• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Partisipasi 1. Pengertian Partisipasi - UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI I KE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Partisipasi 1. Pengertian Partisipasi - UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI I KE"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Partisipasi

1. Pengertian Partisipasi

Menurut John F. Echolas (Suryosubroto, 2009: 293) partisipasi

berasal dari bahasa inggris yaitu “ partisipation“ yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Pendapat lain tentang partisipasi juga

diungkapkan oleh The Liang Gie (Suryosubroto, 2009: 294), yaitu

partisipasi meliputi satu aktivitas untuk membangkitkan perasaan

diikutsertakan dalam organisasi dan ikut sertanya bawahan dalam suatu

kegiatan organisasi.

Moelyato Tjokroaminoto (Suryosubroto, 2009: 293)

mendefinisikan partisipasi sebagai penyetaraan mental dan emosi

seseorang didalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya

tujuan-tujuan, bersama, bertanggung jawab terhadap tujuan tersebut.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi serta fisik anggota

dalam memberikan inisiatif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilancarkan

oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung

jawab atas keterlibatannya. Partisipasi adalah keterlibatan seseorang baik

(2)

Unsur-unsur yang terdapat dalam partisipasi (Suryosubroto, 2009 :

295) adalah :

a. Keterlibatan anggota dalam segala kegiatan yang dilaksanakan oleh

organisasi;

b. Kemauan anggota untuk berinisiatif dan berkreasi dalam

kegiatan-kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi.

Sedangkan sifat-sifat partisipasi adalah sebagai berikut :

a. Adanya kesadaran dari para anggota kelompok;

b. Tidak adanya unsur paksaan;

c. Anggota merasa ikut memiliki.

Menurut Soli Abimanyu (Sukidin, 2010: 153) setidaknya ada tiga

faktor penyebab rendahnya partisipasi siswa dalam PMB, yakni : (1) siswa

kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri, (2)

siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada

orang lain, dan (3) siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat

dengan teman yang lain.

Partisipasi siswa dalam pembelajaran bisa berbentuk partisipasi

kontributif maupun partisipasi inisiatif. Partisipasi kontributif meliputi

keberanian menyampaikan refleksi kepada guru, baik dalam bentuk

menyampaikan pertanyaan, pendapat, usul, sanggahan, atau jawaban,

termasuk partisipasi mengikuti pelajaran dengan baik, mengerjakan tugas

terstruktur di kelas dan dirumah dengan baik, sedangkan partisipasi

(3)

mandiri tanpa terstruktur, inisiatif untuk minta ulangan formatif dan sub

sumatif secara lisan, inisiatif mempelajari dan mengerjakan materi

pelajaran yang belum dan akan diajarkan serta inisiatif membuat catatan

ringkas. Jadi, apabila partisipasi kontributif dan partisipasi inisiatif

ditabulasikan maka akan nampak sebagai berikut.

2. Manfaat Partisipasi

Keith Davis (Suryosubroto, 2009: 296) mengemukakan manfaat

prinsipiil dari partisipasi sebagai berikut.

a. Lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar.

b. Dapat digunakan kemampuan berpikir kreatif dari para anggotanya.

c. Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta

membangun kepentingan bersama.

d. Lebih mendorong orang untuk bertanggung jawab.

e. Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan-perubahan.

Dari beberapa manfaat diatas, menunjukkan bahwa partisipasi

merupakan salah satu unsur yang membantu tercapainya suatu tujuan

pembelajaran. Dengan partisipasi akan menjadikan suasana belajar

menjadi lebih hidup dan terjadi timbal balik antara guru dengan siswa dan

juga dapat melatih siswa menjadi bertanggung jawab dan menerima

pendapat orang lain atau saling bertukar ide dan pikiran.

3. Tingkatan Partisipasi

Menurut Pariata Westra (Suryosubroto, 2009: 297) tingkatan

(4)

a. Tingkatan pengertian timbale balik artinya mengarahkan anggota agar

mengerti akan fungsinya masing-masing dan sikap yang seharusnya

satu sama lain.

b. Tingkatan pemberian nasihat artinya individu-individu disini saling

membantu untuk pembuatan keputusan terhadap persoalan-persoalan

yang sedang dihadapi sehingga saling tukar-menukar ide-ide mereka

satu per satu.

c. Tingkatan kewenangan artinya menempatkan posisi anggotanya pada

keadaan mereka, sehingga dapat mengambil keputusan pada persoalan

yang mereka hadapi.

