemerintah daerah, diperlukan syarat, yaitu:

1. keterlibatan DPRD dalam perencanaan anggaran DPRD sebagai wakil masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam ikut menyusun perencanaan anggaran. Dalam hal ini DPRD harus proaktif dalam memilih aspirasi masyarakat dan diharapkan menetapkan arah dan kebijakan umum APBD dan strategi dan prioritas APBD.

2. Adanya desentralisasi wewenang hingga ke level unit kerja sebagai pusat pertanggungjawaban.

Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh manajer yang bertanggung jawab terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Manajer pusat pertanggungjawaban bertanggung jawab menciptakan hubungan yang optimal antara sumber daya input yang digunakan dengan output

yang dihasilkan dengan target kinerja.                

(5)

2.1.2 Siklus Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pengelolaan APBD saat ini lebih mengacu kepada UU 32 Tahun 2004 dan UU 33 Tahun 2004 dan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

2.1.2.1 Penyusunan Anggaran Daerah

Penyusunan anggaran daerah terbagi menjadi beberapa fase menurut Sony Yuwono (2005:98), yaitu:

a. Pemerintah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD palng lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, LSM, pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.

b. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

c. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.

               

(6)

d. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.

e. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

f. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.

g. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai penjeladan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober.

h. Pegambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan satu tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Penyusunan kebijakan menjadi suatu hal penting dan termasuk dalam kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya, sedangkan formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisis fiskal.

Berdasarkan pendekatan kinerja, anggaran yang telah disusun lebih ditekankan kepada hasil/output dari pencapaian anggaran yang telah ditetapkan untuk satu periode tahun anggaran. Oleh sebab itu penting sekali dalam menentukan kebijakan,                

(7)

arah dan strategi dalam mencapai anggaran tersebut. Selain itu, arah dan kebijakan umum APBD juga befungsi sebagai dasar penilaian kinerja daerah.

Penting juga ditekankan dalam penyertaan masyarakat dalam penyusunan APBD. Partisipasi masyarakat diharapkan tercapainya efisiensi alokasi sumber daya, transparansi, akuntabilitas keuangan daerah, serta memunculkan cost recovery (Sony

Yuwono, 2005:100). Hal ini dilakukan agar menjalin hubungan baik antara pemerintah dengan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dari masyarakat itu sendiri, dan pemda memiliki informasi yang lengkap mengenai kebutuhan dan preferensi masyarakat. Selain itu, partisipasi masyarakat yang aktif dalam pengelolaan daerahnya dapat mengingkatkan pembangunan daerah.

Penyusunan APBD mencakup dua hal, yaitu: a. Penyusunan rancangan anggaran setiap unit kerja

Dalam hal ini, kepala daerah menerbitkan surat edaran (SE KDH) untuk kepala unit kerja agar menyiapkan rencangan anggarannya. Di dalamnya termuat arah kebijakan umum, strategi dan prioritas, standar biaya, standar pelayanan, dan formulir RASK. Formulir ini memuat pernyataan mengenai visi dan misi unit kerja, deskripsi tupoksi unit kerja, rencana program dan kegiatan unti kerja termasuk tolak ukur dan target kerja.

Kemudian seluruh RASK disampaikan kepada tim anggaran eksekutif untuk dievaluasi, dan jika RASK tersebut perlu dilakukan revisi, perubahan atau penyempurnaan, maka satuan kerja yang terkait harus melakukan perubahan                

(8)

pada rencana kerjanya. RASK dari semua unit akan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rancangan APBD.

b. Penyusunan rancangan anggaran APBD pemerintah daerah oleh tim anggaran eksekutif

Rancangan APBD oleh pemerintah daerah diajukan kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan dan ditetapkan sebagai APBD untuk tahun anggaran yang akan datang.

2.1.2.2 Pelaksanaan Anggaran Daerah

Setiap anggaran yang dibuat tetntunya bertujuan agar target yang telah dibuat tersebut dapat tercapai. Sehingga pada pelaksanaannya sangat diperlukan sikap disiplin dan tertib, baik pelaksanaan anggaran daerah , pengurusan administrasi, dan kebendaharaan. Pengurusan administrasi adalah wewenang untuk mengadakan tindakan-tindakan dalam penyelenggaraan rumah tangga daerah yang membawa akibat pengeluaran menjadi beban anggaran daerah (Sony Yuwono, 2005:102). Sedangkan pengurus kebendaharaan merupakan wewenang untuk menerima, menyimpan, membayar, atau mengeluarkan uang dan barang, serta memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada kepala daerah.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, azas umum pelaksanaan APBD adalah sebagai berikut:

a. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.

               

(9)

b. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

c. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

d. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama satu hari kerja.

e. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja.

f. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. g. Pengeluaran dapar dilakukan jika dalam keadaan darurat yang selanjutnya

diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.

h. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.

j. Pengeluaran belanja daerah menggunakkan prinsip hemat, tidka mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

               

(10)

2.1.2.3 Pertanggungjawaban APBD

Penyampaian laporan pertanggungajawaban keuangan pemerintah daerah harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan demi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan ini harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya enam bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan dengan sebelunya harus telah selesai diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Setiap pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab dalam peraturan daerah atau undang-undang mengenai segi manfaat. Dan jika terjadi penyimpangan kebijakan kegiatan yang telah ditetapkan dan terbukti, maka pihak terkait akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan peraturan. Hal dimaksudkan menjadi suatu usaha preventif dan represu, serta sebagai jaminan ditaatinya peraturan. Dan adanya tanggung jawab atas wewenang untuk menerima, menyimpan , dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara. Tanggung jawab ini meliputi semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya, dan diwajibkan untuk mengganti oleh pengelola tersebut yang merupakan pengendalian intern.

Menurut pasal 27 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada                

(11)

pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan kepada masyarakat. Dan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat disampaikan kepada presiden memalui Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota satu kali dalam satu tahun.

Pertanggug jawaban anggaran berarti untuk kepentingan manajemen keuangan di pemerintah daerah terfokus pada laporan pelaksanaan anggaran yang sedang dijalankan (Sony Yuwono, 2005:105).

2.1.3 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBD yang disusun oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaannya memiliki fungsi yang tercantum dalam Pasal 15 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai berikut:

1. Otorisasi

Anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan bekerja pada tahun yang bersangkutan.

2. Perencanaan

Anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Pegawasan

Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.                

(12)

4. Alokasi

Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi penganggaran dan pemborosan sumber daya, serta mengingkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

5. Stabilitas

Anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan adalah semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (SAP No. 2 paragraf 8). Sedangkan menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Pendapatan asli daerah terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah.

2. Hasil retribusi daerah.

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Lain-lain PAD yang sah.

Perlu diketahui bahwa setiap daerah memliki sumber daya yang berbeda, sehingga memiliki kemampuan dalam menghasilkan PAD-pun akan turut berbeda.                

(13)

Sehingga ada beberapa variabel yg perlu dianalisis untuk mengetahui potensi sumber PAD, yaitu:

1. Kondisi suatu daerah. Keadaan struktur ekonomi dan sosial suatu daerah sangatlah menentukan

2. Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah utnuk menetapkan pungutan. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu masyarakat sangat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu.

3. Kemampuan masyarakat daerah utnuk membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah

4. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi penerimaan PAD, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan:

a. Menambah objek dan subjek pajak dan atau retribusi.

b. Meningkatkan besarnya penetapan, dalam penelitian potensi PAD, perlu dipertimbangkan kemugkinan adanya kesenjangan yang disebabkan data potensi tidak tersedia dengan akurat sehingga besarnya penetapan pajak atau retribusi belum sesuai dengan potensi yang sebenarnya.

5. Perkembangan PDRB perkapita riil. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (Enggar, 2010:32).

Menurut UU No. 32 Tahun 2004, dalam upaya peningkatan PAD, daerah dilarang untuk:                

(14)

1. menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

2. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor. 2.2.1 Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari sumber daya daerah itu sendiri yang secara umum dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan bersifat memaksa. Menurut Abdul Hafiz dan Tanjung (2006:97) pajak daerah meupakan akun untuk menampung pendapatan yang berasal daripada yang ditetapkan sesuai dengan peraturan daerah dan dapat dipungut serta disetorkan ke kas dalam tahun anggaran berjalan.

Menurut Josef Riwu kaho (1988:130) dari pendapatan tersebut diatas terlihat bahwa cirri mendasar pajak:

1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum lainnya.

2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk 3. Hasil pungutan pajak digunakkan untuk meutup pengeluaran negara dan sisanya

– apabila masih ada – digunakkan untuk investasi.

4. Pajak di samping sebagai sumber keuangan negara (budgetair), juga berfungsi sebagai pengatur (regulair)

Pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi (pajak provinsi), berupa                

(15)

pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukiman. Dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota, yang antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.

2.2.2 Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertenru yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Kesit Bambang Prakosa, 2003:).

Retribusi daerah dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Retribusi jasa umum

Retribusi jasa umum yang merupakan retribusi jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi jasa usaha

Retribusi atas jasa yang disedaiakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3. Retribusi rerizinan tertentu

Merupakan retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,                

(16)

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjada kelestarian lingkungan.

2.2.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan daerah merupakan pendapatan asli daerah yang dihasilkan dari investasi pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah dan dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam pembangunan daerah.

Namun dalam hal ini BUMD akan menghadapi tekanan dari pihak luar, sehingga penting dalam menjaga kualitas dan daya saingnya, terutama di era globalisasi. Dan sakah satu upaya dalam meningkatkan daya saing adalah dengan privatisasi. Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2005:24) mengatakan bahwa privatisasi berarti pelibatan modal swasta dalam struktur modal perusahaan publik sehingga kinerja financial dapat dipengaruhi secara langsung oleh investor melalui mekanisme pasar uang.

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi belanja publik, serta mendorong perkembangan sektor swasta. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN. 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusaaan milik swasta atau kelompok

usaha masyarakat.                

(17)

2.2.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa lain-lain PAD yang sah merupakan seluruh pendapatan selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dam lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, lebih lanjut menjelaskan lain-lain PAD yang sah meliputi:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. 2. Jasa giro.

3. Pendapatan bunga.

4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

5. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

6. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

8. Pendapatan denda pajak. 9. Pendapatan denda retribusi.

10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. 11. Pendapatan dari pengembalian.

12. Fasilitas sosial dan fasilitas umum.

13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

               

(18)

Dapat dijelaskan bahwa hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat. Sedangkan pendapatan dana darurat merupakan bantuan pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD, seperti penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.

2.3 Belanja Daerah

Permendagri No. 13 Tahun 2006 mengatakan bahwa belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relative dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah menurut Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih pada tahun anggaran yang bersangkutan (UU No. 23 Tahun 2004). Sedangkan menurut Sony Yuwono (2005:108) mengatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayaran kembali oleh pemerintah.

Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan keualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Belanja daerah                

(19)

diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial demi tercapainya perlindngan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Belanja daerah dalam penganggarannya harus mempertimbangkan analisis standat belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja menurut kelompok belanja, terdiri dari: 1. Belanja tidak langsung

2. Belanja langsung

2.3.1 Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:                

(20)

2.3.1.1Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Atau dapat dikatakan juga bahwa belanja pegawai adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain, merupakan belanja tetap pegawai yang tidak terpengaruh akan adanya kegiatan tertentu.

2.3.1.2Belanja Bunga

Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian

pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 2.3.1.3Belanja Subsidi

Belanja subsidi digunakkan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Perusahaan/lembaga tersebut adalah perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk/jasa pelayanan umum masyarakat. Penerima subsidi harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah dan dianggarkan sesuai dengan keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidindalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturan pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala daerah.                

