• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 KOMPLEKSITAS KEWENANGAN PERAWAT TANPA PERLINDUNGAN REGULASI YANG MEMADAI. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 KOMPLEKSITAS KEWENANGAN PERAWAT TANPA PERLINDUNGAN REGULASI YANG MEMADAI. Oleh"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPLEKSITAS KEWENANGAN PERAWAT TANPA PERLINDUNGAN REGULASI YANG MEMADAI

Oleh Abdul Rohmat1

Program StudiMagister Ilmu HukumFakultas Hukum, Universitas Lampung. Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Rajabasa, Kota

Bandar Lampung, Lampung 35141, Indonesia.

Telepon/ Handphone:+62-853-69863722, E-mail: arahmat867@yahoo.com

ABSTRAK : Penyebaran dokter belum sepenuhnya merata, khususnya di daerah perifer, akibatnya masyarakat di daerah perifer mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan. Dalam kondisi yang demikian, perawat memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan medis. Permasalahan: Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer? Apakah faktor penghambat pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer? Apakah peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer sudah memadai?

Hasil penelitian ini menunjukkan: Pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer di Kabupaten Lampung Tengah dilakukan oleh perawat dengan pertimbangan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas tetapi belum ada penetapan tentang daerah perifer oleh Pemerintah Daerah. Selain itu kewenangan dilaksanakan dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk mencegah kecacatan, keselamatan jiwa dan keadaan darurat medis. Faktor penghambat pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer adalah keterbatasan obat-obatan dan alat kesehatan, sehingga tindakan medis yang diberikan masih bersifat pertolongan pertama dan harus dilakukan rujukan medis ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer pada saat ini belum memadai, karena belum adanya petunjuk atau peraturan mengenai jenis-jenis tindakan medis tertentu yang

(2)

dapat dilakukan oleh perawat menyebabkan seringnya terjadi tumpang tindih antara tugas asuhan keperawatan dengan tugas yang merupakan pelimpahan wewenang dari dokter.

Kata Kunci: Kewenangan, Perawat, Tindakan Medis, Daerah Perifer

I. PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pemerintah pada dasarnya terus berupaya meningkatkan kualitas tenaga kesehatan agar seluruh masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan secara baik. Upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara merata, dilaksanakan pemerintah dengan menambah sarana dan prasarana kesehatan secara memadai, dan didukung oleh ketersediaan tenaga kesehatan yang merata serta mencapai daerah-daerah pelosok dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan.2

Pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah, kondisi kesehatan masyarakat makin rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Ketersediaan, mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Persebaran dokter belum sepenuhnya merata, khususnya di daerah perifer, hal ini disebabkan sebagian besar tenaga dokter menumpuk di kota-kota besar. Akibatnya masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan.3

Dalam kondisi yang demikian, maka perawat sebagai salah satu kelompok dari tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan medis.

2 Prasetyawati A.E., Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistic

(Integrasi Community Oriented Ke Family Oriented) cetakan I, Rineka Cipta. Jakarta. 2011. hlm.3

3 S. Notoatmodjo. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan, Rineka cipta,

(3)

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf f, Pasal 33 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, maka dapat dinyatakan bahwa perawat memiliki kewenangan khusus untuk melakukan tindakan medis yang didedikasikan untuk kepentingan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan tindakan untuk mencegah kecacatan, keselamatan jiwa dan keadaan darurat medis, khususnya di daerah perifer yang tidak ada tenaga dokter dan tenaga farmasi.

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang terdiri dari 28 wilayah kecamatan dan 311 kampung, dengan jumlah penduduk saat ini mencapai 1.449.851 jiwa. Jumlah fasilitas kesehatan berupa Puksemas adalah sebanyak 39 unit, terdiri dari 10 puskesmas rawat inap dan 29 puskesmas rawat jalan. Jumlah dokter di Kabupaten Lampung adalah 78 dan perawat berjumlah 789 orang. Adapun daerah yang termasuk dalam kategori daerah perifer (terpencil berjumlah 30 kampung).4

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer?

b. Apakah faktor penghambat pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer?

c. Apakah peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer sudah memadai?

II. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan narasumber yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, Ketua PPNI Kabupaten Lampung Tengah dan perawat yang bertugas di daerah perifer. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

III.HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Kewenangan Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis di Daerah Perifer

(4)

Perawat memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan medis di daerah terpencil atau daerah perifer, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan:

Berdasarkan ketentuan pasal di atas maka syarat dilakukannya tindakan medis oleh perawat adalah karena tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas. Selain itu kewenangan dilaksanakan dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk mencegah kecacatan, keselamatan jiwa dan keadaan darurat medis, khususnya di daerah perifer yang tidak ada tenaga dokter dan tenaga farmasi.

Menurut penjelasan Khairul Azman, pelaksanaan tindakan medis oleh perawat di daerah perifer merupakan upaya untuk melindungi kesehatan sebagai hak asasi manusia. Kesehatan merupakan hak warga negara dan tanggung jawab bagi negara melaku tenaga kesehatan untuk menyediakan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai upaya negara untuk memberikan pelayanan kesehatan didukung oleh sumber daya kesehatan, termasuk oleh perawat.5

Pelayanan kesehatan oleh sumber daya kesehatan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kesehatan yang saat ini kondisinya masih sangat timpang antara tenaga medis dengan tenaga non-paramedis. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan merupakan tenaga non-paramedis yang memiliki peran penting terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.

Menurut Ali Subagiyo, keterbatasan tenaga medis (dokter) menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan atau melakukan tindakan medis yang bukan wewenangnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan atau tanpa adanya pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain termasuk dokter, sehingga dapat menimbulkan permasalahan hukum terkait dengan tanggung jawab yang dibebankan sepihak dan bisa merugikan perawat.6

Penjelasan di atas menunjukan bahwa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan mengenal adanya pelimpahan wewenang, yang biasa dikenal dengan delegasi wewenang. Praktik pelimpahan wewenang tersebut melibatkan komunitas perawat, yang terjadi baik pada pelayanan keperawatan maupun praktik pelayanan kesehatan. Delegasi wewenang tersebut dipahami sebagai pelimpahan dari dokter kepada perawat untuk melaksanakan tugas medis tertentu.

5 Hasil wawancara dengan Khairul Azman selaku Kepala Dinas Kesehatan Lampung

Tengah. Selasa 7 Maret 2017

6 Hasil wawancara dengan Ali Subagiyo, selaku Ketua PPNI Kabupaten Lampung

(5)

Menurut Kusnanto, beberapa tindakan medis yang umumnya dilimpahkan dokter kepada perawat meliputi injeksi, pemasangan infus, pemasangan kateter, serta pemasangan NGT (nasogastric tubes) dan pemasangan skin traksi. Pelimpahan wewenang dokter kepada perawat secara ideal harus dasar hukum yang memadai dan perangkat administrasi yang kuat sehingga tidak membebankan pertanggungjawaban penuh kepada perawata sebagai pelaksananya.7

Menurut Ali Subagiyo, perawat sebagai sumber daya kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan. Kedudukan perawat merupakan suatu profesi sebagai mitra dokter bukan sebagai pembantu dokter. Kedudukan perawat ini dipengaruhi oleh eksistensi, kredibilitas, dan kompetensi perawat yang diakui sebagai profesional. 8

Perawat melaksanakan peran perawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul. Tindakan perawat dalam melaksanakan fungsi Interdependent berdasarkan kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan atau tenaga kesehatan lainnya. Kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan fungsi ini disebut sebagai kewenangan delegasi karena diperoleh karena adanya suatu pendelegasian tugas dari dokter kepada perawat.

