• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas "Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan" Edisi Rabu, 12 Januari 2011).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN KARIKATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas "Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan" Edisi Rabu, 12 Januari 2011)."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN KARI KATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS

( Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas

“Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan”

Edisi Rabu, 12 Januari 2011)

P R O P O S A L

oleh :

DI MAS AGI L PRI BADI

0643010371

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDI DI KAN DAN PERUMAHAN

UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR

FAKULTAS I LMU SOSI AL DAN I LMU POLI TI K

PROGRAM STUDI I LMU KOMUNI KASI

2011

(2)

iv

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi pada Bab I, II, dan III.

Keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis membuat Proposal Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Berkat usaha, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Proposal Skripsi ini, maka pada akhirnya Proposal Skripsi ini dapat terselesaikan. Yang nantinya akan berlanjut ke tahap skripsi Bab IV, dan V. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Diana Amalia, Msi selaku Dosen Pembimbing penulis yang selama ini telah membimbing serta memberikan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingannya kepada :

1. Dra. Hj. Suparwati, M. Si, Dekan FISIP UPN Veteran JATIM

2. Bapak Juwito, S.Sos., M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran JATIM

3. Drs. Saiffudin Zuhri, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran JATIM

4. Dra. Diana Amalia, Msi, Membimbing Peneliti Sampai Selesainya Penelitian Ini.

(3)

v 5. Drs. Kusnarto, M.Si, sebagai Dosen Wali

6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran JATIM

7. Keluarga penulis, Papa, Mama, serta keluarga besar penulis terima kasih atas segala dorongan, bimbingan, nasihat-nasihat, serta doanya.

8. Sahabat dan teman-teman dekat penulis, Qeis, kyek, Renato, Weber, Okim, Arab, Vicky dll, dan semua angkatan 06 dan 07 fisip yang dekat dengan penulis.

9. Indhira Dwi Astarina, terimakasih atas dukungan, serta yang selalu memberikan motivasi, baik motivasi dalam menyelesiakan skripsi ini dan juga motivasi dalam hidupku ini

10. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Akhir kata, penulis memohon kehadirat Tuhan YME semoga segala bantuan yang telah mereka berikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Tuhan YME.

Harapan penulis, semoga Proposal Skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakannya.

Surabaya, Januari 2011

Penulis

(4)

vi

 

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 14

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 14

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1 Landasan Teori ... 15

(5)

vii

 

2.1.1 Surat Kabar ... 15

2.1.2 Kartun dan Karikatur ... 16

2.1.3 Karikatur Dalam Media Massa ... 17

2.1.4 Kritik Sosial ... 18

2.1.5 Kepolisian ... 22

2.1.6 Kemiskinan ... 24

2.1.7 Korupsi ... 28

2.1.8 Pendekatan Semiotika ... 30

2.1.9 Semiotika Charles Sanders Peirce ... 33

2.1.10 Konsep Makna ... 36

2.2 Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Metode Penelitian ... 41

3.2 Korpus ... 42

3.3 Unit Analisis ... 43

3.3.1 Ikon ... 44

3.3.2 Indeks ... 44

(6)

viii

 

3.5 Teknik Analisis Data ... 46

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49

4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas ... 49

4.1.2 Sejarah Harian Kompas ... 50

4.2 Penyajian Data ... 52

4.3 Karikatur Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” Edisi Rabu, 12 Januari 2011 ... 56

4.3.1 Ikon (Icon) ... 58

4.3.2 Indeks (Index) ... 62

4.3.3 Simbol (Symbol) ... 63

4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010 (dalam model Triangel of Meaning Peirce) ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

(7)

ix

 

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 73

(8)

x

 

Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan” Edisi Rabu, 12 Januari 2011)

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur pada Surat Kabar Kompas edisi Rabu, 12 Januari 2011.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah Semiotika Charles Sanders Peirce, Karikatur dalam Media Massa dan Konsep Makna.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur pada Surat Kabar Kompas edisi Rabu, 12 Januari 2011, kemudian di interpretasikan dengan menggunakan ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode semiotik.

Hasil analisis dan interpretasinya yang menampilkan gambar karikatur pada Surat Kabar Kompas edisi Rabu, 12 Januari 2011 adalah lemahnya hukum di Indonesia dan tidak mengindahkan kesejahteraan.

