PERFORMA DAN KEBERSIHAN DOMBA GARUT DENGAN
PERLAKUAN PENCUKURAN DAN PEMELIHARAAN
SECARA SEMI INTENSIF
SKRIPSI
MAYAGITA YUNIDAR
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
MAYAGITA YUNIDAR. D14070217. 2011. Performa Dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh. Yamin, MAgrSc
Pencukuran merupakan salah satu manajemen rutin yang seharusnya diterap-kan pada suatu peternaditerap-kan baik bertujuan sanitasi maupun produksi bulu. Domba Garut merupakan domba lokal penghasil bulu sehingga diharapkan dengan pen-cukuran dapat meningkatkan sanitasi dan performa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari performa dan kebersihan Domba Garut dengan perlakuan pen-cukuran dan pemeliharaan secara semi intensif.
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 8 minggu yaitu pada bulan Agustus 2010 hingga Oktober 2010 di peternakan domba milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yang berada di Desa Tajur, Kecamatan Citeurep, Bogor. Ternak yang digunakan adalah Domba Garut sebanyak 24 ekor yang terdiri dari masing-masing 8 ekor domba jantan I0, betina I0, dan induk kering. Sebanyak 12 ekor domba dicukur
yang terdiri dari masing-masing 4 ekor domba jantan I0, betina I0, dan induk kering.
Sisa domba sebanyak 12 ekor yang tidak dicukur dijadikan kontrol. Bobot badan awal domba jantan dan betina I0 yang digunakan adalah berkisar antara 11–20 kg,
sedangkan bobot badan domba induk kering berkisar antara 22–32 kg. Pakan yang diberikan adalah rumput Brachiaria humidicola dan konsentrat (ransum komplit). Pakan hijauan diberikan ad libitum, untuk konsentrat diberikan dengan jumlah tertentu atau terbatas. Pakan konsentrat yang diberikan sebanyak 200 g untuk jantan I0 dan betina I0 serta sebanyak 300 g untuk induk kering. Pemberian konsentrat
dilakukan pada pagi dan sore hari setelah digembalakan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 2x3. Faktor yang dianalisa adalah pencukuran dan status fisiologis yang berbeda. Tiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Peubah yang diamati antara lain pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi pakan, konsumsi bahan kering, jumlah ektoparasit dan tingkat kebersihan ternak. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pencukuran dan status fisiologis (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH). Konsumsi hijauan dan bahan kering hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) pada status fisiologis yang berbeda. Induk kering lebih banyak mengkonsumsi bahan pakan hijauan dan bahan kering hijauan. Terdapat interaksi antara pencukuran dan status fisiologis yang berbeda (P<0,05) terhadap jumlah ektoparasit. Induk kering yang tidak cukur memiliki rataan ektoparasit yang tinggi. Jumlah ektoparasit ternak yang dicukur memiliki jumlah kutu yang lebih sedikit. Kutu yang banyak terdapat pada tubuh domba adalah kutu dengan jenis Damalinia ovis. Domba yang dicukur memiliki tingkat kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dicukur. Domba betina I0 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kebersihan
dan berkorelasi positif antara pencukuran dan tingkat kebersihan. Pencukuran pada jantan I0 dan induk kering tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat
ii kebersihan. Pencukuran dapat menurunkan jumlah ektoparasit dan dapat mening-katkan tingkat kebersihan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pencukuran sebaiknya dilakukan pada domba untuk tujuan kebersihan dan sanitasi.
iii ABSTRACT
Performance and Cleanness of Garut Sheep With Shorn Treated and Kept Semi-Intensively
M. Yunidar, S. Rahayu, M. Yamin
One of livestock commodities that has been well developed in Indonesia is sheep. Sheep production can be increased by good management practices, one of these is shearing program. Shearing on local sheep hasn‟t been implemented routinely in Indonesia for sanitation purpose, and this aspect hasn‟t been studied intensively. This research was conducted to study effect of shearing on sheep performances. Twenty four Garut sheep were used in this research, under the age of one year, consisted of four shorn male, four unshorn male, four shorn female, four unshorn female, four shorn ewe, and four unshorn ewe. Body weight gain was observed everyweek and then converted to daily gain. Consumption rate was observed with total roughage and concentrate consumption in one day. Sanitation was observed by organoleptic method and ectoparasite was observed by using total ectoparasite in three region (mid side, neck and ramp). The result show that didn‟t give significant effects (P<0,05) on daily gain in Garut Sheep. Shearing give significantly affect on roughage consumption at different physiology. The consumption of ration dry matter was different between ewe, I0 female, and I0 male. Interaction between treatment and
age affected (P<0,05) on average of ectoparasite. Shorn sheep had a higher level of cleanness than unshorn sheep. As for the number ectoparasites, which shorn sheep had fewer number of ticks. Lice are found in many sheep and grown with type of
Damalinia ovis infestation. Ectoparasites were found in many unshorn ewe sheep. But it was the same between shorn female and shorn male. It is concluded that shearing is recommended to become routinely good farming practices in Garut Sheep.
iv
PERFORMA DAN KEBERSIHAN DOMBA GARUT DENGAN
PERLAKUAN PENCUKURAN DAN PEMELIHARAAN
SECARA SEMI INTENSIF
MAYAGITA YUNIDAR D14070217
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v Judul :Performa dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan
Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif Nama : Mayagita Yunidar
NIM : D14070217
Menyetujui,
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 23 Agustus 2011 Tanggal Lulus:
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP. 19570611 198703 2 001
Dr. Ir. Moh. Yamin, MAgr.Sc. NIP. 19630928 198803 1 002
vi RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 1 juni 1990 dan diberi nama Mayagita Yunidar. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Rizal dan Ibunda Dian Nurhayati. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Perwari Cipanas (1994-1995), SD Negeri 3 Cipanas (1995-2001), SMP Negeri 1 Pacet (2001-2004) dan SMA Negeri 1 Sukaresmi (2004-2007). Kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun Juli 2007 melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah penulis mengikuti program wajib IPB yaitu program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2007-2008), penulis diterima pada mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Produksi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti pendidikan informal yaitu menjadi siswa Leadership and Enterpreneurship School (LES) yang diadakan oleh BEM–KM saat Tingkat Persiapan pertama pada tahun 2007-2008. Saat penulis masuk Fakultas Peternakan khususnya Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM–D) selama 2 periode. Periode pertama penulis masuk kedalam divisi Informasi dan Komunikasi BEM–D pada tahun 2008-2009, periode kedua penulis masuk kedalam divisi Research dan Pengembangan Mahasiswa Eksternal BEM–D pada tahun 2009-2010. Penulis pernah bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Cianjur (HIMAT) tahun 2007-2008. Penulis pernah berga-bung dalam asisten praktikum mata kuliah Tingkah Laku dan Kesejahteraan Ternak tahun 2011 dan mata kuliah Teknik Pengolahan Susu tahun 2011.
vii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Performa dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan Secara Semi Intensif”. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga, sahabat beserta kita selaku umatnya yang tetap berada di jalannya.
Produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim terutama suhu dan kelembaban. Tingginya kelembaban udara dan suhu sekitar peternakan dapat menyebabkan ternak mengalami cekaman panas yang berlebih sehingga dapat mempengaruhi produktivitasnya. Untuk itu diperlukan adanya mana-jemen khusus yang harus dilakukan. Salah satu manamana-jemen yang dapat dilakukan adalah pencukuran bulu domba. Maka dengan dasar tersebut penulis melakukan penelitian mengenai pencukuran Domba Garut untuk mengetahui pengaruhnya ter-hadap produktivitas dari ternak tersebut. Selain itu jenis ektoparasit dan tingkat ke-bersihan ternak yang dapat mempengaruhi produktivitas domba.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga skripsi ini memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... iii LEMBAR PERNYATAAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii 3 DAFTAR TABEL ... 5 x DAFTAR GAMBAR ... 5 xi DAFTAR LAMPIRAN ... 5 xii PENDAHULUAN ... 5 1 Latar Belakang ... 6 1 Tujuan ... 5 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 3 Domba ... 3 3 Domba Garut ... 4 Perawatan Domba ... 5
Pencukuran pada Domba ... 4 5 Ektoparasit ... 6
Pertumbuhan Domba ... 9
Pertambahan Bobot Badan ... 5 9 Konsumsi Pakan ... 10
Brachiaria humidicola ... 11
METODE ... 11 12 Lokasi dan Waktu ... 11 12 Materi ... 12 12 Prosedur ... 15 13 Peubah yang Diamati ... 13
Pertambahan Bobot Badan ... 13
Konsumsi pakan ... 14
Menghitung Konsumsi BK ... 14
Tingkat Kebersihan Domba ... 28 14 Pengukuran Ektoparasit ... 28 15 Rancangan Percobaan ... 15
Perlakuan ... 11 15 Rancangan ... 15
ix
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Keadaan Umum ... 18
Lokasi Penelitian dan Keadaan Iklim ... 18
Kondisi Ternak ... 20
Kondisi Pakan ... 21
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 12 23 Konsumsi Pakan ... 24
Konsumsi Pakan Hijauan ... 24
Konsumsi Bahan Kering ... 25
Ektoparasit ... 28
Tingkat Kebersihan ... 28 31 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 11 34 Saran ... 28 34 UCAPAN TERIMAKASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba ... 3 2 Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Saat Penelitian ... 20 3 Kandungan Nutrisi Pakan yang Diberikan ... 22 4 Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut pada
Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda ... 23
5 Rataan Konsumsi Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada
Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda ... 24
6 Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang
Berbeda ... 26
7 Rataan Ektoparasit yang Terdapat pada Domba Betina I0, Jantan I0
dan Induk Kering ... 28
8 Rataan Tingkat Kebersihan Domba Garut Betina I0 ... 31
9 Tingkat Kebersihan pada Jantan I0 ... 32
2 DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 (a) Induk Kering (b) Betina I0 (c) Jantan I0…………...……….... 12
2 (a) Lingkungan Kandang (b) Padang Penggembalaan…………... 18 3 (a) Luar Kandang (b) Dalam Kandang (c) Kandang Domba Garut.... 19 4 (a) Konsentrat (b) Rumput Brachiaria humidicola………...……... 22 5 (a) dan (b) Kutu yang Terdapat pada Domba Garut Penelitian, (c)
3 DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut .... 40
2 Analisis Ragam Konsumsi Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut...……….. 40 3 Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan Brachiaria humidicola Domba Garut ...…...……...………….... 40 4 Analisis Ragam Ektoparasit pada Domba Garut... 41
5 Analisis Tingkat Kebersihan Betina I0…... 41
6 Analisis Tingkat Kebersihan Jantan I0…...………... 41
7 Analisis Tingkat Kebersihan Induk Kering... 41
PENDAHULUAN Latar Belakang
Saat ini usaha peternakan di Indonesia semakin berkembang, salah satunya adalah usaha peternakan domba. Umumnya usaha peternakan domba bertujuan untuk menghasilkan daging guna memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Domba merupakan ternak ruminansia kecil penghasil daging yang memiliki karakteristik berbulu kasar atau wool kasar, bukan rambut (hair) seperti pada kambing atau sapi.
Bulu domba menutupi tubuh domba untuk melindungi tubuh domba dari cekaman lingkungan. Bulu domba juga mempunyai sifat sebagai insulator yang sangat baik dan tidak mudah terbakar. Dalam manajemen rutin budidaya domba, sebenarnya pencukuran domba direkomendasikan untuk tujuan sanitasi dan kemung-kinan infasi berbagai ektoparasit. Bulu yang diperoleh dari hasil pencukuran masih dianggap sebagai limbah dan belum banyak dimanfaatkan. Bulu domba sebagai hasil ikutan sebenarnya sangat berpotensi untuk dimanfaatkan karena dari setiap domba lokal dapat menghasilkan bulu sebanyak 0,8 kg/tahun (Yamin et al., 1994). Bulu domba hasil persilangan di Indonesia sejauh ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan, sedangkan bulu domba lokal masih dianggap sebagai limbah karena kualitas bulu yang dihasilkan kasar sehingga sulit untuk ditenun (Yamin et al., 1994). Minimnya informasi mengenai pemanfaatan bulu domba dapat menyebabkan pencukuran masih jarang dilakukan. Selain itu efek yang diperoleh dari pencukuran terhadap produktivitas, kesejahteraan ternak dan sanitasi juga belum banyak diteliti. Perlu dilakukan studi pengaruh pencukuran terhadap produktivitas, sanitasi dan infasi ektoparasit pada domba. Produktivitas ternak akan meningkat apabila ternak tersebut sejahtera. Produktivitas ternak dapat dilihat dari pertambahan bobot badan harian dan konsumsi pakan, sedangkan untuk sanitasi dapat dilihat dari tingkat kebersihan tubuh domba dan jumlah ektoparasit yang terdapat di tubuh domba tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak pencukuran terhadap performa dan kebersihan tubuh Domba Garut yang dipelihara secara semi intensif.
2 Manfaat
Diperoleh informasi tentang produktivitas Domba Garut yang dipelihara secara semi intensif yang mendapat perlakuan pencukuran, sehingga pencukuran dapat direkomendasikan sebagai manajemen rutin dalam pemeliharaan domba. Serta informasi tentang tingkat kebersihan dan ektoparasit pada domba yang mendapat perlakuan pencukuran sehingga dengan demikian dapat dijadikan sebagai pertim-bangan apakah pencukuran harus dilakukan dalam pemeliharaan domba.
3 TINJAUAN PUSTAKA
Domba
Spesies domba liar yaitu, domba Moufflon di Eropa dan Asia Barat, domba Urial di Afganistan hingga Asia Barat dan domba Argali di Asia Tengah merupakan domba-domba yang membentuk genetik pada domba-domba modern sekarang. Domba mengalami domestikasi pada saat kambing juga mengalami domestikasi se-belum tanaman pertanian berkembang di padang steppe Aralo-Caspian, kemudian berkembang di India, Iran, Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Afrika (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Ensminger (1990), domba diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)
Class : Mammalia (hewan menyusui)
Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)
Family : Bovidae (memamah biak)
Species : Ovis aries
Menurut Johnston (1983), domba merupakan hewan mamalia yang berdarah panas (warm blooded animal) dengan ciri fisik dan fisiologi dasar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba
Aspek Fisik dan Fisiologis Besar dan Lama Temperatur tubuh rata-rata
Rata-rata jumlah denyut nadi Rata-rata jumlah pernafasan Siklus estrus
Periode kebuntingan Litter size
Umur dewasa kelamin a. Pejantan b. Betina Waktu hidup alami
40°C
75-80 per menit 20-30 per menit 16 hari
147 hari
1-3 ekor (normal), sampai 7 ekor
7 bulan 7 bulan 8-10 tahun Sumber : Johnston (1983)
4 Domba memiliki ukuran yang berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antar bangsa itu sendiri. Jantan dewasa pada hakikatnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina pada jenis yang sama. Variasi bobot badan pada jenis yang sama dapat juga ditandai dan digambarkan pada perbedaan nutrisi (Johnston, 1983).
