• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang

4.1 Tinjauan Songket Palembang di Wilayah Ki Gede Ing Suro

Di Indonesia banyak menghasilkan produk-produk dari hasil kerajinan tradisional seperti kerajinan logam, tenun, batik, ukiran dan lain sebagainya. Di wilayah Ki Gede Ing Suro merupakan daerah pengarajin tenun songket Palembang, mayoritas penduduk setempat mata pencaharian selain nelayan, berdagang, mereka sebahagian besar pandai bertenun songket. Kain tradisional dibuat dengan tata tertib dan ukuran tertentu, dengan alat yang sederhana didukung oleh keterampilan yang sudah turun temurun, seperti halnya kain songket hasil tenunan penduduk asli kota Palembang.

Kerajinan tenun songket ini sudah ada sejak zaman kesultanan Palembang yang selanjutnya merupakan suatu kerajinan yang telah membudaya di masyarakat. tenun songket mempunyai ciri khas yang tersendiri. Kerajinan tenun songket ini mengalami perkembangan yang pesat pada waktu adanya hubungan dagang dengan Cina dan India maupun Thailand. Disamping itu dengan adanya hubungan kebudayaan ini, munculnya kain songket yang dibawa oleh negara India melalui jalur perdagangan bebas di lintasan aliran sungai Musi yang melalui kampung Ki Gede Ing Suro yang berpusat ditengah kota Palembang. Selain dilakukan aktifitas perdagangan, dilakukan juga penyebaran agama Budha,Hindu, dan Islam hingga terjadinya perkawinan campuran antara suku Palembang dengan bangsa Cina, India, suku Jawa dan lain sebagainya. hal tersebut sering terjadi pada abad ke 18 pada masa Sri Sultan Mahmoed Badarundin II. Dan dengan adanya hubungan kebudayaan ini, telah mempengaruhi motif dari kain songket yang dihasilkan.

(2)

Pada zaman Belanda tenun songket terdapat hampir di seluruh pelosok daerah Palembang. Hal ini karena bahan bakunya yaitu benang sutera dan benang emas mudah didapat. Benang tersebut di import dari Tiongkok, namun pada zaman ini kain songket tidak lagi terikat dalam rangkaian adat, tetapi hanya merupakan suatu peninggalan sejarah yang masih dipertahankan, karena kain songket yang dihasilkan masih mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat Palembang.

Pada zaman penjajahan Jepang dan masa Revolusi sampai tahun 1950, kerajinan tenun songket ini hampir lenyap karena sulitnya mendapatkan bahan baku dan pemasarannya. Sesudah tahun 1950 kerajinan tenun songket mulai hidup kembali. Untuk mendapatkan bahan bakunya berupa benang emas dan benang sutera yaitu dengan jalan mencabut benang emas dan benang sutera dari kain songket yang telah usang atau tidak terpakai lagi, kemudian ditenun kembali dengan mempergunakan bahan baku lainnya (benang kapas atau benang bordir) yang baru. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1966.

Sekitar akhir tahun 1966, usaha kerajinan tenun songket ini banyak dikerjakan oleh pengarajin seperti masa-masa lalu, karena telah masuknya benang sutera dari Republik Rakyat Cina (RRC) dan Taiwan melalui pedagang-pedagang Singapura dan benang emas dari India, Jepang, dan Jerman.

Dahulu tenun songket ini dikerjakan oleh gadis-gadis dalam mengisi waktu senggangnya. Mereka bekerja disamping sebagai hiburan juga sebagai salah satu ujian apakah gadis-gadis itu benar-benar seorang wanita yang sabar, khusuk (tekun) dan juga sebagai ibu rumah tangga yang baik serta tahu akan kewajibannya. Hasil dari pekerjaan tenunnya itu akan dibawanya bila mereka bermaksud berumah tangga dan akan dipakainnya dalam upacara perkawinan.

Jadi pada masa itu masyarakat tersebut menenun songket hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Hampir disetiap rumah penduduk asli Palembang mempunyai peralatan tenun. Namun sekarang pengrajin songket hanya terdapat pada kampung-kampung tertentu saja, diantaranya dikampung 30 Ilir. Di

(3)

kampung 30 Ilir Ki Gede Ing Suro kecamatan Kotamadya Palembang ini terdapat terdapat beberapa orang pengrajin salah seorang diantaranya adalah bernama Kemas Muhammad Ali, Cek Ipah, dan Nuni Said . Beliau mendapat keterampilan menenun dari Ibunya. Pada mulanya Kemas Muhammad Ali, Cek Ipah, dan Nuni Said ini menenun songket hanya untuk mengisi waktu senggangnya, dimana hasil tenun disamping untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga ada yang dijual apabila telah melebihi dari kebutuhannya. Namun semakin hari semakin banyak peminat songket, sehingga banyak orang yang memesan kepada beliau yang telah memiliki banyak pengalaman berpuluh puluh tahun lamanya dalam pembuatan kain tradisional songket, bisa dikatakan mereka bertiga yang paling tertua yang masih hidup di wilayah Ki Gede Ing Suro.

4.1.1 Lokasi Sentra Songket Palembang

Sentra Songket Palembang Kemas Muhammad Ali dan Cek Ipah terletak di jalan Ki Gede Ing Suro kampung 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Kotamadya Palembang. Sebenarnya wilayah ini merupakan wilayah perikanan dan pemukiman, sebab wilayah Ki Gede Ing Suro terletak di sepanjang tepi sungai Musi. Namun setelah diamati secara garis besar, masyarakat setempat umumnya bermata pencaharian dari hasil bertenun songket. Pria, wanita, dan kaum muda-mudi di wilayah tersebut sebahagian besar pandai bertenun songket disamping hidup sebagai nelayan kecil ataupun sebagai pedagang tradisional tetap pengasilan utama mereka adalah pandai bertenun.

Iklim di wilayah Ki Gede Ing Suro termasuk bersuhu cukup panas, hal ini sangat mendukung untuk proses produksi kain songket. Terutama pada saat proses pencelupan dan pencoletan benang pakan dan lungsi dalam mempersiapkan bahan baku benang sebelum siap untuk ditenun. Sehingga pewarnaan benang pakan dan lungsi dapat berjalan dengan sempurna, tidak terjadi kelunturan atau mudah lepasnya zat pewarna benang.

(4)

Di wilayah Ki Gede Ing Suro tidak hanya tempat untuk pengrajin saja tetapi terdapat juga tempat penjualan kain songket Palembang yang berbentuk toko, show room, atau outlet. Sehingga konsumen dapat membeli atau memesan terlebih dahulu sesuai dengan motif dan warna yang diinginkan dengan selera konsumen atau trend pasar.

4.1.2 Motif songket Palembang di wilayah Ki Gede Ing suro

Ragam hias songket Palembang tidak terlepas dari pengaruh budaya Cina, dan India yang saat ini menjadi diolah kedalam nilai lokal Melayu Palembang. Dalam motif songket Palembang terdapat tiga bagian pokok dalam struktur pola kain tradisonal, yang mana menjadi ciri khas songket Palembang. Dalam ketiga bagian pokok pada kain songket terdapat aneka macam ragam hias yang bevariasi namun keharmonian, irama, dan keseimbangan masih tetap terwujud dalam susunan motif songket.

Tiga bagian pokok dalam struktur motif kain songket Palembang yaitu motif Tumpal atau Pucuk rebung, motif kembang tengah dan motif pinggiran / motif yang terletak pada tepi sisi atas, bawah, tepi kanan dan kiri. Semua tiga bagian pokok dalam kain songket sangat beragam jenis bentuk motifnya yang berbeda satu dengan lainnya, namun memiliki kesatuan yang utuh dan tersusun dengan ornamen yang telah disepakati oleh masyarakat budaya Palembang. Motif kepala kain songket / tumpal terdiri beberapa macam susunan motif yaitu ( ragam hias

ombak-ombak, apit, patah beras, apit, umpak, apit, patah beras, apit, pucuk

rebung besar, tawur, pucuk rebung besar, dan seterusnya sampai ragam hias

ombak-ombak). Motif pinggiran / motif sisi atas, bawah, kanan, dan sisi kiri terdiri dari beberapa macam bentuk susunan motif yaitu ( ragam hias apit,

ombak-ombak, apit, patah beras, apit, umpak, apit, patah beras, apit, dan tumpal kecil).

Motif kembang tengah / badan kain songket dapat berupa motif limar, motif lepus, dan motif tawur sesuai dengan selerah si pemakai.

(5)

Nama-nama jenis kain songket lama yang dibuat oleh masyarakat kampung Ki Gede Ing Suro adalah: songket Lepus Berakam, songket Lepus Rakam Bungo

Pacar, songket LepusNago Bersarang, songket Tawur Kembang Cempuk Cantik

Manis, Songket Bungo Jatuh, Songket Tawur Tajung Rumpak, songket Lepus

Nampan Perak, songket Tawur Bungo Cempuk Tampuk Manggis, songket Tawur

Limar Bintang, songket LepusBungo Jatuh.

Nama-nama jenis kain songket baru yang dibuat oleh masyarakat kampung Ki Gede Ing Suro adalah: songket ‘Biji Pare’ (Lepus tiga negeri), songket ‘Pelangi’

(Lepus tiga negeri), songket ‘Pulir’ (Lepus tiga negeri), songket ‘Bunga Jatuh’

(Lepus tiga negeri), songket ‘Nampan Perak’ (Lepus tiga negeri), songket

‘Bintang Berantai’ (Lepus tiga negeri), songket ‘Naga Besaung’ (Lepus tiga

negeri), songket ‘Cantik Manis’ (tawur tiga negeri).

Dalam segi pewarnaan songket Palembang cukup berkembang dari sebelumnya. Warna-warna yang ditonjolkan pada kain songket saat ini saat beraneka macam sehingga warna tersebut kelihatan kontras, bergradasi, dan berharmoni. Songket Palembang memiliki kesan yang cukup mewah, indah, unik, dan berkelas dihati masyarakat lokal maupun internasional.

4.2 Analisa Bentuk

Sebagai karya seni, benda kerajinan harus menampilkan nilai estetik atau nilai keindahan rupa, yang meliputi keserasian garis, bentuk, tekstur, dan warna (Wiyoso,1998) demikian pula dengan seni songket yang termasuk ke dalam kelompok kriya.

Ditinjau dari pengelompokannya pada desain tekstil, songket tergolong desain struktur, yaitu ragam hias terbentuk karena adanya susunan dan jalinan benang pakan dan lungsi sesuai dengan warna pakan yang diinginkan melalui proses tenun hingga terbentuknya suatu motif pada selembar kain tradisonal (Rizali,2003).

Berdasarkan teori A.A.M. Djelantik yang menyatakan bahwa estetika bentuk, merupakan wujud perupaan dari unsur-unsur seni yaitu titik, garis, bidang, dan warna. Unsur-unsur seni tersebut disusun dengan keseimbangan, irama dan harmoni, sehingga menghasilkan estetika. Gambar bentuk-bentuk songket dibawah ini akan dikaji berdasarkan unsur-unsur estetika seni pada kain songket.

(6)
(7)

a. Kain tradisional ini bernama berakam. Diproduksi tahun 1983.

b. Kain tradisional berfungsi sebagai selendang dengan ukuran panjang 87 cm dan lebar 2 m. Kain ini biasanya dikenakan oleh wanita dewasa pada saat upacara adat perkawinan.

c. Jenis kain tradisional berbentuk tenun songket lepus.

d. Bahan yang digunakan pada kain tradisional yaitu: benang pakan dan lungsi terbuat dari kapas. Benang pakan tambahan terbuat benang emas jantung. e. Warna yang digunakan kain tradisional adalah warna dasar kain (background)

merah anggur. Ragam hiasnya bewarna kuning emas. Inti kelopak kembang tengah bewarna kuning, pink, biru, dan hijau.

f. Ragam hias yang terdapat pada kain tradisional berakam yaitu:

a. Bagian pinggiran / tepi sisi kanan, kiri, atas dan tepi bawah kain oleh masyarakat Palembang dinamakan motif tretes. Motif tretes pada kain ini terdapat beberapa macam ragam hias yaitu: apit atau tali air (berbentuk garis lurus), ombak-ombak (berbentuk garis bergelombang), patah beras

(berbentuk segitiga), umpak bintang simbar, dan kuku siku (berbentuk

pucuk rebung kecil).

b. Bagian badan / tengah kain terdapat ragam hias bintang segi delapan, bunga mawar, melati, dan kembang bintang tanjung. Semua ragam hias disusun secara teratur sehingga berbentuk geometrik kotak-kotak. Ragam hias tersebut ditambahkan dengan ornamen tiga negri (berbentuk pilin

huruf S, apit atau tali air, patah beras, dan melati).

c. Bagian ujung kain terdapat beberapa macam ragam hias yaitu:

ombak-ombak sebelas batang, apit atau tali air (berbentuk garis lurus), patah

beras (berbentuk segitiga), umpak mawar naga, pucuk rebung bertangkum

kembang kunyit, dan ornamen tawurbintang berkandang.

g. Tekstur pada kain tradisional berakam agak halus dan sifat kainnya kaku. Ragam hiasnya menggunakan benang emas cukit 2.

(8)

i. Struktur bentuk ragam hias songket berakam terdiri dari bagian pinggiran kain

(tretes), badan kain (kembang tengah), dan bagian ujung kain. Hal ini dapat

dilihat pada bentuk gambar dibawah ini.

- Struktur bentuk ornamen pada bagian pinggiran kain (tretes) terdiri dari ornamen kuku siku, apit atau tali air, bentuk leter ”S”, umpak bintang

simbar, dan ombak-ombak.

Tretes

(9)

- Struktur bentuk pada bagian badan kain (kembang tengah) terdiri dari ornamen kembang tanjung, mawar, dan melati.

- Struktur bentuk pada bagian ujung kain terdiri dari ornamen tawur bintang

berkandang, pucuk rebung bertangkum kembang kunyit, patah beras leter

”S”, umpak mawar naga, ombak sebelas batang.

Tawur bintang berkandang

Ombak sebelas batang

(10)

Pucuk rebung bertangkum kembang kunyit

(11)

(12)

a. Kain tradisional ini bernama rakam bungo pacar. Kain ini diproduksi tahun 1992.

b. Kain tradisional berfungsi sebagai kain sarung dengan ukuran panjang 1,80 cm dan lebar 87 cm. Kain tersebut dikenakan oleh wanita dewasa pada saat upacara adat perkawinan.

c. Kain tradisional merupakan jenis kain tenunan songket lepus.

d. Bahan yang digunakan dalam membuat kain tradisional adalah benang pakan dan lungsi terbuat dari sutera. Sedangkan ragam hiasnya terbuat dari benang pakan tambahan yaitu emas jantung dan benang limar sutera.

e. Warna yang terdapat pada kain tradisional yaitu warna dasar kain

(background) merah anggur. Ragam hiasnya bewarna kuning emas

ditambahkan dengan warna pink, merah, hijau, dan biru muda.

f. Ragam hias yang terdapat pada kain tradisional rakam bungo pacar antara lain:

a. Bagian pinggiran / tepi sisi atas dan sisi bawah. Motif pinggiran terdiri dari beberapa ragam hias yaitu: apit atau tali air (berbentuk garis lurus),

ombak 25 batang (berbentuk segitiga), dan kuku pinggir (berbentuk pucuk

rebung kecil).

b. Bagian badan kain / kembang tengah terdapat ragam hias bunga pacar

dan geometrik kotak-kotak. Ragam hias tersebut disusun secara teratur.

c. Bagian kepala kain (tumpal) terdapat ragam hias ombak-ombak 25

batang (berbentuk garis bergelombang), apit atau tali air (berbentuk garis

lurus), umpak melati simbar, gunungan, pucuk rebung, dan ornamen

tawur melati.

g. Tekstur yang terdapat pada kain tradisional rakam bungo pacar agak kasar dengan menggunakan cukit 2.

(13)

(14)

a. Kain tradisional ini dinamakan nago besarang. Kain ini diproduksi pada tahun 1995.

b. Kain tradisional berfungsi sebagai selendang. Ukuran kain panjangnya 1,80 cm dan lebar 87 cm. Kain ini dikenakan oleh wanita dewasa pada saat upacara adat perkawinan.

c. Jenis kain tradisional merupakan kain tenun songket lepus.

d. Bahan yang digunakan pada kain tradisional adalah benang pakan dan lungsi terbuat dari sutera. Sedangkan ragam hiasnya terbuat dari bahan pakan tambahan yaitu benang emas jantung dan benang limar sutera.

e. Warna yang terdapat pada kain tradisional antara lain warna dasar kain

(background) merah anggur. Ragam hiasnya bewarna kuning emas dan

ditambahkan warna oranye, hijau, biru muda, dan biru.

f. Ragam hias (ornament) pada kain tradisional nago besaung yaitu:

a. Bagian pinggiran / tepi sisi atas dan sisi bawah kain terdapat ragam hias kuku pinggir (berbentuk pucuk rebung kecil), apit atau tali air (berbentuk garis lurus), ombak-ombak (berbentuk garis gelombang).

a. Bagian badan kain / kembang tengah terdapat ragam hias ular naga, dan bunga mawar. Ragam hias ini disusun secara teratur.

b. Bagian kepala kain (tumpal) terdapat ragam hias ombak 17 batang

(berbentuk garis bergelombang), apit atau tali air (berbentuk garis lurus),

patah beras (berbentuk segitiga), umpak ayam dan mawar, pucuk rebung

gerebek bunga jatuh, gunungan,. Ragam hias ini disusun secara terstruktur

dan teratur.

g. Tekstur pada kain tradisional agak kasar. Sebab di bagian badan kain dipenuhi benang emas. Ragam hiasnya menggunakan benang emas cukit 2.

