• Tidak ada hasil yang ditemukan

3,35 3,96 Jumlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3,35 3,96 Jumlah"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

13 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107o51’-107o54’ Bujur Timur dan 6o35’-6o35’ Lintang Selatan. Kecamatan ini secara topografi berupa dataran yang terletak pada ketinggian 23 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 1.345 mm per tahun dan rataan hari hujan 11 hari per bulan sepanjang tahun 2010 (BPS Haurgeulis, 2011).

Kecamatan Haurgeulis secara administratif merupakan salah satu dari 31 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Indramayu, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di ujung Barat wilayah Indramayu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Subang (Gambar 2). Kecamatan Haurgeulis terbagi menjadi 10 desa, yaitu Cipancuh, Haurgeulis, Haurkolot, Karangtumaritis, Kertanegara, Mekarjati, Sidadadi, Sukajati, Sumbermulya, dan Wanakaya. Perbatasan wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Anjatan, sebelah Timur dengan Kecamatan Kroya, sebelah Selatan dengan Kecamatan Gantar dan sebelah Barat dengan Kecamatan Compreng dan Cipunagara (Kabupaten Subang) (BPS Haurgeulis, 2011). Jumlah penduduk yang tercatat pada tahun 2010 di Kecamatan Haurgeulis adalah 93.509 jiwa dengan 24.145 kepala keluarga dan kepadatan penduduknya mencapai 1.511 jiwa per km2 (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Luas wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah 6.083 Ha, dengan perincian penggunaan lahan diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

No. Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

1. Pemukiman dan pekarangan 1.641 26,98

2. Lahan sawah 3.997 65,71 3. 4. Kebun Lain-lain 204 241 3,35 3,96 Jumlah 6.083 100

(2)

14 Penggunaan lahan terbesar di wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah untuk lahan sawah, yaitu mencapai 65,71% dari luas keseluruhan (Tabel 1). Area persawahan terluas terletak di Desa Sidadadi, Sumbermulya dan Kertanegara (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Lahan sawah yang luas memungkinkan berlimpahnya ketersediaan serangga sebagai pakan burung walet karena pada dasarnya serangga hidup di daerah bervegetasi seperti sawah.

Rumah burung walet yang dijadikan objek penelitian berjumlah empat unit yang terletak di Desa Sukajati, Desa Haurgeulis dan Desa Mekarjati. Total jumlah rumah burung walet pada masing-masing desa tersebut (berdasarkan hasil pengamatan) adalah 25 unit (Desa Sukajati), 54 unit (Desa Haurgeulis) dan 36 unit (Desa Mekarjati). Rumah burung walet terbanyak terdapat di desa Haurgeulis, yaitu 46,96% dari jumlah rumah burung walet pada ketiga desa lokasi penelitian.

Gambar 2. Peta Lokasi Sampel Rumah Burung Walet yang digunakan pada Penelitian di Kecamatan Haurgeulis (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011)

Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati

Rumah burung walet yang dijadikan objek penelitian pada mulanya didirikan karena melihat prospek yang baik dalam pengusahaan rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis. Banyak rumah burung walet yang telah berkembang dan

(3)

15 dapat memproduksi sarang burung walet hingga puluhan kilogram setiap panennya. Hal ini menarik pemilik untuk membangun rumah burung walet di daerah tersebut. Pemilik rumah burung walet yang berada di Kecamatan Haurgeulis tidak semua berasal dari daerah tersebut, banyak pemilik rumah burung walet yang berasal dari luar daerah dan mempercayakan pengelolaannya kepada warga sekitar. Pemilik rumah burung walet biasanya memiliki lebih dari satu unit rumah burung walet yang tersebar di beberapa daerah di luar Kecamatan Haurgeulis. Profil dan jumlah kepemilikan rumah burung walet di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati

Rumah Burung walet

Asal Daerah

Pemilik Pekerjaan

Jumlah Rumah Burung Walet (Unit) A B C D Tangerang Jakarta Haurgeulis Jakarta Pengusaha Pengusaha Dokter Pegawai Negeri 6 12 1 6

Desain dan Tata Ruang Rumah Burung Walet

Kondisi rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis saling berdekatan (Gambar 3), ramai dan sangat berbeda dengan suasana yang sepi di sekitar habitat aslinya di dalam gua. Namun menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet dapat berkembangbiak dengan baik dan mampu beradaptasi dengan suasana kota karena burung walet memiliki indra pendengaran yang kurang baik dan toleransi yang tinggi terhadap aktivitas manusia.

(4)

16 Rumah burung walet A, B, C dan D (Gambar 4) memiliki desain yang berbeda. Rumah burung walet A, B dan D merupakan bangunan yang terpisah dari rumah pemilik, sedangkan rumah burung walet C menempel dengan bangunan rumah pemilik.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. Rumah Burung Walet yang Diamati: (a) Rumah Burung Walet A, (b) Rumah Burung Walet B, (c) Rumah Burung Walet C dan (d) Rumah Burung Walet D

Pembuatan rumah burung walet tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan modal yang dimiliki oleh pemilik. Jika kepadatan populasi burung walet yang menempati rumah burung walet tersebut terlalu tinggi, biasanya pemilik membangun rumah burung walet dengan menambah luas bangunan atau menambah lantai menjadi lebih tinggi. Hal tersebut terjadi pada rumah burung walet B yang merupakan hasil perombakan dari bangunan lama karena populasi burung walet sudah cukup tinggi. Rumah burung walet A, B, C dan D dikelilingi oleh pagar besi dan beton yang berukuran 1,2-3 meter.

(5)

17 Rumah burung walet A berupa ruangan tanpa sekat (Gambar 4 dan 5) dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papan-papan sirip. Lubang masuk burung walet terdapat dua buah yang terletak pada sisi kanan di lantai dua dan mengarah ke selatan. Rumah burung walet A memiliki dua kolam air yang terletak pada sisi kiri dan kanan di lantai satu, serta satu kolam air pada sisi kanan di lantai dua. Selain itu, di sisi kiri di lantai dua terdapat 58 tempayan tanah liat dengan diameter 30 cm dan tinggi 35 cm yang disusun membentuk huruf U. Peletakan tempayan tersebut dikarenakan pada sisi kiri ruangan di lantai dua tidak terdapat kolam air.

U T

B S

Gambar 5. Desain Rumah Burung Walet A

Rumah burung walet B (Gambar 4 dan 6) memiliki tata ruang yang sama dengan rumah burung walet A, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papan-papan sirip. Namun, rumah burung walet B memiliki bentuk dengan pola huruf L (Gambar 6). Rumah burung walet B memiliki satu lubang masuk burung walet yang terletak pada lantai dua dan mengarah ke barat. Meskipun lubang masuk burung walet menghadap ke arah datangnya sinar matahari pada sore hari (barat), namun sinar yang datang tidak akan langsung masuk ke dalam rumah burung walet tersebut karena di depan lubang masuk burung

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = kolam air 3 m 15 m 6,6 m 1,5 m 2 m 5 m 30o Lantai 2 Lantai 1 Keterangan:

= tempat peletakan tempayan = pipa sprayer

(6)

18 tersebut terhalang oleh tembok (Gambar 11). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terletak berdampingan pada sisi kiri di lantai satu, sedangkan di lantai dua rumah burung walet B tidak terdapat kolam air. Sumber air di lantai dua rumah burung walet B hanya dari pipa sprayer yang dioperasikan setiap dua kali sehari sehingga kondisi di dalam rumah burung walet B kering dan panas (Tabel 6).

B U

S T

Gambar 6. Desain Rumah Burung Walet B

Rumah burung walet C (Gambar 4 dan 7) terdiri dari dua bangunan yang menyatu, masing-masing memiliki dua dan tiga lantai. Namun, bangunan yang difungsikan di rumah burung walet tersebut hanya lantai dua dan tiga pada bagian depan, sedangkan bagian belakang merupakan bangunan baru yang tidak difungsikan karena belum selesai dibangun dan populasi burung walet di dalamnya hanya sedikit (Gambar 7). Tata ruang pada rumah burung walet C sama dengan rumah burung walet A dan B, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon

dipasangi papan-papan sirip. Rumah burung walet C memiliki dua lubang masuk burung walet yang terletak di sisi kiri pada lantai tiga dan menghadap ke arah utara.

Rumah burung walet C memiliki 16 kolam air yang terletak pada lantai dua dan tiga. Lantai dua rumah burung walet C memiliki 15 kolam air, 5 kolam air

9 m 10,28 m 27 m 9,7 m 4 m 3 m 4 m 30o Lantai 2 8 m Lantai 1 Keterangan:

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai

= kolam air = pipa sprayer

(7)

19 terletak pada tengah ruangan dan 10 kolam air mengelilingi ruangan tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu kolam air yang terletak pada sisi kiri ruangan dengan 100 tempayan plastik berukuran 30 x 20 x 3 cm yang disusun membentuk huruf U pada sisi kanan ruangan. Penempatan tempayan tersebut sama halnya pada rumah burung walet A, yaitu karena pada sisi kanan ruangan di lantai tiga tidak terdapat kolam air.

