• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS DAN ACUAN PUSTAKA A. Perkawinan dalam Hukum Islam - 2. BAB II Pendekatan Teoritis dan Acuan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENDEKATAN TEORITIS DAN ACUAN PUSTAKA A. Perkawinan dalam Hukum Islam - 2. BAB II Pendekatan Teoritis dan Acuan Pustaka"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS DAN ACUAN PUSTAKA

A. Perkawinan dalam Hukum Islam

Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa berati

membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau

bersetubuh. Berasal dari kata an-nikah yang menurut bahasa berarti mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi atau bersetubuh.1Sedangkan

menurut Sayid Sabiq, perkawinan merupakan “satu sunatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan”.2Nikah menurut arti asli adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi atau arti

hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual

sebagai suami istri antara seoarang pria dan wanita.3

Kata nakaha banyak terdapat dalam al-Quran dengan arti nikah atau kawin seperti surat an-Nisa ayat 22 :







Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya

1

Abdul Rahman Ghozali,Fiqh Munakahat. (Jakarta: Prenada Media Group, 2003). h. 8

2Ibid

., h. 10

3

(2)

perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

Sedangkan menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi,

yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang senang

antara laki-laki dan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya

perempuan dengan laki-laki. Dari pengertian itu kebolehan hukum dalam

hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang semula

dilarang menjadi halal.4Perbedaan pendapat mengenai definisi perkawinan tersebut sebetulnya bukan untuk memperlihatkan pertentangan yang

sungguh-sungguh melainkan hanya keinginan para perumus untuk memasukan

unsur-unsur sebanyaknya dalam merumuskan pengertian perkawinan di pihak yang

lain.5

Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 Tentang

Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.6Berdasarkan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan adalah akad yang sangat kuad (mistaqan ghalidan) untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.7Dalam hukum Islam hukum perkawinan ada lima yang semuanya dikembalikan pada calon suami istri, yang adakalanya

hukum menjadi;

4

Ghazali Abd Rahman, Fiqh Munakahat(Jakarta : Kencana 2002),.h.9

5

Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan Undang- Uundang Perkawinan. (Yogyakarta:Liberty 2008).,h.88

6Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam( Bandung: Citra Umbara, 2007) .h. 2

7Ibid

(3)

1. mubah (jaiz), sebagaimana asal hukumnya;

2. sunnah, bagi orang yang mampu baik secara dhohir maupun batin ( cukup

mental dan ekonomi);

3. wajib, wajib bagimereka yang sudah mampu secara dhohir dan batin serta

dikwatirkan terjerumus dalam perbuatan zina;

4. haram, pernikahan bisa menjadi haram hukumnya bagi mereka yang berniat

untuk menyakiti wanita yang dinikahkan;

5. makruh, pernikahan bisa berubah makruh bagi mereka yang belum mampu

memberi nafkah baik secara dhohir maupun batin;8

B. Syarat dan Rukun Perkawinan Menurut Hukum Islam

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama

yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi

hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama, dalam hal bahwa

keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Sama halnya dengan

perkawinan, sebagai perbuatan hukum, rukun dan syarat perkawinan tidak

boleh ditinggalkan. Perkawinan menjadi tidak sah bila keduanya tidak ada

atau tidak lengkap.

Rukun adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan, jika salah

satu rukunnya tidak terpenuhi, maka perkawinan tidak akan sah. Rukun

perkawinan diantaranya: calon suami, calon istri, wali dari calon istri, saksi

dua orang saksi dan ijab qabul. Syarat adalah sesuatu yang harus terpenuhi

8

(4)

sebelum perkawinan itu dilakukan.Berdasarkan undang-undang Perkawinan,

ada dua macam syarat-syarat perkawinan yaitu syarat materiil adalah syarat

yang melekat pada diri masing-masing pihak disebut juga syarat subjektif,

dan syarat formal yaitu mengenai tata cara atau prosedur melangsungkan

perkawinan menurut hukum agama dan undang-undang disebut juga syarat

objektif.

Syarat perkawinan (syarat materiil) diatur dalam Pasal 6 sampai

dengan Pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

adalah sebagai berikut;

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

(Pasal 6 ayat (1).

2. Pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita

sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun (Pasal 7 ayat (1)) Harus

mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua, kecuali dalam hal-hal

tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 tahun atau lebih, atau

mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila umur para calon

kurang dari 19 dan 16 tahun (Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2))

3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 8 yaitu perkawinan antara dua orang yang;

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun

(5)

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang

dengan saudara neneknya

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak

tiri.

d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara

susuan dan bibi/paman susuan.

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan

dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.

f. 9bempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

4. Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak

dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2)

dan Pasal 4 Undang-undang ini (Pasal 9).

5. Suami isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai

lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh

dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama

dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain

(Pasal 10).

6. Seorang wanita yang perkawinannya terputus untuk kawin lagi telah

lampau tenggang waktu tunggu. (Pasal 11).

9

(6)

1. Syarat calon mempelai pria ;

a. beragama Islam;

b. laki-laki;

c. tidak karena dipaksa d. Tidak beristri empat orang (termasuk isteri yang

dalam iddah raj’i);

d. bukan mahram perempuan calon isteri;

e. tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isterinya;

f. mengetahui bahwa calon istri itu tidak haram baginya;

g. tidak sedang berihrom haji atau umrah;

h. jelas orangnya;

i. dapat memberikan persetujuan;

j. tidak terdapat halangan perkawinan;10 2. Syarat calon mempelai perempuan :

a. beragama Islam;

b. perempuan;

c. telah mendapat izin dari walinya (kecuali wali mujbir);

d. tidak bersuami (tidak dalam iddah);

e. bukan mahram bagi suami;

f. belum pernah dili’an (dituduh berbuat zina) oleh calon suami;

g. jika ia perempuan yang pernah bersuami (janda) harus atas kemauan

sendiri, bukan karena dipaksa;

h. jelas ada orangnya;

10

(7)

i. tidak sedang berihrom haji atau umroh;

j. dapat dimintai persetujuan;

k. tidak terdapat halangan perkawinan11

3. Syarat Wali (orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah);

a. dewasa dan berakal sehat

b. laki-laki.

c. muslim

d. merdeka

e. berpikiran baik

f. adil

g. tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.12 4. Syarat-syarat saksi adalah ;

a. dua orang laki-laki;

b. beragama Islam;

c. sudah dewasa;

d. berakal;

e. merdeka;

f. adil;

g. dapat melihat dan mendengar;

h. faham terhadap bahasa yang digunakan dalam aqad nikah;

i. tidak dalam keadaan ihrom atau haji;13

11

S Munir.Fiqh Syari’ah. (Solo : Amanda, 2007),. h. 34

(8)

5. Syarat-syarat ijab qabul;

a. adanya pernyataan mengawinkan dari wali ;

b. adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria;

c. memakai kata-kata nikah atau semacamnya;

d. antara ijab qabul bersambungan;

e. antara ijab qabul jelas maksudnya;

f. orang yang terikat dengan ijab tidak sedang melaksanakan haji atau

umrah;

g. majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri oleh minimal 4 orang. calon

mempelai pria atau yang mewakili, wali dari mempelai wanita atau

yang mewakili dan 2 orang saksi;14

Syarat formal adalah syarat yang berhubungan dengan

formalitas-formalitas mengenai pelaksanaan perkawinan. 15 Syarat-syarat formal dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun

1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Pasal 3 ayat (1) yang

berbunyi: 16 Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat

perkawinan akan dilangsungkan.

13

S Munir.Fiqh Syari’ah. (Solo : Amanda, 2007),. h. 34

14

Zainudin Ali.Hukum Perdata Islam Di Indonesia( Jakarta: Sinar Grafika, 2006),. h. 21

15

Muhamad,Hukum Perdata...,h. 76.

(9)

C. Pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawianan adalah suatu pencatatan yang dilakukan

oleh pejabat Negara terhadap peristiwa perkawinan. Alqur’an dan hadist tidak

mengatur secara rinci mengenai pencacatan perkawinan. Pencatatan

perkawinan pada masa dulu belum dipandang sebagai sesuatu yang sangat

penting sekaligus belum dijadikan sebagai sebuah alat bukti autentik terhadap

sebuah perkawinan. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, dengan

dinamika yang terus berubah, maka banyak sekali perubahan-perubahan yang

terjadi. Pergeseran kultur lisan pada kultur tulis sebagai ciri masyarakat

modern menuntut dijadikannya akta sebagai surat bukti autentik. Masyarakat

mulai merasakan pentingnya pencatatan perkawinan, sehingga diatur melalui

perundang-undangan baik Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun

melalui Kompilasi Hukum Islam.

Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan:

a) undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2 ayat

(2)“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku”.17

b) Kompilasi Hukum Islam:18 1. Pasal 5 ayat (1) dan (2)

1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap

perkawinan harus dicatat.

17Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

., h. 2

18Ibid

(10)

2) pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh

Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam

Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-Undang-undang No. 32 Tahun 1954.

2. Pasal 6 ayat (1) dan (2)

1) untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, seyiap perkawinan harus

dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai

Pencatat Nikah.

2) perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat

Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum .

3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Perkawinan Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3);19

1) setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan

memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di

tempat perkawinan akan dilangsungkan

2) pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan

dilangsungkan.

3) pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2)

disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas

nama Bupati Kepala Daerah.

4) perkembangan pemikiran tentang dasar perintah pencatatan nikah,

setidaknya ada dua alasan, yaituqiyasdanmaslahah mursalah.20

(11)

1. Qiyas

Diqiyaskan kepada pencatatan kegiatan mudayanah yang dalam situasi tertentu diperintahkan agar dicacat. Firman Allah QS. al-Baqarah ayat 282:21









Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis…”

Apabila akad hutang piutang atau hubungan kerja yang lain harus

dicatatkan, mestinya akad nikah yang begitu luhur, agung, dan sakral lebih

utama lagi untuk dicatatkan. Akad nikah bukanlah muamalah biasaakan tetapi

perjanjian yang sangat kuat.

2. Maslahah Mursalah.

Adalah kemaslahatan yang tidak dianjurkan oleh syari’at dan juga tidak dilarang oleh syari’at, semata-mata hadir atas dasar kebutuhan masyarakat. Penetapan hukum atas dasar kemaslahatan merupakan salah satu

prinsip dalam penetapan hukum Islam. Dalam hal ini, pencatatan perkawinan

20

Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan.Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU No 1 Tahun 1974, Sampai KHI.( Jakarta: Kencana, 2004),. H19-120.

21

(12)

dipandang sebagai suatu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat misalnya;

D. Tinjauan Kursus Pra Nikah dalam Islam

a) Kursus Pra Nikah BP4 (Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian)

BP4 (Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian)ialah

lembaga yang mengatur tentang bagaimana menciptakan keluarga yang

sakinah, mawaddah, warrahmah. BP4 merupakan badan semi resmi yang

diakui oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun

1977, dan berkedudukan di bawah otoritas KUA Kecamatan. Walaupun

berada dibawah naungan KUA, tetapi BP4(Badan Pembantu Penasehat

Perkawinan Perceraian) berbeda dengan KUA dengan melihat dari

tugas-tugas pokok yang ada dalam masing-masing lembaga tersebut. Fungsi dan

Tugas BP4 tetap konsisten melaksanakan Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Perundang lainnya tentang

Perkawinan, oleh karenanya fungsi dan peranan BP4 sangat diperlukan

masyarakat dalam mewujudkan kualitas perkawinan. Dijelaskan pula

bahwa tugas BP4(Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian)

berdasarkan hasil Musyawarah Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada

tanggal 16 Agustus 2004 yang dipimpin oleh ketua sidang H. Imam

Masykoer Alie dan sekretaris sidang Drs. H. Zamhari Hasan, MM adalah

Menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran/pelatihan ,diskusi,

(13)

dan keluarga Dari penjelasan diatas dijelaskan bahwa salah satu tugas BP4

ialah menyelenggarakan kursus calon pengantin atau yang biasa kita kenal

sekarang dengan istilah Kursus Pra Nikah. Kursus tersebut bukan hanya

untuk calon pengantin saja melainkan untuk orang yang sudah masuk usia

nikah seperti anak sekolah SMA, Mahasiswa, mereka-mereka ini sudah

perlu untuk diberikan pemahaman tentang keluarga atau rumah tangga,

bagaimana dalam menjalani biduk rumah tangga yang baik sehingga dapat

tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dikemudian hari.

Pengertian Kursus Pra Nikah tercantum dalam Peraturan Direktur

Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Kursus Pra Nikah pada Bab I Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: “Kursus Pra Nikah adalah Pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan penumbuhan kesadaran kepada remaja usia nikah tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga”.22Jadi Kursus pra nikah ialah bimbingan kepada calon pengantin (calon suami istri) sebagai bekal pengetahuan

untuk mengarungi bahtera rumah tangga yang diberikan oleh petugas BP4

dalam hal pemberian materi sekitar pernikahan, kesehatan keluarga serta

munakahat. Dan diharapkan dengan pemberian materi tersebut dapat

meningkatkan kualitas keluarga atau rumah tangga yang diidam-idamkan

oleh para pasangan calon pengantin, yaitu mencapai keluarga yang

22

(14)

sakinah, mawaddah, warrahmah. Pada Bab II Pasal 2 Peraturan Direktur

Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor

DJ.II/372 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra

Nikah menjelaskan bahwa tujuan Kursus Pra Nikah adalah untuk

meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah

tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah,

warrahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian, dan

kekerasan dalam rumah tangga.2

Berdasarkan apa yang telah di paparkan diatas, dapat dilihat bahwa

tujuan dari Kursus Pra Nikah adalah memberikan pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan penumbuhan kesadaran tentang kehidupan

rumah tangga dan keluarga bagi para calon pengantin guna meminimalisir

terjadinya perceraian.

Berdasarkan MUNAS BP4(Badan Pembantu Penasehat

Perkawinan Perceraian) ke XIV/2009 di Jakarta pada 1-3 Juni 2009 yang

dipimpin oleh ketua sidang Bapak H. Moh. Muchtar Ilyas dan sekretaris

sidang Bapak H. Najib Anwar, seperti yang dijelaskan pada pasal 1 bahwa

BP4 adalah(Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian)dan pada

pasal 6 salah satu upaya dan usaha BP4 adalah memberikan bimbingan,

penasehatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk kepada

(15)

penasehatan atau bimbingan yang diberikan oleh para penasehat kepada

yang dinasehati.23

Setelah mencapai usia puber, manusia digerakan oleh keinginan

seksualnya untuk mencari pasangan hidup, sebagai tumpuan harapannya.

Itu adalah tanggung jawab pertama yang dihadapi manusia, karena

sebelum puber seseorang tidak harus mempertanggungjawabkan perbuatan

yang dilakukannya walaupun harus diarahkan agar tumbuh dewasa secara

terhormat.24 Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa bimbingan itu merupakan bantuan yang diberikan kepada individu, untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuannya dengan baik agar individu

itu dapat memecahkan masalahnya sendiri dan dapat mengadakan

penyesuaian diri dengan baik.25.

Dijelaskan dalam kitab Riyadhu Solikhin dalam bab nasehat yang

artinya: Allah berfirman: sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, dan

Allah berfirman yang dikabarkan dari Nabi Nuh AS: dan saya bernasehat

kepada beliau Nabi Hud AS, dan saya bagi kalian adalah penasehat

terpercaya dan adapun beberapa hadist, maka yang pertama: dari Abi

Ruqoyah Tamim bin Ausindori RA bahwasannya Allah bersabda agama

itu adalah nasehat, kami berkata untuk siapa?, dijawab untuk Allah,

kitabnya, Rosulnya, umat muslim dan paman mereka. Diriwayatkan oleh

23

Departemen Agama R.I, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Proyek Peningkatan Keluarga Sakinah Tahun 2001 Tentang Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h.72

24

Mahmud Ash-Shabbagh, Keluarga bahagia Dalam islam “Edisi Indonesia”, (Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1993), cet.5, h. 56

25

(16)

Muslim, yang kedua dari Jarir ibn Abdillah RA berkata: Rosulullah SAW

menjelaskan kepadaku tentang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan

bernasehat bagi setiap muslim. Diriwayatkan Muttafaqun Alaih.26Dari

penjelasan dapat disimpulkan bahwa penasehatan ialah hal yang paling

penting untuk menciptakan kemandirian seseorang, dengan adanya

penasehatan diharapkan orang yang dinasehati atau dibimbing dapat

mengetahui hal yang baik dan buruk serta dapat mengatasi sendiri hal

yang buruk tersebut.

b) Perkawinan dalam Islam

Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah yang bermakna alwathi‟ dan al-dammu wa al-tadakhul. Terkadang juga disebut denganal-dammu wa al-jam‟u, atau„ibarat „an al-wath‟ wa al

-„aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Beranjak dari

makna etimologis inilihah para ulama fikih mendefinisikan perkawinan

dalam konteks hubungan biologis.27

Menurut Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan nikah

menurut istilah syara ialah akad yang mengandung ketentuan hukum

kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata

yang semakna dengannya. Definisi yang dikutip Zakiah Daradjat ialah

26

Syehk Al-Islam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya ibn Sarf Nawawiyah,Riyadhu Sholihin Min Kalami Sayyidi Al-Mursalin, (Syria-Indonesia: Maktaba Salim ibn Sa‟ad ibn

Sya‟ban Wa‟khihi Ahmad). h. 107 27

(17)

akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual

dengan lafaz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya.28

Pengertian-pengertian diatas tampaknya dibuat hanya melihat dari

satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang

laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.

Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun

pengaruhnya. 29kaitan ini, Muhammad Abu Zahrah memberikan definisi yang lebih luas, yang juga dikutip oleh Zakian Daradjat ialah akad yang

memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga

(suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan

member batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi

masing-masing.30

Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status

kepemilikan bagi kedua belah pihak (suami istri), dimana status

kepemilikan akibat aqad tersebut bagi si lelaki (suami) berhak

memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait dengan itu secara

sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam term fikih

disebut“Milku al-Intifa”, yaitu hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda (istri) yang digunakan untuk dirinya sendiri.

Bagi perempuan (istri) sebagaimana si suami ia pun berhak

memperoleh kenikmatan biologis yang sama, akan tetapi tidak bersifat

28

Abd. Rahman Ghazaly,Fiqh Munakahat,(Bogor: Kencana, 2003), cet 1, h.8

29Ibid,

h. 8

30Ibid,

(18)

khusus untuk dirinya sendiri, dalam hal ini si istri boleh menikmati secara

biologis atas diri sang suami bersama perempuan lainnya (istri suami yang

lain). Sehingga kepemilikan disini merupakan hak berserikat antara para

istri. Jelasnya, poliandri haram hukumnya dan sebaliknya poligami

dibolehkan secara syari‟. 31Selayaknya seorang mukmin mencari calon istri yang ditentukan dengan Islam, sehingga akan mendapatkan rumah

tangga yang damai, sakinah, penuh ridha Allah.32Didalam UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan

didefinisikan sebagai:

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pencantuman Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah

karena negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila

pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini tegas

dinyatakan bahwa perkawinan mempunyaihubungan yang erat sekali

dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai

unsur lahir/jasmani tetapi juga unsur batin/rohani.33Seperti dinyatakan Abdur-Rahman Al-Juzairi, kata nikah (kawin) dapat didekati dari tiga

aspek pengertian (makna), yakni makna lughawi (etimologis), makna

31

Ahmad Sudirman Abbas,Pengantar Pernikahan, Analisa Perbandingan Antar Madzhab,

(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 1

32

Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid,40 Kiat Islami Membina Rumah Tangga

Ideal “Edisi Indonesia”,(Yogyakarta: Pustaka Mantiq, 1994), cet.1, h. 22

33

(19)

ushuli (syari) dan makna fiqhi (hukum). Terutama dari sudut pandang maknalughawidan maknafiqhi(hukum).34Islam menghendaki dicapainya suatu makna yang mulia dari suatu perkawinan atau kehidupan rumah

tangga. Disini lembaga perkawinan harus dipandang sebagai sesuatu yang

bernilai luhur dan harus dicari makna dan esensinya, seperti halnya

ketenangan dan ketentraman hidup. Kecuali itu, harus pula diingat

kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan, seperti kesetiaan dan kasih

sayang.35

Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang bersifat umum

dan berlaku bagi semua makhluk termasuk didalamnya hewan dan

tumbuh-tumbuhan serta keberadaan malam berganti siang. Allah

berfirman:







49. dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S: Adz-Dzariyaat: 49).

Terhadap persoalan seputar hukum nikah, ulama fiqih (fuqaha) berbeda

pendapat dalam menentukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat

tentang hukum nikah seperti sunnah menurut kelompok Jumhur dan wajib

menurut kelompok Zahiriyah. Kelompok pengikut madzhab Malik yang

belakangan merinci kedudukan hukum nikah berdasarkan kondisi, yaitu: hukum

34

Muhammad Amin Suma,Hukum keluarga Islam di Dunia Islam,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 41

35

(20)

wajib untuk sebagian orang dan sunnah untuk sebagian lainnya dan dapat juga

berhukum mubah bahkan haram, tergantung pada keadaan masing-masing sesuai

kemampuan menghindarkan diri dari perbuatan tercela. 36Dalam kehidupan berumah tangga, setiap suami isti mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

1) Pengertian Hak

Yang dimaksud dengan hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau

untuk menuntut sesuatu. Misalnya ia hendak mempertahankan haknya. Maka

berdasarkan ini dapat juga dikatakan hak itu adalah sesuatu yang harus

diterima. Jadi yang dimaksud hak disini adalah sesuatu yang merupakan

milik atau dapat dimiliki oleh suani atau istri yang diperolehnya dari hasil

perkawinan. Hak ini hanya dapat dipenuhi dengan menunaikan atau

membayarkannya atau dapat juga lepas seandainya yang berhak rela apabila

haknya tidak dipenuhi oleh pihak lain.

2) Pengertian Kewajiban

Kewajiban berasal dari kata wajib ditambah awalan ke dan akhiran an

yang berarti sesuatu yang wajib diamalkan atau dilakukan. Misalnya jangan

melalaikan kewajibanmu. Bicara tentang kewajiban, semua manusia yang

hidup didunia ini tidak terlepas dari padanya, dan setiap kewajiban itu

menimbulkan tanggung jawab. Yang dimaksud disini adalah hal-hal yang

wajib dilaksanakan dan yang merupakan tanggung jawab suami dan

istri.37Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang

36

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, Analisa Perbandingan Antar Madzhab,(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 7

37

(21)

pria dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah

kepada Allah SWT di satu pihak dan di pihak lainnya mengandung aspek

keperdataan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri.

Oleh karena itu, antara hak dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik

antara suami dengan istrinya. Hal itu diatur oleh Pasal 30 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan) dan

Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya

disebut KHI). Pasal 30 Undang-Undang Perkawinan menyatakan:Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selain itu , Pasal 77 ayat (1) KHI berbunyi: “Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.

1. Kewajiban Suami

Kewajiban suami yang mempunyai seorang istri diatur oleh Pasal 80 dan

81 KHI yang diungkapkan sebagai berikut. Pasal 80 KHI

a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan

oleh suami istri bersama.

b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

(22)

c. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan

memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa.

d. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

1. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.

2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan

bagi istri dan anak.

3. Biaya pendidikan bagi anak.

e. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4)

huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari

istrinya.

f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

g. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri

nusyuz.

Pasal 81 KHI

1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya

atau bekas istri yang masih dalam iddah.

2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama

dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.

3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya

(23)

4) Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta

kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

5) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan

serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik

berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang

lainnya.

2. Kewajiban Istri

Selain kewajiban suami yang merupakan hak istri, maka hak suami pun

ada yang merupakan kewajiban istri. Hal itu diatur dalam Pasal 34

UndangUndangPerkawinan secara umum dan secara rinci (khusus) diatur

dalam Pasal 83 dan 84 Kompilas Hukum Islam.

Pasal 83 Kompilas Hukum Islam mengenai kewajiban utama bagi istri;

1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir batin kepada

suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga

sehari-hari dengan baiknnya.38 Pasal 83 Kompilas Hukum Islam.

1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibankewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1)

kecuali dengan alasan yang sah.

38

(24)

2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk

kepentingan anaknya.

3) Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 diatas berlaku kembali sesudah

istri tidaknusyuz.

4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.39

Kalau kita kembali kepada pokok syari‟at untuk menafsirkan makna

kewajiban didalam kehidupan suami-istri, yang terlihat oleh kita adalah

kewajiban seorang suami memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya,

yang tidak mampu mencari rizki. Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan

perkawinan sehingga setelah hilangnnya ikatan perkawinan itu istri tidak

halal lagi bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba‟in, sedangkan arti

mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi

suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak

suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi

hilang hak talak itu, yang terjadi dalam talak raj‟i. 40Mengikuti ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maka penggunaan hak

talaq oleh suami hanya diperkenankan apabila mempunyai alasan sebagai berikut. Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan;

39

(25)

1) salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2) salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain diluar kemampuannya;

3) salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4) salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

5) salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

6) antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan

persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga;41

41

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian tengah mortalitas lebih besar terjadi pada penangkapan sedangkan di bagian outlet waduk, lebih disebabkan oleh kematian secara alami yang terjadi

Peternak tidak memberikan konsentrat, karena sulit diperoleh di daerah setempat, padahal berdasarkan Duldjaman (2004) penambahan konsentrat, seperti am- pas tahu, di dalam

Dengan demikian Giant Sun City lebih memperkenalkan produknya bukan hanya lewat media cetak di spanduk akan tetapi juga lewat media elektronik yang ditujukan untuk

Oleh karena itu, saya sebagai guru berkewajiban untuk merubah mindset siswa agar menjadi generasi yang melek teknologi, dalam artian teknologi dan media

Berdasarkan kepada hasil estimasi maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat kaitan antara produktifitas (kelahiran pertama), prestasi peternak penerima

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan berbagai macam dan dosis pupuk kandang ayam, sapi dan kambing pada tanaman bawang merah, untuk

Pada penelitian ini akan dilakukan pengambilan data pada catatan medis untuk mengetahui apakah jenis infeksi oportunistik ( Pneumocystis Jiroveci Pneumonia , Limfoid

Hal-hal pokok yang dilakukan dalam analisis data ini yaitu : cross plot antara Density vs Gamma ray dari data sumur, hal ini untuk mengetahui karakteristik data dan