i
PENGARUH KECERDASAN MAJEMUK TERHADAP
KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN
SANTRI TAHFIDZ
PONDOK PESANTREN EDI MANCORO
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
WAHYU RAHMA ZULAEHA
111-12-085
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
:ملسَ ًيلع الله لص الله لُسر لاق :لاق ًىع الله يضر نامثع هع
ْمُكُزْيَخ
ْهَم
َمَّلَعَت
َنٰأ ْزُقْلا
ًَُمَّلَع ََ
)يراخبلا ياَر(
Dari, Utsman r.a berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur‟an dan mengajarkannya.”
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini, kupersembahkan untuk:
1. Teruntuk langkah-langkah yang menuntunku di jalan penuh perjuangan
dan kerja keras
2. Ayah dan Ibu, sepasang malaikat penjaga di bumi-Nya
3. Kakakku, Andri Yunianto.
4. Keponakanku, Artanti Intan Sajid, Muhammad Faqih Mujtaba Althaf,
Muhammad Zubair Ath-thufail yang membuat hari-hariku berisik.
5. Seluruh keluarga besar, skripsi ini adalah bukti bahwa genggaman kita
yang dieratkan selalu menguatkan.
6. Para Kiai dan Guruku, ilmu yang beliau semua beri tak akan mampu
kubalas dengan materi apapun.
7. Sahabat-sahabatku, Umi Latifah, Dwi Putri, Kummilaila, Sita Fajriatul,
kerja keras kita akan segera dimulai di babak awal (lagi).
8. Yaa Bismillaah, keluarga kedua yang peluk hangatnya selalu mampu kurasa,
9. Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro, yang tak henti
bersama-sama mengokohkan azzam.
10. Teman-teman Alumni Madin RUQ, tempatku singgah kala imanku futur.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,
yang berkenan mengoreksi dan mengarahkan judul skripsi di tengah padatnya
tugas.
3. Bapak H. Agus Ahmad Su‟aidi, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, arahan serta ide cemerlangnya dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak H. Moh. Ali Zamroni, M.A., selaku dosen pembimbing akademik,
beserta bapak dan ibu dosen yang telah berkenan membimbing penulis
selama masa studi.
5. Orangtuaku tercinta, yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, aspirasi dan
gemblengan bagi penulis.
6. Semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini, yang tak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullah khair al-jaza’.
Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal
baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya, dari karya tulis ini penulis berharap kemanfaatan bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
ABSTRAK
Zulaeha, Wahyu Rahma, 2016, Pengaruh Kecerdasan Majemuk terhadap Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. Agus Ahmad Su‟aidi, M.A.
Kata Kunci: Kecerdasan Majemuk, Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an.
Kecerdasan menjadi faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an. Dalam penelitian ini, dikemukakan lebih lanjut mengenai kecerdasan yang lebih kompleks yaitu kecerdasan majemuk dan pengaruhnya terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an. Kecerdasan majemuk (multiple intelligences) merupakan gabungan dari delapan kecerdasan di dalam diri individu. Teori ini ditemukan oleh Howard Gardner. Kedelapan jenis kecerdasan tersebut ialah: kecerdasan spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musikal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan kinestetik tubuh, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan logika-matematik.
Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro? 2) Bagaimana kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro? 3) Apakah kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro berpengaruh terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an?
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
2. Macam-macam Kecerdasan Majemuk dan Karakteristiknya...
3. Cara atau Gaya Belajar Berbasis Kecerdasan Majemuk...
4. Cara Meningkatkan Kecerdasan Majemuk...
B. Menghafal Al-Qur‟an...
2. Manfaat Menghafal Al-Qur‟an...
3. Metode Menghafal Al-Qur‟an...
4. Faktor Pendukung dalam Menghafal Al-Qur‟an...
5. Faktor Penghambat dalam Menghafal Al-Qur‟an...
C. Kecerdasan Majemuk dan Pengaruhnya dalam Menghafal... 26
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Edi Mancoro...
2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro...
3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro...
4. Visi, Misi, Tujuan, dan Garis Perjuangan Pondok Pesantren Edi
Mancoro...
5. Unsur-unsur Pesantren...
6. Madrasah Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro...
B. Penyajian Data...
1. Data Responden...
2. Data Jawaban Angket tentang Kecerdasan Majemuk...
3. Data Jawaban Angket tentang Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an...
2. Analisis Data Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an...
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jadwal Setoran Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Tabel 2: Daftar Responden Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Tabel 3: Hasil Angket tentang Kecerdasan Majemuk
Tabel 4: Hasil Angket tentang Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
Tabel 5: Nominasi Kecerdasan Majemuk
Tabel 6: Distribusi Frekuensi Kecerdasan Majemuk
Tabel 7: Nominasi Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
Tabel 8: Distribusi Frekuensi Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
Tabel9: Koefisien Korelasi Kecerdasan Majemuk dengan Kemampuan Menghafal
Al-Qur‟an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Lembar Konsultasi
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 6 Ringkasan Skripsi dalam Bentuk Power Point
Lampiran 7 Pedoman Wawancara
Lampiran 8 Angket Kecerdasan Majemuk
Lampiran 9 Angket Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an
Lampiran 10 Distribusi Nilai r tabel Signifikansi 5% dan 1%
Lampiran 11 Biodata Pengasuh Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Lampiran 12 Biodata Responden
Lampiran 13 Foto-foto Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang sempurna. Di dalamnya
terdapat perintah, larangan, peringatan, ancaman, kabar gembira, petunjuk, kisah
penuh hikmah, dan lain-lain. Tidak mengherankan jika Al-Qur‟an menjadi sumber
dan rujukan dalam mendalami berbagai macam ilmu. Di samping itu, telah
disebutkan bahwa Al-Qur‟an memiliki kelebihan dibandingkan kitab suci
sebelumnya yaitu Allah sendirilah yang akan menjaga kemurnian Al-Qur‟an. Hal
ini telah Allah firmankan dalam Q.S Al-Hijr ayat 9 berbunyi:
َنُُظِفاَحَل ًَُل اَّوِإ ََ َزْكِّذلا اَىْلَّزَو ُهْحَو اَّوِإ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Bukti konkrit dari ayat di atas yaitu banyaknya para penghafal Al-Qur‟an di
dunia ini. Di Indonesia sendiri pun, belakangan ini masyarakat dibuat takjub
dengan keberadaan salah satu hafidz cilik bernama Musa La Ode Abu Hanafi
yang berusia tujuh tahun dan prestasi di bidang tahfidz-nya mendunia. Dikutip
dari media online JawaPos.com (edisi 18 April 2016), Musa telah memulai
menghafal Al-Qur‟an sejak usia dua tahun. Ini menjadi bukti nyata tentang
ayat-Nya dalam Q.S Al-Qamar: 17:
زِكَّدُم ْهِم ْلٍََف ِزْكِّذلِل َنآ ْزُقْلا اَو ْزَّسَي ْدَقَل ََ
Tentu, melihat dari realita para penghafal Al-Qur‟an yang ada, kemudahan
yang dimaksud di sini tidak hanya mencakup kemudahan dalam mengambil
ibrah/pelajaran dalam Al-Qur‟an saja, namun juga mencakup kemudahan dalam
membaca, memahami, menadaburi, bahkan menghafalkan ayat-ayat suci tersebut
(Al-Kahil, 2011:13).
