• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT DARI ALGA COKLAT Sargassum echinocarphum. oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT DARI ALGA COKLAT Sargassum echinocarphum. oleh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT DARI ALGA COKLAT

Sargassum echinocarphum

oleh

ABDULLAH RASYID

Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI

Received 01 July 2010, Accepted 16 November 2010

ABSTRAK

Alga coklat merupakan sumber bahan baku natrium alginat. Salah satu jenis alga coklat yang ditemukan tumbuh di perairan Indonesia adalah Sargassum echinocarphum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik natrium alginat yang diekstraksi dari Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari. Metode ekstraksi natrium alginat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi beberapa metode yang telah digunakan di Laboratorium Produk Alam Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar natrium alginatSargassum echinocarphum sebesar 17,07%, kadar air sebesar 14,97% dan nilai viskositas sebesar 6.100 cps. Pengukuran viskositas dilakukan pada temperatur 25oC dengan konsentrasi 2%

Kata kunci: Sargassum echinocarphum, alga coklat, natrium alginat,

Pulau Pari.

ABSTRACT

EXTRACTION OF SODIUM ALGINATE FROM BROWN ALGAE

Sargassum echinocarphum. Brown algae are a source of raw material processing

of sodium alginates. One type of brown algae found growing in the waters of Indonesia is Sargassum echinocarphum. The purpose of this research is to determine the characteristics of sodium alginates extracted from Sargassum echinocarphum. Extraction method used in this research is a modification of that used in the Natural Product Laboratory - Indonesian Institute of Sciences. Results of analysis showed that the content of sodium alginate for Sargassum echinocarphum17.07%, moisture content of 14.97% and a viscosity of 6,100 cps. Viscosity measurements conducted at a temperature of 25OC with a concentration of 2%.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumberdaya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru (DAHURI 2000). Saah satu sumberdaya hayati tersebut adalah alga coklat.

Alga coklat termasuk salah satu sumberdaya hayati laut yang banyak ditemukan tumbuh di perairan pantai Indonesia. Salah satu jenis alga coklat tersebut adalah Sargassum echinocarphum. Seperti alga coklat lainnya, Sargassum echinocarphum juga dapat ditemukan tumbuh melimpah pada bulan Agustus – Oktober (RASYID 2009). Menurut ATMADJA et al. (1996), alga coklat lainnya yang ditemukan di perairan pantai Indonesia adalah Turbinaria sp., Hormophysa sp. dan Padina sp.

Alginat adalah salah salah satu jenis polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan sel alga (AN ULLMAN’S 1998). Jenis alga coklat sebagai sumber bahan baku alginat berbeda-beda di setiap negara produsen. Misalnya, di Amerika Serikat alginat diekstraksi dari Macrocystis pyrifera yang tumbuh di sepanjang pantai barat kepulauan Amerika Utara, yaitu dari Meksiko sampai California. Di Kanada, alginat diekstraksi dari Ascophylum nodosum yang tumbuh sepanjang pantai bagian selatan Nova Scotia. Beberapa negara produsen alginat di Eropa seperti Inggris, Norwegia dan Perancis menggunakan Ascophylum nodosum, Laminaria hyperborea dan Laminaria digitata sebagai bahan baku alginate, sedangkan negara di Asia yang juga merupakan produsen alginat yang signifikan yaitu Jepang dan Korea, menggunakan Eclonia cava dan beberapa jenis lainnya (KIRK & OTHMER 1994).

Industri makanan merupakan salah satu pengguna terbesar alginat disamping industri lainnya yaitu farmasi, kosmetik, karet, tekstil, keramik, minuman dan cat. Sifat toksik alginat telah diteliti secara ekstensif dan telah ditetapkan bahwa alginat aman untuk digunakan pada makanan (KIRK & OTHMER 1994).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik natrium alginat yang diekstraksi dari Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan terhadap kemajuan penelitian natrium alginat di Indonesia, serta meningkatkan nilai tambah alga coklat Indonesia jenis Sargassum untuk menjadi salah satu bahan baku natrium alginat di masa yang akan datang.

(3)

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel alga coklat yang digunakan dalam penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel alga coklat dilakukan dengan cara koleksi bebas, sehingga diperoleh sampel alga coklat dalam jumlah yang memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan laboratorium. Kegiatan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Produk Alam Laut, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.

