• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 PENGEMBANGAN PERIKANAN GIOB SECARA BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "7 PENGEMBANGAN PERIKANAN GIOB SECARA BERKELANJUTAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

7.1 Pendahuluan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang dinilai kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998), memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk (khususnya di pedesaan) mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan mereka. Dengan demikian pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan.

Untuk dapat mencapai kemajuan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat ditempuh melalui pembangunan. Dalam rangka pembangunan, segala kegiatan harus ditumpahkan demi pembaharuan sosial serta pertumbuhan ekonomi, yang kedua-duanya harus berjalan serasi dan seirama. Syafrin (1993), mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan dan fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut.

Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya menurut Monintja (1987), dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktifitas unit serta produktifitas nelayan per tahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis.

Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial (Munasinghe 2002).

(2)

Pengembangan usaha perikanan haruslah ditinjau secara bio-technicosocio-economic approach. Menurut Monintja (1997), perlu ada pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan usaha perikanan. Pertimbangan dimaksud dapat dikelompokkan menjadi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan yang secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan dan kegiatan penangkapan ikan berkelanjutan.

Pengembangan perikanan tangkap pada dasarnya merupakan usaha pemanfaatan sumberdaya hayati perikanan dan sumberdaya perairan secara optimal dan lestari melalui kegiatan penangkapan ikan, seiring dengan pengembangan sumberdaya manusia, pemanfaatan modal, pengembangan dan penerapakan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), pengembangan produk, pengingkatan pendapatan dan kesejahteraan, peningkatan kesempatan kerja serta peningkatan devisa negara. Tekanan pembangunan ekonomi yang dilakukan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sering menimbulkan dilema bagi kelestarian sumberdaya termasuk sumberdaya perikanan (fisheries resources based), makin memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya itu sendiri sehingga kebutuhan akan pengelolaan sumberdaya alam yang baik menjadi kebutuhan yang mendesak (Amronet al. 2006).

Persoalan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan julung-julung perlu dipahami dengan suatu kajian untuk mencari faktor-faktor yang relevan terkait dengan kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung terkini. Pengkajian dapat dilakukan dengan survei lapangan atau dapat pula dengan studi kasus. Pendapat dari para pelaku sistem (stakeholders) perlu digali lebih jauh, karena terlibat secara langsung dan memahami secara baik permasalahan. Berdasarkan hasil pengkajian di lapangan, kita akan dapat memahami situasi yang melingkupi permasalahan, menganalisis dan menetapkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Penerapan pengelolaan sumberdaya perikanan, tidak mudah untuk dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah yang harus segera dihadapi. Pemecahan berbagai permasalahan tersebut diperlukan pendekatan dan proses yang sangat kompleks. Untuk memecahkan persoalan pemanfaatan dan

(3)

pengelolaan sumberdaya ikan julung-julung yang kompleks dan tidak terstruktur di Kayoa Halmahera Selatan, digunakan Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchi Process). Proses ini merupakan metode sederhana yang memiliki rancangan fleksibel yang mampu menampung berbagai masalah yang harus diselesaikan. Proses ini memungkinkan berbagai faktor penting yang melingkupi permasalahan turut diperhitungkan dalam mencari solusi yang terbaik. Pada dasarnya metode ini menguraikan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur menjadi bagian atau komponen-komponen tertentu dengan menyusun komponen tersebut dalam suatu susunan hirarki, dan memberi pertimbangan numerik pada hal-hal kuantitatif dan subyektif. Pada akhirnya dapat menghasilkan prioritas penanganan dan konsitensi logis dari penyelesaian permasalahan yang diinginkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perikanan giob; (2) menentukan strategi pengembangan perikanan giob; Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu bahan kajian dalam menyusun kebijakan penelolaan dan pemanfaatan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa Halmahera Selatan.

7.2 Metode Penelitian

Penentuan strategi pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan dilakukan berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya seperti pada bab 3 tentang profil lokasi penelitian, yang memotret kondisi perikanan tangkap di Halmahera Selatan dan perikanan giob di Kayoa; bab 4 tentang biologi ikan julung-julung menjelaskan kondisi biologi ikan julung-julung kaitan dengan kegiatan penangkapan, daerah penangkapan, musim penangkapan dan laju eksploitasi julung-julung di Kayoa Halmahera Selatan; bab 5 tentang evaluasi teknis perikanan giob yang menjelaskan pengaruh faktor teknis dan sosial terhadap perikanan giob; bab 6 tentang kinerja usaha perikanan giob menjelaskan aspek ekonomi pada perikanan giob. Berdasarkan hasil sitisis dari penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka ditentukan faktor internal dan faktor eksternal kemudian diidentifikasi kriteria kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk merumuskan strategi pengembangan perikanan giob.

(4)

Priorioritas strategi pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan metode wawacara, dan pengisian kuisoner terhadap para stakeholder yang ditentukan. Responden yang ditentukan terdiri dari nelayan, pemilik giob, pedagang, tokoh masyarakat, akademisi, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Selatan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. Adapun pengolahan dan analisis yang digunakan meliputi analisis SWOT dan analisis AHP masing-masing tahapannya, sebagai berikut:

1) Analisis SWOT

Matriks SWOT dapat menggambarkan sebagaimana hasil identifikasi dan perhitungan, dilakukan dengan menggunakan analisis IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary). Adapun langkah untuk melakukan analisis SWOT adalah sebagai berikut (Rangkuti 2002): (a) Pembobotan dengan analisis SWOT

i) Mentukan faktor-faktor kelemahan dan kekuatan, serta faktor peluang dan ancaman.

ii) Memberi bobot pada masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,00 (paling penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis.

Jumlah bobot tidak boleh lebih dari skor total 1,00.

iii) Memberi reting untuk masing-masing faktor dengan menggunakan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (di bahwa rata-rata).

iv) Mengalikan bobot dan reting untuk menentukan skor tiap-tiap faktor. v) Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh totak skor

pembobotan.

(b) Berdasarkan total skor dari masing-masing kriteria SWOT, digunakan dalam penggambaran posisinya pada matrikas SWOT.

Matriks SWOT yang dikembangkan dari penilaian kriteria pengambangan usaha giob di Kayoa, Halmahera Selatan, dijadikan acuan penempatan kuadran. Dengan mencari nilai absis (x) dan ordinat (y) maka titik kuadran pengembangan usaha giob dapat ditentukan. Jika kriteria penilaian usaha giob berada pada kuadran yang positif maka program pengembangan dapat disusun dalam waktu

(5)

lebih singkat. Model matriks SWOT untuk pengembangan usaha giob di Kayoa, Halmahera Selatan disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33 Matrik internal-eksternal

Total Skor Strategi Internal

4 Kuat 3 Rata-rata 2 Lemah 1 Besar

3

I

Pertumbuhan PertumbuhanII PenciutanIII

Total Skor Strategi Eksternal Rata-rata 2 IV Stabilitas V Pertumbuhan stabilitas VI Penciutan Rendah 1 VII

Pertumbuhan PertumbuhanVIII LikuidasiIX

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas berbagai peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi nelayan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi. Salah satu dari empat set kemungkinan alternatif strategi inilah yang diharapkan dari matriks SWOT untuk digunakan dalam strategi suatu pengembangan perikanan giob (Tabel 34).

Tabel 34 Matrik SWOT

IFAS EFAS Strengths (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal Weaknesses (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal Opportunities (O) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menhindari ancaman

(6)

2) Analisis AHP

Analisis AHP digunakan untuk menentukan prioritas strategi yang diharapkan dilakukan. Analisis ini dimaksudkan untuk merumuskan prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kepulauan Kayoa. Adapun tahapan analisis yang dilalukan dalam perumusan strategi pengembangan perikanan giob di Kepulauan Kayoa adalah:

(a) Pendefinisian masalah/komponen

Untuk memecahklan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan perikanan giob perlu didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud dan tujuan pengembangan perikanan giob, kriteria atau kepentingan stakeholders pihak yang terkait dengan pengembangan perikanan giob dimaksud perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam pengembangan, serta alternatif strategi pengembangan perikanan giob berbasis usaha perikanan yang ditawarkan di lokasi.

(b) Perancangan struktur hierarki dan matriks pembanding

Struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan perikanan giob terbagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et al. (2002), yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan. Goal (tujuan) dalam rancangan yang diusulkan adalah perumusan strategi pengembangan usaha perikanan julung-julung di Kepulauan Kayoa. Sedangkan yang menjadi kriteria, pembatas, dan opsi strategi akan ditetapkan berdasarkan hasil analisis bagian sebelumnya.

Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu komponen terhadap komponen lainnya, maka dilakukan pembobotan. Teknis pembobotan mengacu kepada Saaty (1991) tentang skala banding berpasangan, dan ditunjukkan pada Tabel 35.

(c) Simulasi dan uji statistik

Setelah data diinput semua, maka dilakukan simulasi untuk mengetahui kinerja dari data yang digunakan dengan menggunakansofware expert choice. Uji

(7)

statistik yang dilakukan terdiri dari uji konsitensi dan sensitivitas. Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih, maka hasil simulasi tidak konsistensi dan harus dilakukan pengambilan data ulang. Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sensitivitas hasil simulasi terhadap berbagai intervensi/perubahan yang mungkin.

Tabel 35 Skala banding berpasangan

Tingkat

Kepentingan Keterangan Penjelasan

1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan

 Kedua elemen sama pentingnya.

 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain.

 Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain.

 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain.

 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

 Jika untuk aktifitasimendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitasj, makaj mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengani.

 Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan.

 Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen

dibandingkan elemen lainnya.

 Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya.

 Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.

 Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

 Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.

Sumber : Saaty (1991)

7.3 Hasil Penelitian

7.3.1 Identifikasi komponen strategi

Berasarkan kondisi riil hasil penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka dilakukan identifikasi komponen strategi pengembangan perikanan giob bertujuan untuk menentukan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Penentuan ini berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal pada perikanan giob di

(8)

lokasi penelitian. Faktor internal adalah sistem perikanan giob yang melibatkan potensi sumberdaya ikan yang meliputi kapal, alat tangkap, alat pendukung penangkapan, dan nelayan sebagai pelakunya. Faktor eksternal adalah interaksi yang melibatkan pihak lain di luar sistem perikanan. Tabel 36, menampilkan hasil sintesisis dari profil lokasi penelitian, menjelaskan kondisi perikanan tangkap di Halmahera Selatan dan perikanan giob di Kayoa. Identifikasi aspek biologi ikan julung-julung dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 36 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan kondisi perikanan tangkap dan perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan

No Kondis riil, hasil penelitian Rumusan Kriteria

1 Kapal penangkap ikan jenis kapal motor meningkat, didominasi oleh ukuran 0-10 GT.

Kapal penangkapan ikan Jenis kapal motor

berkembang setiap tahun Kekuatan 2 Alat tangkap didominasi oleh

jenis alat tangkap huhate (43,42%), tangkap pancing tonda (29,63), dan pukat cincin (18,75).

Bantuan teknologi penangkapan melalui

program indutrialisasi KKP Peluang 3 Produksi tahunan perikanan

tangkap di Halmahera Selatan cenderung fluktuatif, namun meningkat sebesar 18,07% dalam 5 tahun terakhir.

Produksi perikanan Halmahera Selatan

berfluktuatif Kelemahan

4 Jenis perlakuan pengasapan

meningkat sebesar 8,3%. Produk utama perikanangiob adalah pengasapan Kekuatan 5 Alat tangkap giob di Kayoa

mengalami penurunan sebesar 40%, namun pukat cincin cenderung meningkat 26,77%.

Terdapat alat tangkap alternatif dalam

menangkap ikan julung-julung (pukat cincin yang umumnya dikenal)

Kekuatan

Pada tabel tersebut menampilkan aspek biologi kaitan dengan kegiatan penangkapan, daerah penangkapan, musim penangkapan dan laju eksploitasi ikan julung-julung di perairan Kayoa, Halmahera Selatan. Identifikasi aspek teknis dan sosial perikanan giob dapat dilihat pada Tabel 38, sedangkan aspek ekonomi pada Tabel 39).

(9)

Tabel 37 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan aspek bioekologi ikan julung-julung yang tertangkap dengan giob di Kayoa Halmahera Selatan

No Kondis riil, hasil penelitian Rumusan Kriteria

1 Perbandingan kelamin jantan lebih banyak dari betina yaitu pada nisbah 1:0,7.

Rasio kelamin tidak

berimbang Kelemahan

2 Julung-julung betina

mengalami dua kali puncak matang gonad yakni pada bulan Januari-Maret dan bulan September-November.

Perubahan musim barat menyebabkan julung-julung matang gonad yang bertepatan dengan kegiatan penangkapan

Ancaman

3 Ukuran panjang julung-julung jantan pertama kali mencapai matang gonad yaitu 164 mm lebih besar jika dibandingkan dengan julung-julung betina pada ukuran 156,56 mm.

Rata-rata ukuran panjang julung-julung yang tertangkap di perairan Kayoa, lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad.

Kekuatan

4 Komposisi isi lambung julung-julung terdiri dari fitoplankton (52,80%), serasah (31,36%), krustasea (12,04%), zooplankton (3,73%, dan sisik (0,08%).

Potensi wilayah perairan mendukung ketersediaan

makanan julung-julung Kekuatan 5 Mortalitas total (Z) = 2,09/thn,

mortalitas alami(M) = 0,81/thn, Mortalitas

penangkapan (F) = 1,83/thn

Laju mortalitas

penangkapan lebih tinggi dari pada laju mortalitas alami

Ancaman 6 Laju eksploitasi (E) =

0,61/thn, sementara laju eksploitasi standar (eksploitasi berimbang) = 0,50/ thn.

Praktek ilegal fishing oleh nelayan luar masih terjadi

(10)

Tabel 38 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan aspek teknis dan sosial perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan

No Kondis riil, hasil penelitian Rumusan Kriteria

1 Panjang jaring berkisar 195-375 m, tinggi jaring bagian kantong berkisar 12,8 -22,5 m, mesh size bagian kantong berkisar 0,5-1,00 inci.

Jaring bagian kantong kurang tinggi dan ukuran

mata jaring kecil Kelemahan 2 CPUE bulanan berfluktuasi

dipengaruhi oleh perubahan pola musim, dengan CPUE tertinggi terjadi pada puncak pemijahan.

Perubahan musim sangat mempengaruhi jumlah

hasil tangkapan Ancaman

3 Faktor teknis giob yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi adalah BBM.

Suplai BBM sangat tergantung dari pihak pemodal dari Ternate (tidak tersedia instalasi di lokasi)

Ancaman

4 Uji ANOVA memperlihatkan nilai F hitung (10,43) > F tabel (4,96), menunjukkan bahwa BBM merupakan faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap produksi perikanan giob.

Kios perbekalan banyak

(11)

Tabel 39 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan aspek ekonomi perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan

No Kondis riil, hasil penelitian Rumusan Kriteria

1 Usaha perikanan giob memiliki nilai investasi tertinggi pada komponen jaring jika dibandingkan dengan komponen yang lain.

Nilai investasi usaha

perikanan giob cukup besar Kelemahan

2 Komponen biaya operasional usaha perikanan giob paling

besar pada BBM. Harga BBM terusmeningkat Kelemahan 3 Giob ukuran 10,5 GT

memenuhi semua kriteria investasi, sedangkan giob 4,5 GT dan 15 GT memiliki nilai BC/ratio dibawah standar bunga bank (deposito) yang berlaku.

Ukuran giob 10 GT merupakan ukuran yang lebih layak untuk dikembangkan

Kekuatan

4 Nilai keuntungan usaha giob 10,5 GT (Rp 176.273.189) lebih besar, jika dibandingkan dengan giob 4,5 GT (Rp 73.871.503), dan giob 15 GT (Rp 158.897.363).

Prospek investasi perikanan giob 10,5 GT cukup terbuka karena, hanya tersedia 16,67% dari jumlah giob di lokasi.

Peluang

5 Jangka waktu pengembalian investasi pada giob 10,5 GT (15,39 bulan) lebih cepat, jika dibandingkan dengan giob 4,5 GT (20,23 bulan) dan giob 15 GT (18,03 bulan).

Prospek pengembalian investasi cepat bagi

investor Peluang

7.3.2 Perumusan strategi pengembangan

Berdasarkan hasil analisis SWOT pada faktor internal, menunjukkan nilai 2,67 yang berarti secara internal perikanan giob masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Kayoa, Halmahera Selatan. Hasil perhitungan faktor eksternal menunjukkan nilai 2,32. Hal ini menggambarkan bahwa secara eksternal perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan memiliki peluang yang

(12)

hampir berimbang dengan ancaman. Tabel 40 dan 41, masing-masing menunjukkan faktor internal dan faktor eksternal perikanan di Kayoa, Halmahera Selatan.

Tabel 40 Matriks IFAS(Internal Strategic Factors Analysis Summary)

No Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor

KEKUATAN (S)

1 Jumlah kapal penangkapan ikan jenis kapal

motor berkembang setiap tahun 0,15 3 0,45

2 Produk utama perikanan giob adalah

pengasapan 0,08 3 0,24

3 Alat tangkap pukat cincin di Halmahera

Selatan mengalami peningkatan. 0,05 2 0,10

4 Rata-rata ukuran panjang julung-julung yang tertangkap di perairan Kayoa, lebih besar dari

ukuran pertama kali matang gonad. 0,08 3 0,24

5 Potensi wilayah perairan mendukung

ketersediaan makanan julung-julung 0,10 4 0,40

6 Ukuran giob 10 GT merupakan ukuran yang

lebih layak untuk dikembangkan 0,15 4 0,60

KELEMAHAN (W)

1 Produksi perikanan Halmahera Selatan

berfluktuatif 0,10 2 0,20

2 Rasio kelamin tidak berimbang 0,05 1 0,05

3 Tinggi jaring relatif kecil dan ukuran mata

jaring kecil 0,09 1 0,09

4 Nilai investasi usaha perikanan giob cukup

besar 0,05 2 0,10

5 Harga BBM terus meningkat 0,10 2 0,20

Jumlah 1,00 2,67

Nilai IFAS memiliki banyak kekuatan yang mendukung perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan. Kekuatan tersebut terutama disebabkan karena potensi wilayah perairan yang subur dapat mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan julung-julung, dan tersedianya alat tangkap giob pada ukuran yang dapat dikembangkan. Sedangkan kelemahan utama yang mempengaruhi perikanan giob di Halmahera Selatan adalah produksi perikanan berfluktuasi dan harga BBM terus meningkat.

Hasil analisis EFAS memiliki nilai lebih rendah jika dibandingan dengan nilai IFAS. Rendahnya nilai EFAS disebabkan karena adanya beberapa ancaman pada perikanan giob. Ancaman yang perlu mendapat perhatian adalah puncak

(13)

musim penangkapan pada musim barat bertepatan dengan saat julung-julung matang gonad, laju mortalitas penangkapan lebih tinggi dari pada laju mortalitas alami, dan masih adanya praktek illegal fishing oleh nelayan luar di perairan Kayoa. Namun faktor peluang yang menjanjikan adalah bantuan teknologi penangkapan giob melalui program indutrialisasi KKP, dan permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan julung-julung.

Tabel 41 Matriks EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary)

No Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor

PELUANG (O)

1 Bantuan teknologi penangkapan melalui

program industrialisasi KKP 0,08 3 0,24

2 DKP Provinsi Maluku Utara melakukan bimbingan teknis terkait dengan pengelolaan

perikanan giob 0,05 3 0,15

3 Kios perbekalan banyak berkembang di lokasi 0,05 4 0,2 4 Prospek investasi perikanan giob 10,5 GT

cukup terbuka, karena hanya tersedia 16,67%

dari jumlah giob di lokasi . 0,06 3 0,18

5 Prospek pengembalian investasi cepat bagi

investor 0,05 3 0,15

6 Permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan

julung-julung 0,12 3 0,36

ANCAMAN (T)

1 Perubahan musim barat, saat julung-julung matang gonad yang bertepatan dengan kegiatan

penangkapan 0,12 2 0,24

2 Laju mortalitas penangkapan lebih tinggi dari

pada laju mortalitas alami 0,15 2 0,3

3 Praktekillegal fishingoleh nelayan luar masih

terjadi di perairan Kayoa 0,15 1 0,15

4 Perubahan musim menyebabkan CPUE bulanan

fluktuatif 0,08 1 0,08

5 Suplai BBM sangat tergantung dari pihak

pemodal dari Ternate 0,09 2 0,18

Jumlah 1,00 2,23

Untuk mempertajam analisis, terutama untuk melihat arah pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan di Kayoa, Halmahera Selatan, maka data faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) dianalisis lanjut menggunakan matriks IE (Tabel 43).

(14)

Berdasarkan Tabel 42, posisi atau kondisi perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan saat ini terdapat pada kuadran V dengan total skor faktor strategi internal 2,67 dan total skor faktor eksternal 2,23. Posisi pada kuadran V ini mengandung pengertian bahwa perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan masih dalam pertumbuhan/stabilitas dan untuk pengembangannya perlu diarahkan melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Konsentrasi pada integrasi internal ini adalah pengembangan perikanan giob harus diorientasikan pada perbaikan-perbaikan faktor internal yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan perikanan giob selama ini, sehingga mampu menghadapi faktor-faktor eksternal yang datang dimana peluang dapat ditangkap dan ancaman dapat dihadapi.

Tabel 42 Posisi faktor internal dan eksternal perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan

Total Skor Strategi Internal

4 Kuat 3 Rata-rata 2 Lemah 1 Besar

3

I

Pertumbuhan II

Pertumbuhan PenciutanIII

Total Skor Strategi Eksternal Rata-rata 2 IV Stabilitas PertumbuhanV VI Penciutan Rendah 1 VII

Pertumbuhan PertumbuhanVIII LikuidasiIX

Selanjutnya setiap komponen faktor internal dan faktor eksternal dilakukan analisis pengembangan alternatif strategi dengan menggunakan pendekatan matriksSWOT, untuk melihat keterkaitan faktor internal dan eksternal. Hasil yang diharapkan munculnya beberapa strategi yang dianggap perlu untuk diprioritaskan dan diselesaikan dalam pengembangan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan (Tabel 43).

(15)

Tabel 43 Analisis SWOT perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan

Internal

Eksternal

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

1) Jumlah kapal penangkapan ikan jenis kapal motor berkembang setiap tahun

2) Produk utama perikanan giob adalah pengasapan

3) Terdapat alat tangkap alternatif dalam menangkap ikan julung-julung (pukat cincin yang umumnya dikenal)

4) Rata-rata ukuran panjang julung-julung yang tertangkap di perairan Kayoa, lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad

5) Potensi wilayah perairan mendukung ketersediaan makanan julung-julung

6) Ukuran giob 10 GT merupakan ukuran yang lebih layak untuk dikembangkan

1) Produksi perikanan Halmahera Selatan berfluktuatif

2) Rasio kelamin tidak berimbang 3) Jaring bagian kantong kurang

tinggi dan ukuran mata jaring kecil

4) Nilai investasi usaha perikanan giob cukup besar

5) Harga BBM terus meningkat

Peluang (O) Strategi SO Startegi WO

1) Bantuan teknologi penangkapan melalui program industrialisasi KKP

2) Terdapat program bimbingan teknis pengelolaan giob dari DKP Provinsi Maluku Utara 3) Kios perbekalan banyak

berkembang di lokasi 4) Prospek investasi perikanan

giob 10,5 GT cukup terbuka karena, hanya tersedia 16,67% dari jumlah giob di lokasi 5) Prospek pengembalian investasi

cepat bagi investor

6) Permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan julung-julung

1) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung (S1, S3, S4, S5, O1, O2, O3, O4) 2) Peningkatan jaringan pemasaran

lokal dan regional untuk mempermudah pemasaran produksi (S2,S3, S6, O6)

3) Melakukan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar pengetahuan tentang

keberlajutan usaha giob (W4, W5, O1, O2, O6)

4) Menggalang terbentuknya koperasi nelayan (W1,W4,W5, O1,O2, O6)

Ancaman (T) Strategi ST Startegi WT

1) Perubahan musim barat menyebabkan julung-julung matang gonad yang bertepatan dengan kegiatan penangkapan 2) Laju mortalitas penangkapan

lebih tinggi dari pada laju mortalitas alami

3) Praktekillegal fishingoleh nelayan luar masih terjadi di perairan Kayoa

4) Perubahan musim sangat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan per trip

5) Suplai BBM sangat tergantung dari pihak pemodal dari Ternate (tidak tersedia instalasi di lokasi)

5) Menerapkan teknologi yang ramah lingkungan (S2, S6, T4, T5)

6) Mendirikan stasiun pengisian BBM di Kayoa (S2, S6, T5)

7) Mengefektifkan waktu penangkapan (W3, W4, T5) 8) Merintis resor untuk

pengawasan dan pencatatan (W1, W4, T1,T2, T3, T4, T5)

(16)

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, didapatkan delapan pola strategi dalam menyusun pengembangan perikanan giob di Kayoa. Strategi tersebut antara lain; strategi S-O yaitu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung dan peningkatan jaringan pemasaran lokal dan regional untuk mempermudah pemasaran produksi; strategi W-O yaitu melakukan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob dan menggalang terbentuknya koperasi nelayan; strategi S-T yaitu menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, dan mendirikan stasiun pengisian BBM di Kayoa; dan strategi W-T yaitu mengefektifkan waktu penangkapan dan merintis resor untuk pengawasan dan pencatatan.

7.3.3 Alternatif strategi pengembangan

Penentuan alternatif strategi mengacu pada konsep pengembangan menurut Saaty (1991) dengan mempertimbangkan kondisi perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan maka berbagai kriteria dan pembatas ditetapkan sebagai berikut:

a) Kriteria pengembangan perikanan giob 1) sumberdaya ikan lestari

2) tersedianya unit penangkapan giob

3) keuntungan dan kesejahteraan meningkat, dan 4) pendapatan asli daerah meningkat

b) Pembatas pengembangan perikanan giob 1) potensi sumberdaya ikan

2) teknologi alat tangkap giob 3) kualitas sumberdaya manusia 4) sarana dan prasarana, dan 5) modal.

Alternatif strategi pengembangan perikanan giob dikembangkan dari hasil analisis SWOT. Penetapan alternatif strategi berdasarkan jumlah nilai bobot dari komponen setiap alternatif. Alternatif yang terpilih jika memiliki jumlah bobot ≥ 0,50 (Tabel 44).

(17)

Tabel 44 Penetapan alternatif strategi pengembangan perikanan giob di Kayoa

Rumu-san No Strategi Komponen Jumlahbobot

SO 1 Mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya ikan julung-julung (S1, S3, S4, S5, O1,O2, O3, O4) 0,62 2 Peningkatan jaringan pemasaran

lokal dan regional untuk mempermudah pemasaran produksi

(S4,S5, S6, O5) 0,38

ST 3 Menerapkan teknologi yang

ramah lingkungan (S2, S6, T3, T4, T5) 0,55 4 Mendirikan stasiun pengisian

BBM di Kayoa (S3, S6, T5) 0,29

WO 5 Melakukan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar

pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob

(W1, W2, W3, W4,

W5, O4, O5) 0,50

6 Menggalang terbentuknya

koperasi nelayan (W1,W4,W5,O1,O2, O6) 0,50 WT 7 Mengefektifkan waktu

penangkapan (W3, W4, W5, T5) 0,23

8 Merintis resor untuk pengawasan

dan pencatatan (W1, W7, T1, T3,T4, T5) 0,74

Berdasarkan Tabel 44, alternatif strategi terpilih adalah: 1) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung dengan jumlah bobot 0,62, selanjutnya disebut optimalisasi tangkapan; 2) menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dengan jumlah bobot 0,55, selanjutnya disebut inovasi teknologi; 3) melakukan pelatihan dan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob dengan jumlah bobot 0,50, selanjutnya disebut pelatihan; 4) menggalang terbentuknya koperasi nelayan dengan jumlah bobot 0,50, selanjutnya disebut kerjasama, 5) merintis resor untuk pengawasan dan pencatatan dengan jumlah bobot 0,74 selanjutnya disebut pengawasan.

Strategi pengembangan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan dikembangkan berdasarkan interaksi dalam bentuk struktur hirarki AHP (Gambar 25). Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka berbagai komponen yang terkait dengan pengembangan perikanan giob dijadikan kriteria dan pembatas pengembangan.

(18)

Gambar 24 Stuktur hirarki pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan.

(1) Perbandingan kepentingan kriteria-kriteria dalam upaya pengembangan perikanan giob

Berdasarkan hasil analisis perbandingan, menunjukkan bahwa sumberdaya ikan lestari merupakan kriteria yang memiliki rasio tertinggi (0,340) pada inconsistency terpercaya 0,08. Tersedianya unit penangkapan giob merupakan kriteria dengan rasio terendah yaitu sebesar 0,121 pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 26).

Keterangan: SDIL = Sumberdaya Ikan Lestari, TPUPG = Tersedia Unit Penangkapan Giob, KKM = Keuntungan dan Kesejahterasan Meningkat, PADM = Pendapatan Asli Daerah Meningkat.

Gambar 25 Rasio kepentingan kriteria dalam upaya pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan.

(19)

Tingginya rasio kriteria sumberdaya ikan lestari ini terlihat dari akomulasi perbandingan berpasangan diantara kriteria terkait (Tabel 45). Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa kriteria sumberdaya ikan lestari 2 kali lebih penting daripada kriteria tersedianya unit penangkapan giob, 2 kali lebih penting daripada kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat, dan 1 kali lebih penting daripada kriteria pendapatan asli daerah meningkat.

Tabel 45 Perbandingan berpasangan setiap kriteria pengembangan perikanan giob

(2) Perbandingan kepentingan pembatas dalam upaya pengembangan perikanan giob

Pencapaian pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan juga memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas tersebut meliputi: 1) potensi sumberdaya ikan, 2) teknologi alat tangkap yang giob, 3) kualitas sumberdaya manusia, 4) sarana dan prasarana, dan 5) modal. Perbandingan tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria sumberdaya ikan lestari menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,232), pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 27a). Demikian juga pada tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria tersdianya unit penangkapan giob menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,254), pada inconsistency terpercaya 0,058 (Gambar 27b). Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat menunjukkan bahwa, sarana dan prasarana memiliki rasio tertinggi (0,297), pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 27c). Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria pendapatan asli daerah meningkat menunjukkan bahwa, potensi sumberdaya ikan memiliki rasio tertinggi (0,325), pada inconsistencyterpercaya 0,06 (Gambar 27d).

(20)

Keterangan: PSDI = Potensi Sumberdaya Ikan Lestari, TATG = Teknologi Alat Tangkap Giob, KSDM = Kualitas Sumberdaya Meningkat, SP = Sarana dan Prasarana, MD = Modal.

Gambar 26 Rasio pembatas pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan. b a

c

(21)

(3) Strategi pengembangan perikanan giob

Prioritas strategi pengembangan ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria yang perlu dicapai dalam upaya pengembangan perikanan giob, setiap kriteria dilakukan pertimbangan terhadap semua jenis pembatas yang berkaitan dengan perikanan giob, dan setiap strategi alternatif dipertimbangkan untuk setiap pembatas pada setiap kriteria untuk ditentukan prioritas masing-masing dalam pengembangnnya. Pertimbangan tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio kepentingan kriteria, rasio kepentingan pembatas, dan rasio kepentingan opsi (alteratif strategi yang dikembangkan). Hasil akhir SWOT menjadi dasar utama dalam penentuan prioritas pengembangan strategi perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan.

Rasio kepentingan setiap strategi pengembangan perikanan giob disajikan pada Gambar 28. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pengawasan mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan empat alternatif strategi lainnya, yaitu mencapai 0,241 padanconsistencyterpercaya 0,08.

Keterangan: PGWN = Pengawasan, PLTN = Pelatihan, IN-TEK = Inovasi Teknologi, KJSM = Kerjasama, OP-TGKP = optimalisasi Tangkapan. Gambar 27 Perioritas strategi pengembangan perikanan giob.

Prioritas strategi pengembanagn perikanan giob secara berkelanjutan merupakan output akhir dari analisis AHP dalam penelitian ini. Untuk memudahkan implementasinya di alam nyata, prioritas strategi ini kemudian diuji sensitivitasnya terhadap berbagai kemungkinan perubahan nyata yang terjadi di

(22)

masa mendatang. Prioritas strategi pengembangan perikanan giob ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria, semua faktor pembatas pengelolaan yang ada saat ini, dan alternatif strategi yang ditawarkan. Hasil analisis kombinasi terstruktur semua pertimbangan tersebut dan rasio kepentingan setiap strategi yang ditawarkan adalah:

(1) Pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,241

(2) Pelatihan terhadap nelayan perikanan giob dengan rasio kepentingan 0,226 (3) Inovasi teknologi alat tangkap giob dengan rasio kepentingan 0,222

(4) Kerjasama untuk membentuk wadah pengelaolaan dengan rasio kepentingan 0,180

(5) Optimasi tangkapan ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,132 Semua alternatif strategi tersebut mempunyai inconsistency terpercaya 0,08, sehingga terpercaya dan valid secara statistik karena batas inconsistency yang diperbolehkan adalah < 0,1.

(4) Prioritas strategi pengembangan perikanan giob

Untuk menelaah lebih jauh kelebihan strategi pengawasan (PGWN) dibandingkan empat alternatif strategi lainnya untuk semu kriteria, maka dilakukan kroscek terhadap akumulasi pertimbngan terstruktur.

Pada Gambar 29, terlihat bahwa strategi pengawasan (PGWN) mengakomodir kriteria sumberdaya ikan lestari (SDIL) lebih tinggi sekitar 2,2% dibandingkan kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM) dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM). Pada strategi pelatihan (PLTN) hanya mengakomodir tersedia unit penangkapan giob (TUPG) sekitar 2,0%. Gambar (30), strategi pengawasan (PGWN) mengakomudir kriteria sumberdaya ikan lestari (SDIL) dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM) masing-masing sebesar 2,20% dan 0,5%. Strategi inovasi teknologi hanya mengakomodir teknologi unit penangkapan giob (TUPG) dan keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM). Pada Gambar 31, strategi pengawasan mengakomodir semua kriteria dibandingkan dengan strategi kerjasama (KJSMA). Hal yang sama juga berlaku pada pebandingan strategi pengawasan dengan optimalisasi tangkapan (Gambar 32).

(23)

Gambar 28 Perbandingan strategi pengawasan dengan pelatihan untuk semua kriteria.

Gambar 29 Perbandingan strategi pengawasan dengan strategi inovasi teknologi untuk semua kriteria.

(24)

Gambar 30 Perbandingan strategi pengawasan dengan kerjasama untuk semua kriteria.

Gambar 31 Perbandingan strategi pengawasan dengan optimasi tangkapan untuk semua kriteria.

(5) Sensitivitas strategi pengembangan perikanan giob

Untuk mengetahui kestabilan/ketahanan strategi pengembangan perikanan gib secara berkelanjutan yang telah dipilih sebagai pilihan terbaik (prioritas pertama) terutama oleh pengaruh kebijakan pemerintah, interaksi sosial, dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin, maka perlu dilakukan uji sensitivitas terhadap strategi terpilih tersebut. Berdasarkan indentifikasi yang kemudian dituangkan dalam struktur hierarki, ada empat kelompok aspek/kriteria yang bisa

(25)

berubah rasio atau perhatiannya oleh pengaruh tersebut yaitu sumberdaya ikan lestari (SDIL), tersedianya unit penangkapan giob (TUPG), keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM), dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM).

Tabel 46 Hasil uji sensitivitas terhadap strategi pengembangan perikanan giob terpilih

No Kriteria kepentingan (RK)Rasio Hasil uji sensitivitas terhadappengawasan sebagai prioritas Rage RK stabil Rage RK sensitif 1 Sumberdaya ikan lestari (SDIL) 0,340 0,165 - 1 0 - 0,165 2 Tersedianya unit penangkapan giob (TUPG), 0,121 0 - < 0,225 0,225 – 1 3 Keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM) 0,309 0 - < 0,763 0,763 – 1 4 Pendapatan asli daerah meningkat (PADM) 0,230 0 - 1 Tidak ada

Hasil uji sensitivitas terhadap strategi pengembangan perikanan giob terpilih (strategi pengawasan sebagai prioritas pertama) terlihat pada Tabel 46. Berdasarkan Tabel 45, RK range sensitif strategi terpilih terhadap kriteria pendapatan asli daerah meningkat (PADM) tidak ada. Hal ini mengandung pengertian bahwa posisi pengawasan sebagai prioritas pertama pengembangan tidak terpengaruh oleh perubahan perhatian terhadap pendapatan asli daerah meningkat meskipun dikurangi menjadi 0% (RK = 0) (Gambar 33.) maupun ditambah menjadi 100% (RK = 1). Hal ini karena akumulasi perhatian pengawasan terhadap semua kriteria yang masih lebih besar, meskipun kriteria pendapatan asli daerah meningkat tidak diperhatikan. Mengacu kepada hal ini, maka ada konsep yang bisa diacu dalam implementasi strategi pengawasan, yaitu upaya sosialisai tentang pentingya PAD bagi pembangunan khusunya sarana perikanan, dan penerapkan wajib bagi nelayan pemilik giob untuk memiliki izin.

(26)

Gambar 32 Perbandingan menyeluruh semua opsi strategi dalam mengakomodir semua aspek yang terkait di lokasi.

7.3.4 Proses pengembangan

Identifikasi permasalahan dilakukan dengan pendekatan terhadap sistem perikanan giob yang ada yakni penangkapan intensif, produksi menurun, ukuran giob beragam, lemahnya pengawasan, dan manajemen sumberdaya manusia lemah. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka dimulai dari identifikasi serangkaian kebutuhan yang terdiri dari faktor-faktor input dan output baik yang terkendali maupun yang tidak terkendali untuk menghasilkan suatu manejemen sistem pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan. Adapun diagraminput danoutput merupakan interpretasi dari identifikasi variabel yang telah dilakukan sebelumnya secara lebih tersistematis. Diagram Input output dapat digunakan sebagai investigasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam kebijakan serta variabel yang akan menjadi indikator keberlanjutan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh faktor input terkendali dan output yang dikehendaki. Faktor input terkendali terdiri dari unit penangkapan giob mengalami penurun sebesar 60%, faktor produksi yang berpengaruh secara nyata adalah BBM, skala usaha giob 10,5 GT memiliki tingkat kelayakan lebih baik dari ukuran yang lain, penggunaan batang magrove sebagai kayu bakar olahan ikan

(27)

asap kering, dan nelayan belum memiliki wadah pengelolaan. Faktor-faktor tersebut dapat dipulihkan melalui suatu proses manajemen yang melibatkan stakeholders dalam bidang perikanan. Dalam proses manajemen, output dikehendaki telah dirumuskan dalam serangkaian kebijakan strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan. Faktor input-output pengembangan perikanan giob di Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan dituangkan dalam Gambar 33.

Gambar 33 Diagram input-output pengembangan perikanan giob di Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan.

7.4 Pembahasan

Perumusan strategi pengembangan usaha perikanan giob menggunakan SWOT, sehingga strategi akan dihasilkan dengan mengkombinasikan dua faktor. Strategi SO merumuskan upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung. Hal ini dapat dilakukan karena banyaknya kekuatan internal dan

(28)

peluang eksternal perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan. Peningkatan jaringan pemasaran lokal dan regional untuk mempermudah pemasaran ikan julung-julung perlu dilakukan agar hasil tangkapan nelayan dapat termanfaatkan dengan baik. Kedua strategi ini bertujuan untuk melakukan ekspansi perikanan giob. Strategi ini perlu mendapat dukungan pemerintah dengan menyediakan sarana ruang pendingin untuk menjaga kulaitas ikan julung-julung segar hingga ke tangan konsumen.

Strategi WO menghasilkan dua rumusan strategi yaitu: melakukan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob yang meliputi penyempurnaan ukuran kapal, mesin dan alat tangkap. Penyuluhan pada nelayan perlu ditingkatkan untuk memperbaiki kondisi internal perikanan giob. Beberapa materi penyuluhan penting lain yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan BBM, jumlah hari melaut yang efektif dan memberikan gambaran tentang pembagian hasil yang saling menguntungkan. Menggalang terbentuknya koperasi nelayan adalah tugas utama yang perlu dilakukan agar pengembagan perikanan giob dengan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung secara berkelanjutan dapat terealisasi.

Strategi ST mengkombinasikan kekuatan internal dan ancaman dari eksternal perikanan giob. Strategi yang dihasilkan yaitu mendorong diterapkannya regulasi pengelolaan sumberdaya ikan secara lestari dan berkelanjutan dan mendirikan stasiun pengisian BBM di Kayoa. Menginformasikan kepada nelayan untuk tidak melakukan penangkapan pada waktu dimana kondisi ikan sedang memijah, akan memberi peluang terjadinya rekruitmen. Hasil penelitian menujukkan bahwa puncak musim pemijahan ikan julung-julung di perairan Kayoa terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Penggunaan mangrove sebagai kayu bakar akan meningkatkan penebangan mangrove di wilayah pesisir. Hasil penlitian ini juga mengungkap bahwa kehadiran julung-julung di perairan Kayoa karena mencari makan, dimana salah satu makanan utama julung-julung adalah serasah. Mendirikan stasiun pengisian BBM di pesisir Kayoa penting dilakukan, agar nelayan tidak menunggu suplai dari para rentenir.

Strategi WT menghasilkan dua rumusan strategi yaitu, penggunaan BBM secara efisien dan merintis resor untuk pengawasan dan pencatatan perikanan giob

(29)

di Kayoa, Halmahera Selatan. Kedua rumusan strategi ini perlu dilakukan agar kegiatan perikanan giob terus bertahan. Penggunaan BBM secara efisien dengan membatasi jumlah hari operasi yang tidak efektif. Merintis resor untuk pengawasan dan pencatatan perikanan giob akan mencegah terjadinya kegiatan-kegiatan destruktif, sehingga keberlanjutan perikanan giob terjaga dan sumberdaya ikan julung-julung akan tetap lestari.

Perbandingan kepentingan kriteria-kriteria dalam upaya pengembangan perikanan giob menunjukkan bahwa sumberdaya ikan lestari merupakan kriteria yang memiliki rasio tertinggi (0,340) pada inconsistency 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan yang dikembangkan diutamakan yang dapat mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan yang ada. Giob sebagai satu-satunya alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan julung-julung, demikian sebaliknya ikan julung-julung ditangkap hanya dengan menggunakan alat tangkap giob, berpeluang mengarah pada kegiatan destruktif. Fakta lapangan menunjukkan bahwa eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung dilakukan sangat intensif yang dibuktikan dengan banyaknya upaya tangkap (trip). Hasil penelitian juga membuktikan bahwa julung-julung tertangkap baik jantan maupun betina sebagian besar matang gonad. Tingkat pemanfaatan sumberdaya julung-julung juga telah melewati batas optimum yaitu sebesar 61%. Akibat yang ditimbulkan adalah hasil tangkapan semakin berkurang. Kondisi ini sebenarnya telah disadari oleh para stakeholders bahwa harus ada upaya mempertahankan eksistensi dari ikan julung-julung.

Perbandingan tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria sumberdaya ikan letari menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,232), pada inconsistency 0,08. Demikian juga pada tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria tersedianya unit penangkapan giob menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,254), pada inconsistency 0,058. Pengembangan perikanan giob sangat tergantung pada keberlanjutan sumberdaya ikan julung-julung, sedangkan kegiatan eksploitasi sumberdaya tersebut sangat dipengaruhi oleh tersedianya unit penangkapan giob. Eksistensi kedua kriteria ini dibatasi oleh kualitas sumberdaya manusia.

(30)

Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat menunjukkan bahwa, sarana dan prasarana memiliki rasio tertinggi (0,297), pada inconsistency 0,08. Pengembangan perikanan giob harus didukung dengan sarana dan prasarana memadai yang tersedia, terutama di pangkalan perikanan giob, seperti pelabuhan, sarana ruang pendingin, sarana pengolahan, sarana transportasi. Sarana-sarana ini sangat membantu dalam mengoptimalkan dan mempertahankan kualitas hasil tangkapan, sehingga nelayan terhindar dari resiko dan beban biaya yang diderita akibat inefisiensi. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi di lokasi, dimana tidak tersedianya sarana-sarana tersebut.

Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria pendapatan asli daerah meningkat menunjukkan bahwa, potensi sumberdaya ikan memiliki rasio tertinggi (0,325), padainconsistency0,06. Hal ini disebabkan karena sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor unggulan di daerah ini, dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Keberadaan kondisi sumberdaya perikanan tangkap wailayah ini, secara singkat dapat dikatakan bahwa Kayoa, Halmahera Selatan merupakan wilayah kepulauan dan memiliki luas lautan yang sangat besar (78%), dimana didalamnya terkandung potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar. Pengembangan sumberdaya perikanan ini mempunyai prospek yang menguntungkan di masa yang akan datang baik untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat maupun berkontribusi terhadap perekonomian daerah.

Strategi pengembangan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan meliputi empat prioritas strategi yaitu: 1) pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,241, 2) pelatihan terhadap nelayan perikanan giob dengan rasio kepentingan 0,226, 3) inovasi teknologi alat tangkap giob dengan rasio kepentingan 0,222, 4) kerjasama untuk membentuk wadah pengelaolaan dengan rasio kepentingan 0,180, 5) optimasi tangkapan ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,132. Sumberdaya ikan julung-julung diduga telah mengalami penurunan karena dieksploitasi secara intensif. Penurunan potensi julung-julung akan berdampak pada keberlanjutan perikanan giob.

(31)

7.5 Kesimpulan

1) Faktor internal memiliki nilai 2,67 yang berarti secara internal perikanan giob masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Kayoa, Halmahera Selatan, sedangkan faktor eksternal menunjukkan nilai 2,32, yang menggambarkan bahwa secara eksternal perikanan giob memiliki peluang yang hampir berimbang dengan ancaman.

2) Urutan priorotas strategi pengembangan perikanan giob adalah: (1) pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,241, (2) pelatihan terhadap nelayan perikanan giob dengan rasio kepentingan 0,226, (3) inovasi teknologi alat tangkap giob dengan rasio kepentingan 0,222, (4) kerjasama untuk membentuk wadah pengelolaan dengan rasio kepentingan 0,180, dan (5) optimasi tangkapan ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,132.

Gambar

Tabel 33 Matrik internal-eksternal
Tabel 35 Skala banding berpasangan Tingkat
Tabel 36 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan kondisi perikanan tangkap dan perikanan giob di Kayoa Halmahera Selatan
Tabel 37 Identifikasi faktor internal dan eksternal berdasarkan aspek bioekologi ikan  julung-julung  yang  tertangkap  dengan giob di  Kayoa  Halmahera Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis Kajian Pengembangan Tambak Udang Intensif Dalam Rangka Pemanfaatan Lahan Pesisir Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo - Jawa Timur) Nama Mahasiswa

Judul Tesis Kajian Pengembangan Tambak Udang Intensif Dalam Rangka Pemanfaatan Lahan Pesisir Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo - Jawa Timur) Nama Mahasiswa

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Rajungan ( Portunus pelagicus ) untuk Pemanfaatan Berkelanjutan, Kasus: Teluk Bone, Kabupaten

Focus dalam penelitian ini adalah evaluasi terhadap implementasi program pengembangan kawasan minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan yang meliputi; profil,

Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan

penelitian menunjukkan bahwa; 1) Perencanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan secara berkelanjutan dan disesuaikan kebutuhan guru. Pengembangan keprofesian

Strategi peningkatan produktifitas perikanan tangkap skala kecil yang berkelanjutan dalam meningkatkan ekonomi nelayan di Kabupaten Aceh Barat adalah dengan

Pengembangan Kawasan Minapolitan Berkelanjutan Berbasis Pada Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar di Kabupaten Magelang berlokasi di tiga kecamatan.. seperti