Hakikatnya, menghafal Al-Qur‟an tidak hanya diperbolehkan bagi orang
-orang yang memahami bahasa arab, mengerti kaidah nahwu-shorof ataupun harus
mengetahui makna dari ayat-ayat yang dihafalkannya. Semua itu memang afdhol
atau diutamakan, namun tidak lantas menjadi syarat mutlak. Sebab, erat kaitannya
dengan Musa, bahkan di usianya yang teramat dini yaitu dua tahun, orang tua
Musa sudah mampu membimbing Musa untuk menghafal Al-Qur‟an. Dalam
proses membimbing Musa untuk menghafal Al-Qur‟an, orang tuanya tidak serta
merta memaksa Musa menghafal ayat per ayat. Di samping menerapkan
kedisiplinan demi membentuk kebiasaan, kedua orang tua Musa memanfaatkan
kaset murattal. Metode ini memanfaatkan pendengaran, sehingga Musa pada
akhirnya lebih mudah menghafal setelah berulang kali mendengarkan ayat-ayat
Al-Quran dari qori‟ pilihan orang tuanya. Selain dengan kaset murattal, ayah
Musa seringkali menerapkan metode talqin di waktu-waktu yang telah ditentukan
(JawaPos.com diunduh pada 16 Mei 2016).
Fakta ini menggambarkan bahwa menghafal Al-Qur‟an membutuhkan cara
-cara khusus yang pastinya berbeda antara satu orang dengan lainnya. Jika saja
tunarungu yang ingin menghafalkan Al-Quran diberi metode yang sama dengan
berbeda-beda, sehingga kecenderungan untuk menangkap informasi tergantung
pada kecerdasan dominan apa yang melekat dalam pribadi tersebut.
Howard Gardner mengelompokkan bahwa setiap anak memiliki berbagai
kecerdasan dalam dirinya yang disebut dengan kecerdasan majemuk. Kecerdasan
majemuk terdiri dari berbagai macam kecerdasan yang tersimpan dalam diri
manusia. Kecerdasan itu adalah: kecerdasan spasial, linguistik, interpersonal,
logika-matematika, musikal, naturalistik, intrapersonal, dan kinestetik (Haviva,
2013:59). Kecerdasan dominan yang ada dalam diri setiap orang kemungkinan
besar berbeda. Itulah mengapa diperlukan variasi rangsangan kecerdasan agar
setiap orang memiliki kemampuan menganalisa kecerdasan majemuknya sehingga
ia mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Berawal dari pertanyaan yang berjejal di pikiran penulis mengenai keterkaitan
kecerdasan majemuk dan menghafal Al-Qur‟an, penulis ingin menganalisa lebih
jauh melalui penelitian dengan judul, ”PENGARUH KECERDASAN
MAJEMUK TERHADAP KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN
SANTRI TAHFIDZ PONDOK PESANTREN EDI MANCORO TAHUN
2016.”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana tingkat kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri tahfidz
2. Bagaimana tingkat kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok
Pesantren Edi Mancoro?
3. Apakah kecerdasan majemuk berpengaruh terhadap tingkat kemampuan
menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh santri
tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro.
2. Untuk mengetahui tingkat kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz
Pondok Pesantren Edi Mancoro.
3. Untuk menganalisis pengaruh kecerdasan majemuk terhadap tingkat
kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro.
D. Hipotesis penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan logis yang menjadi dasar untuk menarik
suatu kesimpulan sementara, atau proses berfikir deduksi mengenai hubungan
antar variabel yang diteliti (Almanshur, 2009:84). Tidak jauh berbeda dengan
pendapat tersebut, apa yang dikutip oleh Rosady Ruslan dari penuturan Soeratno
mengemukakan tentang hipotesis yang berasal dari kata hypo yang berarti kurang
hipotesis ialah pendapat atau kesimpulan yang sifatnya sementara (Ruslan,
2010:171). Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa sebuah hipotesis belum
mencapai sebuah nilai faktual karena belum diuji kebenarannya.
Dari pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan mengenai hipotesis
dari skripsi ini. Hipotesis awal dari penelitian ini adalah: ada pengaruh positif
antara kecerdasan majemuk terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri
tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro tahun 2016.
E. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas
dan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoritis, antara lain:
1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan Islam
khususnya di bidang hafalan Al-Qur‟an .
2. Manfaat praktis
a. Bagi penghafal Al-Qur‟an: agar tercipta generasi qur‟ani yang tidak
hanya memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam proses menghafal, tapi
juga mampu mengaplikasikan kecerdasan majemuk yang ada dalam
dirinya.
b. Bagi pengasuh santri tahfidz: agar para musyrif mampu menggali potensi
dari masing-masing santri, sehingga santri-santri tahfidzul Qur‟an
mampu memaksimalkan hafalan Al-Qur‟an dengan metode-metode yang
c. Bagi orang tua: diharapkan orang tua ikut andil dalam
menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk sejak anak berusia dini.
F. Definisi operasional
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya perbedaan penafsiran dengan
maksud utama penulis, diperlukan adanya penjelasan dari judul penelitian.
Adapun penjelasannya mencakup istilah pokok maupun kata yang menjadi
variabel dalam penelitian.
1. Kecerdasan majemuk
Inteligensi atau kecerdasan merupakan kemampuan berurusan dengan
abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, serta kemampuan
mengatasi situasi-situasi baru (Gulo, 2000:233). Sumber lain memaparkan
bahwa intelligence (Inggris) atau intelligere (Latin) yang terdiri dari kata
intus dan legere memiliki makna membaca atau memahami sesuatu secara
mendalam dengan rasional. Inteligensi juga diartikan sebagai kemampuan
intelektual secara esensial mencakup kemampuan dalam membentuk
pengertian, pertimbangan, dan rasionalitas (Thantawy, 2005:41). Sementara
itu, Departemen Pendidikan Nasional (2007:209) menjelaskan pengertian
kecerdasan dalam makna yang lebih singkat yaitu kesempurnaan
perkembangan akal budi.
Makna dari kata majemuk adalah terdiri atas beberapa bagian yang
Wijanarko (2010:9) menyimpulkan bahwa kecerdasan majemuk adalah
beberapa aspek kecerdasan atau kepandaian yang ada dalam diri seseorang
dan mampu membangun level kecerdasan orang tersebut sekaligus membuat
kepribadiannya menjadi unik.
Untuk mengukur kecerdasan majemuk, penulis menggunakan beberapa
indikator sebagai berikut:
a. Memiliki beberapa aspek kecerdasan yang pada akhirnya membangun
level kecerdasan pemiliknya (Wijanarko, 2010:9).
b. Berkepribadian unik dan berbeda dari orang lain (Wijanarko, 2010:9).
c. Tidak hanya mempunyai kapasitas dalam bidang kognitif, namun juga
kapasitas kemampuan sistem neurologis, biologis, sensorik, dan
psikologis (Prasetyo, 2009:42).
2. Kemampuan menghafal Al-Qur‟an
Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang memiliki arti kuasa,
bisa, sanggup melakukan sesuatu. Kata kemampuan sendiri didefinisikan
sebagai suatu kesanggupan dan kecakapan (Departemen Pendidikan Nasional,
2007:707).
Menghafal merupakan usaha meresapkan sesuatu ke dalam pikiran agar
selalu ingat (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:381). Sependapat
dengan hal tersebut, Syamsurizal (t.th:526) menguraikan bahwa makna dari
menghafal ialah belajar mengingat-ingat dengan baik.
Dalam buku Ensiklopedia Islam Indonesia yang disusun oleh Tim
sebagai kitab suci umat Islam berisi firman-firman Allah dan diwahyukan
dalam Bahasa Arab kepada Nabi Muhammad.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
kemampuan menghafal Al-Qur‟an yaitu kapasitas seseorang dalam berupaya
menyimpan memori tentang ayat-ayat Al-Qur‟an dan mengulang-ulangnya
demi memperoleh ingatan yang kuat.
Untuk memperoleh ukuran mengenai kemampuan menghafal Al-Qur‟an
santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro, dalam penelitian ini penulis
memanfaatkan beberapa indikator yang sebelumnya telah dikonsultasikan
dengan pengasuh tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro yaitu Ustadzah
Rosyidah sebagai berikut:
a. Rutin menambah hafalan Al-Qur‟an setiap hari.
b. Menyetorkan hafalan ke pengasuh tahfidz secara intens.
c. Memiliki target hafalan sebagai jalan untuk memotivasi diri sendiri.
d. Rutin memuraja’ah hafalan setiap hari, baik di depan pengasuh tahfidz
ataupun secara pribadi.
