• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kecerdasan Majemuk terhadap Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro Tahun 2016 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Kecerdasan Majemuk terhadap Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro Tahun 2016 - Test Repository"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP

KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-

QUR’AN

SANTRI TAHFIDZ

PONDOK PESANTREN EDI MANCORO

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

WAHYU RAHMA ZULAEHA

111-12-085

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

:ملسَ ًيلع الله لص الله لُسر لاق :لاق ًىع الله يضر نامثع هع

ْمُكُزْيَخ

ْهَم

َمَّلَعَت

َنٰأ ْزُقْلا

ًَُمَّلَع ََ

)يراخبلا ياَر(

Dari, Utsman r.a berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur‟an dan mengajarkannya.”

(7)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini, kupersembahkan untuk:

1. Teruntuk langkah-langkah yang menuntunku di jalan penuh perjuangan

dan kerja keras

2. Ayah dan Ibu, sepasang malaikat penjaga di bumi-Nya

3. Kakakku, Andri Yunianto.

4. Keponakanku, Artanti Intan Sajid, Muhammad Faqih Mujtaba Althaf,

Muhammad Zubair Ath-thufail yang membuat hari-hariku berisik.

5. Seluruh keluarga besar, skripsi ini adalah bukti bahwa genggaman kita

yang dieratkan selalu menguatkan.

6. Para Kiai dan Guruku, ilmu yang beliau semua beri tak akan mampu

kubalas dengan materi apapun.

7. Sahabat-sahabatku, Umi Latifah, Dwi Putri, Kummilaila, Sita Fajriatul,

kerja keras kita akan segera dimulai di babak awal (lagi).

8. Yaa Bismillaah, keluarga kedua yang peluk hangatnya selalu mampu kurasa,

9. Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro, yang tak henti

bersama-sama mengokohkan azzam.

10. Teman-teman Alumni Madin RUQ, tempatku singgah kala imanku futur.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,

keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,

yang berkenan mengoreksi dan mengarahkan judul skripsi di tengah padatnya

tugas.

3. Bapak H. Agus Ahmad Su‟aidi, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, arahan serta ide cemerlangnya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak H. Moh. Ali Zamroni, M.A., selaku dosen pembimbing akademik,

beserta bapak dan ibu dosen yang telah berkenan membimbing penulis

selama masa studi.

5. Orangtuaku tercinta, yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, aspirasi dan

gemblengan bagi penulis.

6. Semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini, yang tak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullah khair al-jaza’.

Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.

Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal

baik yang telah diberikan kepada penulis.

Akhirnya, dari karya tulis ini penulis berharap kemanfaatan bagi penulis

khususnya dan para pembaca umumnya.

(9)

ABSTRAK

Zulaeha, Wahyu Rahma, 2016, Pengaruh Kecerdasan Majemuk terhadap Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. Agus Ahmad Su‟aidi, M.A.

Kata Kunci: Kecerdasan Majemuk, Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an.

Kecerdasan menjadi faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an. Dalam penelitian ini, dikemukakan lebih lanjut mengenai kecerdasan yang lebih kompleks yaitu kecerdasan majemuk dan pengaruhnya terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an. Kecerdasan majemuk (multiple intelligences) merupakan gabungan dari delapan kecerdasan di dalam diri individu. Teori ini ditemukan oleh Howard Gardner. Kedelapan jenis kecerdasan tersebut ialah: kecerdasan spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musikal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan kinestetik tubuh, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan logika-matematik.

Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro? 2) Bagaimana kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro? 3) Apakah kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro berpengaruh terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an?

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN BERLOGO... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

2. Macam-macam Kecerdasan Majemuk dan Karakteristiknya...

3. Cara atau Gaya Belajar Berbasis Kecerdasan Majemuk...

4. Cara Meningkatkan Kecerdasan Majemuk...

B. Menghafal Al-Qur‟an...

(11)

2. Manfaat Menghafal Al-Qur‟an...

3. Metode Menghafal Al-Qur‟an...

4. Faktor Pendukung dalam Menghafal Al-Qur‟an...

5. Faktor Penghambat dalam Menghafal Al-Qur‟an...

C. Kecerdasan Majemuk dan Pengaruhnya dalam Menghafal... 26

1. Letak Geografis Pondok Pesantren Edi Mancoro...

2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro...

3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro...

4. Visi, Misi, Tujuan, dan Garis Perjuangan Pondok Pesantren Edi

Mancoro...

5. Unsur-unsur Pesantren...

6. Madrasah Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro...

B. Penyajian Data...

1. Data Responden...

2. Data Jawaban Angket tentang Kecerdasan Majemuk...

3. Data Jawaban Angket tentang Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an...

2. Analisis Data Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an...

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Jadwal Setoran Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro

Tabel 2: Daftar Responden Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro

Tabel 3: Hasil Angket tentang Kecerdasan Majemuk

Tabel 4: Hasil Angket tentang Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

Tabel 5: Nominasi Kecerdasan Majemuk

Tabel 6: Distribusi Frekuensi Kecerdasan Majemuk

Tabel 7: Nominasi Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

Tabel 8: Distribusi Frekuensi Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

Tabel9: Koefisien Korelasi Kecerdasan Majemuk dengan Kemampuan Menghafal

Al-Qur‟an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Lembar Konsultasi

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 6 Ringkasan Skripsi dalam Bentuk Power Point

Lampiran 7 Pedoman Wawancara

Lampiran 8 Angket Kecerdasan Majemuk

Lampiran 9 Angket Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

Lampiran 10 Distribusi Nilai r tabel Signifikansi 5% dan 1%

Lampiran 11 Biodata Pengasuh Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro

Lampiran 12 Biodata Responden

Lampiran 13 Foto-foto Penelitian

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang sempurna. Di dalamnya

terdapat perintah, larangan, peringatan, ancaman, kabar gembira, petunjuk, kisah

penuh hikmah, dan lain-lain. Tidak mengherankan jika Al-Qur‟an menjadi sumber

dan rujukan dalam mendalami berbagai macam ilmu. Di samping itu, telah

disebutkan bahwa Al-Qur‟an memiliki kelebihan dibandingkan kitab suci

sebelumnya yaitu Allah sendirilah yang akan menjaga kemurnian Al-Qur‟an. Hal

ini telah Allah firmankan dalam Q.S Al-Hijr ayat 9 berbunyi:

َنُُظِفاَحَل ًَُل اَّوِإ ََ َزْكِّذلا اَىْلَّزَو ُهْحَو اَّوِإ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Bukti konkrit dari ayat di atas yaitu banyaknya para penghafal Al-Qur‟an di

dunia ini. Di Indonesia sendiri pun, belakangan ini masyarakat dibuat takjub

dengan keberadaan salah satu hafidz cilik bernama Musa La Ode Abu Hanafi

yang berusia tujuh tahun dan prestasi di bidang tahfidz-nya mendunia. Dikutip

dari media online JawaPos.com (edisi 18 April 2016), Musa telah memulai

menghafal Al-Qur‟an sejak usia dua tahun. Ini menjadi bukti nyata tentang

ayat-Nya dalam Q.S Al-Qamar: 17:

زِكَّدُم ْهِم ْلٍََف ِزْكِّذلِل َنآ ْزُقْلا اَو ْزَّسَي ْدَقَل ََ

(15)

Tentu, melihat dari realita para penghafal Al-Qur‟an yang ada, kemudahan

yang dimaksud di sini tidak hanya mencakup kemudahan dalam mengambil

ibrah/pelajaran dalam Al-Qur‟an saja, namun juga mencakup kemudahan dalam

membaca, memahami, menadaburi, bahkan menghafalkan ayat-ayat suci tersebut

(Al-Kahil, 2011:13).

