• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI

PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI

MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK

PENGATURAN JARAK TANAM

Oleh :

ADITYA RAHMAN A 24051727

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

ADITYA RAHMAN. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Pengaturan Jarak Tanam. (Di Bimbing oleh ISKANDAR LUBIS dan M. H. BINTORO DJOEFRIE)

Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam kegiatan budidaya serta pengelolaan manajemen perkebunan, terutama perkebunan sagu (Metroxylon spp.). Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2009 di Perkebunan sagu PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan kegiatan teknis di la-pangan. Metode tidak langsung dilakukan dengan mempelajari laporan kebun, wawancara dan diskusi dengan staf serta studi pustaka. Aspek khusus yang diamati selama kegiatan magang yaitu aspek pengaturan jarak tanam. Penelitian dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tanaman sagu pada areal dengan tiga jarak tanam yang berbeda. Jarak tanam yang digunakan di kebun PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, yaitu jarak tanam 8 m x 8 m, 10 m x 10 m dan 10 m x 15 m.

Kegiatan pengelolaan kebun di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu tidak dilakukan dengan baik. Kondisi tersebut menye-babkan kebun menjadi tidak terawat dan pertumbuhan tanaman menjadi terham-bat. Penggunaan jarak tanam yang berbeda pada beberapa blok menunjukkan pengaruh yang berbeda dalam hal pertumbuhan tanaman sagu, kondisi lingkungan blok, dan jumlah tanaman sagu yang masih hidup. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada areal dengan ketiga jarak tanam tersebut, jarak tanam 8 m x 8 m memiliki tingkat penutupan gulma paling ringan dan tanaman sagu masih banyak yang hidup. Berdasarkan peubah yang diamati pada pertumbuhan tanaman sagu yaitu jumlah anakan, tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun, jarak tanam 8 m x 8 m menunjukkan pertumbuhan aktual rata-rata terbaik untuk jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lingkar batang. Jarak tanam 10 m x 10 m memiliki jumlah daun aktual rata-rata yang tertinggi.

(3)

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI

PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI

MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK

PENGATURAN JARAK TANAM

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ADITYA RAHMAN A 24051727

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(4)

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr NIP. 19610528 198503 1 002 NIP. 19480801 1974030 1 001

Mengetahui :

Plh Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.sc. NIP. 19610202 198601 1 008

Tanggal Lulus :

Judul : PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon

spp.) DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST

PRO-DUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT

PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK PENGATURAN

JARAK TA-NAM.

Nama : Aditya Rahman NRP : A 24051727

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Januari 1988 di Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan ayah Mamad Ashari dan ibu Siti Khadidjah.

Pada umur belum genap empat tahun penulis pindah ke daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di TK Al-Azariah dan melanjutkan studi ke jenjang sekolah dasar setahun berikut-nya. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN Grogol Utara 17 Pagi.

Lulus dari sekolah dasar, penulis pindah kembali ke Bogor dan melanjut-kan studi di SLTPN 6 Bogor. Pada tahun 2002 penulis lulus dan selanjutnya penu-lis melanjutkan studi di SMAN 2 Bogor. Tahun 2005 penupenu-lis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Setahun berikutnya penulis diterima di De-partemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bo-gor.

Sampai saat ini penulis pernah tergabung dalam tiga organisasi, yaitu DKM SMAN 2 Bogor pada tahun 2002-2003, Karang Taruna Bina Taruna pada tahun 2002-2008, dan Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKF IPB) pada tahun 2005 sampai sekarang. Penulis menjabat sebagai Kepala Biro Logistik UKF IPB pada periode kepengurusan tahun 2007/2008.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Pengaturan Jarak Tanam”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS dan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan selama proses pembuatan skripsi ini.

2. Umi, Bapak, Teh Neneng, Aa Epen, Aa Ade, Teh Lisa, dan Aa Cecep yang telah memberikan dukungan dan doa.

3. Dr. Ir. Anas D. Susila Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menjalankan studi.

4. Ir. Erwin, Pak Habib, Pak Setyo Budi, Ka Budi ‘Anduk’, dan Ka Gia yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama kegiatan magang.

5. Pak Nasrudin, Bang Kornelis, Pak Surani, Bang Suhedi, dan seluruh kar-yawan PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan magang berjalan.

6. Edi, Shandra, Ratih, dan Ruri atas bantuan dan kerjasamanya selama magang berjalan hingga penulisan skripsi.

7. Udin dan Didin yang telah memberikan semangat dan doa.

8. Warno, Yunus, Siti dan seluruh mahasiswa bimbingan Prof. Bintoro. 9. Semua teman-teman AGH 42 atas doanya.

10.Keluarga besar Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2009

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Botani Sagu ... 4 Ekologi Sagu ... 4 Budidaya Sagu ... 5 Jarak Tanam ... 7 METODE MAGANG ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Pelaksanaan ... 9

Pengamatan dan Pengumpulan Data Magang ... 11

KONDISI UMUM KEBUN ... 12

Sejarah Kebun ... 12

Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 14

Letak Geografis dan Letak Wilayah Administratif ... 15

Keadaan Tanah dan Iklim ... 15

Luas Areal dan Tata Guna Lahan... 17

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 17

Struktuk Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 18

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 21

Aspek Teknis ... 21

Persiapan Bahan Tanam ... 21

Persemaian ... 22

Penanaman ... 23

(8)

Pengendalian Gulma ... 28

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 30

Penyulaman ... 33

Manajemen Air ... 34

Sensus Panen ... 39

Sensus Prosentase Hidup Sagu dan Sensus Produksi ... 40

Panen dan Pasca Panen ... 42

Aspek Manajerial ... 44

Deskripsi Kerja Karyawan ... .44

A. Masa Kepemilikan PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu ... 44

B. Masa Kepemilikan Peralihan Antara PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dan PT. Sampoerna Tbk. ... 46

Masalah Ketenagakerjaan ... 51

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

Teknis Budidaya dan Manajerial Perusahaan ... 52

Kondisi Lingkungan Kebun ... 59

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) ... 64

Jumlah Anakan ... 64

Tinggi Tanaman ... 67

Lingkar Batang ... 70

Jumlah Daun ... 71

KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

Kesimpulan ... 74

Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekomendasi dosis pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dari awal masa

tanam sampai panen ... 25

2. Jumlah tanaman yang hidup dan jenis-jenis gulma yang tumbuh di blok pengamatan pengaruh pengaturan jarak tanam ... 61

3. Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah anakan tanaman sagu ... 64

4. Pertambahan rata-rata jumlah anakan tanaman sagu ... 66

5. Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman sagu ... 68

6. Pertambahan rata-rata tinggi tanaman sagu ... 69

7. Pengaruh jarak tanam terhadap lingkar batang tanaman sagu ... 70

8. Pertambahan rata-rata lingkar batang tanaman sagu... ... 71

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Berbagai macam tipe banir anakan sagu (abut) yang digunakan di PT.

National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu ... 22

2. Persemaian abut dalam rakit di kanal... 23

3. Bibit yang baru ditanam ... 24

4. Aplikasi pemberian unsur dolomit disekitar rumpun tanaman sagu ... 27

5. Hasil penebasan lorong ... 29

6. Larva kumbang sagu (Rynchophorus schach) ... 31

7. Ekskavator EX200 ... 36

8. Desain kanal utama di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu...37

9. Kanal kolektor ... 37

10.Water level ... 38

11.Pizzo meter ... 39

12.Pizzo meter di lapangan ... 39

13.Penebangan pohon sagu dengan menggunakan kapak... 43

14.Pertambahan jumlah anakan sagu ... 66

15.Pertambahan tinggi tanaman sagu ... 69

16.Pertambahan lingkar batang tanaman sagu ... 71

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh jarak tanam terhadap jumlah anakan

sagu ... 80

2. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman sagu ... 81

3. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh jarak tanam terhadap lingkar batang sagu ... 82

4. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun sagu ... 83

5. Rata-rata Curah Hujan, Suhu Udara, dan Kelembaban Udara Bulanan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)...84

6. Rata-rata Curah Hujan, Suhu Udara, dan Kelembaban Udara Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)...84

7. Perubahan Petak Menjadi Blok ... 85

8. Blanko Surat Permohonan Cuti Karyawan ... 89

9. Blanko Laporan Hasil Kerja ... 89

10.Blanko Hasil Pemeriksaan Pekerjaan ... 90

11.Blanko Lembar Pengamatan Curah Hujan (mm) ... 91

Gambar Nomor Halaman 1. Ilustrasi Blok Pengamatan ... 79

2. Peta Kabupaten Meranti ... 86

3. Peta Kerja PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu... 87

4. Struktur Organisasi PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu...88

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sagu (Metroxylon spp.) telah lama dikenal sebagai tanaman pangan utama bagi sebagian masyarakat Indonesia seperti penduduk di Papua dan Maluku, namun saat ini posisi sagu telah tergeser oleh beras. Kebijakan pada zaman Orde Baru telah meminggirkan beraneka ragam produk pangan nasional sehingga men-dorong beras menjadi satu-satunya pangan utama. Waktu membuktikan, kebija-kan semacam itu membuat bangsa yang memiliki beragam latar budaya dan etnis ini memiliki kebergantungan yang teramat besar pada beras. Data Badan Pangan Dunia (FAO) pada Maret 2008 menunjukkan, dari seluruh beras yang beredar di pasar dunia, 80 persennya diserap oleh Indonesia (www.anekaplanta.word-press.com).