G. Metode penelitian
1. Pendekatan dan rancangan penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif yang bersifat korelasional. Untuk mengetahui hubungan tiap
analisis product moment dan persamaan regresi linier sederhana untuk
mengetahui besarnya pengaruh antar variabel.
b. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang akan ditempuh oleh penulis yaitu dengan
mengumpulkan data melalui angket atau kuisioner sebagai sumber data
utama. Selanjutnya, data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis untuk
dapat mengetahui informasi ilmiah melalui angka-angka tersebut.
Sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya pengaruh kecerdasan
majemuk terhadap kemampuan menghafal Al-Qur‟an.
2. Lokasi dan waktu penelitian
a. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian berada di Pondok Pesantren Edi Mancoro yang
beralamat di Dsn. Bandungan, RT 02 RW 01, Ds. Gedangan, Kec.
Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah.
b. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari Mei 2016
dan ditargetkan selesai Insya Allah pada bulan Juli 2016.
3. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi menurut Sugiyono (dalam Ruslan, 2010:133) adalah
keseluruhan obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro berjumlah
24 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 19 orang perempuan.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam
menentukan sampel, sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto
(1998:117), bahwa apabila jumlah subyeknya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Berbeda jika jumlah subyeknya besar, maka dapat diambil 10-15% atau
20-25%.
Mengingat jumlah santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
kurang dari 100, maka berdasakan teori Arikunto, sampel penelitian ini
yaitu keseluruhan populasi atau disebut total sampling.
4. Metode pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Kuesioner/angket
Angket sering juga disebut kuesioner, yaitu suatu daftar yang
berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam
suatu bidang (Koentjaraningrat, 1994:173). Angket atau kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya (Sugiono, 2010:1999).
Pengumpulan angket/kuesioner merupakan hal yang pokok untuk
mengumpulkan data. Hasil kuesioner tersebut dirumuskan dalam angka,
tabel-tabel, analisis statistik, dan uraian serta kesimpulan dari hasil
penelitian. Pengumpulan angket/kuesioner dalam penelitian ini sendiri
bertujuan untuk mendapatkan data tentang kecerdasan majemuk dan
pencapaian hafalan santri.
b. Wawancara/interview
Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1993:145). Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, penulis mengambil teknik
interview bebas terpimpin. Interview bebas terpimpin adalah teknik
interview di mana interviewer membawa kerangka pertanyaan (frame
work of question) untuk disajikan, tetapi bagaimana
pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan irama interview diserahkan kebijaksanaan
interviewer (Hadi, 1989:207).
Di sini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan keadaan santri tahfidz dan Pondok Pesantren Edi
Mancoro. Adapun narasumber dari wawancara ini yaitu pengasuh santri
c. Observasi
Metode ini merupakan metode dengan jalan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
diselidiki (Hadi, 1982:136).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi
langsung yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang lokasi
penelitian yaitu di Pondok Pesantren Edi Mancoro serta proses santri
tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro dalam menghafal Al-Qur‟an.
d. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang
tertulis (Arikunto, 1993:149). Metode ini digunakan untuk mendapatkan
data-data santri serta profil lokasi penelitian. Adapun langkah yang
ditempuh oleh penulis yaitu dengan menghubungi pengasuh Pondok
Pesantren Edi Mancoro untuk memperoleh arsip, lalu memilah
arsip-arsip terkait secara kolektif, selanjutnya menyajikan apa yang ada dalam
arsip tersebut dalam bentuk narasi.
5. Instrumen penelitian
Menurut Arikunto (1998:135), instrumen adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar angket yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh kecerdasan majemuk terhadap kemampuan menghafal
Adapun instrumen penelitian (angket) yang peneliti buat, mengacu pada
variabel-variabel di bawah ini:
Variabel pengaruh (x): variabel pengaruh dalam penelitian ini adalah
pengaruh kecerdasan majemuk santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro.
Variabel terhadap (y): variabel terhadap dalam penelitian ini adalah
kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro.
6. Analisis data
Dalam mengolah data, penulis menggunakan analisa data kuantitatif,
yaitu dengan menganalisa data sehingga mengandung makna atau dapat
diambil suatu kesimpulan akhir dari hasil penelitian yang dilakukan.
Dalam menganalisis data, penulis menempuh dua tahap yaitu:
a. Analisis pendahuluan
Dalam menganalisa data pokok penelitian ini, penulis menggunakan
teknik analisis prosentase dengan rumus:
P =
x 100%
Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi jawaban
N = Jumlah responden
b. Analisis lanjutan
Analisis selanjutnya yang penulis lakukan antara variabel x dan
regresi linier sederhana. Analisis ini digunakan untuk mengetahui angka
pengaruh variabel x terhadap variabel y dengan rumus , di mana:
Y = variabel dependen atau nilai yang diprediksikan
x = variabel independen
= konstanta, dapat dicari dengan rumus ( )( ) ( )( ) ( )
b = koefisien regresi, dapat dicari dengan rumus ( ) ( )( ) ( )
Selanjutnya, analisis akhir dari penelitian ini menggunakan rumus
korelasi product moment yang ditemukan oleh Karel Pearson. Rumus ini
dapat digunakan apabila data kedua variabel berupa data kuantitas
(Hadjar, 2014:139). Dalam penelitian ini, kedua data yang dimaksud
ialah data dengan variabel x dan variabel y, di mana variabel x adalah
kecerdasan majemuk sedangkan variabel y yaitu kemampuan menghafal
Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro. Penggabungan
antara variabel x dan variabel y digunakan rumus product moment
sebagai berikut:
√* ( )( ) ( )+* ( )+
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi
∑x = jumlah skor total variabel x
∑y = jumlah skor total variabel y
∑y² = jumlah kuadrat y
N = jumlah sampel / obyek yang diteliti
H. Sistematika penulisan skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut:
Bab I, pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, instrumen penelitian, dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab II, penulis menjabarkan kerangka teori tentang pengertian kecerdasan
majemuk, macam-macam kecerdasan majemuk dan karakteristiknya, cara atau
gaya belajar berbasis kecerdasan majemuk, cara meningkatkan kecerdasan
majemuk, pengertian kemampuan menghafal Al-Qur‟an, manfaat menghafal
Al-Qur‟an, metode menghafal Al-Qur‟an, serta faktor pendukung dan penghambat
dalam menghafal Al-Qur‟an.
Bab III, hasil penelitian yang membahas tentang gambaran umum lokasi
penelitian serta penyajian data.
Bab IV, analisis data tentang kecerdasan majemuk dan kemampuan
menghafal Al-Qur‟an, sekaligus pengaruh antar kedua variabel dengan subyek
penelitian santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro. Selanjutnya adalah
pengujian hipotesis.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kecerdasan majemuk
1. Pengertian kecerdasan majemuk
Menurut Gardner (dalam Hernowo, 2005:65-69), kemajemukan inteligensi
merupakan kumpulan kepingan kemampuan yang ada di beragam otak.
Semua kepingan ini saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri-sendiri.
Yang terpenting, inteligensi tidak statis atau ditentukan sejak lahir. Seperti
otot, inteligensi dapat berkembang sepanjang hidup asal terus dibina dan
ditingkatkan.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa kecerdasan majemuk
adalah macam kecerdasan lebih dari satu yang dimiliki setiap individu di
mana setiap individu memiliki kedelapan jenis kecerdasan dengan kadar yang
berbeda, artinya tergantung jenis kecerdasan mana yang dominan (Gardner
dalam Manurung, 2013:50).
Mushollin (2009:230) dalam jurnal yang ia tulis menyebutkan sebuah
definisi dari Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, yaitu suatu
kesinambungan kecerdasan yang dapat dikembangkan seumur hidup. Dalam
jurnal tersebut juga dijelaskan mengenai pandangan Gardner tentang
teori-teori dasar kecerdasan yang berbunyi: setiap manusia dibekali kecerdasan
yang berbeda-beda atau paling tidak memiliki satu dari delapan kecerdasan
sampai pada tingkat penguasaan yang memadai sepanjang hidupnya,
kecerdasan-kecerdasan ini umumnya bekerja bersama dengan cara yang
kompleks dan saling terkait, serta yang terakhir, banyak cara untuk menjadi
cerdas dalam setiap kategori.
2. Macam-macam kecerdasan majemuk dan karakteristiknya
Kecerdasan majemuk ditemukan oleh Howard Gardner, seorang ahli
saraf dan psikolog terkemuka dari sekolah kedokteran Boston dan juga
sekolah pendidikan Hardvard. Dari proyek penelitian Gardner di sebuah
kelompok riset, ia menemukan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences).
Pada awalnya, kecerdasan ini hanya terdiri dari 7 jenis kecerdasan. Sampai
kemudian, penelitian terus dilanjutkan dan ditemukan kecerdasan lain. Hasil
temuan tersebut pertama kali dipublikasikan pada 1983 dalam bentuk buku
berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Suyadi,
2014:126). Adapun kedelapan jenis kecerdasan yang dimaksud adalah:
a. Kecerdasan spasial
Kecerdasan spasial ialah suatu kecerdasan dalam melihat,
mempersepsikan dan mentransformasikan suatu obyek dengan detail.
Biasanya, kecerdasan ini diperlihatkan melalui kecenderungan
melakukan: apresiasi seni, desain, denah, pandai navigasi dan arah,
dekorasi, membuat dan membaca chart dan peta, koordinasi warna,
memindahkan bentuk dalam angan-angan, membuat desain tiga dimensi,
menciptakan dan interpretasi grafik, bermain game berbasis ruang, desain
atau membuat sketsa, serta berpikir dalam gambar atau bentuk (Haviva,
2013:61).
Pemilik kecerdasan ini adalah mereka: para arsitek, fotografer,
seniman, pilot, pemahat patung, dan para penemu teknologi.
b. Kecerdasan linguistik
Kecerdasan linguistik ialah suatu kemampuan menggunakan
kata-kata secara kompeten, baik diwujudkan dalam bentuk tulisan maupun
lisan. Secara umum, kecerdasan ini terkait dengan kepekaan seseorang
terhadap bunyi, makna, struktur, fungsi kata, dan bahasa.
Individu yang memiliki kecerdasan ini ditunjukkan dengan
ketertarikannya pada beberapa hal, seperti: mengarang cerita, antusias
dalam mengikuti diskusi, tertarik belajar bahasa asing, bermain
permainan tentang bahasa, mudah mengingat kutipan suatu tulisan atau
ucapan dari orang lain, tidak mudah salah eja atau salah tulis, humoris,
membaca dengan pemahaman tinggi, pandai membuat puisi, tepat dalam
tata bahasa, berkomunikasi melalui lisan dan tulis, banyak menguasai
kosakata, dan menulis secara jelas (Haviva, 2013:59-60).
Mayoritas pemilik kecerdasan ini ialah: orator, negosiator,
pengacara, negarawan, dan lain sebagainya.
c. Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan Interpersonal yaitu kemampuan mempersepsikan dan
membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.
isyarat, dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu (Mufidah, 2014:83).
Lwin dan kawan-kawannya (2008:205) berpendapat, seseorang bisa
dikatakan memiliki kecerdasan interpersonal tinggi apabila: ia berteman
dan berkenalan dengan mudah, lebih suka berada di sekitar orang lain,
ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang asing, dan
paham waktu yang tepat untuk berbagi sesuatu dengan orang lain.
d. Kecerdasan musikal
Suyadi (2014:130) menjelaskan bahwa kecerdasan musikal
merupakan kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, dan
secara emosional terpengaruh oleh musik. Dari semua bentuk
kecerdasan, pengaruh pengubahan kesadaran dari musik dan irama pada
otak merupakan yang terbesar. Sebab, kekuatan musik, irama, suara dan
getaran mampu menggeser pikiran, memberikan motivasi religius,
meningkatkan kebanggaan nasional dan mengungkapkan kasih untuk
orang lain (Lwin, 2008:137).
Kecenderungan seorang pemilik kecerdasan ini adalah pada hal-hal:
mengenali bunyi instrumen, menyusun atau mengarang melodi dan lirik,
mudah mengenal ritme, belajar mengingat melalui irama dan lirik,
menyukai apresiasi musik, dan paham terhadap struktur musik (Haviva,
e. Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis ialah kapasitas untuk mengenali dan
mengelompokkan sesuatu di dalam lingkungan fisik sekitarnya seperti
binatang, tumbuhan, serta kondisi cuaca. Pemilik kecerdasan ini
mempunyai kemampuan untuk mengelola alam dan lingkungan sekitar
dengan aktivitas utamanya adalah memelihara dan berinteraksi dengan
alam sekitar (Prasetyo, 2009:85).
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan naturalis di
antaranya: akrab dengan hewan peliharaan, sangat menikmati
berjalan-jalan di alam terbuka, menunjukkan kepekaan terhadap panorama alam,
juga seringkali berprestasi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
utamanya Biologi dan lingkungan hidup (Mufidah, 2014:85-86).
f. Kecerdasan kinestetik-tubuh
Kecerdasan kinestetik-tubuh adalah kemampuan untuk melakukan
koordinasi pergerakan seluruh anggota tubuh untuk mengekspresikan ide,
perasaan dan membentuk sesuatu (Prasetyo, 2009:63).
Jika seseorang memiliki dominasi kecerdasan kinestetik-tubuh, ia
akan mudah dikenali dengan ciri: menikmati kegiatan bermain peran,
gemar menyusun teka-teki dari potongan gambar, sering melompat,
berlari-lari, menendang-nendang sesuatu, juga menari (Lwin,
g. Kecerdasan intrapersonal
Lwin (2008:233) mendefinisikan kecerdasan intrapersonal sebagai
kecerdasan yang terkait dengan diri sendiri. Orang yang berkecerdasan
intrapersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercermin pada apa
yang mereka lakukan dan secara terus-menerus melakukan penilaian diri.
Mufidah (2014:84) berpendapat bahwa kecerdasan intrapersonal meliputi
kesadaran akan suasana hati, maksud, keinginan, disiplin diri, dan
kemampuan menghargai diri.
Pada umumnya, seseorang yang memiliki kecerdasan ini lebih
menyukai beberapa hal seperti: lebih suka menyendiri saat berpikir dan
merenung, mampu mengontrol perasaan, mengetahui kelemahan dan
kekuatan diri, pintar introspeksi dan memotivasi diri, memahami cara
mengelola minat dan perasaan, serta lihai dalam mendalami konflik
(Haviva, 2013:64-65).
h. Kecerdasan logika-matematika
Kecerdasan logika-matematika adalah kemampuan dalam berkutat
menangani bilangan, perhitungan, pola pikir logis, dan ilmiah.
Kecerdasan ini mempunyai dua unsur, yakni matematika dan logika
(Suyadi, 2014:127).
Menurut Haviva (2013:60-61), kecenderungan yang dimiliki
seseorang dalam hal ini ditunjukkan melalui: menghitung atau
menganalisa hitungan, memperkirakan, bereksperimen, menemukan
memprediksi, membuat langkah-langkah, menyukai permainan yang
menggunakan strategi, menggunakan simbol abstrak dan berpikir abstrak,
serta menemukan fungsi-fungsi dan hubungan.
Biasanya, kecerdasan matematis logis dimiliki oleh: para ilmuwan,
matematikawan, scientist, filsuf, fisikawan, dan lain sebagainya.
3. Cara atau gaya belajar berbasis kecerdasan majemuk
Menurut Gordon Dryden dan Jeanette Vos (dalam Muhajarah, 2008:48-50),
adapun cara atau gaya belajar berbasis multiple intelligences adalah sebagai
berikut:
a. Belajar dengan cara spasial
Peserta didik yang unggul dalam bidang ini paling efektif belajar
secara visual. Mereka perlu diajari melalui gambar, metafora, visual dan
warna. Cara terbaik untuk memotivasi mereka adalah melalui media
seperti film, slide, video, diagram, peta dan grafik.
b. Belajar dengan cara linguistik
Cara belajar terbaik dalam bidang ini adalah dengan mendengar,
berbicara, membaca dan menulis. Cara terbaik memotivasi peserta didik
adalah sering berdialog, menyediakan banyak buku, rekaman dan
menciptakan peluang untuk menulis.
c. Belajar dengan cara interpersonal
Cara belajar terbaik peserta didik yang berbakat dalam kategori ini
adalah dengan berhubungan dan saling bekerjasama. Mereka perlu
kolaboratif, tugas sosial atau jasa, menghargai perbedaan, membangan
perspektif beragam.
d. Belajar dengan cara musikal
Peserta didik dengan inteligensi musikal belajar melalui irama dan
melodi. Mereka bisa mempelajari apapun dengan lebih mudah jika
dinyanyikan, diberi ketukan atau disiulkan.
e. Belajar dengan cara naturalis
Peserta didik yang condong sebagai naturalis akan menjadi
bersemangat ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka, juga
senang bila ada acara di luar sekolah.
f. Belajar dengan cara kinestetik
Peserta didik yang berbakat dalam jenis inteligensi ini belajar dengan
menyentuh, memanipulasi dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan
yang bersifat gerak dan dinamik. Cara terbaik memotivasi mereka adalah
dengan melaui seni peran, improvisasi dramatis, gerakan kreatif dan
semua jenis kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik.
g. Belajar dengan cara intrapersonal
Peserta didik dengan kecenderungan ke arah ini paling efektif belajar
ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan
mereka sendiri, dan menentukan kemajuan mereka melalui proyek
apapun yang mereka minati. Pendidik dapat memotivasi mereka dengan
mengetahui diri sendiri melalui orang lain, pendidikan inteligensi
emosional dan merefleksikan ketakjuban dan tujuan hidup.
h. Belajar dengan cara logis-matematis
Peserta didik yang mempunyai kelebihan dalam bidang ini belajar
dengan membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak.
Mereka belajar secara ilmiah, berpikir logis, dengan proses berpikir
secara matematis dan bekerja dengan angka. Sebaiknya, pendidik
memberikan materi konkret yang bisa dijadikan bahan percobaan, waktu
yang berlimpah untuk mempelajari gagasan baru, kesabaran dalam
menjawab pertanyaan dan penjelasan logis untuk jawaban yang pendidik
berikan.
4. Cara meningkatkan kecerdasan majemuk
Mayoritas masyarakat meyakini bahwa kecerdasan merupakan sesuatu
yang dikaruniakan dan tidak bisa diupayakan. Mereka juga berpendapat
bahwa manusia dilahirkan hanya dengan satu kecerdasan yang menonjol,
misalnya dalam bidang musik. Namun, banyak penelitian yang telah
dilakukan menyangkal pemikiran masyarakat tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Aaron Stern pada tahun 1954 misalnya, membuktikan bahwa
kecerdasan bukanlah sebuah bawaan atau karunia, namun suatu kemampuan
yang muncul dari hasil latihan dan binaan. Bahkan, ketika salah satu
kecerdasan seseorang terus-menerus dirangsang dan distimulasi, hal itu
ada pembatasan atau sekat-sekat yang sengaja diciptakan di dalam proses
perkembangan kecerdasan tersebut (Lwin, 2008:4-6).
Lebih lanjut, Yeny Andriani dan Reza Prasetyo (2009:6) memaparkan
bahwa kecerdasan majemuk dapat meningkat atau berkembang seiring
dengan perkembangan hidup seseorang. Setiap kali menghadapi
permasalahan, setiap aspek dari multiple intelligences dapat berkembang
dengan sendirinya. Meski demikian, untuk lebih mengoptimalkan
perkembangan kecerdasan majemuk ini, seseorang harus berlatih sesuai
dengan tujuan perkembangan itu sendiri.
B. Menghafal Al-Qur’an
1. Pengertian menghafal Al-Qur’an
Menghafal Al-Qur‟an atau dalam bahasa Arab hifdz al-qur’an (نآزقلا ظفح)
merupakan susunan bentuk idhofah, yang diartikan sebagai bentuk usaha
mengingat-ingat Al-Qur‟an sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf
dengan maksud beribadah, menjaga dan memelihara kalam Allah (Munjahid,
2007:74). Dengan kata lain, menghafal Al-Qur‟an ialah suatu proses menjaga
dan melestarikan kemurnian kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah di
luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga
dari kelupaan, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya.
Menurut Achmad (2012:166), menghafal Al-Qur‟an merupakan proses
mengingat-ingat kembali sebuah wahyu dari Allah. Dalam hal menghafal
disampaikan kepada umat Islam dengan nama Al-Qur‟an memberikan
pengertian bahwa wahyu itu tersimpan di dalam dada manusia, mengingat
nama Al-Qur‟an sendiri berasal dari kata qira’ah (bacaan) dan di dalam kata
qira’ah terkandung makna: agar selalu diingat. Wahyu yang diterima Nabi
SAW pada dasarnya telah terpelihara dari kemusnahan dengan dua cara
utama: pertama, menyimpannya ke dalam dada manusia atau
menghafalkannya, dan kedua, mencatatnya secara tertulis di atas berbagai
jenis bahan yang bisa ditulis, semacam kulit binatang, pelepah kurma, dan
tulang belulang.
2. Manfaat menghafal Al-Qur’an
Sugianto (2004:41-42) menguraikan mengenai manfaat menghafal
Al-Qur‟an, sebagai berikut:
a. Al-Qur‟an memuat 77.439 kalimat, sehingga seorang penghafal Al
-Qur‟an berarti telah menghafal banyak kosa kata bahasa Arab.
b. Menghafal Al-Qur‟an juga berarti menghafalkan kata-kata hikmah yang
berharga di dalam kehidupan.
c. Di dalam Al-Qur‟an banyak dijumpai uslub atau ta‟bir yang sangat indah,
sehingga bagi yang menginginkan menjadi sastrawan Arab, uslub
tersebut sudah didapat dari dalam Al-Qur‟an.
d. Hafalan Al-Qur‟an mampu membuat seseorang berbicara secara fasih
dan benar, serta dapat membantunya dalam mengeluarkan dalil-dalil dari
Al-Qur‟an dengan cepat ketika menjelaskan atau membuktikan suatu
e. Menghafal Al-Qur‟an mampu menguatkan daya nalar dan ingatan.
Karena terlatih dalam menghafal, menjadikan seseorang lebih mudah
ketika menghafal hal-hal lain.
Sementara itu, di antara beberapa manfaat menghafal Al-Qur‟an menurut
Al-Kahil (2010:19-23), yaitu:
a. Al-Qur‟an adalah kalam Allah dan menghafalkannya merupakan
aktivitas yang nilainya besar dan akan membuka pintu-pintu kebaikan.
b. Menghafal Al-Qur‟an diibaratkan menghafal kamus terbesar dunia, sebab
Al-Qur‟an berisi tentang ilmu dunia dan akhirat, juga tentang kisah
orang-orang terdahulu dan yang akan datang, tentang hukum dan
perundang-undangan serta syariat yang mengatur kehidupan seorang
mukmin.
c. Al-Qur‟an merupakan obat bagi penyakit jiwa dan raga.
d. Dengan menghafal Al-Qur‟an, waktu yang dimiliki oleh manusia tidak
akan terbuang secara sia-sia.
3. Metode menghafal Al-Qur’an
Penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada metode baku dalam
menghafal Al-Qur‟an. Hal ini disebabkan kemampuan menghafal seseorang
memang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Adapun metode
menghafal Al-Qur‟an menurut Sugianto (2004:77-80) antara lain:
a. Metode menghafal dengan pengulangan penuh
1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3
2) Materi yang telah ada, dibaca berulang-ulang dengan melihat mushaf
± 40 kali atau sampai lancar dan jelas.
3) Materi tersebut diulangi kembali, sesekali melihat mushaf dan
sesekali tidak melihat. Hal ini juga dilakukan berulang-ulang hingga
hafal dengan sendirinya.
4) Jika telah hafal, lakukan pengulangan tanpa melihat mushaf
sebanyak ± 40 kali atau sampai benar-benar lancar.
b. Metode menghafal dengan tulisan
Metode menghafal dengan tulisan ini banyak dipakai oleh para penghafal
Al-Qur‟an di negara-negara Timur Tengah. Tahapannya yaitu:
1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3
halaman, ¼ halaman atau lainnya.
2) Materi yang telah ada, ditulis pada buku atau lembaran kertas yang
telah dipersiapkan sebelumnya.
3) Materi hafalan yang telah ditulis, dibaca di depan guru sampai
dinyatakan baik, benar, dan lancar.
4) Materi tersebut dihafalkan ayat per ayat dengan cara dibaca
berulang-ulang hingga hafal secara lancar.
c. Metode menghafal dengan memahami makna
1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3
halaman, ¼ halaman atau lainnya.
3) Jika sudah memahami makna atau arti per kalimat, selanjutnya
dibaca berulang-ulang sembari dihafalkan hingga hafal secara lancar.
Adapun cara menyambung ayat per ayat yaitu dengan cara
menghubungkan antar ayat sesuai makna yang telah difahami.
d. Metode menghafal dengan bimbingan guru
Metode menghafal dengan bimbingan guru ini banyak digunakan oleh
penyandang tunanetra. Langkahnya sebagai berikut:
1) Menyiapkan materi hafalan. Boleh 1 halaman, ½ halaman, 1/3
halaman, ¼ halaman atau lainnya.
2) Guru membacakan materi hafalan yang telah dipersiapkan dan
ditirukan oleh murid.
3) Murid menghafalkan setiap ayat dengan cara menirukan berulang
kali apa yang telah dibacakan guru sampai hafalannya melekat.
Demikian seterusnya hingga materi yang telah dipersiapkan selesai
dihafal secara lancar.
e. Metode menghafal dengan bantuan tape recorder (kaset)
Selain menggunakan metode menghafal dengan bimbingan guru, para
tunanetra tidak jarang mendengarkan kaset berisi murattal Al-Qur‟an
untuk memperlancar hafalannya. Cara ini terutama ditempuh ketika
memuraja’ah atau mengulang hafalan. Di sini, meskipun murattal
Al-Qur‟an yang diperdengarkan mampu menjadi pengganti fungsi guru,
4. Faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur’an
Banyak faktor yang menjadikan seseorang mempunyai alasan untuk terus
bersemangat menghafal Al-Qur‟an, baik faktor dari dalam diri sendiri
maupun dari luar. Dalam hal ini, Wiwi Alawiyah Wahid (2010:139-142)
membagi faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an menjadi lima faktor,
seperti yang telah dirangkum di bawah ini:
a. Faktor kesehatan
Kesehatan menjadi faktor yang penting bagi seorang penghafal,
sebab jika tubuh sehat maka proses menghafal akan menjadi lebih mudah
tanpa adanya penghambat dari dalam tubuh. Maka dari itu, penghafal
Al-Qur‟an sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan sehingga ketika
proses menghafal itu berlangsung tidak ada kendala yang bersifat
keluhan karena rasa sakit.
b. Faktor psikologis
Selain kesehatan tubuh, kesehatan yang tidak kalah penting adalah
kesehatan dari sisi psikologi. Faktor psikologis yang mampu mendukung
dalam menghafal Al-Qur‟an ini mencakup ketenangan jiwa, baik dari
segi pikiran maupun hati. Untuk menjaga kestabilan psikologis,
penghafal Al-Qur‟an perlu memperbanyak dzikir, melakukan kegiatan
positif sehingga tidak lagi mendapati permasalahan yang membuat risau
c. Faktor kecerdasan
Kecerdasan setiap orang memang berbeda-beda, sehingga faktor
ini cukup mempengaruhi proses menghafal yang dijalani. Meskipun
demikian, kurangnya kecerdasan bukanlah alasan untuk kehilangan
semangat dalam menghafal Al-Qur‟an, sebab yang paling dibutuhkan
untuk merawat kecerdasan yang dimiliki adalah kerajinan dan
keistiqomahan.
d. Faktor motivasi
Para penghafal Al-Qur‟an sangat membutuhkan motivasi dari
orang-orang terdekat, karena dengan adanya motivasi ini, semangat
seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an akan terjaga. Selain motivasi dari
keluarga, sahabat, lingkungan dan kerabat dekat, tentu motivasi yang
berasal dari dalam dirilah yang perlu dijadikan prioritas dalam
menghafal.
e. Faktor usia
Pada dasarnya, mencari ilmu tidaklah mengenal waktu dan usia.
Begitupun dengan menghafal Al-Qur‟an. Aktivitas ini bisa dilakukan
kapan saja dan oleh usia berapapun. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
semakin dewasa usia seseorang, maka akan semakin kompleks
permasalahan yang dipikirkan. Dengan alasan itulah usia yang dianjurkan
untuk menghafal Al-Qur‟an adalah mereka yang sedang menempuh usia
5. Faktor penghambat dalam menghafal Al-Qur’an
Beberapa faktor yang menyebabkan proses menghafal Al-Qur‟an
menjadi terhambat antara lain:
a. Terlalu berambisi menambah hafalan baru.
Ambisi ini bisa saja berdampak positif, dengan syarat
bertambahnya hafalan baru diiringi dengan meningkatnya intensitas
muraja‟ah. Namun seringkali yang terjadi justru para penghafal ingin
segera menuntaskan hafalannya, bahkan sebelum hafalan tersebut dhabit
dan lancar ia tergesa-gesa berpindah ke materi hafalan selanjutnya. Hal
ini mengakibatkan hafalan yang sebelumnya menjadi kacau (Wahid,
2010:138).
b. Tidak mengulang hafalan secara rutin.
Dalam menghafal Al-Qur‟an, hendaknya seseorang memiliki
jadwal khusus untuk muraja‟ah, baik itu di dalam shalat maupun di luar
shalat. Untuk itulah para penghafal Al-Qur‟an harus pandai mengatur
waktu, karena apabila seorang penghafal dilanda malas untuk
mengulang, maka hafalannya akan cepat memudar (Wahid, 2010:135).
Sesuai sabda Nabi berikut:
c. Tidak mau memperdengarkan hafalannya kepada orang lain (Al-Kahil,
2010:90).
Jika Nabi Muhammad saja sering meminta Malaikat Jibril untuk
menyimak hafalan pada tiap tahun bulan Ramadhan, maka sebagai
manusia biasa hendaknya kita tidak terlampau percaya kepada diri sendiri
sebab diri sendiri seringkali salah. Dan apabila tidak disimak oleh orang
lain, maka penghafal tidak akan tahu di mana letak kesalahannya
(Sugianto, 2004:105).
C. Kecerdasan majemuk dan pengaruhnya dalam menghafal
Seperti yang telah diuraikan di halaman sebelumnya, bahwa salah satu
faktor pendukung dalam menghafal Al-Qur‟an ialah faktor kecerdasan. Meski
bukan satu-satunya penentu utama keberhasilan seseorang dalam menghafal
Al-Qur‟an, namun kecerdasan menjadi awal kemudahan bagi mereka yang ingin
menghafal kitab suci tersebut. Sebab, menghafal Al-Qur‟an berkaitan dengan
memori, sementara itu kecerdasan ditandai dengan aktifnya sel-sel otak individu.
Memori sendiri merupakan proses yang meliputi perekaman, penyimpanan,
pemanggilan informasi atau pengalaman. Memori juga merupakan suatu proses
kognitif yang terdiri atas serangkaian proses yang menunjukkan suatu mekanisme
dinamik yang diasosiasikan dengan penyimpanan/storing, pengambilan/retaining,
dan pemanggilan kembali/retrieving informasi mengenai pengalaman yang lalu
(Palgunadi, 2014:9). Oleh karena itu, sel-sel otak yang terbiasa diaktifkan dan
menjadikan seseorang dikatakan cerdas, mampu memudahkannya dalam
Lebih lanjut, Irawan Palgunadi (2014:10-11) menguraikan mengenai
kecerdasan seseorang dalam menangkap memori dan membaginya menjadi dua,
yaitu: (1) orang yang memiliki kecerdasan menerima informasi melalui visual,
yang selanjutnya individu disebut memiliki kemampuan iconic memory dan (2)
seseorang yang memiliki econic memory, yaitu ia yang mampu cerdas dalam
menerima informasi melalui indera pendengaran atau berupa suara.
Sementara itu, Felicia Robert, doktor Fakultas Psikologi di Cambridge
University mengatakan bahwasannya riset di United Kingdom tahun 1987
bernama Studi Kesehatan dan Gaya Hidup yang diujikan pada lebih dari tujuh
ribu orang dengan usia sekitar 18-96 mencapai kesimpulan bahwa suatu ingatan
akan melemah bahkan menghilang jika tidak distimulasi. Robert
menggarisbawahi bahwa hasil tersebut sangat tergantung pada cara orang
menstimulasi daya pikirnya („Ied, 2008:100-102). Dari keterangan tersebut,
seorang penghafal Al-Qur‟an pastinya memiliki cara masing-masing dalam
menstimulasi otak, baik di saat ingin memperoleh hafalan maupun
mempertahankannya. Maka, kecerdasan majemuklah yang berperan besar dalam
menangani perbedaan cara stimulasi otak itu.
Dari teori-teori yang ada di atas, Masagus Fauzan Yayan, seorang
penggagas Quantum Tahfidz atau menghafal Al-Qur‟an ala Quantum berusaha
membuktikan adanya pengaruh kecerdasan majemuk terhadap kemampuan
menghafal santri-santrinya. Mengadopsi dari metode Quantum Learning,
Quantum Tahfidz tidak terlepas dari indera, intensitas, emosional, kemampuan
dari beberapa metode yaitu: metode D‟One, potret, teka-teki silang (TTS), audio
(talaqqi), lima ayat, kisah, dan shalat lihifdzil Qur’an, yang keseluruhan metode
tersebut dikembangkan berdasarkan multiple intelligences pada diri manusia,
antara lain cerdas visual, auditori, verbal-linguistik, kinestetik, interpersonal dan
cerdas logis-matematis (Sriwijaya Post-palembang.tribunnews.com, 2010).
Quantum Tahfidz ini membuktikan kepada khalayak luas bahwa menghafal
Al-Qur‟an lebih mudah dijalani apabila masing-masing penghafal memiliki
kesadaran tentang kecerdasan majemuk apa yang paling menonjol, sehingga
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum lokasi penelitian
1. Letak geografis Pondok Pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro terletak di provinsi JawaTengah,
tepatnya di Dusun Bandungan, Desa Gedangan, RT 02 RW 01, Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang. Desa di mana pondok pesantren ini berada
memiliki wilayah yang cukup luas. Karenanya, Desa Gedangan dibagi
menjadi tujuh dusun dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
Batas-batas wilayah dari Desa Gedangan, yaitu:
Timur : Desa Sraten
Selatan : Desa Rowosari
Barat : Desa Kalibeji
Utara : Desa Sraten
Desa Gedangan sendiri merupakan daerah yang cukup potensial apabila
dipandang dari segi ekonomi, sebab selain para warga bergantung pada
pertanian padi, sumber penghasilan yang tak kalah diandalkan ialah dari hasil
pertanian kering. Tidak mengherankan apabila Desa Gedangan juga terkenal
sebagai salah satu desa yang menghasilkan berbagai jenis buah-buahan
seperti buah duku, salak, langsat, kokosan, dan lain-lain. Juga karena alasan
Meskipun termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Semarang, Pondok
Pesanten Edi Mancoro lebih dikenal berada di daerah pinggiran Salatiga. Hal
ini dikarenakan letaknya yang hanya berjarak 5 km dari pusat Kota Salatiga.
Selain itu, keberadaan yang tak jauh dari jalan raya Salatiga-Ambarawa
menjadikan pondok ini menjadi pondok pesantren yang mudah dijangkau.
Atas alasan itu pula, pondok pesantren yang didirikan oleh K.H. Mahfudz
Ridwan ini menjadi tempat pendidikan yang strategis karena kondisi wilayah
yang tidak terlampau ramai. Jarak yang cukup terjangkau dari pusat Kota
Salatiga sebagai pusat pendidikan formal pun, turut mempengaruhi fluktuasi
jumlah santri yang ingin mempelajari ilmu agama. Oleh karena itu, mayoritas
santri yang menetap di Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah mereka yang
masih berstatus mahasiswa atau pelajar, penimba ilmu di Kota Salatiga
maupun sekitarnya.
2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro
Apabila mengacu pada sebuah pendapat mengenai elemen dasar
pesantren, seperti kyai atau guru yang mengajar, santri sebagai peserta didik,
asrama sebagai tempat mukim santri, kitab kuning yang dijadikan kurikulum
pendidikan serta masjid sebagai sarana pengajian sekaligus peribadatan, maka
Pondok Pesantren Edi Mancoro termasuk kategori pesantren salafiyah.
Berdirinya pesantren, tidak terlepas dari kondisi masyarakat di masa
lampau. Di mana, masyarakat saat itu masih tertutup dengan beragam
aktivitas keagamaan, bahkan sebaliknya, para warga sangat akrab dengan
mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang
diharapkan mampu menjadi sarana pengendali tata perilaku masyarakat.
Di bawah prakarsa K.H.Sholeh, seorang tokoh pendatang dari Desa
Pulutan, dibangunlah sebuah masjid bernama Darussalam yang sekaligus
merupakan tempat pemondokan bagi para santri yang belajar kepadanya.
Walaupun kini masjid tersebut telah menyatu dengan pemukiman warga,
ternyata masa silam pernah menjadi saksi bahwa masjid ini didirikan di
pinggiran desa yang terkesan terpisah dari pemukiman.
Pendidikan yang dipusatkan di masjid Darussalam masih
diselenggarakan dengan cara sederhana dan tradisional. Proses pembelajaran
yang ditangani langsung oleh K.H.Sholeh ini pun hanya berlangsung sampai
dengan tahun 1970-an, sebab setelah K.H.Sholeh wafat, tidak ada keturunan
ataupun tokoh masyarakat setempat yang bersedia melanjutkan misi dan
perjuangannya.
Ketika proses menimba ilmu di Darussalam tersendat itulah, pada
akhirnya masyarakat menunjuk seorang tokoh yaitu Kyai Sukemi untuk
meneruskan pendidikan agama di Darussalam. Penunjukan yang dilakukan
masyarakat ini bukanlah tanpa alasan, sebab masyarakat masih menginginkan
pendidikan keagamaan di wilayah tersebut tetap berlangsung sebagaimana
ketika K.H.Sholeh masih hidup.
Setelah Kyai Sukemi berhenti mendirikan tongkat dakwah karena tutup
usia, pendidikan di Darussalam dialihtangankan kepada sosok alumnus dari
akhirnya, K.H.Mahfudz Ridwan bersama dengan tokoh masyarakat seperti
Matori Abdul Jalil memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan yang
diberi nama Yayasan Desaku Maju, yang saat itu dicatatkan di nomor notaris
14/1984. Yayasan ini merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial dan
mengemban misi serta tujuan membantu pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan dan mengembangkan swadaya serta
sumber daya manusia, khususnya masyarakat pedesaan. Yayasan ini cukup
familiar bagi warga Salatiga, karena menjadi satu-satunya yayasan berbasis
Islam yang bergerak di bidang sosial-kemasyarakatan.
Pada akhir tahun 1989 tepatnya pada tanggal 26 Desember,
K.H.Mahfudz Ridwan mendirikan sebuah pesantren yang dinamakan Wisma
Santri Edi Mancoro. Pesantren ini berdiri di bawah Yayasan Desaku Maju
yang sebelumnya telah dibentuk oleh K.H.Mahfudz Ridwan. Bertujuan untuk
menyalurkan pendidikan sekaligus basecamp berbagai kegiatan, Wisma
Santri Edi Mancoro merupakan kelanjutan dari pendidikan yang mulanya
berjalan di masjid Darussalam.
Ketika ditanya mengenai alasan K.H.Mahfudz Ridwan memberikan
nama pesantren dengan nama Edi Mancoro yang notabene berasal dari bahasa
Jawa, bukan dari bahasa Arab seperti layaknya pesantren lain, pendiri Edi
Mancoro tersebut menuturkan bahwa sebenarnya Edi Mancoro adalah sebuah
nama yang akan diberikan kepada putranya apabila sang istri dikaruniai anak
laki-laki. Akan tetapi, takdir belum memperkenankan beliau memiliki putra
kata Edi berarti bagus atau elok dan Mancoro artinya bersinar. Sehingga
diharapkan dari nama ini, pondok pesantren akan bagus dan bersinar di
penjuru dunia.
Sejak awal didirikan, keadaan pesantren terus berkembang. Sampai di
ujung tahun 2007, nama Wisma Santri Edi Mancoro resmi diganti dengan
nama Pondok Pesantren Edi Mancoro. Beberapa macam program yang
dilaksanakan untuk memecahkan masalah antarumat bergama, membuat
eksistensi pesantren semakin melonjak tinggi, utamanya di wilayah
Kabupaten Semarang dan Salatiga. Pesantren yang memiliki karakter terbuka
dan menghargai perbedaan, membuat nama pesantren kian akrab di telinga
masyarakat, bahkan sampai ke luar negeri. Pondok Pesantren Edi Mancoro,
sebagaimana pondok pesantren yang lain, mengajarkan norma-norma agama
Islam dan menerima pluralitas agama, suku, bahasa, dan lain-lain sebagai
bentuk sunnatullah. Langkah ini ditempuh demi mewujudkan terciptanya
konsep Islam rahmatan lil’alamin.
3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro merupakan sebuah institusi pendidikan
keagamaan yang berusaha membekali santri-santrinya dengan berbagai
macam keterampilan di samping ilmu pengetahuan. Sehingga, di dalamnya
terdapat beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berguna untuk
peningkatan sumber daya santri.
Adapun secara spesifik, profil dari Pondok Pesantren Edi Mancoro
Nama : Pondok Pesantren Edi Mancoro
Alamat : Dsn. Bandungan, RT 02 RW 01, Ds.
Gedangan, Kec. Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah 50773
Telepon : (0298) 313 329 / 081 392 393 83
E-mail : ppedimancoro@gmail.com
Blog : www.ppedimancoro.wordpress.com
Pimpinan : K.H. Mahfudz Ridwan, Lc.
Ketua Yayasan : Muhammad Hanif, SS, M. Hum.
Pengasuh Santri Tahfidz : Rosyidah, Lc.
Tahun Berdiri : 1989/1410H
Status Tanah : Wakaf
Surat Kepemilikan Tanah : Wakaf Pondok Pesantren Edi Mancoro
Luas Tanah : 2448 m
Status Bangunan : Milik Pondok Pesantren Edi Mancoro
Luas Bangunan : 1365m
Lapangan Olahraga : 550m
Kebun : 108m
Dipakai lainnya : 535m
Jumlah Santri : 180
Beberapa lembaga di dalam Pondok Pesantren Edi Mancoro:
b. Koperasi Pondok Pesantren Edi Mancoro
c. Kuliyyatu ad-dirasah al-Islamiyah wa al-ijtima’iyyah (KDII)
d. Madrasah tahfidz
e. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al-Qiro
Struktur Pengurus Organisasi Pondok Pesantren Edi Mancoro (2016-2017/
1437-1438H):
Pelindung : K.H. Mahfud Ridwan, Lc
Penasehat : Muhammad Hanif, M.Hum
Badan Pengurus Harian
Ketua Umum : M. Habib Yusro
Sekretaris : Muhkromin
Bendahara :Uswatun Khasanah
Rayon Putra : M. Sulkhan
Staf Administrasi : M. Ainun Nadjib
Staf Keamanan : Ashadil Husna
Staf Kebersihan : M.K.R. Shani
Rayon Putri : Mufidatul Mahmudah
Staf Administrasi : Indah Asfaradina
Staf Keamanan : Tri Puji Lestari
Staf Kebersihan : Lailatul Badriyah
Biro-biro
Biro Pendidikan : Khusni Abdani, Faiqotul Himmah
Biro PU : Novlita Zalika Puri, Ahmad Syukuri
Unit Pelaksana Teknik (UPT)
TBB : Mar‟atus Sholihah
Perpustakaan : Hidayatul Khoiroh
Komputer : Indi Lutfiatun
Pers : Hesti Setyanimgrum
Bahasa : Marinda
4. Visi, misi, tujuan, dan garis perjuangan Pondok Pesantren Edi Mancoro
a. Visi
Visi dari Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah, ”Menyiapkan Santri
sebagai Pendamping Umat yang Sesungguhnya.”
b. Misi
Adapun misi yang diemban oleh Pondok Pesantren Edi Mancoro yaitu:
1) Membentuk santri yang memiliki wawasan keagamaan mendalam,
berwawasan kebangsaan, dan kemasyarakatan dalam konteks
ke-Indonesiaan yang plural.
2) Membentuk santri yang peduli dan berkemampuan melakukan
pendampingan masyarakat secara luas.
3) Menentukan kebijakan dalam mengayomi masyarakat dengan sifat
terbuka, independen, serta mandiri.
c. Tujuan
Tujuan Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah untuk membina santri
Para santri, dalam hal ini ditekankan penuh untuk senantiasa mandiri.
Oleh karena itu, organisasi yang ada di dalam pesantren diserahkan
sepenuhnya kepada santri, baik dari perencanaan sampai ke pengelolaan.
Tujuannya tidak lain adalah agar santri mampu meraih ilmu melalui
praktik secara langsung.
5. Unsur-unsur pesantren
a. Ustadz/ustadzah
Selain KH. Mahfudz Ridwan, asatidz pondok pesanren Edi Mancoro
berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyai kepedulian
terhadap perkembangan pesantren serta para santri yang telah dianggap
mampu untuk mengajar dan berkompeten pada disiplin ilmu yang telah
dikuasai.
b. Santri
Dari keseluruhan jumlah santri yang ada di Pondok Pesantren Edi
Mancoro, mereka digolongkan menjadi 3 jenis, yakni:
1) Santri mukim
Santri mukim merupakan santri yang menetap atau tinggal
secara penuh di pesantren. Santri yang tercatat sebagai santri mukim
berjumlah 180, terdiri dari 45 santri putra dan 135 santri putri.
Mayoritas santri ini merupakan santri dari berbagai daerah,