• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA

“BILA MALAM BERTAMBAH MALAM” KARYA PUTU WIJAYA

Pradistya Arifah Dwiarno

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Modern Ngawi

Email: pradistyaarifa@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesenjangan sosial pada naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya, dan solusi untuk mengatasi kesenjangan sosial tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Data berasal dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya, dan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Teknik analisis data menggunakan content analysis atau analisis isi, yaitu membahas atau mengkaji isi naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya berdasarkan kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial dalam naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya lebih ditunjukkan oleh perbedaan kasta, terutama dua kasta yang bertolak belakang, yaitu kasta Ksatria dan Sudra. Kasta Ksatria memiliki hak dan wewenang lebih daripada orang yang berasal dari kasta Sudra, yang mengakibatkan orang dari kasta Sudra selalu merasa di bawah tekanan orang dari kasta Ksatria yang secara jelas terlihat dari hubungan timbal balik atau interaksi antar tokoh dalam cerita yang disajikan pengarang. Faktor strata sosial dan ekonomi merupakan dua hal melatar belakangi adanya kesenjangan sosial serta terjadinya konflik. Naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” menawarkan solusi untuk mengatasi kesenjangan sosial di dalam ceritanya yaitu sikap saling membantu, tidak boleh membeda-bedakan serta rasa saling menghormati adalah hal utama untuk mengatasi kesenjangan sosial terutama yang diakibatkan oleh kasta atau strata sosial. Dengan adanya rasa saling menghormati maka rasa tinggi hati atau sombong akan hilang dan tidak akan terjadi lagi kesenjangan sosial yang akan berakibat konflik. Kasta bukan satu-satunya hal yang menjadi tolok ukur kehormatan seseorang, namun perilaku seseorang dan pendidikanlah yang pantas menjadi tolok ukur.

Kata Kunci : Kesenjangan Sosial, Naskah Drama

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan salah satu alat untuk menyampaikan ungkapan perasaan maupun pengalaman, baik persoalan sosial, agama, budaya, psikologi, dan sebagainya.Menurut Suripan Sadi Hutomo (dalam Setya Yuwana Sudikan, 2001: 2) sastra atau kesusastraan ialah ekspresi pikiran dan perasaan manusia, baik lisan maupun tulisan (cetak), dengan bahasa yang indah menurut konteksnya.

Karya sastra dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak jarang ditemukan karya sastra yang ceritanya mirip bahkan sama persis dengan cerita yang terjadi di dunia nyata, baik itu berupa cerpen, novel, drama atau bentuk karya sastra yang lain, karena karya sastra memang diciptakan ditengah masyarakat, dan sang pencipta juga merupakan anggota masyarakat. Karya sastra lahir di tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang. Selain itu banyak karya sastra

(2)

yang sengaja diciptakan karena keinginan pengarang untuk mengungkap permasalahan yang ada di lingkungan masyarakatnya.

Kesenjangan sosial ekonomi merupakan suatu kondisi sosial dalam kehidupan masyarakat yang tidak seimbang akibat adanya berbagai perbedaan dalam kehidupan sosial ekonomi, terutama dalam hal keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan (Wida Widianti, 2009: 42).

Selain diperoleh di dalam dunia nyata, kesenjangan sosial juga dapat diceritakan lewat karya sastra, karena karya sastra merupakan cerminan dari dunia nyata, dan ceritanya bersifat nyata pula. Salah satu jenis karya sastra yang dapat menjadi media untuk menampilkan kesenjangan sosial yang terjadi adalah drama. Drama dianggap media yang tepat karena menampilkan adegan-adegan langsung, jadi pembaca tidak perlu membaca terlalu dalam dan memahami teks, dengan membaca naskah atau menyaksikan langsung pementasan drama maka penikmat sastra sudah tahu adegan-adegan dari drama tersebut.

Dalam drama Bila Malam Bertambah Malam, pengarang ingin menunjukkan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya dan di masyarakat Bali pada khususnya. Kesenjangan itu ditonjolkan pada beberapa adegan dalam drama, yang menggambarkan kehidupan kasta atau kelas sosial masyarakat Bali.

Penelitian ini difokuskan pada dua masalah yang pertama adalah bagaimanakah kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya?, serta yang kedua adalah bagaimana konsep solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya?. Dari dua rumusan masalah tersebut peneliti ingin mancapai dua tujuan yaitu peneliti ingin mendeskripsikan kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya serta konsep solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

karya Putu Wijaya adalah deskriptif kualitatif. Penggunaan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah mendeskripsikan data-data yang berhubungan dengan rumusan masalah dan tujuan yang telah ditentukan. Semua itu dilakukan agar hasil dari penelitian sesuai dengan tujuan penelitian semula.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa naskah drama dengan rincian sebagai berikut: Judul Drama : Bila Malam Bertambah Malam

Pengarang : Putu Wijaya Jumlah Halaman : 86 Halaman

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu dengan metode noninteraktif. Secara spesifik peneliti menggunakan observasi tak berperan, karena data yang diamati berupa benda (naskah drama). Menurut Sutopo (2002: 65) noninteraktif selain dilakukan pada aktivitas sebenarnya, bisa juga dilakukan misalnya dalam mengamati rekaman video, siaran televisi, atau mengamati

(3)

benda yang terlibat dalam aktivitas dan juga gambar atau foto yang ditemui sehingga peneliti tidak melakukan peran sama sekali.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: 1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pelaksanaan 3. Tahap Penyelesaian

Teknik Analisis Data

Teknikanalisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Objek yang akan dianalisis berupa arsip atau dokumen yang berupa naskah drama. Sutopo (2002: 69) mengatakan bahwa dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam tahap penelitian ditemukan paparan data yang merupakan hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yang pertama yakni bagaimanakah kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya?, dari rumusan masalah tersebut terdapat enam poin temuan penelitian.

Kesenjangan sosial pada aspek kekayaan harta benda dalam drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek kekayaan harta benda.

“Malam di tempat kediaman Gusti Biang. Sebuah bale yang disempurnakan untuk tempat tinggal” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 1).

• “GUSTI BIANG : Tua Bangka, ke mana saja kau tadi, kenapa baru datang?” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 18 dialog ke 80).

• “WAYAN: Tiyang ketiduran di gudang” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 19 dialog ke 81). Berdasarkan beberapa kutipan di atas, terlihat jelas bahwa perbedaan kekayaan yang sangat mencolok antar dua tokoh yaitu antara Gusti Biang dengan Wayan, Gusti Biang sebagai orang bangsawan atau keturunan raja yang berasal dari kasta Ksatria bertempat tinggal di bale, sedangkan bertolak belakang dengan Gusti Biang, Wayan sebagai orang dari kasta Sudra hanya bertempat tinggal dan tidur di gudang milik Gusti Biang. Bale merupakan salah satu ruang di dalam istana yang sangat megah, sedangkan gudang merupakan tempat untuk menyimpan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Inilah salah satu wujud kesenjangan sosial, lebih tepatnya terjadi kesenjangan sosial vertikal, dimana terjadi jarak yang terlampau jauh yang mengakibatkan ketidaksetaraan antara dua strata sosial yang berbeda diantaranya dari segi tempat tinggal.

Selain dari sisi kekayaan, kesenjangan sosial pada aspek kekayaan juga terjadi pada sisi pangan atau makanan antara dua kasta tersebut. Kesenjangan sosial tersebut tergambar pada kutipan berikut: • “NYOMAN : Tapi di sana orangnya baik-baik. Saya tidak pernah dipukul, saya lebih senang tinggal

(4)

• “WAYAN: Daripada makan batu lebih baik tinggal di sini, makan minum cukup, ada radio, bisa nonton film india” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 25 dialog ke 119).

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, terlihat jelas bahwa kekayaan Gusti Biang yang jauh lebih mewah dibandingkan kekayaan milik Nyoman, terutama jika dilihat dari segi fasilitas. Gusti biang memiliki fasilitas mewah seperti radio dan televisi yang tak dimiliki oleh orang Sudra dan kalangan bawah seperti nyoman. Dari segi makananpun terlihat kesenjangan atau perbedaan yang sangat mencolok antara dua kasta tersebut, makanan orang Ksatria lebih terjamin, sedangkan makanan di tempat orang Sudra lebih bersifat kekurangan dan hanya makan seadanya. Semua itu kembali lagi dikarenakan faktor kekayaan yang berbeda. Di sinilah terlihat jelas kesenjangan sosial vertikal yang terjadi antara kasta Ksatria dengan kasta Sudra, perbedaan dalam memperoleh sesuatu menyebabkan kesenjangan atau perbedaan antara dua kasta tersebut terlihat mencolok.

Kesenjangan sosial pada aspek kekuasaan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek kekuasaan.

• “GUSTI BIANG: Pergi! Pergi bangsat! Angkat barang- barangmu. Tinggalkan rumah suamiku ini. Aku tak sudi memandang mukamu!” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 52 dialog ke 250).

Hal yang serupa juga terlihat pada kutipan di bawah ini.

• “GUSTI BIANG : Tidak! Aku tidak mau mendengar, kau telah menghina suamiku. Ini tidak bisa dimaafkan lagi. Pergi! Pergi! Sebelum aku mengutukmu, pergi! Rumah ini kepunyaanku, tinggalkan gudangku itu, pergi bedebah” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 52 dialog ke 252).

Kesenjangan sosial pada aspek kekuasaan disebabkan oleh faktor rasa berkuasa atas semua yang dimilikinya, termasuk kepada orang yang dirasanya kedudukannya berada di bawahnya, dan kepada orang yang dianggap telah banyak dibantu sehingga merasa bahwa ia mempunyai kuasa penuh atas diri orang tersebut. Dengan semua hal tersebut seseorang seperti Gusti Biang akan melakukan hal kepada seseorang yang merasa ada di bawah kuasanya meskipun hal tersebut tidak seharusnya dilakukan.

Kesenjangan sosialpada aspek kehormatan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek kehormatan.

• “GUSTI BIANG: (Mengusap matanya tak percaya lalu terbelalak sambil tersenyum) Ngurah … Ngurah, kenapa kau baru pulang, kau sudah lupa pada ibumu. Kurang ajar, aku telah dihina, direndahkan, leak. Kalau kau ada di rumah, mereka tidak akan berani. Semua orang sudah pergi, tak ada yang merawatku. Kamu jadi kurus hitam, seperti kuli” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 54 dialog ke 262).

• “NGURA: Ya, saya bekerja di situ” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 55 dialog ke 263). • “GUSTI BIANG: Bekerja? Katanya belajar kenapa bekerja?” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum,

(5)

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, terlihat sekali bahwa Gusti Biang sebagai kaum bangsawan sangat menjaga kehormatannya. Selain tidak terima jika martabatnya direndahkan oleh Wayan, Gusti Biang juga malu ketika mempunyai anak yang bekerja sebagai kuli. Gusti Biang sebagai kaum bangsawan ingin anaknya yaitu Ngurah menjaga kehormatan keluarganya yaitu dengan meneruskan pendidikannya. Gusti Biang menganggap kuli adalah pekerjaan orang Sudra yang akan merendahkan martabatnya sebagai orang Ksatria.

Kesenjangan sosial pada aspek pendidikan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek pendidikan.

• “NYOMAN: Gusti Biang memang orang yang paling baik dan berbudi tinggi. Tidak seperti orang-orang lain, Gusti. Gusti telah menyekolahkan tiyang sampai kelas dua SMP, dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka cermin, seperti tiga puluh tahun saja .. Mau minum obatnya sekarang Gusti?” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 10 dialog ke 40).

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa kasta seseorang mempengaruhi tingkat pendidikannya. Faktor yang mempengaruhinya adalah faktor ekonomi. Seperti kutipan di atas, Nyoman hanya sampai tingkat pendidikan kelas dua SMP, itupun selama Nyoman sekolah dibiayai oleh Gusti Biang. Dapat dibayangkan jika tanpa bantuan, maka mungkin orang seperti Nyoman sama sekali tak mendapat ilmu pengetahuan karena terkendala faktor materi atau biaya.

Kesenjangan sosial pada aspek mata pencaharian dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek mata pencaharian.

“Kelihatan Nyoman sedang menyiapkan makan malam untuk Gusti Biang. Sementara Wayan mengempelas patung” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 1).

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa daya guna atau pekerjaan Nyoman dan Wayan yaitu sebagai pekerja kelas bawah yakni hanya sebagai seorang pembantu. Faktor daya guna fungsional atau pekerjaan inilah yang juga mempengaruhi status seseorang terutama jika dalam bidang kasta, karena kasta Sudra terdiri dari kalangan pekerja kelas bawah, seperti kuli, pembantu, dan sebagainya, yang akan mempengaruhi penghasilan dan harta yang dimilkinya dan semakin mempertajam jarak antara kasta rendah dengan kasta atas yang menjadi salah satu wujud kesenjangan sosial.

Kesenjangan sosial pada aspek keturunan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Terdapat beberapa temuan data dari naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya yang menunjukkan terjadinya kesenjangan sosial pada aspek keturunan.

• “GUSTI BIANG: Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 45-46 dialog ke 218).

(6)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Gusti Biang melarang Ngurah menikah dengan Nyoman. Gusti Biang menganggap Ngurah sebagai orang bangsawan tidak seharusnya menikahi perempuan dari keturunan Sudra, karena dianggap akan mencoreng nama baik keturunan Ksatria.

Dalam tahap penelitian ditemukan paparan data yang merupakan hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yang pertama yakni bagaimana konsep solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya?.

• “NYOMAN: Gusti Biang memang orang yang paling baik dan berbudi tinggi. Tidak seperti orang-orang lain, Gusti. Gusti telah menyekolahkan tiyang sampai kelas dua SMP, dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka cermin, seperti tiga puluh tahun saja .. Mau minum obatnya sekarang Gusti?” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 10 dialog ke 40).

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi, saat Nyoman tidak sanggup membayar biaya sekolahnya karena kemiskinan yang dialaminya, saat itu pula Gusti Biang membantu Nyoman untuk membiayai sekolahnya sampai kelas dua SMP. Perbuatan baik Gusti Biang seperti itu sedikit mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi antara Nyoman dengan Gusti Biang.

• “GUSTI BIANG : Kau menyebabkan aku sangat malu” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 85 dialog ke 419).

• “WAYAN: Kenapa Ngurah dicegah kawin? Kita sudah cukup menderita karena perbedaan kasta ini. Sekarang sudah waktunya pemuda-pemuda bertindak. Dunia sekarang sudah berubah. Orang harus menghargai satu sama lain tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang?” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 85 dialog ke 420).

• “GUSTI BIANG: Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya, tapi jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu” (Putu Wijaya, dalam Alfanul Ulum, 2009: 85 dialog ke 421).

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, terlihat solusi untuk mengatasi kesenjangan sosial, seperti halnya masalah dalam drama Bila Malam Bertambah Malam, semua orang harus saling menghargai, tidak perlu lagi seseorang memikirkan dari kasta apa orang itu berasal. Selain itu, semua orang tidak boleh membeda-bedakan, seperti Gusti Biang sebagai orang Bangsawan yang berasal dari kasta Ksatria tidak boleh membedakan dirinya dengan orang lain termasuk kasta di bawahnya yaitu orang Sudra, karena pada hakikatnya semua orang adalah sama.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari penetian yang berjudul Kesenjangan sosial pada naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya, peneliti menyimpulkan bahwa kesenjangan sosial yang yang terjadi pada naskah drama tersebut sebagai suatu akibat adanya pelapisan kelas sosial. Faktor strata sosial dan ekonomi merupakan dua hal melatar belakangi adanya kesenjangan sosial serta terjadinya konflik. Kesenjangan sosial yang terjadi meliputi aspek kekayaan, kekuasaan, kehormatan, pendidikan, mata pencaharian, dan keturunan.

Konsep solusi yang ditawarkan dalam drama “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya guna mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi adalah sikap saling membantu, seperti yang dilakukan

(7)

oleh Gusti Biang kepada Nyoman. Gusti Biang membantu Nyoman dalam hal pendidikan, dengan membiayai biaya sekolah Nyoman meski hanya sampai kelas dua SMP. Selain itu drama tersebut juga menawarkan solusi lain yakni rasa saling menghargai antar sesama dengan mengeyampingkan kasta atau kedudukan seseorang di dalam masyarakat.

Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

Bagi Pembaca

Bagi pembaca hendaknya kesenjangan sosial yang terdapat dalam naskah drama Bila Malam Bertanbah Malam karya Putu Wijaya dapat dijadikan sebagai referensi dan juga pelajaran hidup. Pembaca diharapkan harus sadar bahwa di sekitar mereka banyak terjadi kesenjangan sosial terutama akibat perbedaan strata sosial.

Bagi Peneliti Lain

1. Diharapkan sebelum melakukan penelitian, peneliti memahami isi cerita dari karya sastra termasuk di antaranya naskah drama yang di analisis.

2. Mengumpulkan buku-buku penunjang karya sastra yang relevan yang sesuai dengan tujuan penelitian untuk lebih memudahkan dalam penelitian dan pembahasan nantinya.

3. Memperhatikan buku-buku untuk bahan acuan dalam penelitian karena tidak semua buku mudah dipelajari dan dimengerti oleh pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Luxemburg, Bal, Weststeijn. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Ditermahkan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.

Rahmanto, B & Endah Peni Adji, Y. 2007. Drama. Jakarta: Universitas Terbuka.

Setya Yuwana Sudikan. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana. Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Referensi

Dokumen terkait

BAB III ANALISIS HEGEMONI SISTEM KASTA DALAM BMBM KARYA PUTU WIJAYA.. 3.1 Sinopsis

Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, objek penelitian ini adalah kritik sosial dalam naskah drama monolog Surat Kepada Setan karya Putu Wijaya,

Selain itu, terdapat juga analisis struktural naskah drama monolog Surat Kepada Setan karya Putu Wijaya, bentuk kritik sosial yang ditemukan dalam naskah drama monolog tersebut,

Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, objek penelitian ini adalah kritik sosial dalam naskah drama monolog Surat Kepada Setan karya Putu Wijaya,

Dengan demikian masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah sistem kepribadian setiap tokoh dan tindakan mereka dalam novel Bila Malam Bertambah Malam, (2)

Selain struktur novel, penulisan skripsi ini juga memusatkan diri pada aspek sosial yang terdapat pada novel Malam Bertambah Malam , yaitu aspek sistem sosial dan aspek sistem

Naskah Blong karya Putu Wijaya menjadi pilihan untuk mencurahkan gagasan kreatif sutradara ke dalam sebuah pementasan teater. Naskah Blong karya Putu Wijaya memberi ruang

Metode yang digunakan adalah membaca naskah drama yang akan dianalisis, menganalisis nilai budaya, menganalisis nilai budaya, dan menelaah buku-buku teori sastra tentang etnografi