Sagu berpotensi menjadi sumber pangan pokok alternatif setelah beras karena kandungan karbohidrat yang tinggi. Dibandingkan dengan tanaman peng-hasil karbohidrat lain, sagu merupakan tanaman pengpeng-hasil karbohidrat yang paling produktif. Produksi sagu yang dikelola dengan baik dapat mencapai 25 ton pati kering/ha/tahun. Produktivitas ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi diban-dingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 ton/ha/tahun.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sagu adalah pada umumnya tanaman ini belum dibudidayakan, kecuali pada perkebunan swasta te-lah dilakukan pengusahaan tanaman dengan teknik budidaya, sehingga memudah-kan dalam proses perencanaan produksi dan pengolahan hasil. Upaya untuk me-ngintroduksi teknologi budidaya sagu menghadapi masalah, antara lain belum semua teknologi budidaya tersedia untuk diterapkan petani. Perluasan areal sagu pun hanya terbatas pada daerah tertentu, yaitu lahan basah dan rawa serta jenis tanah alluvial.

Pertumbuhan tanaman sagu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor internal, faktor eksternal, dan teknis budidaya. Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi dari dalam tanaman, yaitu kondisi genetis tanaman sagu. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekitar, seperti inten-sitas cahaya, jenis tanah, kandungan unsur hara dalam tanah, curah hujan,

(13)

keter-sediaan air, suhu, dan kelembaban udara. Teknis budidaya seperti pengolahan la-han, pengaturan jarak tanam, penanaman, pemeliharaan, dan panen.

Tanaman sagu dapat tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang masa sampai ke lahan yang tidak terendam air (Bintoro, 2008). Tanaman sagu memerlukan sinar matahari dalam jumlah banyak. Apabila ternaungi, kadar pati di dalam batang sagu akan rendah.

Salah satu tindakan budidaya yang dapat menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu adalah pengaturan jarak tanam atau populasi per satuan luasnya. Pohon sagu yang tumbuh secara alami biasanya memiliki jarak antar tanaman yang tidak teratur, sehingga kemungkinan akan terjadi kompetisi baik terhadap air, unsur hara maupun cahaya diantara individu tanaman. Jarak tanam menentukan populasi tanaman dalam suatu luasan tertentu, sehingga pengaturan yang baik dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh tersebut. Melalui pengaturan jarak tanam yang tepat tingkat persaingan antara sesama tanaman budidaya maupun per-saingan antara tanaman budidaya dengan gulma dapat ditekan serendah mungkin.

Pengaturan jarak tanam berhubungan erat dengan kerapatan tanaman. Semakin rapat jarak tanam, persaingan untuk mendapatkan faktor tumbuh antar tanaman semakin besar. Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan pro-duksi tanaman, karena keefisienan penggunaan cahaya matahari, sehingga jarak tanam yang optimal menentukan besarnya produksi tanaman per satuan luas areal (Harjadi, 1996).

Pola jarak tanam yang ideal adalah apabila kebutuhan tanaman akan kondisi lingkungan, cahaya, kelembaban, aerasi udara, maupun perakaran dapat tercukupi. Jarak tanam mempengaruhi perkembangan akar yang dapat mempe-ngaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Penanaman pada perkebunan sagu dikenal dengan sistem blok. Jarak tanam pada sistem blok bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menam-pung + 150 tanaman. Jarak tanam 8 m x 8 m dan 10 m x 10 m digunakan bila kebun akan ditanami sagu secara monokultur. Apabila jarak tanam yang digunakan 10 m x 10 m dalam bentuk segi empat, maka populasi awalnya 100

(14)

tanaman/ha, tetapi bila bentuk jarak tanamnya segitiga sama sisi maka populasi awalnya 136 tanaman/ha.

Apabila akan ditumpangsarikan dengan tanaman lain maka dapat diguna-kan jarak tanam 10 m x 15 m. Selain itu, pola jarak tanam 10 m x 15 m juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan ruang dalam pengaturan anakan sagu dan pemanfaatan cahaya. Rostiwati et al. (1998) dalam Bintoro (2008) menyatakan bahwa anakan sagu dapat tumbuh pada ruang yang kosong, sampai mendekati kanopi pohon. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka perlu dilakukan pengaturan jarak tanam sehingga pola pertumbuhan dan kerapatan anakan sagu dapat optimal. Oleh karena itu, pada magang kali ini secara khusus dilakukan pengamatan pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman sagu di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau.

Tujuan

1. meningkatkan pengetahuan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam kegiatan budidaya serta pengelolaan manajemen perkebunan, terutama perkebunan sagu (Metroxylon spp.).

2. mempelajari aspek teknis dan manajerial budidaya sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau.

3. mempelajari pengaruh beberapa jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman sagu di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau.

4. mengetahui jarak tanam yang terbaik bagi pertumbuhan tanaman sagu dari beberapa jarak tanam yang digunakan di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sagu

Tanaman sagu (Metroxylon spp.)merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu tersebar luas di dataran rendah Asia Tenggara dan Malanesia. Di Indonesia sagu banyak ditemukan di daerah Aceh, Tapanuli, Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan terutama banyak terdapat di Maluku dan Papua. Terdapat dua jenis sagu di Indonesia, yaitu M. rumphii Mart. yang memiliki duri pada pelepahnya dan M. sagu Rotb. yang tidak berduri (Rostiwati, 1995).

Sagu adalah termasuk tumbuhan monokotil dari ordo Spadiciflorae, keluarga Palmae. Terdapat 5 marga (genus) Palmae di kawasan Indo Pasifik yang patinya banyak dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan patinya cukup tinggi.

Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan pati-nya lebih bapati-nyak. Jenis sagu yang termasuk dalam golongan Pleonanthic adalah M. filarae Mart. dan M. Elatum Mart. Jenis sagu yang termasuk dalam golongan Hepaxanthic terdiri atas 5 varietas penting yaitu M. rumphii Matrius (Sagu Tuni), M. sagus Rottboi (Sagu Molat), M. silvester Martius (Sagu Ihur), M. longispinum Martius (Sagu Makanaru), dan M. micracantum Martius (Sagu Rotan). Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan Molat.

Ekologi Sagu

Pada umumnya sagu tumbuh dengan baik di daerah antara 10oLS-15oLU dan 90o-180oBT yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut (dpl) dengan jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan antara 2000-4000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Pertumbuhan optimumnya dapat dicapai

(16)

pada ketinggian dibawah 400 m dpl. Lebih dari 400 m dpl pertumbuhannya lambat dan kadar patinya rendah (Bintoro, 2008). Indonesia terletak pada daerah 50LU-100LS, sehingga secara potensial cocok untuk pengembangan sagu.

Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah-daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Notohadipawiro dan Louhenapessy (1993) dalam Bintoro (2008), habitat asli tanaman sagu adalah tepi hutan yang becek serta berlumpur tetapi secara berkala mengering. Tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70 % dan bahan organik 30 % baik untuk pertumbuhan sagu.

Suhu yang optimal bagi pertumbuhan sagu sekitar 24-30 °C dengan kelem-baban udara sekitar 90 % dan intensitas cahaya matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari. Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40 %. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60 %. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organisnya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5-6,5.

