• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

VII

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

7.1 Sektor Pembangunan Kawasan Permukiman

7.1.1 Profil Permukiman

Perkembangan permukiman di kawasan perkotaan pada awalnya, permukiman terdapat di tepian sungai berawal dari sebuah tempat tinggal sekelompok masyarakat yang berusaha sebagai pencari hasil bumi (hutan dan pertanian) dan pedagang keliling untuk menjual hasil daganganya. Perkembangan selanjutnya, dengan adanya gangguan keamanan permukiman berpindah

kepedalaman (Kotabesi), Penduduk kumudian pindah ke Seranau yang dulunya bernama Benua Usang (sekarang: Mentaya Seberang) di mana para

pedagang-pedagang Cina waktu itu juga mulai berdatangan dan menetap di sana. Namun, sesuai kepercayaan masyarakat Cina, bahwa suatu kota harus dibangun menghadap matahari terbit. Sedangkan Seranau menghadap matahari terbenam,yang menurut perhitungan hongsui Cina dianggap kurang baik. Karena itulah, mereka membangun pemukiman baru diseberang Seranau (Sampit sekarang) yang menghadap matahari terbit. Permukiman tersebut berkembang dengan adanya saudagar/pedagang luar yang singgah untuk melakukan barter antara penduduk.

(2)

Pada konteks perkotaan maupun perdesaan, pola perkembangan permukiman bermula dari kedekatan terhadap sungai yang kemudian ke dataran yang lebih tinggi yang dianggap lebih aman dari ancaman banjir dan abrasi sungai. Perkembangan permukiman tersebut berkembang terus seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya. Atas dasar hal ini, pemenuhan akan kebutuhan permukiman yang layak huni menjadi penting adanya.

Pada prinsipnya, pemilihan lokasi tempat tinggal yang dipilih masyarakat dipengaruhi oleh kemudahan akses yang mudah didapat. Bila dulu kala, ketika jalan darat belum ada/ minim, maka sungai menjadi orientasi utama dalam pemilihan wilayah tempat tinggal. Maka tidak heran, bila hingga kini masih dijumpai sebaran permukiman penduduk yang berada dipinggiran sungai.

Perkembangannya kini, pemilihan lokasi tempat tinggal juga sering dipengaruhi oleh ketersediaan jalur transportasi darat. Selain jalur transportasi darat, pola sebaran permukiman penduduk juga dipengaruhi oleh aktivitas yang terdapat di suatu wilayah. Semakin suatu wilayah berkembang, maka semakin variatif pula aktivitas yang terdapat di dalamnya. Beberapa aktivitas wilayah yang

mempengaruhi pola sebaran permukiman penduduk antara lain: perkantoran, pendidikan, perdagangan dan jasa. Permukiman di Kabupaten Kotawaringin Timur, dapat disimpulkan sebaran perkembangan permukiman, yaitu:

Di kawasan perkotaan, permukiman tersebar berdasarkan variasi aktivitas dan kedekatan dengan aksesibilitas transportasi darat.

Dikawasan perdesaan, permukiman tersebar secara linier pada jaringan jalan dan sekitar sempadan sungai.

7.1.2 Sebaran Perumahan

Secara umum bangunan perumahan penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur berbahan dasar kayu. Terkecuali di Kecamatan Baamang, hampir 65 persen bangunan perumahannya sudah terbuat dari bahan permanen beton. Sementara itu hanya 29 persen bangunan masih terkategori dalam bangunan semi permanen

(3)

dalam hal ini termasuk bangunan yang terletak diatas sungai atau yang lebih dikenal dengan rumah lanting. Sedangkan di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, hampir 87 persen bangunan perumahannya terbuat dari bahan permanen beton, sehingga dalam hal fasilitas tempat tinggal, tergolong lebih baik. Sementara itu hanya 13 persen bangunan tempat tinggal di kecamatan Mentawa Baru Ketapang yang masih berstatus sebagai bangunan semi permanen yaitu bangunan yang berbahan dasar kayu.

1. Permukiman Perkotaan Tepian sungai

Salah satu hasil budaya yang berbentuk fisik, yang merupakan suatu yang universal adalah rumah. Di dalam budaya fisik yang universal tersebut selain terdapat banyak persamaan terdapat juga berbagai perbedaan. Perbedaan tersebut mengakibatkan adanya suatu diversitas atau keragaman budaya yang akan menjadi ciri khas suatu daerah. Dalam dasar-dasar perencanaan bangunan, rumah merupakan sesuatu yang sentral yang diperlukan dalam kehidupan manusia, baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Dapat dikatakan bahwa rumah bukan hanya sekedar tempat bernaung dari hujan dan panas, lebih dari itu

memiliki ruang lingkup yang luas.

(4)

masyarakat Melayu yang kebanyakan berdiam di dataran rendah atau pantai sebagian besar rumahnya juga merupakan rumah panggung.

