• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat Keputusan. DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat Keputusan. DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1  

Dini Ramadhani Putri, Evony Violita Silvino

Program Studi S1 Reguler Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kriteria, fungsi, dan tugas yang seharusnya dilakukan dewan pengawas syariah pada PT. Bank XYZ. Analisis dilakukan berdasarkan Surat Keputusan DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pihak PT. Bank XYZ dan DSN-MUI. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa dalam melakukan pengawasan terhadap praktik syariah, DPS dibantu oleh Departemen Sharia Compliance dan auditor syariah sebagai perpanjangan tangannya di PT. Bank XYZ. Secara umum peran dewan pengawas syariah pada Bank XYZ telah sesuai dengan Surat Keputusan DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia. Namun, kualitas dari pelaksanaan peran tersebut masih kurang.

Kata Kunci: Dewan Pengawas Syariah, Surat Keputusan DSN-MUI, Peraturan Bank Indonesia.

Abstract

This study aimed to analyze the implementation of the criteria, functions, and duties that should be performed by the Sharia Supervisory Board of PT. Bank XYZ. Analysis was conducted by DSN-MUI Decree and Bank Indonesia’s Regulation. Research method used in this study is interview with PT. Bank XYZ and DSN-MUI. The analysis shows that in controlling the implementation of sharia practices, the Sharia Supervisory Board assisted by Sharia Compliance Department and Sharia auditor as their liason officers at PT. Bank XYZ. In general, the role of Sharia Supervisory Board of PT. Bank XYZ is already in accordance with DSN-MUI Decree and Bank Indonesia’s Regulation. However, the quality of the implementation is still lacking.

Key Word: Sharia Supervisory Board, DSN-MUI Decree No. 02 of 2000, Bank Indonesia’s Regulation.

(2)

Pendahuluan

Berdasarkan laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2012, kinerja perekonomian domestik yang tetap kondusif di tengah meningkatnya gejolak perekonomian dunia, juga berdampak positif terhadap perkembangan perbankan syariah. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor pendorong. Secara sederhana, faktor-faktor itu dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah penyebab yang datang dari luar negeri, berupa perkembangan ekonomi syariah di negara-negara lain, baik yang berpenduduk mayoritas muslim maupun tidak. Negara-negara tersebut telah mengembangkan ekonomi syariah setelah timbulnya kesadaran tentang perlunya identitas baru dalam perekonomian mereka. Kesadaran ini kemudian mewabah ke negara-negara lain dan akhirnya sampai ke Indonesia. Sedangkan faktor internal antara lain adalah kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Fakta ini menimbulkan kesadaran di sebagian cendekiawan dan praktisi ekonomi tentang perlunya suatu ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang dijalankan oleh masyarakat muslim di Indonesia. Meningkatnya keberagaman masyarakat juga menjadi faktor pendorong berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia. Munculnya kelas menengah muslim perkotaan yang terdidik dan religius membawa semangat dan harapan baru bagi industri keuangan syariah. Mereka mempunyai kesadaran bahwa agama bukan sekedar shalat, puasa, dan ibadah-ibadah wajib lainnya saja. Namun, agama harus diterapkan secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam berekonomi. Faktor berikutnya adalah pengalaman bahwa sistem keuangan syariah cukup kuat menghadapi krisis moneter tahun 1997-1998. Bank syariah dapat berdiri kokoh ketika krisis itu menerpa dan merontokkan industri keuangan di Indonesia (Nuruddin, 2009).

Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah yang begitu cepat di Indonesia, satu hal yang perlu diperhatikan adalah aspek Good Corporate Governance

(GCG) di bank syariah yang dapat mencegah terjadinya risiko yang tidak diinginkan. GCG juga meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholders, dan meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dan perundang-undangan yang berlaku. Menurut OECD (2004), GCG adalah tata kelola perusahaan sebagai salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor yang melibatkan serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris,

(3)

pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dan juga menyediakan struktur melalui tujuan perusahaan, sarana mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan memantau kinerja.

Pentingnya penerapan GCG yang baik ditekankan juga oleh Umer Chapra dalam bukunya Corporate Governance for Islamic Banking. Dalam buku ini dijelaskan bahwa

corporate governance yang efektif dibutuhkan oleh perbankan syariah untuk menjaga kestabilan keuangan dan menghindari risiko tambahan dari diberlakukannya konsep risk sharing. Perbankan syariah penting untuk menaruh perhatian pada semua aspek corporate governance terlebih berdasarkan survei empiris, aspek ini masih sangat lemah di negara-negara muslim. (Chapra, 2008)

GCG dalam hal untuk meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah harus merujuk pada fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai lembaga yang berwenang merumuskan standar dan fatwa bank syariah. Untuk mendukung kepatuhan terhadap prinsip syariah ini pula, Bank Indonesia menerbitkan peraturan baru pada tanggal 7 Desember 2009 yakni PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pemenuhan prinsip syariah (shariah compliance) pada industri perbankan syariah tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengelolaan kegiatan usaha BUS dan UUS.

Salah satu perbedaan yang mendasar antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah kewajiban memposisikan DPS pada perbankan syariah. DPS merupakan unit yang hanya dimiliki oleh perusahaan/organisasi yang dijalankan sesuai syariah Islam. Laporan DPS digunakan untuk meyakinkan bahwa operasi dan transaksi bisnis lembaga keuangan itu dilaksanakan sesuai dengan aturan dan prinsip syariah Islam. DPS adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam.

Dalam Surat Keputusan (SK) DSN-MUI No. 02 Tahun 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI, disebutkan bahwa tugas pokok DPS mencakup, antara lain memberikan nasihat dan saran kepada direksi, melakukan pengawasan dalam pelaksanaan fatwa DSN, serta sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran perkembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dari DSN.

Idat (2003) dalam Prasetyoningrum (2004) menyatakan bahwa terjadi penurunan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip syariah. Berdasarkan survei dan penelitian mengenai

(4)

preferensi masyarakat yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi ditemukan adanya keraguan masyarakat terhadap kepatuhan syariah oleh bank syariah. Komplain yang sering muncul adalah aspek pemenuhan syariah (shariah compliance). Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik perbankan syariah selama ini belum sepenuhnya sesuai dengan syariah. Masih terdapat adanya penyimpangan terhadap aspek pemenuhan prinsip syariah. Salah satunya dikarenakan pengawasan DPS yang belum optimal. Masih banyak perbankan syariah yang belum memanfaatkan secara maksimal peran DPS di lembaganya.

Adanya kasus penyimpangan terhadap prinsip syariah oleh perbankan syariah menimbulkan pertanyaan tentang peranan DPS pada perbankan syariah tersebut. Lebih jauh, Agustianto (2008) menjelaskan bahwa jika peran DPS tidak optimal dalam melakukan pengawasan terhadap praktik syariah yang berakibat pada pelanggaran syariah compliance, maka citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat akan menjadi negatif. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah sehingga diperlukan adanya optimalisasi peran DPS agar bisa memastikan sistem operasional dan seluruh produk di bank syariah dijalankan sesuai syariah. Untuk meningkatkan peran DPS tersebut, peneliti merasa diperlukan adanya observasi lebih dalam mengenai “Analisis Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat Keputusan DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT. Bank XYZ)”.

Tinjauan Pustaka

Menurut Usman (2002), Bank Islam atau Bank Syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam sebagaimana yang diatur dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Bank Islam diperkenankan untuk mengeluarkan produk, jasa dan kegiatan usaha perbankan yang baru, dimana sebelumnya belum atau tidak dikenal pada zaman Rasulullah, asalkan hal itu tidak bertentangan atau selaras dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran maupun Al-Hadits.

Berdasarkan Undang-undang Perbankan yang diubah, yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, maka pengawasan terhadap bank syariah dilakukan secara rangkap, berupa pengawasan umum dan khusus. Pengawasan umum terhadap bank

(5)

syariah dilakukan oleh Bank Indonesia, sama seperti bank konvensional pada umumnya. Bank Indonesia bertindak mengawasi bank syariah selaku pemegang otoritas pembina dan pengawas bank. Di samping itu, secara internal bank syariah diawasi pula oleh Dewan Komisaris, Dewan Pengawas, atau Pengawas Bank yang bersangkutan.

Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. (Muhammad, 2004)

Otoritas syariah tertinggi di Indonesia adalah DSN yang merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan semua masalah syariah agama Islam. Tugas DSN di bidang keuangan dan perbankan pada prinsipnya tidak berbeda dengan tugas NSAC Malaysia yang merupakan satu-satunya badan otoritas yang memberikan saran kepada institusi terkait (Bank Indonesia, Departemen Keuangan, atau Bapepam) berkaitan dengan operasi perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya, mengoordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan perbankan syariah, dan menganalisis juga mengevaluasi aspek-aspek syariah dari skim atau produk baru yang diajukan oleh institusi perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya. (Ascarya, 2007)

DPS adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam (Antonio, 1999). Adapun Sula (2004) menjelaskan bahwa DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar sesuai dengan syariah Islam. DPS bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. DPS ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut. DPS juga bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.

Menurut Surat Keputusan DSN MUI No. 02 Tahun 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga DSN MUI, tugas dan fungsi pokok DPS adalah memberikan nasihat dan saran kepada

(6)

direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah, melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN, serta memberikan pengarahan/ pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syariah, juga sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN. DPS berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga keuangan syariah. Setiap calon anggota DPS dipilih dari para ulama, praktisi dan pakar di bidang perbankan syariah yang berdomisili dan tidak berjauhan dengan lokasi lembaga keuangan syariah yang bersangkutan. Calon DPS dapat diajukan oleh lembaga keuangan syariah bersangkutan, sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu berusaha mendapatkan informasi yang selengkap dan seakurat mungkin mengenai peran dewan pengawas syariah berdasarkan Surat Keputusan DSN-MUI dan peraturan Bank Indonesia. Informasi digali lewat wawancara mendalam terhadap informan, yakni tiga orang personil yang masing-masing berada pada bagian sharia compliance, audit, dan sebagai salah satu perwakilan DSN-MUI.

Peneliti menggunakan wawancara terstruktur dengan menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang akan diajukan sebagai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan tiga kali dengan narasumber berbeda yang berwenang dan kompeten di bidangnya. Peneliti mewawancarai bagian Sharia Compliance dan Audit Syariah di Bank XYZ dikarenakan kedua bagian tersebut merupakan pelaksana harian dari tugas DPS. Sedangkan untuk perwakilan DSN-MUI, peneliti merasa perlu melakukan wawancara dikarenakan DPS merupakan perpanjangan tangan dalam hal pengawasan DSN-MUI terhadap bank-bank syariah.

Analisis dan Pembahasan

Dalam Surat Edaran No. 12/13/DPbS perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah disebutkan bahwa bank menugaskan paling kurang satu orang pegawai untuk mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah. Hal ini menjadi landasan bagi perbankan syariah

(7)

di Indonesia untuk membentuk sebuah divisi yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan DPS. Divisi ini nantinya akan melaksanakan tugas harian DPS yang tidak mungkin dilakukan sendiri oleh DPS.

Perpanjangan tangan dari DPS pada Bank XYZ diemban oleh dua bagian yakni Departemen Sharia Compliance dan Auditor Syariah. Departemen Sharia Compliance berada di bawah Divisi Compliance. Sedangkan Auditor Syariah berada di bawah Divisi Audit Internal. Keduanya mengemban tugas sebagai pelaksana harian DPS dimana Departemen

Sharia Compliance lebih kepada pelaksanaan kepatuhan sebelum atau biasa disebut dengan audit ex-ante, sedangkan auditor syariah lebih kepada pelaksanaan kepatuhan sesudah atau audit ex-post. Departemen Sharia Compliance berfungsi untuk memberikan saran, arahan, dan masukan sedangkan auditor syariah berfungsi untuk memastikan apakah sudah terlaksana atau belum.

Pengawasan yang dilakukan oleh Departemen Sharia Compliance maupun auditor syariah sebagai perpanjangan tangan DPS mencakup review atas seluruh kegiatan bank yang berhubungan dengan pemenuhan syariah, baik itu operasional, pembiayaan, produk, dan lain-lain. DPS tidak melakukan review secara langsung karena tugas me-review diwenangkan kepada Departemen Sharia Compliance dan auditor syariah sebagai perpanjangan tangannya. Dalam melakukan review, Departemen Sharia Compliance dan auditor syariah menilai kesesuaian dengan fatwa DSN, fatwa MUI, dan kajian fiqih secara umum. Dan hal tersebut akan diungkapkan pada laporan hasil pengawasan kepada DPS.

DPS Bank XYZ dalam menjalankan tugasnya selain menerima laporan juga melakukan pengawasan langsung ke cabang. Biasanya dalam satu tahun DPS akan mendatangi sekitar 5 cabang dengan masing-masing cabang sekitar 2-3 hari. Biasanya DPS yang sering melakukan pengawasan langsung adalah DPS B. Saat turun langsung ke lapangan. DPS didampingi dengan para auditor internal yang telah sampai terlebih dahulu di TKP untuk menyiapkan hal-hal yang diperlukan terkait proses pemeriksaan DPS. Disini, DPS akan melakukan semacam diskusi menanyakan kepada cabang terkait apakah ada permasalahan atau kendala di dalam penerapan syariah atau tidak. DPS juga bertindak sebagai motivator yakni memberikan dukungan kepada para karyawan di cabang untuk menerapkan syariah dengan sebaik-baiknya.

(8)

Laporan hasil pengawasan dari Departemen Sharia Compliance dan auditor syariah akan diberikan kepada DPS setiap dua bulan sekali. Selanjutnnya akan diadakan rapat untuk membahas hasil pengawasan dari kedua perpanjangan tangan DPS ini. DPS akan membuat laporan hasil pengawasan yang merupakan gabungan dari hasil pengawasan Departemen

Sharia Compliance dan auditor syariah setiap enam bulan sekali kepada BI dan DSN-MUI.

Salah satu tugas DPS yang terdapat pada SK DSN MUI No. 02 Tahun 2000 dan PBI No.11/33/PBI/2009 adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah. DPS Bank XYZ akan menegur direksi dan pimpinan kantor cabang Bank XYZ jika diketahui ada hal-hal yang melanggar aturan syariah. DPS Bank XYZ memberikan masukan dan saran kepada pimpinan dan karyawan di cabang saat melakukan pengawasan langsung ke cabang Bank XYZ sekitar lima kali dalam setahun.

Berdasarkan hasil analisis, poin ini telah sesuai secara umum namun dengan catatan yakni tidak ada jadwal rutin sebagai bentuk preventif dimana DPS Bank XYZ memberikan masukan atau saran kepada direksi Bank XYZ terkait aspek syariah. DPS Bank XYZ dalam hal memberikan nasihat dan saran kepada direksi diharapkan tidak hanya pada saat adanya pelanggaran yang terjadi, namun juga dengan tindakan preventif yang rutin sebagai bentuk pengingat dan pencegahan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap aspek syariah. Bisa saja dengan mengadakan rapat rutin yang membahas mengenai hal ini ataupun DPS turut hadir dalam rapat direksi dengan memberikan arahan-arahan terkait pemenuhan aspek syariah Bank XYZ.

DPS juga mengemban tugas untuk melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN. DPS Bank XYZ melakukan pengawasan secara aktif dengan turun langsung ke cabang Bank XYZ sekitar lima kali dalam setahun. Pengawasan Bank XYZ dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ dengan melakukan audit setiap akhir bulan. Audit dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang tidak sesuai dengan aspek syariah baik menyangkut produk ataupun kegiatan operasional Bank XYZ secara keseluruhan, termasuk aspek penampilan karyawan Bank XYZ. Hal ini sesuai secara umum namun dengan catatan bahwa berdasarkan PSA No. 26 disebutkan bahwa unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat diharapkan mewakili populasi. Dalam hal ini DPS hanya turun ke cabang sekitar 5 kali dalam setahun. Lima

(9)

cabang dari 78 cabang induk yang dimiliki oleh Bank XYZ belum mencukupi mewakili populasi. Di sisi lain walaupun Bank XYZ telah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan fatwa DSN, namun dengan keterbatasan jumlah auditor syariah yang hanya terdiri dari 1 orang maka kualitas pengawasan yang dilakukan Bank XYZ masih dipertanyakan. Bank XYZ memiliki 78 cabang induk yang setiap tahunnya harus diaudit. Hanya sekitar 30-40 cabang yang mampu diaudit oleh auditor syariah. Selebihnya diaudit oleh auditor area masing-masing yang memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai syariah. Audit yang dilakukan oleh auditor syariah pun dilakukan hanya sekitar satu minggu per cabang. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika Bank XYZ memenuhi kebutuhan SDM untuk auditor syariah yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam melakukan audit syariah dan mampu melakukan audit syariah dengan baik di keseluruhan cabang induk Bank XYZ.

Tugas DPS selanjutnya adalah memberikan pengarahan/ pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syariah. Pada Bank XYZ, pengarahan dilakukan oleh Departemen Sharia Compliance dengan membuka layanan semacam help desk bagi internal Bank XYZ yang ingin bertanya dan membutuhkan bimbingan dalam hal penerapan syariah. Pengarahan ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan aspek syariah baik itu menyangkut kegiatan operasional Bank XYZ maupun dalam hal produk. Namun, walaupun Bank XYZ telah melakukan aktivitas pengarahan terhadap produk/jasa dan kegiatan usahanya, namun pengarahan hanya dilakukan pada internal Bank XYZ yang ingin bertanya kepada Departemen Sharia Compliance. Pengarahan yang dilakukan Bank XYZ dinilai masih kurang. Terkadang tidak semua pihak internal mau bertanya untuk setiap kegiatan bank. Selain itu, Departemen Sharia Compliance hanya terdiri dari 4 orang dimana keempat orang ini bertugas untuk melakukan pengarahan ke seluruh cabang Bank XYZ. Keterbatasan SDM juga membuat kualitas dari pengarahan yang dilakukan Bank XYZ masih belum mencukupi. Sehingga mengakibatkan banyaknya celah dari seluruh kegiatan Bank XYZ yang dapat menimbulkan penyimpangan syariah tanpa diketahui oleh Departemen Sharia Compliance, Auditor Syariah, maupun DPS.

Pada Bank XYZ, Departemen Sharia Compliance bertindak sebagai mediator antara DPS Bank XYZ dan DSN-MUI. Hal ini tidak sesuai dengan aturan di SK DSN MUI No.02 Tahun 2000 dan PBI No. 11/33/2009 dimana disebutkan DPS seharusnya sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan

(10)

fatwa dari DSN.Disini, diasumsikan bahwa Departemen Sharia Compliance merupakan bagian dari Bank XYZ. Oleh karena itu, dibutuhkan DPS sebagai perantara antara bank dengan DSN. Hal ini akan mendorong DPS agar bisa lebih aktif dalam menjalankan tugasnya mengawasi implementasi kepatuhan syariah di bank. Walaupun hal ini tidak sesuai, namun disisi lain hal ini dinilai lebih meningkatkan objektivitas dari DPS dibandingkan DPS harus turun langsung ke DSN. Karena kebanyakan anggota DSN merupakan anggota DPS juga. Dalam menjalankan funsinya, DPS diharuskan mengikuti fatwa DSN. Berdasarkan hasil analisis, fatwa DSN menjadi pedoman DPS, Departemen Sharia Compliance, dan auditor syariah Bank XYZ dalam melakukan tugasnya. DSN akan mengecek kesesuaian fatwa DSN yang diimplementasikan melalui laporan DPS Bank XYZ yang dikirimkan setiap semester bersamaan dengan laporan ke BI. Namun, DPS Bank XYZ merupakan anggota DSN. Salah seorang DPS Bank XYZ bahkan menjabat posisi penting di DSN. Sehingga, independensi dari DPS Bank XYZ dipertanyakan. Hal ini dikarenakan ketika laporan disampaikan ke DSN, laporan tersebut akan diperiksa oleh DPS Bank XYZ juga sebagai anggota DSN. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 01 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, dalam Lampiran II menyebutkan: Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Sedangkan dalam buku Arens (2009) disebutkan bahwa auditing harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang independen dan kompeten.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, DPS juga diwajibkan melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Hal ini telah sesuai tanpa catatan dikarenakan DPS Bank XYZ melakukan pelaporan ke DSN pada saat pelaporan ke BI. Sehingga DPS Bank XYZ mengirimkan laporan ke DSN setiap enam bulan sekali. Adapun laporan yang dikirimkan ke DSN merupakan laporan yang sama yang dikirimkan ke BI juga.

Dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 disebutkan bahwa Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. Bank XYZ menjadikan prinsip GCG menjadi salah satu pedoman dalam melaksanakan tugas. Prinsip GCG adalah transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Aspek transparansi dapat dilihat dari terbukanya DPS Bank XYZ dalam menyampaikan

(11)

kepada direksi ataupun pimpinan cabang atas aspek yang dinilai belum sesuai dengan syariah. Aspek akuntabilitas dapat dilihat dari jelasnya pembagian tugas dan fungsi antara DPS, Departemen Sharia Compliance, dan juga auditor syariah Bank XYZ dalam melaksanakan tugas. DPS sebagai supervisi dari Departemen Sharia Compliance dan auditor syariah. Departemen Sharia Compliance bertindak sebagai audit ex-ante dan auditor syariah bertindak sebagai audit ex-post. Aspek pertanggungjawaban dapat dilihat dari DPS Bank XYZ mengikuti peraturan yang berlaku salah satunya dengan mengirimkan pelaporan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban dari BI dalam hal pertanggungjawaban. Profesional dapat dilihat pada struktur organisasi Bank XYZ dimana DPS Bank XYZ ditempatkan secara independen agar mampu bertindak objektif. Dan terakhir, aspek kewajaran dapat dilihat dari proses audit yang dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ terhadap nasabah dengan kriteria yang jelas tanpa membeda-bedakan. Hal ini sesuai secara umum namun tidak ada tolak ukur yang jelas apakah pemenuhan prinsip GCG telah dilakukan oleh DPS Bank XYZ di setiap pelaksanaan tugasnya. Sehingga mungkin saja hanya sedikit dari pelaksanaan tugas DPS yang sesuai dengan prinsip GCG. Kesesuaian diatas hanya dilihat dari ada atau tidaknya minimal satu peran DPS yang dapat mewakili masing-masing prinsip GCG.

DPS memiliki kewajiban melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana Bank, penyaluran dana Bank, dan pelayanan jasa Bank. Berdasarkan hasil analisis, review atas penghimpunan dana Bank XYZ dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ dibantu oleh auditor area Bank XYZ. Review yang dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ seperti memeriksa apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan wadiah dan atau mudharabah telah dilakukan, memeriksa apakah pengisian formulir aplikasi penitipan telah dilakukan secara lengkap sebagai salah satu persyaratan ijab qabul, dan lain-lain. Review

atas penyaluran dana Bank XYZ dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ dibantu oleh auditor area Bank XYZ. Review yang dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ seperti memeriksa apakah nasabah memiliki bagian modal dalam musyarakah, memeriksa bukti-bukti penggunaan dana murabahah, dan lain-lain. Review atas pelayanan jasa Bank XYZ dilakukan oleh auditor syariah Bank XYZ dibantu oleh auditor area Bank XYZ. Review mencakup seluruh jasa yang ditawarkan oleh Bank XYZ seperti umroh, pergi haji, dan lain-lain. Secara umum, walaupun Bank XYZ telah melaksanakan review atas kesesuaian mekanisme penghimpunan dana. Penyaluran dana, dan pelayanan jasa dengan prinsip syariah, namun

(12)

dengan keterbatasan jumlah auditor syariah yang hanya terdiri dari 1 orang maka kualitas hasil review yang dilakukan Bank XYZ masih dipertanyakan. Bank XYZ memiliki 78 cabang induk yang setiap tahunnya harus di-review mekanisme penghimpunan dananya melalui audit. Hanya sekitar 30-40 cabang yang mampu di-review dan diaudit oleh auditor syariah. Selebihnya di-review dan diaudit oleh auditor area masing-masing yang memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai syariah. Seperti hal yang telah ditekankan sebelumnya, alangkah baiknya jika Bank XYZ menaruh perhatian lebih atas aspek syariah dengann memenuhi kebutuhan SDM untuk auditor syariah yang memiliki pengetahuan yang cukup dan mampu melakukan audit syariah dengan baik di keseluruhan cabang induk Bank XYZ.

Berdasarkan kesimpulan dari hasil analisis diatas, terlihat walaupun DPS Bank XYZ menjalankan hampir seluruh tugasnya, namun kualitas dari pelaksanaan tugas tersebut masih kurang. Bank XYZ mengalami keterbatasan SDM sebagai DPS, auditor syariah, dan Sharia Compliance. Saat ini Bank XYZ memiliki tiga orang DPS yang berumur diatas 60 tahun dan merupakan para tokoh di Indonesia. Ketiga DPS ini memiliki jadwal yang begitu padat dengan terbatasnya kesehatan yang dimiliki. Bank XYZ juga hanya memiliki satu auditor syariah dan empat orang di bagian Sharia Compliance. DPS, Departemen Sharia Compliance, beserta auditor syariah memiliki tugas dan kewajiban yang besar yang harus menjalankan pengawasan aspek syariah di Bank XYZ beserta cabang-cabangnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Adapun dalam hal regulasi, peraturan di Indonesia terkhusus untuk SK DSN-MUI belum memiliki pengukuran yang jelas untuk menilai dan memastikan apakah peran DPS telah sesuai atau belum dengan ketentuan yang dimaksud. Terbatasnya SDM dan regulasi yang belum memadai mendorong kualitas implementasi dari peran DPS di Bank XYZ masih kurang.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah diterbitkan dengan mengacu kepada SK DSN yang diterbitkan oleh DSN-MUI. Untuk itu, PBI No. 11/33/PBI/2009 dan SK DSN-MUI memiliki sasaran dan tujuan yang sama yakni menjadi pedoman bagi perbankan syariah di Indonesia untuk menjalankan operasi bisnisnya sesuai dengan prinsip syariah dan membantu perbankan syariah di Indonesia untuk mampu bersaing dengan perbankan secara keseluruhan. PBI ini mengatur hal-hal yang lebih detail dibandingkan dengan SK DSN-MUI, namun masih tetap sulit untuk ditentukan tolak ukurnya. Untuk itu, dibutuhkan regulasi lagi di Indonesia yang memiliki pengukuran yang jelas dan terarah. Regulasi ini kemudian dapat

(13)

dijadikan acuan dan pedoman bagi perbankan syariah di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Isu terkini yang muncul mengenai DPS adalah terkait kualifikasi DPS. Salah satu saran yang muncul adalah diadakannya sertifikasi DPS. Tujuan diadakannya sertifikasi DPS ini adalah untuk meningkatkan kualitas anggota DPS sebagai penasihat syariah yang mumpuni. Di Indonesia terdapat tiga level sertifikasi (Adiwarman, 2013), yakni:

1. Level Basic (Pengenalan industri, sesuai jenis industrinya)

2. Level Intermediate (Pengawas syariah)

3. Level Advance (Metode penyusunan opini syariah DPS)

Kebanyakan DPS di Indonesia hanya berada pada sertifikasi di Level Basic. Untuk memiliki kualifikasi sebagai DPS yang handal di bidangnya, maka alangkah baiknya jika DPS memenuhi ketiga level sertifikasi. Diharapkan dengan mengikuti ketiga level sertifikasi, DPS dapat menerapkan pengawasan dengan lebih baik.

Begitu halnya pula dengan ketiga DPS Bank XYZ. Untuk dapat menciptakan pengawasan terhadap aspek syariah di Bank XYZ. ketiga DPS diharpakan dapat segera mengikuti ketiga level sertifikasi yang diadakan oleh DSN tersebut. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan syariah di Bank XYZ.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan SK DSN-MUI No. 02 Tahun 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, terlihat bahwa DPS Bank XYZ telah menjalankan fungsi, tugas, dan kriteria dengan baik dan sesuai, disamping ada beberapa hal yang masih belum terpenuhi.

Bank XYZ mengalami kekurangan SDM untuk melakukan pengawasan terkait aspek syariah perusahaan. Dalam melakukan audit syariah, auditor syariah dibantu oleh auditor area yang masih minim pengetahuan mengenai syariah. Kekurangan SDM juga dialami oleh Departemen Sharia Compliance.

(14)

Bank XYZ memiliki auditor syariah yang merupakan auditor internal dan auditor eksternal yang melakukan audit terhadap aspek syariah. Auditor syariah terletak di bawah naungan audit internal. Sedangkan auditor syariah memiliki tanggung jawab juga kepada DPS. Oleh karena itu, seharusnya auditor syariah secara struktur harus berada di bawah supervisi DPS. Alternatif lainnya adalah DSN dapat mendirikan lembaga auditor syariah sebagai auditor eksternal yang terletak di bawah DSN MUI. Auditor syariah ini kemudian melakukan audit secara independen terhadap perbankan syariah di Indonesia.

Di Indonesia, peraturan yang mengatur mengenai tugas dan fungsi DPS dinilai masih kurang dalam aspek pengukuran yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai dan menentukan apakah pelaksanaan tugas sudah terpenuhi atau belum. Oleh karena itu, pihak regulator diharapkan dapat menerbitkan atau mengubah peraturan terkait peran DPS sehingga lebih detail dan memiliki pengukuran yang jelas agar dapat menjadi petunjuk teknis dari pelaksanaan tugas dan kewajiban DPS di perbankan syariah.

Independensi DPS masih dipertanyakan dikarenakan DPS merupakan anggota DSN juga. Dalam melaksanakan tugasnya diharapkan DPS memiliki independensi yang dapat meningkatkan Good Corporate Governance perusahaan. Adapun untuk meningkatkan kualitas DPS di perbankan syariah, dapat dilakukan dengan mengadakan sertifikasi DPS hingga level akhir untuk keseluruhan DPS yang ada di Indonesia sehingga bisa mewujudkan pengawasan terhadap aspek syariah di perbankan syariah yang lebih baik.

Daftar Referensi

Agustianto, M. (2008). Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah (2). Artikel dipublikasikan melalui situs http://agustianto.niriah.com/2008/04/25

/optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-2/ (06 Desember 2009)

Antonio, S., & Perwataatmadja, K. (1999). Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta:Dana Bhakti Prima Yasa.

Ascarya. (2007). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta:RajaGrafindo Persada.

Bank Indonesia. (1999). Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

(15)

Bank Indonesia. (2006). Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Bank Indonesia. (2009). Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Bank Indonesia. (2012). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah.

Chapra, U., & Ahmed, H. (2002). Corporate Governance in Islamic Financial Institutions. Jeddah:Islamic Research and Training Institute (IRTI).

Chapra, U., & Khan, T. (2008). Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah. Jakarta:Bumi Aksara.

Departemen Agama. Al Qur’an dan Terjemah. (2002). Depok: Al Huda Kelompok Gema Insani.

DSN MUI. (2000). Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

Muhammad. (2004). Manajemen Dana Syariah. Jogjakarta:Ekonisia.

Nuruddin, A. (2009). Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia dan Kontribusinya bagi Pembangunan Nasional. Artikel dipublikasikan melalui situs

http://ekonomiprofetik.wordpress.com/2009/03/24/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indonesia-dan kontribusinya-bagi-pembangunan-nasional/ (24 Maret 2009)

OECD. (2004). OECD Principle for Corporate Governance. Paris: Organization for Economic Co-operation and Development.

Prasetyoningrum, A. (2009). Analisis Pengaruh Independensi dan Profesionalisme Dewan Pengawas Syariah Terhadap Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Jawa Tengah. Karya ilmiah dapat diunduh pada http://jurnal.widyamanggala.ac.id/index.php/asetwm/

article/download/29/24

Usman, R. (2002). Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Selama lebih dari 2.000 tahun jintan hitam, tanaman dari keluarga Ranunculaceae (buttercup), secara tradisional telah digunakan oleh berbagai budaya diseluruh dunia

Apakah bapak /ibu guru memberikan contoh di lingkungan sekitar atau hanya dalam buku saja??. Jawab: kadang di lingkungan juga diberikan

IMPLEMENTASI ALGORITMA ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER PADA KAMUS SISTEM BAHASA ISYARAT

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang meliputi analisis internal dan eksternal (IFE dan EFE Matriks), analisis SWOT dan analisis

Tujuan dari penelitian ini adalah :Untuk mengetahui pengaruh pola curah hujan terhadap produktivitas padi di Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal..

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah : Variabel yang digunakan ukuran perusahaan, struktur modal, dan price earning ratio yang

[r]

Dalam hal ini, akan diperbandingkan antara ajaran yang dinamai Jatisunda ( Sunda Wiwitan ) yang dijadikan pedoman hidup orang Sunda masa pra-Islam dengan ajaran agama