Budidaya Sagu

Dalam proses budidayanya, sagu memiliki beberapa aspek yang berbeda dengan proses budidaya tanaman perkebunan lainnya. Proses budidaya sagu meliputi penyiapan bibit, pengangkutan bibit, perlakuan pestisida dan fungisida, sistem persemaian, penanaman, dan pemupukan.

1. Penyiapan bibit

Benih yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan rontok dari pohon induk yang tumbuh subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang sesuai untuk syarat tumbuh sagu serta produksi klon rata-ratanya tinggi. Benih/buah yang diambil adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya sedang, dan bernas. Pembiakan generatif memiliki beberapa kelemahan, antara lain yaitu, daya kecambahnya sangat rendah dan tanaman hasil pembiakan generatif belum tentu sama dengan tanaman induknya.

(17)

Pembiakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang disebut dangkel atau abut. Anakan sagu yang akan digunakan sebaiknya diambil dari induk sagu yang produksinya tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit sudah cukup matang (tua) yang dicirikan dengan bonggol (banir) yang cukup keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, mempunyai perakaran cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, rata-rata bobot bibit 3-4 kg, dan tidak terserang hama penyakit serta banir berbentuk huruf L.

Pemisahan bibit dari pohon induknya dilakukan melalui pemotongan pada daerah leher yang berkayu (keras), akar-akar disekitar stolon dipangkas hingga 5 cm dan pelepah dipotong hingga 30-40 cm. Pemotongan pangkal anakan dilaku-kan dengan arah tegak lurus dengan permukaan tanah. Luka di bagian bekas potongan ditaburi dengan abu gosok dan dibiarkan beberapa jam.

2. Pengangkutan bibit

Pengangkutan bibit dari tempat pengambilan bibit ke tempat persemaian di PT National Timber And Forest Product menggunakan suatu kereta kecil (loko) yang dapat memuat 2000 bibit untuk bibit yang berukuran besar dan 3000 bibit untuk bibit yang berukuran kecil (Bintoro, 2008).

3. Perlakuan pestisida dan fungisida

Bibit sagu dicelupkan ke dalam larutan pestisida dengan dosis 2 g/ l air. Bibit direndam selama 1-2 menit dan dikeringanginkan selama 5-10 menit untuk kemudian disemaikan.

4. Sistem Persemaian

Sistem persemaian dilaksanakan dengan menggunakan rakit. Persemaian rakit dilaksanakan di kanal dengan air mengalir. Rakit yang digunakan bisa ter-buat dari bambu atau pelepah tua tanaman sagu dewasa. Kelebihan menggunakan sistem tersebut adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tana-man sangat sedikit. Dalam satu rakit berukuran 3 x 0.5 meter dapat disemaikan 70 – 80 anakan sagu tergantung ukuran bonggolnya. Peletakan anakan sagu dalam rakit pesemaian diatur searah dengan rakit.

5. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan banir ke dalam lubang tanam. Akar-akar tanaman dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkal

(18)

bibit agak ditekan sedikit ke dalam tanah. Bibit yang baru ditanam sebaiknya diikat pada kayu tongkat yang dipancang agar bibit tetap tegak walaupun ada gangguan seperti pasang-surut air yang bisa membuat bibit roboh. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan.

6. Pemupukan

Jenis pupuk yang umum dipergunakan adalah Dolomit, NPK (Urea, Rock Phosphate, Muriate of Potash), dan unsur mikro yang terdiri atas Borat, Zink Sulphate, dan Ferro Sulphate. Pupuk dibenamkan dalam tanah, tujuannya agar tidak terbawa air sebelum terabsorbsi oleh akar tanaman, terutama lahan di daerah rawa/dataran rendah dan pasang surut yang sering terjadi luapan air. Pemupukan dapat dilakukan dengan cara melingkar di sekeliling rumpun. Pemupukan juga dapat dilakukan secara lokal di dua sisi rumpun pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk dengan pohon/rumpun sagu.

Untuk sagu muda sampai 1 tahun menjelang panen, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun. Pemupukan dua kali setahun dilakukan pada awal dan akhir musim hujan, masing-masing dengan 1/2 dosis, sedangkan pemupukan sekali setahun dilakukan pada awal musim hujan (http//.www.agribisnis.deptan.go.id).

Jarak Tanam

Ketidakteraturan jarak tanam akan mengakibatkan produksi tanaman berku-rang karena adanya persaingan dalam pengambilan zat hara dan sinar matahari. Pengaturan jarak tanam dimaksudkan untuk pemerataan distribusi sinar matahari, air, dan unsur hara, serta mempermudah pemeliharaan (Najiyati, 2005).

Pedoman yang dapat digunakan dalam penentuan jarak tanam yaitu tajuk pohon yang satu dengan yang lain tidak saling bersentuhan. Pada kondisi tersebut sinar matahari dapat terdistribusi secara baik dan akar-akar pohon tidak saling bertautan. Akar-akar pohon biasanya tidak melampaui batas lingkaran tajuk atau kanopinya.

Jarak tanam mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan se-jumlah hasil yang dapat diperoleh dari sebidang tanah. Produksi tanaman meru-pakan hasil resultan dari faktor reproduksi dan hasil pertumbuhan vegetatif.

Selain unsur tanaman sendiri yang berpengaruh terhadap kerapatan tana-man, faktor tingkat kesuburan tanah, kelembaban tanah juga akan menimbulkan

(19)

saingan apabila jarak tanam semakin rapat. Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu produksi maksimum (Jumin, 2006).

Sagu bisa dibudidayakan dengan jarak tanam 6 m x 6 m sampai 10 m x 10 m yang akan menghasilkan tanaman muda sebanyak 100 – 277 rumpun per ha (Atmawidjaja, 1992). Pada usia tebang, 7-15 tahun, diharapkan tumbuh 50 sampai 239 rumpun per ha per tahun.

Jarak tanam yang dianggap ideal untuk tiga varietas sagu (Sagu Tuni, Sagu Ihur, dan Sagu Molat) adalah :

a. Sagu Tuni 8 m x 8 m atau 9 m x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.

b. Sagu Ihur 9 m x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.

c. Sagu Molat 7 m x 7 m, hubungan segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat 204 tanaman.

d. Jika ketiga varietas ditanam secara bersama – sama, maka ditanam secara terpisah menurut blok.

(20)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di kebun PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Magang dilaksanakan selama empat bulan, yaitu mulai bulan Februari 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

Metode Pelaksanaan

Selama magang mahasiswa bekerja langsung di lapangan sebagai karyawan harian lepas, pendamping mandor, dan bagian administrasi.

Kegiatan yang dilaksanakan selama menjadi karyawan harian lepas (KHL) adalah kegiatan pemeliharaan tanaman seperti pengambilan bahan tanam, perse-maian, pengendalian gulma secara manual dan kimiawi, penunasan, dan pema-nenan yang waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan jadwal kegiatan kebun serta pembuatan jurnal harian selama menjadi KHL.

Pekerjaan yang dilakukan saat menjadi pendamping mandor adalah mengelola dan mengontrol tenaga kerja serta membuat jurnal kegiatan harian yang berisi informasi yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan kerja di lapang selama menjadi pendamping mandor. Selain kegiatan teknis yang dilakukan di lapangan, sebagai pendamping mandor mahasiswa juga melakukan diskusi de-ngan mandor mengenai prosedur pelaksanaan di lapade-ngan, wewenang serta tanggung jawab mandor dalam melakukan setiap kegiatan.

Pada kesempatan magang ini mahasiswa tidak mendapat kesempatan untuk menjadi pendamping asisten divisi. Sesuai dengan kebijakan pimpinan, mahasiswa dilibatkan pada kegiatan sensus tanaman yang sedang berlangsung di kebun. Selain ikut langsung dalam kegiatan sensus di lapangan, mahasiswa juga ditugaskan untuk merekapitulasi laporan kegiatan blok-blok yang telah selesai disensus. Rekapitulasi dilakukan secara manual dan dengan menggunakan kom-puter. Data yang telah terkumpul kemudian dilaporkan ke kantor Selat Panjang.

Keadaan kebun yang masih kurang terpelihara dengan baik memberikan peluang untuk dilakukan pengamatan lebih lanjut pada beberapa aspek kegiatan budidaya sagu. Salah satu yang dapat diamati adalah penentuan jarak tanam yang

(21)

tepat untuk budidaya sagu. Pada kesempatan ini dilakukan sebuah pengamatan pengaruh pengaturan jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman sagu..