Bahan Penelitian

Sampel alga coklat yang digunakan dalam penelitian adalah Sargassum echinocarphum. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : asam klorida, natrium karbonat, hidrogen peroksida, isopropanol, natrium hidroksida, celite dan kalsium klorida.

Metode ekstraksi dan pengukuran kadar

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari beberapa metode yang telah dilaksanakan di laboratorium Produk Alam Laut - LIPI (RASYID & RACHMAT 2002). Secara umum tahapan prosedur ekstraksi natrium alginat yang dilakukan adalah sebagai berikut : sampel alga coklat (Sargassum echinocarphum) yang dikumpulkan dari lokasi penelitian dicuci sampai bersih dengan air tawar, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari langsung.

Sampel dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian ditimbang sebanyak 50 gram. Sampel dicuci dengan larutan asam klorida 5% untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel sehingga mempermudah proses pembentukan asam alginat, kemudian dicuci dengan aquades untuk menghilangkan sisa asam. Ke dalam sampel yang sudah dicuci ditambahkan larutan natrium karbonat 4% untuk pembentukan natrium alginat sambil diaduk sampai menjadi pasta. Pasta yang terbentuk diencerkan dengan aquades sambil diaduk kemudian disaring. Selanjutnya dipucatkan dengan menambahkan larutan hidrogen peroksida 25% ke dalam filtrat dan kemudian ditambahkan larutan kalsium klorida 5% sehingga terbentuk endapan berwarna putih. Ke dalam endapan yang terbentuk ditambahkan larutan asam klorida 5%. Asam alginat yang terbentuk ditandai dengan timbulnya gumpalan di bagian atas cairan. Setelah disaring, residu yang diperoleh ditambah dengan larutan natrium hidroksida 10%. Untuk proses pemurnian dan memudahkan penyaringan, ke dalam campuran ditambahkan isopropanol 95%. Endapan bersama kertas saring yang telah diketahui bobotnya dikeringkan dalam oven suhu 60 oC. Endapan yang telah kering ditimbang bersama kertas saring untuk penentuan kadar natrium alginat. Prosedur di atas dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

(4)

Hasil yang diperoleh adalah natrium alginat, selanjutnya dihaluskan dan dianalisis kadar natrium alginat, kadar air dan nilai viskositasnya. Penetapan kadar air natrium alginat menggunakan metode AOAC (1995). Pengukuran nilai viskositas natrium alginat dilakukan dengan menggunakan Brookfield viscometer No. M/85-150-C dengan konsentrasi larutan 2% pada temperatur 25OC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ada tiga parameter utama yang diuji dalam kegiatan penelitian ini, yaitu penentuan kadar natrium alginat, kadar air natrium alginat dan nilai viskositasnya.

Kadar natrium alginat

Bahan baku yang baik juga akan menghasilkan kadar alginat yang baik (McHUGH 2003). Kadar natrium alginat yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 17,07%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dimana kadar natrium alginat Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari sebesar 24,32% (RASYID & RACHMAT 2002), Sargassum polycystum asal Pameungpeuk sebesar 28,60% (RASYID 2003) dan Sargassum polycystum asal Sumbawa sebesar 18,12% (RASYID 2009).

WINARNO (1990) menyatakan bahwa kandungan asam alginat dari batang alga jenis Laminaria pada tanaman yang lebih tua relatif lebih stabil dibandingkan dengan yang masih muda. Kemungkinan perbedaan usia panen (waktu pengambilan) juga berpengaruh terhadap kadar natrium alginat Sargassum echinocarphum. Faktor lainnya adalah perbedaan kondisi perairan pada waktu pengambilan sampel dilakukan. Seperti yang dikemukakan oleh McHUGH (2003) bahwa alginat terdapat pada dinding sel alga coklat yang berperan memberikan sifat fleksibilitas (kelenturan) terhadap alga itu sendiri. Itulah sebabnya, alga coklat yang tumbuh di perairan yang beriak (turbulen) biasanya memiliki kandungan alginat yang lebih tinggi dibanding yang tumbuh di perairan yang relatif tenang.

Tabel 1. Karakteristik natrium alginat Sargassum echinocarphu.

Table 1. Characteristics of sodium alginate of Sargassum echinocarphum.

Treatment No Parameters

Tested I II III

Average 1 Sodium alginate content

(%) 17.07 17.06 17.08 17.07

2 Water content (%) 14.98 14.95 14.98 14.97

(5)

Kadar air

Besarnya kadar air natrium alginat yang ditetapkan oleh FOOD CHEMICAL CODEX (1981) yaitu maksimum 15%. Menurut WINARNO (1990), kadar air yang diperbolehkan di dalam natrium alginat berkisar antara 5 – 20%. Hal ini berarti kadar air natrium alginat yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran tersebut yaitu 14,97%. Sedangkan kadar air natrium alginat untuk bahan makanan maksimum 13% (COTTRELL & KOVACS 1977).

Nilai viskositas

Menurut (WINARNO 1990), nilai viskositas natrium alginat sangat bervariasi yaitu antara 10 – 5.000 cps (konsentrasi larutan 1%) Selain itu ada tiga jenis standar nilai viskositas natrium alginat yang diperdagangkan (SIGMA 2008), yaitu 14.000 cps (high viscosity), 3.500 cps (medium viscosity) dan 250 cps (low viscosity).

Alginat yang memiliki kualitas tinggi akan membentuk gel yang keras dan larutan yang sangat kental. Alga coklat yang memiliki kriteria tersebut adalah jenis Ascophylum, Durvillaea, Ecklonia, Laminaria, Lessonia, Macrocystis dan Sargassum. Biasanya Sargassum digunakan sebagai bahan baku alginat setelah jenis alga coklat lainnya tidak tersedia sebab kualitas alginat yang dihasilkan rendah dan kadar alginatnya juga rendah (McHUGH 2003).

Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi natrium alginat dari beberapa jenis alga coklat yang tumbuh di perairan Indonesia, ternyata jenis Sargassum yang paling potensial dijadikan bahan baku (RASYID 2004). Hal ini tentunya berkaitan dengan kondisi perairan Indonesia yang berada di daerah tropis, sedangkan jenis Ascophylum, Durvillaea, Ecklonia, Laminaria, Lessonia dan Macrocystis tidak ditemukan. Modifikasi metode ekstraksi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas natrium alginat yang dihasilkan seperti yang digunakan dalam penelitian ini.

Nilai viskositas yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 6.100 cps. Nilai tersebut merupakan nilai viskositas tertinggi yang diperoleh selama kegiatan penelitian ekstraksi natrium alginat dari alga coklat di laboratorium Produk Alam Laut LIPI. Pada penelitian sebelumnya, nilai viskositas natrium alginat yang diekstraksi dari Turbinaria conoides asal Gili Petagan sebesar 134 cps, Sargassum polycystum asal Batunampar sebesar 503,7 cps, Sargassum sp. asal Batunampar sebesar 143,5 cps, Turbinaria ornata asal Gili Bedil sebesar 335 cps, Sargassum polycystum asal Pulau Sumbawa sebesar 390 cps, Sargassum sp. asal Pulau Sumbawa sebesar 284 cps, Turbinaria decurrens asal Pulau Sumbawa sebesar 335 cps (RASYID 2009), Turbinaria conoides asal Pulau Pari sebesar 560 cps (RASYID 2004), Turbinaria decurrens asal Pulau Barranglompo sebesar 560 cps (RASYID 2004), Turbinaria decurrens asal Pulau Otangala sebesar 680 cps (RASYID 2002), Sargassum polycystum asal Pameungpeuk sebesar 1.500 cps (RASYID 2003) dan Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari sebesar 3.000 cps (RASYID & RACHMAT 2002).

Khusus untuk Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari, perbedaan nilai viskositas ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena jenis bahan baku dan

(6)

perbedaan nilai viskositas tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel (usia sampel) dan kualitas sampel.

Jika mengacu pada standar nilai viskositas yang diperdagangkan SIGMA seperti tersebut di atas, maka nilai viskositas yang diperoleh dalam penelitian ini berada antara ”medium viscosity” dan ”high viscosity”. Hal ini menunujukkan bahwa Sargassum echinocarphum memiliki prospek menjanjikan untuk menjadi salah satu bahan baku pengolahan natrium alginat di Indonesia. Harapan ini tentunya didukung oleh upaya peneliti lainnya yang mulai mencoba membudidayakan alga coklat jenis Sargassum.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Sampel Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari menghasilkan natrium alginat dengan nilai viskositas sebesar 6.100 cps atau berada di antara kategori ”medium viscosity” dan ”high viscosity”.

2. Sargassum echinocharpum asal Pulau Pari mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan sebagai penghasil natrium alginat karena nilai viskositasnya memenuhi standar SIGMA, tetapi kadarnya yang masih perlu ditingkatkan.

PERSANTUNAN

Penulis menyampaikan terima kasih pada Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat, Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempublikasikan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

AN ULLLMAN’S ENCYCLOPEDIA. 1998. Industrial organic chemicals.Vol. 7. Wiley-VCH, New York : 1993-4002.

AOAC 1995. Official methods of analysis of the association of official analitycal chemist. Inc. Washington DC: 185-189.

(7)

ATMADJA, W.S., A.KADI, SULISTIJO dan R. RACHMAT. 1996. Pengenalan jenis-jenis rumput laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta : 180 hal.

COTTRELL, I.W. and P. KOVACS 1977. Algin. In : H.R. GRAHAM (ed.) Food colloids. Avi Publ. Co., Connect : 438-463.

DAHURI, R. 2000. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 233 hal.

FOOD CHEMICAL CODEX 1981. Food chemical codex. 3rd edition, National Academic of Science, Washington D.C. : 135-195.

KIRK and OTHMER. 1994. Encyclopedia of chemical technology. Fourth Edition. Volume 12. John Wiley & Sons, New York : 844 – 847.

McHUGH, D.J. 2003. A guide to seaweed industry. FAO Fisheries Technical Paper 441. Food and agriculture organization of the the Inited Nations, Rome : 105 pp.

RASYID, A. 2002. Ekstraksi natrium alginate dari Turbinaria decurrens asal perairan Pulau Otangala (Sulawesi Utara). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Rumput Laut, Mini Simposium Mikroalgae dan Kongres I Ikatan Fikologi Indonesia 23-25 Oktober 2002 di Hotel Sedona, Makassar : 6 hal.

RASYID, A. dan R. RACHMAT 2002. Modifikasi metode ekstraksi natrium alginat untuk meningkatkan nilai viskositasnya. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Rumput Laut, Mini Simposium Mikroalgae dan Kongres I Ikatan Fikologi Indonesia 23-25 Oktober 2002 di Hotel Sedona, Makassar : 6 hal.

RASYID, A. 2003. Karakteristik natrium alginat hasil ekstraksi Sargassum polycystum. Makalah disampaikan pada seminar RIPTEK Kelautan Nasional 30-31 Juli 2003 di Gedung BPPT, Jakarta : 6 hal.

RASYID, A. 2004. Turbinaria conoides as one of alternative raw materials of sodium alginate processing in Indonesia. In : B. SULISTYO, E.S. HERUWATI, A. SUDRADJAT, I.G.S. MERTHA and A. HERI PURNOMO (Eds.). International Marine and Fisheries, Jakarta : 490 pp. RASYID, A. 2009. Perbandingan kualitas natrium alginat beberapa jenis algae

(8)

SIGMA 2008. Biochemical reagents for life science research. Sigma Aldrich Pte., Ltd : 2706 pp.

WINARNO, F.G. 1990. Teknologi pengolahan rumput laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta : 112 hal.

Gambar

Tabel 1.   Karakteristik natrium alginat Sargassum echinocarphu.

Referensi

Dokumen terkait

menjadi harus bekerja ekstra, tidak sempat memperhatikan detil, dan sebagainya. Perubahan perilaku kerja karyawan Lonsum tampak pada saat kantor pusat. meminta

Untuk mengetahui Perjanjian Pembiayaan Dalam Bentuk Leasing Dengan Jaminan Fidusia Dalam Prespektif Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada

Melalui studi pendahuluan melalui observasi, dan dokumentasi nilai siswa maka ditemukan beberapa permasalahan pokok yang melatarbelakangi perlunya dilakukan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

ANALISIS KELAYAKAN BUKU TEKS KIMIA SMA/MA KELAS XI MATERI HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI BERDASARKAN KRITERIA TAHAP SELEKSI DARI 4S TMD.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pemberian Dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota Yang Bersumber Dari Anggaran

Dengan mengidentifikasi kelemahan pada metode flash, diteliti pengukuran difusivitas panas yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang mudah direalisasikan pada bangku percobaan, yaitu :

Terlepas dari persoalan ketidakmampuan melintasi keniscaya­ an sejarah, melihat sisi keberhasilan kaum Mamalik pada satu pihak, di sisi lain menuntut pengakuan yang jelas,