• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Problem Based Learning - BAB II ELIN FAJARINA MATEMATIKA'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Problem Based Learning - BAB II ELIN FAJARINA MATEMATIKA'16"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Problem Based Learning

Menurut Sanjaya (2010) Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Shoimin (2014) mengungkapkan bahwa Problem Based Learning melatih dan mengembangkan kemampuan untuk

menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Problem Based Learning menghendaki agar siswa aktif untuk

memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat ahli bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah nyata dengan

tujuan untuk menciptakan proses berfikir dan ketrampilan memecahkan masalah siswa selama pembelajaran.

Menurut Ibrahim (Trianto, 2009) di dalam kelas Problem Based Learning, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam

kelas Problem Based Learning antara lain sebagai berikut:

(2)

2. Memfasilitasi/ membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan.

3. Memfasilitasi dialog siswa. 4. Mendukung belajar siswa.

Berikut langkah-langkah Problem Based Learning menurut Shoimin (2014) adalah sebagai berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Memotivasi siswa terlihat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.).

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

(3)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, langkah-langkah Problem Based Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan teknik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membentuk kelompok belajar siswa, membagikan masalah dan membantu siswa mendefinisikan serta mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Siswa didorong untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa dibantu guru merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan hasil diskusi kelompok.

(4)

Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning menurut Shoimin (2014) adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan

a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

dalam kegiatan diskusi atau peresentasi hasil pekerjaan mereka. h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching. 2. Kekurangan :

(5)

yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkatan keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

B. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi matematis merupakan kecakapan siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram, menggunakan benda nyata, atau menggunakan simbol matematika. Siswa yang memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan matematisnya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari dan mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari (NCTM, 2000). Kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematis, menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

(6)

terjadi melalui interaksi antar siswa misalnya dalam pembelajaran dengan setting diskusi kelompok. Sedangkan komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dala mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah (Mahmudi, 2009).

Melihat pentingnya komunikasi matematis bagi siswa, NCTM (2000) menuliskan standar komunikasi program pengajaran dari Pra-TK sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk:

1. Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi.

2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara koheren dan jelas kepada teman, guru dan orang lain.

3. Menganalisa dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain. 4. Menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika

dengan tepat.

Selain itu terdapat indikator-indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi lisan dan tulis menurut NTCM dapat dilihat dari:

(7)

2. Kemampuan dalam memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model situasi.

Sedangkan menurut Sumarmo (Susanto, 2015) komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam hal-hal, sebagai berikut :

1. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika

2. Menjalaskan ide situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika 4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika

5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis

6. Mambuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi

7. Menjelaskan dan membuat pernyataan tentang matematika yang telah dipelajari.

(8)

kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi matematis secara tertulis yaitu sebagai berikut :

1. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika.

Siswa mampu menafsirkan atau menuangkan ide matematika yang terdapat pada suatu benda nyata, gambar atau diagram yang berhubungan dengan matematika. Siswa dikatakan dapat menghubungkan benda nyata jika siswa mengetahui apa saja yang diketahui, yang ditanyakan dan langkah proses penyelesaian menggunakan konsep dari apa yang ditanyakan.

2. Menjelaskan ide situasi, dan relasi matematika secara tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

Siswa mampu memberikan penjelasan dari suatu permasalahan matematika dengan langkah-langkah matematika sehingga memperoleh solusi atau jawaban dari permasalahan tersebut secara matematika. Siswa dikatakan mampu memberi penjelasan jika siswa memahami apa yang diketahui, ditanyakan dan proses penyelesaian menggunakan konsep, ide, atau simbol dengan penulisan secara matematika.

(9)

yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan menjelaskan langkah penyelesaian menggunakan bahasa atau simbol matematika.

C. Rasa Percaya Diri Siswa

Percaya diri adalah keyakinan seseorang terhadap kelebihan yang dimiliki pada dirinya dan keyakinan terhadap kemampuan untuk bisa mencapai tujuan dalam hidupnya (Hakim, 2004). Waterman (1988) mengatakan bahwa adanya kepercayaan diri, seseorang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab, serta mempunyai rencana terhadap masa depannya.

Menurut Kemendikbud (2014) berikut dideskripsikan beberapa indikator sikap percaya diri :

1. Berpendapat atau melakukan tindakan tanpa ragu-ragu. 2. Mempu membuat keputusan dengan cepat.

3. Berani presentasi di depan kelas.

4. Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan di hadapan guru dan teman-temannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, memiliki sikap positif dan dapat membuat situasi terbaik untuk diri mereka sendiri serta bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dikerjakannya. Berikut merupakan indikator percaya diri yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

(10)

3. Percaya dengan kemampuan diri sendiri sehingga tidak mudah mengalami frustasi.

4. Yakin bahwa dirinya mampu menerima tantangan atau tugas baru. 5. Memiliki emosi yang lebih hidup dan tetap stabil.

6. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan.

D. Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung atau bisa disebut juga Direct Instruction menurut Arends (Trianto, 2011) adalah salah satu model

pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Ciri-ciri pembelajaran langsung adalah sebagai berikut :

1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar. 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.

3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran.

(11)

media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Sintaks model pembelajaran langsung menurut Shoimin (2014) yang dalam penelitian disajikan dalam lima tahap, antara lain:

1. Fase 1 : fase orientasi / menyampaikan tujuan

Pada fase ini guru melakukan kegiatan pendahuluan, menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dan konsep yang akan digunakan, serta menginformasikan kerangka pelajaran.

2. Fase 2 : fase presentasi / demonstrasi

Pada fase ini guru menyampaikan seluruh isi materi pelajaran dengan menyajikannya berupa konsep atau keterampilan, memberikan contoh-contoh konsep, dan jika ada konsep yang dianggap sulit atau kurang dimengerti oleh siswa maka guru menjelaskan ulang konsep tersebut.

(12)

Dalam fase ini, guru memberikan memberikan soal-soal latihan awal dan membimbing siswa untuk menguatkan jawaban siswa yang benar dan mengoreksi jawaban siswa yang salah.

4. Fase 4 : fase mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru mengecek pemahaman siswa dengan memberikan kesempatan siswa untuk berlatih mengerjakan soal konsep dan keterampilan serta menerapkan pengetahuan tersebut ke dalam situasi kehidupan nyata. Pada fase ini, guru juga dapat mengecek apakah siswa telah melaksanakan tugas dengan baik atau tidak dan memberikan umpan balik.

5. Fase 5 : fase latihan mandiri

Guru memberikan soal latihan mandiri kepada siswa dimana siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri tanpa bimbingan guru.. Fase ini dapat dilalui siswa dengan baik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas dalam fase latihan terbimbing.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung menurut Shoimin (2014) adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan :

(13)

b. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun.

c. Dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat diamati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.

d. Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah, dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi) sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

e. Memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

f. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil.

g. Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas. h. Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan

ketat.

i. Dalam model ini terdapat penekanan pda pencapaian akademik. j. Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat.

k. Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik.

(14)

m. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual dan terstruktur.

2. Kekurangan :

a. Karena guru memainkan peranan pusat dalam model ini, kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya sehingga pembelajaran akan terhambat.

b. Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang baik cenderung menjadikan pembelajaran yang kurang baik pula.

c. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, model pembelajaran ini mungkin tidak dapat memberikan siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.

d. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran ini akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran siswa itu sendiri.

E. Penelitian Relevan

Hasil penelitian dari Yovita (2012) menunjukkan bahwa Problem Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis

(15)

menunjukkan bahwa Problem Based Learning dan team quiz mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika siswa kelas VII semester genap SMP N 2 Teras tahun ajaran 2011/2012.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yovita (2012) dan Galuh (2012) tersebut adalah variabel bebasnya, yaitu menggunakan Problem Based Learning. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah peneliti

menggunakan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) terhadap variabel terkaitnya yaitu percaya diri siswa.

Hasil penelitian dari Suminarto (2014) menunjukan bahwa model pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh lebih signifikan terhadap rasa percaya diri siswa daripada model pembelajaran langsung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian dari Suminarto (2014) adalah variabel terikatnya, yaitu rasa percaya diri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Suminarto (2014) adalah model pembelajarannya, yaitu Problem Based Learning.

F. Kerangka Pikir

(16)

masalah dengan kondisi terbaiknya dan dapat memberikan kebahagiaan dan kenyamanan terhadap dirinya sendiri.

Model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa dalam pembelajaran matematika adalah Problem Based Learning. Problem Based Learning merupakan inovasi dalam pembelajaran matematika karena di

dalam Problem Based Learning kemampuan berfikir siswa dioptimalisasikan melalui proses kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Salah satu tujuan penelitian ini adalah mengetahui capaian kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa yang mengikuti

Problem Based Learning dibandingkan capaian kemampuan komunikasi

matematis dan percaya diri siswa yang mengikuti pembelajaran langsung. Kemampuan komunikasi matematis ada dua, yaitu kemampuan komunikasi matematis lisan dan kemampuan komunikasi matematis tertulis. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis, yaitu sebagai berikut :

1. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika.

(17)

3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Siswa yang memiliki rasa percaya diri mempunyai indikator sebagai berikut :

1. Mampu memikul tanggung jawab yang diberikan. 2. Bisa menghargai diri dan usahanya sendiri. 3. Tidak mudah mengalami frustasi.

4. Mampu menerima tantangan atau tugas baru.

5. Memiliki emosi yang lebih hidup, tetapi tetap stabil. 6. Mudah berkomunikasi dan membantu orang lain.

Berdasarkan uraian di atas tentang indikator komunikasi matematis dan percaya diri, Problem Based Learning merupakan model yang sangat mendukung kemampuan berpikir dan karakter siswa untuk berkembang. Sebab dalam langkah-langkah Problem Based Learning mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa.

Langkah-langkah Problem Based Learning dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan teknik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

(18)

3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Siswa didorong untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa dibantu guru merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta berbagai tugas dengan temannya.

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Salah satu kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kemudian secara bersama-sama melakukan refleksi dan evaluasi terhadap proses-proses yang telah digunakan.

Langkah dari proses Problem Based Learning mampu mendukung indikator kemampuan komunikasi matematis dan berkaitan dengan indikator percaya diri siswa. Ketika proses Problem Based Learning yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa dituntut untuk merencanakan dan menyiapkan laporan dari hasil diskusi, maka kemampuan siswa menyampaikan ide-ide matematis melalui tulisan dan menggambarkannya secara visual sedang di lakukan, serta siswa juga mampu memikul tanggung jawab yang telah diberikan dimana hal tersebut adalah salah satu indikator percaya diri.

(19)

siswa keberanian untuk berpendapat dan menyampaikan ide serta siswa menjadi yakin akan kemampuannya sendiri dalam menyampaikan ide-ide. Selain itu Problem Based Learning juga sangat mendukung perkembangan kemampuan komunikasi matematika dan percaya diri, dimana Problem Based Learning mampu mengoptimalisasikan kemampuan siswa menyampaikn

ide-ide melalui proses kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan serta memberikan siswa keyakinan terhadap kemampuannya sendiri.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Capaian kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti

Problem Based Learning lebih baik dibandingkan dengan capaian

kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.

2. Capaian rasa percaya diri siswa yang mengikuti Problem Based Learning lebih baik dibandingkan dengan capaian rasa percaya diri siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.

Referensi

Dokumen terkait

Accounting Information System, 10th edition, Pearson Education International, New Jersey.. Akuntansi Suatu Pengantar, Buku I,Salemba Empat,

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan

Sistem informasi konsultasi ini adalah berbasis web, yang memiliki kelebihan bisa diakses kapan saja dan dari mana saja, tanpa terbatas jarak dan waktu, dan

Dilihat Dari banyaknya pasien yang datang ke klinik gigi Dentaloka tersebut, maka klinik gigi membutuhkan suatu sistem informasi yang sistematis dan terotomatisasi,

Contoh: Unitarian Church, Oak Park, Chicago, menggunakan konstruksi beton bertulang dan baja yang dianggap hanya sebagai elemen-elemen pendukung bentukan arsitektur

Dimana, back scattering technique merupakan pengukuran dengan daya hambur balik, pada metode ini cahaya dimasukkan kedalam salah satu ujung serat yang akan diukur, alat ukur

Anggota Departemen Kajian Strategi dan Advokasi PEMA FK USU 2010 3.. Sekretaris Departemen Kajian Strategi dan Advokasi PEMA FK USU 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Dasar