Sesuai dengan jarak tanam yang digunakan di kebun PT. National Timber And Forest Product, maka percobaan terdiri atas tiga faktor perlakuan, yaitu jarak tanam 8 m x 8 m, 10 m x 10 m dan 10 m x 15 m. Rancangan percobaan yang diguna-kan yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Plot perlakuan merupakan satu divisi tertentu dengan jarak tanam tertentu. Pada setiap divisi dipilih 3 blok secara acak yang digunakan sebagai ulangan. Jumlah satuan percobaan sebanyak 9 satuan percobaan dengan tiap satuan percobaan terdiri atas 10 pohon yang diambil pada tiap blok yang dijadikan ulangan.

Untuk perlakuan jarak tanam 8 m x 8 m, penelitian dilakukan di blok M 24 (ulangan 1), N 24 (ulangan 2), dan O 24 (ulangan 3) Divisi 2. Perlakuan jarak tanam 10 m x 10 m, penelitian dilakukan di blok B 33 (ulangan 1), A 32 (ulangan 2), dan A 33 (ulangan 3) Divisi 5. Perlakuan jarak tanam 10 m x 15 m, penelitian dilakukan di blok R 10 (ulangan 1), Q 11 (ulangan 2), dan Q 10 (ulangan 3) Divisi 9. Model ran-cangan percobaannya yaitu,

Yij = µ + τ i + β j + ε ij ; (i = 1,…p; j = 1,…r) µ = nilai tengah umum

τ i = pengaruh jarak tanam ke- i β j = pengaruh ulangan ke- j

ε ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke- i, kelompok ke- j

Apabila dalam pengaruh perlakuan jarak tanam menunjukkan pengaruh yang nyata dengan uji F atau ANOVA terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan uji lan-jut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 %. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, dan ragam percobaan bersifat homogen. Hipotesis untuk percobaan ini yaitu terdapat pengaruh yang berbeda dari masing-masing jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman sagu dan terdapat jarak tanam terbaik dari ketiga jarak tanam yang digunakan di kebun.

(22)

Pengamatan dan Pengumpulan Data Magang

Dalam mencapai tujuan dari magang ini dibutuhkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan secara lang-sung di lapangan dengan mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh peru-sahaan. Dari kegiatan tersebut diperoleh data prestasi rata-rata tenaga kerja dan hambatan atau pendukung dari kegiatan yang dilakukan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kebun yang berlaku.

Data sekunder meliputi data-data yang telah tersedia di perusahaan yang me-nunjang kegiatan magang, seperti sejarah, kondisi umum perusahaan, data tentang aspek pemeliharaan tanaman dan aspek manajerial, serta norma kerja di perusahaan. Selain itu, untuk melengkapi data juga dilakukan wawancara dan diskusi dengan karyawan dan staf tentang seluruh kegiatan yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan menganalisis laporan manajerial yang ada (laporan bulanan, laporan triwulanan, laporan tahunan, dan laporan kegiatan magang atau penelitian) dan studi pustaka.

Peubah yang diamati pada percobaan pengaruh jarak tanam terhadap pertum-buhan sagu pada perlakuan yang dicobakan antara lain jumlah anakan, tinggi tanaman (m), jumlah pelepah daun, dan lingkar batang 1 m di atas permukaan tanah (cm). Pengamatan dilakukan setiap sebulan sekali. Selain itu, dilakukan juga pengamatan visual keadaan lingkungan tumbuh di sekitar rumpun tanaman yang diamati pada masing-masing perlakuan dan ulangan.

(23)

KONDISI UMUM KEBUN

Sejarah Kebun

PT. National Timber And Forest Product merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Siak Raya Groups yang berkantor pusat di Pekan Baru. PT. National Timber didirikan pada tanggal 4 September 1970 sebagaimana dijelas-kan pada Akta Notaris No. 2 tahun 1970 yang dibuat di hadapan Mochammad Ali Adjoejir, wakil notaris di Pekan Baru, yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan Nomor J.A.5/4/19 tanggal 7 Januari 1971.

Sesuai dengan Akta Nomor 153 tanggal 24 Desember 1970 yang dibuat di hadapan Mohamad Said Tadjoedin, Notaris di Jakarta nama PT. National Timber berubah menjadi PT. National Timber And Forest Product. Akta notaris tersebut telah diubah beberapa kali. Akta Notaris tersebut terakhir diubah dengan Akta Notaris No. 37 tanggal 15 September 2004, yang dibuat di hadapan Singgih Susilo SH, Notaris di Jakarta.

PT. National Timber And Forest Product merupakan salah satu perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Hak Pengusahaan Hutan PT. National Timber And Forest Product berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 135/Kpts/Um/3/1974 tanggal 14 Maret 1974 dengan luas areal konsesi 100.000 hektar. Ada empat kelompok hutan yang dibawah pengelolaan PT. National Timber And Forest Product. Kelompok hutan tersebut terdiri atas Kelompok Hutan Teluk Kepau, Kelompok Hutan Air Mabuk, Kelompok Hutan Sungai Rawa, dan Kelompok Hutan Rangsang.

PT. National Timber And Forest Product mempunyai masa konsesi HPH selama 20 tahun. Selama masa konsesi tersebut masih berlaku, PT. National Timber And Forest Product melakukan kegiatan usaha pengusahaan hutan. Setelah berakhirnya masa konsesi, PT. National Timber And Forest Product mengajukan Ijin Penebangan Kayu (IPK) sebagai ganti ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Perusahaan mendapatkan persetujuan untuk pengembangan HTI-Sagu dari Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan dengan surat Nomor 913/IV-RPH/1994 tanggal 18 April 1994. Selanjutnya, perusahaan mengajukan permohonan kepada Gubernur Riau. Sesuai dengan surat rekomendasi Gubernur Nomor 522.11/EK/

(24)

571 tanggal 22 Februari 1991 diajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan di Jakarta.

Berdasarkan Surat Menteri Kehutanan Nomor 1083/MENHUT-IV/1995 tanggal 24 Juli 1995, perihal Areal HPHTI Murni Sagu PT. National Timber And Forest Product di Riau, disampaikan bahwa lokasi yang disetujui untuk Pem-bangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) Murni Sagu PT. National Timber And Forest Product adalah kelompok Hutan Teluk Kepau seluas 19.900 ha di Propinsi Dati I Riau.

Berdasarkan surat dari Menteri Kehutanan No.17/Kpts /HUT/1996 tentang ijin penebangan kayu, maka penebangan kayu dapat dilaksanakan dengan salah satu syaratnya yaitu setelah penebangan kayu selesai maka PT. National Timber And Forest Product harus menanami kembali areal yang diambil kayunya dengan Hutan Tanaman Industri (HTI). Penanaman sagu dimulai pada tahun 1996.

Setelah IPK keluar PT. National Timber And Forest Product belum bisa melakukan penanaman sagu. Perusahaan harus mengajukan Rencana Karya Ta-hunan (RKT) setiap tahunnya sebelum melakukan penanaman sagu. Sebelum oto-nomi daerah PT. National Timber And Forest Product mengajukan RKT ke Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkalis. Sesuai rekomendasi Kantor Wilayah (Kanwil) Kehutanan Propinsi Riau yang merupakan perpanjangan dari Departemen Kehu-tanan Pusat, Dinas KehuKehu-tanan Kabupaten Bengkalis, mengeluarkan ijin penana-man sagu. Setelah ada otonomi daerah, izin dikeluarkan langsung oleh Dinas Ke-hutanan Kabupaten Bengkalis.

Luas areal yang diajukan dalam RKT setiap tahunnya yaitu 1000-2000 ha. Setelah ijin dikeluarkan, PT. National Timber And Forest Product diwajibkan meme-nuhi persyaratan antara lain,

1. meningkatkan areal konservasi 10 % dari areal yang diizinkan 2. melakukan penanaman tanaman unggulan setempat, dan 3. melakukan penanaman tanaman kehidupan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.353/Menhut-II/2008 tanggal 24 September 2008, P.T National Timber And Forest Product mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam hutan tanaman (sagu) seluas 21.620 ha.

(25)

Areal tersebut terdiri atas Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 21.370 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas ± 250 ha, yang terletak di Kabupaten Meranti, Propinsi Riau.