Kesimpulan yang didapat adalah masyarakat tidak menginginkan sikap pemerintah yang tidak tegas dalam menghadapi masalah korupsi dan hak yang seharusnya diberikan untuk rakyat malah digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kata Kunci : Pemaknaan, Karikatur, Semiotik, Surat Kabar Kompas

 

ABSTRACT

DIMAS AGIL PRIBADI, NEWSPAPER IN THE MEANING OF CARICATURE KOMPAS

(Semiotic Study of the Making of Caricature In Newspapers Compass "Controversy Case Holomoan Tambunan Gaius Tax Mafia" Edition Wednesday, January 12, 2011)

Goals to be achieved in this research is to know the meaning of caricature in the newspaper Kompas edition of Wednesday, January 12th, 2011.

The foundation of the theories used in this study including the Semiotics of Charles Sanders Pierce, Caricature in Mass Media and the Concept of Meaning.

The unit of analysis in this study is a sign that is in the form of caricature drawings and writings contained in the caricature in Kompas newspaper edition of Wednesday, January 12th, 2011, and then interpreted by using icons, indexes and symbols. While the data analysis techniques used in this research is descriptive method. This study uses a semiotic method. Result analysis and interpretation featuring caricature drawings on Kompas newspaper edition Wednesday, January 12th, 2011 is the weakness of law in Indonesia and did not heed the well-being.

The conclusion is that people do not want government’s timid attitude in dealing with problems of corruption and rights that should be given to the people actually used by irresponsible parties.

Keywords : Meaning, Caricature, Semiotics, Kompas Newspaper, Gayus H. Tambunan 

(9)

1

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media massa terdiri dari media massa cetak, dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain - lain. Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya. (Cangara, 2005:128)

Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan - persoalan yang terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi sehingga kasus - kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan merugikan masyarakat.

(10)

Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsi - fungsinya, tetapi bisa juga mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan motivasi, mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat untuk semakin kirits dan selektif dalam menyikapi berita - berita yang ada di dalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005:86)

Surat kabar saat ini, seiring dengan perkembangan zaman, perubahan - perubahan dalam isi atau content yang ditampilkan oleh koran sangat bervariasi, mulai dari informasi berita (baik dalam maupun luar), hiburan, gaya hidup, informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips - tips kesehatan. Koran (dari Bahasa Belanda : Krant, dari Bahasa Perancis : Courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita - berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga berisi komik, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang - bidang tertentu, misalnya berita untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipasi kegiatan tertentu. Jenis surat kabar libur biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari - hari libur. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dengan surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan. Kebanyakan negara mempunyai

(11)

3

 

setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah Kompas.

Kompas sebagai salah satu media massa terbesar di Indonesia tentunya berfungsi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat. Selain itu Kompas juga dapat berfungsi sebagai media kritik bagi pemerintah. Salah satu buktinya berupa karikatur yang terdapat dalam editorial Oom Pasikom. Oom Pasikom merupakan opini redaksi surat kabar Kompas yang dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai permasalahan bangsa Indonesia. Misalnya masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, dan musibah bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita temui didalam berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik. Di dalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan opini. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel - artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan - pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan - pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun pesan - pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan. (Indarto, 1999: 5).

(12)

Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan bahasa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud, penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon terhadap apa yang yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan pandangan - pandangan seorang karikaturis, namun melalui suatu proses interpretasi muatan makna yang terkandung didalamnya akan dapat berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih dalam pemaknaannya.

Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing - masing tindakan (Indarto, 1999: 1).

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari unsur - unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan dikemas secara humoris, dengan demikian memahami karikatur juga perlu memiliki referensi - referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun

(13)

5

 

metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata - kata, paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti, karena terkait dengan maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.

(14)

Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud (signal). Sobur (2003: 163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan, dan banyak hal lain. Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat digali, dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap maksud dan artinya.

Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung), artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol - simbol pada gambar kartun tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka yang menerimanya.

Karikatur (latin : caricature) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memelototkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke - 17 di Eropa, Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak pada saat itu (Pramoedjo, 2008 : 13). Karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap

(15)

7

 

seseorang atau suatu masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang tidak menghibur, bahkan dapat membuat orang tesenyum kecut. (Pramoedjo, 2008 : 13)

Karikatur membangun masyarakat melalui pesan - pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda - tanda komunikatif. Lewat bentuk - bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan masyarakat.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbolis.

(16)

Karikatur editorial Kompas merupakan opini redaksi media Kompas yang dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaiatan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.

Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian gambar karikatur editorial pada Surat Kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” pasca terungkapnya makelar kasus (markus) pajak yang melibatkan Pegawai Direktorat Jendral Pajak Golongan 3A bernama Gayus Halomoan Tambunan. Terungkapnya kasus ini berawal dari laporan Mantan Kepala Bareskrim POLRI Komjen Susno Duadji yang menyebutkan kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Halomoan Tambunan, Haposan Hutagalung, dan Andi Kosasih. Kasus Gayus Tambunan yang semakin banyak disorot oleh media massa juga berimbas ke media facebook, karena rasa kecewa masyarakat terhadap kinerja para petugas pajak, sehingga berujung munculnya gerakan di facebook untuk memboikot banyar pajak. Kasus markus pajak Rp. 25 Miliar yang menyeret nama Gayus Halomoan

(17)

9

 

Tambunan ikut meramaikan grup tersebut. Grup facebook ini bertajuk “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung BOIKOT BAYAR PAJAK untuk KEADILAN”.

Seperti diketahui, awal mula kasus ini terungkap ke publik karena adanya “nyanyian” Mantan Kabareskrim POLRI Komjen Susno Duadji yang menyebut ada mafia hukum dalam kasus pajak Rp 25 Milliar. Kasus ini kemudian ditanggapi Satgas dan Kapolri hingga kemudian satu persatu praktik mafia hukum yang dituduhkan Susno terungkap. Bahkan Mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri membentuk Tim Independen untuk menyelidiki kasus ini. Namun setelah proses hukum berjalan terdapat beberapa kejanggalan yang terjadi, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 10 fakta kejanggalan yang terjadi dalam pengungkapan skandal mafia pajak dengan tersangka pegawai pajak Gayus Halomoan Tambunan. Kejanggalan ini baik dari segi kasus hingga para penegak hukum, salah satunya adalah :

1) Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 Miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel. 2) Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75

Miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini.

(18)

Hingga saat ini, keberlanjutan pemeriksaan atas rekening lain milik Gayus dengan nominal mencapai Rp 75 Miliar menjadi tidak jelas. 3) Kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan

yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut.

4) Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut - sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali. Pihak kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai perwira menengah. Baik Kompol Arafat maupun AKP Sumartini seolah dijadikan tumbal dalam kasus tersebut. Padahal, mereka hanyalah pemain kecil dan tidak berkedudukan sebagai pemegang keputusan. Polri terkesan melindungi keterlibatan para perwira tinggi.

5) Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Hal ini merupakan bagian dari konspirasi tebang pilih penegak hukum kepada pelaku kecil dan tidak memiliki posisi daya tawar yang kuat. Selain ketiga tersangka tersebut, berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pajak No: KEP-036/PJ.01/UP.53/2007, paling tidak ada dua nama yang seharusnya juga bertanggung jawab, yaitu Kepala Subdirektorat

(19)

11

 

Pengurangan dan Keberatan Johny Marihot Tobing dan Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso.

Belum berjalannya proses hukum yang transparan dan tegas dalam menjerat pelaku mafia pajak, Gayus Halomoan Tambunan tertangkap kamera wartawan Kompas saat meliput pertandingan tennis di Nusa Dua (Bali). Gayus Tambunan terlihat dengan menggunakan wig dan kacamata saat menonton pertandingan tennis. Setelah itu, seorang wanita bernama Devina menulis surat pembaca dalam Surat Kabar Kompas, bahwa ia juga melihat seseorang yang mirip dengan Gayus Tambunan di dalam pesawat Air Asia. Setelah pemberitaan itu baru terungkap semua plesiran Gayus Halomoan Tambunan ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Macau.

Dalam karikatur editorial Kompas, ditampilkan diantaranya dengan visualisasi gambar orang yang berpenampilan seperti Gayus Tambunan dengan memakai wig dan kacamata yang berdiri dengan tangan dimasukkan ke saku celana dan di belakangnya adalah orang yang memakai pakaian polisi dengan tangan juga dimasukkan ke saku celana sambil tersenyum. Lalu di belakangnya adalah masyarakat yang berbeda golongan, yang satu golongan kayak arena orang tersebut berpakaian rapi dan yang satu adalah keluarga miskin yang memiliki banyak anak. Masyarakat tersebut beranggapan “SEKARANG BUKAN BANYAK ANAK BANYAK REZEKI, TAPI BANYAK KKN BANYAK REZEKI”.

(20)

Ketertarikan peneliti terhadap kartun editorial Kompas yang terdapat dalam Surat Kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” disebabkan karena dalam mengungkapkan komentar, kartun editorial Oom Pasikom tersebut menampilkan masalah tidak secara harafiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna tersirat di balik peristiwa. Metafora merupakan pengalihan sebuah simbol (topik) ke sistem simbol lain (kendaraan). Penggabungan dua makna atau situasi menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi perluasaan makna menjadi makna baru. Kartun ini memindahkan suatu peristiwa actual menjadi gambar yang ganjil dengan kejenakannnya yang khas. Kejenakaannya selalu mengandalkan hal - hal yang paradox, maka demikian pula dengan identitas yang dimilikinya.

Alasan lain peneliti memilih editorial Kompas yang terdapat pada Surat Kabar Kompas karena Kompas merupakan salah satu media yang memberikan porsi pada idealisme yang termasuk pula pada visinya “Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merek dagang Kompas yang membidik pasar kelas menengah ke atas. Media Kompas merupakan salah satu saluran komunikasi politik di Indonesia sela era reformasi, realitas media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di samping menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian informasi, juga dapat menggunakan dengan memaknai gambar kartun. Sebagai Koran Nasional peredaran Kompas meliputi hampir seluruh kota di Indonesia dan selalu menjadi market leader.

(21)

13

 

Dari beberapa uraian di atas, pemilihan gambar karikatur pada Surat Kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” sebagai objek penelitian karena gambar karikaturnya yang unik, karena apa yang disajikan dalam gambar karikatur editorial tersebut seakan - akan menggambarkan tanggapan permasalahn yang terjadi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia yang diwakili oleh kartunis. Dalam mengungkapkan makna pesan gambar karikatur tersebut, peneliti menggunakan pendekatan Semiotik, yaitu studi mengenai tanda dan segala yang berhubungan dengan acuannya.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana makna karikatur pada Surat Kabar Kompas Edisi Rabu, 12 Januari 2011 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan karikatur pada Surat Kabar Kompas Edisi Rabu, 12 Januari 2011 dengan menggunakan pendekatan semiotika.

(22)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai karikatur pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan dapat menjadi pertimbangan atau masukan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik sehingga dapat memberi makna bagi para pembaca Surat Kabar Kompas mengenai makna dari karikatur.

(23)

15

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Surat Kabar

Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah surat kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai fungsi - fungsi komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria standard surat kabar.

Menurut Assegaf (1991: 140) surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita - berita, karangan - karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum. Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut Pareno (2005 : 24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :

1) Berita merupakan unsur utama yang dominan.

2) Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.

3) Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.

4) Umpan balik relatif lebih lamban.

5) Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.

(24)

   

6) Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel.

7) Ditentukan oleh jalur distribusi.

Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih prestise, menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di masyarakat. Bagi sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan tentang berbagai masalah publik yang seruis. Bagi sebagian yang lain, koran bukan untuk mencari informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian pembaca juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada pula yang menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan sehari - hari. (Rivers dan Peterson, 2003: 313)

2.1.2 Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006: 140)

(25)

17

 

   

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar - gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun, pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar - gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006: 40).

2.1.3 Karikatur Dalam Media Massa

Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio, televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang diampaikan sebuah gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang hangat di permukaan.

Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia

(26)

   

dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan Direct Speech (komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung). Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain - lain. Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung dipahami maupun diteliti seperti patung, monument dan simbol - simbol lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004: 49).

Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas, merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini. Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia memilih topik - topik isu yang tepat dan masih hangat.

2.1.4 Kritik Sosial

Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas, ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak tertulis baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan internet. Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah pentingnya, ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan berbagai informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi pendidikan nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed, 1999: 42).

(27)

19

 

   

Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya, sama saja dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial yang lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam konteks budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada budaya tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik sama statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran kritik itu sendiri.

Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan kata positif yaitu dukungan, usulan, atau saran, penyelidikan yang cermat. (Masoed, 1999: 36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford adalah “one who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu. Kritik awalnya dari bahasa Yunani (Kritike = pemisahan, Krinoo = memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan dalam bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil (Susanto, 1986: 7).

Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan

(28)

   

salah satu unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kriti sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed, 1999: 47).

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari menilai gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial konservatif, status quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik sosial dalam pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah orang atau kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana baru, suasana yang lebih bai dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan strutualis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan - kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya, sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial. (Susanto, 1986: 105).

Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai dari cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan - ungkapan

(29)

21

 

   

sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini hendaknya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam menanggapi kritik dari masyarakat, belum menjamin persoalan akan selesai, tetapi itu menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah. Perhatian inilah yang secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila masyarakat sudah diperhatikan aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa budi, sehingga apabila pemerintah mempunyai program kerja maka partispasi masyarakat akan muncul dengan sendirinya (Panuju, 1999: 49).

Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif karena ia mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk kembali ke kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama. Menurut Aris Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan - kelemahan pihak lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik sosial itu menjadi kabur (Masoed, 1999: 71).

Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan, masyarakat awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya “pihak sana” (out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum aparat pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan pemerintah. Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya

(30)

   

berarti melawan. Kritik itu mengandung muatan - muatan saling memberi arti. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999: 84).

Kritik - kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan budaya kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam mimik mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik kepada sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran kritik dihadapan publik, apalagi secara meluas.

Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini. (Ali, 1999: 194).

2.1.5 Kepolisian

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas - tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama - sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu - satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

(31)

23

 

   

Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan - satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Tanggal 29 September 1945 tentara sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesia pun terjadi dimana - mana.

Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar.alam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh

(32)

   

berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK. Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).

2.1.6 Kemiskinan

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negaranegara yang sedang berkembang, tetapi juga Negara -negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga - tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai

(33)

25

 

   

petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an, Amerika Serikat tercatat sebagai negara adidaya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara - negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang

(34)

   

rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga -lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian : kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum : pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural

(35)

27

 

   

berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkatkehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.

Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata - rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.

Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.

(36)

   

Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu.

Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.

2.1.7 Korupsi

Definisi korupsi (bahasa latin : corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

(37)

29

 

   

Definisi tentang korupsi dapat di pandang dari beberapa aspek, bergantung pada disiplin ilmu yang di pergunakan sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste dalam Suyatno, korupsi di difinisikan menjadi empat jenis. (Suyatno : 2005) :

1) Discretionery Corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat di terima oleh para anggota organisasi.

2) Illegal Coruption adalah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan, dan regulasi tertentu.

3) Mercenery Corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

4) Ideologi Corruption adalah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

Seperti telah dikemukakan bahwa kolusi dan nepotisme termasuk dalam kategori korupsi. Kedua istilah ini telah dipahami batasan pengertiannya menurut perundang - undangan yang berlaku. Akan tetapi berdasarkan telaah kepustakaan, secara umum diakui bahwa menemukan definisi kolusi dan nepotisme memang tidak mudah. Istilah kolusi juga tampaknya lebih merupakan istilah makro ekonomi atau ekonomi politik

(38)

   

ketimbang merupakan istilah hukum. Dawam Rahardjo menerjemahkan pengertian kolusi sebagai berikut : Kolusi adalah perjanjian antar perusahaan untuk bekerja sama, guna menghindari persaingan yang saling merusak. Cara untuk mencapai kerja sama itu sejak perjanjian yang sifatnya informal hingga yang rahasia atau sembunyi - sembunyi, mulai dari penggabungan informasi umpamanya, hingga pengaturan resmi dalam suatu organisasi kartel, dimana sanksi dikenakan bagi yang melanggar.

Menurut Dawam Rahardjo kolusi sebagai gejala dapat dikenali karena beberapa faktor yaitu (2006 : 19-30) :

1) Pertama, peranan pemerintah yang sangat kuat dalam pembangunan ekonomi maupun dalam mendorong perkembangan bisnis.

2) Kedua, tumbuhnya korporasi dan konglomerasi yang perkembangannya dan besarnya sangat mengesankan.

3) Ketiga, sedikitnya orang yang memperoleh kesempatan dan mampu mengembangkan usaha besar.

4) Keempat, nampaknya kerjasama antara pengusaha - pengusaha tertentu dengan penguasa.

5) Kelima, berkembangnya politik sebagai sumberdaya baru atau faktor produksi baru yang menentukan keberhasilan perusahaan. 2.1.8 Pendekatan Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar dari

(39)

31

 

   

studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika. Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana - mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda - tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia, sehingga Derrida (dalam kurniawan, 2008: 34), mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa. “there is nothing outside languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur,

(40)

   

komposisi, dan sebagainya. Tanda - tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti objek, manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal hal lainnya yang abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata, karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media atara perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa pada segitiga, estetis - simbolis - bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.

Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen antara lain:

1) Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam - macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam - macam makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubung dengan orang - orang yang menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai komunikasi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang - orang yang telah mempersiapkannya.

2) Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat

(41)

33

 

   

atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.

3) Budaya

Lingkungan dimana tanda atau kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.

2.1.9 Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004: 83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan teori Segitiga Makna (Triangel Meaning), menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (Sign atau Represetamen) selalu terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant (Sobur, 2004: 41).

(42)

   

Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008: 37).

Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi kategori yaitu : ikon, indeks, simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004: 42). Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut.

(43)

35

 

   

(Fiske dalam Sobur, 2001: 85)

Sign

Interpretant Object

Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce

Menurut Pierce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan semiotik model Charles S. Pierce, diperlukan adanya 3 unsur utama yang bisa digunakan sebagai model analisis, yaitu tanda, objek, dan interpretant.

Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

(44)

   

Icon

Index Simbol

Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce

2.1.10 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008: 27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004: 248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi”, (kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008: 47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti

(45)

37

 

   

misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah.”

Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata - kata melainkan pada manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata - kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan - pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004: 258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997: 123 - 125) sebagai berikut :

1) Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata - kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata - kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata - kata tersebut tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan

(46)

   

makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.

2) Makna berubah. Kata - kata relatif statis, banyak dari kata - kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata - kata ini dan berubah khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna.

3) Makna membutuhkan acuan, walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata. Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4) Penyingkiran berlebihan akun mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep - konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. 5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah

kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

(47)

39

 

   

Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks. Tetapi hanya sebagian saja dari makna - makna ini yang benar - benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003: 285 - 289).

2.2 Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda - beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda - beda dari setiap individu tersebut. Begitu juga penelitian yang memahami lambang dan tanda yang ada, dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, maka peneliti dalam memaknai kartun editorial Oom Pasikom melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambing berbentuk gambar dengan menggunakan teori sgitiga makna Pierce (triangle meaning) yang meliputi tanda, obyek, dan interpretan sehingga diperoleh hasil intrepetasi data mengenai kartun editorial Oom Pasikom tersebut.

Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak yang kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, dan symbol. Obyek disini adalah karikatur pada surat kabar Kompas

(48)

   

yang bertema “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” pada edisi Rabu, 12 Januari 2011. Setelah menganalisis kategori tanda tersebut, maka peneliti akan mengetahui makna gambar kartun editorial Oom Pasikom tersebut. Sistematika tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 : Bagan Kerangka Berpikir

Karikatur Pada

Pemaknaan dengan Pendekatan Semiotika Charles Sanders Pierce

1. Ikon

 Laki - laki memakai wig , memakai kacamata, dan memakai jaket bergambar timbangan keadilan dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana

 Laki - laki memakai seragam kepolisian dan topi dengan tangan juga dimasukkan ke saku celana sambil tersenyum

 Laki - laki botak dengan memakai kacamata dan memakai kemeja sambil melirik laki - laki yang memakai wig dan kacamata

 Satu keluarga miskin yang memiliki banyak anak dengan wajah memelas dan pakaian yang kotor

2. Indeks

 Tulisan “sekarang bukan banyak anak banyak rezeki, tapi banyak KKN banyak rezeki”

3. Simbol

 Gambar tikus, garis bulat, bintang, dan garis tidak beraturan.

 Gambar timbangan keadilan pada baju yang dikenakan oleh pria yamg memakai jaket dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana

 Mimik seorang laki - laki dengan mata melirik dan tangan dimasukan ke dalam saku jaket

 Mimik seorang laki - laki dengan mata terpejam , bibir tersenyum dan tangan dimasukan dalam saku celana

 Mimik seorang laki - laki dengan mata melirikdan menaikan alis sambil menolehkan kepalanya

 Mimik sebuah keluarga dengan wajah yang melas

Hasil Interpretan

(49)

41

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola - pola nilai yang dihadapi (Moeloeng, 2002: 33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004: 48).

Oleh karena itulah peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu

(50)

produksi media atau isi pesannya dikemas secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam penelitian ini, menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004: 15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi symbol - simbol dan tanda - tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif , dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan karikatur pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011.