Domba merupakan salah satu ternak yang dapat menghasilkan bulu meskipun kambing, kelinci dan alpacas kadang menghasilkan produk yang sama dengan kua-litas serat yang tinggi. Oleh karena itu, domba memiliki cara untuk mengubah pakan dengan kualitas yang rendah menjadi produk yang diharapkan (Gatenby 1991).
Domba Garut
Domba Garut sesuai namanya berasal dari Kabupaten Garut tepatnya di daerah Limbangan, kemudian berkembang dan kini menyebar ke seluruh pelosok Jawa Barat khususnya dan seluruh Indonesia umumnya. Bentuk umum Domba Garut, tubuhnya relatif besar dan berbentuk persegi panjang, bulunya panjang dan kasar, tanduk domba jantan besar dan kuat serta kekar, ini merupakan modal utama dalam seni ketangkasan domba (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).
Ciri khas Domba Garut yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung runcing dan pendek, dahi sedikit lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung, mata kecil, tanduk besar dan melingkar ke belakang. Betina tidak bertanduk, telinga bervariasi dari yang pendek sampai yang panjang dan memiliki warna bulu yang beraneka ragam. Domba Garut yang banyak dijumpai memiliki daun telinga rumpung, sedangkan yang memiliki daun telinga panjang disebut dengan Domba Bongkor (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).
Domba Garut yang baik dapat diperoleh dengan memilih induk dari betina yang kualitasnya sangat bagus, pejantan dari keturunan Domba Garut memiliki performa yang baik pula. Domba Garut merupakan persilangan dari Domba Ekor Gemuk dan Domba Merino yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut, sekitar 70 tahun kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman. Berat badan domba dapat mencapai 40 sampai 80 kg. Bangsa Domba Garut tergolong jenis domba terbaik, bahkan dalam perdagangannya dan paling cocok serta menarik
5 perhatian banyak masyarakat, mudah dipelihara oleh petani kecil karena relatif lebih mudah dipelihara(Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005).
Perawatan Domba
Perawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen pemeliharaan ternak yang perlu diperhatikan pada suatu peternakan. Perawatan dilakukan agar ternak tetap merasa nyaman sehingga dapat berproduksi dengan baik. Selain itu, perawatan dilakukan untuk mengurangi penyakit akibat dari ektoparasit dan endoparasit. Perawatan penting yang harus dan banyak dilakukan secara rutin pada manajemen pemeliharaan ternak domba adalah memandikan, mencukur dan memotong kuku domba. Memandikan ternak sebaiknya dilakukan minimal seminggu sekali pada pagi hari. Saat dimandikan sebaiknya ternak disikat dan diberi sabun agar lebih bersih, setelah itu domba dijemur di bawah sinar matahari agar bulu cepat kering dan ternak tidak kedinginan (IPTEK, 2005). Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini dilakukan minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5 cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah dengan punggung domba. Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan pahat kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting (IPTEK, 2005).
Pencukuran pada Domba
Bulu domba memiliki kemampuan insulasi yang tinggi, sehingga domba dapat menerima lingkungan panas dan dingin. Rambut atau bulu hewan yang merupakan insulator sedikit menghambat pendinginan kulit. Menurut Williamson dan Payne (1993), bulu domba hendaknya dicukur setahun sekali dan paling baik dilakukan pada saat domba mengalami stres paling sedikit. Warna dan ketebalan bulu merupakan mekanisme yang terjadi dalam adaptasi terhadap keadaan iklim. Bulu yang halus dan pendek akan menyebabkan ternak lebih toleran terhadap cuaca yang panas. Bulu pendek, warna terang dan tekstur yang halus akan meminimalkan penyerapan panas oleh tubuh ternak. Menurut Hafez (1969) mencukur bulu domba dapat menurunkan insulasi bulu dan meningkatkan pelepasan panas oleh angin dan meningkatkan kualitas semen pejantan pada musim panas.
6 Konveksi bebas adalah kejadian dimana temperatur udara meningkat yang mengakibatkan kepadatannya menurun dan udara bergerak ke atas meninggalkan tubuh ternak. Dihambatnya pergerakan udara oleh bulu dapat menurunkan laju transfer panas secara konvektif. Hewan yang telah beradaptasi dengan lingkungan panas memiliki ketebalan penutup tubuh (bulu) yang dangkal. Adanya angin atau pergerakan hewan dapat meningkatkan pelepasan panas secara konvektif, hal demikian disebut forced convection. Pencukuran bulu biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Peternak di Jawa Barat biasa melakukan pencukuran setiap 4-5 bulan sekali. Menurut Tomazweska et al. (1993) pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rektal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi. Selanjutnya Tomazweska et al., (1993), menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan infasi ektoparasit kalau ternak tersebut di kandangkan. Domba yang tidak pernah dicukur bulunya akan menjadi sangat kotor dan akan sulit untuk dibersihkan, kondisi bulu yang seperti ini merupakan tempat yang baik untuk bersarangnya penyakit, parasit dan jamur yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Tujuan dilakukan pencukuran yaitu untuk menjaga kesehatan dari kuman penyakit, parasit-parasit luar (ektoparasit) seperti kutu serta penyakit kulit lainnya yang disebabkan oleh jamur. Selain untuk pencegahan penyakit, pencukuran juga dilakukan untuk memperindah domba terutama pejantan. Pencukuran yang pertama dilakukan pada waktu domba telah berumur lebih dari 6 bulan agar domba tidak stres.
Ektoparasit
Ektoparasit yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga, Anoplura,
dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri atas dua kelompok yaitu
Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing sub ordo terdapat famili yang berbeda-beda. Kutu yang terdapat pada ternak mamalia berada pada sub ordo Mallohaga, kelompok Ishnocera dan famili Trichodectidae. Selain itu, kutu yang terdapat pada hewan berkuku belah dan anjing adalah sub ordo Anoplura dan famili Linognathidae
(Hadi, 2010). Bentuk tubuh kutu adalah pipih dorsovental dengan ukuran 1-6 mm dan terdiri atas kepala, toraks dan abdomen yang jelas terpisah. Kepalanya
7 dilengkapi dengan 3-5 ruas antena dan berbentuk segitiga lebar dengan ujung anterior yang tumpul. Tipe mulut pada kutu Ischnocera adalah mandibulata atau penggigit. Tipe mulut kutu Anoplura adalah penusuk dan penghisap, oleh karena itu dikenal sebagai kutu penghisap (Hadi, 2010).
Parasit pada domba merupakan salah satu masalah yang banyak menyerang di daerah tropis dan seperti halnya dengan ternak lain pencegahan parasit dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik, pemberian pakan yang sesuai dan kebersihaan. Ektoparasit pada domba seperti “blowflies” (termasuk juga cacing skrup), caplak, kutu, tungau dan jamur dikategorikan tidak begitu berbahaya seperti endoparasit tetapi ektoparasit ini juga banyak menimbulkan kerugian. Adanya ektoparasit yang bervariasi dari daerah ke daerah, sehingga pengendalian pun bervariasi dapat berupa penyemprotaan dan pencelupan (Williamson dan Payne, 1993).
Ektoparasit dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan produksi susu dan daging, menurunkan kualitas wool dan kulit, serta membutuhkan program pengontrolan yang mahal. Ektoparasit juga membuat efek yang serius pada kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu, seringkali menghasilkan sifat hewan yang ganas (Williamson dan Payne, 1993). Iritasi yang disebabkan kutu yang aktif ini dapat bersifat berbahaya, ternak yang terinfeksi seringkali menggigit-gigit tubuhnya agar terbebas dari rasa gatal, atau dengan cara menggosok tubuhnya pada pohon, tepi kandang maupun bebatuan (Noble dan Noble, 1989).
