Pidato
Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Farmakologi
pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga di Surabaya pada Hari Sabtu, Tanggal 22 September 2012
Oleh
ACHMAD BASORI
ASPEK CHIRALITY DI DALAM FARMAKOLOGI
SUATU TANTANGAN FARMAKOTERAPI
DI MASA DEPAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Buku ini khusus dicetak dan diperbanyak untuk acara Pengukuhan Guru Besar di Universitas Airlangga
Tanggal 22 September 2012
Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui
(Quran Surah Yaasin 36: 36)
Dan segala sesuatu yang kami ciptakan berpasang-pasang
(Quran Surah Adz-Dzaariyaat: 49)
”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”
(Quran Surah Az-Zumar: 9)
”Sesungguhnya yang takut kepada Allah
di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu”
(Quran Surah Al-Faathir: 28)
Kupersembahkan untuk:
Almarhum Orang Tuaku
Bismillahirrahmannirahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua
Yang terhormat,
Ketua, dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga, Ketua, Sekretaris, dan Para Ketua Komisi berserta Anggota Senat
Akademik Universitas Airlangga,
Rektor dan Para Wakil Rektor Universitas Airlangga,
Para Guru Besar Universitas Airlangga dan Guru Besar Tamu, Para Direktur di Lingkungan Universitas Airlangga,
Dekan Fakultas Kedokteran dan Para Dekan di Lingkungan Universitas Airlangga,
Para Ketua Lembaga di Lingkungan Universitas Airlangga,
Para Teman Sejawat dan segenap Civitas Academica Universitas Airlangga,
Seluruh Staf Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Dan Para Undangan sekalian.
Undangan dan Hadirin yang saya hormati,
Allah swt dan merupakan amanah yang harus terus dijalankan dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Mudah mudahan amanah yang telah diberikan Alllah swt ini bisa memajukan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Pada kesempatan ini sesuai dengan keilmuan saya, perkenankan saya menyampaikan pidato ilmiah yang berjudul:
ASPEK CHIRALITY DI DALAM FARMAKOLOGI SUATU TANTANGAN FARMAKOTERAPI
DI MASA DEPAN
Hadirin yang saya hormati,
Sebelum suatu obat memberikan efek terapi, ada 4 fase yang harus dilalui yaitu Fase Farmasetik, Fase Farmakokinetik, Fase Farmakodinamik, dan Fase Farmakoterapi. Fase Farmasetik meliputi proses desintegrasi bentuk sediaan dan disolusi obat ke dalam medium pengabsorpsian. Fase Farmakokinetik meliputi proses Absorpsi, Distribusi, Biotransformasi dan Eliminasi obat. Fase Farmakodinamik merupakan fase interaksi obat dengan reseptor di jaringan target. Interaksi antara obat dengan reseptor menghasilkan perubahan transduksi sinyal pada tingkat molekuler, seluler, organ dan jaringan. Fase Farmakoterapi merupakan fase transformasi dari efek farmakologi menjadi efek klinik (Gambar 1). Salah satu faktor yang sangat memengaruhi fase farmasetik, farmakokinetik, farmakodinamik, dan fase farmakoterapi obat adalah chirality. Adanya chirality ini menyebabkan perbedaan efek farmakologi, efek terapetik, efek samping dan efek toksik dari obat-obat chiral. Pada pidato pengukuhan ini saya mau mengupas aspek chirality di dalam farmakologi yang merupakan suatu tantangan farmakoterapi di masa mendatang.
berpotensi berakibat fatal. Misalnya, pemberian Obat Antithombotic racemat pada penderita pascapemasangan stent, dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya stent thromobosis.
Phases of Drug Activity
Desintegration and dissolution
Abs, Distrib, Metab, Elim
Drug–receptor
Therapeutic Effects
Side Effects Toxic Effects
PHARMACEUTICAL PHASE
Gambar 1. Pengaruh Chirality terhadap proses aktivitas obat
Tabel 1. Obat-obat Chiral dari berbagai kelompok terapetik
No Kelompok Obat Obat-obat
1 Antiarrhytmics Propafenon, Tocainide, Quinidine 2 Antibiotics Ofloxacin, Mosolactam
3 Antihrombotic Warfarin, Clopidogrel
4 ACE-inhibitor Captopril, Enalapril, Ramipril, Lisinopril, Benazepril, Fosinopril, Perindopril
5 Antihipertensi Sentral Methyldopa
6 Anesthetics Prilocaine, Ketamine, Pentobarbital 7 Antiemetics Ondansetron
8 Antihistamine Terfenadine, Loratadine
No Kelompok Obat Obat-obat
10 Antineoplastics Cyclophosphamide, Iphosphamide 11 Antimalarials Chloroquine, halofantrine, Mefloquine 12 Muscle relaxants Methocarbamol, Baclofen
13 NSAIDS Ibuprofen, Ketorolac 14 Beta - Blocker Propanolol, Metoprolol 15 Beta - Adrenergic
Agonist
Salbutamol, Terbutaline
16 Calcium Channel Blocker
Verapamil, Nimodipine, Amlodipine
17 Opiate Analgesic Methadone, Pentazocine
18 Proton Pump Inhibitor Omeprazole, pantoprazole, lanzoprazole
Diambil dari: Davies, NM and Teng XW (2004), Hutt, AJ (2006), Ngu Yen, LA., Hua He dan Huy, CP (2006), Liu, Y dan Hui, X (2011), King, M (2012)
KONSEP CHIRALITY OBAT
2
clockwise counter
clockwise
(rectus) (sinister)
view with substituent of lowest priority in back
1
2
4
3
C C
1
4
3
R
S
Gambar 3. Sistem penamaan molekul Chiral menurut cara Cahn-Inglod- Prelog (CIP)
nonsuperimposable mirror images
Gambar 2. Molekul enantiomer dari Obat Chiral yang bersifat ”not super imposable”
(Penghambat reseptor beta) mempunyai 2 atom C asimetrik, maka mempunyai 4 enantiomer yaitu: RR-Labetalol, SR-Labetalol, SS-Labetalol, RS-Labetalol. Proses perubahan enantiomer menuju racemat dikenal sebagai ”racemization”, dan perubahan bentuk antar enantiomer dikenal sebagai ”chiral inversion”. Perubahan ini bisa terjadi invitro dan invivo di dalam cairan tubuh. Sedangkan proses perubahan racemate menjadi senyawa enantiomer tunggal (single enantiomer) dikenal sebagai Chirality switch (USAN Program, 1999).
CHIRALITY DAN INTERAKSI OBAT - RESEPTOR
Gambar 4. Model interaksi antara enantiomer dengan reseptor biologik yang bersifat enantioselektif.
Chiral molecule
Chiral Molecule Chiral Molecule
CHIRALITY DAN FARMASETIK OBAT
Pada fase Farmasetik terjadi proses desintegrasi bentuk sediaan obat dan disolusi molekul obat menuju medium pengabsorpsian. Enantiomer tunggal mempunyai sifat fisika kimia berbeda dengan racemat, kelarutan, disolusi, kompaktibilitas dan stabilitas lebih baik dari pada racemat. Pada senyawa racemat terjadi kekuatan tarik menarik yang kuat antar molekul enantiomer sehingga akan memperlambat proses disolusi dan kelarutan. Di samping itu akan terjadi interaksi antara tiap enantiomer dengan bahan pembantu formulasi chiral (mis, turunan cellulose) membentuk senyawa diastereoisomer yang berbeda sifat fisika-kimia dan menyebabkan perbedaan pelepasan, disolusi, absorpsi dan bioavailabilitas obat chiral. Yang selanjutnya akan memengaruhi efek farmakologi dan efek terapetik pada penderita. Enantiomer tunggal lebih mudah teknik formulasinya, lebih mudah ditolerir, dan menghasilkan sediaan obat dengan efikasi sangat baik pada penderita, jika dibandingkan terhadap senyawa racemat.
CHIRALITY DAN FARMAKOKINETIK OBAT
pada proses farmakokinetik terjadi pada fase interaksi antara obat dengan molekul transporter, molekul anti transporter, protein plasma, protein jaringan dan cyt P450.
CHIRALITY DAN ABSORPSI OBAT DI DALAM TUBUH
Akibatnya kadar R-Talinolol dalam darah dan jumlah R-Talinolol dalam tubuh (AUC) jauh lebih tinggi dari S-Talinolol. Perbedaan absorpsi juga terjadi bila tiap enantiomer mempunyai efek yang berbeda terhadap pembuluh darah lokal. Misalnya, pemberian injeksi intradermal dari S-Bupivacaine (Lokal anestetik) memberikan efek yang lebih lama jika dibandingkan terhadap R-Bupivacaine, karena S-Bupivacaine mempunyai efek vasokonstriktor pada pembuluh darah, sedangkan R-Bupivacaine tidak mempunyai efek vasokonstriktor.