Sejak akhir tahun 2008 PT. National Timber And Forest Product bekerjasama dengan PT. Sampoerna Tbk dalam menjalankan perusahaan. PT. Siak Raya Groups memberikan kekuasaan kepada PT. Sampoerna Tbk untuk melakukan pengelolaan kebun dan perusahaan. Orientasi ke depan untuk penge-lolaan kebun dan perusahaan akan diambil alih oleh PT. Sampoerna Tbk, dengan prosentase status kepemilikan yang sampai saat ini belum ditentukan.

Latar Belakang Pengusahaan Sagu

Sagu merupakan salah satu komoditas kehidupan yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan. Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah-daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang cukup besar. Salah satu kekayaan alam yang belum di-maksimalkan adalah sagu. Tanaman sagu di propinsi Riau terdapat di daerah sungai besar berawa dan beberapa pulau besar. Menurut Soerjo (1996) dalam Pinem (2008), sebagian besar lahan di Riau ditutup oleh gambut yang sesuai dengan syarat tumbuh sagu.

Tujuan utama pembangunan HTI Murni Sagu oleh PT. National Timber And Forest Product antara lain :

1. menanggulangi perladangan berpindah dan meningkatkan pembinaan masyarakat sekitar hutan.

2. memacu pengembangan wilayah. 3. menggalang ketahanan wilayah.

4. meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanju-tan.

(26)

Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 353/Menhut-II/ 2008, tujuan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) yaitu meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah devisa, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha.

Letak Geografis dan Letak Wilayah Administratif

PT. National Timber And Forest Product terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Meranti, Propinsi Riau. Secara geografis PT. National Timber And Forest Product terletak pada 00 32’ -10 08’ LU dan 1010 43’ – 1030 08’ BT dengan ketinggian 0 – 5 m di atas permukaan laut (NTFP, 1997).

Areal PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu di sebelah utara berbatasan dengan areal PT. Lestari Unggul Makmur (PT. LUM), sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai. Pada bagian sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kepau Baru dan Desa Teluk Buntal dan sebelah barat berbatasan dengan Kampung Daerah Penekat dan areal HPH PT. Uni Seraya. Secara administratif areal PT. National Timber And Forest Product menempati beberapa desa, yaitu Desa Tanjung Sari, Desa Lukun, Desa Kayu Ara, Desa Sungai Pulau, Desa Kepau Baru, Desa Teluk Buntal, Desa Sungai Tohor dan Desa Tanjung Gadai.

Areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Timber And Fo-rets Product dilewati beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Suir Kiri, anak sungai Mukun, Sungai Pulau, dan Sungai Buntal. Panjang sungai masing-masing yaitu Sungai Suir Kiri 13,6 km, Sungai Pulau 7,5 km, Sungai Mukun 7 km, dan Sungai Buntal 3 km.

Keadaan Tanah dan Iklim

Jenis tanah yang terdapat di areal PT. National Timber And Forest Product terdiri atas jenis tanah organosol seluas 19.820 hektar (99,6 %) dan jenis tanah alluvial seluas 80 hektar (0,4 %) dengan topografi datar kemiringan lahan terma-suk kelas lereng LI (kelerangan antara 0 – 8 %). Karakteristik tanahnya memiliki

(27)

konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, dan reaksi tanah yang sangat masam dengan pH berkisar 3,1 – 4,0 (NTFP, 1997). Kepekaan terhadap erosi termasuk tinggi, namun karena topografi wilayah ini datar, kemungkinan terjadinya erosi rendah.

Susunan batuan terdiri atas jenis batuan endapan aluvium muda berumur holosen dan litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa tumbuhan di rawa gambut. Gambut atau tanah organosol adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama (Najiyati, 2005). Menurut Sagiman (2008) gambut merupakan tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air (anaerob), sehingga proses perombakan bahan organiknya berjalan sangat lambat.

Gambut di daerah Riau seperti halnya gambut di daerah tropik Indonesia lainnya tergolong dalam gambut kayuan yaitu gambut yang berasal dari pohon– pohon beserta tanaman semak (paku–pakuan) di bawahnya. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut di daerah Riau tergolong dalam oligotrofik yaitu gambut yang mengandung sedikit mineral khususnya kalsium dan magnesium serta bersi-fat asam atau sangat asam. Neuzil (1997) dalam Noor (2001) menyatakan laju penimbunan gambut di kawasan tropik lebih cepat sekitar 3-6 kali lipat dibandingkan dengan gambut di kawasan iklim sedang. Lain halnya dengan waktu regenerasi, gambut pada iklim tropik waktu regenerasinya sangat panjang, sedangkan gambut pada iklim sedang atau dingin waktu regenerasinya cepat.

Menurut Schmidt dan Fergusson (1951), areal PT. National Timber And Forest Product termasuk type B dengan Q = 33,3 % (NTFP, 1997). Curah hujan tertinggi bulan November sedangkan curah hujan terendah pada bulan Juli. Rata-rata curah hujan tahunan pada periode pengamatan tahun 1988 - 1997 mencapai 2.208,9 mm. Curah hujan bulanan pada periode pengamatan tahun 1988 - 1997 berkisar antara 70 - 254 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan 174,58 mm. Jumlah hujan harian bulanan berkisar antara 7 - 13 hari dengan rata-rata hari hujan bulanan 10,25 hari dan intensitas curah hujan 16,76 mm/hari hujan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bngkalis, 1988-1997).

(28)

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Luas total kawasan hutan HTI-Murni Sagu PT. National Timber And Forest Product sebesar 19.900 ha. Dari areal seluas 19.900 ha tersebut menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan terdiri atas Hutan Produksi Terbatas 18.100 ha dan Hutan Konversi seluas 1.800 ha. Berdasarkan paduserasi terdiri atas kawasan Budidaya Kehutanan Hutan Produksi Tetap seluas 1.555 ha, Hutan Produksi Terbatas 18.145 ha dan Kawasan Budidaya lain seluas 200 ha. Menurut penutupan vegetasi terdiri atas bekas tebangan 18.565 ha dan areal non hutan seluas 1.335 ha.

PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu telah membuka areal untuk penanaman sagu untuk 12 fasa, akan tetapi perusahaan baru membudidayakan sagu pada 11 fasa. Setiap divisi terdiri atas 20 blok, dengan masing-masing blok seluas 50 ha, sehingga luas total areal yang telah ditanami sagu adalah 11 000 ha. Batas antar blok dipisahkan oleh kanal dan jalan. Lebar kanal sekitar 3 m dengan kedalaman 5 m. Selain itu, dari 12 divisi yang ada, terdapat 2 buah menara pengawas yang dibangun untuk memantau kondisi kebun dari ketinggian. Tinggi menara tersebut 12 m dan terletak di Divisi 1 dan Divisi 2, akan tetapi saat ini hanya menara Divisi 1 yang masih ada, sedangkan menara Divisi 2 sudah roboh.

Lokasi divisi tersebut sebagai berikut: Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di Desa Teluk Kepau. Areal Divisi 5 dan 7 terletak di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal Divisi 9, 10, dan 11 terletak di Desa Sungai Pulau. Sejak dilakukannya kerjasama dengan PT. Sampoerna Tbk. pada akhir tahun 2008, sebutan fasa diganti menjadi divisi. Prioritas pengelolaan kebun saat ini dikonsentrasikan pada Divisi 1, 2, 3, dan 4.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Penanaman sagu di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dilakukan dalam tiga periode. Penanaman sagu di Divisi 1, 2, 3, 4 dilakukan pada tahun 1996-1997, Divisi 5, 6, 7, 8 dilakukan pada 1999/2000, dan Divisi 9, 10, 11, dan 12 dilakukan pada tahun 2003/2004. Kondisi pertumbuhan sagu di Divisi 1, 2, 3, dan 4 lebih baik dibandingkan yang lainnya. Jumlah

(29)

tana-man yang tumbuh pada keempat divisi tersebut juga lebih banyak dibandingkan Divisi 5-12.

PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu telah melaku-kan kegiatan panen dua kali. Panen pertama dilakukan pada bulan Juli 2008 dan panen kedua dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dilakukan seorang pimpinan dengan organisasi yang tercipta di perusahaan. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk men-capai tujuan (http://komsi.staff.gunadarma.ac.id). Struktur organisasi merupakan bagian penting dalam suatu organisasi. Struktur Organisasi menggambarkan de-ngan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dede-ngan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Operasi kegiatan perusahaan akan berjalan lancar jika struktur organisasi yang dipakai memberikan dukungan moral bagi karyawan sehingga mereka mau bekerja sama dan selalu menjalin koordinasi. Struktur organisasi PT. National Timber And Forest Product berben-tuk garis (line organization). Organisasi lini atau garis adalah bentuk organisasi yang didalamnya terdapat garis wewenang (garis komando) yang menghubungkan langsung secara vertikal antara atasan dan bawahan.