Ektoparasit permanen melakukan semua perkembangan mereka pada tubuh domba (contohnya: mange mites, keds dan lice) secara musiman, dengan jumlah populasi tertinggi terdapat pada musim dingin atau awal musim semi. Ektoparasit semi permanen hanya terdapat sedikit yang dapat hidup (contohnya: blowflies, headflies, dan nasal flies), ektoparasit tersebut utamanya aktif saat suhu mulai hangat yaitu musim semi dan musim panas. Pencukuran akan menghilangkan banyak ektoparasit permanen dan efek tersebut akan dirasakan pada musim-musim tertentu (Aitken, 2007). Saat musim dingin kutu terdapat di pangkal ekor, pundak dan sepanjang punggung, tetapi apabila infasi berat, kutu dapat ditemukan diseluruh tubuh ternak (Noble dan Noble, 1989).
8 Ektoparasit memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya besar. Selama hidupnya sekitar 1 bulan, ektoparasit betina bertelur 2-3 butir/hari. Telurnya biasanya berwarna agak putih dan menempel pada bulu sehingga dapat dilihat oleh mata. Anakan ektoparasit atau nimfa yang baru menetas lebih kecil apabila dibandingkan dengan indukan. Nimfa akan berganti kulit dua kali dengan interval 5-9 hari. Bagian mulut dari kutu tersebut beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan darah. Damalinia ovis merupakan kutu yang aktif, setelah berada di tubuh ternak kutu-kutu tersebut akan menyebar. Ektoparasit ini rentan pada suhu yang tinggi dan tidak toleran terhadap kelembaban yang tinggi. Saat berada dikelembaban 90%, 6 jam kemudian ektoparasit akan mati (Taylor et al., 2007).
Resistensi umur terhadap parasit merupakan hal yang umum. Semakin tua ternak, semakin besar resistensinya. Ternak yang tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, apabila ternak telah dapat beradaptasi maka ternak menjadi toleran terhadap parasit yang terdapat pada tubuhnya sehingga perkembangan kutu tersebut tidak terganggu (Noble dan Noble, 1989).
Pencukuran bulu secara teratur merupakan komponen penting dari program pengendalian ektoparasit. Pencukuran tersebut akan mengurangi parasit pada suhu tinggi yang dihasilkan oleh sinar matahari, yang secara langsung berbahaya bagi parasit tersebut (Tomazweska et. al., 1993). Proses pengurangan ektoparasit dapat dilakukan dengan cara dimandikan tetapi terlebih dahulu dicukur, setelah itu disemprotkan pestisida. Ektoparasit yang menempel pada tubuh domba dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti kudis akibat dari ektoparasit yang masuk kedalam permukaan kulit dan merusak sel-sel kulit. Sebagian ektoparasit menyebabkan kegatalan dan gangguan yang hebat, sehingga ternak tidak dapat makan secara teratur dan tidak tumbuh dengan baik. Jenis ektoparasit yang lainnya menyebabkan kerugian yang serius, dan seringkali berakhir dengan kematian ternak (Tomazweska et. al., 1993).
Pertumbuhan Domba
Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan
9 murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).
Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram per hari. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen (Gatenby, 1991).
Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Kebanyakan domba jenis tropik tidak menunjukkan kemampuannya untuk bertahan pada saat kekeringan dan setengah kelaparan. Dibandingkan dengan daerah dingin domba ini tidak menunjukkan reaksi baik terhadap pemberian makanan yang baik dan pada penggembalaan yang normal, pertumbuhan lambat dan jarang menjadi sangat gemuk (Williamson dan Payne, 1993).
Pertambahan Bobot Badan
Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran bobot badan. Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak (Church dan Pond, 1988). Maynard dan Loosly (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.
10 Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Menurut Church dan Pond (1988), proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi.
Konsumsi Pakan
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi (Voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Konsumsi potensial adalah jumlah makanan yang dapat dimakan bila jumlah pemberian makanan dengan tingkat kecernaan tertentu minimal 0,8 bagian dapat diseleksi. Tingkat konsumsi yang sebenarnya adalah bagian dari konsumsi potensial yang dapat ditentukan oleh sifat fisik atau kimia dari makanan. Konsumsi potensial erat hubungannya dengan berat badan dan status fisiologis hewan (Parakkasi, 1995).
Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut (Tillman et al.
1998). Faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan kurangnya konsumsi pakan karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan temperatur lingkungan (Church dan Pond, 1988).
Brachiaria humidicola
Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar kedaerah Fiji dan Papua New Guinea. Terkenal dengan nama
Koronivia grass (Bogdan, 1997). Rumput ini merupakan rumput berumur panjang, berkembang secara vegetatif dengan stolon yang memiliki pertumbuhan cepat sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput Brachiaria
11
humidicola dapat ditanam secara vegetatif dengan pols, stolon atau biji. Batang yang berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm, helai daun berwarna hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Jayadi (1991), menyatakan bahwa rumput
Brachiaria humidicola sesuai untuk dataran rendah tropika basah. Rumput ini dapat menghasilkan 20 ton bahan kering/ha/tahun. Selain itu, Brachiaria humidicola
mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap tekanan penggembalaan berat. Rumput Brachiaria humidicola tidak beracun, palatabilitas tinggi pada umur muda tetapi palatabilitasnya akan menurun ketika produktivitasnya maksimum. Rumput Brachiaria humidicola tanpa pemupukan dapat menghasilkan 10.8 ton bahan kering/ha dan dengan perlakuan pemupukan menghasilkan 33.7 ton berat kering/ha saat dipupuk 450 kg nitrogen/ha (Bogdan, 1997).
Hijauan dengan kualitas yang baik umumnya lebih mudah dicerna dan laju aliran pakan disaluran pencernaan lebih cepat daripada hijauan dengan kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu domba akan mengkonsumsinya lebih banyak (Ensminger, 2002). Rumput yang dikonsumsi oleh domba merupakan sumber nutrisi utama bagi kebanyakan domba, ternak yang digembalakan membutuhkan konsumsi hijauan yang lebih banyak sehingga dapat mencapai tingkat produksi yang maksimum. Konsumsi yang tinggi ini penting karena jumlah energi yang terkandung dalam rumput umumnya rendah (Freer et, al., 2002)
12 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai awal bulan Agustus sampai pertengahan Oktober 2010.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut yang terdapat di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk sebanyak 24 ekor. Ternak domba yang digunakan terdiri dari delapan ekor domba jantan I0 dengan rataan bobot badan
16,44±2,83 kg, delapan ekor domba betina I0 dengan bobot badan 16±2,12 kg dan
delapan ekor induk kering dengan bobot badan 28,44±4,5 kg. Gambar ternak yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
(a) (b) (c)
Gambar 1. (a) Induk Kering (b) Betina I0 (c) Jantan I0
Pakan
Pakan yang diberikan adalah konsentrat dan hijauan berupa rumput
Brachiaria humidicola. Padang rumput yang digunakan adalah padang rumput
B.humidicola PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Konsentrat yang diberikan sebanyak 200 g/ekor/hari untuk betina dan jantan I0, sedangkan untuk induk kering
sebanyak 300 g/ekor/hari.
Kandang dan Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi timbangan badan, timbangan pakan, identitas domba berupa kalung nomor, alat tulis, ember pakan,
13 ember minum, tali tambang, kaca pembesar, alat cukur bulu domba, botol kecil, pinset dan stopwatch.
