• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA -KATA BERKONOTASI TIDAK BAIK DAN PRINSIP KESANTUNAN PADA TUTURAN SISWA SMK DI LINGKUNGAN TERMINALWANGON KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA -KATA BERKONOTASI TIDAK BAIK DAN PRINSIP KESANTUNAN PADA TUTURAN SISWA SMK DI LINGKUNGAN TERMINALWANGON KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan pragmatik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Khususnya prinsip kesantunan berbahasa. Peneliti bahasa yang telah melakukan penelitian ini dibidang pragmatik antara lain Anita Nurjanah yang meneliti tentang Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Kominitas Terminal Pengandaran, Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis.

Anita Nurjanah (2011) dalam skripsinya yang berjudul Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal Pengandaran Kecamatan Pengandaran

Kabupaten Ciamis, mendeskripsikan jenis makna (makna konotatif dan emotif, makna

(2)

xxi

yaitu menghubungbandingkan makna nama binatang, sifat, dan kata-kata kasar. Selanjutnya tahap penyajian analisis data, peneliti menyajikan analisis datanya dalam bentuk sudah diklasifikasikan yaitu tuturan yang mengandung kata-kata kasar yang bersifat denotatif binatang dan sifat, dan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan yaitu pelanggaran maksim kebijaksanaan, pelanggaran maksim penerimaan atau kedermawanan, pelanggaran maksim kerendahan hati, pelanggaran maksim kemurahan atau pujian, pelanggaran maksim kecocokan, pelanggaran maksim kesimpatian. Pada penelitian tersebut menghasilkan bentuk lokusi, ilokusi, perlokusi pada tuturan tindak tutur sopir, pedagang asongan, calo, dan kondektur.

Skripsi yang dibuat oleh penulis berjudul Ketidak Santunan dalam Tuturan Siswa SMK di Lingkungan Terminal Wangon Kabupaten Banyumas, sedangkan

skripsi relevan berjudul Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal Pengandaran Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah tuturan siswa SMK yang berada dilingkungan Terminal Wangon Kabupaten Banyumas sedangkan penelitian sebelumnya data yang digunakan adalah tuturan sopi, pedagang asongan, calo, dan kondektur. Penelitian ini lebih mendalami tentang pelanggaran kesantunan dan makna konotatif. Maka dari itu penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

B. Pengertian Bahasa

Chaer dan Leonie Agustina (2004: 11) mengemukakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara bertahap tetap dan dapat dikaidahkan.Bahasa adalah sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai

(3)

alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 116). Senada dengan itu (Sumarsono 2012: 18) mengungkapkan bahwa bahasa adalah system lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbiter) yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan beriteraksi.dengan demikian, bahasa merupakan symbol yang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan wajib antara bahasa dengan konsep yang dilambangkan. Menurut Chaer (2007: 32) bahasa adalah system lambang bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri.

Jadi, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbirter dan bersifat konvesional yang digunakan untuk bekerja sama ,berkomunikasi dan melahirkan pikiran serta perasaan. Perlu mengetahui definisi bahasa dalam penelitian ini karena yang dijadikan sebagai data penelitian adalah tuturan siswa SMK di lingkungan Terminal Wangon Kabupaten Banyumas. Tuturan tersebut tidak terlepas dari konsep bahasa.

C. Fungsi Bahasa

(4)

xxiii

sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (d) sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Berikut uraian dari keempat fungsi bahasa tersebut.

1. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Ekspresi diri berarti mengungkapkan segala hal yang dirasakan oleh pikiran dan perasaan manusia. Bahasa menyatakan secara terbuka segala yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antaralain untuk menarik perhatian orang lain terhadap kita, yaitu digunakan sebagai alat untuk mencari perhatian orang lain terhadap hal-hal yang sedang dirasakan. Selain itu bahasa untuk menyatakan ekspresi diri juga bertujuan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Artinya bahasa dapat mengontrol emosi yang terjadi pada diri manusia.

2. Sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi bersifat intrapersonal karena bahasa digunakan sebagai alat untuk saling bertukar pikiran dan perasaan serta memungkinkan menciptakan kerja sama antar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan lepas dari peristiwa komunikasi dengan media bahasa sebagai alat penyampainya yang dapat mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan penggunanya.

3. Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Dalam kehidupan manusia selalu membutuhkan eksistensi untuk diterima dan diakui oleh masyarakatnya. Dalam pembentukan eksistensi itulah, manusia akan melakukan integrasi (pembaharuan) dan adaptasi (penyesuaian diri) dengan masyarakat. Dalam proses integrasi dan adaptasi ini manusia selalu menggunakan bahasa sebagai perantaranya, dengan bahasa seorang anggota masyarakat akan mengenal dan

(5)

belajar terhadap segala adat istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakatnya. Oleh karena itu, secara sosial kolektif bahasa mempunyai peran penting sebagai media untuk membentuk keharmonisan kehidupan masyarakat dalam proses integrasi dan adaptasi sosial.

4. Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial itu sendiri adalah usaha untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena diatur dengan mempergunakan bahasa. Tentunya keberhasilan seseorang dalam melakukan kontrol sosial sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang tepat. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, maka seseorang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan.

D. Makna

1. Pengertian Makna

(6)

xxv 2. Jenis Makna

Chaer (2007 : 289-296) membagi jenis makna menjadi enam, yaitu : (a) makna leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual, (b) makna referensial dan non referensial, (c) makna denotatif dan makna konotatif, (d) makna kata dan makna istilah, (e) makna konseptual dan asosiatif, (f) makna idiomatik dan pribahasa. Pada penelitian ini, peneliti membatasi teori tentang makna denotatif, dan makana konotatif. Hanya dua makna yang peneliti gunakan dalam penelitian ini karena data-data yang peneliti peroleh hanya menunjukan dua makna tersebut yaitu makna denotatid dan makna konotatif.

a. Makna Denotatif

Chaer (2002: 65) menjelaskan makna denotatif yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainya. Pateda (2010: 98) menjelaskan makna denotatif ( denotative meaning) adalah makna kata atau kelompok kata didasarkan atas hubungan lugas

antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makana denotatif di dasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu ruas bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat di ambil simpilan bahwa makna denotatif adalah makna lugas atau makna apa adanya yang sesuai dengan hasil observasi.

b. Makna Konotatif

1) Pengertian Makna Konotatif

Makna konotatif atau konotasi disebut juga makna makna konotasional, makna emotif atau makna evaluative. Makna konotatif adalah jenis makna dimana stimulus

(7)

dan respon mengandung nilai-nilai emosional (Keraf, 2004:29). Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju, senang, tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. Menurut Warriner (dalam Tarigan, 1985:59) konotasi adalah kesan-kesan yang bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau definisi utama.

2) Jenia Makna Konotasi

Tarigan (1985:59) mengklasifikasikan makna konotasi menjadi dua jenis yaitu konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi individual adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi prang perseorangan. Konotasi kolektif adalah nilai rasa yang berlaku untuk para anggota sesuatu golongan atau masyarakat. Dari pengertian di atas maka peneliti menggunakan konotasi kolektif. Peneliti ini membatasi pada makna konotasi kolektif, karena kolektif lebih bersifat umum.

(8)

xxvii a) Konotasi Baik

1) Konotasi Tinggi

Kata –kata ekstra dan klasik lebih indah dan anggun terdengarnya oleh telinga umum. Kita tidak perlu heran bahwa kata-kata seperti itu mendapat konotasi atau nilai rasa tinggi. Di samping itu kata-kata asing pada umumnya menimbulkan anggapan rasa segan, terutama bila orang kurang atau sama sekali tidak memahami maknanya, lantas memperoleh nilai rasa tinggi pula. Kata-kata yang mengandung nilai rasa konotasi tinggi biasanya digunakan pada kalangan tertentu. Penggunaan kata yang bernilai rasa tinggi biasa digunakan pada masyarakat yang bermartabat lebih tinggi.