Pengaturan mengenai pelimpahan wewenang/tugas pelimpahan dalam keperawatan berhubungan dengan jalannya pemerintahan oleh sumber daya kesehatan. Pelimpahan wewenang ini didasarkan pada hubungan hukum antara perawat dengan dokter/tenaga kesehatan lain/sesama perawat yang terjadi karena rujukan/pendelegasian/tugas pelimpahan/pelimpahan wewenang baik secara atribusi, delegasi, maupun mandat, sehingga perlu diatur dalam undang-undang terkait dengan fungsi, peran, dan wewenang perawat. Pelimpahan wewenang menyebabkan perubahan tanggung jawab dari tanggung jawab pemberi wewenang, sebagai contoh dokter, menjadi tanggung jawab perawat.

Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari jalannya pemerintahan di bidang kesehatan. Penggunaan wewenang dan/atau pemberian layanan kesehatan mengacu pada standar umum wewenang (pemerintahan) yang menyangkut penggunaan wewenang pemerintahan. Tenaga kesehatan sebagai sumber daya kesehatan merupakan bagian dari organ pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dalam bidang layanan kesehatan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan sebagai bagian

7 Hasil wawancara dengan Kustanto, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

Lampung Tengah. Rabu 8 Maret 2017

8 Hasil wawancara dengan Ali Subagiyo, selaku Ketua PPNI Kabupaten Lampung

(6)

dari pengemban fungsi pemerintahan diberi wewenang agar fungsinya di bidang kesehatan/pelayanan kesehatan dapat berjalan.

Menurut Kharul Azman, untuk berjalannya fungsi pemerintahan di bidang pelayanan kesehatan, pelimpahan wewenang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai sumber daya kesehatan, termasuk perawat. Perawat mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan berbagai perawatan paripurna, baik ketika bekerja pada sarana pelayanan kesehatan maupun bekerja mandiri. Oleh karena itu tanggung jawab perawat harus dilihat dari peran perawat. Peran dan fungsi perawat tersebut dapat dijalankan melalui pelimpahan wewenang. 9

Perawat sebagai bagian organ pemerintahan dalam layanan kesehatan mempunyai tugas dan fungsi pokok untuk melakukan asuhan keperawatan. Pelaksanaan ketiga fungsi dan peran perawat tersebut memerlukan pendelegasian wewenang/ pelimpahan tugas yang diberikan kepada perawat.

Menurut Yunus, kewenangan perawat adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan, dan posisi sarana kesehatan. Perawat melaksanakan tindakan medis sebagai pendelegasian wewenang/tugas limpah berdasarkan kemampuannya. Perawat boleh melakukan tindakan di luar wewenangnya dalam kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa sesuai ketentuan yang berlaku10

Pelimpahan wewenang tersebut tidak dapat dipisahkan dari fungsi perawat. Perawat dalam peran perawatan (Independent) mempunyai tanggung jawab yang mandiri berdasarkan wewenang yang melekat pada dirinya. Hal ini berbeda dengan ketika perawat melaksanakan peran koordinatif (Interdependent). Fungsi Interdependent dilakukan dalam hal pelayanan kesehatan memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Untuk terlaksananya fungsi Interdependent, perawat memerlukan adanya pelimpahan tugas/wewenang dari tenaga kesehatan yang tergabung dalam kerja sama tersebut. Pelimpahan dilakukan berdasarkan surat keputusan mengenai pembentukan tim kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Tndakan medis oleh perawat pada pelayanan kesehatan daerah perifer bukan termasuk wewenang yang diperoleh karena delegasi. Hal ini disebabkan pertama, apabila perawat melakukan tindakan medis seperti yang dikehendaki dokter, maka perawat tidak dapat tidak memikul beban tanggung jawab dan tanggung gugat atas segala akibat yang merugikan yang muncul kemudian. Kedua, perawat sebagai

9 Hasil wawancara dengan Khairul Azman selaku Kepala Dinas Kesehatan Lampung

Tengah. Selasa 7 Maret 2017

10 Hasil wawancara dengan Yunus, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(7)

tenaga profesional mempunyai tingkat pendidikan sehingga wewenang yang dimilikinya mempunyai kedudukan yang setara dengan tenaga medis karena wewenang tersebut didapatkan sesuai bidang keilmuan dan kompetensinya. Ketiga, tindakan medis yang dilakukan oleh perawat bersifat incidental, hanya dilakukan ketika dokter menghendaki dan apabila tidak dikehendaki maka dokter akan melakukannya sendiri. Keempat, belum ditemukan ketentuan peraturan perundangan produk legislatif yang memberikan wewenang kepada perawat untuk melakukan tindakan medis tertentu, kecuali dalam keadaan darurat.

Menurut Berto Novianto, tindakan medis bagi perawat yang menjalankan praktik mandiri atau tindakan mandiri perawat dalam sarana pelayanan kesehatan dilakukan secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Kewenangan perawat secara mandiri tersebut merupakan wewenang atributif yang dimiliki perawat melalui pelimpahan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.11

Pelimpahan wewenang dalam keperawatan terjadi ketika perawat melaksanakan peran dan fungsi koordinatif dan terapeuik berupa tindakan keperawatan kolaboratif yang menempatkan perawat sebagai mitra dan bekerja sama dengan dokter, tenaga kesehatan lainnya termasuk sesama perawat.

Menurut Ali Subagiyo, selama ini terjadi kekeliruan pemahaman mengenai pelimpahan wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pelimpahan wewenang dipahami sebagai pelimpahan dari dokter kepada perawat dalam upaya pelayanan kesehatan dan perawat mengerjakan tugas dokter untuk melakukan tindakan medis tertentu dan perawat tidak memikul beban tanggung jawab dan tanggung gugat atas kerugian yang timbul dalam pelayanan kesehatan tersebut12 Pemberlakuan Undang-Undang Keperawatan menegaskan bahwa tindakan medis oleh perawat bukan termasuk dalam wewenang yang diperoleh secara delegasi melainkan mandat karena apabila perawat melakukan tindakan sama seperti yang dikehendaki oleh dokter, maka perawat tidak memikul beban tanggung jawab dan tanggung gugat atas segala akibat yang timbul akibat tindakan medis tersebut. Selama ini perawat belum sepenuhnya dan belum disadari posisinya sebagai tenaga professional dan keperawatan sebagai sebuah profesi. Selain itu tindakan medis yang dilakukan oleh perawat bersifat incidental, yaitu hanya dilakukan apabila dalam keadaan darurat dan tidak ada tenaga medis.

11 Hasil wawancara dengan Berto Novianto, selaku Perawat Pelaksana di

Kabupaten Lampung Tengah. Rabu 15 Maret 2017

12 Hasil wawancara dengan Ali Subagiyo, selaku Ketua PPNI Kabupaten Lampung

(8)

Sebelum diberlakukan Undang-Undang Keperawatan, pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat terjadi bila seorang perawat melakukan tindakan yang bukan merupakan kompetensi di pelayanan kesehatan. Pelimpahan wewenang yang dijalankan perawat tidak boleh dilakukan secara lisan oleh dokter, tetapi harus ada permintaan tertulis dari dokter. Hal ini didasarkan pada Pasal 15 huruf d Kemenkes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat, yang menyatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Ini berarti bahwa perawat hanya dapat melakukan pelayanan tindakan medik ketika ada permintaan tertulis dari dokter. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam pelimpahan tugas dari dokter kepada perawat yaitu:

a. Tanggung jawab utama tetap berada pada dokter yang memberikan tugas. b. Perawat mempunyai tanggung jawab pelaksana.

c. Pelimpahan hanya dapat dilaksanakan setelah perawat tersebut mendapat pendidikan dan kompetensi yang cukup untuk menerima pelimpahan.

d. Pelimpahan untuk jangka panjang atau terus menerus dapat diberikan kepada perawat kesehatan dengan kemahiran khusus (perawat spesialis), yang diatur dengan peraturan tersendiri.

Menurut Mastina, perawat yang bertugas di puskesmas yang mempunyai tenaga kompeten (dokter) hanya dapat melakukan tindakan medis/pengobatan atas persetujuan dokter penanggung jawab. Namun, perawat seringkali tidak menunggu adanya pelimpahan wewenang (perintah) dari dokter untuk melakukan pelayanan medis di puskesmas, tetapi dilakukan berdasarkan pertimbangan pribadi, kelaziman, nilai kemanusiaan, dan kompetensinya. Pelayanan kesehatan berupa tindakan medis seharusnya memerlukan pelimpahan dari dokter. 13

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa peran perawat dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan dapat dijalankan melalui pelimpahan wewenang dari stakeholders, seperti dokter, tenaga kesehatan lain, sesama perawat, kepala institusi tempat perawat bekerja. Pelimpahan wewenang kepada perawat di daerah perifer terjadi dengan tiga cara yaitu secara atribusi diberikan oleh peraturan perundang-undangan, secara delegasi, dan mandat. Pelimpahan wewenang dalam keperawatan mengandung aspek hukum administrasi negara, hukum perdata, dan hukum pidana. Pelimpahan wewenang dari aspek hukum administrasi negara, perawat merupakan salah satu organ pemerintahan dalam bidang kesehatan dan menjadi subjek hukum pelimpahan wewenang upaya pelayanan kesehatan. Pelimpahan wewenang dari aspek hukum perdata ditinjau

13 Hasil wawancara dengan Mastina, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(9)

dari pelimpahan wewenang sebagai perikatan yang lahir dari undang-undang dan dari perjanjian antar-subjek hukum.

Pelimpahan wewenang tindakan keperawatan dan tindakan medis kepada perawat melalui delegasi atau mandat harus memenuhi unsur sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pelimpahan wewenang ditinjau dari aspek hukum pidana merupakan implementasi dan implikasi dari ketentuan pidana dalam UU Kesehatan, UU Praktik Kedokteran, dan UU Rumah Sakit. Apabila terjadi pelanggaran ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut akibat pelimpahan wewenang maka tanggung jawab dibebankan kepada pemberi wewenang atau dibebankan secara berjenjang.

B. Faktor Penghambat Pelaksanaan Kewenangan Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis di Daerah Perifer

Beberapa faktor penghambat pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan Obat-Obatan dan Alat Kesehatan

Perawat meskipun memiliki kewenangan memberi pelayanan medis di daerah perifer dalam hal tidak ada tenaga kesehatan (dokter), namun pada pelaksanaannya dihadapkan pada keterbatasan obat-obatan dan alat kesehatan di Puskesmas, sehingga tindakan medis yang diberikan masih bersifat pertolongan pertama dan harus dilakukan rujukan medis ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.14

Pembangunan Puskesmas memang telah ditetapkan di ibu kota kecamatan, dengan pertimbangan untuk memudahkan masyarakat dalam menjangkau Puskesmas dan memperoleh layanan kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam menjangkau pelayanan kesehatan, khususnya masyarakat dari kalangan miskin atau tidak mampu. Upaya untuk meningkatkan akses kesehatan pada masyarakat sangat dibutuhkan oleh puskesmas terutama dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat Keterjangkauan Puskesmas secara geografis ini berkaitan erat dengan keberhasilan pelayanan kesehatan untuk mengatasi hambatan dan kendala akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Program ini dilaksanakan untuk memenuhi hak dasar setiap individu/semua warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Program ini diselenggarakan untuk memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang melaksanakan pelayanan

14 Hasil wawancara dengan Khairul Azman selaku Kepala Dinas Kesehatan Lampung

(10)

kesehatan dan mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan; meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit; meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan meningkatkan penanganan masalah kesehatan di daerah bencana. Permasalahan utama pembangunan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya disparitas status kesehatan antartingkat sosial ekonomi, antarkawasan, dan antara perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan sosial ekonomi rendah dan berada di daerah perdesaan. Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena tenaga medis sangat terbatas dan peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah, rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani masih rendah. Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan.

Menurut Eko Witono, bagi perawat pelaksana yang ditugaskan di daerah perifer maka hal perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya peningkatan promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar; peningkatan pelayanan kesehatan rujukan; pengembangan pelayanan dokter keluarga; serta peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.15

Upaya lainnya dalam rangka peningkatan pemerataan, pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui penempatan tenaga dokter dan paramedis terutama di puskesmas dan rumah sakit di daerah tertinggal; peningkatan ketersediaan, pemerataan, mutu, dan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan, terutama untuk masyarakat.

Berbagai upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu, juga didukung oleh pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dan peningkatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan akan dilaksanakan melalui pengkajian kebijakan yang berkelanjutan.

15 Hasil wawancara dengan Eko Witono, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(11)

2. Belum terselenggaranya Pelayanan Kesehatan Sesuai dengan Standar

Menurut Kustanto, tindakan medis oleh perawat di daerah perifer secara ideal dilaksanakan dalam rangka terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat sesuai standar kesehatankepada seluruh masyarakat yang berada di daerah perifer Kabupaten Lampung Tengah, tetapi mengingat keterbatasan yang ada maka pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat belum sesuai dengan standar.16

Menurut Ikhlas, kemampuan petugas kesehatan dan perawat di Puskesmas sangat berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan kesehatan tersebut. Kemampuan aparat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu tingkat pendidikan, kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal, kemampuan melakukan kerja sama, kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan organisasi, kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan, kecepatan dalam melaksanakan tugas, tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik, tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan, tingkat keikut sertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan tugasnya. 17

Upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di Puskemas perlu ditunjang oleh manajemen Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan output Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas tersebut adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas, yaitu suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.

Pelayan kesehatan berkaitan dengan pelayanan keperawatan, karena merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat secara terus menerus berdasarkan keilmuan yang kokoh, kaidah etik dan nilai moral, serta standar profesi. Dengan demikian praktik keperawatan sebagai inti dari pelayanan keperawatan yang didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Untuk itu perlu memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat dan perawat diperlukan pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan.

16 Hasil wawancara dengan Kustanto, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

Lampung Tengah. Rabu 8 Maret 2017

17 Hasil wawancara dengan Ikhlas, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(12)

Praktik keperawatan adalah tindakan perawat berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang diberikan dalam bentuk asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, dan atau masyarakat pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang dihadapi. Praktik keperawatan dapat dilaksanakan diberbagai difasilitas kesehatan yang diberikan melalui asuhan keperawatan untuk klien individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam menyelesaikan masalah keperawatan dan atau masalah kesehatan sederhana dan komplek. Asuhan keperawatan dapat dilakukan melalui tindakan keperawatan mandiri dan atau kolaborasi dengan tim kesehatan dan atau dengan sektor terkait lain

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa perawat sebagai tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat

Menurut Ponijan, perawat memiliki hubungan langsung dengan pasien secara mandiri. Hubungan langsung antara perawat dengan pasien utamanya terjadi di rumah atau klinik yang mendapatkan rawat inap atau pasien yang mendapatkan perawatan di rumah atau home care. 18

Pasal 63 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan

C. Peraturan Perundang-Undangan yang Mengatur Kewenangan Perawat dalam Melakukan Tindakan Medis di Daerah Perifer

18 Hasil wawancara dengan Ponijan, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(13)

Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer pada saat ini belum memadai, karena belum adanya petunjuk atau peraturan mengenai jenis-jenis tindakan medis tertentu yang dapat dilakukan oleh perawat menyebabkan seringnya terjadi tumpang tindih antara tugas asuhan keperawatan dengan tugas yang merupakan pelimpahan wewenang dari dokter. Cara pelimpahan wewenang tugas dokter kepada perawat dalam tindakan medis di ruang rawat inap selama ini dilakukan secara tertulis dan secara lisan melalui telepon. Pihak yang ikut bertanggung jawab dalam proses pelimpahan wewenang adalah rumah sakit, dokter selaku pihak yang memberikan pelimpahan wewenang dan perawat selaku pelaksana yang dilimpahi wewenang. Menurut Ali Subagiyo Grey area antara dokter dengan perawat terjadi akibat belum adanya memorandum of understanding antara dokter dengan perawat terkait dengan kewenangan, hak, dan kewajiban yang dibuat oleh organisasi profesi ikatan dokter dengan organisasi profesi perawat. Belum adanya pembagian wewenang yang tegas dan jelas tersebut menimbulkan permasalahan hukum, yang dapat dikategorikan sebagai malpraktik etika perawat. Permasalahan hukum tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya kasus yang terjadi terkait dengan wewenang perawat.

19

Belum jelasnya pengaturan mengenai jenis-jenis kewenangan tersebut menjadi permasalahan hukum yang dihadapi oleh perawat terjadi karena perawat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan namun perawat berada pada grey area. Wilayah tersebut tercipta sebagai akibat masih tumpang tindihnya kewenangan yang dimiliki perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tumpang tindihnya kewenangan merupakan dampak yang ditimbulkan dari adanya tugas pelimpahan yang diterima perawat melalui pelimpahan wewenang. Ini disebabkan belum adanya undang-undang yang mengatur secara khusus dan spesifik mengenai perawat. Selain itu, juga dipengaruhi oleh belum adanya pembagian yang tegas hal-hal yang menjadi kewenangan perawat yang didapat melalui pelimpahan wewenang.

Menurut Kustanto secara ideal adanya pengaturan yang jelas menunjukkan bahwa kewenangan perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan memiliki dua aspek, yaitu aspek formil dan aspek materiil. Perawat secara formil berwenang untuk melakukan praktik keperawatan ketika seorang perawat telah terdaftar sebagai registered nurse dan mendapatkan surat ijin praktik keperawatan. Sedangkan secara materiil diperoleh oleh seorang perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kewenangan berdasarkan pelimpahan wewenang, baik

19 Hasil wawancara dengan Ali Subagiyo, selaku Ketua PPNI Kabupaten Lampung

(14)

untuk melaksanakan tindakan medis dari tenaga medis, tenaga kesehatan lainnya, maupun dari sesama perawat.20

Belum memadainya peraturan perundang-undangan tentang kewenangan perawat tersebut berdampak pada kurang optimalnya pelaksanaan tindakan medis oleh perawat di daerah perifer yang bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang sehat dan produktif di daerah perifer Kabupaten Lampung Tengah. Pada sisi lain hal ini menjadi komitmen Pemerintah Daerah dan Institusi Kesehatan dalam upaya meningkatkan Pemenuhan hak dasar masyarakat atas layanan kesehatan yang bermutu meningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, termasuk realokasi anggaran kesehatan, dan meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Selain itu dengan memberdayakan kelembagaan masyarakat dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa tenaga Kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas sesuai dengan profesinya. Selain itu perlindungan hukum terhadap perawat sebagai tenaga kesehatan juga diatur dalam Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka perawat sebagai tenaga kesehatan berhak mendapat perlindungan hukum apabila pasien sebagai konsumen kesehatan menuduh/ merugikan tenaga kesehatan, dengan ketentuan bahwa perawat sebagai tenaga kesehatan sudah menjalankan asuhan keperawatan telah melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional di bidang keperawatan. Artinya tindakan medis yang dilakukan perawat harus tetap sesuai dengan koridor asuhan keperawatan, dengan membuat rekam medis klien sebagai dokumen hukum dan dapat digunakan di pengadilan sebagai barang bukti, apabila di kemudian hari di perlukan.

Perawat sebagai tenaga kesehatan dalam konteks ini dituntut untuk memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat membuat kesalahan dan kelalaian baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Untuk menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi terutama dari tuntutan malpraktik dan

20 Hasil wawancara dengan Kustanto, selaku Perawat Pelaksana di Kabupaten

(15)

kelalaian pada keadaan darurat. Perawat dalam melaksanakan program dokter diharapkan mampu menganalisis prosedur dan medikasi yang diprogramkan dokter. Perawat bertanggung jawab mengklarifikasi program yang tampak rancu atau salah dari dokter yang meminta.

Berdasarkan ketentuan Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional. Dengan demikian maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan untuk memperoleh perlindungan hukum tersebut adalah dengan melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Menurut Firman Indriono, pelayanan keperawatan merupakan sistem pengelolaan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien agar menjadi efektif dan efisien. Sistem pengelolaan ini akan berhasil apabila seorang perawat yang memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain disamping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasinya.21

Standar asuhan keperawatan merupakan pedoman kerja bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Oleh karena itu, penilaian atau pengukuran mutu dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat dapat diketahui dari berapa besar standar yang telah dilaksanakan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan agar dapat bermutu tinggi.

IV. PENUTUP A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer di Kabupaten Lampung Tengah dilakukan oleh perawat dengan pertimbangan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk mencegah kecacatan, keselamatan jiwa dan keadaan darurat medis, tetapi belum ada penetapan tentang daerah perifer oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

21 Hasil wawancara dengan Firman Indriono, selaku Perawat Pelaksana di

(16)

2. Faktor penghambat pelaksanaan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer adalah keterbatasan obat-obatan dan alat kesehatan, sehingga tindakan medis yang diberikan masih bersifat pertolongan pertama dan harus dilakukan rujukan medis ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Selain itu keterbatasan pelayanan kesehatan di daerah perifer belum dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.

3. Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medis di daerah perifer pada saat ini belum memadai, karena belum adanya petunjuk atau peraturan mengenai jenis-jenis tindakan medis tertentu yang dapat dilakukan oleh perawat menyebabkan seringnya terjadi tumpang tindih antara tugas asuhan keperawatan dengan tugas yang merupakan pelimpahan wewenang dari dokter.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

A.E., Prasetyawati. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistic

(Integrasi Community Oriented Ke Family Oriented) cetakan I, Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo. S. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan, Rineka cipta, Jakarta.2003.

Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015.

Soewono, Hendrojono. 2007. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktek Dokter Dalam Transaksi Terapeutik, Srikandi, Semarang.

A. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Hasil Amandemen

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan hasil belajar aspek psikomotor antara kelompok yang menggunakan pendekatan saintifik dengan model kooperatif tipe NHT

Proses pembelajaran demikian, guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga, siswa - siswa tertib clan tenang mengikuti pelajaran

Tanaman krisan dengan cahaya tambahan warna hijau dan kuning memiliki pertumbuhan tinggi paling lama terhadap tanaman krisan varietas puspita nusantara dan

Hasil penelitian yang dapat disimpulkan oleh penulis yaituAdanya Kebijakan Kriminal yang dilakukan oleh pemerintah baik Non-Penal (pencegahan) ataupun Penal (penindakan)

laboratorium darah didapatkan kadar glukosa darah sewaktu 212 mg/dl. Faktor resiko yang dipikirkan menjadi penyebab terjadinya Diabetes Melitus tipe II pada pasien ini

Berdasarkan data yang tersedia, penurunan penerimaan dari sektor kehutanan baik pada tingkat pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maupun Kabupaten Luwu Utara bukan sebagai dampak

Komnas HAM mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka melaksanakan penyelidikan yaitu memeriksa peristiwa yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan, media interaktif berkarakter pada materi sistem peredaran darah manusia untuk SMA yang dikembangkan sudah