U T

B S

Gambar 7. Desain Rumah Burung Walet C

Rumah burung walet D (Gambar 4 dan 8) memiliki tata ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah burung walet A, B dan C. Rumah burung walet D memiliki pembagian ruang roving room dan nesting room di dalamnya (Gambar 8), berbeda dengan rumah burung walet A (Gambar 5), B (Gambar 6) dan C (Gambar 7) yang hanya berupa ruangan tanpa sekat. Roving room pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan ruangan, sedangkan nesting room terletak pada sisi kiri ruangan di lantai dua dan tiga masing-masing berjumlah dua dan tiga ruang. Terdapat sekat tembok yang terletak pada atap setiap lantai yang menyatukan roving room dengan ketiga lantai tersebut, masing-masing berukuran 20, 30 dan 40 cm. Sekat tembok tersebut bertujuan untuk membuat kondisi cahaya pada setiap lantai menjadi gelap. Rumah burung walet D memiliki dua lubang masuk burung walet yang menghadap

7 m 12 m 5,7 m 45o Lantai 3 2,85 m Lantai 2 2,85 m Lantai 1 2,85 m Keterangan:

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai

= kolam air

=tempat peletakan tempayan

(8)

20 ke arah utara. Lubang masuk burung walet tersebut terletak pada sisi kanan atas

roving room dan pada sisi kiri di lantai tiga. Kolam air yang terdapat pada rumah burung walet D berjumlah empat kolam. Tiga kolam air terdapat di dalam rumah burung walet yang terletak mengelilingi ruangan di setiap lantai, sedangkan satu kolam air terdapat pada atap rumah burung walet tersebut.

S B

T U

Gambar 8. Desain Rumah Burung Walet D

Tata letak rumah burung walet yang terbaik adalah pada rumah burung walet D (Gambar 8). Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet D memiliki pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), penempatan kolam air yang merata di setiap lantai, lubang masuk burung walet yang mengarah ke utara (berlawanan dengan arah datangnya sinar matahari), dan terdapat kolam air pada atap rumah burung walet. Tata letak tersebut berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di dalamnya menjadi lebih stabil (Tabel 6).

Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet

Rumah burung walet yang diamati memiliki karakteristik fisik yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Lantai 3 2,5 m Lantai 2 2,7 m Lantai 1 3 m 9,9 m 8,45 m 12,45 m 20 cm 30 cm 40 cm 40 cm = roving room = nesting room = kolam air Keterangan:

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = pipa sprayer

(9)

21 Tabel 3. Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis,

Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

No. Karakteristik Rumah Burung Walet

A B C D 1. Ukuran p x l x t (m) 15x5x5,6 27x19,28x8 12,7x7x8,55 12,45x8,45x9,9 2. Lantai Jumlah Bahan 2

Papan kayu dan dilapisi semen 2 Dak beton 3 Dak beton 3 Dak beton 3. Dinding Bahan Ketebalan (cm) Warna Bata merah 15 Kapur (putih) Bata merah 40 Kapur (putih) Bata merah 20 Semen (abu) Bata merah 70 Semen (abu) 4. Atap Bahan Kemiringan Genteng dan Asbes 30o Genteng 30o Genteng 45o Dak beton - 5. Penggunaan Ruang Roving area Keberadaan/Letak Roving room Keberadaan Ukuran (m3) Nesting room Keberadaan Ukuran (m2) Jumlah (ruang) Ada/Lantai 2 - - - - - Ada/Lantai 2 - - - - - Ada/Lantai 3 - - - - -Ada/Lantai 3 Ada 3x8,45x9,9 Ada 1,8x1,8 5 6. 7.

Pintu untuk Manusia Bahan

Ukuran (m2) Jumlah

Lubang Burung Walet Ukuran (cm) Jumlah Letak Arah Baja double 1,8 x 1 1 70x15x15 2 Lantai 2 Selatan Besi single 2x1 1 50x20x40 1 Lantai 2 Barat Kayu 2x1 1 40x20x20 2 Lantai 3 Utara Baja beton 1,7x0,7 1 30x20x70 2 Lantai 3 Utara 8. Sirip Bahan Ukuran (cm) Ketebalan (cm) Jarak (cm) Posisi Kayu Jati 300x15 2 20 Tegak lurus Kayu Jati 300x15 1 20 Tegak lurus Kayu Jati 300x12 1 30 Tegak Lurus Kayu Jati 300x12 2 30 Sejajar 9. Kolam Keberadaan Ukuran (m) Jumlah Letak (jumlah) Ada 3,5x3x0,2 3 Lantai 1 (2) Lantai 2 (1) Ada 6x6x0,6 2 Lantai 1 Ada 2,5x2,5 16 Lantai 2 (15) Lantai 3 (1) Ada Mengelilingi setiap lantai (l=0,7,t=0,4) 3 Lantai 1-3 10. Lubang udara Diameter (inc) 1 2 1 1 11. Pipa sprayer Keberadaan Diameter (inc) Letak Ada ½ Lantai 1, 2 dan luar Ada ½ Lantai 1 dan 2 - - - Ada ½ Lantai 1, 2 dan 3

(10)

22 Ukuran Rumah Burung Walet

Rumah burung walet yang diamati memiliki ukuran bangunan yang berbeda. Ukuran rumah burung walet dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah rumah burung walet B (27 x 19,28 x 8 m3), rumah burung walet D (12,45 x 8,45 x 9,9 m3), rumah burung walet C (12,7 x 7 x 8,55 m3) dan rumah burung walet A (15 x 5 x 5,6 m3). Ukuran dari bangunan rumah burung walet dapat mempengaruhi populasi burung walet yang terdapat di dalamnya. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan produksi sarang burung walet pada keempat rumah yang diamati, populasi burung walet tertinggi terdapat pada rumah burung walet B, diikuti oleh rumah burung walet D, A dan C (Tabel 9). Namun, populasi burung walet pada rumah burung walet A lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pada rumah burung walet C yang ukurannya lebih besar. Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet A dilakukan pengelolaan yang baik, seperti penyemprotan cacing sutera setiap pemanenan sarang dan pengoperasian tweeter setiap hari.

Jumlah Lantai pada Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A dan B terdiri dari dua lantai, sedangkan rumah burung walet C dan D terdiri dari tiga lantai. Namun, pada rumah burung walet C, hanya dua lantai yang difungsikan, yaitu lantai dua dan tiga (Gambar 7). Lantai pada rumah burung walet A terbuat dari papan kayu yang dilapisi dengan semen. Sedangkan pada rumah burung walet B, C dan D terbuat dari dak beton. Lantai yang terbuat dari papan kayu dengan lapisan semen pada rumah burung walet A kurang baik jika dibandingkan dengan lantai yang terbuat dari dak beton. Lantai pada rumah burung walet A yang terbuat dari papan kayu tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Namun kekurangannya adalah tidak tahan lama, mudah rusak dan dapat menimbulkan getaran pada papan sirip yang dapat menyebabkan kenyamanan burung walet terganggu saat berada di dalam sarangnya. Sedangkan lantai yang terbuat dari dak beton sangat awet, tidak menimbulkan getar pada papan sirip, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya.

Lantai satu dengan lantai yang lainnya pada rumah burung walet A, B, C dan D dihubungkan oleh tangga dengan bahan yang berbeda. Rumah burung walet A, C dan D menggunakan tangga portable yang terbuat dari bambu dan kayu yang hanya digunakan pada saat pengelola memeriksa keadaan ruangan. Sedangkan tangga pada

(11)

23 rumah burung walet B merupakan tangga permanen yang terbuat dari beton. Rumah burung walet sebaiknya menggunakan tangga portable agar burung yang akan masuk ke lantai lain tidak terhalangi tangga. Selain itu, tangga portable juga dapat mencegah pencurian sarang burung walet pada setiap lantai karena pencuri tersebut akan kesulitan untuk mencapai lantai satu dengan lantai lainnya.

Dinding Rumah Burung Walet

Dinding pada rumah burung walet A, B, C dan D menggunakan bata merah sebagai bahan pembuatnya. Penggunaan bata merah sebagai bahan pembuat dinding dikarenakan bata merah memiliki pori-pori sehingga mampu meredam panas, menstabilkan suhu dan kelembaban ruangan (Mardiastuti et al., 1998). Warna dinding rumah burung walet A dan B adalah putih (dikapur), sedangkan dinding rumah burung walet C dan D berwarna semen (abu-abu tanpa dikapur) (Gambar 9). Pengapuran pada dinding rumah burung walet bertujuan untuk menghindari masuknya binatang pengganggu kedalamnya, seperti semut, kecoak dan cicak.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9. Warna Dinding pada Rumah Burung Walet: (a) Rumah Burung Walet A, (b) Rumah Burung Walet B, (c) Rumah Burung Walet C dan (d) Rumah Burung Walet D

(12)

24 Ketebalan dinding pada keempat rumah burung walet yang diamati berbeda satu sama lain. Dinding pada rumah burung walet A dan D memiliki ketebalan yang berbeda antara lantai satu dengan lantai lainnya. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet A memiliki ketebalan 100 cm, sedangkan dinding di lantai dua memiliki ketebalan 15 cm. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet D memiliki ketebalan 70 cm, sedangkan dinding di lantai dua dan tiga memiliki ketebalan 30 cm. Dinding pada rumah burung walet B dan C memiliki ketebalan masing-masing 40 dan 20 cm. Menurut Mardiastuti et al. (1998), dinding yang dibuat lebih tebal pada lantai satu bertujuan untuk mencegah pencurian sarang burung walet dengan cara membobolnya dan juga untuk menjaga iklim mikro di dalam rumah burung walet lebih stabil.