Hakikatnya, menghafal Al-Qur‟an tidak hanya diperbolehkan bagi orang

-orang yang memahami bahasa arab, mengerti kaidah nahwu-shorof ataupun harus

mengetahui makna dari ayat-ayat yang dihafalkannya. Semua itu memang afdhol

atau diutamakan, namun tidak lantas menjadi syarat mutlak. Sebab, erat kaitannya

dengan Musa, bahkan di usianya yang teramat dini yaitu dua tahun, orang tua

Musa sudah mampu membimbing Musa untuk menghafal Al-Qur‟an. Dalam

proses membimbing Musa untuk menghafal Al-Qur‟an, orang tuanya tidak serta

merta memaksa Musa menghafal ayat per ayat. Di samping menerapkan

kedisiplinan demi membentuk kebiasaan, kedua orang tua Musa memanfaatkan

kaset murattal. Metode ini memanfaatkan pendengaran, sehingga Musa pada

akhirnya lebih mudah menghafal setelah berulang kali mendengarkan ayat-ayat

Al-Quran dari qori‟ pilihan orang tuanya. Selain dengan kaset murattal, ayah

Musa seringkali menerapkan metode talqin di waktu-waktu yang telah ditentukan

(JawaPos.com diunduh pada 16 Mei 2016).

Fakta ini menggambarkan bahwa menghafal Al-Qur‟an membutuhkan cara

-cara khusus yang pastinya berbeda antara satu orang dengan lainnya. Jika saja

tunarungu yang ingin menghafalkan Al-Quran diberi metode yang sama dengan

(16)

berbeda-beda, sehingga kecenderungan untuk menangkap informasi tergantung

pada kecerdasan dominan apa yang melekat dalam pribadi tersebut.

Howard Gardner mengelompokkan bahwa setiap anak memiliki berbagai

kecerdasan dalam dirinya yang disebut dengan kecerdasan majemuk. Kecerdasan

majemuk terdiri dari berbagai macam kecerdasan yang tersimpan dalam diri

manusia. Kecerdasan itu adalah: kecerdasan spasial, linguistik, interpersonal,

logika-matematika, musikal, naturalistik, intrapersonal, dan kinestetik (Haviva,

2013:59). Kecerdasan dominan yang ada dalam diri setiap orang kemungkinan

besar berbeda. Itulah mengapa diperlukan variasi rangsangan kecerdasan agar

setiap orang memiliki kemampuan menganalisa kecerdasan majemuknya sehingga

ia mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Berawal dari pertanyaan yang berjejal di pikiran penulis mengenai keterkaitan

kecerdasan majemuk dan menghafal Al-Qur‟an, penulis ingin menganalisa lebih

jauh melalui penelitian dengan judul, ”PENGARUH KECERDASAN

MAJEMUK TERHADAP KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN

SANTRI TAHFIDZ PONDOK PESANTREN EDI MANCORO TAHUN

2016.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz

(17)

2. Bagaimana tingkat kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok

Pesantren Edi Mancoro?

3. Apakah kecerdasan majemuk berpengaruh terhadap tingkat kemampuan

menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro?

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri

tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro.

2. Untuk mengetahui tingkat kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz

Pondok Pesantren Edi Mancoro.

3. Untuk menganalisis pengaruh kecerdasan majemuk terhadap tingkat

kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi

Mancoro.

D. Hipotesis penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan logis yang menjadi dasar untuk menarik

suatu kesimpulan sementara, atau proses berfikir deduksi mengenai hubungan

antar variabel yang diteliti (Almanshur, 2009:84). Tidak jauh berbeda dengan

pendapat tersebut, apa yang dikutip oleh Rosady Ruslan dari penuturan Soeratno

mengemukakan tentang hipotesis yang berasal dari kata hypo yang berarti kurang

(18)

hipotesis ialah pendapat atau kesimpulan yang sifatnya sementara (Ruslan,

2010:171). Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa sebuah hipotesis belum

mencapai sebuah nilai faktual karena belum diuji kebenarannya.

Dari pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan mengenai hipotesis

dari skripsi ini. Hipotesis awal dari penelitian ini adalah: ada pengaruh positif

antara kecerdasan majemuk terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri

tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro tahun 2016.

E. Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas

dan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoritis, antara lain:

1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan Islam

khususnya di bidang hafalan Al-Qur‟an .

2. Manfaat praktis

a. Bagi penghafal Al-Qur‟an: agar tercipta generasi qur‟ani yang tidak

hanya memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam proses menghafal, tapi

juga mampu mengaplikasikan kecerdasan majemuk yang ada dalam

dirinya.

b. Bagi pengasuh santri tahfidz: agar para musyrif mampu menggali potensi

dari masing-masing santri, sehingga santri-santri tahfidzul Qur‟an

mampu memaksimalkan hafalan Al-Qur‟an dengan metode-metode yang

(19)

c. Bagi orang tua: diharapkan orang tua ikut andil dalam

menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk sejak anak berusia dini.

F. Definisi operasional

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya perbedaan penafsiran dengan

maksud utama penulis, diperlukan adanya penjelasan dari judul penelitian.

Adapun penjelasannya mencakup istilah pokok maupun kata yang menjadi

variabel dalam penelitian.

1. Kecerdasan majemuk

Inteligensi atau kecerdasan merupakan kemampuan berurusan dengan

abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, serta kemampuan

mengatasi situasi-situasi baru (Gulo, 2000:233). Sumber lain memaparkan

bahwa intelligence (Inggris) atau intelligere (Latin) yang terdiri dari kata

intus dan legere memiliki makna membaca atau memahami sesuatu secara

mendalam dengan rasional. Inteligensi juga diartikan sebagai kemampuan

intelektual secara esensial mencakup kemampuan dalam membentuk

pengertian, pertimbangan, dan rasionalitas (Thantawy, 2005:41). Sementara

itu, Departemen Pendidikan Nasional (2007:209) menjelaskan pengertian

kecerdasan dalam makna yang lebih singkat yaitu kesempurnaan

perkembangan akal budi.

Makna dari kata majemuk adalah terdiri atas beberapa bagian yang

(20)

Wijanarko (2010:9) menyimpulkan bahwa kecerdasan majemuk adalah

beberapa aspek kecerdasan atau kepandaian yang ada dalam diri seseorang

dan mampu membangun level kecerdasan orang tersebut sekaligus membuat

kepribadiannya menjadi unik.

Untuk mengukur kecerdasan majemuk, penulis menggunakan beberapa

indikator sebagai berikut:

a. Memiliki beberapa aspek kecerdasan yang pada akhirnya membangun

level kecerdasan pemiliknya (Wijanarko, 2010:9).

b. Berkepribadian unik dan berbeda dari orang lain (Wijanarko, 2010:9).

c. Tidak hanya mempunyai kapasitas dalam bidang kognitif, namun juga

kapasitas kemampuan sistem neurologis, biologis, sensorik, dan

psikologis (Prasetyo, 2009:42).

2. Kemampuan menghafal Al-Qur‟an

Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang memiliki arti kuasa,

bisa, sanggup melakukan sesuatu. Kata kemampuan sendiri didefinisikan

sebagai suatu kesanggupan dan kecakapan (Departemen Pendidikan Nasional,

2007:707).

Menghafal merupakan usaha meresapkan sesuatu ke dalam pikiran agar

selalu ingat (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:381). Sependapat

dengan hal tersebut, Syamsurizal (t.th:526) menguraikan bahwa makna dari

menghafal ialah belajar mengingat-ingat dengan baik.

Dalam buku Ensiklopedia Islam Indonesia yang disusun oleh Tim

(21)

sebagai kitab suci umat Islam berisi firman-firman Allah dan diwahyukan

dalam Bahasa Arab kepada Nabi Muhammad.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

kemampuan menghafal Al-Qur‟an yaitu kapasitas seseorang dalam berupaya

menyimpan memori tentang ayat-ayat Al-Qur‟an dan mengulang-ulangnya

demi memperoleh ingatan yang kuat.

Untuk memperoleh ukuran mengenai kemampuan menghafal Al-Qur‟an

santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro, dalam penelitian ini penulis

memanfaatkan beberapa indikator yang sebelumnya telah dikonsultasikan

dengan pengasuh tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro yaitu Ustadzah

Rosyidah sebagai berikut:

a. Rutin menambah hafalan Al-Qur‟an setiap hari.

b. Menyetorkan hafalan ke pengasuh tahfidz secara intens.

c. Memiliki target hafalan sebagai jalan untuk memotivasi diri sendiri.

d. Rutin memuraja’ah hafalan setiap hari, baik di depan pengasuh tahfidz

ataupun secara pribadi.