Berdasarkan penjelasan mengenai partisipasi belajar di atas maka

dapat dirumuskan indikator partisipasi belajar siswa adalah sebagai

berikut.

a. Memperhatikan penjelasan guru

b. Menyampaikan pertanyaan

c. Menyampaikan pendapat atau sanggahan

d. Menyampaikan jawaban

e. Membuat catatan ringkas

f. Mengerjakan tugas dengan baik

B. Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu

(5)

dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan-perubahan akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian

belajar dapat didefinisikan sebagai berikut, “Belajar ialah proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2).”

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik

sifat maupun jenisnya karena semua itu sudah tentu tidak semua

perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Jika demikian, ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar

adalah sebagai berikut :

1. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari

terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan

telah mengalami adanya suatu perubahan dalam dirinya.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri

seseorang berlangsung secara berkesinmbungan, tidak stasis.

Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan

berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses

(6)

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu

senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang

lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak

usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik

perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya

bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan

karena usaha individu itu sendiri.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi

hanya untuk beberapa saat saja, sepertinya bersin, menangis dan

sebagainya itu tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam

belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat

menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang

terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena

ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada

perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu

proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika

(7)

perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,

ketrampilan, pengetahuan dan sebagainya (Slameto, 2010:3).

Dengan mempelajari uraian-uraian diatas, maka calon

guru/pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri

prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip-prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi

dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Namun

demikian prinsip-prinsip belajar tersebut diantaranya adalah

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional.

2) Belajar harus menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk

mencapai tujuan instruksional.

3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan

efektif.

4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b. Sesuai hakikat belajar

1) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut

perkembangannya.

2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan

(8)

3) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian

yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan

pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan

respon yang diharapkan.

c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,

penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap

pengertiannya.

2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai

dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d. Syarat keberhasilan belajar

1) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat

belajar dengan tenang.

2) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar

pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa (Slameto,

2010:27).

Menurut Willim Burton (Hamalik, 2011:31) menyimpulkan uraian

yang cukup panjang tentang ciri-ciri belajar sebagai berikut :

a. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui

(under going)

b. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata

pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

(9)

d. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri

yang mendorong motivasi yang kontinu.

e. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas (penurunan sifat

biologis) dan lingkungan.

f. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh

perbedaan-perbedaan individual dikalangan murid-murid.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

suatu tindakan dari banyaknya pengalaman yang telah dialami oleh

seorang murid yang akan menghasilkan suatu pelajaran dan akan

memotivasi murid tersebut. Dan lingkungan dimana murid itu berada

akan sangat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh oleh murid itu

sendiri.

Faktor-faktor belajar, adalah sebagai berikut:

a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan; siswa yang belajar

melakukan banyak kegiatan baik kegiatan neural system, seperti

melihat, mendengar, merasakan, berfikir, kegiatan motoris, dan

sebagainya maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk

memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan, dan minat. Apa yang

telah dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan

secara kontinu dibawah kondisi yang serasi, sehingga penguasaan

(10)

b. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan; relearing, recalling dan

reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan

pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami.

c. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa

merasa berhasil dan mendapatkan kepuasaannya. Belajar hendaknya

dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.

d. Siswa yang belajar perlu mengetahui ia berhasil atau gagal dalam

belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasaan dan

mendorong belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan

menimbulkan frustasi.

e. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua

pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara

berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman

(Hamalik, 2011:32).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor

yang mempengaruhi belajar adalah kesiapan dari seorang siswa, dimana

seorang siswa yang telah siap belajar akan lebih mudah dan berhasil. Dan

juga didorong dengan minat dan usaha, karena belajar dengan minat akan

mendorong siswa belajar lebih baik. Belajar dengan baik akan lebih

mendorong siswa untuk mencapai suatu keberhasilan yang akan membuat

siswa tersebut merasakan suatu kepuasan tersendiri. Dimana suasana

belajar yang menyenangkan akan mendorong tercapainya keberhasilan

(11)

C. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Mata pelajaran IPS merupakan salah satu rumpun pelajaran yang

wajib diberikan kepada siswa mulai dari tingkat SD sampai perguruan

tinggi. IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan social

didasarkan pada bahan kajian geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi

antropologi dan tata negara (Depdikbud, 1993: 1). Menurut S. Nasution

(Daljoeni: 9) menyatakan bahwa IPS merupakan suatu fusi atau paduan

darii sejumlah mata pelajaran sosial. IPS merupakan bagaian kurikulum

sejarah yang berhubungan dengan peranan manusia didalam masyarakat

yang terdiri dari berbagai subyek yaitu ekonomi, sejarah, geografi,

sosiologi, antropologi, pemerintahan dan psikologi sosial (Daljoeni 1997:

9).

Ilmu pengetahuan sosial membahas tentang hubungan antara

manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana anak

didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat,

dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada da terjadi di lingkungan

sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu mahasiswa dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya

semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakat (Kosasih,

1994 dalam Solihatin, E dan Raharjo, 2009: 14).

Adapun menurut Daljoeni (1997: 7) sendiri IPS di definisikan

(12)

disebut masyarakat, dengan menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah,

geografi, sosiologi, antropologi dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut diatas dapat di

simpulkan, bahwa IPS merupakan perwujudan dari pendekatan

interdisipliner dari ilmu-ilmu sosial dengan mengintregasikan bahan

materi dan konsep-konsep, prinsip-prinsip yang berkenann dengan gejala

sosial.

Menurut peneliti, IPS merupakan paduan dari sejumlah mata

pelajaran IPS yaitu ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi dan antropologi.

IPS membahas tentang hubungan antara manusia dengan lingkungan

masyarakat dimana seseorang itu berada. Sehingga akan lebih mengerti

lingkungan sosial masyarakatnya. Dimana mempelajari IPS bukan sekedar

menghafal tetapi juga suatu pelajaran yang memberikan suatu pemahaman

tentang suatu kehidupan sehingga akan lebih memahami kehidupan

lingkungan masyarakatnya.

Bidang studi IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan

sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya,

kemudian di olah berdasarkan prinsip pendidikan dengan tingkat

persekolahan. Pelajaran IPS bersumber pada pusat kegiatan hidup manusia

seperti halnya, manusian dengan lingkungannya, manusia dengan

(13)

Di sepanjang sejarahnya IPS selama ini memiliki lima tujuan yang

penjelasannya seperti berikut :

1. IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut dibidang sosial

sciences jika ia nantinya masuk ke perguruan tinggi. Untuk ini

mata pelajaran seperti : sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi

haruslah diberikan lepas-lepas, sosiologi sebagai vak tersendiri.

2. IPS yang bertujuan mendidik kewargaan negara yang baik.

Mata-pelajaran yang disajikan oleh guru sekaligus harus ditempatkan

dalam konteks budaya melaui pengolahan secara ilmiah dan

psikologis yang tepat. IPS yang diramukan berupa civics dimasa

lampau, merupakan contohnya.

3. IPS yang hakekatnya adalah salah suatu kompromi antara 1 dan 2

tersebut diatas. Inilah yang kita temukan di dalam definisi IPS

sebagai : suatu penyederhanaan dan penyaringan terhadap

ilmu-ilmu sosial, yang penyajiannya disekolah disesuaikan dengan

kemampuan guru dan daya tangkap siswa.

4. IPS yang mempelajari “closed areas” yaitu masalah-masalah sosial yang pantang untuk dibicarakan di muka umum. Bahannya

menyangkut bermacam-macam pengetahuan dari ekonomi sampai

politik dari yang sosial sampai kultural. Dengan cara ini para siswa

dilatih berfikir demokratis.

5. Menurut pedoman khusus Bidang Studi IPS (Kurikulum SMP

(14)

dipilih, disaring dan disinkronkan kembali, maka sasaran seluruh

kegiatan belajar-mengajar IPS mengarahkan kepada dua hal :

a. Pembinaan warga negara Indonesia atas dasar moral

Pancasila/UUD 1945. Nilai-nilai dan sikap hidup yang

dikandung oleh Pancasila/UUD 1945 secara sadar dan intensif

ditanamkan kepada siswa, sehingga terpupuk kemauan dan

tekad untuk hidup secara bertanggung jawab demi keselamatan

diri, bangsa, negara, dan tanah air.

b. Sikap sosial yang rasional dalam kehidupan. Untuk dapat

memahami dan selanjutnya mampu memecahkan masalah

-masalah sosial perlu ada pandangan terbuka dan rasional.

Dengan berani dan sanggup melihat kenyataan yang ada, akan

terlihat segala persoalan dan akan dapat ditemukan jalan

memecahkannya. Termasuk pula kenyataan menurut sejarah

perjuangan bangsa bahwa pancasila adalah falsafah hidup yang

menyelamatkan bangsa dan menjamin kesejahteraan hidup kita

bersama.