Bahan utama yang dipergunakan untuk membuat rumah panggung adalah kayu yang dapat dengan mudah diperoleh dari lingkungan sekitar dan sedikit sekali yang mempergunakan bahan logam atau batu. Hanya saja pada masa sekarang karena perkembangan teknologi pada rumah panggung, kayu tersebut sudah memakai bahan non kayu, misalnya lantai dipasangi pasak kayu, mempengaruhi eksistensi kayu sebagai bahan utama pembuat rumah penggung.

Bentuk permukiman untuk daerah pinggiran sungai memiliki bentuk rumah panggung. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh komponen alami yang berupa pasang-surut permukaan sungai. Sedangkan untuk permukiman yang jauh dari sungai, ada beberrapa yang masih membentuk rumah panggung, tetapi karena lahan yang ada merupakan endapan rawa, maka rumah penduduk yang ada membentuk pola rumah panggung.

Aktivitas masyarakat yang berada di pinggiran Sungai menjadikan sungai sebagai pusat kehidupan sehari-hari, misalnya dijadikan mata pencaharian dan

sebagai ojek air/transportasi sungai. Sungai dijadikan masyarakat sekitar sebagai sarana penghubung dengan kelurahan/kota Sekitarnya. Pada umumnya konstruksi bangunan permukiman di tepi sungai memiliki bentuk rumah panggung. Rumah panggung ini sesuai dibangun pada daerah rawa, dikarenakan kawasan ini riskan / rawan akan banjir yang setiap saat akan muncul dan juga pengaruh pasang surut yang dipengaruhi oleh Sungai tersebut.

2. Permukiman Perkotaan Daratan

(5)

langsung dijadikan sebagai tempat melakukan kegiatan ekonomi mereka (bertani, berkebun).

3. Permukiman Kumuh

Sebaran permukiman kumuh ada di 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Baamang terdapat di Kelurahan Baamang Hulu, Baamang Tengah, dan Baamang Hilir. Sedangkan di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang terdapat di Kelurahan Sawahan, Mentawa baru hulu, Mentawa baru Hilir dan Ketapang.

7.1.3 Perumahan Formal dan Non Formal

1. Perumahan Non Formal

Perumahan non-formal berkembangn secara tidak teratur bersifat linier mengikuti bantaran sungai dan jaringan jalan. Bangunan sebagian besar konstruksi kayu, panggung dan sebagian berada di tepi sungai maupun saluran. Kepadatan bangunan sangat padat > 80 %. Perumahan non-formal ini terdapat di:

Permukiman Kecamatan Baamang di tepian Sungai Mentaya, Baamang dan Pamuatan sebanyak 988 unit rumah

Permukiman Kecamatan Mentawa Baru Ketapang di tepian Sungai Mantaya, Pamuatan, dan Mantawa sebanyak 740 unit rumah

Permukiman Kecamatan seranau di tepian Sungai Mentaya sebanyak 440 unit rumah

2. Perumahan Formal

Sebaran perumahan formal di Kota Sampit terdapat di Kecamatan Baamang, yaitu Perumahan Wengga Abadi, Perumahan Bandara dan Perumahan Pemda. Sedangkan sebaran perumahan formal di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang,

(6)

7.1.4 Rencana Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Baru

Berdasar pada klasifikasinya, terdapat 2 (dua) pendekatan dalam melaksanakan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baru, yaitu pengembangan secara swadaya dan pengembangan perumahan formal.

A. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Baru dengan Pola Swadaya

Pengembangan perumahan dengan pola swadaya ini diartikan sebagai pola penyediaan perumahan yang diupayakan atau diusahakan secara mandiri oleh masyarakat. Pola pengembangan perumahan secara swadaya ini masih mendominasi kegiatan pembangunan dan pengadaan perumahan pada kawasan perencanaan. Secara umum, mayoritas kegiatan pengembangan atau pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan melalui pola swadaya ini. Pengadaan rumah secara swadaya ini tergantung pada kapabilitas tiap anggota masyarakat sehingga permasalahan yang dapat muncul adalah kemampuan untuk mengusahakan/mengadakan rumah yang layak huni dengan lingkungan yang sehat. Dan juga hal prinsip yang harus diperhatikan dalam

pengembangan perumahan dan kawasan permukiman secara swadaya ini adalah pembangunan dan pengembangan perumahan harus dibangun/diadakan pada kawasan yang memang diperuntukkan untuk kegiatan pembangunan perumahan menurut rencana tata ruang yang ada, seperti RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) atau RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). Persyaratan lokasi yang dapat digunakan untuk pengembangan perumahan dan kawasan permukiman secara umum adalah:

1. Tidak mengganggu keseimbangan dan fungsi lingkungan hidup serta pelestarian sumber daya alam lainnya. Dalam hal ini, kawasan perumahan dan permukiman secara tegas tidak boleh didirikan atau dikembangkan pada kawasan yang diarahkan dalam fungsi lindung.

(7)

3. Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang dapat mewujudkan pola hunian secara berimbang. Selain itu, pengembangan permukiman harus mampu memacu peningkatan ketersediaan permukiman yang layak dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Pada kawasan perencanaan, alokasi ruang untuk pengembangan perumahan dan permukiman secara swadaya oleh masyarakat diarahkan mengisi lahan kosong yang terdapat pada kawasan perkotaan Sampit saat ini terutama pada:

1. Kelurahan Baamang Barat, 2. Kelurahan Baamang Hulu, 3. Kelurahan Ketapang,

4. Kelurahan Mentawa Baru Hulu, 5. Kelurahan Mentawa Baru Hilir, 6. Kelurahan Mentaya Seberang, 7. Kelurahan Sawahan,

8. Desa Telaga Baru.

Pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baru di sepanjang jalan/ koridor utama kawasan dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Lahan yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan secara swadaya ini merupakan lahan perorangan yang memiliki status lahan yang legal (tidak berada pada lahan ilegal atau lahan konflik). 2. Pengembangan kawasan perumahan baru disesuaikan dengan arahan

lokasi perumahan dan permukiman yang termuat dalam rencana tata ruang, RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur dan RDTR Perkotaan Sampit.

(8)

4. Pembangunan perumahan secara swadaya ini diarahkan menjauhi kawasan bantaran sungai terutama pada wilayah Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konsentrasi permukiman pada bantaran Sungai Mentaya.

5. Pengembangan perumahan baru ini diarahkan menjadi perumahan dengan kepadatan rendah–sedang. Hal ini ditujukan untuk mewujudkan keseimbangan kawasan perumahan di Kota Sampit, antara lingkungan fisik terbangun dengan lingkungan tak terbangun (kawasan hijau).

B. Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Baru oleh Developer/ Pemerintah

Alokasi ruang untuk pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan yang dilaksanakan oleh developer (pengembang perusahaan) atau pemerintah (pemerintah daerah, kementerian atau Perumnas) perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Tidak mengganggu fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terutama kawasan lindung seperti kawasan resapan air (catchment area), sumber mata

air, hutan lindung dan lainnya. Pengaturan yang sangat ketat diberlakukan pada kawasan tersebut serta diperlukan upaya untuk memisahkan kawasan permukiman dan kawasan lindung, seperti pengembangan daerah buffer

(penyangga) hutan lindung atau wilayah sumber mata air yang berbatasan dengan kawasan permukiman berupa jalan inspeksi atau pagar pembatas.

Pengembangan kawasan perumahan formal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan penataan dan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan pemerintah daerah seperti RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur atau RDTR Perkotaan Sampit.

Pembangunan dan pengembangan perumahan formal oleh pengembang pemerintah dapat dilaksanakan pada lahan atau kawasan kosong milik pemerintah daerah ataupun kawasan yang ditunjuk berdasar kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara pemerintah daerah dengan pengembang

(9)

di perkotaan Sampit seperti bagian barat wilayah Kelurahan Sawahan, Mentawa Baru Hilir, Mentawa Baru Hulu dan Pasir Putih. Pada saat ini, pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur telah mengarahkan pengembangan kompleks perkantoran pemerintahan pada wilayah Pasir Putih sehingga untuk mendukung arah perkembangan kota yang baru maka di sekitar kawasan perkantoran pemerintah tersebut dapat dikembangkan kawasan perumahan formal terutama ditujukan untuk pegawai negeri sipil yang belum memiliki rumah tinggal.

Pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan formal ini juga harus dilaksanakan sesuai dengan perizinan yang berlaku serta tidak dilaksanakan pada lahan-lahan produktif. Meskipun masih terdapat banyak lahan kosong pada pinggiran kawasan perkotaan Sampit, namun keberadaan lahan produktif harus tetap dipertahankan karena pertumbuhan perekonomian dan aktivitas mata pencaharian penduduk masih bergantung pada sektor pertanian.

C. Penyiapan Lahan untuk Kasiba (Kawasan Siap Bangun) & Lisiba (Lingkungan Siap Bangun)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mendukung pembangunan

dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di perkotaan Sampit adalah program pengembangan kasiba (kawasan siap bangun) dan lisiba (lingkungan siap bangun). Dalam hal ini, proses awal yang cukup penting dalam mempengaruhi keberhasilan dari pelaksanaan program Kasiba & Lisiba ini adalah pengadaan dan penyiapan lahan secara memadai. Pelaksanaan proses pengadaan dan penyiapan lahan ini pada umumnya menjadi tanggung jawab dari BP (Badan Pengelola). Berdasarkan ketentuannya, secara umum tugas dan kedudukan BP Pengelola Kasiba-Lisiba meliputi:

Mekanisme Perencanaan Tata Ruang (Penyusunan Dok. Rencana Tata Ruang),

Mekanisme Pemanfaatan Ruang (Perizinan & Advis Planning),

(10)

Kemudian, beberapa ketentuan terkait pelaksanaan pemanfaatan ruang Kasiba dan Lisiba yang didasarkan pada PP Nomor 80 tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1. PeIaksanaan pembangunan setiap Kasiba dilaksanakan oleh 1 (satu) Badan Pengelola.

2. Pelaksanaan pembangunan Kasiba meliputi kegiatan perolehan/pengadaan tanah, pembangunan serta pemeliharaan jaringan primer dan sekunder prasarana pendukung lingkungan.

3. Jaringan primer dan sekunder prasarana pendukung lingkungan yang dibangun oleh Badan Pengelola harus sudah dimulai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diumumkan sebagai Badan Pengelola dan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun telah mencapai sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari luas Kasiba dan minimum dapat melayani 1 (satu) Lisiba.

4. Pelaksanaan pembangunan jaringan primer dalam Kasiba dapat dimasukan sebagai pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

5. Dalam melaksanakan pembangunan Kasiba Badan Pengelola dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha yang bergerak di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

6. Badan Pengelola yang melakukan kerja sama pembangunan wajib memberikan laporan kepada Kepala Daerah.

7. Persyaratan dan tata cara kerja sama diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pelaksanaan pembangunan setiap Lisiba dilakukan oleh 1 (satu) penyelenggara.

(11)

10. Pelaksanaan pembangunan Lisiba meliputi pembangunan prasarana lingkungan, sarana lingkungan, serta utilitas umum dan pembangunan rumah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11. Pembangunan rumah unit hunian di atas kaveling tanah matang dapat dilaksanakan ke arah horizontal dan atau vertikal dengan pola hunian yang berimbang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyediaan lahan tanah untuk pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman merupakan setiap kegiatan pemenuhan kebutuhan tanah yang meliputi kegiatan perolehan/pengadaan tanah, pengurusan hak atas tanah, pengkavelingan tanah sehingga dapat terwujud pengalokasian bagian-bagian dari tanah tersebut untuk realisasi pembangunan perumahan, prasarana dan sarana umum pendukung lingkungan permukiman.

Dalam kegiatan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman ini perlu diperhatikan:

1. Status tanah yang tersedia.

2. Status hukum pihak yang hendak menguasai tanah.

3. Keinginan pemegang hak atas tanah yang diperlukan untuk melepas tanahnya.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, maka mekanisme penyediaan/penyiapan tanah yang dapat dijalankan adalah:

1. Permohonan hak khusus untuk tanah negara.

2. Perjanjian dengan pemegang hak atas tanahnya misalnya melalui mekanisme sewa menyewa.

3. Pemindahan hak melalui mekanisme jual beli, tukar menukar ataupun hibah. 4. Pembebasan/Pelepasan Hak.

5. Pencabutan hak apabila tanah digunakan untuk kepentingan umum .

(12)

1. Penyediaan tanah untuk Kasiba atau Lisiba yang berdiri sendiri dapat dilakukan di atas tanah negara dan atau tanah hak.

2. Pelaksanaan penyediaan tanah di atas tanah negara dan atau tanah hak diupayakan tidak ada pemindahan penduduk ke luar lingkungan yang bersangkutan.

3. Dalam hal tanah negara tidak ada pemakainya, maka Badan Pengelola atau penyelenggara dapat langsung mengajukan permohonan hak atas tanah negara tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Dalam hal tanah negara dikuasai oleh masyarakat hukum adat sebagai hak ulayatnya, maka perolehan hak atas tanah negara tersebut dapat dilakukan oleh Badan Pengelola atau penyelenggara dengan memberikan penggantian yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Dalam hal tanah negara adalah bekas tanah hak yang dipakai oleh

perseorangan atau badan hukum, maka perolehan hak atas tanah negara tersebut dapat dilakukan oleh Badan Pengelola atau penyelenggara dengan mengadakan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

6. Perolehan hak atas tanah yang dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum dilakukan oleh Badan Pengelola atau penyelenggara dengan mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Penyelesaian dilakukan melalui:

Konsolidasi tanah,Jual beli,

Tukar menukar,

(13)

7.1.5 Arahan Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman

A. Pola – pola Penanganan Umum Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman

Pendekatan penanganan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk peningkatan kualitas lingkungan atau peremajaan permukiman terutama untuk kawasan permukiman kumuh dan padat dapat memadukan konsep TRIDAYA.

Pendekatan TRIDAYA ini mencakup beberapa upaya sebagai berikut:

1. Pemberdayaan sosial kemasyarakatan, yaitu suatu proses untuk menyiapkan masyarakat (individu maupun kelompok) dalam menyiapkan, melaksanakan dan mengelola serta memelihara program.

2. Pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi, yang berbasiskan ekonomi keluarga dan kelompok usaha bersama.

3. Pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan yang dilakukan secara optimal agar dapat mendukung pilihan yang dikehendaki oleh masyarakat.

Pendekatan KIP (Kampong Improvement Programme) adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas kawasan padat melalui pembangunan atau peningkatan sarana dan prasarana dasar (jaringan jalan, air bersih, persampahan, drainase dan sanitasi).

Urban Renewal adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas kawasan padat dan kumuh melalui upaya perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta pengolahan dan pemeliharaan yang berkelanjutan. Peremajaan biasanya dilakukan melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni. Kegiatan ini difokuskan pada upaya penataan, rehabilitasi dan atau penyediaan sarana dan prasarana dasar serta fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang menunjang fungsi kawasan.

(14)

khusus, dan lainnya. Kawasan-kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi yang dilindungi oleh pemerintahan setempat. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui pendekatan KIP atau urban renewal.

Model Land Sharing– penanganan permukiman kumuh pada tanah legal, Yaitu penataan ulang diatas tanah/lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Dalam penataan kembali tersebut, masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini dimiliki/dihuni secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan, saluran dan lainnya). Beberapa prasyarat untuk penanganan secara ini antara lain:

a. Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti pemilikan/penguasaan atas lahan yang ditempatinya) cukup tinggi

dengan luasan yang terbatas,

b. Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan kesediaan lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana dan sarana dasar,

c. Tata letak permukiman tidak terpola.

Model Land Consolidation - penanganan permukiman pada tanah legal dan tidak legal. Model ini juga menerapkan penataan ulang diatas tanah yang selama ini telah dihuni. Beberapa prasyarat untuk penanganan dengan model ini antara lain:

a. Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah (tidak memiliki bukti primer pemilikan/ penghunian) oleh masyarakat cukup tinggi,

b. Tata letak permukiman tidak/kurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam (tidak terbatas pada hunian)

c. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian.

d. Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya penggunaan campuran (mix-used) hunian dengan penggunaan fungsional lain.

e. Resettlement/pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang

(15)

keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasikan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi Pemerintah Daerah.

B. Rencana Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh dan Padat

Penanganan lingkungan padat perkotaan, meliputi areal permukiman padat yang merupakan lingkungan permukiman di perkotaan yang padat dan bercampur dengan kegiatan perdagangan. Perlu pengembangan perumahan secara vertikal. Pendekatan penanganan pada kluster ini adalah berupa urban renewal atau peremajaan kawasan permukiman dengan komponen program penanganan meliputi:

Peningkatan kualitas sarana dan prasarana lingkungan untuk memperbaiki citra kawasan, seperti dengan penambahan/peningkatan jaringan jalan,

saluran dan penyediaan air bersih.

Rehabilitasi rumah melalui perbaikan atap, lantai dan dinding.

Penataan perumahan melalui proses konsolidasi lahan (land consolidation) dengan merehabilitasi bangunan rumah menjadi bangunan yang lebih layak huni. Program ini menuntut pelibatan partisipasi masyarakat sebagai subjek perencanaan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, masyarakat ini berpartisipasi dalam kelompok-kelompok masyarakat pemanfaat program.

Pendekatan penanganan pada kluster ini adalah KIP (Kampong Improvement Programme) dan rehabilitasi lingkungan permukiman, dengan upaya penanganan:

Rehabilitasi rumah berupa perbaikan atap, lantai atau dinding bangunan.

Rehabilitasi dan penambahan jaringan sarana dan prasarana penunjang permukiman seperti jaringan jalan, normalisasi saluran drainase, penyediaan jaringan air bersih.

(16)

kegiatan pengembangan perumahan dan permukiman. Proses penertiban pembangunan perumahan dan permukiman disusun sesuai dengan prosedur atau tata cara, sebagai berikut:

Diawali melalui proses pemeriksaan lapangan oleh aparat instansi atau kelembagaan yang terkait dengan bidang perumahan dan permukiman di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur terhadap pelaksanaan pembangunan perumahan. Hasil pemeriksaan lapangan, selanjutnya dilaporkan kepada Bupati melalui instansi atau kelembagaan perumahan dan permukiman yang terkait.

Proses konfirmasi temuan lapangan dengan berbagai dokumen atau hasil instrumentasi pengawasan dapat berupa laporan pelaksanaan pembangunan dari penyelenggaran perumahan, laporan pengaduan ataupun produk perencanaan yang dapat dijadikan sebagai acuan pembangunan. Perumusan dan penentuan kebijakan tindak lanjut dapat berupa tindakan penertiban yang perlu dilakukan melalui instrumentasi pengendalian pembangunan dan pengembangan perumahan yang menyalahi aturan serta penyiapan rencana penanganan permasalahan tersebut.

Perumusan langkah penanganan perumahan kumuh dan padat yang menjadi prioritas pembangunan dapat dilakukan melalui penyusunan program perbaikan lingkungan seperti KIP dan revitalisasi yang melibatkan masyarakat dan instansi terkait. Namun untuk kawasan permukiman padat yang berada di kawasan lindung ataupun lahan ilegal sebisa mungkin harus direlokasi untuk menghindari adanya potensi bencana atau konflik lain yang

dapat muncul di kemudian hari.

C. Mekanisme Pengendalian

(17)

perkotaan Sampit maupun di Kabupaten Kotawaringin Timur ini dapat dilakukan melalui:

1. Proses Perijinan

Proses perijinan terhadap upaya pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang dan peruntukan lahan yang ada di wilayah terkait. Oleh karena itu, dokumen RP3KP ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian perijinan pemanfaatan ruang perumahan dan permukiman yang menjadi tugas dan tanggung jawab dari instansi terkait yang ada di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur.

2. Proses Pengawasan

Proses pengendalian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan yang dilaksanakan melalui pengawasan yang diwujudkan melalui supervisi dan penertiban yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan kelembagaan pada tingkat terendah (kecamatan dan kelurahan/desa) serta peran aktif masyarakat, yang kesemuanya diatur melalui suatu mekanisme pengawasan dan pengendalian kegiatan pembangunan dan pengembangan perumahan dan

kawasan permukiman.

3. Pelaporan Penyelenggaraan

Laporan pendirian atau penyelenggaraan perumahan dapat berisi:

Perkembangan perolehan ijin mendirikan bangunan (IMB),Perkembangan kegiatan pembangunan perumahan,

Catatan mengenai permasalahan yang perlu segera diatasi serta potensi permasalahan yang perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah.

4. Proses Penertiban

(18)

perumahan dan permukiman di perkotaan Sampit ini disusun sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagai berikut:

Diawali melalui proses pemeriksaan lapangan oleh aparat instansi atau kelembagaan terkait perumahan dan permukiman di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur terhadap pelaksanaan pembangunan perumahan. Hasil pemeriksaan lapangan ini selanjutnya dilaporkan kepada Bupati melalui instansi atau kelembagaan terkait.

Proses konfirmasi temuan lapangan dengan berbagai dokumen atau hasil instrumentasi pengawasan yang dapat berupa laporan pelaksanaan pembangunan dari penyelenggaran perumahan, laporan-laporan pengaduan, serta produk perencanaan yang dapat dijadikan sebagai acuan pembangunan.

Perumusan dan penentuan kebijakan tindak lanjut berupa tindakan penertiban yang perlu dilakukan melalui instrumentasi pengendalian pembangunan perumahan dan permukiman, serta penyiapan rencana penanganan permasalahan terkait.

D. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan

Tahapan umum yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan penyediaan dan pembangunan rumah baru meliputi:

1. Pengembangan rumah baru melalui pola swadaya

Penyesuaian kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan perumahan dan permukiman yang termuat dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) serta RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) .

Proses perencanaan dan perijinan membangun rumah.

(19)

Penyediaan bahan untuk pembangunan rumah dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.

Lokasi pembangunan rumah pada kawasan perkotaan Sampit terlayani sarana dan prasarana umum yang memadai.

Khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu diberikan insentif terutama dalam hal kemudahan dalam perijinan dan subsidi biaya pengurusan IMB serta apabila masyarakat masih belum memiliki sertifikat lahan maka dapat dibantu dalam proses pengurusannya.

2. Pengembangan rumah baru yang dilaksanakan developer atau pengembang pemerintah

Penetapan kawasan-kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perumahan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) serta RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) .

Penginformasian peluang investasi di sektor perumahan kepada pihak pengembang (developer).

Seleksi pengembang yang memiliki reputasi baik (untuk memudahkan dalam hal serah terima kawasan perumahan yang telah dibangun kepada pihak pemerintah daerah kabupaten).

Proses perencanaan dan proses ijin lokasi pengembangan perumahan.Proses pembebasan lahan yang akan digunakan untuk kegiatan

pembangunan dan pengembangan perumahan.

Proses konstruksi untuk komponen rumah dan komponen saranaa dan prasarana umum penunjang perumahan dan permukiman.

Proses pemasaran dan penghunian.

7.2 Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.2.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis

Tabel 7.1 Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Kotawaringin Timur

(20)

1 Penataan Lingkungan Permukiman 1. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian

kebakaran di Perkotaan

2. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau

di perkotaan

3. Peningkatan kualitas dan kuantitas

infrastruktur perkotaan

4. Peningkatan kualitas lingkungan dalam

rangka pemennuhan Standar Pelayanan

Minimum

5. Peningkatan kerjasama antara pemerintah

daerah dan swasta serta masyarakat dalam

penataan bangunan dan lingkungan.

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan

Rumah Negara

1. Tertib pembangunan dan keandalan

bangunan gedung (keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

2. Pengendalian penyelenggaraan bangunan

gedung dengan perda bangunan gedung di

Kabupaten Kotawaringin Timur;

3. Tantangan untuk mewujudkan bangunan

gedung yang fungsional, tertib, andal dan

mengacu pada isu lingkungan/

berkelanjutan;

4. Tertib dalam penyelenggaraan dan

pengelolaan aset gedung dan rumah

negara;

5. Peningkatan kualitas pelayanan publik

dalam pengelolaan gedung dan rumah

Negara.

B. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

(21)

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

• Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

Tabel 6.14 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

(22)

sehingga

hanya dapat

dilewati

kendaraan

roda dua • Rendahnya

aksesibilitas

tersebut

mengahmbat

pergerakan

barang dan

jasa

• Rawan

kebakaran

Koordinasi antar

instansi dan

pengembang

dalam

Pembangunan

permukiman dan

perumahan masih

lemah sehingga

jaringan jalan

primer kurang

singkron dengan

permukiman

terbangun

7.3 Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

(23)

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Kabupaten Kotawaringin Timur perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Pembangunan Infrastruktur Permukiman (RPIJM).

7.4 Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

7.4.1 Penyehatan Lingkungan Permukiman

Mengacu pada Permen PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi:

(24)

2. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

3. Pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;

4. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan

5. Pelaksanaan tata usaha direktorat.

A. Air Limbah

1. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten, Renstra Dinas, RP2KP, SSK dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik di Kabupaten

Kotawaringin Timur.

Tujuan dari bagian ini adalah:

• Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten Kotawaringin Timur;

• Tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.

Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Kabupaten Kotawaringin Timur antara lain:

Tabel 7.3 Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

No Isu Strategis Keterangan

1 Sanitasi • Penetapkan lokasi sarana sanitasi pada permukiman tepian sungai

(25)

2. Kondisi Eksisting

Setiap Kab/Kota wajib menyajikan gambaran secara umum kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten/Kota masing-masing baik pada aspek teknis maupun pada aspek non teknis pendukung. Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan air limbah yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:

a) Aspek teknis

Berisi hal-hal yang berkaitan dengan prasarana dan sarana air limbah yang mencakup:

1. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on-site, sistem terpusat/off-site);

2. Jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah; 3. Tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah.

Kondisi eksisiting pengembangan air limbah secara teknis dapat ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 7.4 Kapasitas Pelayanan Eksisting Skala Kabupaten Kotawaringin Timur

Prasarana dan

Sarana Jumlah Kapasitas Keterangan Kondisi

IPLT 1 2000 lt Kondisi masih bagus, masih belum digunakan

masyarakat secara maksimal

3. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah

a) Identifikasi Permasalahan Air Limbah

Permasalahan Pembangunan Sektor Air Limbah di Indonesia, secara umum adalah:

1. Belum optimalnya penanganan air limbah

(26)

3. Belum optimalnya manajemen air limbah: a. Belum optimalnya perencanaan;

b. Belum memadainya penyelenggaraan air limbah.

Tabel 7.5 Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah di Kabupaten Kotawaringin Timur sanitasi pada permukiman tepian

sungai

• Dibutuhkan pencerahan

kebiasaan masyarakat tepian

sungai

• Merubah sistem sanitasi terhadap permukiman yang sudah

ada

b) Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah

(27)

peluang pengembangan sektor limbah di Kabupaten Kotawaringin Timur dijelaskan pada tabel 7.6.

Tabel 7.6 Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Sektor Peluang Pengembangan Tantangan

1 Air Limbah

(Sanitasi)

Peluang Pengembangan:

• Penyediaan septic tank komunal pada permukiman

tepian sungai dan permukiman

padat

• Penyediaan IPAL pada

permukiman tepian sungai • Peningkatan sarana sanitasi

pada permukiman yang sudah

ada secara bertahap

Tantangan:

• Menerapkan sistem Sanitasi secara terpadu pada kawasan

permukiman tepian sungai

• Meningkatkan sarana sanitasi pada permukiman yang sudah

ada dengan teknologi berbasis

masyarakat

4. Analisis Kebutuhan Air Limbah

a) Analisis Kebutuhan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need).

1) Program dan kriteria Kesiapan Pengembangan Limbah

 Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan Komunal

Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal

• Kriteria Lokasi

(28)

- Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

• Lingkup Kegiatan:

- Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat;

- Pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching;

- Pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);

- TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;

- Pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH;

- Membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;

- Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank;

- Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

- Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

• Kriteria Kesiapan

- Sudah memiliki RPI2JM CK dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

- Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan);

- Sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;

(29)

- Sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

- Pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan.

 Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site)

Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem terpusat (off-site) skala

kota adalah:

• Kriteria Lokasi:

- Sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa.

• Lingkup Kegiatan:

- Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;

- Pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam rangka pemanfaatan kapasitas idle;

- TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator IPAL;

- Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL;

- Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

- Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

• Kriteria Kesiapan:

- Sudah memiliki RPI2JM CKdan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

(30)

- Terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang;

- Sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

- Pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan.

B. Persampahan

1. Isu Strategis Pengembangan Persampahan

Setiap kabupaten/kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing karena isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Pembangunan Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya. Isu strategis pengembangan persampahan di Kabupaten Kotawaringin Timur dijelaskan pada tabel 7.7.

Tabel 7.7 Isu Strategis Pengembangan Persampahan di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Isu Strategis Keterangan

1 Persampahan • Penambahan sampah kota dari rumah tangga.

• Penumpukan sampah di daerah kumuh • Pembuangan sambah di bantaran sungai

2. Kondisi Eksisting

Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:

a) Aspek teknis

(31)

1) Teknik Operasional pengelolaan persampahan:

- Sumber sampah yang dihasilkan dan ditangani (m3/hari);

- Jumlah sampah terkumpul, terangkut dan terolah sd TPA (m3/hari); 2) Cakupan pelayanan (ha).

3) Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifiknya (fisik dan sosial);

4) Upaya pengurangan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, recycle);

5) Kapasitas kerja dan efisiensi pemanfaatan;

6) Dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan yang ada;

7) Pola Penanganan (Pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, pembuangan akhir);

8) Rentang tanggung jawab instansi terkait dalam teknik operasional.

Kondisi eksisting pengembangan persampahan di Kabupaten Kotawaringin Timur dapat ditampilkan dalam tabel 7.8

Tabel 7.8 Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini di Kabupaten Kotawaringin Timur

NO Uraian Volume Keterangan

1 Cakupan Pelayanan 70 % dari total

sampah kota (150

ton/hari)

2 Perkiraan timbunan sampah

3 Timbunan sampah yang

terangkut:

- Permukiman

- Non Permukiman

- Total

107 m3/hari

45,5 m3/hari

152,5 m3/hari

4 Kapasitas Pelayanan TPA 30 Ha Baru termanfaatkan 4 Ha

5 Kapasitas TPS (controlled

landfill)

104 m3 Masih dalam tahap

pembangunan

3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Persampahan

(32)

Permasalahan Pembangunan Sektor Persampahan di Indonesia, secara persampahan (kapasitas, pendanaan dan asset manajemen);

- Belum memadainya penanganan sampah.

Tabel 7.9 Permasalahan Pengembangan Persampahan di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Sektor Potensi Permasalahan

1 Persampahan Adanya permukiman baru atau

penambahan perumahan pada

sampah ke pinggiran sungai atau ke

(33)

Setiap Kabupaten/Kota perlu menguraikan tantangan dan peluang sesuai karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor persampahan. Pada tabel 7.10 akan dijelaskan tantangan pengembangan persampahan di Kabupaten Kotawaringin TImur.

Tabel 7.10 Tantangan Pengembangan Persampahan di Kabupaten Kotawaringin Timur

No Sektor Peluang Pengembangan Tantangan

1 Persampahan Penambahan tempat pembuangan

sampah sementara (TPS) di

perkotaan yang ditempatkan pada

pusat kegiatan penduduk,sekitar

permukiman penduduk, sekitar

perkantoran dan fasilitas sosial

lainnya, yang berbasis pada

masyarakat

• Pembuangan sampah yang tidak terkendali (sembarang tempat)

pada kawasan kumuh dapat

mendorong terjadinya penurunan

kesehatan, penyumbatan saluran

drainase dan pencemaran air

Gambar

Tabel 6.14Identifikasi Permasalahan dan Tantangan  Penataan Bangunan dan Lingkungan
Tabel 7.5 Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah di Kabupaten KotawaringinTimur
Tabel 7.6 Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah di Kabupaten KotawaringinTimur
Tabel 7.8 Teknis Operasional Pelayanan  Persampahan Saat Ini di Kabupaten Kotawaringin Timur
+2

Referensi

Dokumen terkait

ntcmerlukau alat tes kn=ativitas verbal. SehubWJgan dcngan Ita! terscbut kmni mohtm sudi klran)·a Jbu mcmb<mtu m~h.wa t~out. Atas terkubulnya p¢rmoru;;nan iru,

Djoko dan Sofyan (2014) juga telah melakukan penelitian mengenai kualitas briket dari cangkang kelapa sawit dengan perekat pati singkong... Faktor-faktor yang mempengaruhi

Tesis yang berjudul ”Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur” merupakan salah

Unified Power Flow Controller (UPFC) sebagai keluarga dari FACTS Devices , merupakan salah satu peralatan control elektronik berbasis inverter, berfungsi mengontrol aliran

Hasil pengukuran kecernaan bahan pada penelitian menunjukkan adanya peningkatan kecernaan BKS yang telah dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai bahan pakan ikan patin

Begitu pula dengan karya yang akan dibuat, penulis berusaha menggambarkan ciri khasnya dengan menciptakan kreativitas dalam membuat karya seni grafis cetak

taylor terutama bidang kreatif pro- duktif dapat mengembangkan kete- rampilan berpikir kreatif. Modifikasi konten, proses, produk, dan lingkungan. Anak yang tinggi dalam

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita