PROSIDING
TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Palembang, 11 - 12 November 2014
IKATAN PENELITI LINGKUNGAN BINAAN INDONESIA (IPLBI)
bekerjasama dengan
Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROSIDING
TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Palembang, 11 -12 November 2014 ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-XKetua Panitia, Temu Ilmiah IPBLI 2014
Wienty Triyuli, M.T.
Editor
H. Setyo Nugroho, Dr.
Ari Siswanto, Dr.
Widya Fransiska, Ph.D
Johannes Adiyanto, Dr.
© IPLBI 2014
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin
tertulis dari IPLBI
IKATAN PENELITI LINGKUNGAN BINAAN INDONESIA (IPLBI)
Jl. Puriasih VI no.3 Bandung 40292
Jawa Barat, Indonesia
Telp / Fax : 022 - 87522920
Email : temuilmiah@iplbi.or.id
bekerjasama dengan
Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jl. Raya Palembang Prabumulih Km,32, Indralaya
Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang Kode Pos 30139
Telp. ( 0711 ) 370178, 352870
KATA PENGANTAR
Pertemuan Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI)
telah berlangsung sejak tahun 2012. Jadi Temu Ilmiah 2014 merupakan
pertemuan ilmiah yang ke-3.
Tujuan pertemuan ilmiah ini adalah meningkatkan interaksi dan komunikasi
antara anggota yang dapat mendorong terjadinya kegiatan pengembangan,
akumulasi, penyebaran dan penerapan pengetahuan secara kolektif,
kolaboratif, multi-perspektif dan sinergis; sehingga pembangunan
lingkungan binaan di Indonesia dapat dilaksanakan lebih efisien dan efektif.
Pertemuan ke-3 dengan tema "Arsitektur Lahan Basah Tepian Sungai"
merupakan wujud kepedulian para peneliti terhadap tepian 'air' baik sungai
maupun lautan. Kawasan ini sebenarnya menjadi 'lahan garapan' yang
cukup luas di Indonesia ini. Dengan tema ini diharapkan para anggota
mendapatkan sebuah wacana bahwa tepian 'air' bukanlah sebuah
'pinggiran' yang cenderung termarjinalkan, tetapi merupakan potensi dan
kekayaan alam kita yang justru banyak dari masyarakat Indonesia 'berhuni'
di lahan seperti itu.
Diharapkan temu ilmiah IPLBI di tahun-tahun mendatang mampu
menunjukkan peran serta peneliti dalam masalah-masalah riil lingkungan
binaan di Indonesia ini dengan mengajukan penyelesain masalah-masalah
tersebut.
Bagi para pembaca prosiding ini, semoga buku kecil ini bermanfaat dan
semoga pembaca dapat mengambil nilai-nilai positif dari sejumlah makalah
yang sudah terkumpul dalam prosiding ini.
Editor
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
iiiDaftar Isi
ivPerencanaan dan Perancangan Arsitektur
Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan
Kebudayaan di Majalengka
Soepardi Harris, Atie Ernawati, Rita Laksmitasari
A-1
Peran Desain Fisik Spasial Hotel dalam Pembentukan Persepsi
Peruntukan dan Preferensi
Ardina Susanti, Hanson E. Kusuma
A-7
Preferensi Pasangan Berlibur Terhadap Jenis Penginapan dan
KeadaanInterior
Devi Hanurani S, Hanson E. Kusuma
A-13
Bentuk Dukungan Keluarga Pada Lansia Etnis Tionghoa Di Kota Bandung
Andri Dharma
A-19
Kepuasan Huni Dan Perubahan Hunian Pada Rumah Paska Bencana
Erupsi Merapi Kasus : Hunian Tetap Pagerjurang, Cangkringan, Sleman,
D.I. Yogyakarta
Maria Ariadne Dewi Wulansari
A-27
Kriteria Desain Alih Fungsi Huntara Menjadi Hunian Permanen Korban
Bencana Merapi. Studi Kasus : Desa Umbulharjo, Cangkringan,
Yogyakarta
Hibatullah Hindami N A, Tazkia Agung Fuadi, Dimas Rahmatullah,
Muhammad Kholif L W P
A-33
Penilaian Afektif terhadap Kualitas Ruang Studio Arsitektur Studi Kasus:
Ruang Studio Lantai 6 Gedung Arsitektur ITB
Ita Roihanah,Christy Vidiyanti,Nurfadhilah Aslim,Hibatullah Hindami
A-39
Persepsi Visual Audience pada Penataan Interior Auditorium
Studi Kasus: Auditorium Prof. Mattulada Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin
Definisi Kebetahan Dalam Ranah Arsitektur dan Lingkungan-Perilaku
Riska Amelia Rachman, Hanson E. Kusuma
A-53
Hubungan antara Motivasi Berbelanja dan Preferensi Shopping Mall di
Kota Bandung
Tri Widianti Natalia, Hanson E. Kusuma
A-59
Physical Milieu Ruang Komunal
Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali
Wanita Subadra Abioso
A-65
Kajian Ruang Liminal pada Konsep Teritori Pemukiman Adat Sunda
Cigugur melalui Analisis Ritual “Ngajayak”
Yunita Dwi A., Indah Widiastuti
A-70
Pengaruh status kepemilikan rumah tinggal terhadap persepsi kepuasan
berhuni keluarga muda
Rizki Fitria Madina, Rakhmi Nur’aeni, Prinka Victoria, Rahmawati, Hafshah
Salamah
A-80
Rencana Pengembangan Fasade Bangunan Kampus Unsri Bukit Besar
Palembang
Muhammad Fajri Romdhoni, Hendi Warlika Sedo Putra
A-84
Perencanaan dan Perancangan Kota
Kajian Bangunan Bersejarah Di Kota Malang Sebagai Pusaka Kota (Urban
Heritage) Pendekatan Persepsi Masyarakat
Lalu Mulyadi, Gaguk Sukowiyono
B-1
Pengaruh Revitalisasi Ruang Publik Tepian Air Terhadap Peningkatan
Ekonomi Masyarakat di Kawasan Pantai Losari Berdasarkan Perubahan
Fungsi Bangunan
Mukti Ali, S. Trisutomo, Isfa Sastrawati, Zulkifli, Saryanti Mustakin,
Vania Aprilia Lolo
B-7
Masjid Agung Demak Sebagai Pencitraan Kawasan Kota
Marwoto, Agus Maryono, Amat Rahmat
B-17
Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster
Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang
Koresponden antara Pilihan Ruang Publik dengan
KegiatanPengunjungnya di Kota Makassar
Nurhijrah, Hanson E. Kusuma
B-29
Penataan dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah Sebagai Destinasi
Wisata Kota Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe
Nova Purnama Lisa
B-35
Kriteria Taman Kota Sebagai Sistem Rona
Rully Besari Budiyanti
B-41
Kriteria Pengembangan Pembangunan Di Lahan Basah Riparian Dengan
Pendekatan Ekosistem
Maya Fitri Oktarini, Sugeng Triyadi
B-46
Citra tata ruang kawasan talang semut palembang
Zulfikri
B-52
Sejarah dan Teori Arsitektur/Kota
Model Proporsi Tipe Bangunan Arsitektur Tradisional Ponorogo
Gatot Adi Susilo, Sri Umniati, Yuni Setyo Pramono
C-1
Sistem Struktur Rumah Adat Barat Rattenggaro
Cindy F. Tanrim, Mellisa Stefani Y, Cynthia K, Wenny Stefanie, Jessica Wijaya L
C-7
Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar
Afifah Harisah
C-13
Rekonstruksi Arsitektur Kerajaan Majapahit dari Relief, Artefak dan Situs
Bersejarah
Tjahja Tribinuka
C-19
Fenomena Sakuren Komunitas Adat Ciptagelar
Sains dan Teknologi Bangunan
Pengaruh Rasio Pembebanan Aksial Terhadap Perilaku Elastis-Plastis
Rangka Perimeter Luar Sistem Struktur Tabung Dalam Tabung
Nasruddin, M.Yahya Siradjuddin,Wiwik Wahidah Osman,Abdul Mufti Radja
D-1
Anyaman Bambu Sebagai Tulangan Panel Beton Pracetak
Gustav Anandhita
D-7
Efektivitas Pencahayaan Alami pada Bangunan 2 Tingkat
dan Kaitannya dengan Kebutuhan Penghuni
Imaniar Sofia A
D-13
Efektifitas fasad selubung ganda dalam mengurangi beban panas pada
dinding luar bangunan
Rosady Mulyadi
D-19
Pengaruh Penggunaan Skylight & Sidelight pada Shopping Mall terhadap
Perilaku Manusia
Wenny Tanner K. T., Cindy Olivia L., Catherine Nathania, Anneke Debora K.
Lily Ekashandy
D-25
Perilaku sambungan komposit kayu-beton dengan Alat sambung sekrup
kunci terhadap beban lateral
Efa Suriani
D-31
Perumahan dan Permukiman
Model Rumah Representatif Bagi Nelayan Tradisional Di Wilayah Pesisir
Pantai Hutan Bakau (Mangrove) Halmahera Barat, Maluku Utara
Sherly Asriany, Muh.Tayeb M., Ridwan
E-1
Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan Perumusan Tatanan
Perumahan dan Permukiman Masyarakat Makassar
Syarif Beddu, Arifuddin Akil,Wiwik Wahidah Osman,Baharuddin Hamzah
E-7
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan Permukiman Studi
Kasus: Kampung Pelesiran, Tamansari, Bandung
Nurfadhilah Aslim, Ita Roihanah, Christy Vidiyanti, Hibatullah Hindami
E-13
Evaluasi Purna Huni Pada Ruang Terbuka Publik Di Perumahan Bukit
Sejahtera Palembang
Pengaruh Kepuasan Berhuni terhadap Keinginan Pindah pada Hunian
Sewa
Bunga Sakina, Hanson E. Kusuma E-27
Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian
Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal
Feni Kurniati, Hanson E. Kusuma
E-33
Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan
Sematang Borang Kota Palembang
Wienty Triyuly, Fuji Amalia.
E-39
Infrastruktur Wilayah dan Kota
Model Konservasi Sungai Mewek
Studi Kasus : Sungai Mewek Kelurahan Tasikmadu-Tunjungsekar Kota
Malang
Budi Fathony, Sudiro, Eding Iskak Imananto F-1
Sustainable Waterfront Develepmont Sebagai Strategi Penataan Kembali
Kawasan Bantaran Sungai. Studi Kasus: Bantaran Sungai Ciliwung
Segmen Kampung Melayu
Christy Vidiyanti F-7
Preferensi Mahasiswa terhadap Penggunaan Moda Transportasi ke
Kampus
Mariza S. Trianisari, Astri M. Ekasari, Hanson E. Kusuma F-12
Kategori Khusus Terkait Lingkungan Binaan
Staging Tourism and The Fate of Vernacular Houses in Kampung Naga,
Tasikmalaya – West Java
Muhammar Khamdevi
G-1
Fenomena Empiris Budaya Sanitasi Masyarakat Pesisir Sedati Dalam
Perspektif Grounded Theory
Suning, Wahyono Hadi, Eddy Setiadi Soedjono, Ali Masduqi
G-7
TEMU ILMIAH IPLBI 2014
KAJIAN BANGUNAN BERSEJARAH DI KOTA MALANG SEBAGAI
PUSAKA KOTA (URBAN HERITAGE) PENDEKATAN PERSEPSI
MASYARAKAT
Lalu Mulyadi(1), Gaguk Sukowiyono(2)
(1)Urban Desain, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang. (2)Arsitektur Lingkungan, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang.
Abstrak
Kota Malang adalah sangat kaya terhadap bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut perlu diketahui secara pasti untuk ditetapkan sebagai pusaka kota (urban heritage) dengan harapan kota Malang masih menunjukkan karakteristik dan identitasnya sebagai kota Kolonial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bangunan-bangunan bersejarah di kota Malang. Variabel penelitian yang digunakan adalah bangunan bersejarah. Sedangkan pengambilan data dilakukan melalui tiga metode yaitu kuesioner, interpretasi foto, dan wawancara serta menggunakan pendekatan persepsi masyarakat yang tinggal di kota Malang. Analisis yang dilakukan adalah analisis triangulasi artinya keseluruhan data yang telah dikumpulkan melalui tiga metode tersebut akan didiskusikan secara terpisah kemudian hasil diskusi oleh masing-masing metode akan dilakukan penggabungan atau didiskusikan kembali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan bersejarah yang berada di beberapa lokasi di kota Malang dapat ditetapkan sebagai pusaka kota (urban heritage).
Kata-kunci : Persepsi masyarakat, Pusaka kota, Bangunan bersejarah.
Pendahuluan
Pertumbuhan kota di Indonesia dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan didalam perkotaan seperti pertumbuhan penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dinamika kegiatan perekonomian, perkembangan jaringan komunikasi, transportasi dan lain sebagainya. Aspek-aspek tersebut tentunya akan membawa perubahan terhadap pemanfaatan lahan dan fungsi lingkungan diperkotaan, termasuk pula akan merubah karakteristik arsitektur kotanya. Perubahan-perubahan ini jika dibiarkan akan berakibat terhadap penurunan kualitas citra lingkungan diperkotaan tersebut, salah satu cara untuk melindungi atau mempertahankan karakteritik arsitektur kotanya adalah dengan mengetahui terlebih dahulu aset-aset di dalam perkotaan yang berupa artefak (bangunan-bangunan bersejarah) yang dapat dijadikan sebagai pusaka kota (urban heritage).
Di dalam konteks konservasi kota-kota bersejarah, penentuan bangunan bersejarah di dalam sebuah kota adalah sangat penting. Oleh karena itu kajian bangunan bersejarah di dalam kota sangat perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pelestarian/konservasi.
Konservasi dan pembangunan kota-kota bersejarah bukan merupakan hambatan terhadap kemajuan zaman, tetapi justru dapat mewujudkan lingkungan kota yang lebih harmonis antara bangunan yang lama dengan bangunan yang baru. Kota-kota bersejarah merupakan bukti warisan dari nenek moyang kita, namun bagaimanapun juga kota-kota bersejarah di Indonesia masih belum dapat diterima oleh semua pihak. Keadaan seperti ini dimungkinkan karena tahap apresiasi masyarakat yang sangat rendah terhadap kualitas sejarah, nilai kesejarahan dan budaya dibanding dengan aspek lainnya seperti ekonomi.
Kajian Bangunan Bersejarah di Kota Malang sebagai Pusaka Kota (Urban heritage) Pendekatan Persepsi Masyarakat
Permasalahan bangunan bersejarah diberbagai kota di Indonesia masih belum banyak diketahui karakter dan identitasnya. Oleh karena itu berawal dari belum banyak diketahuinya karakter dan identitas bangunan bersejarah, maka pemerintah daerah cenderung untuk menghancurkan beberapa bangunan bersejarah yang ada di kota tersebut, yang menurut pandangan ilmu arsitektur kota seharusnya bangunan bersejarah tersebut perlu dipertahankan agar kedepan kota-kota itu memiliki jati diri, sehingga masyarakat yang tinggal di sebuah kota tersebut merasa aman dan nyaman.
Berdasarkan dari uraian permasalahan diatas, maka dalam artikel ini penulis mengangkat sebuah rumusan masalah yaitu: Bangunan bersejarah manakah yang memiliki nilai kesejarahan dan berkarakteristik untuk dapat dijadikan sebagai pusaka kota (urban heritage) di kota Malang ?
Studi Pustaka
1. Bangunan Bersejarah
Adanya bangunan bersejarah tidak lepas dari pengaruh masa penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun di Indonesia termasuk kota Malang. Wikantyoso (2005) menyatakan bahwa kota-kota kolonial Belanda dapat tumbuh dan berkembang tidak lepas dari perubahan kebijakan pemerintah kolonial Belanda dari sentralistik dijadikan desentralistik. Pada tahun 1903 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Desentralisasi yang disusul dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1905, dengan surat keputusan pelaksanaan desentralisasi. Perubahan menjadikan gemeente-gemeente di berbagai wilayah kota terjadi pada saat itu, seperti Batavia (1905), Bandung (1906), Cirebon (1906), Pekalongan (1906), Tegal (1906), Semarang (1906), Magelang (1906), Kediri (1906), Blitar (1906), dan kota Malang (1914).
Bangunan-bangunan bersejarah di kota Malang seharusnya dapat dijadikan sebagai pusaka kota (urban heritage) yang perlu
dilindungi dan dipertahankan. Pemerintah telah menyebutkan melalui Undang-Undang Nomor 11 tentang Cagar Budaya tahun 2010 pasal 1 ayat 3 bahwa warisan budaya bersifat kebendaan berupa kawasan Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya, benda Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, dan situs Cagar Budaya baik yang berada di darat maupun di air perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapannya. Undang-undang ini juga memberikan pengertian tentang kawasan Cagar Budaya, dan bangunan Cagar Budaya. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Menurut Artin (2011) dalam Hayati (2014) kriteria yang dapat dijadikan sebagi benda Cagar Budaya adalah berusia 50 tahun atau lebih, memiliki masa gaya paling singkat 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
2. Heritage
UNESCO memberi definisi heritage yaitu sebagai warisan (budaya) masa lalu, apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang diteruskan kepada generasi mendatang. Pendek kata, heritage adalah sesuatu yang seharusnya diestafetkan dari generasi ke generasi, pada umumnya dikonotasikan mempunyai nilai sehingga patut dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya.
Menurut Robert Pickard (2001), dalam konvensi Granada, heritage dalam arsitektur terbagi menjadi 3 kelompok yaitu monumen, bangunan, dan sebuah kawasan lingkungan yang memiliki daya tarik dalam hal sejarah. Arsitektural, arkeologi, artistik, sosial dan teknologi. Sedangkan Idid (1996), heritage
memiliki nilai penting yang terkandung didalamnya dan harus dilestarikan karena keberadaannya menjadi salah satu elemen
Lalu Mulyadi
pendukung identitas suatu bangsa. Pengertian identitas itu sendiri adalah suatu bentuk lain yang terdapat pada citra atau image suatu tempat sehingga dapat menbedakan dengan tempat lainnya.
3. Pusaka
Pemahaman pusaka dalam dua dekade terakhir ini tidak hanya bertumpu pada artefak tunggal namun telah meluas pada pemahaman pusaka sebagai suatu saujana (cultural landscape) yang luas bahkan bisa lintas batas dan wilayah dan menyangkut persoalan pusaka alam dan budaya (Adhisakti,2008). Pada Tahun Pusaka Indonesia 2003 (tema: Merayakan Keanekaragaman), Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI) bekerjasama dengan International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mendeklarasikan Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Menurut Adhisakti (2008), piagam ini merupakan yang pertama kali dimiliki Indonesia dalam menyepakati etika dan moral pelestarian pusaka.
4. Persepsi
Teori persepsi termasuk dalam teori psikologis perilaku. Persepsi merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau kelompok (Mahmud, 1990).
Menurut Luthans (1991) persepsi meliputi suatu intensi yang sulit, dimana terdiri atas kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Persepsi lebih luas dan kompleks jika dibandingkan dengan penginderaan, dimana pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus dari lingkungan dipengaruhi oleh proses belajar dan pengolahan masa lalu.
Rapoport (1977) mendefinisikan persepsi dasar ialah mengumpulkan, merasai, dan memahami. Sementara Krupat (1985)
mendefinisikan persepsi sebagai cara untuk mendapatkan informasi melalui pengalaman sendiri. Sedangkan menurut Walmsley dan Lewis (1993), persepsi merupakan suatu proses mental seperti yang dinyatakan dalam buku
People and Environment. Canter (1977) juga mempunyai pendapat yang hampir sama dengan Krupart, Walmsley dan Lewis, di mana persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pemikiran. Namun demikian semua definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas menambahkan pemanfaatan panca indera (penglihatan) merupakan sebagian dari proses persepsi tersebut dan mereka juga melibatkan alam lingkungannya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses mengumpulkan, mendapatkan, dan menyimpan informasi yang diperoleh melalui panca indera mata sebagai alat pengamatannya serta kepekaan mereka terhadap alam lingkungan. Persepsi juga tergantung kepada rangsangan perasaan (sense) dan visual dengan demikian terdapat suatu ikatan yang kuat antara keduanya.
Metode Pengumpulan Data
1. Metode Kuesioner. Kuesioner ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui pendapat masyarakat. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan teknik sampel random pada seluruh masyarakat yang menempati Kota Malang. 2. Metode pengenalan bangunan melalui
interpretasi foto. Metode ini sangat populer dalam penelitian persepsi dan penelitian yang bersifat pengamatan secara visual. Sebanyak 30 orang responden yang diminta untuk melihat, mencermati, mengamati, dan memberikan komentar terhadap bangunan didalam foto yang telah disusun secara acak. Jika responden dapat mengenali bangunan yang terdapat didalam foto secara tepat, maka bangunan tersebut sangat jelas identitasnya didalam persepsi responden. Alasan yang diberikan oleh responden juga
Kajian Bangunan Bersejarah di Kota Malang sebagai Pusaka Kota (Urban heritage) Pendekatan Persepsi Masyarakat
dirasa sangat penting apabila mereka mengenali bangunan tersebut.
3. Metode Wawancara. Wawancara merupakan metode utama di dalam penelitian kualitatif. Dilakukan wawancara secara mendalam
(indep interview) terhadap 30 orang responden yang tinggal di kota Malang tentang persepsi mereka mengenai bangunan-bangunan bersejarah. Pertanyaan wawancara kepada 30 orang responden dititik beratkan pada bangunan yang memiliki nilai sejarah dan memiliki keunikan tersendiri dari segi arsitekturnya. Metode ini dapat memberikan informasi yang lebih jelas dan terperinci mengenai persepsi responden. Sebelum dianalisis sebaiknya dilakukan penulisan kembali guna menstrukturkan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh responden berupa tulisan dan rekaman, atau disebut dengan mentranskripkan pernyataan responden.
Metode Analisis Data
Keseluruhan data yang telah dikumpulkan melalui tiga metode diatas akan didiskusikan secara terpisah. Kesimpulan atau temuan dari hasil diskusi oleh masing-masing metode akan dilakukan penggabungan atau didiskusikan kembali melalui analisis yang disebut analisis triangulasi.
Analisis dan Interpretasi
1. Rumusan hasil kuesioner
Persepsi responden terhadap bangunan bersejarah di kota Malang adalah dari 330 orang responden yang diberikan pertanyaan kuisioner, 87% (288 orang) responden mengatakan bahwa kota Malang memiliki bangunan yang bernilai sejarah, sedangkan 13% (42 orang) saja yang menyatakan bahwa kota Malang tidak memiliki bangunan yang bernilai sejarah.
Tabel 1. Deskriptif pendapat masyarakat di
kota Malang
Apakah kota Malang memiliki bangunan
yang bernilai sejarah Jumlah Prosentase
Ya 288 87 Tidak 42 13
Total 330 100
Sumber: Kajian lapangan, 2013 Ringkasan dari hasil kuisioner yaitu:
Jika kita lihat prosentasi yang mengatakan ya, maka hal ini membuktikan bahwa di kota Malang sangat kaya akan bangunan bersejarah yang dapat dijadikan sebagai pusaka kota (urban heritage). Lihat tabel dan histogram pendapat responden tetang bangunan bersejarah diatas. Sebanyak 95% (315 orang) responden mengharapkan bahwa bangunan-bangunan bersejarah di kota Malang dapat dijadikan sebagai bangunan Cagar Budaya. 2. Rumusan hasil interpretasi foto.
Persepsi responden terhadap bangunan bersejarah di kota Malang adalah dari 33 (tigapuluh tiga) foto bangunan (arsitektur kota) Malang yang ditunjukkan kepada responden hampir semua responden mengetahui dan mengenali foto tersebut dengan kadar persepsi yang berbeda-beda. Persepsi masyarakat dengan kadar 60-100% mengetahui dan mengenali bangunan yaitu kantor balaikota Malang, kantor PLN, tempat ibadah seperti gereja Ijen, gereja Kayutangan, gereja depan alun-alun, dan masjid jamik kota Malang, Sekolah Menengah Pertama Frateran, Sekolah Menengah Atas Katolik Cor Jesu, hotel Pelangi, hotel Tugu, toko Oen, dan toko Avia.Sementara persepsi masyarakat yang mengetahui dan mengenali bangunan dengan kadar di bawah 60% rata-rata menyebutkan bangunan bersejarah yang telah dirubah bentuk tampilannya dari bentuk awalnya. Beberapa contoh persepsi masyarakat dengan kadar 60% ke atas ditunjukkan pada foto dibawah ini.
Lalu Mulyadi Kantor Balaikota Malang. Jumlah
responden 30 orang: responden yang mengenali foto ini adalah 30 orang (100%), responden yang tidak mengenali foto ini 0 orang (0%).
Kantor PLN. Jumlah responden 30 orang: responden yang mengenali foto ini adalah 28 orang (93%), responden yang tidak mengenali foto ini 2 orang (7%).
Toko Avia. Jumlah responden 30 orang. responden yang mengenali foto ini adalah 29 orang (97%), responden yang tidak mengenali foto ini 1 orang (3%).
Restoran Oen. Jumlah responden 30 orang. responden yang mengenali foto ini adalah 29 orang (97%), responden yang tidak mengenali foto ini 1 orang (3%).
Ringkasan hasil interpretasi foto yaitu:
Proses mengenali tempat yang dilakukan melalui interpretasi foto merupakan salah satu analisis psikologi untuk mendapatkan persepsi masyarakat terhadap karakteristik bangunan bersejarah di kota Malang. Hal tersebut telah memberikan inspirasi sehingga peneliti dapat menginterprestasikan temuan yang diperoleh. Kesimpulan sementara dari hasil penggunaan metode ini ialah bangunan bersejarah yang bentuk dan fasadenya unik, khas dan spesifik dapat memberikan ingatan yang kuat terhadap masyarakat yang tinggal di kota Malang. Penyelesaian elemen-elemen fasade bangunan kolonial yang memiliki nilai arsitektural merupakan faktor penentu didalam membentuk persepsi masyarakat.
3. Rumusan hasil wawancara
Pada penelitian ini dijelaskan terlebih dahulu teknik pengambilan data wawancara, sebelum
dilakukan pembahasan analisis wawancara. Teknik yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Teknik ini digunakan apabila peneliti telah mengetahui pasti informasi yang telah diperoleh. (Sugiyono, 2009: 138-140) Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan secara tertulis.
Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Agar masing-masing pewawancara memiliki keterampilan yang sama diperlukan training kepada calon pewawancara. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, pengumpulan data juga dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar peta kota Malang dan material lain yang dapat membantu kelancaran pelaksanaan wawancara.
Temuan hasil wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, artinya data-data hasil wawancara dengan beberapa orang responden dilakukan melalui rekaman, kemudian dilakukan analisis transkrip (ditulis kembali). Setelah dilakukan transkrip, rata-rata perhatian masyarakat lebih banyak pada aspek fisik bangunan dan aspek sejarah bangunan yaitu; aspek fisik, responden melihat elemen yang membentuk ruang. Elemen pembentuk ruang yang dimaksud oleh responden adalah elemen yang paling menonjol pada tampilan bangunan seperti pengolahan fasade dan proporsi bangunan. Dari hasil wawancara, beberapa responden menyatakan mengetahui dan mengingat bangunan bersejarah tersebut bukan saja dari aspek fisik namun ada juga dari aspek lain seperti nilai
Kajian Bangunan Bersejarah di Kota Malang sebagai Pusaka Kota (Urban heritage) Pendekatan Persepsi Masyarakat
kesejarahan dari bangunan tersebut, contoh bangunan balaikota Malang.
Menurut responden bangunan tersebut memiliki banyak kenangan salah satunya adalah ketika mereka remaja bangunan tersebut merupakan tempat rekreasi yang sangat indah, suasana nyaman dan bentuk bangunan-bangunan kolonial yang serasi di sekelilingnya, termasuk gedung balaikota ini. Pada bagian depan terdapat taman yang berbentuk bundar dengan air mancur dibagian tengah yang menyatukan bangunan disekelilingnya.
Ringkasan dari hasil wawancara yaitu:
Jika dicermati dari hasil wawancara baik secara tulisan maupun rekaman yang telah ditranskripkan, dapat diringkas bahwa banyak dari responden mengingat bangunan bersejarah di kota Malang karena: Pertama, kualitas disain yang menonjol dibandingkan dengan bangunan lainnya. Kedua, bentuk fasadenya yang unik, khas dan spesifik. Ketiga, suasana ruang yang terjadi dilingkungan tersebut. Keempat, nilai kesejarahan dari bangunan itu.
Kesimpulan
Berdasarkan pertanyaan yang telah dituliskan pada bagian pendahuluan yaitu bangunan bersejarah manakah yang memiliki nilai kesejarahan dan berkarakteristik untuk dapat dijadikan sebagai pusaka kota (urban heritage) di kota Malang?, maka jawabannya adalah bangunan kantor balaikota Malang, kantor PLN, kantor pos, kantor Bank Indonesia, kantor Kas Negara, tempat ibadah seperti Gereja Ijen, Gereja Kayutangan, gereja depan alun-alun, masjid Jamik kota Malang, Sekolah Kolese Santo Yusuf, SMP Frateran, SMK Cor Jesu, Hotel Pelangi, Hotel Tugu, Stasiun KA Malang, Restoran Oen, Toko Avia, beberapa rumah tinggal di jalan Ijen, dan gedung kembar yang terletak di perempatan jalan Semeru. Sedangkan alasan mengapa bengunan-bangunan ini harus dipertahankan: Pertama, kualitas desainnya bagus yaitu penyelesaian maju mundurnya elemen pembatas ruang atau
implementasi gelap terangnya bidang yang dapat diamati oleh masyarakat dan penggunaan bahan yang tepat. Kedua, bentuk fasade yang spesifik, unik dan khas yaitu konseptual, kehususan, istimewa, dan berbeda dengan bangunan lainnya. Ketiga, suasana dilingkungan bangunan seperti posisi bangunan terhadap jalan, dan suasana didalam tapak. Keempat, Nilai kesejarahan dari bangunan yaitu sudah berumur lebih dari 50 tahun. Kelima, peristiwa yang terjadi dan fungsi ketika bangunan tersebut didirikan.
Daftar Pustaka
Anonim. (2010). Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Pemerintah Republik Indonesia.
Adhisakti, Laretna T., (2008), Kepekaan, Selera dan Kreasi dalam Kelola Kota Pusaka, Makalah disampaikan dalam Temu Pusaka 2008 “Pelestarian Pusaka versus Pengembangan Ekonomi?” yang diselenggarakan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia, 23 Agustus 2008 di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Canter, D., (1977). The Psychology Of Place.
London: The Architecture Prees.
Hayati, Rafika. (2014). Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata warisan Budaya di Kota Makasar. Denpasar: Tesis S2 Universitas Udayana Bali.
Idid, Syed Zainol Abidin. (1996). Pemeliharaan Warisan Rupa banda, Kuala Lumpur: Badan Warisan Malaysia.
Krupat, E., (1985). People In Cities. The Urban Environment and Its Effects. New York: Combridge University Press.
Luthan, Fred. (1995). Organizational Behavior (7th edition). Singapore: Mc Graw Hill.
Mahmud, M. Dimyati. (1990). Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE.
Rapoport, Amos. (1977). Human Aspect Of Urban Form. New York: Pergamon Press. Robert Pickard. (2001), Policy and Law in
Heritage Conservation. London: Span Press. Sugiyono (2009), Metode Penelitian Kualitatif
Kuantitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Walmsley, J.D. & Lewis, G.J., (1993). People
And Environment (2nd edition). London.
Wikantiyoso, R., (2005). Paradigma Perencanaan dan Perancangan Kota. Malang: UPT Cetak FT UNMER.