Secara sederhana ini berarti mengajar siswa untuk memahami

bahwa masyarakat itu merupakan suatu kesatuan (sistem) yang

permasalahannya bersangkut paut dan pemecahannya memerlukan

pendekatan-pendekatan interdisipliner, yaitu pendekatan yang

komprehensif dari sudut ilmu hokum, ilmu politik, ekonomi, sosiologi,

(15)

Bentuknya berupa pengajaran tentang konsep-konsep dan

fakta-fakta menurut IPS yang penting untuk dapat memahami memecahkan

masalah-masalah sosial. Tujuannya sama sekali bukan menjadikan para

siswa ahli-ahli sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik,

hokum dan sebagainya melainkan pembentukan sikap hidup seperti yang

dituntut oleh pancasila.

Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur

pendidikan dan pembekalan pada siswa. Penekanan pembelajarannya

bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjelajahi siswa dengan

sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada

upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya

sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan

masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah

sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu

rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai

dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang

dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994;

Hanid Hasan, 1996 dalam Solihatin, E dan Raharjo, 2009: 14).

Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Perkembangan

Masyarakat Indonesia Pada Masa Kolonial Eropa dan Kegiatan Ekonomi

Mayarakat. Dengan indikator pencapaian kompetensi yang akan

(16)

a. Mengidentifikasi cara-cara yang digunakan bangsa Eropa untuk

mencapai tujuannya.

b. Mengidentifikasi reaksi bangsa Indonesia terhadap bangsa Eropa.

c. Mendiskripsikan perkembangan kehidupan masyarakat, kebudayaan,

dan pemerintahan pada masa kolonial Eropa.

d. Mendeskripsikan tentang pola kegiatan ekonomi penduduk.

D. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah

suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno.

Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seorang

belajar harus memiliki pasangan. Cooperative learning berasal dari kata

cooperative yang berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama

dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau

satu tim.

Menurut Slavin (Isjoni, 2011: 15) mengemukakan, “ in cooperative learning methods, students work together in four member teams to master

material initially presented by the teacher.” Dari uraian tersebut dapat

dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model

pembelajaran dimana system belajar dan bekerja dalam

(17)

Slavin menyebutkan cooperative learning merupakan model

pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru

mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam

kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya(peer

teaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi

mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk

berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar

sesama mereka.

Roger, dkk (Huda, 2011: 11) menyatakan cooperative learning is

group learning activity organized is such a way that learning is based on

the socially structured change of information between leaners in group in

which each learner is held accountable for his or her own learning and

motivated to increase the learning of others (pembelajaran kooperatif

merupakan pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip

bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara

sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap

pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong

untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain).

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar

dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara

asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar

(18)

Unsur-unsur dasar dalam cooperative learning menurut Lungdren

(Isjoni, 2011: 13) adalah sebagai berikut :

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau

berenang bersama.“

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta

didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri

sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan

yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para

anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

ketrampilan bekerjasama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Untuk memenuhi unsur-unsur tersebut harus dibutuhkan proses

yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok, para peserta didik

harus mempunyai niat untuk bekerjasama dengan yang lainnya dalam

kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat,

peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama

(19)

kerjasama antara peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif

adalah melaui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif,

yakni pengelompokan semangat kerjasama dan penataan ruang kelas.

Menurut Isjoni, (2011:20) bahwa ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah :

1. Setiap anggota memiliki peran

2. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa

3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan

juga teman-teman sekelompoknya.

4. Guru membantu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan

interpersonal kelompok

5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Pada dasarnya model pembelajaran cooperative learning

dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran

penting, sebagai berikut.

1. Hasil belajar akademik

Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan

sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting

lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model

ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

(20)

yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat

member keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok

atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran cooperative learning adalah

penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,

budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran

kooperatif member peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan

kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melaui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling

menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan katrampilan sosial

Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan

kepada siswa ketrampilan bekerjasama dan kolaborasi. Ketrampilan-

ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda

masih kurang dalam ketrampilan sosial.

Selanjutnya Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2011: 24) mengatakan

keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah : 1)

saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon

perbedaan individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan

pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, 5)

(21)

guru, dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan

pengalaman emosi yang menyanangkan.

Kelemahan model pembelajaran cooperative learning bersumber

pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar

(ekstern). Faktor dari dalam, yaitu : 1) guru harus mempersiapkan

pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak

tenaga, pemikiran dan waktu, 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan

lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup

memadahi, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada

kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga

banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah dibutuhkan, dan 4) saat

diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mangakibatkan

siswa yang lain menjadi pasif.

E. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together(NHT)

Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok.

Teknik pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama

-tama, guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok.

Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor

untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan

nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya

(22)

memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut

(Huda, 2011: 130).

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir

bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang

untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap

struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama kali

dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dalam

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. (diambil

dari http://yusiriza.wordpress.com/2011/07/20/model- pembelajaran -

kooperatif- tipe – numbered heads together – html/, tanggal 8 februari 2012 )

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan yang

dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan banyak siswa dalam

memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim, 2000). Numbered

Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang lebih

mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan

melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan

di depan kelas. (diambil dari

(23)

Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa

belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh

penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur

yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik

dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan

sosial. Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif

struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang

untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki

agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil

secara kooperatif.

Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari

sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu

untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas,

karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk

menjawab pertanyaan peneliti.

Dalam mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas VII.B, guru

menggunakan struktur empat tahap sebagai sintaks NHT :

1. Tahap 1 : Penomoran

Dalam fase ini guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5

orang dan kepada setiapanggota kepada setiap kelompok diberi

(24)

memiliki nomor yang berbeda sesuai dengan jumlah kelompok dari

masing-masing kelompok.

2. Tahap 2 : Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.

Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan

dalam bentuk kalimat Tanya.

3. Tahap 3 : Berfikir bersama

Siswa mengajukan pendapatnya terhadap jawaban

pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya

mengetahui jawaban tim.

4. Tahap 4 : Menjawab

Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang

nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. (diambil dari

http://www.tuanguru.net/2011/12/penerapan-model-pembelajaran-kooperatif.html, tanggal 12 februari 2012).

Dalam pelaksanaannya, langkah-langkah tersebut dapat

dikembangkan sebagai berikut:

a. Pendahuluan

Langkah ke-1 ; Penomoran

1) Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa kedalam kelompok

yang beranggotakan 3 sampai 5 siswa, kemudian setiap siswa

(25)

2) Menginformasikan materi pelajaran yang akan dibahas serta

mengaitkan dengan materi pelajaran sebelumnya.

3) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

secara rinci dan menjelaskan model pembelajaran NHT yang akan

diterapkan.

4) Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang

konsep-konsep materi pelajaran yang akan dibahas.

b. Kegiatan Inti

1) Langkah 2 : Mengajukan Pertanyaan

a) Menjelaskan materi pelajaran secara singkat

b) Mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelompok.

2) Langkah 3 : Berfikir Bersama

a) Seluruh siswa didalam kelompoknya masing-masing

memikirkan jawaban pertanyaan yang diajukan guru.

b) Menyatukan pendapat jawaban (bisa dalam bentuk LKS)

dibawah bimbingan guru dan memastikan bahwa anggota

kelompoknya sudah mengetahui jawabannya.

3) Langkah 4 : Menjawab Pertanyaan

a) Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu kelompok

secara acak.

b) Siswa yang dipanggil nomornya dalam kelompok yang

(26)

c) Siswa yang dipanggil nomornya mencoba menjawab

pertanyaan untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh kelompok

lain.

d) Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul,

siswa diberi kesempatan untuk mencatat jawaban tersebut,

namun apabila jawaban masih salah maka guru memberikan

penjelasan tentang jawaban yang betul.

e) Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang

menjawab betul.

c. Penutup

1) Guru memberikan umpan balik

2) Guru membimbing siswa menyimpulkan materi pelajaran

3) Siswa diberi tugas pekerjaan rumah atau mengerjakan kuis secara

individual (Taniredja, T dkk, 2008: 156 ).

Kelebihan Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) di

antaranya.

1.Terjadi interaksi antar siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif.

3. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi

pengetahuan akan menjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat

(27)

4. Dapat member kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

ketrampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat

kepemimpinan.

Kelemahan Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

diantaranya.

1. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

2. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar

menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman

yang memadahi.

3. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang

berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus. (diambil dari

http://blog.tp.ac.id/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-numbered-heads-together-nht#ixzz1nC4B1Bw2, tanggal 22 Februari 2012)

F. Hasil Penelitian Yang Relevan

Sri Sugesty dalam dalam penelitiannya tentang “Upaya

meningkatkan pemahaman konsep dan partisipasi siswa kelas VII melalui

metode kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) di SMP N 2

MOGA “ menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran tipe

Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan pemahaman konsep

dan partisipasi siswa. aktivitas siswa pada siklus 1 rata-rata partisipasi

(28)

40,39 termasuk kriteria baik dan pada siklus II rata-rata partisipasi siswa

2,62 termasuk kriteria baik dan dari angket partisipasi siswa 52,58

termasuk kriteria baik. Nilai rata-rata kempuan pemahaman konsep siswa

meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu siklus I sebesar 59,25 termasuk

kriteria cukup dan dan pada siklus II naik menjadi 70,46 dengan kriteria

baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kemampuan

pemahaman konsep siswa meningkat.