G. Metode penelitian

1. Pendekatan dan rancangan penelitian

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif yang bersifat korelasional. Untuk mengetahui hubungan tiap

(22)

analisis product moment dan persamaan regresi linier sederhana untuk

mengetahui besarnya pengaruh antar variabel.

b. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang akan ditempuh oleh penulis yaitu dengan

mengumpulkan data melalui angket atau kuisioner sebagai sumber data

utama. Selanjutnya, data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis untuk

dapat mengetahui informasi ilmiah melalui angka-angka tersebut.

Sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya pengaruh kecerdasan

majemuk terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an.

2. Lokasi dan waktu penelitian

a. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian berada di Pondok Pesantren Edi Mancoro yang

beralamat di Dsn. Bandungan, RT 02 RW 01, Ds. Gedangan, Kec.

Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah.

b. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari Mei 2016

dan ditargetkan selesai Insya Allah pada bulan Juli 2016.

3. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (dalam Ruslan, 2010:133) adalah

keseluruhan obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

(23)

Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro berjumlah

24 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 19 orang perempuan.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam

menentukan sampel, sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto

(1998:117), bahwa apabila jumlah subyeknya kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Berbeda jika jumlah subyeknya besar, maka dapat diambil 10-15% atau

20-25%.

Mengingat jumlah santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro

kurang dari 100, maka berdasakan teori Arikunto, sampel penelitian ini

yaitu keseluruhan populasi atau disebut total sampling.

4. Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Kuesioner/angket

Angket sering juga disebut kuesioner, yaitu suatu daftar yang

berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam

suatu bidang (Koentjaraningrat, 1994:173). Angket atau kuesioner adalah

sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui

(24)

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiono, 2010:1999).

Pengumpulan angket/kuesioner merupakan hal yang pokok untuk

mengumpulkan data. Hasil kuesioner tersebut dirumuskan dalam angka,

tabel-tabel, analisis statistik, dan uraian serta kesimpulan dari hasil

penelitian. Pengumpulan angket/kuesioner dalam penelitian ini sendiri

bertujuan untuk mendapatkan data tentang kecerdasan majemuk dan

pencapaian hafalan santri.

b. Wawancara/interview

Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk

memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1993:145). Untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, penulis mengambil teknik

interview bebas terpimpin. Interview bebas terpimpin adalah teknik

interview di mana interviewer membawa kerangka pertanyaan (frame

work of question) untuk disajikan, tetapi bagaimana

pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan irama interview diserahkan kebijaksanaan

interviewer (Hadi, 1989:207).

Di sini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang

berkaitan dengan keadaan santri tahfidz dan Pondok Pesantren Edi

Mancoro. Adapun narasumber dari wawancara ini yaitu pengasuh santri

(25)

c. Observasi

Metode ini merupakan metode dengan jalan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang

diselidiki (Hadi, 1982:136).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi

langsung yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang lokasi

penelitian yaitu di Pondok Pesantren Edi Mancoro serta proses santri

tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro dalam menghafal Al-Qur‟an.

d. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang

tertulis (Arikunto, 1993:149). Metode ini digunakan untuk mendapatkan

data-data santri serta profil lokasi penelitian. Adapun langkah yang

ditempuh oleh penulis yaitu dengan menghubungi pengasuh Pondok

Pesantren Edi Mancoro untuk memperoleh arsip, lalu memilah

arsip-arsip terkait secara kolektif, selanjutnya menyajikan apa yang ada dalam

arsip tersebut dalam bentuk narasi.

5. Instrumen penelitian

Menurut Arikunto (1998:135), instrumen adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar angket yang digunakan untuk

mengetahui pengaruh kecerdasan majemuk terhadap kemampuan menghafal

(26)

Adapun instrumen penelitian (angket) yang peneliti buat, mengacu pada

variabel-variabel di bawah ini:

Variabel pengaruh (x): variabel pengaruh dalam penelitian ini adalah

pengaruh kecerdasan majemuk santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro.

Variabel terhadap (y): variabel terhadap dalam penelitian ini adalah

kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi

Mancoro.

6. Analisis data

Dalam mengolah data, penulis menggunakan analisa data kuantitatif,

yaitu dengan menganalisa data sehingga mengandung makna atau dapat

diambil suatu kesimpulan akhir dari hasil penelitian yang dilakukan.

Dalam menganalisis data, penulis menempuh dua tahap yaitu:

a. Analisis pendahuluan

Dalam menganalisa data pokok penelitian ini, penulis menggunakan

teknik analisis prosentase dengan rumus:

P =

x 100%

Keterangan:

P = Prosentase

F = Frekuensi jawaban

N = Jumlah responden

b. Analisis lanjutan

Analisis selanjutnya yang penulis lakukan antara variabel x dan

(27)

regresi linier sederhana. Analisis ini digunakan untuk mengetahui angka

pengaruh variabel x terhadap variabel y dengan rumus , di mana:

Y = variabel dependen atau nilai yang diprediksikan

x = variabel independen

= konstanta, dapat dicari dengan rumus ( )( ) ( )( ) ( )

b = koefisien regresi, dapat dicari dengan rumus ( ) ( )( ) ( )

Selanjutnya, analisis akhir dari penelitian ini menggunakan rumus

korelasi product moment yang ditemukan oleh Karel Pearson. Rumus ini

dapat digunakan apabila data kedua variabel berupa data kuantitas

(Hadjar, 2014:139). Dalam penelitian ini, kedua data yang dimaksud

ialah data dengan variabel x dan variabel y, di mana variabel x adalah

kecerdasan majemuk sedangkan variabel y yaitu kemampuan menghafal

Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro. Penggabungan

antara variabel x dan variabel y digunakan rumus product moment

sebagai berikut:

√* ( )( ) ( )+* ( )+

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi

∑x = jumlah skor total variabel x

∑y = jumlah skor total variabel y

(28)

∑y² = jumlah kuadrat y

N = jumlah sampel / obyek yang diteliti

H. Sistematika penulisan skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut:

Bab I, pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, instrumen penelitian, dan sistematika penulisan

skripsi.

Bab II, penulis menjabarkan kerangka teori tentang pengertian kecerdasan

majemuk, macam-macam kecerdasan majemuk dan karakteristiknya, cara atau

gaya belajar berbasis kecerdasan majemuk, cara meningkatkan kecerdasan

majemuk, pengertian kemampuan menghafal Al-Qur‟an, manfaat menghafal

Al-Qur‟an, metode menghafal Al-Qur‟an, serta faktor pendukung dan penghambat

dalam menghafal Al-Qur‟an.

Bab III, hasil penelitian yang membahas tentang gambaran umum lokasi

penelitian serta penyajian data.

Bab IV, analisis data tentang kecerdasan majemuk dan kemampuan

menghafal Al-Qur‟an, sekaligus pengaruh antar kedua variabel dengan subyek

penelitian santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro. Selanjutnya adalah

pengujian hipotesis.

(29)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kecerdasan majemuk

1. Pengertian kecerdasan majemuk

Menurut Gardner (dalam Hernowo, 2005:65-69), kemajemukan inteligensi

merupakan kumpulan kepingan kemampuan yang ada di beragam otak.

Semua kepingan ini saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri-sendiri.

Yang terpenting, inteligensi tidak statis atau ditentukan sejak lahir. Seperti

otot, inteligensi dapat berkembang sepanjang hidup asal terus dibina dan

ditingkatkan.

Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa kecerdasan majemuk

adalah macam kecerdasan lebih dari satu yang dimiliki setiap individu di

mana setiap individu memiliki kedelapan jenis kecerdasan dengan kadar yang

berbeda, artinya tergantung jenis kecerdasan mana yang dominan (Gardner

dalam Manurung, 2013:50).

Mushollin (2009:230) dalam jurnal yang ia tulis menyebutkan sebuah

definisi dari Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, yaitu suatu

kesinambungan kecerdasan yang dapat dikembangkan seumur hidup. Dalam

jurnal tersebut juga dijelaskan mengenai pandangan Gardner tentang

teori-teori dasar kecerdasan yang berbunyi: setiap manusia dibekali kecerdasan

yang berbeda-beda atau paling tidak memiliki satu dari delapan kecerdasan

(30)

sampai pada tingkat penguasaan yang memadai sepanjang hidupnya,

kecerdasan-kecerdasan ini umumnya bekerja bersama dengan cara yang

kompleks dan saling terkait, serta yang terakhir, banyak cara untuk menjadi

cerdas dalam setiap kategori.

2. Macam-macam kecerdasan majemuk dan karakteristiknya

Kecerdasan majemuk ditemukan oleh Howard Gardner, seorang ahli

saraf dan psikolog terkemuka dari sekolah kedokteran Boston dan juga

sekolah pendidikan Hardvard. Dari proyek penelitian Gardner di sebuah

kelompok riset, ia menemukan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences).

Pada awalnya, kecerdasan ini hanya terdiri dari 7 jenis kecerdasan. Sampai

kemudian, penelitian terus dilanjutkan dan ditemukan kecerdasan lain. Hasil

temuan tersebut pertama kali dipublikasikan pada 1983 dalam bentuk buku

berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Suyadi,

2014:126). Adapun kedelapan jenis kecerdasan yang dimaksud adalah:

a. Kecerdasan spasial

Kecerdasan spasial ialah suatu kecerdasan dalam melihat,

mempersepsikan dan mentransformasikan suatu obyek dengan detail.

Biasanya, kecerdasan ini diperlihatkan melalui kecenderungan

melakukan: apresiasi seni, desain, denah, pandai navigasi dan arah,

dekorasi, membuat dan membaca chart dan peta, koordinasi warna,

memindahkan bentuk dalam angan-angan, membuat desain tiga dimensi,

menciptakan dan interpretasi grafik, bermain game berbasis ruang, desain

(31)

atau membuat sketsa, serta berpikir dalam gambar atau bentuk (Haviva,

2013:61).

Pemilik kecerdasan ini adalah mereka: para arsitek, fotografer,

seniman, pilot, pemahat patung, dan para penemu teknologi.

b. Kecerdasan linguistik

Kecerdasan linguistik ialah suatu kemampuan menggunakan

kata-kata secara kompeten, baik diwujudkan dalam bentuk tulisan maupun

lisan. Secara umum, kecerdasan ini terkait dengan kepekaan seseorang

terhadap bunyi, makna, struktur, fungsi kata, dan bahasa.

Individu yang memiliki kecerdasan ini ditunjukkan dengan

ketertarikannya pada beberapa hal, seperti: mengarang cerita, antusias

dalam mengikuti diskusi, tertarik belajar bahasa asing, bermain

permainan tentang bahasa, mudah mengingat kutipan suatu tulisan atau

ucapan dari orang lain, tidak mudah salah eja atau salah tulis, humoris,

membaca dengan pemahaman tinggi, pandai membuat puisi, tepat dalam

tata bahasa, berkomunikasi melalui lisan dan tulis, banyak menguasai

kosakata, dan menulis secara jelas (Haviva, 2013:59-60).

Mayoritas pemilik kecerdasan ini ialah: orator, negosiator,

pengacara, negarawan, dan lain sebagainya.

c. Kecerdasan interpersonal

Kecerdasan Interpersonal yaitu kemampuan mempersepsikan dan

membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.

(32)

isyarat, dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan

sesuatu (Mufidah, 2014:83).

Lwin dan kawan-kawannya (2008:205) berpendapat, seseorang bisa

dikatakan memiliki kecerdasan interpersonal tinggi apabila: ia berteman

dan berkenalan dengan mudah, lebih suka berada di sekitar orang lain,

ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang asing, dan

paham waktu yang tepat untuk berbagi sesuatu dengan orang lain.

d. Kecerdasan musikal

Suyadi (2014:130) menjelaskan bahwa kecerdasan musikal

merupakan kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, dan

secara emosional terpengaruh oleh musik. Dari semua bentuk

kecerdasan, pengaruh pengubahan kesadaran dari musik dan irama pada

otak merupakan yang terbesar. Sebab, kekuatan musik, irama, suara dan

getaran mampu menggeser pikiran, memberikan motivasi religius,

meningkatkan kebanggaan nasional dan mengungkapkan kasih untuk

orang lain (Lwin, 2008:137).

Kecenderungan seorang pemilik kecerdasan ini adalah pada hal-hal:

mengenali bunyi instrumen, menyusun atau mengarang melodi dan lirik,

mudah mengenal ritme, belajar mengingat melalui irama dan lirik,

menyukai apresiasi musik, dan paham terhadap struktur musik (Haviva,

(33)

e. Kecerdasan naturalis

Kecerdasan naturalis ialah kapasitas untuk mengenali dan

mengelompokkan sesuatu di dalam lingkungan fisik sekitarnya seperti

binatang, tumbuhan, serta kondisi cuaca. Pemilik kecerdasan ini

mempunyai kemampuan untuk mengelola alam dan lingkungan sekitar

dengan aktivitas utamanya adalah memelihara dan berinteraksi dengan

alam sekitar (Prasetyo, 2009:85).

Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan naturalis di

antaranya: akrab dengan hewan peliharaan, sangat menikmati

berjalan-jalan di alam terbuka, menunjukkan kepekaan terhadap panorama alam,

juga seringkali berprestasi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

utamanya Biologi dan lingkungan hidup (Mufidah, 2014:85-86).

f. Kecerdasan kinestetik-tubuh

Kecerdasan kinestetik-tubuh adalah kemampuan untuk melakukan

koordinasi pergerakan seluruh anggota tubuh untuk mengekspresikan ide,

perasaan dan membentuk sesuatu (Prasetyo, 2009:63).

Jika seseorang memiliki dominasi kecerdasan kinestetik-tubuh, ia

akan mudah dikenali dengan ciri: menikmati kegiatan bermain peran,

gemar menyusun teka-teki dari potongan gambar, sering melompat,

berlari-lari, menendang-nendang sesuatu, juga menari (Lwin,

(34)

g. Kecerdasan intrapersonal

Lwin (2008:233) mendefinisikan kecerdasan intrapersonal sebagai

kecerdasan yang terkait dengan diri sendiri. Orang yang berkecerdasan

intrapersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercermin pada apa

yang mereka lakukan dan secara terus-menerus melakukan penilaian diri.

Mufidah (2014:84) berpendapat bahwa kecerdasan intrapersonal meliputi

kesadaran akan suasana hati, maksud, keinginan, disiplin diri, dan

kemampuan menghargai diri.

Pada umumnya, seseorang yang memiliki kecerdasan ini lebih

menyukai beberapa hal seperti: lebih suka menyendiri saat berpikir dan

merenung, mampu mengontrol perasaan, mengetahui kelemahan dan

kekuatan diri, pintar introspeksi dan memotivasi diri, memahami cara

mengelola minat dan perasaan, serta lihai dalam mendalami konflik

(Haviva, 2013:64-65).

h. Kecerdasan logika-matematika

Kecerdasan logika-matematika adalah kemampuan dalam berkutat

menangani bilangan, perhitungan, pola pikir logis, dan ilmiah.

Kecerdasan ini mempunyai dua unsur, yakni matematika dan logika

(Suyadi, 2014:127).

Menurut Haviva (2013:60-61), kecenderungan yang dimiliki

seseorang dalam hal ini ditunjukkan melalui: menghitung atau

menganalisa hitungan, memperkirakan, bereksperimen, menemukan

(35)

memprediksi, membuat langkah-langkah, menyukai permainan yang

menggunakan strategi, menggunakan simbol abstrak dan berpikir abstrak,

serta menemukan fungsi-fungsi dan hubungan.

Biasanya, kecerdasan matematis logis dimiliki oleh: para ilmuwan,

matematikawan, scientist, filsuf, fisikawan, dan lain sebagainya.

3. Cara atau gaya belajar berbasis kecerdasan majemuk

Menurut Gordon Dryden dan Jeanette Vos (dalam Muhajarah, 2008:48-50),

adapun cara atau gaya belajar berbasis multiple intelligences adalah sebagai

berikut:

a. Belajar dengan cara spasial

Peserta didik yang unggul dalam bidang ini paling efektif belajar

secara visual. Mereka perlu diajari melalui gambar, metafora, visual dan

warna. Cara terbaik untuk memotivasi mereka adalah melalui media

seperti film, slide, video, diagram, peta dan grafik.

b. Belajar dengan cara linguistik

Cara belajar terbaik dalam bidang ini adalah dengan mendengar,

berbicara, membaca dan menulis. Cara terbaik memotivasi peserta didik

adalah sering berdialog, menyediakan banyak buku, rekaman dan

menciptakan peluang untuk menulis.

c. Belajar dengan cara interpersonal

Cara belajar terbaik peserta didik yang berbakat dalam kategori ini

adalah dengan berhubungan dan saling bekerjasama. Mereka perlu

(36)

kolaboratif, tugas sosial atau jasa, menghargai perbedaan, membangan

perspektif beragam.

d. Belajar dengan cara musikal

Peserta didik dengan inteligensi musikal belajar melalui irama dan

melodi. Mereka bisa mempelajari apapun dengan lebih mudah jika

dinyanyikan, diberi ketukan atau disiulkan.

e. Belajar dengan cara naturalis

Peserta didik yang condong sebagai naturalis akan menjadi

bersemangat ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka, juga

senang bila ada acara di luar sekolah.

f. Belajar dengan cara kinestetik

Peserta didik yang berbakat dalam jenis inteligensi ini belajar dengan

menyentuh, memanipulasi dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan

yang bersifat gerak dan dinamik. Cara terbaik memotivasi mereka adalah

dengan melaui seni peran, improvisasi dramatis, gerakan kreatif dan

semua jenis kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik.

g. Belajar dengan cara intrapersonal

Peserta didik dengan kecenderungan ke arah ini paling efektif belajar

ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan

mereka sendiri, dan menentukan kemajuan mereka melalui proyek

apapun yang mereka minati. Pendidik dapat memotivasi mereka dengan

(37)

mengetahui diri sendiri melalui orang lain, pendidikan inteligensi

emosional dan merefleksikan ketakjuban dan tujuan hidup.

h. Belajar dengan cara logis-matematis

Peserta didik yang mempunyai kelebihan dalam bidang ini belajar

dengan membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak.

Mereka belajar secara ilmiah, berpikir logis, dengan proses berpikir

secara matematis dan bekerja dengan angka. Sebaiknya, pendidik

memberikan materi konkret yang bisa dijadikan bahan percobaan, waktu

yang berlimpah untuk mempelajari gagasan baru, kesabaran dalam

menjawab pertanyaan dan penjelasan logis untuk jawaban yang pendidik

berikan.

4. Cara meningkatkan kecerdasan majemuk

Mayoritas masyarakat meyakini bahwa kecerdasan merupakan sesuatu

yang dikaruniakan dan tidak bisa diupayakan. Mereka juga berpendapat

bahwa manusia dilahirkan hanya dengan satu kecerdasan yang menonjol,

misalnya dalam bidang musik. Namun, banyak penelitian yang telah

dilakukan menyangkal pemikiran masyarakat tersebut. Penelitian yang

dilakukan oleh Aaron Stern pada tahun 1954 misalnya, membuktikan bahwa

kecerdasan bukanlah sebuah bawaan atau karunia, namun suatu kemampuan

yang muncul dari hasil latihan dan binaan. Bahkan, ketika salah satu

kecerdasan seseorang terus-menerus dirangsang dan distimulasi, hal itu

(38)

ada pembatasan atau sekat-sekat yang sengaja diciptakan di dalam proses

perkembangan kecerdasan tersebut (Lwin, 2008:4-6).

Lebih lanjut, Yeny Andriani dan Reza Prasetyo (2009:6) memaparkan

bahwa kecerdasan majemuk dapat meningkat atau berkembang seiring

dengan perkembangan hidup seseorang. Setiap kali menghadapi

permasalahan, setiap aspek dari multiple intelligences dapat berkembang

dengan sendirinya. Meski demikian, untuk lebih mengoptimalkan

perkembangan kecerdasan majemuk ini, seseorang harus berlatih sesuai

dengan tujuan perkembangan itu sendiri.

B. Menghafal Al-Qur’an

1. Pengertian menghafal Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur‟an atau dalam bahasa Arab hifdz al-qur’an (نآزقلا ظفح)

merupakan susunan bentuk idhofah, yang diartikan sebagai bentuk usaha

mengingat-ingat Al-Qur‟an sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf

dengan maksud beribadah, menjaga dan memelihara kalam Allah (Munjahid,

2007:74). Dengan kata lain, menghafal Al-Qur‟an ialah suatu proses menjaga

dan melestarikan kemurnian kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah di

luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga

dari kelupaan, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya.

Menurut Achmad (2012:166), menghafal Al-Qur‟an merupakan proses

mengingat-ingat kembali sebuah wahyu dari Allah. Dalam hal menghafal

(39)

disampaikan kepada umat Islam dengan nama Al-Qur‟an memberikan

pengertian bahwa wahyu itu tersimpan di dalam dada manusia, mengingat

nama Al-Qur‟an sendiri berasal dari kata qira’ah (bacaan) dan di dalam kata

qira’ah terkandung makna: agar selalu diingat. Wahyu yang diterima Nabi

SAW pada dasarnya telah terpelihara dari kemusnahan dengan dua cara

utama: pertama, menyimpannya ke dalam dada manusia atau

menghafalkannya, dan kedua, mencatatnya secara tertulis di atas berbagai

jenis bahan yang bisa ditulis, semacam kulit binatang, pelepah kurma, dan

tulang belulang.

2. Manfaat menghafal Al-Qur’an

Sugianto (2004:41-42) menguraikan mengenai manfaat menghafal

Al-Qur‟an, sebagai berikut:

a. Al-Qur‟an memuat 77.439 kalimat, sehingga seorang penghafal Al

-Qur‟an berarti telah menghafal banyak kosa kata bahasa Arab.

b. Menghafal Al-Qur‟an juga berarti menghafalkan kata-kata hikmah yang

berharga di dalam kehidupan.

c. Di dalam Al-Qur‟an banyak dijumpai uslub atau ta‟bir yang sangat indah,

sehingga bagi yang menginginkan menjadi sastrawan Arab, uslub

tersebut sudah didapat dari dalam Al-Qur‟an.

d. Hafalan Al-Qur‟an mampu membuat seseorang berbicara secara fasih

dan benar, serta dapat membantunya dalam mengeluarkan dalil-dalil dari

Al-Qur‟an dengan cepat ketika menjelaskan atau membuktikan suatu

(40)

e. Menghafal Al-Qur‟an mampu menguatkan daya nalar dan ingatan.

Karena terlatih dalam menghafal, menjadikan seseorang lebih mudah

ketika menghafal hal-hal lain.

Sementara itu, di antara beberapa manfaat menghafal Al-Qur‟an menurut

Al-Kahil (2010:19-23), yaitu:

a. Al-Qur‟an adalah kalam Allah dan menghafalkannya merupakan

aktivitas yang nilainya besar dan akan membuka pintu-pintu kebaikan.

b. Menghafal Al-Qur‟an diibaratkan menghafal kamus terbesar dunia, sebab

Al-Qur‟an berisi tentang ilmu dunia dan akhirat, juga tentang kisah

orang-orang terdahulu dan yang akan datang, tentang hukum dan

perundang-undangan serta syariat yang mengatur kehidupan seorang

mukmin.

c. Al-Qur‟an merupakan obat bagi penyakit jiwa dan raga.

d. Dengan menghafal Al-Qur‟an, waktu yang dimiliki oleh manusia tidak

akan terbuang secara sia-sia.

3. Metode menghafal Al-Qur’an

Penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada metode baku dalam

menghafal Al-Qur‟an. Hal ini disebabkan kemampuan menghafal seseorang

memang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Adapun metode

menghafal Al-Qur‟an menurut Sugianto (2004:77-80) antara lain:

a. Metode menghafal dengan pengulangan penuh

1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3

(41)

2) Materi yang telah ada, dibaca berulang-ulang dengan melihat mushaf

± 40 kali atau sampai lancar dan jelas.

3) Materi tersebut diulangi kembali, sesekali melihat mushaf dan

sesekali tidak melihat. Hal ini juga dilakukan berulang-ulang hingga

hafal dengan sendirinya.

4) Jika telah hafal, lakukan pengulangan tanpa melihat mushaf

sebanyak ± 40 kali atau sampai benar-benar lancar.

b. Metode menghafal dengan tulisan

Metode menghafal dengan tulisan ini banyak dipakai oleh para penghafal

Al-Qur‟an di negara-negara Timur Tengah. Tahapannya yaitu:

1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3

halaman, ¼ halaman atau lainnya.

2) Materi yang telah ada, ditulis pada buku atau lembaran kertas yang

telah dipersiapkan sebelumnya.

3) Materi hafalan yang telah ditulis, dibaca di depan guru sampai

dinyatakan baik, benar, dan lancar.

4) Materi tersebut dihafalkan ayat per ayat dengan cara dibaca

berulang-ulang hingga hafal secara lancar.

c. Metode menghafal dengan memahami makna

1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3

halaman, ¼ halaman atau lainnya.

(42)

3) Jika sudah memahami makna atau arti per kalimat, selanjutnya

dibaca berulang-ulang sembari dihafalkan hingga hafal secara lancar.

Adapun cara menyambung ayat per ayat yaitu dengan cara

menghubungkan antar ayat sesuai makna yang telah difahami.

d. Metode menghafal dengan bimbingan guru

Metode menghafal dengan bimbingan guru ini banyak digunakan oleh

penyandang tunanetra. Langkahnya sebagai berikut:

1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3

halaman, ¼ halaman atau lainnya.

2) Guru membacakan materi hafalan yang telah dipersiapkan dan

ditirukan oleh murid.

3) Murid menghafalkan setiap ayat dengan cara menirukan berulang

kali apa yang telah dibacakan guru sampai hafalannya melekat.

Demikian seterusnya hingga materi yang telah dipersiapkan selesai

dihafal secara lancar.

e. Metode menghafal dengan bantuan tape recorder (kaset)

Selain menggunakan metode menghafal dengan bimbingan guru, para

tunanetra tidak jarang mendengarkan kaset berisi murattal Al-Qur‟an

untuk memperlancar hafalannya. Cara ini terutama ditempuh ketika

memuraja’ah atau mengulang hafalan. Di sini, meskipun murattal

Al-Qur‟an yang diperdengarkan mampu menjadi pengganti fungsi guru,

(43)

4. Faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur’an

Banyak faktor yang menjadikan seseorang mempunyai alasan untuk terus

bersemangat menghafal Al-Qur‟an, baik faktor dari dalam diri sendiri

maupun dari luar. Dalam hal ini, Wiwi Alawiyah Wahid (2010:139-142)

membagi faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an menjadi lima faktor,

seperti yang telah dirangkum di bawah ini:

a. Faktor kesehatan

Kesehatan menjadi faktor yang penting bagi seorang penghafal,

sebab jika tubuh sehat maka proses menghafal akan menjadi lebih mudah

tanpa adanya penghambat dari dalam tubuh. Maka dari itu, penghafal

Al-Qur‟an sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan sehingga ketika

proses menghafal itu berlangsung tidak ada kendala yang bersifat

keluhan karena rasa sakit.

b. Faktor psikologis

Selain kesehatan tubuh, kesehatan yang tidak kalah penting adalah

kesehatan dari sisi psikologi. Faktor psikologis yang mampu mendukung

dalam menghafal Al-Qur‟an ini mencakup ketenangan jiwa, baik dari

segi pikiran maupun hati. Untuk menjaga kestabilan psikologis,

penghafal Al-Qur‟an perlu memperbanyak dzikir, melakukan kegiatan

positif sehingga tidak lagi mendapati permasalahan yang membuat risau

(44)

c. Faktor kecerdasan

Kecerdasan setiap orang memang berbeda-beda, sehingga faktor

ini cukup mempengaruhi proses menghafal yang dijalani. Meskipun

demikian, kurangnya kecerdasan bukanlah alasan untuk kehilangan

semangat dalam menghafal Al-Qur‟an, sebab yang paling dibutuhkan

untuk merawat kecerdasan yang dimiliki adalah kerajinan dan

keistiqomahan.

d. Faktor motivasi

Para penghafal Al-Qur‟an sangat membutuhkan motivasi dari

orang-orang terdekat, karena dengan adanya motivasi ini, semangat

seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an akan terjaga. Selain motivasi dari

keluarga, sahabat, lingkungan dan kerabat dekat, tentu motivasi yang

berasal dari dalam dirilah yang perlu dijadikan prioritas dalam

menghafal.

e. Faktor usia

Pada dasarnya, mencari ilmu tidaklah mengenal waktu dan usia.

Begitupun dengan menghafal Al-Qur‟an. Aktivitas ini bisa dilakukan

kapan saja dan oleh usia berapapun. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa

semakin dewasa usia seseorang, maka akan semakin kompleks

permasalahan yang dipikirkan. Dengan alasan itulah usia yang dianjurkan

untuk menghafal Al-Qur‟an adalah mereka yang sedang menempuh usia

(45)

5. Faktor penghambat dalam menghafal Al-Qur’an

Beberapa faktor yang menyebabkan proses menghafal Al-Qur‟an

menjadi terhambat antara lain:

a. Terlalu berambisi menambah hafalan baru.

Ambisi ini bisa saja berdampak positif, dengan syarat

bertambahnya hafalan baru diiringi dengan meningkatnya intensitas

muraja‟ah. Namun seringkali yang terjadi justru para penghafal ingin

segera menuntaskan hafalannya, bahkan sebelum hafalan tersebut dhabit

dan lancar ia tergesa-gesa berpindah ke materi hafalan selanjutnya. Hal

ini mengakibatkan hafalan yang sebelumnya menjadi kacau (Wahid,

2010:138).

b. Tidak mengulang hafalan secara rutin.

Dalam menghafal Al-Qur‟an, hendaknya seseorang memiliki

jadwal khusus untuk muraja‟ah, baik itu di dalam shalat maupun di luar

shalat. Untuk itulah para penghafal Al-Qur‟an harus pandai mengatur

waktu, karena apabila seorang penghafal dilanda malas untuk

mengulang, maka hafalannya akan cepat memudar (Wahid, 2010:135).

Sesuai sabda Nabi berikut:

(46)

c. Tidak mau memperdengarkan hafalannya kepada orang lain (Al-Kahil,

2010:90).

Jika Nabi Muhammad saja sering meminta Malaikat Jibril untuk

menyimak hafalan pada tiap tahun bulan Ramadhan, maka sebagai

manusia biasa hendaknya kita tidak terlampau percaya kepada diri sendiri

sebab diri sendiri seringkali salah. Dan apabila tidak disimak oleh orang

lain, maka penghafal tidak akan tahu di mana letak kesalahannya

(Sugianto, 2004:105).

C. Kecerdasan majemuk dan pengaruhnya dalam menghafal

Seperti yang telah diuraikan di halaman sebelumnya, bahwa salah satu

faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an ialah faktor kecerdasan. Meski

bukan satu-satunya penentu utama keberhasilan seseorang dalam menghafal

Al-Qur‟an, namun kecerdasan menjadi awal kemudahan bagi mereka yang ingin

menghafal kitab suci tersebut. Sebab, menghafal Al-Qur‟an berkaitan dengan

memori, sementara itu kecerdasan ditandai dengan aktifnya sel-sel otak individu.

Memori sendiri merupakan proses yang meliputi perekaman, penyimpanan,

pemanggilan informasi atau pengalaman. Memori juga merupakan suatu proses

kognitif yang terdiri atas serangkaian proses yang menunjukkan suatu mekanisme

dinamik yang diasosiasikan dengan penyimpanan/storing, pengambilan/retaining,

dan pemanggilan kembali/retrieving informasi mengenai pengalaman yang lalu

(Palgunadi, 2014:9). Oleh karena itu, sel-sel otak yang terbiasa diaktifkan dan

menjadikan seseorang dikatakan cerdas, mampu memudahkannya dalam

(47)

Lebih lanjut, Irawan Palgunadi (2014:10-11) menguraikan mengenai

kecerdasan seseorang dalam menangkap memori dan membaginya menjadi dua,

yaitu: (1) orang yang memiliki kecerdasan menerima informasi melalui visual,

yang selanjutnya individu disebut memiliki kemampuan iconic memory dan (2)

seseorang yang memiliki econic memory, yaitu ia yang mampu cerdas dalam

menerima informasi melalui indera pendengaran atau berupa suara.

Sementara itu, Felicia Robert, doktor Fakultas Psikologi di Cambridge

University mengatakan bahwasannya riset di United Kingdom tahun 1987

bernama Studi Kesehatan dan Gaya Hidup yang diujikan pada lebih dari tujuh

ribu orang dengan usia sekitar 18-96 mencapai kesimpulan bahwa suatu ingatan

akan melemah bahkan menghilang jika tidak distimulasi. Robert

menggarisbawahi bahwa hasil tersebut sangat tergantung pada cara orang

menstimulasi daya pikirnya („Ied, 2008:100-102). Dari keterangan tersebut,

seorang penghafal Al-Qur‟an pastinya memiliki cara masing-masing dalam

menstimulasi otak, baik di saat ingin memperoleh hafalan maupun

mempertahankannya. Maka, kecerdasan majemuklah yang berperan besar dalam

menangani perbedaan cara stimulasi otak itu.

Dari teori-teori yang ada di atas, Masagus Fauzan Yayan, seorang

penggagas Quantum Tahfidz atau menghafal Al-Qur‟an ala Quantum berusaha

membuktikan adanya pengaruh kecerdasan majemuk terhadap kemampuan

menghafal santri-santrinya. Mengadopsi dari metode Quantum Learning,

Quantum Tahfidz tidak terlepas dari indera, intensitas, emosional, kemampuan

(48)

dari beberapa metode yaitu: metode D‟One, potret, teka-teki silang (TTS), audio

(talaqqi), lima ayat, kisah, dan shalat lihifdzil Qur’an, yang keseluruhan metode

tersebut dikembangkan berdasarkan multiple intelligences pada diri manusia,

antara lain cerdas visual, auditori, verbal-linguistik, kinestetik, interpersonal dan

cerdas logis-matematis (Sriwijaya Post-palembang.tribunnews.com, 2010).

Quantum Tahfidz ini membuktikan kepada khalayak luas bahwa menghafal

Al-Qur‟an lebih mudah dijalani apabila masing-masing penghafal memiliki

kesadaran tentang kecerdasan majemuk apa yang paling menonjol, sehingga

(49)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian

1. Letak geografis Pondok Pesantren Edi Mancoro

Pondok Pesantren Edi Mancoro terletak di provinsi JawaTengah,

tepatnya di Dusun Bandungan, Desa Gedangan, RT 02 RW 01, Kecamatan

Tuntang, Kabupaten Semarang. Desa di mana pondok pesantren ini berada

memiliki wilayah yang cukup luas. Karenanya, Desa Gedangan dibagi

menjadi tujuh dusun dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Batas-batas wilayah dari Desa Gedangan, yaitu:

Timur : Desa Sraten

Selatan : Desa Rowosari

Barat : Desa Kalibeji

Utara : Desa Sraten

Desa Gedangan sendiri merupakan daerah yang cukup potensial apabila

dipandang dari segi ekonomi, sebab selain para warga bergantung pada

pertanian padi, sumber penghasilan yang tak kalah diandalkan ialah dari hasil

pertanian kering. Tidak mengherankan apabila Desa Gedangan juga terkenal

sebagai salah satu desa yang menghasilkan berbagai jenis buah-buahan

seperti buah duku, salak, langsat, kokosan, dan lain-lain. Juga karena alasan

(50)

Meskipun termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Semarang, Pondok

Pesanten Edi Mancoro lebih dikenal berada di daerah pinggiran Salatiga. Hal

ini dikarenakan letaknya yang hanya berjarak 5 km dari pusat Kota Salatiga.

Selain itu, keberadaan yang tak jauh dari jalan raya Salatiga-Ambarawa

menjadikan pondok ini menjadi pondok pesantren yang mudah dijangkau.

Atas alasan itu pula, pondok pesantren yang didirikan oleh K.H. Mahfudz

Ridwan ini menjadi tempat pendidikan yang strategis karena kondisi wilayah

yang tidak terlampau ramai. Jarak yang cukup terjangkau dari pusat Kota

Salatiga sebagai pusat pendidikan formal pun, turut mempengaruhi fluktuasi

jumlah santri yang ingin mempelajari ilmu agama. Oleh karena itu, mayoritas

santri yang menetap di Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah mereka yang

masih berstatus mahasiswa atau pelajar, penimba ilmu di Kota Salatiga

maupun sekitarnya.

2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro

Apabila mengacu pada sebuah pendapat mengenai elemen dasar

pesantren, seperti kyai atau guru yang mengajar, santri sebagai peserta didik,

asrama sebagai tempat mukim santri, kitab kuning yang dijadikan kurikulum

pendidikan serta masjid sebagai sarana pengajian sekaligus peribadatan, maka

Pondok Pesantren Edi Mancoro termasuk kategori pesantren salafiyah.

Berdirinya pesantren, tidak terlepas dari kondisi masyarakat di masa

lampau. Di mana, masyarakat saat itu masih tertutup dengan beragam

aktivitas keagamaan, bahkan sebaliknya, para warga sangat akrab dengan

(51)

mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang

diharapkan mampu menjadi sarana pengendali tata perilaku masyarakat.

Di bawah prakarsa K.H.Sholeh, seorang tokoh pendatang dari Desa

Pulutan, dibangunlah sebuah masjid bernama Darussalam yang sekaligus

merupakan tempat pemondokan bagi para santri yang belajar kepadanya.

Walaupun kini masjid tersebut telah menyatu dengan pemukiman warga,

ternyata masa silam pernah menjadi saksi bahwa masjid ini didirikan di

pinggiran desa yang terkesan terpisah dari pemukiman.

Pendidikan yang dipusatkan di masjid Darussalam masih

diselenggarakan dengan cara sederhana dan tradisional. Proses pembelajaran

yang ditangani langsung oleh K.H.Sholeh ini pun hanya berlangsung sampai

dengan tahun 1970-an, sebab setelah K.H.Sholeh wafat, tidak ada keturunan

ataupun tokoh masyarakat setempat yang bersedia melanjutkan misi dan

perjuangannya.

Ketika proses menimba ilmu di Darussalam tersendat itulah, pada

akhirnya masyarakat menunjuk seorang tokoh yaitu Kyai Sukemi untuk

meneruskan pendidikan agama di Darussalam. Penunjukan yang dilakukan

masyarakat ini bukanlah tanpa alasan, sebab masyarakat masih menginginkan

pendidikan keagamaan di wilayah tersebut tetap berlangsung sebagaimana

ketika K.H.Sholeh masih hidup.

Setelah Kyai Sukemi berhenti mendirikan tongkat dakwah karena tutup

usia, pendidikan di Darussalam dialihtangankan kepada sosok alumnus dari

(52)

akhirnya, K.H.Mahfudz Ridwan bersama dengan tokoh masyarakat seperti

Matori Abdul Jalil memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan yang

diberi nama Yayasan Desaku Maju, yang saat itu dicatatkan di nomor notaris

14/1984. Yayasan ini merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial dan

mengemban misi serta tujuan membantu pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat pedesaan dan mengembangkan swadaya serta

sumber daya manusia, khususnya masyarakat pedesaan. Yayasan ini cukup

familiar bagi warga Salatiga, karena menjadi satu-satunya yayasan berbasis

Islam yang bergerak di bidang sosial-kemasyarakatan.

Pada akhir tahun 1989 tepatnya pada tanggal 26 Desember,

K.H.Mahfudz Ridwan mendirikan sebuah pesantren yang dinamakan Wisma

Santri Edi Mancoro. Pesantren ini berdiri di bawah Yayasan Desaku Maju

yang sebelumnya telah dibentuk oleh K.H.Mahfudz Ridwan. Bertujuan untuk

menyalurkan pendidikan sekaligus basecamp berbagai kegiatan, Wisma

Santri Edi Mancoro merupakan kelanjutan dari pendidikan yang mulanya

berjalan di masjid Darussalam.

Ketika ditanya mengenai alasan K.H.Mahfudz Ridwan memberikan

nama pesantren dengan nama Edi Mancoro yang notabene berasal dari bahasa

Jawa, bukan dari bahasa Arab seperti layaknya pesantren lain, pendiri Edi

Mancoro tersebut menuturkan bahwa sebenarnya Edi Mancoro adalah sebuah

nama yang akan diberikan kepada putranya apabila sang istri dikaruniai anak

laki-laki. Akan tetapi, takdir belum memperkenankan beliau memiliki putra

(53)

kata Edi berarti bagus atau elok dan Mancoro artinya bersinar. Sehingga

diharapkan dari nama ini, pondok pesantren akan bagus dan bersinar di

penjuru dunia.

Sejak awal didirikan, keadaan pesantren terus berkembang. Sampai di

ujung tahun 2007, nama Wisma Santri Edi Mancoro resmi diganti dengan

nama Pondok Pesantren Edi Mancoro. Beberapa macam program yang

dilaksanakan untuk memecahkan masalah antarumat bergama, membuat

eksistensi pesantren semakin melonjak tinggi, utamanya di wilayah

Kabupaten Semarang dan Salatiga. Pesantren yang memiliki karakter terbuka

dan menghargai perbedaan, membuat nama pesantren kian akrab di telinga

masyarakat, bahkan sampai ke luar negeri. Pondok Pesantren Edi Mancoro,

sebagaimana pondok pesantren yang lain, mengajarkan norma-norma agama

Islam dan menerima pluralitas agama, suku, bahasa, dan lain-lain sebagai

bentuk sunnatullah. Langkah ini ditempuh demi mewujudkan terciptanya

konsep Islam rahmatan lil’alamin.

3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro

Pondok Pesantren Edi Mancoro merupakan sebuah institusi pendidikan

keagamaan yang berusaha membekali santri-santrinya dengan berbagai

macam keterampilan di samping ilmu pengetahuan. Sehingga, di dalamnya

terdapat beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berguna untuk

peningkatan sumber daya santri.

Adapun secara spesifik, profil dari Pondok Pesantren Edi Mancoro

(54)

Nama : Pondok Pesantren Edi Mancoro

Alamat : Dsn. Bandungan, RT 02 RW 01, Ds.

Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah 50773

Telepon : (0298) 313 329 / 081 392 393 83

E-mail : ppedimancoro@gmail.com

Blog : www.ppedimancoro.wordpress.com

Pimpinan : K.H. Mahfudz Ridwan, Lc.

Ketua Yayasan : Muhammad Hanif, SS, M. Hum.

Pengasuh Santri Tahfidz : Rosyidah, Lc.

Tahun Berdiri : 1989/1410H

Status Tanah : Wakaf

Surat Kepemilikan Tanah : Wakaf Pondok Pesantren Edi Mancoro

Luas Tanah : 2448 m

Status Bangunan : Milik Pondok Pesantren Edi Mancoro

Luas Bangunan : 1365m

Lapangan Olahraga : 550m

Kebun : 108m

Dipakai lainnya : 535m

Jumlah Santri : 180

Beberapa lembaga di dalam Pondok Pesantren Edi Mancoro:

(55)

b. Koperasi Pondok Pesantren Edi Mancoro

c. Kuliyyatu ad-dirasah al-Islamiyah wa al-ijtima’iyyah (KDII)

d. Madrasah tahfidz

e. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al-Qiro

Struktur Pengurus Organisasi Pondok Pesantren Edi Mancoro (2016-2017/

1437-1438H):

Pelindung : K.H. Mahfud Ridwan, Lc

Penasehat : Muhammad Hanif, M.Hum

Badan Pengurus Harian

Ketua Umum : M. Habib Yusro

Sekretaris : Muhkromin

Bendahara :Uswatun Khasanah

Rayon Putra : M. Sulkhan

Staf Administrasi : M. Ainun Nadjib

Staf Keamanan : Ashadil Husna

Staf Kebersihan : M.K.R. Shani

Rayon Putri : Mufidatul Mahmudah

Staf Administrasi : Indah Asfaradina

Staf Keamanan : Tri Puji Lestari

Staf Kebersihan : Lailatul Badriyah

Biro-biro

Biro Pendidikan : Khusni Abdani, Faiqotul Himmah

(56)

Biro PU : Novlita Zalika Puri, Ahmad Syukuri

Unit Pelaksana Teknik (UPT)

TBB : Mar‟atus Sholihah

Perpustakaan : Hidayatul Khoiroh

Komputer : Indi Lutfiatun

Pers : Hesti Setyanimgrum

Bahasa : Marinda

4. Visi, misi, tujuan, dan garis perjuangan Pondok Pesantren Edi Mancoro

a. Visi

Visi dari Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah, ”Menyiapkan Santri

sebagai Pendamping Umat yang Sesungguhnya.”

b. Misi

Adapun misi yang diemban oleh Pondok Pesantren Edi Mancoro yaitu:

1) Membentuk santri yang memiliki wawasan keagamaan mendalam,

berwawasan kebangsaan, dan kemasyarakatan dalam konteks

ke-Indonesiaan yang plural.

2) Membentuk santri yang peduli dan berkemampuan melakukan

pendampingan masyarakat secara luas.

3) Menentukan kebijakan dalam mengayomi masyarakat dengan sifat

terbuka, independen, serta mandiri.

c. Tujuan

Tujuan Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah untuk membina santri

(57)

Para santri, dalam hal ini ditekankan penuh untuk senantiasa mandiri.

Oleh karena itu, organisasi yang ada di dalam pesantren diserahkan

sepenuhnya kepada santri, baik dari perencanaan sampai ke pengelolaan.

Tujuannya tidak lain adalah agar santri mampu meraih ilmu melalui

praktik secara langsung.

5. Unsur-unsur pesantren

a. Ustadz/ustadzah

Selain KH. Mahfudz Ridwan, asatidz pondok pesanren Edi Mancoro

berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyai kepedulian

terhadap perkembangan pesantren serta para santri yang telah dianggap

mampu untuk mengajar dan berkompeten pada disiplin ilmu yang telah

dikuasai.

b. Santri

Dari keseluruhan jumlah santri yang ada di Pondok Pesantren Edi

Mancoro, mereka digolongkan menjadi 3 jenis, yakni:

1) Santri mukim

Santri mukim merupakan santri yang menetap atau tinggal

secara penuh di pesantren. Santri yang tercatat sebagai santri mukim

berjumlah 180, terdiri dari 45 santri putra dan 135 santri putri.

Mayoritas santri ini merupakan santri dari berbagai daerah,

Gambar

Tabel 1: Jadwal setoran santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Tabel 2: Daftar responden santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Tabel 3: Hasil angket tentang kecerdasan majemuk
Tabel 4: Hasil angket tentang kemampuan menghafal Al-Qur‟an
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jika yang terdeteksi mobil maka gerbang akan terbuka penuh, jika tidak maka webcam akan mendeteksi lagi apakah obyek itu motor atau orang.. Jika obyek yang terdeteksi adalah motor

Sehingga proksi konflik biaya dengan kualitas audit yang digunakan dalam penelitian ini adalah time pressure, partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan, gaya evaluasi yang jika

Dalam Proses penulisan skripsi ini, penulis melakukan pengumpulan data di Master Studio serta didukung oleh studi pustaka dari berbagai sumber literatur dan perkuliahan yang

“Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan.” Program Pasca Sarjana.. Universitas

Distribusi frekuensi dari 297 genotipe keturunan yang berasal dari persilangan terkontrol secara resiprokal antara 10 klon berpotensi hasil tinggi dengan empat klon kaya

Burung dari famili Pycnonotidae merupakan burung yang mempunyai penyebaran yang cukup luas di Sumatera karena kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan yang sangat

berpengaruh terhadap pendapatan petani kedelai yaitu dikatakan bahwa pengalaman yang dimiliki petani cukup baik sehingga petani lebih terampil dalam melakukan

a) video pembelajaran tentang kronologi terjadinya masa reformasi, PPT perkembangan ekonomi dan Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa reformasi, Infografis