Pendelegasian merupakan pemindahan hak resmi untuk melaksanakan tugas tertentu kepada orang lain, dan usaha menciptakan kewajiban orang yang menerima hak melaksanakan tugas tertentu itu menurut standar tertentu (Barnes et al., 1984). Pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis ter-pendek dari seorang atasan ke bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan ke atasan juga dilakukan melalui garis vertikal terpendek.

Ciri–ciri organisasi lini yaitu organisasi relatif kecil dan sederhana, puncak pimpinan biasanya pemilik perusahaan, hubungan antara atasan dan bawahan relatif langsung, puncak pimpinan merupakan satu-satunya sumber kekuasaan, jumlah karyawan sedikit dan saling kenal, tingkat spesialisasi kurang begitu tinggi

(30)

dan alat yang digunakan tidak beranekaragam, masing–masing kepala unit memi-liki tanggung jawab penuh atas bidang pekerjaan yang ada di dalam unit kerjanya. Kelebihan yang dimiliki organisasi lini yaitu kesatuan komando tetap dipertahankan, garis komando dan pengendalian tugas tidak mungkin terjadi kesimpangsiuran karena pimpinan langsung berhubungan dengan karyawan, proses pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan instruksi berjalan cepat dan tidak bertele-tele. Pengawasan melekat secara ketat terhadap kegiatan karyawan dapat dilaksanakan, kedisiplinan dan semangat kerja karyawan umumnya baik, koordinasi umumnya mudah dilaksanakan, rasa solidaritas karyawan umumnya tinggi karena masih saling mengenal.

Kekurangan yang dimiliki organisasi lini yaitu kepentingan pribadi puncak pimpinan dengan kepentingan organisasi seringkali tidak dapat dibedakan, ada ke-mungkinan puncak pimpinan untuk bertindak secara otoriter, maju/mundur orga-nisasi tergantung kepada kecakapan puncak pimpinan, dan orgaorga-nisasi secara keseluruhan bergantung kepada pimpinan. Jika pimpinan tidak mampu, organisasi terancam hancur, kaderisasi dan pengembangan bawahan kurang mendapat per-hatian.

Pimpinan puncak di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dipegang oleh General Manager. General Manager memiliki wewe-nang tertinggi untuk memimpin, mengelola dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun. Tim Teknis dan Pendukung (Technical and Supporting Team) bertanggung jawab langsung terhadap General Manager. Tim tersebut bertugas mendukung kegiatan di kebun. Tugas tersebut salah satunya yaitu membuat standar kerja karyawan (Standard Operating Procedure / SOP) dan Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang selanjutnya disetujui oleh pimpinan peru-sahaan. Tim tersebut juga melakukan pengecekan terhadap hasil kerja pegawai di lapangan. Koordinator setara dengan Tim Teknis dan Pendukung bertanggungja-wab langsung kepada General Manager. Asisten divisi secara langsung bertang-gung jawab kepada koordinator atas pelaksanaan pengelolaan kebun. Asisten divisi memberikan instruksi, bimbingan dan pengarahan kepada mandor atas pe-ngelolaan kebun.

(31)

Pengelolaan kebun di PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dilaksanakan secara sektoral, artinya wilayah perkebunan dibagi men-jadi beberapa bagian yang masing–masing dipimpin oleh asisten divisi. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan manajerial bagian yang dipimpinnya. Terdapat enam asisten divisi dalam struktur organisasi PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu yaitu Asisten Divisi 1, Asisten Divisi 2, Asisten Divisi 3, Asisten Divisi 4, Asisten Divisi Panen, dan Asisten Divisi Sarana dan Prasarana.

Setiap asisten divisi, kecuali Asisten Divisi Panen dan Asisten Divisi Sarana dan Prasarana, mengelola kebun seluas satu fasa (1000 hektar) dan mengelola karyawan di areal tersebut. Asisten Divisi Panen bertanggungjawab atas semua kegiatan dari mulai sensus panen sampai panen. Dalam kegiatannya setiap asisten divisi dibantu oleh mandor I, krani, dan empat mandor lapangan. Empat mandor lapangan pada setiap divisi yaitu mandor pengendalian gulma, mandor cuci kanal, mandor pembibitan, dan mandor sensus dan penyisipan. Setiap mandor bertanggungjawab terhadap asisten divisi masing-masing.

Kepala tata usaha bertanggungjawab langsung kepada General Manager. Kepala tata usaha dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh lima kepala bagian yaitu bagian personalia, bagian pembukuan, bagian gudang, bagian umum Tan-jung Bandul, dan bagian umum Selat Panjang. Kelima kepala bagian tersebut ber-tanggungjawab terhadap kegiatan administrasi perusahaan.

(32)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam dapat diperoleh dari anakan yang tumbuh pada tanaman in-duk. Anakan adalah bagian dari tanaman induk yang mempunyai struktur pera-karan mandiri. Anakan sagu yang akan dipilih untuk menjadi bibit sebaiknya diambil dari induk sagu yang tumbuh dengan baik, bibit masih segar dengan pele-pah yang masih hijau, bibit sudah cukup tua dengan dicirikan dengan banir yang cukup keras, pelepah dan pucuk masih hidup, bibit 3 - 4 kg per bibit (abut), banir berbentuk huruf L, dan bebas dari serangan hama penyakit. Anakan yang dipilih adalah anakan yang tumbuh agak jauh dari tanaman induk.

Cara pengambilan anakan dilakukan dengan hati-hati. Urutan langkah-langkah pengambilan bibit sagu sebagai berikut,

1. rumpun tanaman sagu dibersihkan dari gulma dan sampah, lalu dipilih ta-naman sagu yang masih kecil dan tumbuh baik.

2. pelepah daun dipangkas, disisakan sepanjang kurang lebih 40 cm.

3. tanah disekitar anakan digali untuk memudahkan dalam pemotongan banir. 4. banir dipotong dengan menggunakan dodos secara hati-hati jangan sampai melukai tanaman induk. Apabila tanaman induk terluka dapat menyebab-kan tanaman terserang hama dan penyakit.

5. banir dibersihkan dari tanah yang masih menempel.

6. Akar pada banir dipangkas dan disisakan kurang lebih 10 cm. 7. banir siap untuk disemaikan.

Anakan sagu yang diperoleh terkadang memiliki bentuk banir yang berbe-da. Ada 3 macam bentuk banir yaitu huruf L, tapal kuda, dan keladi (Gambar 1). Dari ketiga bentuk tersebut, bibit sagu (abut) yang memiliki banir yang berbentuk huruf L memiliki kualitas yang paling bagus karena bibit akan memiliki jumlah cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan bibit dengan bentuk banir yang lainnya.

(33)

Gambar 1. Berbagai macam tipe banir anakan sagu (abut) yang digunakan di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu

Bahan tanam di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu diperoleh dari pengumpul bibit sagu (abut) di daerah sekitar kebun atau mengambil langsung dari kebun PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu. Harga satu abut yang diperoleh dari pengumpul abut yaitu Rp. 2000,00/abut. Prestasi kerja pengambilan anakan sagu yaitu 365 anakan/HK untuk karyawan dan 147 anakan/HK untuk mahasiswa.

Persemaian

Sebelum ditanam di lapang, bibit terlebih dahulu disemaikan di kanal de-ngan menggunakan rakit yang terbuat dari kayu. Persemaian dilakukan agar bibit sagu tetap segar sebelum dipindah ke lapang. Bibit yang akan disemai terlebih da-hulu dipangkas daun tuanya dengan ketinggian pangkasan 30-40 cm dari banir. Tujuannya agar evaporasi dapat ditekan dan untuk mempercepat pemunculan tu-nas. Sebelum disemai bibit dicelupkan ke dalam larutan fungisida. Bibit yang disemai harus terendam air, baik setengah maupun seluruhnya karena secara umum tanaman sagu membutuhkan banyak air untuk tumbuh dan berkembang.

Bahan yang digunakan untuk membuat rakit yaitu pelepah sagu yang telah kering dan kayu keras. Alat yang digunakan yaitu parang dan tali. Rakit yang dibuat berukuran 3 m x 1 m. Rakit berbentuk tingkat tiga dan dibagi menjadi 3 ruang yang dipisahkan oleh sekat.