2) Konotasi Ramah

Pada pergaulan dan pembicaraan kita sehari-hari antara sesama anggota masyarakat, kita bisa menggunnakan bahasa daerah ataupun dialek untuk menyatakan hal-hal yang langsung berhubungan dengan kehidupan. Dengan demikian, terjadilah bahasa campuran yang kadang-kadang terasa lebih ramah daripada bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kita merasakan lebih akrab dan dapat saling merasakan satu sama lain. Tanpa adanya rasa canggung dalam berkomunikasi karena menggunakan kata-kata iyang berkonotasi ramah. Kata yang berkonotasi ramah ini bisa digunakan dalam percakapan kehidupan sehari-hari.

b) Konotasi Tidak Baik 1) Konotasi Berbahaya

Konotasi berbahaya yakni salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terutama yang bersifat magis. Pada saat tertentu

(9)

dalam keadaan masyarakat ada kata-kata yang pengucapanya harus hati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang mungkin mendatangkan mara bahaya. Misalnya pada saat kita berjalan di dalam hutan maka sangat terlarang untuk menyebut kata ular karena mungkin nanti kita bisa bertemu dengan ular. Dalam hal ini, kata ular mempunyai konotasi berbahaya karena erat sekalidengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis.

2) Konotasi Tidak Pantas

Konotasi tidak pantas yakni salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan erat dengan kelas sosial dalam masyarakat. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang mempunyai rasa tidak pantas dapat menyinggung perasaaan lawan bicara atau objek pembicara. Hal tersebut jika pembicara mempunyai martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicara. Hal tersebut dapat terjadi jika pembicara mempunyai martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicaranya. Misalnya kata pelacur diganti dengan tuna susila dan pencuri diganti dengan kata panjang tangan.

3) Konotasi Tidak Enak

(10)

xxix

yang keluar dari pembicara, ketika hubungan tersebut kurang baik jelas dianggap tidak sopan. Misalnya licik, hajar, keluyuran.

4) Konotasi Kasar

Konotasi kasar yakni salah satu jenis rasa kolektif yang sering digunakan oleh rakyat jelata yang biasanya berasal dari suatu dialek. Ungkapan-ungkapan tersebut sering diganti karena dianggap kurang santun apabila digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang disegani. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang berkonotasi kasar dapat menyinggung lawan bicara atau objek pembicaraan. Hal ini dikarenakan individu yang satu dengan yang lain berbeda, ungkapan yang diterima individu lain. Suatu ungkapan dianggap sopan dan halus pada lingkungan tertentu belum tentu dianggap sopan pada lingkungan lain. Oleh karena itu, agar dapat diterima pada semua lingkungan harus menghindari ungkapan-ungkapan yang berkonotasi kasar.

5) Konotasi Keras

Konotasi keras yakni slah satu jenis nilai rasa kolektif yang bersifat mengeraskan makna. Apabila ditinjau dari segi arti, nilai rasa ini tersebut hiperbola. Orang untuk menunjukkan diri, sering tidak dapat mengendalikan diri dan sering menggunakan kata-kata yang cendrung mengeraskan.

E. Pragmatik

1. Pengertian Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengarnya (atau pembaca) (Yule, 2006: 3). Selain

(11)

itu, Wijana (1996: 1) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Sementara itu, Mey (dalam Rahardi, 2005: 49) mendefinisikan pragmatik: Pragmatics is the study of the condition of human language uses as these are determined by the context of society (Pragmatik adalah

ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu). Konteks yang dimaksud yakni yang bersifat sosial . Bersifat sosial maksudnya konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antar anggota masyarakat dan yang bersifat sosial maksudnya konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna struktur bahasa yang terikat konteks secara eksternal yang digunakan di dalam komunikasi.

2. Peristiwa Tutur

(12)

xxxi

dalam waktu, tempat dan situasi tertentu dengan menggunakan bahasa yang konvensional (disepakati oleh penuturnya) untuk mencapai suatu hasil.