(15)

i. Struktur bentuk ragam hias songket nago besarang terdiri dari bagian pinggiran kain, badan kain (kembang tengah), dan bagian kepala kain (tumpal). Hal ini dapat dilihat pada bentuk gambar dibawah ini.

- Struktur bentuk pada pinggiran kain, terdapat ragam hias kuku pinggir,

apit atau tali air, dan ombak-ombak.

- Struktur bentuk pada badan kain (kembang tengah), terdapat ragam hias

(16)

- Struktur bentuk pada bagian kepala kain (tumpal). Kepala kain terdapat beberapa ragam hias yaitu: ombak 17 batang, patah beras, umpak naga,

dan pucuk rebung gerebek bungo jatuh.

Ombak 17 batang

Patah beras

Umpak ayam dan mawar

(17)

Pucuk rebung gerebek bunga jatuh

(18)
(19)

a. Kain tradisional ini dinamakan kembang cempuk cantik manis. Kain ini diproduksi tahun 2003.

b. Kain tradisional berfungsi sebagai sarung (sewet). Ukuran kain tradisional panjangnya 1,80 cm dan lebar 87 cm. Kain ini biasanya dikenakan oleh wanita dewasa pada saat pesta pernikahan dan pesta resmi lainnya.

c. Jenis kain tradisional merupakan kain tenun songket tawur.

d. Bahan yang digunakan pada kain tradisional yaitu: benang pakan dan lungsi terbuat dari sutera. Sedangkan pada ragam hiasnya menggunakan benang pakan tambahan yang terbuat dari benang emas satiby dan benang limar

sutera.

e. Warna yang terdapat pada kain tradisional adalah warna dasar kain

(background) biru dongker. Ragam hiasnya bewarna kuning emas serta

ditambahkan dengan warna kuning, hijau, pink, dan merah.

f. Ragam hias yang terdapat pada kain tradisional kembang cempuk cantik manis

antara lain:

a. Bagian pinggiran / tepi sisi bawah dan atas kain,. Pada motif pinggiran

terdapat beberapa ragam hias yaitu apit atau tali air (berbentuk garis lurus), ombak-ombak (berbentuk garis gelombang), umpak kembang

setangkai punai, dan kuku pinggir (berbentuk pucuk rebungkecil).

b. Bagian badan kain / kembang tengah terdapat ragam hias kembang cempuk cantik manis.

c. Bagian kepala kain (tumpal) terdapat ornamen ombak 16 batang

(berbentuk garis gelombang), apit atau tali air (berbentuk garis lurus),

patah beras (berbentuk segitiga), umpak (berbentuk bunga mawar dan

ayam), pucuk rebung kembang jagung dangunungan, tawur sisik nanas.

g. Tekstur pada kain tradisional kembang cempuk cantik manis agak halus, sebab pada kembang tengah (badan kain) lebih dominan menggunakan benang sutera. Ragam hiasnya menggunakan benang emas cukit 2.

(20)

i. Struktur bentuk ragam hias songket kembang cempuk cantik manis terdiri dari bagian pinggiran kain, badan kain (kembang tengah), dan bagian kepala kain

(tumpal). Hal ini dapat dilihat pada bentuk gambar dibawah ini.

- Struktur bentuk pada pinggiran kain, terdapat ragam hias tali air atau apit,

ombak 16 batang, umpak kembang setangkai punai, dan ragam hias kuku

pinggir.

- Struktur bentuk badan kain (kembang tengah), terdapat ragam hias tawur

sisik nanas.

Gambar

Gambar IV.1  songket Lepus ”Berakam”
Gambar IV.2 songket lepus “Rakam bungo pacar”
Gambar IV.3  songket lepus “Nago besarang”
Gambar IV.4  Songket tawur “kembang cempuk cantik manis”

Referensi

Dokumen terkait

peserta berbentuk badan usaha harus memperoleh paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah

KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG JAMBI PANITIA PENGADAAN BARANG / JASA.. Jalan

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib

Setelah melihat tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan manajemen kesiswaan hal ini belum berjalan dengan baik dan belum terlaksana dengan maksimal. Oleh

2014 pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, kami Pejabat Pengadaan pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, dengan

Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan oleh kandidiasis, yang disertai dengan tanda peradangan minimal pada vitreous body, fungal endoftalmitis

Untuk penggunaan paket BES, Blackberry Messenger aman digunakan di Indonesia, dengan syarat adanya prosedur yang memungkinkan pemerintah dapat merequest log pesan

Sedangkan pada siklus II aktivitas guru kembali mengalami peningkatan yaitu pada pertemuan pertama siklus II memperoleh skor 35 dengan persentase 87,5% berkategori amat