Prosedur
Domba Garut yang digunakan sebanyak 24 ekor yang terdiri dari jantan I0,
betina I0 dan induk kering. Domba dikelompokan berdasarkan status fisiologis.
Selain itu, dikelompokan berdasarkan perlakuan pencukuran yaitu ternak domba dicukur dan tidak dicukur. Pengamatan jenis dan jumlah ektoparasit yang terdapat pada tubuh domba dilakukan dengan melihat kutu selama satu menit untuk tiap bagian tubuh (leher, mid side dan paha belakang) baik pada domba yang dicukur maupun yang tidak dicukur. Ektoparasit yang terdapat diantara bulu dilihat dengan menggunakan kaca pembesar. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-4 setelah pencukuran. Setelah dua minggu sebagian dari masing-masing umur domba tersebut dicukur hingga panjang bulu sekitar 0,5-1 cm. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu pada semua ternak. Untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian, data pertambahan setiap minggu dibagi dengan jumlah hari.
Pemeliharaan dilakukan secara semi-intensif yaitu digembalakan di padang rumput Brachiaria humidicola pada siang hari pukul 13.00-16.00 WIB. Selama pengambilan data konsumsi pakan, domba diikat didalam kandang kelompok, pemberian pakan hijauan selama pengambilan data yaitu cut and curry. Data konsumsi yang diukur adalah konsumsi hijauan. Pemberian pakan konsentrat dilakukan setiap hari sebelum dan setelah digembalakan. Konsumsi hijauan dilakukan dengan cara memberikan hijauan ad libitum, pemberian hijauan diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan waktu lama penggembalaan karena pemberian hijauan dilakukan secara semi intensif. Jumlah pakan hijauan yang dimakan dapat diketahui dengan cara jumlah hijauan yang diberikan dikurangi dengan sisa.
Peubah yang Diamati Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Pengukuran PBB dilakukan dengan penimbangan, PBB diperoleh dengan cara mengurangi bobot akhir dengan bobot awal domba pada waktu tertentu. Penimbangan bobot badan dilakukan satu kali dalam satu minggu. Adapun PBB harian (PBBH) domba dihitung berdasarkan rumus :
14 Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan sejumlah pakan hijauan yang dikonsumsi oleh domba. Perhitungan menggunakan cara pengurangan berat awal pakan yang diberikan dikurangi berat sisa pakan (g/ekor/hari). Pakan hijauan diberikan ad libitum selama lama waktu penggembalaan, sedangkan pakan konsentrat diberikan dengan terbatas. Rumus perhitungan konsumsi pakan berdasarkan bahan segar :
Konsumsi Pakan (g/hari) = Pakan yang diberikan – sisa pakan
Menghitung Konsumsi Bahan Kering (BK)
Konsumsi bahan kering merupakan total bahan kering pakan yang dikonsumsi yakni hijauan dan konsentrat. Jumlah bahan kering yang dikonsumsi didapatkan dengan cara persentase BK dikalikan dengan bahan pakan yang dikonsumsi. Rumus perhitungan konsumsi bahan kering :
Konsumsi BK = × konsumsi pakan
Tingkat Kebersihan Domba
Pengukuran tingkat kebersihan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencukuran terhadap tingkat kebersihan. Tingkat kebersihan domba dilihat dari ada tidaknya kotoran yang menempel pada bulu domba serta dilihat dari kekusaman bulu domba. Ada beberapa tingkatan kebersihan tubuh domba :
a. Sangat Kotor
Bulunya sangat kusam, terdapat bulu yang sudah gimbal dan kotoran menempel hampir pada seluruh bagian tubuh domba.
b. Kotor
Bulunya kusam dan terdapat kotoran dalam jumlah yang cukup banyak pada tubuh domba.
c. Agak bersih
Bulunya terlihat agak kusam dan terdapat kotoran pada bagian ekor dan terdapat beberapa kotoran pada tubuh domba.
15 d. Bersih
Bulu yang menutupi tubuh domba terlihat agak kusam. Jumlah kotoran atau feses yang menempel pada bagian belakang domba atau tubuh domba sangat sedikit atau hampir tidak ada.
e. Sangat bersih
Semua bulu yang menutupi tubuh domba tidak terlihat kusam. Tubuh domba terlihat bersih tanpa ada kotoran yang menempel terutama pada bagian belakang domba dan pada bagian ekor. Bagian belakang domba dan ekor tidak terdapat feses yang menempel.
Pengukuran Ektoparasit
Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah domba dicukur. Pengamatan sebelum dicukur dilakukan dengan melihat kutu selama 1 menit. Bagian yang dilihat terdiri dari 3 titik yaitu pada bagian leher, perut samping dan paha belakang. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat jenis ektoparasit yang terdapat pada tubuh domba dan menghitung jumlah ektoparasit tersebut. Jumlah ektoparasit adalah penjumlahan dari ketiga titik tersebut.
Rancangan Percobaan Perlakuan
Domba dibagi kedalam dua perlakuan pencukuran yang terdiri dari dicukur (C) dan tidak dicukur (T) serta status fisiologis yang terdiri dari jantan I0, betina I0
dan induk kering.
a. Perlakuan satu, pencukuran
T : Ternak Domba Garut tidak dicukur. C : Ternak Domba Garut dicukur. b. Perlakuan dua, status fisiologis
I0J : Kelompok jantan I0
I0B : Kelompok betinaI0
I1BK : Kelompok induk kering
Rancangan
Rancangan yang digunakan untuk menganalisis PBBH, konsumsi pakan, konsumsi bahan kering, dan ektoparasit pada status fisiologis yang berbeda adalah
16 rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah pencukuran yaitu dicukur dan tidak dicukur, serta status fisiologis yaitu betina I0, jantan I0 dan induk kering. Model yang
digunakan menurut Kaps dan Lamberson (2004) ialah,
yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk
Keterangan :
yijk : Variabel respon akibat pengaruh pencukuran ke-I dan taraf status
fisiologis ke-j pada ulangan ke-k µ : Nilai tengah umum
Ai : Pengaruh pencukuran ke-i
Bj : Pengaruh status fisiologis ke-j
(AB)ijk : Pengaruh interaksi antara perlakuan pencukuran ke-i dengan status
fisiologis domba ke-j
€ijk : Pengaruh galat percobaan dari pencukuran wool ke-i, status
fisiologis domba ke-j dan ulangan ke-k
Data hasil penelitian dianalisa menggunakan ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji lanjut Tukey. Data diolah dengan menggunakan aplikasi minitab 15.
Uji yang digunakan untuk menganalisis data tingkat kebersihan menggunakan uji non-parametrik, yaitu menggunakan Analisis Rank Spearman. Model yang digunakan yaitu,
Keterangan :
rs : Nilai korelasi Rank Spearman
di : Selisih setiap pasangan rank domba yang dicukur dan tidak dicukur n : Banyaknya pasangan rank
17 Statistik t :
Keterangan:
18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian dan Keadaan Iklim
Luas lahan ini sekitar 4 hektar yang terdiri atas bangunan kandang, tempat penyimpanan pakan, pos pengamanan, rumah karyawan (mess), tempat pengolahan limbah, tempat parkir, kandang handling, kolam penampungan air hujan, kebun rumput gajah dan padang rumput Brachiaria humidicola sebagai lahan untuk penggembalaan. Terdapat empat bangunan kandang yang terdiri dari kandang isolasi untuk ternak sakit, kandang jantan, kandang induk-anak dan kandang betina. Jumlah ruang dalam setiap kandang berbeda-beda dan memiliki ukuran yang berbeda-beda pula. Kandang jantan terdiri dari 20 ruang kandang, setiap baris diisi oleh 10 ruang yang saling berhadapan dan setiap ruang kandang diisi satu ekor domba. Luas kandang masing-masing domba adalah ± 0,75 x 1,25 m. Kandang betina terdiri dari 20 ruang yang saling berhadapan dengan luas sebesar ± 3 x 2,5 m. Masing masing kandang diisi 5 sampai 7 ekor domba betina. Kandang handling jarang digunakan untuk menangani domba. Gambaran lingkungan sekitar kandang dan padang penggembalaan dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. (a) Lingkungan Kandang, (b) Padang Penggembalaan
Kandang dibangun menggunakan bambu sebagai alasnya, balok dan papan untuk dijadikan tiang dan sekat setiap kandang. Naungan yang digunakan untuk kandang yaitu genting dan pada bagian samping kandang diberikan terpal yang digunakan pada malam hari. Terpal juga digunakan untuk menutup kandang saat
19 terjadi hujan sehingga dapat mengurangi ternak terkena hujan dan basah. Kandang domba terletak di bagian tengah dan dekat dengan pintu masuk sehingga udara dan sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam kandang. Bagian bawah kandang disemen agar mempermudah saat membersihkan kotoran. Tempat pakan dibuat di dalam kandang dan terdiri dari dua jenis tempat pakan pada kandang induk anak dan betina. Tempat pakan yang berada di dekat pintu dengan ukuran yang besar digunakan untuk pakan hijauan dan pada bagian samping kandang untuk pakan konsentrat. Beberapa kandang kelompok induk anak yang digunakan untuk induk bunting biasanya pakan konsentrat diberikan pada bak besar. Jarak antara kandang jantan, induk anak, dan betina yaitu ± 2,5 m. Gambar kandang dan dalam kandang dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang
Daerah Citeurep sering sekali hujan dan memiliki suhu lingkungan yang ekstrim. Suhu lingkungan pada siang hari sangat tinggi atau panas, sedangkan pada malam hari suhu lingkungan rendah dan berangin. Selain itu, curah hujan di daerah tersebut sangat tinggi apalagi pada saat menjelang sore hari. Selama penelitian kondisi cuaca cukup fluktuatif, curah hujan tidak menentu setiap minggunya. Perubahan cuaca ini mempengaruhi performa ternak dan konsumsi pakannya. Suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang berbeda-beda, tetapi suhu di dalam ruangan selalu lebih konstan dibandingkan dengan di luar kandang. Suhu di luar kandang sangat tinggi dan kelembaban yang rendah, sedangkan suhu dalam kandang lebih rendah dan kelembaban lebih tinggi apabila dibandingkan dengan di luar
20 kandang. Data suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Saat Penelitian
Lokasi Waktu Suhu (oC) Kelembaban(%)
Dalam Kandang Pagi 25,06± 2.27 81,63 ± 12,70 Siang 32,04± 3,23 53,00 ± 16,65 Sore 28,55± 1,28 69,25 ± 11,25 LuarKandang Pagi 28,49± 4,89 73,88 ± 17,59 Siang 40,25± 5,02 32,88 ± 11,61 Sore 29,29± 2,16 69,88 ± 9,96
Keterangan : pagi (07.30), siang (13.30), sore (17.30)
Domba memiliki suhu optimum untuk hidup di daerah tropis yaitu berkisar antara 4-24 °C dengan kelembaban dibawah 75% (Yousef, 1982). Suhu lingkungan di peternakan domba Citeurep berada diatas suhu optimal. Hal ini dapat membuat ternak domba stres akibat panas dan akan mempengaruhi produktivitas ternak. Saat suhu lingkungan optimum, tubuh ternak akan memproduksi panas tubuh minimum, diluar suhu optimum ternak akan mengalami cekaman sehingga panas tubuhnya meningkat (Yousef, 1985). Keadaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi produksi tubuh ternak.
Kondisi Ternak
Ternak yang digunakan sebagai materi penelitian adalah Domba Garut milik PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk. Domba yang berada di peternakan ini didapatkan dari berbagai daerah seperti Wanaraja Garut yang kemudian dikembang-biakan di peternakan ini. Domba Garut yang dipelihara terdiri dari 15 ekor domba pejantan, 100 ekor domba betina dan 150 ekor domba anakan. Domba jantan digu-nakan sebagai pejantan breeding. Setiap ekor jantan mengawinkan lima sampai enam ekor domba betina setiap minggunya. Domba-domba bunting ditempatkan pada kandang yang sama. Domba induk betina bunting biasanya melahirkan lebih dari satu anak, yaitu dua atau tiga ekor anak domba. Kelahiran anak domba banyak dibantu oleh pegawai untuk kelahiran anak pertama, sedangkan untuk anak yang berikutnya domba dapat melahirkan dengan mudah.
21 Penggembalaan dilakukan pada siang hari untuk mencegah cacingan dan
bloating. Domba yang diteliti berumur kurang dari satu tahun untuk betina I0 dan
jantan I0, sedangkan untuk induk kering digunakan induk yang telah menyapih
anaknya dan belum bunting kembali. Anak domba yang telah lepas sapih disatukan dengan domba-domba lain dan pada siang hari domba di umbar di padang penggem-balaan khusus untuk anakan. Berdasarkan jenis kelamin, domba jantan I0 memiliki
bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan betina I0. Domba yang digunakan
memiliki bobot badan awal antara 10–20 kg. Menurut tingkatan umur, domba induk kering memiliki bobot badan yang lebih besar daripada domba betina I0.
Kondisi Pakan
Kebutuhan nutrisi ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Menurut Haryanto (1992), standar kebutuhan nutrisi pakan yang diberikan untuk domba di Indonesia masih menggunakan standar dari National Research Council (NRC), karena Indonesia belum memiliki standar baku yang khusus untuk pemeliharaan dan pemberian pakan untuk domba. Pakan yang diberikan kepada domba merupakan pakan konsentrat yang mengandung berbagai jenis bahan. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan menjadi ransum komplit. Pakan konsentrat yang diberikan kepada domba diberikan secara terbatas dan diberikan dua kali dalam sehari. Pemberian konsentrat dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Jumlah konsentrat yang diberikan pada setiap jenis domba berbeda-beda tergantung umur dari domba tersebut. Jantan dan betina I0 diberikan konsentrat sebanyak 200 g, sedangkan induk
kering sebanyak 300 g. Rumput yang diberikan adalah rumput Brachiaria humidicola. Domba digembalakan pada padang rumput Brachiaria humidicola yang terdapat pada sekeliling kandang. Domba induk yang baru melahirkan sampai menyapih anak pakannya diberikan didalam kandang atau cut and carry. Selain itu saat hujan ternak-ternak tidak dikeluarkan dan diberi pakan dalam kandang. Hal ini membuat konsumsi pakan saat hujan terbatas. Saat domba digembalakan, domba dapat mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhannya. Saat hujan kebutuhan ternak kurang terpenuhi dan pada saat tersebut konsentrat tidak diberikan dalam jumlah yang lebih banyak. Hasil analisa proksimat rumput Brachiaria humidicola
22 Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pakan yang Diberikan
Bahan Makanan BK (%) ABU (%) PK (%) SK (%) LK (%) BETA-N (%) TDN (%) Rumput Brachiaria humidicola a) 49,05 2,37 3,38 23,17 0,12 20,02 24,37 100 4,83 6,89 47,24 0,24 40,82 49,64 Konsentratb) 86,41 13,15 11,53 - 6,66 - - 100 15,22 13,34 - 7,71 - -
Keterangan: Analisis dilakukan di a)Laboratoriun Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB., b) Pusat Antar Universitas (PAU)
Bentuk dan jenis pakan yang diberikan kepada domba dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang tinggi dan kandungan nutrisi dapat mem-pengaruhi produktivitas suatu ternak. Pemberian pakan pada peternakan tersebut di-berikan secara terbatas, karena tujuan dari peternakan ini untuk pembibitan bukan untuk penggemukkan sehingga pakan diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan reproduksi. Gambar pakan yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4. (a) konsentrat, (b) Rumput Brachiaria humidicola
Kebutuhan nutrisi ternak bervariasi antar spesies, jenis kelamin, dan umur yang berbeda. Selain itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan konsumsi pakan antara lain tingkat produksi, keadaan lingkungan sekitar (suhu, kelembaban, kecepatan angin dan curah hujan) dan aktivitas ternak tersebut. Menurut NRC (1985), kebutuhan nutrisi domba pada bobot badan 10-20 kg yaitu 500-1000 g bahan kering, 400-800 g Total Digestible Nutrien (TDN), dan 127-167 g protein kasar serta memiliki PBBH sebesar 200-250 g/hari. Domba dengan bobot badan
20-23 30 kg membutuhkan nutrisi sebesar 1000-1300 g bahan kering, 800-1000g TDN, 167-191 g protein kasar serta PBBH sebesar 250-300 g/hari.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan. Ransum yang memiliki nilai nutrisi dan konsumsi pakan yang tinggi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Selain itu, terdapat faktor lingkungan, salah satunya adalah manajemen yang dapat mempengaruhi ter-nak sehingga terter-nak dapat mengkonsumsi pakan dengan baik dan banyak. Faktor manajemen, salah satunya pencukuran dan juga jenis kelamin adalah faktor yang da-pat mempengaruhi pertambahan bobot badan. Rataan PBBH domba selama peneli-tian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Garut pada Status Fisisologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda
Perlakuan Status Fisiologis Rataan
Betina I0 Jantan I0 Induk Kering
...g/ekor/hari...
Tidak cukur 50 ±12,8 52 ± 6 66 ± 27 56 ± 17,7
Cukur 37 ± 13,4 56 ± 12 59 ± 35 51 ± 22,9
Rataan 43 ± 13,9 54 ± 9,4 63 ± 29 53 ± 20,2
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan pencukuran dengan status fisiologis (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) Domba Garut. Perlakuan pencukuran tidak menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap produktivitas. Menurut Lynch et al. (1992), setiap ternak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat menyebabkan PBBHnya berbeda pula. Nilai PBBH pada penelitian ini lebih besar apabila dibandingkan dengan hasil dari penelitian Balliarti (1984) pada Domba Ekor Gemuk yang diberi konsentrat dan rumput lapang, nilai PBBH hasil penelitian tersebut 27,33 g/ekor/hari dan 27,59 g/ekor/hari berturut-turut pada domba yang dicukur dan tidak cukur, namun hasil analisis menunjukkan pengaruh yang sama yaitu perlakuan pencukuran tidak berpengaruh nyata terhadap PBBH.
24 Pertambahan bobot badan harian sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan, karena PBBH pada waktu tertentu akan menggambarkan kemampuan ternak untuk tumbuh. Pertambahan bobot badan harian yang tinggi akan menghasilkan bobot badan akhir yang tinggi. Menurut Tomazweska et. al. (1993), pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rektal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi.
Konsumsi Pakan
Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola. Ternak mengkonsumsi bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan nutrisi. Tidak hanya makanan, tetapi air minum juga penting untuk memenuhi kebutuhan cairan didalam tubuh ternak. Saat panas domba akan lebih banyak minum dibandingkan makan, sehingga domba lebih banyak mengeluarkan cairan.
Konsumsi Pakan Hijauan
Konsumsi pakan hijauan dihitung untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung jumlah bahan kering yang telah dikonsumsi. Hal ini untuk mengetahui kecukupan kebutuhan nutrisi dari tubuh ternak tersebut. Pakan hijauan yang diberikan merupakan rumput yang berasal dari padang penggembalaan. Hijauan yang ditanam pada padang penggembalaan merupakan rumput Brachiaria humidicola. Rumput ini merupakan hijauan pokok yang diberikan untuk ternak Domba Garut yang diteliti. Rataan konsumsi pakan hijauan Brachiaria humidicola
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Konsumsi Pakan Hijauan Brachiaria humidicola pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang berbeda
Perlakuan Status Fisiologis
Betina I0 Jantan I0 Induk Kering
...g/ekor/hari...
Tidak cukur 901 ± 107A 1.103 ± 58B 1.453 ± 53C
Cukur 1.052 ± 128AB 1.024 ± 46AB 1.476 ± 107C Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat
25 Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan status fisiologis menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan hijauan segar. Rataan konsumsi pakan hijauan betina I0 tidak cukur lebih rendah dibandingkan
dengan jantan I0 dan induk kering tidak cukur. Konsumsi pakan betina I0 yang tidak
dicukur adalah 901 ± 107 g/ekor/hari sedangkan jantan I0 yang tidak dicukur adalah
sebesar 1.103 ± 58 g/ekor/hari dan induk kering yang tidak cukur sebesar 1.453 ± 53 g/ekor/hari. Konsumsi betina I0 yang tidak dicukur sama dengan betina I0 cukur dan
jantan I0 cukur. Konsumsi jantan I0 tidak cukur sama dengan betina I0 dan jantan I0
cukur.Induk kering paling banyak mengkonsumsi pakan hijauan dibandigkan dengan betina I0 dan jantan I0. Menurut Ensminger et. al. (1990), pertumbuhan ternak
dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kecepatan pertumbuhan dan kesehatan ternak. Perlakuan pencukuran tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan hijauan.
Konsumsi yang cukup tinggi dapat dipengaruhi oleh umur. Induk kering lebih banyak mengkonsumsi pakan karena dibutuhkan untuk berproduksi, bereproduksi dan hidup pokok. Betina I0 jantan I0 belum banyak mengkonsumsi pakan hijauan
karena betina I0 mengkonsumsi pakan untuk pertumbuhan hingga dewasa tubuh dan
belum digunakan untuk bereproduksi. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Aleksiev (2008) pada, ternak yang dicukur tidak memiliki perbedaan yang besar da-lam konsumsi pakan dengan yang tidak dicukur yaitu 1795±13,5 g dan 1779±9,5 g. Hasil penelitian ini memiliki konsumsi pakan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan hasil penelitian. Menurut Borrelli, P. (2001), pencukuran akan menghasilkan kenaikan konsumsi pakan hijauan induk kering. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu induk kering yang dicukur mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding yang tidak dicukur.
Konsumsi Bahan Kering
Tingkat konsumsi pakan dapat menentukan kadar nutrien dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan (Ensminger et. al., 1990). Penyediaan pakan perlu diperhatikan dalam pemeliharaan domba karena dapat mempengaruhi produktivitas dan pertumbuhan
26 domba. Kebutuhan pakan dan kandungan nutrisinya diatur sesuai dengan kebutuhan hidup domba. Rataan konsumsi bahan kering domba jantan I0 dan betina I0 dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Hijauan Brachiaria humidicola dan Konsentrat pada Status Fisiologis dan Perlakuan Pencukuran yang Berbeda
Perlakuan Status Fisiologis
Betina I0 Jantan I0 Induk Kering
……….g/ekor/hari……… Tidak cukur 219,6±26,09A 268,8±14,24B 354,2±53C
Cukur 256,42±31,28AB 249,5±11,21AB 359,7±26,1C Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (P>0,01)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada status fisiologis yang berbeda terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Konsumsi bahan kering domba betina I0 yang tidak dicukur berbeda dengan jantan I0
tidak cukur, tetapi sama dengan konsumsi bahan kering betina I0 cukur dan jantan I0
cukur. Konsumsi bahan kering jantan I0 tidak cukur sama dengan betina I0 cukur dan
jantan I0 cukur. Konsumsi bahan kering betina I0 tidak cukur sebesar 219,6±26,09
g/ekor/hari, sedangkan pada jantan I0 tidak cukur adalah sebesar 268,8±14,24
g/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pada jantan I0 tidak
cukur lebih besar dibandingkan dengan betina I0 tidak cukur.
Menurut NRC (1985), kebutuhan bahan kering domba dengan bobot badan 10 – 20 kg adalah 500 – 1000 g/hari. Ternak jantan I0 yang dicukur memiliki PBBH
yang tinggi bila dibandingkan dengan jantan I0 tidak cukur dan betina I0 baik yang
dicukur maupun tidak di cukur. Konsumsi pakan jantan I0 yang dicukur tidak berbeda
nyata dengan domba lainnya, sehingga pencukuran sebaiknya dilakukan pada domba jantan I0 agar PBBH domba meningkat.
Tingkat konsumsi pakan induk kering lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan induk kering membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk berreproduksi dan berproduksi dibandingkan betina I0 dan jantan I0. Tingkat
konsumsi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, jenis pakan, genetik, dan lingkungan. Menurut NRC (1985), kebutuhan bahan kering untuk ternak dengan bobot badan 20-30 kg adalah 1000-1500 g/hari. Kebutuhan tersebut dibutuhkan
27 ternak dalam satu hari. Ternak yang diteliti mengkonsumsi pakan bahan kering hijauan tersebut hanya pada siang hari sehingga belum dapat dijadikan acuan.
Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan, dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energy (Siregar, 1984). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan.
Konsumsi pakan setiap harinya berbeda-beda pada setiap ternak. Konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar kandang. Selain itu, jenis pakan yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrisi setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Menurut Tomaszewska et, al. (1993), suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan rendahnya konsumsi pakan.
Ektoparasit
Prosedur manajemen yang baik yaitu dengan cara memberi perlakuan pencukuran habis pada domba sehingga dapat dipastikan tidak terdapat kutu yang menempel akibat dari kontak dengan serangga dan dapat dikurangi dengan frekuensi memandikan domba yang lebih sering (Heath, 2004). Pertumbuhan kutu pada suatu ternak dapat dihambat dengan cara memandikan ternak dengan menggunakan desinfektan. Selain itu, pencukuran dapat mengurangi bahkan menghilangkan kutu dari tubuh ternak. Kutu yang menempel pada ternak dapat berasal dari kutu yang dibawa oleh serangga atau dari ternak lain yang tubuhnya banyak terdapat kutu. Ternak yang tubuhnya terdapat banyak kutu sebaiknya dicukur. Rataan jumlah ektoparasit yang terdapat pada tubuh domba dapat dilihat pada Tabel 7.
28 Tabel 7. Rataan Jumlah Ektoparasit yang Terdapat pada Domba Betina I0, Jantan I0
dan Induk Kering
Perlakuan Status Fisiologis
Betina I0 Jantan I0 Induk Kering
……….Ekor………..
Tidak cukur 1,85±1,43a 3,05±3,22a 19±12,10b
Cukur 0,1±0,58a 2,85±2,39a 4,85±4,3a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P>0,05)
Berdasarkan hasil analisis ragam, terdapat interaksi (P<0,05) antara pencukuran dan status fisiologis terhadap rataan ektoparasit dalam tubuh domba. Rataan ektoparasit yang paling tinggi berada pada induk kering tidak cukur yaitu sebesar 19±12,10 ekor. Rataan ektoparasit pada betina I0 tidak cukur adalah
1,85±1,43 ekor, dan yang dicukur adalah 0,1±0,58 ekor. Rataan ektoparasit jantan I0
tidak dicukur 3,05±3,22 ekor dan yang dicukur 2,85±2,39 ekor. Perlakuan pencukuran pada ternak induk kering memiliki perbedaan. Pencukuran membuat tubuh ternak induk kering menjadi sedikit bebas dari ektoparasit. Pencukuran dapat mengurangi kesempatan ektoparasit untuk berkembangbiak. Hal ini disebabkan bulu yang pendek sehingga perkembangan ektoparasit terhambat.
Rataan ektoparasit pada ternak induk kering sangat tinggi, sehingga sebaiknya dijauhkan dari anakan atau domba remaja agar domba anakan atau domba remaja tidak tertular ektoparasit. Penularan ektoparasit dapat terjadi saat ternak yang banyak terdapat ektoparasit berdekatan dengan ternak lain. Sebaiknya tubuh ternak yang banyak ektoparasit bulu dan tubuhnya dicukur dan dimandikan dengan menggunakan desinfektan.
Jumlah ektoparasit pada induk kering yang dicukur lebih rendah dibandingkan dengan induk kering yang tidak dicukur. Hal ini diduga karena pencukuran dapat mengurangi jumlah kutu yang terdapat pada tubuh domba. Dengan pencukuran maka akan memperkecil kemungkinan tumbuhnya ektoparasit karena bulu domba yang pendek. Begitu pula pada betina I0 pencukuran menurunkan jumlah
ektoparasit meskipun tidak berbeda nyata namun cenderung lebih sedikit jumlah ektoparasit pada betina I0 yang dicukur. Keberadaan ektoparasit harus diperhatikan
29 untuk menjaga kebersihan dan kesehatan domba yang dapat menghindari dari kerugian ekonomi.
Bulu merupakan tempat untuk tinggal dan berkembangbiaknya kutu atau jenis ektoparasit lain. Domba menjadi inang dan kutu menempel pada bulu domba. Ada banyak jenis kutu yang menempel dan terdapat pada tubuh serta bulu domba. Salah satu jenis kutu yang menempel pada tubuh domba yang diteliti adalah
Damalinia ovis. Apabila bulu dicukur maka sebagian dari kutu akan terbuang bersamaan dengan bulu yang dicukur. Domba yang dicukur hanya terdapat sedikit kutu yang menempel. Kutu yang terdapat pada bulu domba dapat berpindah-pindah ke domba lain saat domba tersebut saling berdekatan atau menempel. Jenis kutu yang terdapat pada tubuh domba dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b) (c)
Gambar 5. (a) dan (b) Kutu yang Terdapat pada Domba Garut penelitian, (c) kutu berdasarkan literatur (Heath, 2004)
Ektoparasit yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga, Anoplura,
dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri atas dua kelompok yaitu
Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing sub ordo terdapat famili yang berbeda-beda. Kutu yang terdapat pada ternak mamalia berada pada sub ordo Mallohaga, kelompok Ishnocera dan famili Trichodectidae. Selain itu, kutu yang terdapat pada hewan berkuku belah dan anjing adalah sub ordo Anoplura dan famili Linognathidae
(Hadi, 2010). Bentuk tubuh kutu adalah pipih dorsovental dengan ukuran berkisar 1-6 mm dan terdiri atas kepala, toraks dan abdomen yang jelas terpisah. Kepalanya dilengkapi dengan 3-5 ruas antena dan berbentuk segitiga lebar dengan ujung anterior yang tumpul. Tipe mulut pada kutu Ischnocera adalah mandibulata atau