CHIRALITY DAN DISTRIBUSI OBAT DI DALAM TUBUH
Di dalam plasma ikatan yang paling kuat dan dominan adalah antara S-Propanolol dengan AGP. Sehingga di dalam plasma fraksi obat bebas dari R-Propanolol jauh lebih tinggi dari S-Propanolol. Akibatnya, efek penghambat reseptor beta dari R-Propanolol jauh lebih kuat dari S-Propanolol. Karena ikatan antara obat dengan protein plasma berbanding linier dengan banyaknya obat bebas yang difiltrasi di glomerulus, maka adanya enantioselektifitas ikatan antara obat chiral dengan HSA dan AGP, akan memengaruhi kliren obat, eliminasi obat, lama kerja obat dan efek terapi dari obat chiral. Distribusi enantioselektif juga terjadi pada proses interaksi antara obat chiral dengan molekul transporter pada proses distribusi menuju jaringan tubuh. Misalnya:
– Efek anti rheumatic dari S-Ibuprofen lebih poten dari R-Ibuprofen, karena S-Ibuprofen mengalami distribusi menuju cairan synovial lebih besar jika dibandingkan terhadap R-Ibuprofen,
– R-Baclofen (Anti spastisitas) mempunyai afinitas terhadap reseptor GABA-B = 100 kali lebih kuat dari pada S-Baclofen, karena R-Baclofen mengalami transport aktif menuju sawar darah – otak, sedangkan S-Baclofen tidak mengalami transport aktif dan tidak aktif,
– S-Leuvocorin mempunyai efek anti tumor, karena mengalami transport dan akumulasi di dalam jaringan sel tumor, sedangkan R-Leucovorin tidak aktif, karena tidak dapat menembus jaringan sel tumor
– Hanya bentuk L-Dopa (Antiparkinson) yang bisa menembus sawar darah–otak menuju jaringan syaraf dan dirubah menjadi Dopamine. Sedangkan D-Dopa tidak bisa menembus sawar darah-otak dan tidak aktif.
CHIRALITY DAN METABOLISME OBAT DI DALAM TUBUH
yang bersifat hidrofilik (larut air). Metabolisme obat chiral sebagian besar terjadi di hepar. Proses metabolisme obat dihepar terdiri dari fase I (fungsionalisasi) dan fase II (konyugasi). Fase I merupakan modifikasi struktur obat secara oksidasi, reduksi dan hidrolisa. Sebagian besar metabolisme obat pada fase I dilakukan oleh sistem enzim CYP450 menjadi metabolit. Fase II merupakan reaksi konyugasi obat atau metabolit dengan berbagai konyugat endogen (glukoronid, gluthation, sulfat, dll). Karena reaksi pada fase I dan fase II merupakan interaksi antara obat chiral dengan reseptor CYP450 dan enzim konyugat yang bersifat chiral, maka reaksi yang terjadi adalah bersifat enantioselektif dan ”chiral discrimination” (Tabel 2). Adanya SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dari gene
Di dalam tubuh S-Warfarin terutama dimetabolisme oleh CYP2C9. Sedangkan R-Warfarin dimetabolisme oleh CYP1A2 dan CYP3A4. Pemakaian kombinasi antara Warfarin dengan suatu induser atau inhibitor CYP2C9 hanya memengaruhi kadar S-Warfarin, tanpa berpengaruh pada R-Warfarin.
Tabel 2. Enantioselektivitas dari metabolisme obat chiral oleh CYP450 di hepar
Obat Jalur Metabolisme Enzim CYP450 Selektivitas
Disopyramide Mono-N-Dealkylation CYP3A3 S/R = 1.4 CYP3A4 S/R = 2.2 Fluoxetine N-Dealkylation CYP2C9 R/S = 5
CYP2D6 R/S = 1.3 Omeprazole Hydroxylation CYP2C19 R/S= 20
Sulfone formation CYP3A4 S/R = 10 5-O-demethylation CYP2C19 S/R = 11 Warfarin 7-hydroxylation CYP2C9 S >>> R
6-hydroxylation CYP1A2 R >>> S 8-hydroxylation CYP1A2 R >>> S 10-hydroxylation CyP3A4 R >>> S Clopidogrel Two step oxydation CYP2C19 S/R = 100
Diambil dari: Francotte, E and Lindner,W (2006), Liu, Y and Hui Gu, X (2006) Hutt, AJ (2006), Nerkar, GA (2011)
CHIRALITY DAN ELIMINASI OBAT DARI TUBUH
Ekskresi obat-obat chiral terutama terjadi melalui ginjal, hanya dalam jumlah kecil melalui air susu, keringat, udara pernapasan, dan saliva. Ekskresi lewat ginjal dapat terjadi melalui beberapa proses antara lain, filtrasi glomerulus, sekresi aktif dan pasif, serta reabsorpsi aktif. Filtrasi glomerulus merupakan suatu proses filtrasi sederhana dari bentuk obat dan metabolit yang tidak terikat protein plasma (unbound). Jumlah obat yang dieksresi melalui filtrasi tergantung pada aliran darah menuju ginjal. Meskipun proses ini bersifat non enantioselektif, tetapi enantiomer mempunyai kecepatan filtrasi yang berbeda, karena perbedaan afinitas terhadap ikatannya dengan protein plasma (HSA dan AGP). Proses reabsorpsi pasif di tubulus adalah merupakan proses reabsorpsi dari fraksi obat tak terionkan di dalam plasma yang mengikuti teori partisi dan tidak bersifat enantio selektif. Proses enantioselektif pada umumnya terjadi pada obat chiral yang mengalami sekresi aktif di tubulus proksimalis. Karena proses tersebut, merupakan proses interaksi enantioselektif antara obat chiral dengan makromolekul P-glycoprotein, multidrug resistance-associated protein, transporter anion, kation, dan senyawa netral. Misalnya, S-Oxprenolol mempunyai efek penghambat reseptor beta-1 di otot jantung = 30 × lebih poten dari R-Oxprenolol. Kliren ginjal dari R-Oxprenolol dan R-Oxprenolol-glucoronide jauh lebih besar dari S-Oxprenolol dan S-Oxprenolol-glucoronide, maka S-Oxprenolol mempunyai lama kerja yang lebih panjang dan intensitas penghambat reseptor beta-1 lebih poten dari R-Oxprenolol.
CHIRALITY DAN PARAMETER FARMAKOKINETIK
klinik, efikasi dan keamanan obat chiral. Parameter farmakokinetik ini menggambarkan proses di dalam sirkulasi (misalnya, systemic clearance, volume of distribution, elimination half life), di dalam sistem organ (misalnya, hepatic clearance, renal clearance), dan di dalam sistem makromolekuler (misalnya, Intrinsic metabolic clearane). Parameter farmakokinetik ini menggambarkan interaksi yang bersifat enantioselektif antara molekul chiral dengan makromolekul reseptor, enzim, dan molekul transporter yang bersifat chiral. Pada beberapa obat chiral, perbedaan parameter farmakokinetik di dalam sirkulasi tubuh tidak begitu terlihat, meskipun perbedaan parameter farmakokinetik pada tingkat organ atau makromolekul berbeda sangat bermakna. Misalnya Verapamil, rasio t½ dari enantiomer S/R = 1.2, rasio volume distribusi dari S/R = 2.34, rasio kliren S/R = 1.77. Akan tetapi rasio kliren metabolisme demetilasi dari S/R = 33. Dalam hal ini parameter kliren metabolisme demetilasi dari Verapamil merupakan indikator perbedaan efek terapi antara S-Verapamil dan R-Verapamil sebagai penghambat saluran ion Calcium.
farmakokinetik tiap enantiomer dari beberapa obat chiral dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Parameter Farmakokinetik dari beberapa enantiomer dari obat chiral
Diambil dari: Francotte, E and Lindner, W. (2006), Dong, H et al (2011)
CHIRALITY DAN FARMAKODINAMIK
dapat mencapai 100 sampai 1000 kali. Hal ini berarti satu enantiomer merupakan agonist dan menyebabkan efek farmakologi, sedangkan enantiomer lain merupakan antagonist,,tidak mengadakan ikatan dengan reseptor atau ikatannya sangat lemah sekali. Karena perbedaan afinitas dan aktivitas intrinsik dari tiap enantiomer dalam senyawa racemat, maka obat-obat chiral (racemat) mempunyai profil farmakologi sebagai berikut:
1. Obat chiral dengan satu enantiomer (eutomer) mempunyai efek teraputik yang utama, sedangkan enantiomer lainnya (distomer) tidak aktif. Dalam hal ini eutomer berikatan dengan reseptor obat, sedangkan distomer tidak berikatan atau sangat lemah sekali.
2. Obat chiral di mana satu enantiomer di dalam tubuh mengalami perubahan menjadi enantiomer lainnya (chiral inversion). Efek farmakologi terletak pada enantiomer kedua Dalam hal ini enantiomer pertama merupakan pro-drug, yaitu aktif hanya setelah mengalami perubahan di dalam tubuh.
3. Obat chiral yang mempunyai enantiomer dengan efek farmakologi yang berbeda satu sama lain. Satu enantiomer mempunyai efek farmakologi yang diharapkan, sedangkan enantiomer lainnya mempunyai efek farmakologi yang berbeda. Dalam hal ini enantiomer lain tersebut kemungkinan mengadakan ikatan dengan reseptor yang berbeda.
4. Obat chiral di mana satu enantiomer bersifat antagonisme terhadap terhadap reseptor bagi enantiomer lainnya.
ini mengikuti teori interaksi obat-reseptor yang berupa ”Three Point Interaction Model” atau teori ”key and lock hypotheses”. Dalam hal ini obat (Key) harus mempunyai sifat chirality yang sangat spesifik untuk mengadakan ikatan dengan reseptor (Lock). Ikatan antara obat dengan tempat ikatan di dalam molekul reseptor (binding site) adalah merupakan tahapan yang sangat penting (critical factor) untuk menyebabkan terjadinya sinyal transduksi, efek farmakologi dan efek terapi. Seperti telah diketahui bahwa 90% obat-obat yang beredar sampai saat ini adalah merupakan obat-obat dalam bentuk racemat yang terdiri dari campuran enantiomer (50% R dan 50% S) dengan efek farmakologi yang berbeda. Misalnya, Clopidogrel (Obat Anti Agregasi Platelet) merupakan molekul chiral. Di dalam satu molekul Clopidogrel terdiri dari enantiomer S-Clopidogrel dan R-Clopidogrel. Di mana S-Clopidogrel mempunyai afinitas dan aktivitas intrinsik terhadap reseptor P2Y12 pada permukaan platelet. Sedangkan R-Clopidogrel tidak mempunyai afinitas dan aktivitas intrisik terhadap reseptor P1Y12, sehingga tidak mempunyai efek anti agregasi platelet. Dalam hal ini molekul Clopidogrel merupakan molekul yang bersifat ”Jackel and Hyde Molecule”. Satu molekul merupakan molekul baik (good molecule) dan satu molekul merupakan molekul jelek (bad molecule). Begitu juga obat chiral lainnya yang bersifat racemat, maka tiap enantiomer dari racemat, dapat dipertimbangkan sebagai individu obat dengan efek farmakologi yang berbeda. Adanya kontaminasi dari enantiomer tidak aktif, enantiomer yang merupakan antagonist dan enantiomer toksik ini menyebabkan efikasi, potensi, toksisitas dan keamanan obat racemat akan berbeda dengan obat enantiomer tunggal (Single enantiomer). Perbedaan efek farmakologi dan efek toksik dari enantiomer obat chiral dapat dilihat pada tabel 4.
CHIRALITY DAN INTERAKSI OBAT-OBAT
Adanya interaksi obat-obat ini dapat meningkatkan dan menurunkan efek terapetik serta menyebabkan terjadinya efek samping dan efek toksik dari obat. Interaksi obat-obat dapat terjadi akibat interaksi antar enantiomer di dalam obat chiral dan antara enantiomer di dalam obat chiral dengan obat lain. Titik tangkap interaksi obat-obat dapat terjadi pada proses interaksi dengan molekul transporter di dalam fase absorpsi, ikatan dengan protein plasma, interaksi dengan enzim pemetabolisme obat (CYP450 dan konyugat endogen), dan interaksi dengan molekul transporter pada fase ekskresi lewat ginjal. Bagi obat chiral khususnya, adanya interaksi obat-obat ini dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar enantio aktif di dalam darah, yang berakibat menurunnya efikasi dan potensi obat, ataupun terjadinya efek samping dan efek toksis.
Tabel 4. Perbedaan Efek Farmakologi dan Efek toksik dari enantiomer beberapa obat chiral
No Klas Farmakologi Obat Chiral Efek Farmakologi
1 Bronchodilator Salbutamol R-(–)-Salbutamol: bronchodilator
S-(+)-Salbutamol: tidak aktif, pro-inflammatory,
meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada penderita asma
2 Ace-inhibitor Imidapril S-Imidapril: 1000.000× lebih poten dari R-Imidapril Captopril (S,S)-Captopril: 100× lebih
poten dari (R,R)-Captopril 3 Antiplatelet Clopidogrel S-Clopidogrel: aktif
R-Clopidogrelk: tidak aktif dan neurotoksik
4 Anti-urinary incontinence
No Klas Farmakologi Obat Chiral Efek Farmakologi
5 Antihistamine Sopromidine R-Sopromidine: Antagonist reseptor H2
S-Sopromidine: Agonist reseptor H2
6 NSAID Benoxaprofen R-Benoxaprofen: Aktif, tidak toksik
S-Benoxaprofen: Gagal ginjal dan hepar
7 Anesthetic Ketamine R-Ketamine: Aktif dan tidak toksik
S-Ketamine: Hallucinogenic, Agitation
8 Antituberculotic Ethambutol S,S-Ethambutol: efek anti Mycobacterium 500× lebih poten dari R,R-Ethambutol RR-Ethambutol: Tidak aktif, Optical neuritis dan Kebutaan permanen
9 Cardiotonic Dobutamine (+)-Dobutamine: agonist reseptor beta1 & beta2, antagonist alpha-1sangat 11 Antirheumatic Penicillamine S-Penicillamine: Antiarthritic
R-Penicillamine: Mutagenik 12 Anti Parkinson Dopa L-Dopa: Antiparkinson
D-Dopa: tidak aktif dan toksik
Diambil dari: Nguyen, LA et al (2006); Liu, Y dan Hui Gu, X (2011); Nerkar, GA (2011); Guang, Y and Hai, ZB (2011); Mitra, P and Chopra, P (2011); Qiang Lin, G et al (2011); Sunnic, V and Pharnham, MJ (2011)
S-Warfarin kekuatannya 4 kali dari R-Warfarin. R-Warfarin dimetabolisme hidroksilasi oleh CYP1A2, sedangkan S-Warfarin dimetabolisme oleh CYP2C9. Pemberian Warfarin bersama dengan Cimetidine (inhibitor CYP1A2) akan meningkatkan AUC dan t½ dari R-Warfarin. Cimetidine tidak memengaruhi metabolisme S-Warfarin. Sedangkan pemberian bersama dengan Sulfinpyrazone (inhibitor CYP2C9) akan meningkatkan AUC, t½ dan menghambat kliren dari S-Warfarin dan menyebabkan terjadinya efek samping hypoprothrombinemia. (...). Interaksi yang bersifat enantioselektif pada eskresi pada ginjal juga terjadi antara obat penghambat sekresi tubulus (Misalnya, Probenecide) dengan obat-obat chiral. Dalam hal interaksi antar enantiomer, maka pemberian suatu obat chiral yang bersifat racemat, dapat dianggap pemberian dua macam obat pada waktu bersamaan. Misalnya Ofloxacin (Antibiotik). S-Ofloxacin mempunyai aktivitas antimikroba dan R-ofloxacin tidak aktif. R-ofloxacin akan menurunkan kliran total dan kliren ginjal dari S-ofloxacin karena R-ofloxacin menghambat sekresi aktif dari S-ofloxacin pada sistem transport kation aktif di tubulus proksimalis (...). Adanya selektifitas di dalam proses sekresi aktif ini menyebabkan tiap enantiomer di dalam campuran racemat, mempunyai kecepatan ekskresi yang berbeda. Sebagai akibatnya, akan memengaruhi lama kerja obat, intensitas efek farmakologi, efek terapi,efek samping dan efek toksik. Interaksi antar enantiomer di dalam satu senyawa racemat ini dapat memberikan perubahan efek farmakologi dan efek tarapi yang sangat bermakna.
CHIRALITY, BIOAVAILABILITAS, DAN BIOEKIVALENSI
oleh obat generik. Depkes RI (1988) meluncurkan konsep obat generik (bermerk dan berlogo). Obat generik bermerk (obat branded) adalah obat dengan kandungan zat aktif yang sama dengan produk innovator, dengan catatan obat innovator telah habis masa patennya. 29 Maret 2005, Pedoman Uji BE dan Peraturan Kepala BPOM-RI, 18 Juli 2005 tentang tata laksana Uji Bioekivalensi, mewajibkan uji bioavailabilitas dan bioekivalensi terhadap obat copy yang beredar (obat generik, me-too drugs). Obat-obat generik yang dimaksud adalah yang bersifat ekivalensi farmasetik (mengandung jumlah dan jenis obat yang sama). Berbagai otoritas regulasi dan perijinan obat di seluruh dunia, misalnya FDA di Amerika, EMEA di Eropah telah memberikan panduan pengujian Bioavailabilitas obat yang diuraikan pada berbagai petunjuk uji Bioavailabilitas (Bioavailability Guideline).
Bioavailabilitas adalah kecepatan (rate) dan jumlah obat aktif yang menuju sirkulasi (AUC) setelah pemberian. Bila dua produk mempunyai bioavailabilitas yang sama, maka diharapkan memberikan ekivalen terapetik (Bioekivalen) pada penderita meskipun hal ini tentunya memerlukan uji klinik terlebih dahulu. Bagi obat-obat achiral, penentuan bioavailabilitas obat dengan pembanding bentuk sediaan obat ”innovator” merupakan pengujian rutin dan tidak memberikan banyak permasalahan. Akan tetapi bagi obat-obat chiral, maka hal ini sangatlah berbeda. Regulasi bioavailabilitas obat chiral pertama kali dilakukan oleh pemerintah Swedia pada tahun 1991, dengan memberikan ketentuan, antara lain:
– Bila tidak ada informasi atau tidak diketahui efek farmakologi masing-masing enantiomer, maka bioavailabilitas harus ditentukan untuk masing-masing enantiomer.
– Bila kedua enantiomer mempunyai efek farmakologi, maka bioavailabilitas harus berdasarkan kadar tiap enantiomer dalam darah.
– Bila efek satu enantiomer meningkatkan atau menurunkan efek farmakologi lainnya (mis, chiral inversion), maka bioavailabilitas harus diukur berdasarkan kadar kedua enantiomer dalam darah.
Prinsip ini yang digunakan sebagai pijakan oleh EMA (Europian Medicines Agency) (2001, 2006) dan FDA (2000, 2006) sebagai pedoman uji bioavailabilitas dan bioekivalensi obat-obat chiral. Menurut FDA (2006) dan EMA (2006), uji bioavailabilitas harus dikerjakan pada tiap enantiomer dengan menggunakan metode pengukuran kadar yang bersifat enantio-selektif, bila obat-obat chiral mempunyai karakteristik sebagai berikut:
– Tiap enantiomer berbeda sifat farmakodinamiknya – Tiap enantiomer berbeda sifat farmakokinetiknya
– Efikasi dan keamanan obat chiral terletak pada enantiomer minor – Proses absorpsi salah satu enantiomer bersifat non-linier.
metode stereo selektif, maka C max dari R-Ibuprofen lebih tinggi dari pada C max dari bentuk S-enantiomernya (Walker SE and Hardy BG, 1992). Hal ini disebabkan karena R-Ibuprofen diabsorpsi lebih cepat dari pada racematnya (Geisslinger et al, 1990). Begitu juga bioavailabilitas dan bioekivalensi dari dua produk Ketoprofen. Pengukuran non enantioselektif, menunjukkan harga C max dan AUC tidak berbeda satu sama lain. Akan tetapi pengukuran dengan metode enantio selektif, membuktikan bahwa harga C max dan AUC dari S-Ketoprofen lebih besar dari R-Ketaprofen (Valliapan et al, 2006). Oleh karenanya pada pengukuran bioekivalensi senyawa enantiomer tunggal, maka mutlak diperlukan metode pengukuran kadar obat secara enantioselektif. Pada saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai metode pengukuran kadar tiap enantiomer secara enantioselektif (a.l, chiral Liquid chromatography, chiral HLPLC, chiral gas Chromatography, chiral LC-MS, dan lain lain metode pengukuran chiral) (Beesly, TE and Scott, RPW, 1998; Kenneth B, and Marianna AB, 2006; Sinh SB, 2011). Sehingga hasil pengukuran bioekivalensi benar benar bersifat selektif, akurat dan presisi serta menggambarkan kadar enantiomer aktif di dalam tubuh, yang merupakan indikator kadar terapetik dalam darah dan efek terapetik pada penderita.
PERKEMBANGAN OBAT ENANTIOMER TUNGGAL (CHIRALITY SWITCH)
industri farmasi berupaya mengembangkan berbagai teknologi pemisahan senyawa racemat menjadi enantiomer tunggal yang mempunyai efek utama, dan tidak terkontaminasi oleh efek dari enantiomer toksik. Sejak tahun 1990 para ilmuwan telah berusaha mengembangkan teknologi sintesa chiral, metode identifikasi enantioselektif, dan teknik pemisahan senyawa chiral, yang memungkinkan pembentukan senyawa racemat menjadi senyawa enantiomer tunggal (Single Enantiomer Substance) atau oleh FDA dikenal sebagai NCE (New Chemical Entity). Pada tahun 2001, Sharpless, Noyori, dan Knowles memenangkan hadiah Nobel di bidang Kimia dengan menemukan metode sintesa asimetrik yang merubah senyawa racemat menjadi enantiomer tunggal. Sejak itu, terjadi perubahan besar-besaran di dalam bidang pengembangan obat-obat racemat menjadi enantiomer tunggal (Single enantiomer). Dengan disintesisnya senyawa enantiomer tunggal ini menyebabkan pengobatan pada penderita lebih spesifik dan dihindarkan terjadinya efek samping dan efek toksik pada pengobatan dengan obat-obat chiral dalam bentuk racemat. Proses perkembangan perubahan racemat menjadi enantiomer tunggal ini dikenal sebagai Chirality Switch. Bahkan banyak juga obat-obat chiral yang sebelumnya merupakan ”old racemate” dikembangkan lagi menjadi enantiomer tunggal. Dari segi efikasi dan keamanan obat, maka penggunaan senyawa enantiomer tunggal (Single Enantiomer) lebih menguntungkan dari pada racemat, karena berbagai alasan berikut: – Mempunyai kelarutan yang sangat baik di dalam air, sehingga
memudahkan formulasi intravena
– Lebih selektif terhadap reseptor, afinitas yang lebih besar terhadap receptor, meningkatnya potensi, dan meningkatnya indek terapetik obat
– Menurunnya efek samping dan efek toksik – Meningkatnya efek farmakologi
– Menurunnya pemakaian dosis
– Menurunnya kemungkinan terjadinya interaksi obat-obat – Menurunnya variabilitas obat antar individu
– Mempunyai profil farmakokinetik dan farmakodinamik kurang kompleks.
Berbagai Industri farmasi berlomba-lomba mengembangkan produk mereka yang sebelumnya merupakan senyawa racemat menjadi senyawa enantiomer tunggal. Di Amerika saja, selama 16 tahun terakhir, persentase obat enantiomer tunggal (NCE) yang dihasilkan dari racemat meningkat dari 44% pada tahun1992 menjadi 63% pada tahun 2008 (tabel 6). Analisis farmakoekonomik menunjukkan di seluruh dunia, bahwa dengan adanya obat enantiomer tunggal, penjualan obat enantiomer tunggal rata-rata mencapai 4,8 miliar dolar US pada tahun 1999 meningkat menjadi 14,9 miliar pada tahun 2009, dengan kenaikan rata rata penjualan tiap tahunnya mencapai 12%. Diprediksi pada tahun 2017, adanya perkembangan di bidang teknologi sintesa chiral, maka akan meningkatkan pemasaran produk chiral sebesar 5,1 triliun dolar Amerika. Sedangkan pada tahun 2020, diprediksi 95% dari produk chiral sudah merupakan produk enantiomer tunggal (Single Enantiomer). Hal ini menunjukkan suatu perkembangan ekonomi yang meningkat dari produksi, pemasaran dan penjualan obat-obat enantiomer tunggal. Perkembangan obat-obat enantiomer tunggal dimasa mendatang, disebabkan karena berbagai tuntutan hal antara lain:
– Meningkatnya kenyataan dan kepercayaan atas pentingnya memperbaiki profil terapetik dari obat-obat chiral
– Perkembangan aturan baru perijinan dari otoritas pemerintah (guide line of regulatory agency)
– Kemajuan teknologi chiral – Perkembangan Chirality Switch
and George LE, 2012; Mohan SJ et al, 2009; Peepliwala AK et al, 2010; Sunjic V and Pharnham MJ, 2011)
Tabel 5. Distribusi Obat jadi per tahun yang telah diijinkan oleh FDA untuk beredar selama tahun 1992–2008
Tahun Racemat (%) Single Enantiomer (%) Achiral (%)
1992 21 44 35
1993 16 45 39
1994 38 38 24
1995 21 46 33
1996 9 41 50
1997 24 30 46
1998 15 50 35
1999 19 50 31
2000 3 67 30
2001 0 72 28
2002 6 58 36
2003 0 76 24
2004 6 76 18
2005 5 63 32
2006 10 55 35
2007 5 68 27
2008 5 63 32
Diambil dari: Netkar, GA et al (2011), Qiang Lin, G et al (2011), Peepliwala et al
(2011), King, M (2012)
Tabel 6. Obat Chiral yang merupakan Enantiomer Tunggal
No Nama Obat Klas terapi
Status perijinan enantiomer
diterima
1 Clopidogrel Anti Agregasi Platelet
Perancis, USA
No Nama Obat Klas terapi
Status perijinan enantiomer
diterima
5 Levobupivacaine Lokal Anestetik UK 6 S – Ketamine Anestetik Umum Jerman 7 Esomeprazole Proton Pump
Inhibitor
UK, USA
8 R – Salbutamol Beta2-agonist USA
9 Cisatracurium NMBA UK, USA
10 Levocetirizine Anti H1 receptor UK 11 R, R-Methylphenidate ADHD USA 12 Escitalopram Antidepressant
(SSRI)
UK, USA
13 S – Amlodipine CCB India
14 Eszopiclone Antinarcoleptic USA 15 Arformoterol Beta2 agonist USA 16 Armodafinil Antinarcoleptic USA 17 Atrovastatine Antidyslipidemia USA 18 Simvastatine Antidyslipidemia USA 19 Sertraline Antidepressant USA 20 Fluticasone Corticosteroid USA 21 Montelukast Anti Leukotriene
receptor
USA
Nerkar, AG (2011)
Tabel 7. Produk enantiomer tunggal dengan nama paten yang berbeda dengan nama dagang produk racemat yang beredar di Amerika
No
Produk racemat Produk enantiomer tunggal
Obat Nama
dagang Obat Nama paten
1 Citalopram Celexa Escitalopram Lexapro 2 Omeprazole Prilosec Esomeprazole Nexium 3 Ketoprofen Actron,
Orudis
Dexketoprofen Trometamol
No
Produk racemat Produk enantiomer tunggal
Obat Nama
dagang Obat Nama paten
7 Zopiclone Lmovane Eszopiclone Lunesta 8 Cetirizine Zyrtec Levocetirizine Xyzal/Zuzal 9 Modafinil Provigil,
Alertec
Armodafinil Nuvigil
10 Amphetamine Benzedrine Dextroamphetamine Dexedrine 11 Bupivacaine Marcaine Levobuvicaine Chirocaine 12 Ofloxacin Floxin Levofloxacine Levaquine 13 Salbutamol Ventolin Levalbuterol Xopenex
Diambil dari: http://www.chemeurope.com/en/enclycopedia/Enantiomer.html; Netkar, GA et al (2011); Liu, Y dan Hui Gu, X (2011)
HARAPAN DIMASA MENDATANG
Hadirin yang saya muliakan,
Mengingat bahwa obat chiral adalah seperti mata uang dengan dua sisi, yaitu satu sisi enantiomer baik (good molecule) dan sisi lain adalah enantiomer jelek (bad molecule). Sehingga menurut para ilmuwan dan akademisi molekul chiral bagaikan Molecular Jekyll
and Hyde. Enantiomer baik akan memberikan efek farmakologi dan terapi seperti yang diharapkan. Sedangkan enantiomer jelek akan memberikan efek samping dan efek toksik.
obat enantiomer murni (single enantiomer). Oleh karenanya pada akhir pidato ini, saya mengemukakan berbagai pemikiran atau ide untuk diperhatikan baik oleh kalangan akademisi, profesi kesehatan, ataupun pihak industri farmasi. Berbagai pemikiran tersebut antara lain:
1. Informasi jumlah enantiomer di dalam molekul
Jumlah enantiomer di dalam molekul chiral tergantung banyaknya atom C asimetrik. Jumlah enantiomer ditunjukkan oleh rumus 2n. Bila jumlah atom C asymmeric hanya 1, maka
banyaknya enantiomer adalah hanya 2. Hal ini akan berbeda bagi Chymotrypsin, suatu enzim pencernaan di saluran cerna, yang mempunyai atom C asimetrik sebanyak 251 buah, maka diperkirakan mempunyai enantiomer maksimum sebanyak 2251.
Bayangkan, sedangkan Galaksi Bima Sakti kita diperkirakan hanya mempunyai 238 bintang.
Oleh karenanya informasi tentang aspek chirality ini adalah sangat penting sebagai pijakan di dalam memilih obat mana yang mempunyai enantiomer excess paling besar, efek farmakologi yang spesifik, efikasi maksimum, efek samping minimum, dan efek toksik minimum.
2. Pengukuran Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (BA-BE)
Karena BA-BE adalah merupakan indikator dari kecepatan dan jumlah obat aktif yang menuju sirkulasi sistemik, maka pengukuran kadar obat chiral dalam darah harus berdasarkan pengukuran kadar enantiomer aktif dengan metode enantioselektif. Pengukuran kadar obat total (dalam bentuk racemat) atau metabolit tidak aktif akan memberikan informasi yang salah dan bersifat bias.
3. Monitoring kadar terapetik obat dalam darah
presisi, serta menggambarkan efek farmakologi dan efek terapi. Bila pengukuran berdasarkan kadar obat total (enantiomer aktif dan enantiomer tidak aktif), maka hasil yang diperoleh bersifat bias, dan tidak benar.
4. Farmakoterapi dengan obat-obat chiral
Di dalam melakukan farmakoterapi dengan pemilihan obat-obat pada penyakit-penyakit yang bersifat ”life saving” (penyakit jantung dan stroke, tindakan intervensi koroner perkutan = PCI, TIA), pemilihan obat-obat Single Enantiomer adalah merupakan dasar pertimbangan utama yang perlu direkomendasikan untuk mencapai pengobatan rasional. Pemberian obat chiral racemat yang mengandung enantiomer yang tidak aktif dan bersifat toksik, dapat menyebabkan terjadinya efek samping dan efek toksik.
5. Konsep perijinan dan regulasi obat
Lembaga yang berwewenang (Pemerintah) atau lembaga lembaga yang berkaitan dengan pengujian bioavalaibilitas dan bioekivalensi obat, haruslah memberikan suatu perijinan dan regulasi yang bersifat khusus bagi obat-obat chiral, antara lain, kemurnian bahan obat chiral, sifat fisika kimia masing-masing enantiomer, komposisi eutomer dan distomer dari enantiomer di dalam senyawa racemat (rasio eutomer/distomer), jumlah enantio excess dari eutomer, apakah ada proses chiral inversion selama penyimpanan bahan dan obat dan lain-lainnya. Terutama bagi obat-obat chiral yang digunakan pada kondisi penyakit yang bersifat ”live saving”, misalnya obat-obat golongan Kardiovaskuler, Anti koagulan, Anti Platelet, Antibiotika, dan obat-obat yang digunakan dalam penanganan penyakit stroke, serta obat-obat yang digunakan pada tindakan Intervensi Koroner Perkutan (Percutaneous Copronary Intervention).
6. Informasi obat dalam kemasan
excess, rasio eutomer dan distomer, serta efek farmakologi, efek terapetik, efek samping, dan efek toksik dari masing-masing enantiomer, interaksi obat-obat dari tiap kandungan enantiomer bila senyawa berupa sediaan racemat. Informasi ini sangatlah berguna bagi para klinisi dan profesi kesehatan lainnya di dalam memilih bentuk sediaan obat bagi penderita, untuk tujuan pengobatan rasuional.
Berbagai saran di atas diharapkan menjadi pijakan pemikiran kita di dalam melakukan uji bioavailabilitas dan bioekivalensi, farmakoterapi yang bertujuan untuk melakukan pengobatan rasional ataupun tindakan terapi lainnya di dalam bidang farmakologi klinik. Karena tidak menutup kemungkinan, bahwa pengukuran kadar obat total dari obat chiral yang berbentuk racemat, yang selama ini banyak dilakukan baik oleh para akademisi, ilmuwan otorita institusi, yang berkaitan dengan moniting terapetik atau pengukuran BA-BE, adalah tidak menggambarkan kadar obat aktif dalam tubuh. Dan besarnya kadar obat total dalam darah bukan merupakan indikator terapetik yang tepat. Suatu monitoring terapetik, pengukuran BA-BE, dan pengaturan regimentasi dosis berdasarkan kadar obat total dalam darah akan menghasilkan hasil yang bersifat bias (positip palsu atau negatip palsu). Pengukuran seharusnya dilakukan pada kadar enantiomer aktif melalui cara pengukuran yang bersifat enantio selektif.
UNGKAPAN RASA SYUKUR DAN TERIMA KASIH
Hadirin yang saya hormati,
Saya bersujud di hadapanmu ya ALLAH yang AKBAR. Tanpa karunia-MU ya ALLAH, saya tidak berarti apa-apa.
Pada kesempatan ini perkenankan saya pertama kali mengucapkan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA yang telah menyetujui pengangkatan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Kepada yang terhormat Ketua Senat Akademik Universitas Airlangga Prof. Sam Suharto, dr., Sp.MK, Sekteraris Senat Akademik Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Nur Cholis Zaini, Apt. beserta seluruh Anggota Senat Akademik Universitas Airlangga, saya sampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk mengemban jabatan Guru Besar di Universitas Airlangga.
Kepada yang terhormat Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Fasich, Apt beserta para Wakil Rektor, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk diangkat menjadi Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Agung Pranoto, dr., M.Kes., Sp.PD., K-EMD., FINASIM, dan Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Dr. Muhammad Amin, dr., Sp.P(K)
serta para Wakil Dekan yang telah menyetujui pengusulan saya sebagai Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Kepada yang terhormat Prof. Marifin Husin, dr., MSc., Promotor yang telah membimbing saya mulai dari pendidikan Pascasarjana (S2) dan dan Doktor di Universitas Airlangga. Dari beliaulah saya mula mula mengenal Ilmu Kedokteran Dasar Farmakologi. Saya mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar besarnya atas bimbingannya selama ini.
Kepada yang terhormat Prof. Dr. Benyamin Chandra, dr., Sp.S(K), Co-promotor yang telah membimbing saya selama pendidikan Doktor di Universitas Airlangga. Dari beliau saya mengetahui pentingnya aplikasi Ilmu Dasar ke dalam Ilmu Klinik. Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingannya selama ini.
Kepada yang terhormat Prof. Dr. Achmad Syahrani, MS., Apt. sejawat saya, teman saya, yang selama ini banyak membantu dan memberikan dorongan moril terus-menerus kepada saya untuk mencapai Guru Besar di Universitas Airlangga. Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini.
Kepada yang terhormat Drs. Ahaditomo, Apt., MS, Anggota Komite Farmasi Nasional, sejawat saya, teman saya, yang selama ini banyak membantu dan memberikan dorongan moril terus-menerus kepada saya untuk mencapai Guru Besar di Universitas Airlangga. Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini.
Kepada yang terhormat, Ramadhani, dr., M.Kes Kepala Departemen Farmakologi yang lama, yang pertama kali menyetujui pengusulan saya untuk menjadi Guru Besar Ilmu Farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungannya dan kesediaannya.
K e p a d a t e m a n -t e m a n d i D e p a r t e m e n F a r m a k o l o g i ,
Sunarni Zakaria, dr., M.Kes., Sri Purwaningsing, dr., M.Kes., Machtuchah Rochmanti, dr., M.Kes., Danti Nur Indiastuti, dr., M.Kes., Yuani Setiawati, dr., M.Kes., Nurina Hasanatuludhhiyah, dr., Mohammad Fathul Qorib, dr., Sp.RM, dan Abdul Khairul Rizki Purba, dr., MS yang telah banyak memberikan semangat, solidaritas, dan dukungan kepada saya di dalam pengajuan Guru Besar, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada saudara saudara.
Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada bapak H. Mulyono Basuki S.Sos dan stafnya di Sub Bagian Keuangan dan SDM Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, yang selama ini banyak membantu saya di dalam proses pengusulan saya sebagai Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Kepada yang terhormat Guru-guru saya mulai SR Pacarkeling, SMP Negeri 1, dan SMA Negeri 4 Surabaya, hingga Perguruan Tinggi, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya, karena ketekunan beliau dalam mendidik saya inilah yang memungkinkan saya menjadi seperti sekarang.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengenang dengan rasa haru dan rasa terma kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua kandung saya Mochamad Safari (Alm), Sutika (Almh), serta kedua orang tua asuh saya Abdullah (Alm) dan Riamah
Demikian juga rasa terima kasih saya kepada kedua mertua saya H. Mas Djaelan (Alm) dan Hj. Djumaisyah yang telah memberikan dorongan moril serta doa dan restu kepada saya, sehingga saya bisa mencapai cita-cita sekarang. Kepada bapak mertua saya, diampuni segala dosa-dosanya dan diterima amalnya oleh ALLAH swt. Amin ya robbal alamin.
Kepada kakak kandung saya H. Mochamad Syafii dan istri, Mochamad Tohir dan istri, dan Siti Djulaika dan saudara ipar saya H. Faturachman dan istri, Ir. H. Suyitno Hidayat dan
istri, Fathur Rahem dan istri, Ir. H. Fathur Effendi dan istri, Ir. H. Fathur Yulianto dan istri, Ir. Arif Hidayat dan istri, saya ucapkan banyak terima kasih atas dukungannya yang telah diberikan kepada saya selama ini.
Kepada istri yang tercinta Siti Nurhastuty, beserta ketiga anak-anak saya Robby Nurhariansyah, dr., Rossi Nurfajariansyah, dr., dan Rocky Nurakbariansyah, S.Ked, yang selama ini dengan setia mendampingi suka dukanya hidup selama ini, mulai pendidikan Pascasarjana dan pendidikan Doktor sampai proses pengajuan Guru Besar, saya mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga.
Kepada anak menantu saya Erlin Hanifah Damayanti, dr.,
dan Feranti Meutia, dr. terima kasih atas perhatian yang kalian yang berikan kepada saya selama ini.
Saya ucapkan pula rasa terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh panitia pengukuhan Guru Besar yang dipimpin oleh saudara
Zunaidi Khatib, SSi, Apt, MS, PhD, begitu pula pada Tim Paduan Suara Universitas Airlangga serta kepada semua pihak yang telah membantu terselanggaranya upacara ini dengan baik.
Sebagai akhir kata kepada semua hadirin yang terhormat, terima kasih yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada hadirin, atas kesediaanya untuk meluangkan waktu dan kesabarannya dalam mengikuti acara pengukuhan ini, apabila terdapat kesalahan atau kurang berkenan di dalam penyampaian orasi serta tutur kata saya pada pengukuhan ini, saya memohon maaf sebesar-besarnya, semoga ALLAH swt selalu melimpahkan barokah, rakhmat dan hidayah-NYA bagi kita semua. Amin, amin, amin ya robbal alamin.
Wabillahi taufiq wal hidayah
DAFTAR PUSTAKA
1. Adeyeye, MC. Use of Chiral exipients in formulation of containing chiral drugs, In: Chirality in drug Design and Drug Development, edited by IK Reddy and R. Mehvar, Marcel Dekker, USA, 1–48, 2004.
2. Asean guideline. The conduct of Bioavailability and Bioequivalence, Final Draft, July, 2004.
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.3.1818 tentang Pedoman Uji Bioekivalensi, Jakarta 29 Maret 2005.
4. Bari, SB., et al. Impurity profile: Significance in Active Pharmaceutical Ingredient, Eurasian Journal of Analytical Chemistry Volume 2, Number 1, 2007.
5. Beesly, TE and Scott, RPW. Chiral Chromatography, 1st edition,
John Wiley and Son, England, 1998.
6. Brocks DR, Vakily, M and Mehvar, R. Stereospecific Pharmacokinetics and Pharmacodynamics: Selected Classes of Drugs, In: Chirality in Drug Design and Development, edited by Indra K.R and Reza Mehvar, 1st edition, Marcell Deker, NY,
USA, 2004.
7. Chernavkaya, NM et al. Origin of Biological Chirality, In: Progress in Biological Chirality, 1st edition, edited by G. Palyi, C.
Zucci and L. Caglioti, Elsevier, London, 2004: 257–260.
8. Davies, NM and Teng XW. Chiral Inversion, In: Chirality in Drug Design and Development, edited by Indra K.R and Reza Mehvar, 1th edition, Marcell Deker, NY, USA, 2004.
10. EMEA Guideline on the investigation of Bioequivalency, 2008. European Medicines Agency, GUIDELINE ON THE INVESTIGATION OF BIOEQUIVALENCE, London, 24 July 2008.
11. European Medicines Agency, Note for Guidance on the Investigation of Bioavailability and Bioequivalence, London, 26 July, 2001.
12. Food and Drug Administration. FDA”s Policy Statement for the Development of New Stereometric Drugs. US Food and Drug Administration (policy documents). Diambil dari: www.fda.gov/ cder/guidance/stereo.htm.
13. Flugel, RM. Chirality and Live, 1st edition, Springer Heidelberg
Dordrecht London, 2011.
14. Francotte, E and Lindner, W (Eds). Chirality in Drug Research, 1st edition WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim,
2006.
15. Food and Drug Administration, Bioavailability Guidline, 2006. Food and Drug Administration Center for Drug Evaluation and Research (CDER): Guidance for Industry Providing Clinical Evidence of Effectiveness for Human Drug and Biological Products, May 6th, 1998.
16. Geisslinger G, Schuster O, Stock KP et al. Pharmacokinetics of S(+) and R (–)-Ibuprofen in volunteers and first experience of S(+)-Ibuprofen in remathoid arthritis. Eur. J. Clin. Pharmacol 38: 493–497, 1990.
17. Guang Yang and Hai-Zhi Bu Toxicology of Chiral Drugs in Chiral Drugs, edited by Gou-Qiang Lin, QI-Dong You, Jie-Fei Cheng, A John Wiley & Sons, Inc. Publication, Hoboken, New Jersey, 361–400, 2011.
19. Gu, CH and Grant, DJW. Effects of Crystall Structure and Pysical Properties on the Release of Chiral Drugs, In: Chirality in Drug Design and Drug Development, edited by IK Reddy and R. Mehvar, Marcel Dekker, USA, 49–78, 1994.
20. Hutt, AJ. Drug Chirality and its Pharmacology Consequences, In: Introduction to the Principles of Drug Design and Action, 4th edition, Edited by Smith, HJ, Harwood Academic Publishers,
117–183, 2006.
21. Hutt, AJ and Valentova, J. The Chiral Switch: The Development of Single Enantiomer Drugs from Racemates, Acta Facultatis Pharmaceuticae Universitatis Comenianae, 7–23, 2003.
22. Indra K,R and Reza, M (Eds). Chirality in Drug Design and Development, 1st Edirion, Marcel Dekker, NY,USA, 2004.
23. Jayakrishnan, SS and George, LE. Chiral drugs as a matter of Specialization in Modern Medicine, International Journal of Reseach in Pharmacetical and Biomedical Science, Vol. 3(1) Jan–Mar p 3–5, 2012.
24. Jamali, F et al. Comparative Bioavailability of two Flurbiprofen products: Stereospecific versus Conventional approach, Biopharm. Drug. Dispos, 12: 435–455, 1991.
25. Karim, A., Madhu, C., and Cook, C. Bioequivalency determination of Racemic drug Formulation: Is Stereospecific Assay essential? In: Chirality in Drug Design and Development, edited by Indra K.R and Reza Mehvar, 1st edition, Marcell
Deker, NY, USA, 2004.
26. Kenneth B and Marianna AB. Chiral Analysis, Elsevier, Amsterdam, 2006.
27. King, Mike. 95% Pharmaceutical Drugs to Bechiral by 2020: www.Companiesandmarkets.com/News/Chemicals/95-of-pharmaceutical.
29. Liu,Y and Hui Gu, X. Pharmacology of Chiral Drugs, in: In Chiral Drugs, edited by Gou-Qiang Lin, QI-Dong You, Jie-Fei Cheng., A John Wiley & Sons, Inc. Publication, Hoboken, New Jersey, 323–346, 2011.
30. Mehvar, R and Brock, DR. Stereospecific of Pharmacokinetic and Pharmacodynamic of Cardiovascular Drugs, In: Chirality in Drug Design and Development, edited by Indra K.R and Reza Mehvar, 1st edition, Marcell Deker, NY, USA, 2004.
31. Medical Product Agency. Some Views from the Medical Product Agency of Documentation for Chiral Drugs. Uppsala: Registration Division, 1991.
32. Mitra, S and Chopra P. Chirality and Anaesthetic Drugs: A Review and an Update, Indian. J. Anaesth 55: 556–562, 2011. 33. Midha KK and McKay G. Bioequivalence: Its History, Practice,
and Future the AAPS Jouirnal Vol. II, No. 4, Desember, 664–670, 2009.
34. Mitra, P and Chopra, P. Chirality and Anaesthetic Drugs: A review and Update, Indian Journal of Anaesthesia, Vol. 55, Issue 6: Nov–Dec, 556–5, 2011.
35. Mohan, SJ. Chiral Interaction and Chiral Inversion – New to Challenges to Chiral Scientist, Pharmacie Globale (IJCP) 3 (01): 1–9, 2011.
36. Mohan SJ et al. Chirality and its Importance in Pharmaceutical Field-An Overview. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology Volume 1, Issue, January–March 309–316, 2009.
37. Nguyen, LA., Hua He, and Huy, CP. Chiral Drugs. An Overview, International Journal of Biomedical Science June Vol. 2 No. 2, 85–100, 2006.
38. Nerkar, GA et al. Chiral Switches: Review, Journal of Pharmacy Research, 4(4): 1300–1303, 2011.
40. Patel BK and Hutt, AJ. Setereoselectivity in Drug Action and Distribution: An Overview, In: Chirality in Drug Design and Development, edited by Indra K.R and Reza Mehvar, 1st edition,
Marcell Deker, NY, USA, 2004.
41. Peepliwala, AK, Bagadea, SB and Bondea, CG. A Review: Stereochemical and eudismic ratio in chiral drug development, J Biomed Sci and Res., Vol 2 (1), 29–45, 2010.
42. Qiang Lin, G., Ge Zhang, J, and Fei Cheng, J. Ch1. Overview of Chirality and Chiral Drugs, In Chiral Drugs, edited by Gou-Qiang Lin, QI-Dong You, Jie-Fei Cheng., A John Wiley & Sons, Inc. Publication, Hoboken, New Jersey, 3–28, 2011.
43. Rapposelli, S. Effects of stereochemistry in Medicinal and Drug Discovery, Current Topics in Medicinal Chemistry, Vol. 11, No. 7: 758–759, 2011.
44. Riehl, JP. Mirror Image Asymmetry, John Wiley Publication, New Jersey, USA, 2010.
45. Roden, DM. Mirror, Mirror on the Wall. Stereochemistry in Therapeutics Circulation Vol 89, No. 5, May, 2451–2453, 2011. 46. Singh Sekhon, B. Enantioseparation of Chiral Drugs – An
Overview, International Journal of PharmTech Research Vol. 2, No. 2, pp 1584–1594, April–June 2010.
47. Smith, SW. Chiral Toxicology: It’s the Same Thing Only Different, Toxicological Sciences 110 (1), 4–30, 2009.
48. Somagoni, JA et al. Chiral Interaction and Chiral inversion-New Challenges to Chiral Scientist, Pharmacie Globale (IJCP) Vol. 2, issue 3: 1–9, 2011.
49. Shimazawa, R et al. Present state of New Chiral Drug Development and Review in japan, Journal of Health Science, 54 (1) 23–29, 2008.
50. Sunjic, V and Pharnham, MJ. Signpost to Chiral Drugs, 1st
edition, Springer basel AG, 2011.
52. Strong, M. FDA Policy and Regulation of Stereoisomers: Paradigm Shift and the Future of Safer, More Effective Drugs, Food and Drug Law Journal, Vol. 54: 463–487, 1999.
53. Tomaszewski, J and Rumore, MM. Stereoisomeric Drugs: FDA’s Policy Statement and the Impact on Drug Development, Drug Development and Industrial Pharmacy 20(2): 119–139, 1994. 54. Tseng S, Pak G, Washenic, K et al. Rediscovering Thalidomide:
A Review of its Mechanism of Action, Side Effects, and Potential. J. Am. Acad. Dermatol. 35: 969–979, 1996.
55. US Adopted Names Program, 1999.
56. Valliapan et al. Ketoprofen Bioavailability, J. Apll. Biomed 4: 153–161, 2006.
RIWAYAT HIDUP
Nama : Prof. Dr. H. Achmad Basori, Apt., MS
NIP : 195004011978021001
Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya 1 April 1950
Agama : Islam
Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Pangkat/Golongan : Pembina Utama (IV/c) Jabatan Fungsional : Guru Besar
Status Perkawinan : Menikah Nama istri : Siti Nurhastuty
Nama Anak : 1. Robby Nurhariansyah, dr
2. Rossi Nurfajariansyah, dr
3. Rocky Nurakbariansyah, S.Ked
Nama Anak Menantu : 1. Erlin Hanafiah Damayanti, dr
2. Feranti Meutia, dr
Nama Cucu : 1. Tania Rosa Fidelia
2. Muhammad Archielo Kamara Dastansyah
Alamat Rumah : Jl. Kalikepiting 29A Surabaya
Telp./Faks. : 03171235679 (Rumah), 08123548267 (HP), 087852414222 (HP), 085730530555 (HP) Alamat e-mail : [email protected], [email protected].
RIWAYAT PENDIDIKAN
Pendidikan Dasar dan Menengah
1962 : Lulus Sekolah Rakyat Negeri Patjarkembang II Surabaya. 1965 : Lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I Surabaya. 1968 : Lulus Sekolah Menengah Atas Negeri IV Surabaya.
Pendidikan Tinggi
1976 : Lulus Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga 1986 : Lulus Magister Sain, dalam bidang Ilmu Kedokteran Dasar
Program Pascasarjana Universitas airlangga
1994 : Lulus Doktor dalam Bidang Ilmu Kedokteran Farmakologi, Program Doktor Universitas Airlangga (Promotor: Prof. Marifin Husin, dr., Co Promotor: Prof. Dr. Benyamin Chandra, dr., SP(K)., Predikat lulusan: Cum laude)
PELATIHAN
Dalam Negeri
1984 : International Course on Drug Evaluation, WHO SEARO - IUPHAR – IKAFI, Jakarta
1986 : Kursus Pharmacochemistry, 27 Mei, Fakultas Pascasarjana Unair, Surabaya
1989 : Kursus Farmakologi Prinsip Penapisan Obat, 4–9 September FK Unair, Surabaya
1989 : Kursus Terapan Analisis Farmakokinetika dengan Metode Komputerisasi, 23–24 Juni, FFUA, Surabaya
1991 : Semiloka Peran Therapeutic Drug Monitoring dalam Meningkatkan Keberhasilan Terapi Obat, FKUI, Jakarta 1992 : Semiloka Therapeutic Drug Monitoring, RSUD
Dr. Soetomo dan FK Unair
1994 : Semiloka Penyakit Degeneratif, Keganasan, dan Herediter, TKP–FK UNAIR, Surabaya
2004 : Applied Aproach, FK Unair, Surabaya
2007 : Pelatihan Pembimbingan Proposal Penelitian, FK Unair, Surabaya
2008 : Pelatihan Pembimbingan Penelitian Mahasiswa S-1, FK Unair, Surabaya
2009 : Semiloka Sistem Pembinaan Moralitas, FK Unair, Surabaya
2010 : Lokakakarya Redesign Kurikulum dan Penggantian Nama Program Pendidikan Magister IKD FK Unair, 1 September, 2010
2010 : Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Internasional, Program Doktor FK Unair, 9 Desember, Surabaya
2010 : Kursus TOT Asesor, Universitas Airlangga
Luar Negeri
1995 : Clerkship in Clinical Pharmacokinetics, Centre for Medical and Clinical Pharmacy Study, Universiti Sain Malaysia, Kota Bahru, Kelantan, Malaysia
1995 : Therapeutic Drug Monitoring Visit, National University Hospital, National University of Singapore, Singapore 1995 : Therapeutic Drug Monitoring Visit, Singapore General
Hospital, Singapore
1995 : Therapeutic Drug Monitoring Visit, Hospital Besar Kuala Lumpur, Malaysia
RIWAYAT JABATAN FUNGSIONAL
1979 : Asisten Ahli Madya 1980 : Asisten Ahli
1984 : Lektor Muda 1988 : Lektor Madya 2007 : Lektor
RIWAYAT PANGKAT DAN GOLONGAN
1978 : Calon Pegawai Negeri Sipil 1979 : Penata Muda (Gol. III/a)
1980 : Penata Muda Tinglkat I (Gol. III/b) 1984 : Penata (Gol. III/c)
1988 : Penata Tingkat I (Gol. III/d) 2007 : Pembina (Gol. IV/a)
2009 : Pembina Tingkat I (Gol. IV/b) 2012 : Pembina Utama Muda (Gol. IV/c)
RIWAYAT PEKERJAAN DAN JABATAN STRUKTURAL
1978–sekarang : Staf Pengajar di Departemen Farmakologi FK Unair
1985–sekarang : Mengajar Farmakologi Mahasiswa S1 Pendidikan Dokter FK Unair
1990–sekarang : Mengajar Farmakologi Mahasiswa S1 FF Unair 1994–2001 : Anggota Panitia Medik Farmasi dan Terapi 2000–2002 : Koordinator Farmakologi Pendidikan Dokter FK
Unair
2002–2010 : Koordinator Farmakologi FF Unair 2002–2010 : PJMK Farmakologi FF Unair
2006–sekarang : Membimbing Modul Proposal (S IV) dan Penelitian (S V) Mahasiswa S1 Pendidikan Dokter FK Unair
2006–sekarang : Membimbing, mengajar, dan menguji mahasiswa peserta program Doktor (S3) Unair dan FK Unair
2006–sekarang : Membimbing, mengajar, dan menguji mahasiswa peserta program S2 FK Unair
2007–sekarang : Mengajar Mahasiswa PPDGS FKG Unair
2008–2010 : Koordinator Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Departemen Farmakologi FK Unair 2009–sekarang : Anggota BPF Komisi 3 FK Unair
2010–sekarang : Mengajar Mahasiswa International Class School of Medicine, Airlangga University
2008–sekarang : Mengajar Mahasiswa PPDGS FKG Unair
2009–sekarang : PJMA Farmakologi Klinik MKDU-PPDS-1 FK Unair
2009–sekarang : Ketua Minat Program Studi S2 Farmakologi FK Unair
2011–2012 : Mengajar MKPD Program Doktor FK Unair
ORGANISASI PROFESIONAL
1. Anggota IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)
2. Anggota IKAFI (Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia)
PE M BICA R A PA DA KONGR ES I L M I A H T I NGK AT NASIONAL
1. Achmad Basori. Farmakokinetik Obat-obat Psikotropik, Formal Course pada Peserta PPDS Departemen Kedokteran Jiwa FK Unair, 24 September 1988
2. Achmad Basori. Farmakologi Histamin dan Obat-obat Antihistamin, Simposium Antihistamin Problematika dan Perkembangan Era Baru, Pendidikan Berkelanjutan Apoteker, 15 Juni 1996, Surabaya
3. Achmad Basori, Epilepsi ditinjau dari Bedah Saraf. Simposium Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Imu Bedah Saraf, FK-UNAIR, 26 Oktober 1996, Surabaya
5. Achmad Basori. Aspek Farmakologi dari Obat-obat Psikotropika, Pendidikan Berkelanjutan ISFI Cabang Sidoarjo, 2 November, Sidoarjo
6. Achmad Basori. Prinsip Dasar Toksikologi, Tinjauan Aspek Toksikokinetik dan Toksikodinamik, Basic Course of Toxicity Studies, FK-UNAIR 4 Maret 2000, Surabaya
7. Achmad Basori. Farmakologi Kortikosteroid dan Antagonis Kortikosteroid, Pendidikan Berkelanjutan XX : Pelayanan Kortikosteroid Topikal Kulit, 24 Agustus 2002, Surabaya
8. Achmad Basori. Patobiologi of Epileptogenesis: Suatu Tinjauan Aspek Neurofarmakologi. Kongres Nasional I: Perhimpunan Patobiologi Indonesia, 10–12 November, 2000
9. Achmad Basori. Patobiologi Epileptogenesis Dan Mekanisme Seluler Obat Antiseizure. Suatu Kajian Aspek Neurofarmakologi.
Kursus Penyegaran Farmakoterapi, Fakultas Farmasi Unair, 29 November 2000, Surabaya
10. Achmad Basori. Farmakologi Clopidogrel, Obat Antiplatelet baru untuk Pencegahan Stroke, Simposium: New Paradigm Secondary Prevention of Stroke and Other Atherothrombotic Events, 22 Februari, PERDOSSI Jawa Timur Hotel Westin, Surtabaya, 2003
11. Achmad Basori. Farmakologi Obat-obat Aphrodisiac, Symposium of Aphrodisiac and Sexual Function, 8 Agustus 2005, Surabaya 12. Achmad Basori. Clopidogrel, Obat Anti Platelet Baru Untuk
pencegahan Stroke, Joint Scientific Meeting on Neurology Continuing Medical Education and Pain, PERDOSSI – INDONESIAN PAIN SOCIETY, 28–31 Mei, Surabaya, 2009 13. Achmad Basori. The Difference Between Clopidogrel Form I and
Form 2, Biennial Meeting, KONAS PERDOSSI ke-V, 16 Juli 2009, Marriot Hotel Medan
14. Achmad Basori. The Different Among Clopidogrel Form 1 and Form 2: From Pharmacology Perspective to Clinical Practice,
of Heart Failure, PERKI Sumatra Selatan, 7–8 Agustus 2009, Palembang
15. Achmad Basori. Meneliti Keunikan Clopidogrel Form 1 dan Form 2, Keunikan Obat Clopidogrel, Clargine dan Tantangan Pekerjaan Kefarmasian, Seminar Profesi Apoteker ISFI Jakarta Pusat, 7 November 2009, Jakarta
16. Achmad Basori. The difference between Clopidogrel Form I and Form 2, Ceramah Klinik ke-7 PERDOSSI Cabang Semarang, 6 Februari 2010, Semarang
17. Achmad Basori. Learning from FDA/EMEA: Is it BA/BE Data enough for High Risk Disease? Conprehensip in Coronary Artery Disease: The latest Progress, Cardiology Update 2010, PERKI, 6–7 March 2010, Surabaya
18. Achmad Basori. Different between Clopidogrel Form 1 and Form 2: Is it BA/BE data enough for high risk disease? INDONESIAN STROKE SOCIETY (INA - SS) – PERDOSSI 13 Maret, 2010, Jakarta
19. Achmad Basori. Not All Clopidogrel are the same. Why?
Simposium HISFARSI Jawa Timur, 14 April 2010, RSAL Dr. Ramelan, Surabaya
20. Achmad Basori, Not All Clopidogrel is the same. Why?
Management of Cardiovascular Disease: Now and Beyond, PKB Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler ke-XII, PERKI, Sheraton Hotel, 12–13 Juni 2010, Surabaya
21. Achmad Basori. The Different between Clopidogrel Form 1 and Form 2: The 10th Symposium on Clinical Cardiology and ECG
Course 2010, RS Harapan Kita, PB PERKI, 17–18 Juli, 2010, Jakarta
23. Achmad Basori. Clopidogrel Form I and Form II From Pharmacological Perspective to Clinical Application THE 3rd
Indonesian Echocardiography Meeting, 2 Juli 2011, PERKI Jakarta Pusat, Hotel Santika, Jakarta
24. Achmad Basori. Clopidogrel Inovator (Plavix) dan Clopidopgrel generic. Tidak semua Clopidopgrel adalah sama, mengapa?
Pertemuan PAFI Kabupaten Lamongan, 23 September 2011, RS. Muhamadiah, Lamongan
25. Achmad Basori. Hot News on Clopidogrel: The 2nd Pekan
Baru Cardiology Update, PERKI Pekan Baru, Pangeran Hotel, 1–2 Oktober 2011 Pekan Baru
26. Achmad Basori. Antithrombotik Pada Stroke Thrombotik. Symposium dan Workshop Manajemen Stroke, PERDOSSI Banjarmasin, 7 April 2012, Banjarmasin
27. Achmad Basori. CYP2C19 Genotype: Platelet Function and Cardiovascular Events. 2nd Symcard 2012. Cardiovascular
Continum, Pangeran Beach Hotel, PERKI Sumatra Barat 12–13 Mei 2012, Padang
28. Achmad Basori. CYP2C19 Genotype: Platelet Function and Cardiovascular Events, 4th Continuing Education, Basic
Clinical Aproach in Cardiovascular Management, PERKI, Hotel Shangrila, Surabaya, 22–24 Juni, 2012
29. Achmad Basori. CYP2C19 Genotype: Clopidogrel, Platelet Function and Cardiovascular Events, Semarang Cardiology Update, Acute Coronary Syndrome. From Prevention to Intervention, PERKI Jawa Tengah, Patra Semarang Convention Hotel, Semarang, 29 Juni–1 Juli 2012
31. Achmad Basori. CYP2C19 Genotype: Clopidogrel, Platelet Function and Cardiovascular Events, Palembang Cardiology Update VI, 6–7 Juli 2012, PERKI Sumatra Selatan, Hotel Aston, Palembang
PEMBICARA PADA ROUND TABLE DISCUSSION (RTD)
1. Achmad Basori. Antithrombotic, RTD PERKI Cabang Malang, 13 September 2009, MALANG
2. Achmad Basori. Clopidogrel: is it BA-BE Enough for Hights Risk Disease, 10 Oktober, 2009, RTD PERKI Jakarta Pusat, Jakarta Pusat
3. Achmad Basori. Not All Clopidogrel are the same, RTD Forum Neurologist RSCM, Rumah Sakit Harapan Kita 17 Oktober, 2009, Jakarta
4. Achmad Basori. Clopidogrel Form I dan Form II Round Table Discussion, Pertemuan Dokter Umum dan Dokter Ahli Kardiologi, Hotel Acasia 13 November, 2010, Jakarta
5. Achmad Basori. RTD Departemen Neurologi RS. Dr. Soetomo, Desember 2009
6. Achmad Basori. RTD Departemen Kardiologi RS Dr. Soetomo 2010
7. Achmad Basori. Antithrombotic Drug: RTD PERDOSSI Malang, Departemen Neurology, RS. Saiful Anwar FK Unibraw, 1 Juli, 2011, Malang
PENGALAMAN PENELITIAN
1997 : RISBIN IPTEKDOK I – BALITBANGKES: Studi Farmakologi Eksperimental dari Ligustrosid sebagai Obat Antiepilepsi
1998 : ILMU PENGETAHUAN DASAR – DITBINLITABMAS DIRJEN DIKTI: Studi Potensi dan Mekanisme Antiseizure dari Ligustroside, 1999
1999 : RUT VII tahun 1–BPPT: Isolasi dan Identifikasi efek antiseizure, mekanisme antiseizure, efek nurotoksisitas dari glikosida Ligustroside dalam kaitannya sebagai Obat Antiepilepsi, 2000
2000 : RUT VII tahun 2 – BPPT: Isolasi dan Identifikasi efek antiseizure, mekanisme antiseizure, serta efek neurotoksisitas dari glikosida Ligustroside dalam kaitannya sebagai Obat Antiepilepsi
2003 : PROYEK PENINGKATAN PENELITIAN PENDIDIKAN TINGGI–DITBINLITABMAS DIRJEN DIKTI: Identifikasi efek depresan SSP, efek antiseizuire, mekanisme antiseizure, serta efek neurotoksisitas dari Ekstrak Fraxinus Griffithii Clarke Pohon Orang Aring
2007 : MRU – FK UNAIR: Uji Potensi Infusum daun Kopi (Coffea Robusta Lindl ex de wild). Sebagai agen hipoglikemik pada Mencit diabetik yang diinduksi Aloxan
KARYA ILMIAH HASIL PENELITIAN YANG DIPUBLIKASI
1. Idayani, Damayanti, Ika dan Basori, A. A Preliminary Study of MSG on Induced Metabolism of the Liver in Mice and Rabbit,
12th Asian Congress of PHARMACEUTICAL SCIENCES,
September 12–16, 1988, Bali – Indonesia
2. Idayani, Basori, A, Swandito, Max. Uji Penapisan Mekanisme Kerja Hipoglikemik dari Infus daun Mengkudi (Morinda Citrifolia, Linn) pada Kelinci, Simposium Penelitian Tumbuhan Obat ke-VII Dan Muktamar PERHIPBA V, 4–5 November 1992, Ujung Pandang
Asian Conference on Clinical Pharmacology and Therapeutic, 31 October–4 November 1993, Yogyakarta
4. Achmad Basori. Isolation and Pharmacodynamic Screening of Ligustroside Isolated from Fraxinus graffithii, Folia Medica Indonesiana 4: Okt–Des, 1999
5. Suprapti, B dan Basori, A. The use of Non-Parametric Expectation Maximization (NPEM) Model for Population Pharmacokinetic Modeling of Gentamycin in Geriatric Urologic Surgery Patient
Folia Medica Indonesiana Juli-September, 3, 1999
6. Alfiah, H dan Basori, A. Effects of Amphetamine on Sperm Morphology Rattus Norvegicus, Folia Medica Indonesiana Juli– September, 3, 1999
7. Alfiah, H. dan Basori, A. The effects of Amphetamine on the ultrastructure of the rat leydig cell, Folia Medica Indonesiana Oct–Des, 4, 2000
8. Achmad Basori. Pharmacodynamic studies of central nervous System Depressan Effects of Ligustrosid (A CNS Active Substance) Isolated from Fraxinus Griffthii Clarke, Folia Medica Indonesia Jan–March, 2000
9. Achmad Basori. Pharmacodynamic Identification of Anti Seizure of Ligustrosid Glycoside Isolated from Fraxinus Griffithii Clarke on Mice, Folia Medica Indonesiana July–Sept, 3, 2004
10. Achmad Basori. Identifikasi Efek Depresan SSP dari Ekstrak Fraxinus Griffithii Clarke, Majalah Farmasi Airlangga Vol. 4 No. 1, April 2004
11. Siswandono dan Basori, A. Uji Aktivitas Antikejang Turunan Benzoil Urea terhadap Mencit, Majalah Farmasi Airlangga, Vol. 4, No. 2, Mei 2004
12. Achmad Basori. Identifikasi Efek Antiseizure dari Ekstrak Fraxinus Griffithii Clarke, Majalah Farmasi Airlangga Vol. 4 No. 1, April 2004