(21)

2.3.1.4Belanja Hibah

Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Pemberian hibah dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Hal ini dilakukan agar pemerintah daerah tersebut menggunakan dana yang ada untuk hal yang lebih diprioritaskan.

Sedangkan pemberian hibah dalam bentuk barang dapat dilakukan apabila barang tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis bagi pemerintah daerah yang bersangkutan tetapi bermanfaat bagi pemerintah atau pemerintah daerah lainnya dan/atau kelompok masyarakat/perorangan. Dan pemberian hibah dalam bentuk jasa dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib gua memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perudang-undangan. Semua pemberian hibah ini dapat dilakukan sepanjang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pemberian hibah bersifat tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

2.3.1.5Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk                

(22)

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Belanja ini tidak dilakukan secara terus menerus setiap tahun anggaran dan dapat dianggarkan jika pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna terpenuhinya standar pelayanan minimum yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 2.3.1.6Belanja Bagi Hasil

Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya.

2.3.1.7Belanja Bantuan Keuangan

Belanja bantuan keuangan digunakkan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.

Dalam hal ini ada bantuan keuangan yang bersifat umum dan khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Sedangkan bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dan dapat pihak pemberi dapat mensyaratkan penyedia dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.

               

(23)

2.3.1.8Belanja Tidak Terduga

Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang sah. Kegiatan yang tidak biasa yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas peneyelenggaraan pemerintah demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

2.3.2 Belanja Langsung

Belanja langsung adalah belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan (Sony Yuwono dkk, 2005:109). Jenis belanja langsung dapat berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan, belanja modal. Karakteristik belanja ini adalah input (alokasi biaya) yang ditetapkan dapat diukur dab diperbandingkan

dengan output yang dihasilkan. Target kinerja atau tingkat pencapaian program

sebagian besar mempengaruhi variabilitas jumlah komponen belanja langsung.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, belanja langsung dikelmpokkan menjadi:

2.3.2.1Belanja Pegawai

Belanja pegawai dalam kelompok belanja langsung merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.                

(24)

2.3.2.2Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pegadaan barang yang dinilai manfaatnya kurang dari satu tahun dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja ini mencakup belanja barang habis pakai, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parker, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

2.3.2.3Belanja Modal

Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi yang akan menambah aset. Belanja modal ini digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari satu tahun unutk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesih, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Menurut Sri Hayati (2009:38) belanja modal dapat dijelaskan secara ringkas, terdiri dari:

               

(25)

1. Belanja Tanah

Pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran biaya lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Peralatan dan Mesin

Pengeluaran/biaya yang digunakkan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Gedung dan Bangunan

Pengeluaran/biaya yang digunakkan untuk perncanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan

Pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelilaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

               

(26)

5. Belanja Aset Tetap Lainnya

Pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriterian belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

2.4 Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Daerah

Berdasarkan penelitian terdahulu dari Henri Edison yang meneliti tentang pengaruh pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah, menunjukkan bahwa belanja daerah dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah secara positif di Kabupaten Toba Samosir. Dan belanja daerah dapat dijelaskan oleh pendapatan asli daerah sebesar 78,8% oleh pendapatan asli daerah.

Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari suatu daerah akan sangat berpengaruh kepada belanjanya. Perubahan pendapatan, baik itu peningkatan maupun penurunan akan berpengaruh terhadap jumlah belanja yang dianggarkan. Sehingga akan sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu pendapatan asli daerah berpengaruh secara positif terhadap belanja daerah di Provinsi Jawa Barat.

               

Referensi

Dokumen terkait

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Pada kawasan tersebut terjadi genangan setinggi sekitar 40–60 cm dengan lama genangan 4-8 jam yang diakibatkan air dari saluran

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

1 Jurusan Bimbingan Dan Penyuluh Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk: menguji secara empirik tentang

Mes- kipun di sisi yang lain, reaktualisasi filsafat Islam, khususnya dalam rangka reintegrasi keilmuan di perguruan tinggi Islam menjadi sangat krusial mengingat umat

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana

Sekolah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) dari total jumlah