3.2 Korpus

Korpus sebagai kumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Korpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur - unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Korpus itu juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni). (Kurniawan, 2001: 70).

Tetapi sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak

(51)

43

 

aspek dari sebuah pesan yang tidak ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu. (Arkoun: Setianingsih, 2003: 40).

Sedangkan Korpus pada penelitian ini adalah gambar karikatur pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011.

3.3 Unit Analisis

Untuk mempermudah interpretasi dari digunakan tiga hubungan dalam menyelami semiotik karikatur pada gambar karikatur pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011, yang menggambarkan laki - laki memakai wig, kacamata, dan jaket bergambar timbangan keadilan dengan tangan dimasukkan ke saku celana sambil melirik, lalu laki - laki memakai seragam kepolisian dan topi dengan tangan juga dimasukkan ke saku celan samnil tersenyum. Terdapat juga laki - laki botak dengan memakai kacamata dan kemeja sambil melirik laki - laki yang memakai wig dan kacamata beranggapan bahwa “SEKARANG BUKAN BANYAK ANAK BANYAK REZEKI, TAPI BANYAK KKN BANYAK REZEKI” dan satu keluarga miskin yang memiliki banyak anak dengan wajah memelas dan pakaian yang kotor. Dimana kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol).

(52)

3.3.1 Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. (Sobur, 2001: 41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri - ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila pada karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011 ditunjukkan dengan :

1) Laki - laki memakai wig, memakai kacamata, dan memakai jaket bergambar timbangan keadilan dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana.

2) Laki - laki memakai seragam kepolisian dan topi dengan tangan juga dimasukkan ke saku celana sambil tersenyum.

3) Laki - laki botak dengan memakai kacamata dan memakai kemeja sambil melirik laki - laki yang memakai wig dan kacamata.

4) Satu keluarga miskin yang memiliki banyak anak dengan wajah memelas dan pakaian yang kotor.

3.3.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004: 42), atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan

(53)

45

 

Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011 dengan tulisan, seperti “SEKARANG BUKAN BANYAK ANAK BANYAK REZEKI, TAPI BANYAK KKN BANYAK REZEKI”.

3.3.3 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda penanda dengan petandanya, bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004: 42). Pada karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011 ditunjukkan dengan gambar tikus, garis bulat, bintang, dan garis tidak beraturan.

Sehingga penempatan tanda - tanda dalam karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011 di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks, dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011 kepada para pembaca Surat Kabar Kompas sesuai dengan kebutuhan masing - masing.

(54)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melakukan pengamatan secara langsung pada karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui bahan studi kepustakaan, bahan - bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data - data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Peirce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran makna karikatur Surat Kabar Kompas “Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan Tambunan” edisi Rabu, 12 Januari 2011.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata - kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Peirce, yaitu sistem Tanda (sign) dalam karikatur yang dijadikan Korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Peirce terbagi dalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).

Gambar

gambar karikatur editorial pada Surat Kabar Kompas yang bertema
Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce
Gambar tikus, garis bulat, bintang, dan garis tidak beraturan.
Gambar itu disebut sebagai ikon dikarenakan gambar itu

Referensi

Dokumen terkait

public InsertSql(String table, Column[] columns, Object[] fields) @Override public String generate().. private String valuesList(Object[] fields, final Column[]

STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda Bila hendak mengganti jawaban, coretlah jawaban yang telah anda pilih dan silanglah jawaban yang baru.. Contoh SS

renakan suatu lokasi sejarah dengan bangunan-bangunan tua yang dilin- dungi dan dihuni oleh banyak pelaku usaha batik yang tidak hanya mela- kukan penjualan dan display barang,

Dalam penelitian Laporan Praktik Kerja Lapangan ini, penulis menggunakan data yang tepat dan akurat sebagai sumber informasi untuk mendukung penyajian laporan ini. Sumber

Penelitian yang penulis lakukan memiliki keterbatasan yaitu penelitian yang penulis lakukan hanya memakai tiga variabel saja diantara beberapa variabel makro ekonomi yang ada

Pada dasarnya dalam gaya kepemimpinan situasional, tingkat kematangan bawahan, baik dari sisi kemauannya maupun kemampuannya akan sangat menjadi pertimbangan pemimpin,

Apakah Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap Harga Saham. Apakah Kebijakan Dividen mampu memediasi pengaruh ROA

[r]