Penelitian yag dilakukan oleh Taufik Akbar “ Peningkatan Peran Aktif Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas VI Di MI Muhammadiyah Pingit,

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2007/2008 “ menyimpulkan bahwa

penggunaan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat

meningkatkan peran aktif siswa dan prestasi belajar siswa. Pada siklus I

skor rata-rata peran peran aktif siswa 2,94 dengan kriteria kurang baik

meningkat menajdi 4,59 dengan kriteria baik pada siklus II. Pada

pelaksanaan tes siklus I diperoleh rata-rata kelas 64,78 dengan criteria baik

dan dengan tingkat ketuntasan belajar 63,15 kemudian meningkat menjadi

rata-rata 70,78 dengan kriteria baik dan dengan timgkat ketuntasan belajar

sebesar 89,47 pada siklus II.

Hasil penelitian di atas dapat memberikan gambaran bahwa melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

dapat membantu meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata

(29)

penggunaan model pembelajaran tipe NHT untuk meningkatkan

pemahaman materi dan partisipasi pada mata pelajaran IPS kelas VII di

SMP N 2 MOGA sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Taufik Akbar

menekankan pada penggunaan model pembelajaran tipe NHT untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VI di

MI Muhammadiyah Pingit. Berbeda dengan kedua penelitian tersebut,

penelitian ini menekankan pada penggunaan model pembelajaran tipe

NHT untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata pelajaran

IPS kelas VII B di SMP N I Kembaran.

G. Kerangka Pikir

Untuk meningkatkan partisipasi siwa terhadap pembelajaran IPS,

guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan

menerapkan berbagai model pembelajaran.

Dalam pembelajaran IPS, salah satu hal yang harus diperhatikan

adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang

diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik

yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya dalam menerima

materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas. Ada siswa yang

mempunyai daya tangkap yang cepat tetapi ada pula siswa yang

mempunyai daya tangkap yang sedang atau bahkan lama.

Salah satu indikasi proses pembelajaran berlangsung dengan efektif dan

(30)

tingkat keterlibatan siswa yang tinggi. Untuk membangkitkan partisipasi atau

keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran guru harus memilih dan

menerapkan strategi yang baik. Salah satu strategi yang dapat meningkatkan

partisipasi siswa yaitu strategi pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu

membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 orang siswa

dan setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang beragam, ada

yang pintar, ada yang sedang dan ada pula yang tingkat kemampuannya

kurang. Kemudian setiap anggota kelompok diberi tanggung jawab untuk

memecahkan masalah atau soal dalam kelompoknya dan diberikan kebebasan

untuk mengeluarkan pendapatnya tanpa ada rasa takut salah. Oleh karena itu,

tidak akan nampak lagi mana siswa yang unggul dan mana siswa yang kurang

karena semuanya berbaur dalam satu kelompok dan sama-sama bertanggung

jawab terhadap kelompok tersebut. Dengan demikian, untuk meningkatkan

partisipasi belajar siswa dalam proses pembelajaran IPS dapat meningkat.

(31)

Gambar 1. Skema kerangka berfikir penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka peneliti mengajukan

hipotesis sebagai berikut : Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Head Together (NHT) dapat Meningkatkan Partisipasi Belajar

Gambar

Gambar 1. Skema kerangka berfikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Pengadaan Barang telah melakukan Pembukaan Dokumen Penawaran dan evaluasi penawaran terhadap 5 (lima) Penyedia yang memasukan Dokumen penawaran

Dari data yang didapat, penulis mencoba untuk menganalisa hal-hal apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam memilih Alfamart Minimarket dengan menggunakan 8 dimensi

[r]

perubahan kurs valas terhadap nilai ekuivalen mata uang domestik atas aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh perusahaan..  Sebagai contoh, sebuah

Scanned by CamScanner... Scanned

Pertama , periode diskursus kenabian ( Prophetic Discourse ), di mana al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk

Hasil survei yang didapat menunjukan bahwa potensi lokal yang terdapat di wilayah Kulon Progo berupa daerah pegunungan, dataran rendah, kawasan hutan mangrove dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31, 32, 33 dan 34 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Pasal 467 ayat (3)