Ukuran pelepah yang digunakan yaitu 3 meter untuk bagian yang meman-jang dan 1 meter untuk bagian lebar. Jumlah pelepah yang dibutuhkan sebanyak

(34)

11 buah untuk pelepah 3 m dan 12 buah untuk pelepah 1 m. Pelepah disusun secara teratur sehingga membentuk rakit. Setelah jadi, rakit diletakkan di kanal dan bibit disusun di dalam rakit (Gambar 2). Harga satu buah rakit Rp 5000,00.

Rakit yang digunakan sangat ringan sehingga mengapung di air dan mu-dah dilangsir ke lokasi penanaman. Setiap rakit dapat menampung 70-80 bibit. Bibit dalam rakit diletakkan dalam kanal sampai banirnya terendam. Persemaian dilakukan sampai tiga bulan. Pada saat itu setiap bibit rata-rata memiliki 2-3 helai daun.

Gambar 2. Persemaian abut dalam rakit di kanal

Penanaman

Bibit tanaman yang telah disemai selama tiga bulan dipindahkan ke lapa-ngan. Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan pemancangan ajir pada areal yang akan ditanami. Jarak antar ajir sesuai dengan jarak tanam yang digunakan dalam areal tersebut. Apabila jarak tanam yang digunakan 10 m x 10 m dalam bentuk segi empat, maka populasi awalnya 100 tanaman/ha, tetapi bila bentuk jarak tanamnya segitiga sama sisi maka populasi awalnya 136 tanaman/ha. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dilakukan pengaturan jarak tanam sehingga pola pertumbuhan dan kerapatan anakan sagu dapat optimal. Ada tiga jarak tanam yang digunakan di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, yaitu jarak tanam 8 m x 8 m, 10 m x 10 m, dan 10 m x 15 m. Alasan digunakannya tiga jarak tanam ini karena perusahaan mengalami masalah keu-angan.

(35)

Pada ajir tanaman dibuat lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Keda-laman yang paling ideal untuk penanaman yaitu apabila sudah sampai pada per-mukaan air. Bibit sagu lebih cepat beraklimatisasi bila akar sagu telah menyentuh permukaan air tanah. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali sampai kedalaman 60 cm. Setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit dapat segera ditanam.

Daun serta akar (rhizom) yang berlebihan pada bibit harus dipangkas untuk mengurangi transpirasi sewaktu ditanam di lapang. Ujung rhizom yang te-lah dipotong harus ditutup dengan tanah untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Bagian akar juga harus terbenam dalam tanah.

Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan banir ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal banir ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup ditekan dan diatur sehingga banir tidak sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang tanam. Akar–akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan secara bersilangan pada bibit (Gambar 3). Pemasangan kayu tersebut dimaksudkan agar padaa saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadi kokoh dan tidak mudah tumbang.

Gambar 3. Bibit yang baru ditanam

Pemupukan

PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu terletak di kawasan hutan tropis. Keadaan hutan tropis berbeda dengan hutan iklim sedang dan iklim dingin. Pada daerah hutan tropis hara tidak tersimpan dalam tanah

(36)

melainkan dalam tubuh tumbuhan yang masih hidup. Di daerah tropis yang panas dan lembab dekomposisi berjalan sangat cepat, bila dibarengi curah hujan yang tinggi maka hasil dekomposisi akan cepat hilang dibawa air tanah ke tempat lain, akibatnya kesuburan cepat berkurang padahal cadangan makanan (hara) tersedia sedikit di dalam tanah (Rososoedarmo dan Kartawinata, 1984).

Pembukaan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi kebun menye-babkan kehilangan hara dari tanah semakin cepat dan bahan yang didekompo-sisikan untuk menjadi hara berkurang. Kebun sagu PT. National Timber And Fo-rest Product Unit HTI Murni Sagu terletak pada areal hutan gambut yang bersifat masam dengan pH 3.1 – 4.0, kandungan hara dan mineral rendah sehingga diper-lukan tambahan nutrisi melalui pemupukan.

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara (Novizan, 2002). Unsur hara dibutuhkan untuk pertumbuhan sagu berdasarkan kadar mineral dalam tanaman tersebut, terutama empulur batang. Empulur batang sagu mengan-dung kalium, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup tinggi, hal ini membuktikan bahwa sagu sebagai penghasil karbohidrat yang cukup tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Perencanaan awal perlu dilakukan menyangkut kondisi dan waktu yang tepat dalam melaksanakan kegiatan seperti tersedianya pupuk, tenaga kerja yang akan mengerjakan, cuaca, dan alat pengangkutan. Pupuk yang digunakan di kebun berasal dari Pekan Baru dengan sistem kontrak.

Pupuk yang digunakan di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu adalah MOP, RP, Urea, Cu, Zn, Dolomit, dan Borat. Pemupukan dilakukan dengan interval sekali setahun setelah pelorongan dan pembersihan piringan. Aplikasi pemupukan yang pertama dilakukan 2 minggu sesudah pe-nyemprotan gulma (chemical weeding). Aplikasi pemupukan tidak dilakukan selama musim penghujan, karena air hujan dapat mempercepat hilangnya pupuk. Selain itu aplikasi pupuk juga tidak dilakukan pada tanah yang tergenang. Dosis pupuk makro dan mikro tercantum dalam Tabel 1.

Pupuk diangkut dengan menggunakan pocai (perahu motor) ke petak yang akan dipupuk. Kebutuhan pupuk untuk tiap blok kemudian dibagi untuk

(37)

kebu-tuhan tiap jalur bersih. Untuk lebih memastikan setiap tanaman mendapatkan dosis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan maka pupuk-pupuk dalam setiap jalur bersih dibagi lagi ke dalam karung yang lebih kecil. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengangkutan dan mempermudah pembagian pupuk pada tiap tanaman. Untuk memudahkan pembagian pada setiap tanaman maka perlu dibuat takaran berupa kotak dari papan untuk tiap-tiap pupuk dan aplikasinya.

Tabel 1. Rekomendasi dosis pemupukan yang digunakan oleh PT. National Tim-ber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dari awal masa tanam sampai panen.

Umur (tahun)

Dolomit Urea RP MOP Cu Borate Zn

..………..………..gram……...………...……… 1 300 60 60 40 50 20 50 2 600 150 70 60 50 20 50 3 2000 350 200 200 50 20 50 4 3000 650 350 350 50 20 50 5 4000 750 450 400 50 20 50 6 4500 900 600 800 50 20 50 7 4500 1050 700 1000 50 20 50 8 5000 1200 800 1200 50 20 50 9 5000 1300 900 1600 50 20 50 10 5000 1400 1000 2000 50 20 50 >10 5000 1500 1000 2200 50 20 50 Sumber : National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu (2009)

Pengaplikasian pupuk dilakukan dengan cara disebarkan pada bagian seke-liling piringan dan secara merata dengan jarak 50 cm sampai 1 m dari anakan terluar pada rumpun bersangkutan. Sebelum aplikasi dilakukan, permukaan bi-dang pupuk dibersihkan terlebih dahulu, kemudian pupuk ditaburkan pada permu-kaan tanah sehingga pupuk langsung dapat kontak dengan permupermu-kaan tanah dan tanah ditutup kembali dengan kotoran yang tadi telah disapu.

Aplikasi Dolomit dilakukan 2 minggu sebelum aplikasi pupuk yang lain-nya (Gambar 4). Aplikasi pemupukan Urea, Muriate Of Potash (MOP) dan Rock Phospate (RP) dilakukan dengan mencampur terlebih dahulu ketiga pupuk

(38)

terse-but secara manual. Pencampuran ketiga pupuk terseterse-but dilakukan untuk memu-dahkan pekerjaan pemupukan, karena pemupuk tidak perlu berulang masuk ke lorong tanaman. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan sekop. Pupuk yang telah mengeras dihancurkan agar dapat bercampur dengan baik.

Gambar 4. Aplikasi pemberian unsur dolomit disekitar rumpun tanaman sagu Aplikasi pemberian unsur Cu, Zn, dan Borat yang telah dicampur dila-kukan dengan membuat lubang pupuk dengan lebar 10 cm dan kedalaman 10 cm. Supaya merata dibuat tugalan empat arah penjuru mata angin. Lubang tersebut dibuat dengan tugal dan setelah pemberian aplikasi lubang ditutup kembali de-ngan tanah.

Prestasi kerja pemupukan adalah tujuh baris/HK (setara dengan lima karung pupuk ukuran 50 kg). Karung bekas pemupukan dikumpulkan untuk dihitung jumlah pupuk yang telah diaplikasikan. Penghitungan karung merupakan tahap akhir kegiatan pengawasan pemupukan. Jumlah karung yang ada sebelum dan sesudah pemupukan harus sama. Hambatan dalam pemupukan adalah banyak-nya sampah dedaunan dan pelepah sagu di piringan sehingga pupuk yang diapli-kasikan tidak langsung kontak dengan tanah, mudah menguap dan tercuci. Unsur hara tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman sagu.

Sebelum PT. Sampoerna Tbk. mengambil alih kegiatan operasional kebun, kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan dosis rekomendasi perusa-haan yang terdahulu. Pemupukan dilakukan tanpa kontrol yang tepat. Hal tersebut diketahui ketika pencucian kanal dilakukan banyak karung pupuk yang masih penuh terambil dari dalam kanal. Tanaman yang dipupuk hanya tanaman yang terdapat di tidak jauh dari pinggir blok sehingga kondisi pertumbuhan tanaman

(39)

pada bagian pinggir blok lebih baik dibandingkan tanaman di tengah blok. Kegiatan pemupukan tidak dilakukan dalam beberapa tahun terakhir karena peru-sahaan mengalami masalah keuangan. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman merana.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan salah satu faktor yang menjadi masalah penting dalam perkebunan. Gulma dapat diartikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki kehadirannya. Gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup. b) me-ngeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. c) menjadi inang bagi hama dan penyakit yang menyerang tanaman. d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan biaya usahatani karena meningkatkan biaya pemeliharaan.

Keberadaan gulma di areal pertanaman akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman pokok. Pada areal HTI sagu PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, pertumbuhan gulma sangat tidak terkendali. Gulma yang terdapat pada areal PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu terdiri atas pakis, tumbuhan semak, gulma berkayu, dan pohon.

Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu dan gulma, untuk mengurangi kelembaban agar tanaman tidak mudah terserang hama dan penyakit, meningkatkan efisiensi pemupukan, memudahkan kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan, penyemprotan gulma, penyulaman, dan mem-permudah pelaksanaan sensus serta panen. Rotasi pengendalian gulma dilakukan dua kali dalam satu tahun.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma yaitu pengendalian secara manual, mekanis, dan kimia.

1. Manual

Pengendalian gulma secara manual dilakukan secara langsung dengan menggunakan parang dan kapak.

2. Mekanis

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan ban-tuan mesin seperti alat pemotong rumput, chainsaw, dan alat berat.

(40)

3. Kimia

Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan mengaplikasikan se-nyawa kimia dengan jenis dan dosis tertentu sesuai jenis gulma yang ter-dapat di lapang.

PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu dalam melakukan kegiatan budidaya sagu menggunakan tiga metode tersebut, namun saat ini hanya digunakan dua metode dari tiga metode yang ada, yaitu metode manual dan kimia. Metode manual dilakukan dengan melakukan penebasan lorong dan piringan tanaman. Lorong yang ditebas adalah lorong yang merupakan jalur bersih pada blok. Penebasan dilakukan dengan menggunakan parang dan kapak. Kriteria penebasan lorong yaitu lebar tebasan 1,5 meter, jalur bersih lurus berada di antara jalur tanaman, dan gulma ditebas sampai maksimal 5 cm di atas permukaan tanah (Gambar 5). Jika ditemukan rumpun sagu di tengah jalur bersih, maka penebasan tetap dilakukan mengikuti jalur semula tanpa membuang rumpun sagu yang terdapat di tengah jalur. Sisa tebasan di lorong tidak dibersihkan, tapi sisa pelepah disusun di jalur kotor.

Penebasan piringan dilakukan di sekitar rumpun sagu. Piringan tanaman ditebas dengan jari-jari tebasan 1 m dari sisi terluar rumpun. Gulma ditebas maksimal 5 cm di atas permukaan tanah. Pelepah yang tua atau mati dibersihkan dari sekitar rumpun dan sisa tebasan dibersihkan. Jika ditemukan tiga rumpun sagu yang mati berturut-turut sepanjang jalur tanaman maka hanya rumpun ketiga yang piringannya dibersihkan. Setiap rumpun yang kosong harus ditandai dengan pancang untuk memudahkan kegiatan penyulaman.

(41)

Prestasi kerja untuk kegiatan tebas lorong dan piringan tanaman adalah 0.5 lorong/HK (250 m/HK) untuk karyawan kontrak. Prestasi kerja mahasiswa untuk tebas lorong yaitu 0.41 lorong/HK (205 m/HK) dan 15 rumpun/HK. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan kegiatan penebasan lorong dan piringan. Kendala yang dihadapi disebabkan oleh kondisi lahan yang memiliki gambut yang cukup tebal, banyaknya gulma berkayu yang tumbuh di tengah lorong, dan tidak lurusnya jalur tanaman sagu.

Metode pengendalian kimia dilakukan dengan mengaplikasikan herbisida pada lorong dan piringan tanaman yang telah ditebas. Berdasarkan jenis gulma yang tumbuh, ada tiga jenis herbisida yang digunakan PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu. Herbisida yang digunakan adalah Premaxon yang berbahan aktif Paraquat, Meta Prima yang berbahan aktif Metilsulfuron, dan racun kayu Tri Ester. Dua jenis herbisida pertama digunakan untuk mengenda-likan gulma pakis dan tumbuhan semak lainnya. Herbisida yang ketiga digunakan untuk mematikan gulma berkayu.

Dosis yang digunakan untuk mengendalikan pakis dan tumbuhan semak adalah 1.5 l Premaxon/ ha dan 62.5 ml Meta Prima/ ha. Herbisida dilarutkan dengan air dan diaplikasikan dengan menggunakan knapsack sprayer yang berka-pasitas 16 liter. Racun kayu Tri Ester dicampur dengan solar dengan perbandingan 1 : 6 (1 liter tri ester dicampur dengan 6 liter solar). Aplikasi dilakukan dengan cara mengoleskan racun pada pohon yang telah dibuang kulitnya.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya tanaman sagu. Serangan hama dan penyakit tanaman sagu umumnya belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk menurunkan hasil. Hama adalah organisme yang dianggap merugikan, karena menyebabkan keru-sakan pada tanaman. Menurut Sinaga (2003), penyakit merupakan suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal disebabkan oleh faktor primer (biotik dan abiotik) dan gangguannya bersifat terus menerus dan akibatnya dinyatakan oleh aktivitas sel yang abnormal.

Hama yang sering menyerang perkebunan sagu PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu adalah ulat sagu (Rynchophorus ferrugineus

Gambar

Gambar 1. Berbagai macam tipe banir anakan sagu (abut) yang digunakan di PT.  National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu
Gambar 3. Bibit yang baru ditanam
Gambar 7. Ekskavator EX200
Gambar 8. Desain kanal utama di PT. National Timber And Forest Product Unit  HTI Murni Sagu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Factor Disposisi, berdasarkan hasil penelitian ini, masih kurang tegasnya Implementator dalam menerapkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel yang

Berkenaan dengan ayat di atas, Hamka berkomentar sebagai berikut. 56 Ahmad Musthafa Al-Maraghi. 57 Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Dapatlah kita memahamkan sedalam-dalamnya

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPA Terpadu kelas VIII yaitu Anak Agung Putri Udiari, S.Pd dan para siswa di SMP Negeri 2 Tegallalang

peru sahaan leb ih mem ent in gkan kep ent în gan pr ibad înya dar ipada untuk memperbaiki modal kerla , seh ingga penggunaannya meleb ihi sumber modal kerla yang

Namun, Lismayani (2016) hanya menerapkannya pada rancangan dengan satu faktor saja, sementara dalam penelitian sering ditemui percobaan yang dipengaruhi oleh

Setelah issue yang muncul diidentifikasi dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya adalah menentukan asal issue tersebut yang seringkali sulit karena biasanya issue

Mga kapatid, tayo’y nilikha ng Diyos bilang kanyang kawangis, ginawa niya tayo upang mabuhay sa pamamagitan ng pag-ibig at para sa pag-ibig.. Ang pangunahing

Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa