• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN. Jurusan/Program Studi Peternakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN. Jurusan/Program Studi Peternakan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh :

DAMAR ADI PRASETYO H0507026

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(2)

commit to user

PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh :

DAMAR ADI PRASETYO H0507026

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(3)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

RINGKASAN ... ix SUMMARY ... x I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Ayam Broiler ... 3

B. Ransum ... 3

C. Protein dan Lisin ... 4

D. Konsumsi Ransum ... 6

E. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 7

F. Konversi Ransum ... 8

G. Feed Cost Per Gain ... 8

HIPOTESIS ... 10

III. MATERI DAN METODE ... 11

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 11

C. Persiapan Penelitian ... 13

D. Pelaksanaan Penelitian ... 14

E. Cara Analisis Data ... 16

(4)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Konsumsi Ransum ... 18

B. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 19

C. Konversi Ransum ... 20

D. Feed Cost Per Gain ... 22

V. SIMPULAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN ... 27

(5)

commit to user

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kebutuhan nutrien ayam broiler ... 4

2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (BK) ... 11

3. Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum basal fase starter dan finisher (as-fed) ... 12

4. Program pemberian vaksin ... 13

5. Kandungan nutrien ransum komersial... 14

6. Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) ... 18

7. Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) ... 19

8. Rerata konversi ransum ayam broiler jantan ... 21

9. Rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp) ... 22

(6)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Rumus bangun lisin ... 5 2. Rumus bangun L-Lysine HCl ... 5

(7)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis kovariansi rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan

(gram/ekor/hari) ... 28 2. Analisis kovariansi rerata pertambahan bobot badan harian

(PBBH) ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) ... 33 3. Analisis kovariansi rerata konversi ransum ayam broiler jantan ... 38 4. Analisis deskriptif rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp) 43 5. Analisis proksimat bahan pakan penyusun ransum ... 50 6. Brosur ADM L-Lysine HCl ... 51

(8)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ayam broiler merupakan ayam pedaging final stock yang efektif dalam memproduksi daging. Kelebihan dari ayam broiler adalah pertumbuhannya cepat dan konversi ransumnya rendah (Rasyaf, 2004). Multi Breeder Adirama (2007) menyatakan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler pada umur 35 hari adalah 1977 gram dan 1,57.

Salah satu faktor yang memengaruhi produksi ayam broiler adalah ransum. Ayam broiler membutuhkan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti energi, protein, lemak, serat kasar, fosfor dan kalsium (Suprijatna et al., 2005). Protein merupakan unsur pokok dalam penyusunan ransum yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan produksi. Protein yang memiliki kualitas tinggi mengandung asam amino esensial yang lengkap, jumlahnya cukup dan seimbang (Anggorodi, 1995).

Penyusunan ransum selain menitikberatkan pada protein perlu memerhatikan keseimbangan asam amino esensial. Hal ini dikarenakan asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam tubuh sehingga kebutuhannya harus disediakan dalam ransum (Aisjah et al., 2007). Penyusunan ransum menggunakan jagung sebagai bahan pakan sumber energi mencapai 50 persen dalam ransum (Sinurat et al., 2007). Kekurangan jagung adalah rendah asam amino lisin (Anggorodi, 1995). Lisin merupakan asam amino esensial dan pembatas pada ayam serta mempunyai peranan untuk memenuhi pertumbuhan yang cepat (Hutapea, 2003).

Kandungan lisin yang rendah pada jagung dapat ditingkatkan dengan cara suplementasi lisin. Suplementasi lisin berfungsi untuk meningkatkan sintesis protein tubuh sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan (Edward et al., 1999), pertambahan bobot badan dan efisiensi kebutuhan ransum ayam broiler serta dapat meningkatkan kandungan protein karkas (Labadan et al., 2001). Rezaei et al. (2004) melaporkan ayam broiler yang dipelihara sampai umur enam minggu dengan mendapatkan suplementasi lisin

(9)

commit to user

2

dalam bentuk L- Lysine HCl sebanyak 0,15 dan 0,30 persen pada protein 17,84 persen (starter) dan 16,12 persen (finisher) dapat memberikan bobot hidup yang sama dengan ayam yang diberi ransum dengan protein 20,84 persen (starter) dan 18,12 persen (finisher). Berdasar uraian tersebut, maka perlu dikaji mengenai pengaruh suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan.

B. Rumusan Masalah

Penyusunan ransum selain menitikberatkan pada protein perlu memerhatikan keseimbangan asam amino esensial. Jagung merupakan bahan pakan potensial yang porsi penggunaannya besar di dalam ransum. Kekurangan dari jagung adalah kandungan asam amino lisin yang rendah, sehingga perlu ditambahkan dalam jumlah yang cukup. Lisin merupakan asam amino esensial dan pembatas pada ayam untuk memenuhi pertumbuhan yang cepat. Jika lisin tidak ditambahkan pada bahan pakan yang rendah lisin, maka kualitas protein bahan pakan tidak meningkat.

Kandungan lisin yang rendah pada ransum dapat ditingkatkan dengan cara suplementasi lisin. Suplementasi lisin dapat meningkatkan sintesis protein dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Rezaei et al.

(2004) menyatakan bobot badan ayam broiler dapat meningkat jika ransum yang kandungan proteinnya rendah disuplementasi lisin. Berdasar uraian tersebut, diharapkan suplementasi lisin dapat meningkatkan kualitas protein dalam ransum rendah protein, sehingga dapat memperbaiki performan ayam broiler jantan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan.

2. Mengetahui level optimal suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan.

(10)

commit to user

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Broiler

Ayam broiler adalah ayam yang memiliki pertumbuhan cepat dengan perolehan timbangan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang singkat (Rasyaf, 2004). Ayam broiler jantan memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu mengonversikan ransum lebih baik dibandingkan dengan ayam broiler betina. Ayam broiler jantan pada umur 35 hari mampu menghasilkan bobot badan sekitar 1977 gram dengan konversi ransum 1,57. Ayam broiler betina hanya mampu menghasilkan bobot badan sekitar 1702 gram dengan konversi ransum 1,63 (Multi Breeder Adirama, 2007).

Susilorini et al. (2008) menyatakan karakteristik ayam broiler bersifat tenang, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Rasyaf (2004) menyatakan ayam broiler yang biasanya dipelihara oleh peternak dikenal dengan sebutan “final stock” yang artinya bibit Day Old Chick (DOC) itu hanya dapat digunakan untuk memproduksi daging saja dan tidak dapat diternakkan lebih lanjut untuk ditetaskan.

B. Ransum

Suprijatna et al. (2005) menyatakan ransum adalah campuran dari berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimal. Nutrien merupakan substansi yang diperoleh dari bahan pakan penyusun ransum. Rasyaf (2004) menyatakan ransum ayam broiler di Indonesia dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa pemberian ransum, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter) dan ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher). Kedua ransum itu tampaknya sama, tetapi kandungan nutriennya berbeda. Kandungan nutrien berbeda disebabkan kebutuhan nutrien ayam broiler tiap fase berbeda. Kebutuhan nutrien ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 1.

(11)

commit to user

4

Tabel 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler No. Nutrien Starter (1-21 hari) Finisher (22-42 hari) 1. Energi metabolis (Kkal/kg) min. 2900,00 1 min. 2900,00 2 2. Protein kasar (%) min. 19,00 1 min. 18,00 2 3. Serat kasar (%) 3 4,00 5,00 4. Lemak kasar (%) 3 6,00 6,00 5. Ca (%) 3 1,00 0,90 6. P tersedia (%) 3 0,45 0,35 7. Lisin (%) min. 1,10 1 min. 0,90 2 8. Metionin(%) min. 0,40 1 min. 0,30 2 Sumber :1 Badan Standardisasi Nasional (2006a)

2

Badan Standardisasi Nasional (2006b)

3

NRC (1994)

Zuprizal dan Kamal (2005) menyatakan bahwa menyusun ransum merupakan penetapan pengetahuan tentang nutrien, bahan pakan dan ternak di dalam mendapatkan ransum yang seimbang. Wahju (1992) menambahkan bahwa dalam penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan tiap periode pertumbuhan dan produksi dipengaruhi oleh nilai nutrien bahan pakan yang dipergunakan. Memilih bahan pakan yang akan dipergunakan dalam ransum, harus diketahui lebih dahulu kandungan nutrien dalam bahan pakan tersebut. Kekurangan salah satu kandungan nutrien dapat ditutupi dengan mengunakan bahan pakan yang mengandung nutrien tersebut.

C. Protein dan Lisin

Tillman et al. (1989) menyatakan protein merupakan senyawa komplek yang terdiri atas asam amino yang digabungkan dengan ikatan peptida. Protein memiliki fungsi sebagai pembangun protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan energi dan sumber enzim dalam tubuh serta menyediakan asam amino. Kualitas protein dihubungkan dengan adanya asam amino yang dilepaskan dari protein pada waktu pencernaan dan kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Protein meskipun daya cernanya tinggi, secara kualitas tidak mencukupi kebutuhan sintesis protein dalam tubuh karena kekurangan satu atau lebih asam amino esensial, sehingga disebut protein kualitas rendah.

Anggorodi (1995) menyatakan asam amino merupakan hasil akhir pencernaan protein, bahan pembangun untuk pembuatan protein tubuh dan

(12)

commit to user

5

merupakan hasil akhir katabolisme protein. Abun (2006) menyatakan asam amino terbagi menjadi dua bagian yaitu asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus disediakan dalam ransum karena ternak tidak mampu mensintesis dari dalam tubuh. Asam amino nonesensial adalah asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh yang berasal dari sumber karbon yang tersedia dan dari gugus amino dari asam amino lain atau dari senyawa sederhana sehingga tidak harus disediakan dalam ransum.

Lisin merupakan asam amino esensial karena ketersediannya di dalam bahan ransum kurang, sehingga diperlukan penambahan bahan ransum sumber lisin (Muhtarudin, 2004). Rasyaf (1994b) mengemukakan bahwa lisin sering dibuat dalam bentuk sintetis yaitu L-Lysine HCl. Menurut Archer Daniels Midland (2006), L-Lysine HCl adalah lisin sintetis monokhlorida dengan kualitas yang tinggi, berbentuk butiran krem dan digunakan terutama untuk industri pakan ternak. L-Lysine HCl terdiri atas 78,80 persen L-Lysine, 19,70 persen HCl, dan berat molekul sebesar 182,65. Rumus bangun lisin disajikan pada Gambar 1 dan rumus bangun L-Lysine HCl disajikan pada Gambar 2.

Gambar 1. Rumus bangun lisin (Rasyaf, 1994b)

Gambar 2. Rumus bangun L-Lysine HCl (Archer Daniels Midland, 2006)

Widodo (2004) menyatakan ketersediaan lisin umumnya kritis dalam ransum unggas bersamaan dengan kritisnya metionin. Hal ini dikarenakan lisin dan metionin sulit untuk dilengkapi dalam jumlah yang seimbang. Wahju (1992) menyatakan kekurangan lisin menyebabkan kandungan asam amino

(13)

commit to user

6

esensial dalam ransum menjadi tidak seimbang, sehingga memengaruhi nilai protein untuk pembentukan jaringan tubuh. Parakkasi (1986) menyatakan penambahan asam amino esensial (terutama lisin dan metionin) pada ransum rendah protein telah dilaporkan mempunyai respon positif.

Menurut Anggorodi (1995) bila lisin dalam ransum berlebihan akan menimbulkan peningkatan aktivitas arginase ginjal, yang dalam gilirannya akan meningkatkan kebutuhan arginin sehingga menimbulkan efek ketidakseimbangan asam amino dalam ransum. Hatta (2003) menambahkan ketidakseimbangan asam amino dalam ransum menyebabkan kebutuhan energi menjadi tinggi yang akan digunakan untuk proses deaminasi dan pembuangan nitrogen dalam asam urat dari sejumlah asam amino yang tidak dapat digunakan untuk sintesis protein.

Anggorodi (1995) menyatakan asam amino lisin bersifat antagonis terhadap arginin, sehingga dalam penyusunan ransum harus diperhatikan tentang keseimbangan asam amino untuk memperoleh produksi yang maksimal. Labadan et al. (2001) melaporkan bila kandungan arginin pada level 0,96 - 1,36 persen dan lisin pada level 0,95 - 1,35 persen mampu meningkatkan bobot badan ayam broiler sampai umur dua minggu. Pada umur dua sampai empat minggu untuk menghasilkan bobot badan maksimal dapat dicapai dengan kandungan lisin dalam ransum sebesar 1,13 persen.

D. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum tidak hanya sekedar memindahkan ransum dari luar ke dalam tubuh ternak, tetapi intinya adalah memindahkan sejumlah nutrien (protein, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air) ke dalam tubuh ternak (Rasyaf, 1995). Rasyaf (1994a) menyatakan konsumsi ransum akan mengalami penurunan seiring dengan kenaikan temperatur lingkungan dan gangguan kesehatan. Wahju (1992) menyatakan konsumsi ransum akan menurun dengan meningkatnya energi dalam ransum. National Research Council (1994) menyatakan faktor lain yang memengaruhi konsumsi ransum adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.

(14)

commit to user

7

Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konsumsi ransum ayam broiler jantan dari umur 11 sampai 35 hari mencapai 114,28 gram/ekor/hari dan ayam broiler betina mencapai 101,84 gram/ekor/hari. Anggorodi (1995) menyatakan konsumsi ransum dapat menurun jika terdapat ketidakseimbangan asam amino yang dapat memicu penurunan konsumsi ransum. Rezaei et al.

(2004) melaporkan suplementasi lisin level 0,15 dan 0,30 persen dalam ransum tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler sampai umur enam minggu. Dirjopratno (1995) juga melaporkan bahwa suplementasi lisin dalam ransum pada tingkat protein 16, 19 dan 22 persen tidak

menyebabkan penurunan yang nyata terhadap konsumsi ransum ayam broiler.

E. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertumbuhan merupakan suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Proses pertumbuhan tersebut membutuhkan energi dan substansi penyusun sel atau jaringan yang diperoleh ternak melalui ransum yang dikonsumsinya (Wahju, 1992). Tillman et al.

(1989) menyatakan pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan. Rasyaf (2004) menambahkan bahwa pengukuran bobot badan biasanya dilakukan dalam kurun waktu satu minggu.

Bintang (2000) melaporkan suplementasi lisin pada dedak dalam ransum itik manila yang sedang tumbuh, menunjukkan bahwa itik manila jantan dan betina yang mendapat suplementasi lisin sebesar 0,10 persen dengan protein 12,33 persen mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada tanpa suplementasi lisin. Jabbar et al. (2010) melaporkan ayam broiler sampai umur 28 hari yang mendapat suplementasi L-Lysine HCl level 0,28 persen (0,22 persen lisin) dengan kadar protein 19 persen memberikan bobot badan yang lebih baik dibandingkan dengan kadar protein ransum sebesar 23 persen tanpa suplementasi L-Lysine HCl.

(15)

commit to user

8

F. Konversi Ransum

Tillman et al. (1989) dan Nurhayati (2007) menyatakan bahwa konversi ransum didefinisikan sebagai jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan. Konversi ransum merupakan indikator baik atau tidaknya ransum yang diberikan pada ayam broiler. Nilai konversi ransum yang semakin besar mengakibatkan kebutuhan ransum yang diperlukan untuk menghasilkan setiap satuan bobot badan semakin besar.

Rasyaf (1995) menyatakan konversi ransum merupakan tolak ukur produksi ayam broiler. Konversi ransum diukur tiap minggu untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum dalam membentuk daging. Suprijatna et al.

(2005) menambahkan nilai konversi ransum yang efisien dan ekonomis perlu dijadikan target dan diupayakan untuk memperoleh keuntungan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa faktor lain yang memengaruhi besar kecilnya konversi ransum adalah kualitas ransum yang diberikan dan keseimbangan nilai nutrien yang terkandung dalam ransum.

Hutapea (2003) melaporkan suplementasi lisin pada ransum menggunakan ubi kayu fermentasi menghasilkan nilai konversi ransum yang lebih rendah sebesar 17,89 persen dibandingkan perlakuan tanpa penambahan lisin. Jabbar et al. (2010) melaporkan nilai konversi ransum ayam broiler yang mendapat ransum dengan kadar protein 19 persen dengan suplementasi 0,28 persen L-Lysine HCl (0,22 persen lisin) memberikan hasil yang hampir sama dengan ayam broiler yang mendapat ransum dengan kadar protein 21 dan 23 persen.

G. Feed Cost Per Gain

Biaya ransum merupakan komponen harga ransum dikalikan dengan jumlah ransum yang konsumsi. Tinggi rendahnya biaya ransum tergantung

pada harga ransum dan efisien tidaknya pemberian ransum yang dilakukan (Rasyaf, 1995). Feed cost per gain adalah besarnya biaya ransum yang

diperlukan ternak untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan. Feed cost per gain dapat digunakan untuk mengetahui kualitas jenis ransum dalam meningkatkan bobot badan. Feed cost per gain yang rendah dapat ditempuh

(16)

commit to user

9

dengan cara memerhatikan dalam pemilihan bahan pakan penyusun ransum yang murah dan tersedia secara kontinyu (Budiarsana et al., 2006).

Nugroho (2010) menyatakan nilai feed cost per gain berkorelasi dengan nilai konversi dan biaya ransum. Jika konversi ransum tinggi, maka semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan. Rasyaf (2004) menyatakan faktor ini disebabkan oleh pertumbuhan yang menurun dan konsumsi ransum yang senantiasa meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Budiarsana et al. (2006) menambahkan nilai feed cost per gain yang tinggi menandakan bahwa dari segi ekonomi penggunaan ransumnya tidak efisien.

(17)

commit to user

11

III. MATERI DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang yang berlokasi di Desa Keyongan RT 02 RW 06 Nogosari, Boyolali. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 23 Juli sampai 27 Agustus 2011.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Ternak

Ternak yang digunakan adalah ayam broiler jantan sebanyak 100 ekor dengan strain Lohmann. Rerata bobot badan awal perlakuan adalah 198,34 ± 33,85 gram (CV = 17 persen).

2. Ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum basal yang disuplementasi

L-Lysine HCl dalam berbagai tingkat sesuai dengan perlakuan. Ransum basal yang digunakan terdiri dari jagung, bekatul, bungkil kedelai, Meat Bone Meal (MBM), minyak sawit, premix, garam, DL- Methionine dan grit. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum dan susunan ransum basal serta kandungan nutrien ransum basal fase starter dan

finisher sesuai Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (% BK)

Sumber : 1 Hasil Analisis Lab. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, UNS (2011)

2 NRC (1994)

3 Mineral B12 (Produksi Eka Farma Semarang)

4 ADM L-Lysine HCl (Produksi Archer Daniels Midland) Bahan Pakan Nutrien BK (%) EM 2 (Kkal/Kg) PK (%) SK (%) LK (%) Ca 2 (%) P trs 2 (%) Lis 2 (%) Met 2 (%) Jagung 1 86,01 3275 6,37 0,46 2,39 0,02 0,07 0,28 0,18 Bekatul 1 90,41 3179 8,63 18,51 4,13 0,20 0,07 0,27 0,26 Bungkil kedelai 1 90,18 2230 40,57 2,20 0,53 0,24 0,21 2,56 0,60 MBM 2 93,00 2150 50,40 2,80 10,00 10,30 5,10 2,61 0,69 Minyak sawit 2 - 9000 - - 100 - - - - Premix 3 - - - 50 15 - - DL-Methionine 2 - - - - - - - 99,00 L-Lysine HCl 4 - - - 78,80 - 11

(18)

commit to user

12

Tabel 3. Susunan ransum basal dan kandungan nutrien ransum basal fase

starter dan finisher (as-fed)

Sumber : Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 2

3. Kandang dan peralatan a. Kandang

Kandang yang digunakan merupakan kandang alas litter

dengan 20 petak dan dibuat dengan ukuran 1,0 x 1,0 x 0,5 m. Setiap petak kandang berisi lima ekor ayam broiler jantan. Bahan untuk sekat kandang terbuat dari bilah bambu.

b. Peralatan

Peralatan yang digunakan antara lain :

1) Tempat ransum terbuat dari bambu berjumlah 20 buah 2) Tempat minum terbuat dari plastik berjumlah 20 buah 3) Termometer

Termometer digunakan untuk mengetahui suhu ruang kandang dalam satuan derajat Celcius.

No Bahan Ransum Starter Finisher

% %

1. Jagung 53 52

2. Bekatul 11 22

3. Bungkil kedelai 26 19

4. Meat Bone Meal 7,0 4,5

5. Minyak sawit 2,0 1,0 6. Premix 0,4 1,0 7. Garam 0,2 0,2 8. Grit 0,2 0,2 9. DL- Methionine 0,2 0,1 Jumlah 100 100 Kandungan nutrien (BK) 1. EM (Kkal/Kg) 2995,74 3012,83 2. Protein kasar (%) 18,40 15,19 3. Serat kasar (%) 3,05 4,86 4. Lemak kasar (%) 4,56 3,70 5. Ca (%) 1,02 1,06 6. P tersedia (%) 0,52 0,47 7. Lisin (%) 1,03 0,81 8. Metionin (%) 0,53 0,39

(19)

commit to user

13

4) Timbangan

Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital merk

SHUMA kapasitas tiga kilogram dengan kepekaan satu gram. 5) Lampu pijar 15 watt sebanyak 20 buah

6) Vaksin dan vitamin

Vaksin yang diberikan adalah ND B1, Gumboro dan ND La Sota. Vitamin yang digunakan adalah Vita Stress. Program pemberian vaksin disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Program pemberian vaksin

C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan kandang

Kandang terlebih dahulu dibersihkan dan didesinfeksi menggunakan formalin dengan kadar satu liter ke dalam 30 liter air. Desinfeksi bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang dan sanitasi kandang dari mikrobia patogen. Kegiatan lain antara lain melakukan pengapuran lantai dan penyekatan kandang, pencucian tempat ransum dan air minum dengan merendamnya ke dalam larutan antiseptik merk Antisep,

selanjutnya mengeringkannya di bawah sinar matahari. 2. Persiapan ayam broiler

Day Old Chick (DOC) jantan sebanyak 100 ekor ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal dan ditempatkan pada kandang brooder,

kemudian diberikan air gula dua persen (Setiawan dan Sujana, 2009). 3. Penentuan petak kandang

Penentuan petak kandang untuk menentukan petak perlakuan dilakukan secara acak pengundian.

Umur (hari) Vaksin Cara Pemberian

4 Vaksin ND B1 Tetes mata

12 Vaksin Gumboro B Air minum

(20)

commit to user

14

4. Persiapan ransum dan perlakuan

Bahan pakan penyusun ransum basal disiapkan dan ditimbang sesuai dengan dengan persentase Tabel 3. Bahan pakan dengan porsi kecil seperti DL-Methionine, garam, grit dan premix dicampur dan diaduk merata. Pada ransum basal yang disuplementasi lisin, bahan pakan dengan porsi kecil ditambahkan L-Lysine HCl sesuai dengan perlakuan. Semua bahan pakan berupa jagung, bungkil kedelai, bekatul, MBM dan bahan pakan dengan porsi kecil dicampur menjadi satu dan diaduk merata sampai homogen.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Macam perlakuan

Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan ransum, masing-masing diulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari lima ekor ayam broiler jantan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : P0 : Ransum basal

P1 : Ransum basal + lisin 0,10 persen (0,127 persen L-Lysine HCl) P2 : Ransum basal + lisin 0,20 persen (0,254 persen L-Lysine HCl) P3 : Ransum basal + lisin 0,30 persen (0,381 persen L-Lysine HCl)

2. Tahapan penelitian a. Tahap adaptasi

Pemberian ransum pada tahap adaptasi menggunakan ransum komersial dan ransum basal. Kandungan nutrien ransum komersial dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrien ransum komersial

No. Kandungan nutrien Komposisi (%)

1. Protein kasar minimal 21,00

2. Lemak kasar minimal 4,00

3. Serat kasar maksimal 4,00

4. Kalsium 0,90 - 1,10

5. Fosfor 0,70 - 0,90

6. Coccidiostat +

7. Antibiotik +

(21)

commit to user

15

Ayam broiler diberikan sebanyak 100 persen ransum komersial pada tujuh hari pertama. Pemberian ransum sebanyak 75 persen ransum komersial dan 25 persen ransum basal pada hari ke- 8. Pemberian ransum sebanyak 50 persen ransum komersial dan 50

persen ransum basal pada hari ke- 9. Pemberian ransum sebanyak 25 persen ransum komersial dan 75 persen ransum basal pada hari ke- 10. Ayam broiler ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal

perlakuan. b. Tahap perlakuan

Tahap perlakuan dimulai pada umur 11 hari. Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Konsumsi ransum dihitung setiap hari. Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali.

3. Peubah penelitian a. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum selama penelitian yang dinyatakan dalam gram/ekor/hari (Rasyaf, 2004).

Konsumsi ransum (gram) = ransum yang diberikan (gram) – ransum yang sisa (gram).

b. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan harian merupakan selisih bobot badan awal dan bobot badan akhir selama penelitian yang dinyatakan dalam gram/ekor/hari (Rasyaf, 2004).

PBBH (gram/hari) = c. Konversi ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian (Rasyaf, 2004). (hari) waktu (gram) awal bobot -(gram) akhir bobot

(22)

commit to user 16 Konversi ransum = (gram) badan bobot n Pertambaha (gram) dikonsumsi yang Ransum

d. Feed cost per gain

Feed cost per gain adalah besarnya biaya ransum yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan dan dihitung dengan cara mengalikan nilai konversi ransum dengan harga ransum (Nugroho, 2010).

E. Cara Analisis Data

Data dari peubah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan konversi ransum dianalisis menggunakan uji normalitas dan homogenitas. Data sebarannya normal dan ragamnya homogen. Data tidak memenuhi asumsi aditif, sehingga tidak dilakukan analisis variansi (ANOVA) tetapi analisis kovariansi (ANKOVA) untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

m = Nilai tengah perlakuan ke- i

τi = Pengaruh perlakuan ke- i

β (xij-삘̅) = Pengaruh regresi linier Y terhadap X

εij = Error percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j

Hipotesis statistik : H0 : m = 0

H1 : m ≠ 0

Kriteria pengujian :

F Hitung < F Tabel, maka H0 diterima

F Hitung > F Tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima Yij = m + τi + β(xij - 삘̅) + εij

(23)

commit to user

17

Jika hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Polinomial Orthogonal untuk mengetahui level optimum antara empat perlakuan (Sastrosupadi, 2000). Peubah feed cost per gain dianalisis secara deskriptif (Budiarsana et al., 2006).

(24)

commit to user

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Ransum

Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan dari keempat macam perlakuan pada penelitian ini berkisar 88,94 sampai 98,08 gram/ekor/hari disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis kovariansi konsumsi ransum menunjukkan suplementasi lisin sampai level 0,30 persen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa suplementasi lisin tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum.

Tabel 6. Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan (gram/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rerata

1 2 3 4 5

P0 85,16 88,21 82,11 100,79 88,43 88,94 P1 85,65 94,21 94,14 88,21 85,94 89,63 P2 87,97 101,43 79,95 102,50 97,50 93,87 P3 106,86 91,23 90,74 107,02 94,53 98,08

Faktor ini disebabkan lisin tidak memengaruhi palatabilitas dalam meningkatkan konsumsi ransum. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas suatu bahan pakan penyusun ransum dipengaruhi oleh keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh sifat organoleptik seperti bau, kenampakan dan tekstur. Lisin terkandung dalam L-Lysine HCl memiliki karakteristik berwarna krem dan berbentuk butiran.

Faktor lain yang memengaruhi tingkat konsumsi adalah tingkat energi dalam ransum. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi. Penelitian ini menggunakan tingkat energi yang sama (iso-energi), sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Dirjopratno (1995) yang melaporkan bahwa suplementasi lisin level 0,15 dan 0,30 persen dalam ransum berprotein 16, 19 dan 22 persen tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler. Rezaei et al. (2004) juga melaporkan bahwa suplementasi lisin sampai level 0,30 persen dalam ransum bahan nabati tidak

(25)

commit to user

19

menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler jantan sampai umur enam minggu.

Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konsumsi ransum ayam broiler jantan dari umur 11 sampai 35 hari dengan menggunakan ransum komersial adalah 114,28 gram/ekor/hari. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen.

B. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan dari keempat macam perlakuan pada penelitian ini berkisar 42,48 sampai 50,14 gram/ekor/hari disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis kovariansi menunjukkan suplementasi lisin sampai level 0,30 persen tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian. Suplementasi lisin sampai level 0,30 persen belum dapat meningkatkan kualitas protein dalam ransum rendah protein untuk meningkatkan bobot badan.

Tabel 7. Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan (gram/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rerata

1 2 3 4 5

P0 39,80 42,65 38,70 47,20 44,08 42,48 P1 44,99 48,00 46,70 43,95 43,38 45,40 P2 43,82 58,88 41,77 50,71 51,54 49,34 P3 57,15 46,52 40,51 56,74 49,80 50,14

Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Edward et al. (1999) yang menyatakan suplementasi lisin dalam ransum berfungsi untuk meningkatkan sintesis protein sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Lisin merupakan suatu asam amino esensial dan pembatas bagi pertumbuhan. Kekurangan lisin akan menghambat pertumbuhan.

Faktor ini disebabkan karena proses sintesis protein dalam membentuk protein dibutuhkan keseimbangan antar asam amino. Anggorodi (1985) menyatakan keseimbangan asam amino dapat terjadi jika semua asam amino

(26)

commit to user

20

esensial mempunyai komposisi yang sama dengan protein yang akan disintesis, maka proses sintesis protein dapat efisien. Anggorodi (1995) menyatakan jika kebutuhan lisin dalam ransum berlebihan, maka proses sintesis protein menjadi tidak efektif karena adanya sifat antagonis yang dapat menekan metabolisme asam amino yang lain seperti arginin. Labadan et al.

(2001) melaporkan bila kandungan asam amino berlebihan yaitu lisin pada level 1,30 persen dan arginin pada level 1,20 persen, belum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler pada umur dua sampai empat minggu. Anggorodi (1995) menyatakan kelebihan asam amino untuk sintesis protein tidak dapat ditimbun dan digunakan untuk mensintesis asam urat yang akan diekskresikan bersama feses dalam bentuk ekskreta.

Faktor lain disebabkan oleh konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang tidak berpengaruh nyata menyebabkan pertambahan bobot badan harian juga tidak berpengaruh nyata. Wirapati (2008) menyatakan konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi nutrien yang masuk ke dalam tubuh untuk meningkatkan bobot badan.

Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan sampai umur lima minggu dengan menggunakan ransum komersial adalah 56,48 gram/ekor/hari. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen.

C. Konversi Ransum

Rerata konversi ransum ayam broiler jantan dari keempat macam

perlakuan pada penelitian ini berkisar 1,91 sampai 2,10 disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis kovariansi menunjukkan suplementasi lisin sampai

level 0,30 persen tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum. Suplementasi lisin sampai level 0,20 persen memiliki kecerendungan menurunkan nilai konversi ransum (P=0,0907).

(27)

commit to user

21

Tabel 8. Rerata konversi ransum ayam broiler jantan

Perlakuan Ulangan Rerata

1 2 3 4 5

P0 2,14 2,07 2,12 2,14 2,01 2,10

P1 1,90 1,96 2,02 2,01 1,98 1,97

P2 2,01 1,72 1,91 2,02 1,89 1,91

P3 1,87 1,96 2,24 1,89 1,90 1,97

Rasyaf (1995) menyatakan nilai konversi ransum merupakan turunan dari dua peubah yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan bobot badan. Jika konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian tidak secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan, maka konversi ransum juga mengalami hal yang sama. Wirapati (2008) menyatakan nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, artinya semakin rendah angka konversi ransum maka semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan ekonomis.

Bahadur et al. (2010) melaporkan suplementasi lisin dalam bentuk

L-Lysine HCl sampai level 0,20 persen pada fase starter dan 0,12 persen pada fase finisher belum mampu menurunkan konversi ransum ayam broiler sampai umur 40 hari. Hasil penelitian menunjukkan asam amino yang sesuai rekomendasi sudah cukup memberikan nilai konversi ransum yang sama dengan ransum yang disuplementasi lisin. Kandungan protein dalam ransum yang tidak disuplementasi adalah 22,23 persen dengan lisin 1,13 persen (fase

starter) dan 19,16 persen dengan lisin 0,95 persen (fase finisher). Suharwanto (2004) juga melaporkan itik Mojosari Alabio pada umur satu sampai sembilan minggu dengan protein 20 persen yang disuplementasi lisin belum dapat memperbaiki nilai konversi ransum.

Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konversi ransum ayam broiler jantan sampai umur lima minggu dengan menggunakan ransum komersial adalah 1,57. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen.

(28)

commit to user

22

D. Feed Cost Per Gain

Harga lisin pada level 0,10 sampai 0,30 persen tiap satu kilogram ransum basal pada P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah Rp 101,52; Rp 203,05 dan Rp 304,57 (Lampiran 4). Peningkatan level lisin menyebabkan meningkatnya harga ransum. Harga ransum tiap satu kilogram P0, P1, P2 dan

P3 pada fase starter adalah Rp 4.413,25; Rp 4.514,77; Rp 4.616,30 dan Rp 4.717,82 (Lampiran 4). Harga ransum pada fase finisher lebih rendah

dibandingkan dengan fase starter yaitu Rp 3.731,00; Rp 3832,52; Rp 3934,05 dan Rp 4.035,67 (Lampiran 4). Harga ransum pada fase starter lebih tinggi dibanding dengan fase finisher disebabkan karena kandungan protein pada fase starter lebih tinggi. Feed cost per gain merupakan turunan dari harga ransum yang dikalikan dengan konversi ransum. Rerata feed cost per gain

ayam broiler dari keempat macam perlakuan berkisar Rp 7.926,53 sampai Rp 8.117,06 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp)

Perlakuan Ulangan Rerata

1 2 3 4 5

P0 8.393,37 8.188,17 8.213,43 8.181,13 7.609,22 8.117,06 P1 7.806,82 7.572,45 7.947,27 8.064,86 8.241,24 7.926,53 P2 8.695,66 7.098,60 8.238,23 8.119,65 7.666,43 7.963,71 P3 7.647,82 8.190,37 9.216,03 7.742,18 7.738,77 8.107,03

Hasil analisis deskriptif pada peubah feed cost per gain menunjukkan pada P1 dengan suplementasi lisin sampai level 0,10 persen lebih mampu menghasilkan bobot badan dengan harga yang lebih rendah yaitu Rp 7.926,53 dibandingkan dengan P0, P2 dan P3. Nilai feed cost per gain yang rendah disebabkan nilai konversi ransum P1 juga rendah yaitu 1,97 (Tabel 8). Kisaran kebutuhan lisin dalam ransum P1 yaitu 1,13 persen pada fase starter dan 0,91 persen pada fase finisher. P0, P2 dan P3 menghasilkan nilai konversi yang tinggi disebabkan ayam broiler belum mampu mengonsumsi ransum dengan baik untuk menghasilkan bobot badan. P1, P2 dan P3 terjadi peningkatan nilai

(29)

commit to user

V. SIMPULAN

Simpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah suplementasi lisin dalam ransum rendah protein belum dapat memperbaiki performan ayam broiler jantan.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler     No.  Nutrien  Starter  (1-21 hari)  Finisher  (22-42 hari)  1
Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (% BK)
Tabel 4. Program pemberian vaksin
Tabel  7.  Rerata  pertambahan  bobot  badan  harian  ayam  broiler  jantan  (gram/ekor/hari)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil penelitian menun- jukkan ada hubungan yang negatif dan signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang sectio caesarea dengan kecemasan pada pasien

Dalam pemanfaatan sumber daya alam serta pemberdayaan ini peneliti dapat mengarahkan anggota arisan Ibu-ibu serta masyarakat untuk mengelolah tanaman yang tumbuh

Peneliti etnografi selalu tertarik dengan mata pencaharian suatu suku bangsa, karena suatu mata pencaharian berhubungan erat dengan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup..

HMJM, terimakasih sudah menjadi keluarga kedua ku selama tiga tahun mulai dari tahun pertama menjadi staff, kemudian tahun kedua dan ketiga menjadi pengurus HMJM :D, aaakkk....

Secretariat Department of Ungaran City did preparation of inventory such as forming the inventory team and performing the invenfiory team to giving information about

The result of questionnaire showed that it is necessary to give the students instructions about scanning technique in reading and it is important to introduce

Tingginya tingkat pertumbuhan dan produksi yang dihasilkan dari interaksi perlakuan ini, dikarenakan interaksi tersebut merupakan kombinasi perlakuan yang tepat,

Limbah Plastik Untuk Gagang Pisau” Jurusan Fakultas Teknik Universitas