Atap Rumah Burung Walet

Rumah burung walet pada umumnya menggunakan genteng sebagai bahan atap, kecuali pada rumah burung walet D menggunakan atap yang terbuat dari dak beton. Penggunaan genteng sebagai bahan atap dikarenakan genteng memiliki pori-pori sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih sejuk. Namun pada rumah burung walet A, penggunaan genteng sering menyebabkan kebocoran sehingga genteng yang retak diganti dengan asbes. Kebocoran atap genteng tersebut membuat air hujan merembes ke dalam rumah dan membuat papan sirip basah sehingga sarang banyak yang jatuh dan tidak ditempati oleh burung walet. Selain itu, papan sirip juga menjadi tidak tahan lama, berjamur dan harus sering diganti.

Atap pada rumah burung walet A dan B memiliki kemiringan 30o (Gambar 5 dan 6), sedangkan kemiringan atap pada rumah burung walet C adalah 45o (Gambar 7). Menurut Mardiastuti et al. (1998), penggunaan genteng dengan kemiringan yang tajam di dalam rumah burung walet baik digunakan di daerah panas karena akan membuat rumah tersebut memiliki udara sejuk dengan sirkulasi yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap iklim mikro, rumah burung walet D dengan atap dak beton memiliki kondisi suhu yang lebih stabil (28,60±0,61oC). Hal ini dikarenakan pada atap burung walet D terdapat kolam air (Gambar 8) yang dapat berfungsi meredam panas matahari dan membuat iklim mikro di dalamnya lebih stabil. Sedangkan menurut Mardiastuti et al. (1998), kemiringan atap yang baik pada rumah burung walet adalah >30o.

(13)

25 Penggunaan Ruangan pada Rumah Burung Walet

Pembagian ruang pada rumah burung walet menurut Mardiastuti et al. (1998) terdiri dari roving area, roving room dan nesting room. Rumah burung walet A, B, C dan D memiliki roving area yang terletak di depan lubang masuk burung walet. Ukuran roving area sulit ditentukan, tetapi di depan pintu burung walet harus tersedia lahan kosong setidaknya 4 x 4 x 4 m3 tanpa terhalangi pohon atau tiang listrik yang bertujuan untuk memudahkan burung walet berputar-putar sebelum memasuki rumah burung walet (Mardiastuti et al.,1998). Roving area pada salah satu lubang masuk burung di rumah burung walet D terhalang oleh pohon petai (Parkia speciosa) (Gambar 9 d). Hal tersebut harus dihindari dengan cara menebang bagian pohon yang menghalangi lubang masuk burung walet tersebut.

Roving room dan nesting room hanya terdapat di dalam rumah burung walet D (Gambar 8). Roving room tersebut berjumlah satu ruang yang berukuran 3 x 8,45 x 9,9 m3. Roving room berfungsi sebagai tempat peralihan dari suasana terang menjadi gelap atau sebaliknya (pada saat burung keluar dan masuk ruangan), tempat anakan belajar terbang sebelum meninggalkan sarang dan sering digunakan sebagai tempat burung seriti membuat sarang. Nesting room di rumah burung walet D berjumlah lima ruang yang terletak di lantai dua dan tiga serta berukuran 1,8 x 1,8 m2, masing-masing berjumlah tiga dan dua ruang. Menurut Mardiastuti et al. (1998), nesting room berfungsi menciptakan suasana yang lebih gelap di dalam rumah burung walet Pembagian ruang di dalam rumah burung walet ini dapat membuat kondisi ruangan tersebut sesuai dengan habitat asli walet di dalam gua sehingga burung walet dapat lebih nyaman tinggal dan bersarang didalamnya. Hal ini dibuktikan dengan populasi burung walet yang cukup banyak pada rumah burung walet D (Tabel 9).

Pintu Masuk Manusia

Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki satu pintu masuk untuk manusia. Pintu masuk pada rumah burung walet A, B dan C terdapat di dalam ruangan, sedangkan pada rumah D, pintu masuk terdapat di luar ruangan yang terletak di belakang rumah pengelola. Pintu masuk manusia pada rumah burung walet A, B, C dan D memiliki karakteristik yang berbeda (Gambar 10).

(14)

26 (a) (b)

(c) (d)

Gambar 10. Pintu Masuk Manusia pada Rumah Burung Walet: (a) Pintu Baja Ganda dengan Kunci Perancis (Rumah Burung Walet A), (b) Pintu Besi Satu Lapis (Rumah Burung Walet B), (c) Pintu Kayu Ganda (Rumah Burung Walet C) dan (d) Pintu Baja Beton (Rumah Burung Walet D) Pintu masuk pada rumah burung walet A merupakan pintu ganda yang terbuat dari baja dan berukuran 1,8 x 1 m. Rumah burung walet B memiliki pintu masuk dengan ukuran 2 x 1 m yang terbuat dari besi satu lapis dan dilengkapi dengan

electric alarm. Pintu masuk pada rumah burung walet C terbuat dari kayu ganda dengan ukuran 2 x 1 m. Sedangkan pintu masuk pada rumah burung walet D terbuat dari baja yang dilapisi beton dan berukuran 1,7 x 0,7 m. Pintu yang terbuat dari besi dan beton bertujuan untuk mencegah pencurian sarang burung walet dan dapat menjaga kestabilan iklim mikro. Namun, biaya untuk pembuatan pintu-pintu tersebut mahal. Sedangkan pintu yang terbuat dari papan kayu membutuhkan biaya yang murah, tetapi kurang dapat menjaga kestabilan iklim mikro di dalamnya.

(15)

27 Lubang Masuk Burung Walet

Rumah burung walet A, C dan D memiliki lubang masuk burung walet sebanyak dua buah yang terletak di lantai dua (pada rumah burung walet A) dan di lantai tiga (pada rumah burung walet C dan D). Sedangkan pada rumah burung walet B hanya memiliki satu lubang masuk burung walet pada lantai dua yang terhalangi tembok setinggi atap (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11. Tembok Lubang Masuk Burung pada Rumah Burung Walet B: (a) Rumah Burung Walet B Tampak Samping dan (b) Pintu Masuk Rumah Burung Walet B

Tembok pada lubang masuk burung walet tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang cahaya yang masuk dan disesuaikan dengan cara burung terbang saat memasuki dan keluar rumah. Menurut Mardiastuti et al. (1998), pada saat memasuki rumah burung walet, burung walet meluncur dan sedikit menjatuhkan diri, sebaliknya pada saat akan meninggalkan sarang, burung tersebut akan menjatuhkan diri terlebih dahulu dan kemudian meluncur terbang setelah berputar-putar beberapa saat. Kondisi lubang burung walet ini berbeda dengan lubang burung walet pada umumnya yang terbuka dan memberikan ruang gerak yang bebas bagi burung walet memasuki rumah. Namun, lubang masuk burung walet yang terhalangi tembok justru disukai burung walet. Hal ini terlihat dari banyaknya burung walet yang memasuki rumah dan berputar-putar di sekitar pintu burung walet yang kemudian akan memasuki rumah tersebut dengan cara meluncur. Berdasarkan pola terbang burung walet tersebut, lubang masuk yang paling sesuai untuk burung walet adalah yang terhalang oleh tembok. Hal ini juga terbukti dari banyaknya populasi burung walet yang terdapat pada rumah burung walet B (Tabel 9).

(16)

28 Kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A dan C berdekatan, sedangkan kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan dan kiri bangunan. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah burung walet A dan C, terlihat bahwa kedua lubang masuk burung walet tersebut sering dilewati. Sedangkan pada rumah burung walet D, lubang masuk burung walet yang sering dilewati adalah lubang yang terletak pada sisi kanan atas

roving room, padahal di depan lubang masuk burung walet tersebut terhalang pohon

petai. Hal ini dikarenakan pada saat burung walet akan memasuki rumahnya, burung tersebut akan berputar-putar untuk mencari serangga pakan terlebih dahulu sedangkan serangga banyak terdapat pada area bervegetasi. Selain itu, pada lantai dasar roving room terdapat tumpukan pellet yang dapat menyebabkan serangga banyak terdapat disekitarnya.

Lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A, B, C dan D berbentuk kotak dengan masing-masing ukuran adalah 70 x 15 x 15 cm3, 50 x 20 x 40 cm3, 40 x 20 x 20 cm3 dan 30 x 20 x 70 cm3. Arah lubang masuk burung walet yang diamati menghadap selatan (rumah A), barat (rumah B) dan utara (rumah C dan D) (Gambar 5, 6, 7 dan 8). Lubang masuk burung walet seharusnya tidak dibuat menghadap pada arah datangnya sinar matahari (timur dan barat) karena dapat menyebabkan cahaya masuk secara langsung dan mempengaruhi keadaan habitat mikro rumah burung walet tersebut sehingga intensitas cahaya tidak 0 atau tidak gelap total.

Sirip dan Tata Letaknya pada Rumah Burung Walet

Langit-langit di dalam rumah burung walet dibuat petak-petak dengan dibatasi tembok untuk menempatkan papan-papan sirip. Papan-papan sirip tersebut berfungsi sebagai tempat peletakan sarang burung walet. Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati karena kayu tersebut dinilai lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi jamur). Petak pada langit-langit rumah burung walet A, B dan D berukuran 3 x 3 m2, sedangkan pada rumah burung walet C berukuran 2,5 x 2,5 m2. Papan kayu yang digunakan berukuran lebar 12-15 cm dengan ketebalan 1-2 cm dan jarak antar sirip 20-30 cm. Langit-langit dengan ukuran petak lebih besar akan lebih baik karena dapat menampung jumlah papan sirip yang lebih banyak. Sedangkan papan kayu yang lebih lebar dapat membuat burung walet

(17)

29 lebih leluasa saat membentuk sarangnya. Ketebalan papan sirip yang baik adalah 2 cm karena menurut Mardiastuti et al. (1998), sirip yang terlalu tipis akan mudah bergetar pada saat burung walet hinggap sehingga menyebabkan burung walet merasa terganggu keamanannya.

Sistem sirip digunakan bertujuan untuk meningkatkan jumlah sarang dengan memperbanyak lokasi bersarang bagi burung walet (Taufiqurohman, 2002). Selain itu, sistem sirip juga dapat menentukan bentuk sarang burung walet sehingga mempengaruhi kualitas sarang yang dihasilkan. Pada umumnya, burung walet menyukai tempat bersarang pada bagian pojok sirip, namun sarang yang terbentuk memiliki kualitas yang rendah sehingga pada pojok sirip di keempat rumah burung walet yang diamati ditempatkan papan penyangga (Gambar 12) sehingga dapat menghasilkan sarang oval yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan sarang pojok.

(a) (b)

Gambar 12. Papan Sirip di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Penempelan Sarang pada Badan Sirip dan (b) Penempelan Sarang pada Pojok Sirip dengan Papan Penyangga

Posisi sirip terhadap lubang masuk burung walet dapat mempengaruhi pencahayaan pada tempat burung walet membuat sarang. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah burung walet A, B, dan C, posisi sirip terhadap lubang masuk burung walet adalah vertikal (tegak lurus), sedangkan pada rumah burung walet D horizontal terhadap lubang masuk burung walet (sejajar). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah sarang burung walet (Tabel 8), pada rumah burung walet D dengan posisi sirip sejajar terhadap lubang masuk burung walet memiliki jumlah sarang yang tinggi. Kondisi ini tidak sesuai dengan pernyataan Mardiastuti

(18)

30 searah dengan arah datangnya sinar matahari akan menyebabkan sinar masuk dan menyebar secara merata di seluruh sisi sirip sehingga kondisinya menjadi terang dan tidak disukai burung walet. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang mendukung burung walet untuk tinggal dan bersarang di dalamnya, seperti kondisi iklim mikro yang cukup stabil (suhu 28,60±0,61oC, kelembaban 85,61±3,47% dan intensitas cahaya 0 lux), pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), dan pengelolaannya yang baik (penyediaan serangga pakan tambahan dan penyemprotan pipa sprayer).

Kolam Air pada Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A memiliki tiga kolam air didalamnya yang berukuran 3,5 x 3 m2 dengan kedalaman 20 cm. Dua kolam air yang berada di dalam rumah burung walet tersebut terletak di lantai satu, sedangakan di lantai dua terdapat satu kolam air dengan 58 buah tempayan air yang terbuat dari tanah liat (Gambar 13 a). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terdapat di lantai satu dan berukuran 6 x 6 m2 dengan kedalaman 0,6 m. Kolam air di dalam rumah burung walet C sebagian besar menutupi lantai. Terdapat lima petak kolam air pada lantai dua yang masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 m2 dan 10 kolam air dengan ukuran 2,5 x 0,8 m2. Jalan selebar 14 cm dengan ketinggian 12 cm dari dasar kolam menjadi pembatas pada setiap bagian kolam air tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu bak penampung air yang terletak memanjang dan dilengkapi dengan 100 buah tempayan yang terbuat dari plastik yang diisi air sebagai pengganti kolam (Gambar 13 b). Tempayan yang terbuat dari tanah liat lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet dibandingkan dengan tempayan yang terbuat dari plastik. Tempayan tanah liat memiliki pori-pori yang lebih memudahkan penguapan air dibandingkan dengan tempayan plastik.

Rumah burung walet D memiliki tiga kolam air yang terlatak pada masing-masing lantai dan mengelilingi ruangan. Kolam air tersebut berukuran 10,25 x 0,7 x 0,4 m3. Selain itu, pada atap rumah burung walet D juga terdapat kolam air yang berukuran 9 x 6 x 0,6 m3. Taufiqurohman (2002) menyatakan bahwa kolam air pada atap berfungsi sebagai tempat burung mencari pakan, minum, mandi dan tempat penampung air. Selain itu, kolam air yang dibuat di atap bertujuan meredam panas radiasi matahari pada siang hari. Pembuatan kolam air di dalam rumah burung walet

(19)

31 bertujuan untuk menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban di dalam rumah tersebut.

(a) (b)

Gambar 13. Tempayan Air pada Rumah Burung Walet: (a) Tempayan Tanah Liat pada Rumah Burung Walet A dan (b) Tempayan Plastik pada Rumah Burung Walet C

Lubang Udara

Sirkulasi udara di dalam rumah burung walet dapat dijaga melalui pembuatan lubang-lubang udara. Lubang udara pada rumah burung walet A, B, C dan D masing-masing berjumlah 56, 97, 52 dan 90 buah dengan diameter 1 inc, kecuali pada rumah burung walet B (diameter 2 inc). Lubang udara pada rumah burung walet B dan D ditutupi dengan ram kawat (Gambar 14 a). Pemasangan ram kawat ini bertujuan untuk menghindari masuknya binatang-binatang pengganggu. Sedangkan lubang udara pada rumah burung walet A dan C dibuat dengan menambahkan pipa L yang menghadap ke arah bawah (Gambar 14 b) yang terletak pada dinding dalam untuk mengurangi bias cahaya yang masuk. Menurut Ibrahim et al. (2009), penambahan pipa L pada lubang udara lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet karena dapat mencegah masuknya cahaya matahari secara langsung.

Jumlah lubang udara yang banyak (97 buah) dengan diameter yang besar (2 inc) seperti pada rumah burung walet B dapat berpengaruh terhadap iklim mikro di dalamnya menjadi kurang stabil. Hal ini dikarenakan peluang masuknya udara dari luar ruangan menjadi besar sehingga kondisi suhu dan kelembaban di dalamnya akan dipengaruhi kondisi suhu dan kelembaban udara di luar ruangan.

(20)

32 (a) (b)

Gambar 14. Lubang Udara: (a) Lubang Udara dengan Ram Kawat pada Rumah B dan D dan (b) Lubang Udara dengan Pipa L Tanpa Ram Kawat pada Rumah A dan C

Pipa Sprayer dan Ketersediaan Air di Dalam Rumah Burung Walet

Pipa sprayer terdapat pada rumah burung walet A, B dan D yang terbuat dengan melubangi pipa yang memiliki diameter ½ inc. Pipa sprayer pada rumah burung walet A terdapat tiga buah yang terletak di lantai satu dan lantai dua serta satu buah pipa menempel pada dinding luar. Pipa sprayer padarumah B terdapat di lantai satu dan dua, sedangkan pada rumah burung walet D di lantai satu, dua dan tiga. Pengoperasian pipa sprayer di rumah burung walet A hanya dilakukan saat musim kemarau. Pengoperasian pipa sprayer pada rumah burung walet B adalah dua kali sehari masing-masing selama satu jam, yaitu pada jam 13.00 dan 16.00 WIB, sedangkan pada rumah D dioperasikan satu kali sehari pada jam 17.00 WIB.

Pemasangan pipa-pipa yang dilubangi sebagai sprayer yang terdapat di dalam rumah burung walet merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kelembaban di dalam rumah burung walet tersebut (Sawitri, 2007). Namun, pada rumah burung walet B yang mengoperasikan sprayer tersebut dua kali sehari justru memiliki nilai kelembaban harian yang rendah (62,29±2,48). Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet B yang memiliki ukuran bangunan paling besar (Tabel 3) hanya memiliki dua buah kolam air di lantai satu yang menyebabkan kelembaban di dalamnya menjadi rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kelembaban di dalamnya seperti penyesuaian jumlah air yang dibutuhkan dengan volume rumah burung walet B tersebut (Tabel 4).

(21)

33 Tabel 4. Ketersediaan Air dan Perkiraan Jumlah Air yang Seharusnya Disediakan di

Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D

Komponen Rumah Burung Walet

A B C D

Volume Rumah (m3) 420 3366,76 499,08 1041,51 Ketersediaan Air (liter) 248,80 1296 230,80 393,60 Perkiraan jumlah air yang

harus disediakan* (liter) 210 1683,38 249,54 520,76 Perkiraan jumlah kolam air

yang harus disediakan* (buah) 5 42 6 13

Keterangan: *Asumsi: setiap 200 m3 volume rumah burung walet memerlukan sekitar 100 liter air dalam bak terbuka 2,5 m3.

Tabel 4 menunjukkan ketersediaan air dan perkiraan jumlah air yang harus disediakan di dalam rumah burung walet A, B, C dan D. Ketersediaan air di rumah burung walet A telah mencukupi kebutuhan jumlah air yang harus tersedia, sedangkan rumah burung walet B, C dan D masih harus menambah jumlah ketersediaan air di dalamnya. Penambahan jumlah air di dalam rumah burung walet B, C dan D dapat dilakukan dengan menempatkan tempayan atau penambahan jumlah kolam air di dalamnya. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan pengoperasian pipa sprayer. Ketersediaan air pada rumah burung walet B masih sangat kurang (387,38 liter) dibandingkan dengan jumlah air yang harus disediakan sehingga menyebabkan kelembaban di dalamnya rendah (62,29±2,48%). Menurut Taufiqurohman (2002), naiknya kelembaban dan suhu disebabkan adanya kolam di lantai dalam rumah yang menyebabkan penguapan air dari kolam tersebut.

Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet

Habitat makro burung walet adalah daerah tempat burung walet mencari pakan dan minum. Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung walet karena serangga pakan burung walet bergantung pada kondisi habitat makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Menurut Mardiastuti et al.

(1998), burung walet menempati berbagai tipe habitat untuk mencari pakan, yaitu pesawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai dan rawa.

(22)

34 Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A, B, C dan D yang diamati memiliki kondisi lingkungan makro yang berbeda. Kondisi tersebut diperlihatkan pada Tabel 5, sedangkan tata letak rumah burung walet dalam kaitannya dengan lingkungan makro ditunjukkan pada Gambar 15.

Tabel 5. Kondisi Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis

Rumah Burung Walet

Tipe Habitat Jenis Vegetasi

Jarak dari Rumah Burung Walet (km) A Persawahan Hutan Sungai

Padi (Oryza sativa) Akasia (Acacia mangium) Jati (Tectona grandis)

Mahoni (Swietenia mahaagoni) Akasia (Acacia mangium)

Kayu Putih (Melaleuca lecadendra) - 2-4 0,005-0,010 5-21 4-5 6 5-7 5-7 B

Kebun Singkong (Manihot utilissima) Mangga (Mangifera indica) Akasia (Acacia mangium)

0,007 0,010-0,500 0,010-0,050 C Pemukiman Mangga (Mangifera indica)

Akasia (Acacia mangium)

0,003-0,100 2-6 D Persawahan Sungai Pantai

Padi (Oryza sativa) Petai (Parkia speciosa) Mangga (Mangifera indica) - Tumbuhan Ceriops 0,014-23 0,006 0,010-0,200 7-14 23

(23)

35 Gambar 15. Tata Letak Rumah Burung Walet dalam Kaitannya dengan Lingkungan Makro

(24)

36 Rumah burung walet A berada di kawasan pemukiman, namun masih dekat dengan persawahan (2-4 km). Rumah burung walet B berada di kawasan kebun singkong dan terdapat pepohonan di sekitarnya. Sedangkan rumah burung walet C berada di kawasan pemukiman dan hanya terdapat pohon mangga dan akasia. Rumah burung walet D berjarak 14 meter dari persawahan dan terdapat beberapa pohon petai dan mangga di sekitarnya. Kawasan sungai dan pantai berada pada jarak 7-14 km dan 23 km dari rumah burung walet D. Sedangkan kawasan hutan berada di selatan Kecamatan Haurgeulis (Gambar 15) yang berjarak 5-21 km. Mardiastuti et al.

(1998) menyatakan bahwa burung walet dapat menjangkau daerah dengan jarak mencapai 23 km tersebut karena kemampuannya menjelajahi home range dengan radius 25-40 km dan dapat terbang terus-menerus selama 40 jam.

Secara umum, Kecamatan Haurgeulis terdiri dari 3.997 ha kawasan persawahan dan 204 ha kebun (masing-masing 65,71% dan 3,35% dari total luasan lahan Kecamatan Haurgeulis) (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Kecamatan Haurgeulis juga dikelilingi 4.753,55 ha hutan jati (Tectona grandis) yang terletak di Kecamatan Gantar, Cikandung, dan Tamansari (BKPH Haurgeulis, 2011). Pada kawasan hutan jati, terdapat jenis vegetasi lain, seperti Akasia (Acacia mangium), Mahoni (Swietenia mahagoni), Kesambi (Schleichera oleosa) dan Kayu Putih (Melaleuca leucadendra). Selain itu, Kecamatan Haurgeulis dilalui sungai Cipunagara yang berjarak 5-7 km dan laut (Pantura) yang berjarak 24 km dari rumah burung walet A (Gambar 16).

(a) (b)

(25)

37 Kawasan vegetasi yang cukup luas di Kecamatan Haurgeulis sangat memungkinkan tersedianya serangga sebagai pakan burung walet di daerah tersebut. Daerah perairan juga merupakan tempat burung walet mencari pakan serangga, minum dan mandi. Menurut Mardiastuti et al. (1998), tempat-tempat yang mampu menyediakan serangga pakan burung walet adalah tempat yang ditumbuhi banyak vegetasi dan tempat berair. Namun pada saat penelitian berlangsung, lahan sawah dan ladang di Kecamatan Haurgeulis dalam kondisi kering karena sedang musim kemarau dan sebagian besar persawahan merupakan sawah tadah hujan (Gambar 17 a). Hutan di kawasan Haurgeulis juga tidak rindang yang disebabkan hutan jati tersebut telah mengalami penebangan dan sedang dalam tahap peremajaan sehingga pohon-pohon jati belum cukup tinggi (Gambar 17 b). Beberapa sumber air seperti sungai-sungai kecil yang mengalir di kawasan Haurgeulis, tegalan, serta waduk buatan juga hampir mengering. Selain itu, pohon-pohon tinggi di kawasan tersebut juga semakin berkurang yang menyebabkan burung walet sudah jarang ditemui. Kondisi habitat makro di Kecamatan Haurgeulis tersebut menyebabkan serangga pakan burung walet semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya burung walet yang tidak lagi menempati rumah-rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis dan pada akhirnya berdampak pada pengurangan produksi sarang burung walet secara drastis di wilayah tersebut.

(a) (b)

Gambar 17. Tipe Habitat di Kecamatan Haurgeulis: (a) Area Sawah Tadah Hujan dan (b) Peremajaan Hutan Jati

Arah Angin dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Burung Walet Mencari Pakan Burung walet mencari pakan secara soliter, namun seringkali juga terlihat terbang secara berkelompok (Gambar 18). Menurut Mardiastuti et al. (1998), burung

(26)

38 walet sering dijumpai berkumpul mencari pakan di tempat yang sama karena serangga pakan burung walet seringkali terdapat dalam suatu kumpulan yang besar.

(a) (b)

Gambar 18. Tempat Burung Walet Mencari Pakan Secara Berkelompok: (a) Tegalan dan (b) Pohon Akasia (Acacia mangium)

Burung walet keluar dari rumahnya untuk mencari pakan pada pagi hari (pukul 05.00-06.00) dan kembali lagi ke rumah burung walet pada sore hari menjelang malam (18.00-19.00) (Gambar 19).Pagi hari pukul 06.00-08.00, pada saat angin bertiup ke arah selatan, banyak burung walet ditemui di sekitar rumahnya dan berada di tegalan yang berjarak 6 km dari rumah burung walet D. Pukul 09.00-11.00 burung walet banyak ditemui di daerah pantai (pantura) yang berjarak 23 km dari rumah burung walet D. Siang hari (pukul 12.00-14.00) saat angin bertiup ke barat, banyak burung walet terlihat di sawah (jarak 3 km dari rumah burung walet C), sungai (jarak 6 km dari rumah burung walet A) dan sangat banyak bergerombol di atas pohon Akasia (Acacia mangium) (jarak 4 km dari rumah burung walet C). Sedangkan menjelang sore (pukul 15.00-17.00), burung walet banyak terlihat di hutan jati yang terdapat aliran sungai Cipunagara yang berjarak 7 km dari rumah burung walet A. Sore menjelang malam (pukul 18.00), pada saat angin bertiup ke utara, burung walet telah banyak berterbangan di masing-masing area rumah burung walet. Namun, pada saat cuaca mendung atau setelah hujan turun, burung walet banyak terlihat berterbangan di sekitar rumahnya.

(27)

39 Gambar 19. Skema Aktivitas Burung Walet Mencari Pakan pada Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet

1 2

3

4 5

(28)

40 Berdasarkan hasil penelitian, arah angin tidak mempengaruhi arah terbang burung walet. Namun pada saat arah angin berlawanan dengan arah terbang burung, terbang burung walet tersebut menjadi tidak stabil. Menurut Campbell et al. (2004), gelombang udara pada umumnya menghasilkan arus yang memiliki daya angkat untuk burung, sehingga burung dapat terbang dengan cara membumbung atau meluncur dalam hembusan angin.

Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Burung Walet

Hasil pengukuran suhu, kelembaban harian dan intensitas cahaya di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Suhu, Kelembaban Harian dan Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barata

Parameter Rumah Burung Walet Rataan

A B C D Rataan suhu (T) harian (oC)b 28,06±1,34 30,85±0,63 26,41±0,72 28,60±0,61 28,44±2,24 T min (oC) 26,10 30,03 25,35 27,70 27,30±2,07 T maks (oC) 29,73 31,98 27,50 29,25 29,62±1,84 Rataan Kelembaban (Rh) harian (%)b 77,32±5,78 62,29±2,48 86,54±4,98 85,61±3,47 77,94±11,23 Rh min (%) 69,50 59,00 77,75 83,25 72,38±10,56 Rh maks (%) 85,50 65,00 92,00 93,25 83,94±13,07 Intensitas cahaya (lux) Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 0 7 - 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 7 0 Keterangan: a selama tujuh hari pengamatan

b pengukuran dilakukan di lantai satu pada rumah burung walet A, B, dan D, serta di

lantai tiga pada rumah burung walet C (yang terdapat sarang burung waletnya).

Suhu dan Kelembaban di Dalam Rumah Burung Walet

Rataan suhu dan kelembaban di dalam rumah burung walet A, B, C dan D berfluktuasi (Gambar 20 dan 21).

(29)

41 Gambar 20. Grafik Rataan Suhu Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan

D

Gambar 21. Grafik Rataan Kelembaban Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D

Suhu optimum untuk rumah burung walet menurut Sofwan dan Winarso (2005) adalah berkisar 27-29oC dengan kelembaban 70-95%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rumah burung walet A dan D telah mencapai suhu dan kelembaban optimum yang dibutuhkan oleh burung walet. Namun, rumah burung walet B memiliki kisaran suhu di atas (2,45-3,25oC) suhu optimum dengan kelembaban yang lebih rendah (10,19-30,23%) daripada kelembaban optimum. Hal ini disebabkan kurangnya sumber air di dalam rumah tersebut, yaitu hanya terdapat

(30)

42 dua kolam air yang terletak di lantai satu (Gambar 6). Sedangkan kisaran suhu rumah burung walet C lebih rendah (1,31-1,87oC) dari suhu optimum yang dikarenakan kondisi lantai di dalamnya sebagian besar terdiri dari kolam air (Gambar 7).

Pengelola rumah burung walet yang diamati telah melakukan upaya-upaya untuk mengatur suhu dan kelembaban di dalamnya (Tabel 7). Namun, masih terdapat kekurangan dalam pengelolaannya, seperti kurangnya penyesuaian antara kebutuhan air dalam kolam yang harus disediakan dengan luas bangunan (Tabel 4) sehingga suhu dan kelembaban di dalam rumah burung walet yang diamati belum stabil. Tabel 7. Upaya Penstabilan Suhu dan Kelembaban Rumah Burung Walet

No. Upaya yang Dilakukan Rumah Burung Walet

A B C D 1 2. 3. 4. 5. 6. Bahan bangunan

Dinding (bata merah) Atap (genteng)

Arah gedung tidak menghadap timur atau barat

Ketinggian rumah burung walet (lebih dari 2 meter pada setiap lantai)

Penggunaan sekam atau kulit kerang Penempatan kolam/tempayan Penyediaan sprayer √ - √ √ √ √ √ √ √ - √ - √ √ √ √ - √ - √ - √ - √ √ - √ √ Menurut Mardiastuti et al. (1998), upaya penstabilan suhu dan kelembaban dapat dilakukan melalui: (1) pemilihan bahan bangunan (dinding terbuat dari bata dan atap terbuat dari genteng), (2) penentuan arah gedung sehingga dapat mengurangi panas matahari yang dapat meningkatkan suhu dalam ruangan, (3) penentuan disain rumah burung walet yang dibuat cukup tinggi agar sirkulasi udara baik, (4) penggunaan sekam atau kulit kerang pada bagian plafon, (5) penempatan kolam atau tempayan berisi air di dalam rumah burung walet, dan (6) penyediaan dan penggunaan sprayer di dalam rumah. Pengaturan iklim mikro di dalam rumah burung walet sangat penting dilakukan oleh pengelola agar dapat menciptakan kondisi ruangan yang dibutuhkan oleh burung walet seperti di habitat aslinya (di dalam gua). Pengaturan iklim mikro tersebut dikontrol dengan alat bantu, seperti

(31)

43 pengukur intensitas cahaya). Rumah burung walet yang memiliki thermohygrometer

adalah rumah burung walet A dan B tetapi kondisinya sudah tidak dapat difungsikan. Sedangkan lightmeter tidak ditemukan di rumah burung walet A, B, C dan D.

Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet

Intensitas cahaya rumah burung walet A, B, C, dan D adalah 0 lux, kecuali di lantai dua pada rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5). Menurut Francis (1987), intensitas cahaya yang disukai oleh burung walet adalah 0 lux (gelap total). Nilai intensitas cahaya di lantai dua rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5) dikarenakan terdapat dua lubang masuk burung walet yang berdekatan dengan jarak 30 cm dan memiliki ukuran 70 x 15 x 15 cm3 sehingga kondisinya terang. Dinding yang tebal, seperti pada rumah burung walet B dan D (40-70 cm) dapat mempengaruhi kondisi cahaya di dalam rumah burung walet tersebut. Hal ini dikarenakan terowongan pada lubang masuk burung walet lebih panjang sehingga cahaya yang masuk hanya sampai pada terowongan tersebut. Dinding pada rumah burung walet C yang memiliki ketebalan 20 cm dipasang karung goni dengan jarak satu meter dari lubang masuk burung walet yang bertujuan menghalangi cahaya.

Mardiastuti et al. (1998) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kondisi rumah dengan intensitas cahaya 0 lux dapat dilakukan dengan cara: (1) menutup permanen semua pintu dan jendela bagi rumah burung walet yang berasal dari bangunan tua, (2) menempatkan pintu burung walet di bagian utara atau selatan, (3) meminimalkan jumlah lubang, (4) meminimalkan ukuran lubang masuk burung walet, (5) menempatkan kotak kayu tepat di dalam lubang masuk untuk mengarahkan cahaya yang masuk pada suatu titik tertentu, dan (6) menempatkan karung goni di depan pintu burung walet agar cahaya yang masuk tertahan karung.

Populasi dan Jumlah Sarang Burung Walet

Burung yang bersarang dan menempati rumah burung walet A, B, C dan D adalah burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) (Gambar 22 a). Sedangkan burung seriti (Collocalia esculenta linchi) (Gambar 22 b) hanya terdapat di dalam rumah burung walet A. Keberadaan burung tersebut terlihat dengan adanya tiga keping sarang seriti yang menempel pada sirip tepat di depan lubang masuk burung walet.

(32)

44 (a) (b)

Gambar 22. Burung Penghuni Rumah Burung Walet: (a) Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi)

(MacKinnon, 1995)

Perbedaan antara burung walet dan burung seriti menurut MacKinnon (1995) ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbedaan Antara Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi)

Karakteristik Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Burung Seriti

(Collocalia esculenta linchi) Morfologi Ukuran 12 cm, warna coklat

kehitaman, tungging abu-abu pucat, perut coklat

Ukuran 10 cm, warna hitam kehijau-hijauan, perut putih Pola terbang Terbang tinggi, sayap lebih

kaku, jarang berputar-putar rendah.

Terbang sangat lemah, berputar-putar tidak menentu Bahan Pembuat

Sarang

Terbuat sepenuhnya dari air liur burung

Terbuat dari lumut, rumput atau tumbhan lainnya dan direkatkan dengan air liur Tempat

peletak-an sarpeletak-ang

Di dalam gua atau bangunan rumah dengan kondisi cahaya gelap total.

Di mulut gua atau di dekat lubang masuk burung pada bangunan rumah dengan kondisi cahaya agak terang.

Sarang burung seriti berbeda dari sarang burung walet (Gambar 23). Menurut MacKinnon (1995), sarang burung walet sepenuhnya terbuat dari air liur, sedangkan sarang burung seriti terbuat lumut, rumput atau tumbuhan lainnya yang direkatkan dengan air liurnya dan dibuat di tempat yang agak terang, seperti di dekat lubang masuk burung.

Tungging berwarna

coklat cerah Perut berwarna

(33)

45 (a) (b)

Gambar 23. Sarang Burung yang Terdapat di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi)

Perhitungan jumlah sarang dan populasi burung pada rumah burung walet A, B, dan D dilakukan pada keseluruhan bagian rumah. Namun, pada lantai satu rumah burung walet C tidak dilakukan perhitungan sarang karena lantai tersebut tidak difungsikan. Rumah burung walet yang memiliki populasi dan jumlah sarang burung walet tertinggi dan terendah masing-masing pada rumah burung walet B dan C. Hasil pengamatan populasi dan jumlah sarang burung walet di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Populasi dan Jumlah Sarang Burung Waleta

Rumah Burung Walet Jumlah Sarang (unit) Populasi (ekor)b A B C D 76 136 10 81 190 340 25 203 Keterangan: aSelama tujuh hari pengamatan

bRumus perkiraan populasi burung walet (Mardiastuti dan Mranata, 1996): Populasi =

(∑sarang x 2) + 25% (∑sarang x 2). Asumsi: monogami dan 25% non breeding. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet

Rumah burung walet A, B, C dan D telah lama berproduksi. Pemanenan sarang dimulai sejak burung walet tinggal dan bersarang di dalamnya, kecuali pada rumah burung walet C pemanenan sarang baru dilakukan satu kali, yaitu pada awal rumah tersebut dibangun dan hingga saat ini panen sarang burung walet belum pernah dilakukan lagi. Hal ini dikarenakan sarang burung walet yang telah terbentuk

(34)

46 sengaja tidak dipanen agar populasi burung walet meningkat. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan setiap 40 hari sekali, tetapi pada musim kemarau panen biasanya dilakukan tiga sampai enam bulan sekali. Hal ini dikarenakan serangga pakan burung walet berlimpah pada musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau, populasi serangga menurun drastis karena area bervegetasi dan perairan tempat berkembang biak serangga mengalami kekeringan.

Proses pemanenan sarang burung walet di rumah burung walet A, B, C dan D diperlihatkan pada Gambar 24, 25, 26 dan 27.

Gambar 24. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet A Sarang kosong

Sarang berisi anakan burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Sarang berisi satu telur

Sarang berisi dua telur

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Menunggu

sampai telur menjadi dua butir (3-5 hari)

Telur diambil dan disimpan pada tempat peletakkan

telur

Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam plastik

Sarang dan telur burung walet diambil untuk dijual Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet

(35)

47 Gambar 25. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet B

Gambar 26. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet C Pengecekan Kondisi

Sarang Burung Walet Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Telur diambil dan di-simpan pada tempat

peletakan telur

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam ember

Sarang dan telur burung walet dibawa untuk dijual Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet

Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Menunggu hingga telur menetas dan anakan bisa terbang

(60 hari)

Tidak dipanen sampai produksi sarang bertambah banyak (budidaya) Setiap satu minggu sekali

Dibiarkan sampai berisi telur dan menetas serta anakan bisa terbang (80 hari)

(36)

48 Gambar 27. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet D

Kegiatan pemanenan sarang dilakukan pada pagi hingga siang hari (09.00-13.00) pada saat induk burung burung walet tidak sedang berada di dalam ruangan atau sedang mencari pakan. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan oleh tiga orang yang merupakan orang kepercayaan pemilik rumah burung walet. Alat-alat yang digunakan untuk pemanenan sarang burung walet adalah alat penerangan (senter atau lampu), tangga, alat pengikis sarang burung walet (scraper),

botol sprayer untuk membasahi kaki sarang burung walet, wadah tempat meletakan sarang dan tempat peletakan telur.

Perbedaan proses pemanenan sarang burung walet di rumah A, B, C dan D terletak pada kontrol terhadap sarang yang berisi telur burung walet. Pemanenan sarang pada rumah burung walet A (Gambar 24) adalah sarang yang baru berisi satu butir telur tidak dipanen, sedangkan pada rumah burung walet B (Gambar 25) sarang dipanen tanpa memperhatikan kondisi telur di dalam sarang. Rumah walet C dan D

Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet

Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam ember Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

Menunggu sampai telur menetas dan anakan bisa terbang (60 hari)

(37)

49 (Gambar 26 dan 27) tidak memanen sarang yang terdapat telur di dalamnya. Telur yang terdapat di dalam sarang tersebut dibiarkan hingga menetas sampai anakan dapat terbang. Hal tersebut bertujuan untuk budidaya burung walet agar populasi burung walet di dalam rumah tersebut dapat terus meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan, pola panen yang paling baik dilakukan adalah pada rumah burung walet A. Hal ini dikarenakan pola panen pada rumah burung walet A lebih memperhatikan kelestarian burung walet (dengan tidak mengambil sarang yang baru berisi satu butir telur) dan kualitas sarangnya (mengambil sarang yang telah berisi dua butir telur agar mendapatkan sarang dengan bentuk yang sempurna dan lebih bersih).

Kualitas Sarang Burung Walet

Pemanenan sarang burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A karena rumah burung walet B, C dan D belum dilakukan pemanenan selama penelitian berlangsung. Bentuk sarang burung walet hasil panen dari rumah burung walet A ditunjukkan pada Gambar 28. Sarang mangkuk memiliki tingkat kebersihan yang paling tinggi karena hanya terdapat sedikit bulu yang menempel. Sedangkan sarang oval lebih bersih daripada sarang sudut karena hanya terdapat sedikit kotoran dan bulu yang menempel. Sarang sudut memiliki tingkat kebersihan sarang yang paling rendah. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kotoran dan bulu yang menempel pada sarang sudut dan warnanya menjadi lebih coklat.

Kualitas sarang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya daerah asal, pola panen, musim, kebersihan sarang dan bentuk sarang. Pola panen yang dilakukan pada rumah burung walet A, B, C dan D adalah panen tetasan dan buang telur. Panen buang telur menghasilkan sarang yang bersih dan tebal dengan ukuran memadai. Sedangkan panen tetasan menghasilkan sarang yang kotor dan tebal karena ada bekas anakan menetas dan biasanya terdapat banyak bulu yang menempel pada sarang. Sarang yang dihasilkan pada musim hujan akan berukuran lebih besar dibandingkan hasil sarang pada musim kemarau yang berukuran lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada musim hujan, kandungan air sarang burung walet lebih tinggi. Selain itu, air liur yang disekresikan burung walet lebih banyak karena serangga pakan melimpah pada musim hujan.

(38)

50 (a) (b) (c)

Gambar 28. Berbagai Bentuk Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga): (a) Sarang Mangkuk, (b) Sarang Oval dan (c) Sarang Sudut

Bentuk dan kondisi kebersihan dari sarang burung walet yang dihasilkan akan menentukan harga jualnya, seperti diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Harga Jual Sarang Burung Walet di Pengumpul Sesuai dengan Bentuknya Bentuk Sarang Harga Jual ke Pengumpul

* (Per kg)

Mangkuk (tiga jari) Oval Sudut Patahan Remahan Rp. 12.000.000,00 - Rp. 13.500.000,00 Rp. 11.000.000,00 - Rp. 11.500.000,00 Rp. 9.000.000,00 - Rp. 10.000.000,00 Rp. 7.000.000,00 - Rp. 7.500.000,00 Rp. 4.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00 Keterangan: Harga sarang yang dijual bergantung pada kebersihan dan keutuhan sarang burung walet.

* Daftar harga pada pengumpul sarang burung walet di daerah Tangerang (Juli, 2011)

Pengelolaan Rumah Burung Walet

Pengelolaan rumah burung walet menurut Kepmenhut Nomor 449/Kpts-II/1999 adalah upaya pembinaan habitat dan populasi serta pemanfaatan burung walet di habitat alami maupun habitat buatan. Pembinaan habitat burung walet dilakukan dalam bentuk kegiatan pengamanan habitat burung walet dari gangguan hewan, hama dan peyakit serta manusia dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan (ekosistemnya).

Pengelolaan rumah burung walet yang dilakukan oleh pengelola meliputi pemikatan burung walet, pengecekan volume air di dalam kolam, pemberantasan binatang pengganggu, dan pemberian serangga sebagai pakan tambahan burung walet yang ditunjukkan pada Tabel 11.

(39)

51 Tabel 11. Pengelolaan yang dilakukan oleh Pengelola Rumah Burung Walet A, B, C

dan D

Pengelolaan Rumah Burung Walet

A B C D

Pemikatan burung walet √ - - √

Pengecekan volume air di dalam kolam/tempayan

√ √ √ √

Pemberantasan binatang pengganggu - - - √

Penyediaan serangga sebagai pakan tambahan

- - √ √

Pemikatan burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A dan D, yaitu dengan memasang tweeter di samping lubang masuk burung walet dan di dalam ruangan (hanya pada rumah burung walet D). Tweeter tersebut dioperasikan selama 12 jam setiap hari, yaitu pada jam 05.00-19.00. Pengelola rumah walet biasanya melakukan pengecekan volume air di dalam kolam setiap satu minggu sekali pada pukul 09.00-12.00. Batas air yang harus tersedia di dalam kolam adalah ¾ bagian dari kedalaman kolam air tersebut.

Binatang pengganggu sering muncul pada rumah burung walet adalah kecoak (Periplaneta americana). Hal ini dikarenakan kondisi di dalam rumah burung walet lembab dan kotor. Pemberantasan kecoak seperti yang dilakukan rumah burung walet D adalah dengan menaburkan racun serangga yang berbentuk crumble di dekat pintu masuk dan di dekat tempat peletakkan campuran pellet dan air.

Pemberian serangga pakan tambahan hanya dilakukan oleh pengelola rumah burung walet C dan D. Pengelola rumah burung walet C menggunakan gaplek

(potongan singkong kering) sebagai media pertumbuhan serangga. Pemberian gaplek

tersebut dilakukan dengan cara ditumpuk didekat pintu masuk burung walet (Gambar 29) dan dilakukan setiap enam bulan sekali. Sedangkan pada rumah burung walet D, pengelola menggunakan pellet pakan yang dicampur dengan air untuk memancing datangnya serangga di dalam rumah tersebut. Campuran pellet dan air tersebut diletakkan di dalam kolam sedalam 40 cm di lantai dasar pada roving room dan di dalam bak-bak plastik yang terletak lantai dua (tujuh bak) dan tiga (10 bak) (Gambar 30). Selain itu, pengelola rumah burung walet dapat memberikan serangga pakan

(40)

52 tambahan dengan cara menangkap serangga dari alam untuk kemudian melepaskannya kembali di dalam rumah burung walet.

Gambar 29. Penempatan Gaplek pada Rumah Burung Walet C

Gambar 30. Peletakan Bak-bak Berisi Pellet di Rumah Burung Walet D Rumah burung walet yang diamati pada penelitian ini telah berproduksi sejak didirikan. Namun, tidak semua rumah burung walet yang begitu selesai dibangun langsung ditempati oleh burung walet dan burung walet bersarang di dalamnya. Data waktu pendirian rumah, waktu produksi, dan metode yang dilakukan oleh pengelola rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 12.

Lubang masuk burung walet Tumpukan gaplek 40 cm Tempat peletakan pellet

(41)

53 Tabel 12. Waktu Pendirian Rumah, Waktu Produksi dan Metode Pemikatan Burung

Walet yang dilakukan oleh Pengelolanya Rumah Burung Walet Lama Pembuatan Tahun Berdiri Waktu Produksi Pertama Metode Pemikatan BurungWalet

A Beli jadi - 2000 Penyemprotan dengan cacing sutera yang diblender dan dicampur air di dalam ruangan dan lubang masuk burung walet, pengoperasian

tweeter

B 2 tahun 1995 Segera setelah dibangun

Tidak dilakukan

C 2 tahun 1997 2008 Penaburan kotoran burung walet pada lantai rumah, pengoperasian tweeter

D 1 tahun 1999 2001 Penaburan kotoran burung walet pada lantai rumah, pengolesan telur itik pada papan sirip, pengoperasian

tweeter

Tabel 12 menunjukkan bahwa lamanya burung walet masuk dan bersarang di dalam rumah yang sengaja dibangun sangat bervariasi. Rumah burung walet A pada saat dibeli dalam kondisi kosong, belum ada burung walet di dalamnya. Metode pemikatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan cacing sutera (Glycera dibranchiata) yang dicampur dengan air dan diblender, kemudian disemprotkan pada lubang masuk burung walet dan di seluruh ruangan. Sampai saat ini pengelola rumah burung walet A masih menggunakan tweeter sebagai bentuk pemikatan burung. Tweeter adalah salah satu alat yang digunakan dalam metode pemikatan burung dengan menggunakan rekaman suara burung, biasanya dalam bentuk CD. Lama burung walet menempati rumah dan bersarang di dalamnya adalah tiga bulan setelah pemikatan dilakukan.

Burung walet menempati rumah burung walet B segera setelah pembangunan selesai karena pada saat masih dalam tahap pembangunan, di sekitar area bangunan rumah tersebut sudah terdapat banyak burung walet yang terbang. Namun, pada rumah burung walet C dan D, pengelola membutuhkan waktu yang cukup lama (dua

(42)

54 tahun) untuk memikat burung walet masuk dan menempati kedua rumah tersebut. Bahkan pada rumah burung walet C, burung walet yang bersarang baru ada pada tiga tahun terakhir (tahun 2008). Selama dua tahun setelah dibangun, pengelola rumah burung walet C menggunakan tweeter untuk memancing burung agar datang dan bersarang di rumah tersebut. Upaya yang dilakukan tersebut pun membuahkan hasil sehingga terdapat beberapa pasang burung yang bersarang. Namun, hal itu justru menambah masalah bagi rumah burung walet C karena rumah tersebut sering didatangi burung Tyto alba (Barn Owl) (Gambar 31) yang menyerang burung walet dan memakan anak-anaknya sehingga populasi burung walet di rumah burung walet C tersebut tidak berkembang bahkan membuat burung walet yang sebelumnya ada menjadi pergi dan tidak pernah kembali. Sejak saat itu, rumah tersebut tidak berproduksi selama bertahun-tahun, dan baru ditempati burung walet lagi sejak tahun 2008 secara alami.Rumah burung walet D tidak berproduksi selama dua tahun sejak dibangun. Sampai saat ini, pada rumah tersebut masih dipasang tweeter sebagai upaya untuk memancing burung walet.

Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet

Kendala yang dihadapi oleh pemilik rumah burung walet dalam pengelolaannya adalah penurunan produksi sarang burung walet, adanya binatang pengganggu yang terdapat di dalam rumah burung walet, pencurian sarang dan pungutan liar yang harus dibayarkan setiap panennya (Tabel 13).

Tabel 13. Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet

Permasalahan Rumah Burung Walet

A B C D

Penurunan produksi sarang √ √ √ -

Binatang pengganggu - √ √ -

Pencurian sarang - √ - -

Pungutan liar √ √ - √

Penurunan Produksi Sarang Burung Walet

Kecamatan Haurgeulis merupakan sentra produksi sarang burung walet terbesar kedua setelah Pemalang di Indonesia, pada tahun 1995 produksinya

(43)

55 mencapai 2.790 kg (Mardiastuti et al., 1998). Produksi sarang burung walet di Kecamatan Haurgeulis dilaporkan mengalami penurunan yang sangat drastis sejak tahun 2000. Namun, tidak ada pencatatan khusus mengenai data produksi sarang burung walet pada tahun tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola rumah burung walet, warga, dan aparat desa, tahun 2000 merupakan awal mula terjadinya penurunan produksi sarang burung walet di Kecamatan Haurgeulis. Beberapa rumah burung walet yang menjadi sentra produksi di Haurgeulis sebelum tahun 2000 dapat menghasilkan sarang burung walet 30 kg per panen, namun berangsur-angsur mengalami penurunan produksi dan hingga saat ini hanya dapat panen 1 kg sarang burung walet per panen, bahkan beberapa rumah burung walet tidak dapat berproduksi sama sekali. Kondisi ini sangat merugikan pemilik rumah burung walet karena rumah burung walet yang tidak berproduksi masih tetap harus membayar pajak bumi dan bangunan untuk rumah burung walet. Selain itu, pemilik rumah-rumah burung walet yang kosong masih harus mengeluarkan biaya untuk perawatannya agar tidak ditempati binatang-binatang yang mengganggu, seperti tikus, kecoa, burung hantu, dan kelelawar.

Penurunan produksi sarang burung walet di Haurgeulis diperkirakan karena adanya pengurangan habitat makro secara besar-besaran pada tahun 2000. Penjarahan dan penebangan hutan secara liar marak terjadi sehingga kelimpahan serangga pakan burung walet yang berasal dari pohon-pohon tersebut kian menurun. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan habitat makro juga terlihat bahwa hutan jati sedang dalam tahap peremajaan dan lahan sawah mengering. Musim yang tidak menentu juga dapat mempengaruhi produksi sarang burung walet. Musim kemarau di Kecamatan Haurgeulis lebih panjang daripada musim hujan. Rataan hari hujan pada tahun 2010 di Haurgeulis hanya 11 hari per bulan sepanjang tahun sehingga terjadi kekeringan yang menyebabkan serangga tidak dapat berkembangbiak secara optimal karena habitat serangga berada pada area bervegetasi dan berair.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas sarang burung walet di Haurgeulis adalah kurang diperhatikannya pola panen yang lestari. Panen yang dilakukan sebagian besar pemilik rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis adalah panen rampasan karena harga sarang burung walet saat itu sangat tinggi sehingga panen dilakukan agar dapat menghasilkan sarang

(44)

sebanyak-56 banyaknya dalam waktu yang singkat. Namun, kini pengelola rumah burung walet lebih memperhatikan pola panen yang dilakukan dengan tujuan populasi burung walet dan produksi sarangnya akan meningkat lagi.

Binatang Pengganggu di Rumah Burung Walet

Binatang pengganggu yang biasanya muncul di dalam rumah burung walet yang diamati adalah kecoak (Periplaneta americana), burung hantu (Tyto alba) dan tokek rumah (Gekko gecko). Kecoak (Periplaneta americana) banyak berkeliaran di rumah burung walet karena kondisi dalam rumah tersebut sangat kotor dan bau yang disebabkan ekskreta burung walet yang menumpuk bahkan menutupi lantai dalam rumah burung walet. Dampak dari keberadaan kecoak di dalam rumah burung walet diantaranya: (1) kecoak memakan sarang burung walet sehingga banyak ditemukan sarang yang bentuknya tidak utuh lagi saat dipanen, (2) bau busuk yang dikeluarkan kecoak sangat mengganggu, dan (3) kotoran kecoak mengotori sirip dan sarang burung walet. Adapun cara yang dilakukan pengelola rumah burung walet unuk membasmi kecoak adalah dengan menaburkan racun serangga yang berbentuk

crumble di bagian dalam rumah burung walet. Selain itu, pencegahan berkembangnya populasi kecoa di dalam rumah burung walet dapat dilakukan dengan mencegah adanya celah antara papan sirip dengan tembok tempelannya karena kecoak seringkali tinggal bersembunyi diantara celah papan tersebut.

Burung hantu yang sering mengganggu dan berkeliaran di Kecamatan Haurgeulis adalah burung keak (Tyto alba) (Gambar 31). Burung ini sering terlihat pada pukul 17.30-06.00 WIB. Burung keak sering memasuki rumah burung walet untuk mencari mangsa berupa burung walet dewasa, anak burung walet, telur burung walet, maupun tinggal di dalam rumah burung walet tersebut. Selain itu, suara burung keak sangat keras dan nyaring sehingga mengganggu ketenangan burung walet pada malam hari saat beristirahat. Burung keak menjadi masalah saat rumah burung walet C yang menggunakan tweeter untuk memancing burung walet agar berdatangan ke dalam rumah tersebut. Namun, suara tweeter tersebut justru mendatangkan burung keak dan seringkali memakan anak burung walet. Sejak

tweeter tidak lagi digunakan, burung tersebut tidak pernah kembali ke rumah burung walet C. Pengelola rumah burung walet biasanya mencegah burung keak memasuki rumah burung walet dengan menembak burung tersebut. Menurut Mardiastuti et al.

Gambar

Tabel  1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa  Barat
Gambar 2. Peta Lokasi Sampel Rumah Burung Walet yang digunakan pada  Penelitian di Kecamatan Haurgeulis (BPS Kecamatan Haurgeulis,  2011)
Gambar 3. Rumah Burung Walet yang Saling Berdekatan
Gambar  4. Rumah Burung Walet yang Diamati:  (a) Rumah Burung Walet  A, (b)  Rumah  Burung Walet  B, (c) Rumah Burung Walet  C  dan  (d) Rumah  Burung Walet D
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model base management akan menggunakan model base yang berisi model-model yang digunakan dalam DSS yang dengan bantuan perangkat lunak atau engine yang ada di

Pendekatan politik criminal terhadap terorisme tidak cukup melalui pengenaan pidana atau terselenggaranya program deradikalisasi, melainkan harus diintegrasikan

Bertrand & Etienne (2001) menyatakan bahwa tidak muncul- nya pola pita protein tertentu karena terganggunya proses metabolisme atau hambatan dalam proses

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk melakukan perbaikan Rencana Pemulihan yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dan

tersebut serta uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

Di mana hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara persepsi kemanfaatan, persepsi kesenangan, dan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Program Sekolah Pendidikan Aman Bencana (SPAB) ini warga sekolah baik itu tenaga pendidik dan terkhusus peserta

dapat dilihat bahwa besarnya nilai R square adalah sebesar 0,696 ini berarti pengaruh variabel motivasi, Kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai sebesar 69,6