Dell Hymes (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 48) seorang pakar linguistik mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen tutur, yang diakronimkan SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:

a. Setting and Scene

Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Sedangkan

scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan.

Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya saja saat berbicara di lapangan sepak bola tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin. Hal ini dikarenakan tempat dan situasinya berbeda.

b. Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara

dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid khotib sebagai pembicara dan jamaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Dalam hal ini status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya seorang anak akan menggunakan gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya dibandingkan berbicara dengan teman-teman sebayanya.

(13)

c. Ends

Ends merupakan maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di

ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Partisipan dalam peritiwa tutur ini mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peritiwa tutur di ruang linguistik, ibu dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun ada kemungkinan di antara mahasiswa itu ada yang datang hanya untuk memandang wajah Bu Dosen yang cantik.

d. Act Sequence

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran yang digunakan oleh

(14)

xxxiii

e. Key

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat penutur dalam penyampaikan suatu pesan, apakah dengan senang hati, serius, singkat, sombong, mengejek, atau dapat juga ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat. Misalnya jika hati penutur sedang serius, maka ekspresi yang ditunjukan adalah ekspresi serius. Hal ini berbeda dengan ekspresi penutur saat menyombongkan diri dan mengejek orang lain. Ekspresi saat menyombongan diri biasanya ditunjukan dengan wajah yang sinis. Selain itu untuk menggambarkan ekspresi juga bisa ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

f. Instrumentalities

Instrumenstalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. Jalur yang dimaksud seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register. Misalkan saja jalur bahasa yang digunakan oleh seorang yang berkomunikasi dan letaknya berjauhan. Agar komunikasi berjalan lancar maka seseorang yang letaknya berjauhan harus menggunakan jalur telepon.

g. Norms of Interaction and Interpretation

Norms of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Saat bicara dalam situasi resmi misalnya dalam kuliah umum seorang penutur yang akan bertanya harus memperhatikan sopan santun dan cara bertanya yang baik. Hal itu tentunya berbeda dengan situasi saat bertanya kepada teman dekat, penutur

(15)

tidak harus memperhatiakan tata cara dalam bertanya. Apabila dalam situasi resmi seorang penutrur tidak memperhatikan cara bertanya yang baik, maka dapat dikatakan bahwa penutur tersebut tidak memiliki sopan santun yang baik karena tidak mematuhi aturan dalam situasi tertentu.

h. Genre

Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Seperti narasi, puisi, pepatah,

doa, dan sebagainya. Dalam hal ini misalnya jika seseorang ingin menyampaikan cerita kepada orang lain, jenis penyampaian yang tepat adalah narasi. Oleh karena itu, genre atau bentuk penyampaian harus diperhatikan oleh penuturnya. Hal ini bertujuan agar peristiwa tutur bisa berjalan.

Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan komponen tutur (a) setting and scene karena berkenaan dengan tempat dan waktu berlangsung, serta situasi

psikologis pembicaraan. (b) participant yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan), (c) ends yaitu maksud dan tujuan pertuturan serta (d) key mengacu pada nada, cara dan semangat penutur dalam menyampaikan suatu pesan.

3. Kesantunan Berbahasa

(16)

xxxv

bahwa dasar kebenaran bagi ungkapan-ungkapan kesopansantunan ialah dapatnya ungkapan-ungkapan itu secara tepat menerangkan aneka asimetris (tidak seimbang, kedua belah bagiannya tidak seimbang), dan konsekuensi-konsekuensinya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Fraser dalam Rahardi (2005: 38-41) menunjukkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan yang dapat digunakan untuk mengakaji masalah kesantunan dalam bertutur, yaitu (a) pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial (the social-norma view), (b) pandangan yang melihat kesantunan sebagai suatu

maksim percakapan (conversation maxim), (c) pandangan kesantunan yang melihat kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi persyaratan terpenuhinya sebuah kontak percakapan (conversational contact), (d) pandangan kesantunan yang berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik.

4. Prinsip Kesantunan

Prinsip kesantunan berhubungan dengan dua orang peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur dan orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan tutur (Wijana, 1996: 55). Leech (1993: 219) mengemukakan bahwa sopan santun tidak hanya terungkap dalam isi percakapan, tetapi juga dalam cara percakapan dikendalikan dan dipola oleh para pemeran sertanya. Sedangkan Leech (dalam Rahardi, 2005: 59) merumuskan untuk masalah-masalah interpersonal, prinsip kerjasama Grice tidak lagi banyak digunakan, alih-alih digunakan prinsipkesopanan atau kesantunan.

(17)

Leech (2011: 206-207) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan terdapat enam maksim atau aturan bentuk pragmatik yaitu : (1) maksim kebijaksanaan atau kerifan (tact maxim), (2) maksim penerimaan atau kedermawanan (generosyty maxim), (3) maksim kemurahan atau pujian (approbation maxim), (4) maksim

kerendahan hati (modesty maxim), (5) maksim kecocokan atau kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim kesimpatian (sympathy maxim).

Menurut Wijana (1996: 55) prinsip kesopanan memiliki 6 maksim yaitu: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim kemurahan, (3) maksim penerimaan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kecocokan, (6) maksim kesimpatian.

Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti prinsip kesopanan dengan menggunakan enam maksim kesantunan, yaitu: (1) maksim kebijaksanaan (tact maxim), (2) maksim penerimaan atau kedermawanan (generosyty maxim), (3) maksim

kemurahan atau pujian (approbatioan maxim), (4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), (5) maksim kecocokan atau kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim

kesimpatian (sympathy maxim).

a. Maksim Kebijaksanaan (Taxt Maxim)

Maksim ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Dalam hal ini dapat dikatakan di dalam pertuturan buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar-besarnya. Berikut adalah contoh tuturan memperjelas pernyataan di atas.

(5) A: “Cape sekali ambil buku bolak-balik.”

B: “Kamu disini saja biar saya yang mengambilkan.”

(18)

xxxvii

sehingga A bisa beristirahat dan mengurangi capenya karena sudah bolak-balik mengambil buku. Karena itulah dapat dikatakan bahwa B memiliki sopan santun terhadap mitra tuturnya yaitu A. Pelanggaran maksim kebijaksanaan terlihat pada tuturan berikut ini.

A : “Leptop kamu dipakai tidak? Kalo tidak saya pinjam boleh?”

B : “Boleh saja, biasalah tarif umum 3000 setiap jamnya.”

Tuturan (B) melanggar maksim kebijaksanaan. Karena syarat yang diajukan oleh B tidak wajar. Secara terus terang berusaha memaksimalkan kerugian lawan bicaranya. Saat A menanyakan boleh meminjam leptop kepada B, B justru berusaha memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan kerugian pada pihak lain. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan yang disampaikan B yaitu “Boleh saja, biasa lah tarif umum 3000 setiap jamnya”.

b. Maksim Penerimaan atau Kedermawanan (Approbation Maxim)

Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan di dalam pertuturan buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Penerapan maksim penerimaan atau kedermawanan terlihat pada contoh tuturan merupakan maksim kedermawanan.

A : “Aduh besok pelajaran olah raga tetapi seragam olah raga saya masih basah.”

B : “Besok pakai seragan punya saya saja.”

Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan kerugian diri sendiri dengan cara meminjamkan seragam olah raga tokoh (A) yang kebingungan karena seragam olah

(19)

raganya masih basah. Terlihat juga pada tuturan berikut untuk memperjelas maksim kemurahan hati.

c. Maksim Kemurahan atau Pujian (Generosity Maxim)

Berbeda dengan maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan, maksim kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Maksudnya dalam hal pertuturan kecamlah orang lain sedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin.

A : “Kemaren aku main bolanya bagus ngga Bro?.”

B : “Iya bagus banget, hebat lah.”

Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang memaksimalkan penghargaan terhadap orang lain yakni dengan memuji tokoh (A). Tuturan (B) dapat dikatakan bahwa di dalam tuturan B berperilaku santun terhadap A.

d. Maksim keredahan hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Maksudnya dalam hal ini dapat dikatan bahwa dalam pertuturan pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. Untuk memperjelas peryataan tersebut perhatikan contoh tuturan berikut.

A : “Kamulah main volinya jago banget.” B : “Ah, masih jagoan kamulah.”

(20)

xxxix

bahwa dirinya merasa biasa-biasa saja, dan masih kalah jago dari penutur. Tokoh A juga memuji tokoh B bahwa tokoh B merupakan orang yang pandai bermain voli.

e. Maksim Kecocokan atau Kesepakatan (Agreement Maxim)

Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Dalam hal ini dapat dikatakan di dalam pertuturan usahakan ketidaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain yang terjadi sebanyak mungkin. Tuturan berikut akan memperjelas pernyataan di atas.

A : “Besok main yu!”

B : “Ya ayo kebetulan besok aku libur.”

Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang memaksimalkan kecocokan yakni dengan mengatakan menjawab pertanyaan tokoh (a) Ya ayo kebetulan besok aku libur. Tokoh B sangat cocok dengan peryataan tokoh A. Kecocokan tersebut terlihat dari cara Tokoh B menjawab pertanyaan tokoh A dengan nada yang mantap.

f. Maksim Kesimpatian (Simphaty Maxim)

Maksim kesimpatian ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antisipasi kepada lawan tuturnya. Maksudnya dalam pertuturan kurangilah antipati antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain. Untuk memeperjelas pernyataan di atas perhatikan contoh tuturan (13) dan (14) berikut.

(21)

A : “Hari Minggu kemaren alhamdulilah saya juara 1 voli lagi.” B : “Wah, selamat ya!”

Pada wacana tersebut, tokoh (B) memberikan kontribusi yang mematuhi maksim kesimpatian karena memaksimalkan rasa simpatinya dengan memberikan ucapan selamat terhadap prestasi yang telah dicapai oleh tokoh (A).

F. Siswa SMK di Lingkungan Terminal Wangon.

Siswa SMK (Sekolah Menengah Keatas) adalah komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.http://www.rpp-silabus.com2012/06/pengertian-siswa-dan-istilahnya.html

Terminal adalah sebuah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikan penumpang, serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. Terminal Wangon juga menjadi area para pedagang untuk menjual dagangannya, sering juga dijumpai para pelajar yang bersekolah di dekat area Terminal Wangon duduk- duduk bersama teman-temannya. Sekarang Terminal Wangon tidak asing lagi dengan pelajar, bahkan dipastikan setiap hari ada pelajar baik dari SMA maupun SMK yang berada di terminal wangon untuk menunggu bus maupun hanya sekedar nongkrong bersama teman-temannya.

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja keuangan dapat meningkat jika cost of capital (biaya modal) perusahaan rendah, karena tingkat hutang yang terjadi dalam perusahaan semakin rendah ini yang

Hal ini dapat diartikan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh signifikan pada IHSG sesuai dengan hipotesis yang dibangun penulis, dimana nilai tukar rupiah tidak berpengaruh

Dari 7 kelompok pengeluaran yang ada, pada bulan Oktober 2012 masing-masing kelompok memberikan andil inflasi/deflasi sebagai berikut: Kelompok Bahan Makanan -0,43

Seperti yang telah dijelaskan oleh Wolin & Wolin (1999) yaitu ada beberapa karakteristik yang ditemukan dalam orang-orang yang resilien dalam dirinya.

Fermentasi acar kubis putih (Brassica oleracea) asal Getasan, Kopeng dengan kadar garam 5% menghasilkan isolat bakteri Lactobacillus yang secara keseluruhan memiliki

DATA PENGUNJUNG DARI BERBAGAI INSTITUSI KE PERPUSTAKAAN PATIR SELAMA DELAPAN..

Dalam hal ini tebing atau sarana panjat yang digunakan adalah tebing buatan yang dibuat sedemikian rupa untuk menghasilkan grade pemanjatan yang sama dengan yang ada pada tebing