• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan. Pada 2015 setidaknya ada dua momentum penting yang berkaitan dengan pembangunan lingkungan. Pertama, awal tahun 2015 merupakan titik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendahuluan. Pada 2015 setidaknya ada dua momentum penting yang berkaitan dengan pembangunan lingkungan. Pertama, awal tahun 2015 merupakan titik"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Saat ini Indonesia tengah serius melakukan agenda pembangunan berwawasan lingkung-an. Wacana pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) akan diterapkan setelah pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Banjir, krisis air bersih, kelangkaan energi dan bahan bakar, serta sampah adalah beberapa per-soalan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia. Hubungan antara manusia dengan lingkungan yang tidak seimbang ditengarai sebagai salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Untuk mengatasinya, tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah sebagai regulator maupun implementator, tetapi lebih penting adalah pelibatan masyarakat. Intervensi melalui berbagai media persuasif dan promosi lingkungan, pendi-dikan lingkungan, dan program-program pemberdayaan akan mampu menumbuhkan

ke-sadaran dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.

Pendahuluan

Pada 2015 setidaknya ada dua momentum penting yang berkaitan dengan pembangunan lingkung- an. Pertama, awal tahun 2015 merupakan titik akhir pelaksanaan tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang salah satu indikatornya adalah memas-tikan kelestarian lingkungan hidup. Menurut laporan monitoring dunia (World Bank, 2013), persoalan lingkungan, khususnya terkait sanitasi dan akses air bersih, masih ditemukan di sebagian besar nega-ra-negara miskin. Padahal target separuh penduduk dengan akses air bersih dan sanitasi harus tercapai tahun 2015.

Indonesia sebagai salah satu negara yang turut menandatangani tujuan pembangunan milenium juga harus mewujudkan cita-cita tersebut. Sayang- nya, persoalan lingkungan di Indonesia juga tidak ka-lah dengan negara-negara miskin di Asia-Afrika. Da-lam konteks air bersih misalnya, sekitar tujuh persen penduduk Indonesia (21 juta) belum memiliki akses sanitasi dan air minum yang baik.

Dengan berakhirnya MDGs yang telah diperbarui menjadi Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu indikator seperti tercantum dalam tujuan

(2)

SDGs yang ke-15 adalah melindungi, memulihkan, dan mempromosikan secara berkelanjutan pemanfaatan ekosistem darat, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, memerangi terjadinya perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan memperbaiki proses degradasi lahan, serta menghentikan hilangnya keanekara- gaman hayati. Berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara, diketahui rasio kawasan tertutup pepohonan dengan luas daratan tahun 1990 sebesar 59,97 persen dan tahun 2010 menjadi 52,52 persen (Bappenas, 2013). Indikator berikutnya, yaitu konsumsi energi primer (per kapita), mengalami pe- ningkatan dari 2,64 BOE tahun 1990 menjadi 4,95 BOE.

Sejalan dengan persoalan lingkungan yang ada, Indonesia dihadapkan pada tantangan pergeseran tujuan pembangunan dari pembangunan milenium (MDGs) menjadi pembangunan berkelanjutan (SDGs). Ini me- rupakan tantangan besar mengingat agenda dan indikator pembangunan MDGs untuk memastikan keles- tarian lingkungan hidup belum semua terlaksana dengan baik. Sementara itu, di sisi lain Indonesia dihadap-kan pada agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Saat ini Indonesia belum terbebas dari permasalahan lingkungan. Jumlah penduduk terus bertambah, sedangkan sumber daya yang menopang kehidupan, seperti air, energi, dan pangan, justru meng- alami kelangkaan. Kondisi ini diperparah oleh persoalan pemanas- an global dengan berbagai implikasinya, seperti banjir, longsor, dan kekeringan. Apabila masalah lingkungan ini tidak ditangani dengan baik, maka akan dapat menghambat pencapaian pembangunan. Diperkirakan pada 40 tahun ke depan karena adanya tekanan pen-duduk terhadap lahan semakin besar, harga pangan akan naik 50 persen dan akses penduduk terhadap air bersih, sanitasi, dan energi akan semakin menurun.

Terkait dengan hal tersebut, maka pembangunan berkelanjutan menjadi suatu pilihan mutlak. Pembangunan yang berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan mem-perhatikan kebutuhan generasi di masa mendatang. Permasalahan-nya adalah sering kali pemenuhan kebutuhan saat ini kurang mem-perhatikan kebutuhan generasi mendatang. Manusia cenderung tidak berperilaku arif terhadap lingkungan, bahkan mengarah pada tindakan eksploitatif.

Pembangunan yang berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan memperhatikan

kebutuhan generasi di masa mendatang.

Degradasi yang disebabkan oleh ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan dapat dideteksi dari mening-katnya jumlah emisi karbon dioksida (CO2) dan meningmening-katnya jumlah konsumsi bahan perusak ozon. Di samping itu, dapat dideteksi juga dari menurunnya rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelan-jutan terhadap air minum layak juga masih terbatas. Berbagai persoalan lingkungan tersebut adalah dampak dari perilaku masyarakat yang mengedepankan ego daripada kepedulian terhadap lingkungan.

Indikator dan Parameter

1.1 Perilaku dalam Penghematan Energi

(3)

rakat. Pemadaman listrik secara bergantian dan peningkatan tarif listrik bagi rumah tangga dengan pemasangan daya 1.300 volt ke atas merupakan beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengelola agar kebutuhan energi listrik masyarakat dapat terpenuhi. Karena peranannya itu, maka sangat layak apabila perilaku penghematan energi dijadikan indikator untuk mengukur perilaku peduli lingkungan.

Perilaku penghematan energi dapat diukur melalui peng-gunaan lampu hemat energi yang terpasang dalam rumah. Dengan demikian, subindeks perilaku penghematan energi dihitung sebagai rasio antara lampu hemat energi yang ter-pasang dengan lampu biasa yang terter-pasang terhadap ruang. Asumsi yang dibangun adalah semakin besar rasio lampu hemat energi terhadap lampu biasa yang terpasang akan se-makin baik perilaku masyarakat.

1.2 Perilaku Membuang Sampah

Sejalan dengan ketergantungan yang tinggi terhadap energi, pemerintah

belum sepenuhnya mampu menye-diakan kebutuhan energi

masyarakat.

Kota-kota besar di Indonesia dihadapkan pada persoalan sampah. Tidak ada keseimbangan antara kemam-puan pengelolaan dengan sampah yang dihasilkan oleh individu atau rumah tangga. Pemerintah sebenar- nya telah menyediakan tempat pembuangan sampah sementara (TPS), tempat pembuangan sampah akhir (TPA), dan melakukan berbagai upaya lainnya untuk menangani persoalan sampah. Sayangnya, usaha pe-merintah ini belum diimbangi dengan partisipasi masyarakat. Di negara-negara maju, sampah tidak menjadi persoalan dalam pembangunan karena sistem kelembagaan berjalan dengan baik. Ada mekanisme denda dan sanksi yang terwadahi melalui kebijakan dan peraturan hukum. Sejak usia dini, masyarakat negara maju telah dibekali dengan pengetahuan kelestarian lingkungan sehingga kesadaran lingkungan mereka cukup baik. Hal ini tercermin dari perilaku sehari-hari yang cukup ramah lingkungan.

Tabel 1 Indikator Parameter Indeks Perilaku Membuang Sampah Perilaku membuang sampah

menja-di inmenja-dikator penting dalam kajian ini. Membuang sampah di sembarang tempat dapat menimbulkan dampak negatif, seperti menimbulkan penyum-batan pada saluran drainase dan salur- an air hujan sehingga mengakibatkan banjir. Buang sampah sembarangan juga mencemari lingkungan, meng-ganggu kesehatan, dan menjadi sum-ber penyakit. Perilaku membuang sampah yang dimaksud dalam kajian ini adalah sebagai berikut.

(4)

1.3 Perilaku Pemanfaatan Air

Air memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Menurut BPS, tahun 2007 sekitar 3 persen rumah tangga di Indonesia menja- dikan sungai sebagai sumber air minum. Kondisi itu menandakan bahwa krisis air bersih telah mulai mengancam kehidupan. Krisis air bersih juga terlihat dari tidak berfungsinya sumur sebagai sumber air sebagian besar masyarakat Indonesia, menurunnya debit air permukaan tanah, berkurangnya pasokan air tanah, serta berkurangnya daerah resapan air sehingga menimbulkan kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Un-tuk itu, kebiasan pemanfaatan air menjadi indikator penting dalam melihat apakah ma-syarakat peduli terhadap lingkungan atau tidak.

Dalam penyusunan IPPL, pertanyaan perilaku pemanfaatan air sebagai salah satu unsur- nya dikembangkan dari pertanyaan greendex. Beberapa jawaban dan pilihan jawaban dikembangkan dengan penyesuaian kondisi sosial budaya, seperti opsi tidak adanya fasili-tas mandi. Jawaban ini sebagai antisipasi terhadap masyarakat di wilayah perdesaan Indo-nesia yang umumnya terbiasa mandi di sungai atau danau. Asumsi yang dibangun dalam subindeks ini adalah pentingnya perilaku penghematan penggunaan air bersih sehingga semakin minimal air bersih yang digunakan akan semakin baik nilai indeksnya.

Tabel 2 Indikator Parameter Indeks Perilaku Pemanfaatan Air

Sumber: Data Primer SPPL, 2014

1.4 Perilaku Penyumbang Emisi Karbon

Emisi karbon merupakan persoalan lingkungan yang serius. Menurut laporan PBB, emisi kar-bon telah melewati ambang batas terburuk. Selain itu, angka emisi karkar-bon penyebab efek rumah kaca terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Negara-negara di dunia, termasuk

(5)

Dalam tataran kewilayahan emisi karbon dapat dikurangi dengan memperbanyak tutupan lahan, seperti hutan tropis. Sementara itu, dalam level individu, emisi karbon dapat dikurangi dengan mengontrol perilaku sehari-hari, terutama perilaku yang berpo-tensi menyumbang pada emisi karbon. Untuk itu, indeks emi-si karbon didefiniemi-sikan sebagai pengukuran terhadap perilaku masyarakat yang mendukung munculnya emisi karbon. Bebe- rapa kegiatan dalam kehidupan

sehari-hari digunakan sebagai tolok ukurnya, antara lain, adalah pernah tidaknya melakukan uji emisi ken- daraan dan perawatan mesin dalam setahun terakhir dan penggunaan AC di rumah maupun saat berken- dara. Pertanyaan ini diadopsi dari pertanyaan penyusun greendex yang telah diujicobakan di 14 negara.

Tabel 3 Indikator dan Parameter Indeks Perilaku Penyumbang Emisi Karbon

Sumber: Data Primer SPPL, 2014

1.5 Perilaku Hidup Sehat

Perilaku sehat, menurut beberapa literatur, merupakan keputusan-keputusan untuk men-jaga keberlangsungan fungsi kehidupan, baik di tingkat individu maupun lingkungan. Ber-bagai indikator diturunkan dalam pertanyaan untuk mengukur seberapa sehat perilaku hidup masyarakat. Pilihan hidup sehat terukur dari kebiasaan membuang air besar, tempat pembuangan akhir tinja, pemanfaatan cahaya matahari di dalam ruangan/rumah, peme-liharaan tanaman di sekitar rumah, penyediaan area resapan air, serta sumber utama air yang digunakan untuk mandi, masak, dan mencuci. Selain itu, juga kebiasaan mengonsumsi makanan impor, makanan yang dimasak dari bahan yang ditanam sendiri, serta kebiasaan makan buah, sayur, dan ikan. Setiap variabel dikonsistenkan nilainya untuk menghasilkan nilai indeks. Salah satunya adalah frekuensi mengonsumsi barang-barang impor. Dalam hal ini semakin sering konsumsi dilakukan akan semakin rendah nilainya, sedangkan untuk konsumsi sayur, buah, ikan, dan makanan dari bahan makanan yang ditanam sendiri akan semakin tinggi nilainya.

Tabel 4 Indikator Parameter Indeks Perilaku Hidup Sehat

(6)

1.6 Perilaku Penggunaan Bahan Bakar SEMAKIN TINGGI

JUMLAH PENDUDUK AKAN SEMAKIN TINGGI PULA PERMINTAAN BAHAN BAKAR. aPABILA TIDAK DIKON-TROL, SUATU SAAT PERSEDIAAN BAHAN

BAKAR DUNIA AKAN HABIS.

Bensin merupakan jenis bahan bakar yang tidak dapat diper-barui. Menurut salah satu ahli demografi, penggunaan ba-han bakar diprediksi menjadi penyebab krisis di muka bumi. Terdapat hubungan lurus antara penggunaan bahan bakar dengan laju pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi jum-lah penduduk akan semakin tinggi pula permintaan bahan bakar. Apabila tidak dikontrol, suatu saat persediaan bahan bakar dunia akan habis. Akibatnya adalah terhentinya kegiat- an ekonomi, pengangkutan, dan pembangunan. Pemikiran itu didasarkan pada ketergantungan berbagai sektor kegiatan terhadap bahan bakar. Sebagai contoh di sektor pertanian, bahan bakar dibutuhkan sejak proses produksi hingga pe-masaran. Demikian pula dengan sektor industri. Tanpa bahan bakar, produksi tidak dapat dilakukan dan hasilnya pun tidak dapat didistribusikan kepada konsumen.

Memperhatikan perannya tersebut, maka penggunaan bahan bakar menjadi penting dalam mengukur peri-laku peduli lingkungan. Upaya-upaya yang diperi-lakukan untuk menghemat penggunaan bahan bakar mencer-minkan kepedulian terhadap lingkungan. Terlebih bahan bakar adalah jenis sumber daya tidak terbarui se-hingga apabila tidak ada kepedulian dalam penggunaannya, kemungkinan punah akan sangat besar. Dalam konteks pengukuran indeks perilaku peduli lingkungan, penghematan bahan bakar diukur dari banyaknya konsumsi bahan bakar per kapita. Asumsi yang dibangun adalah semakin banyak bahan bakar yang digu-nakan untuk kendaraan bermotor akan semakin rendah kepeduliannya terhadap lingkungan.

Indeks Peduli Lingkungan di Yogyakarta

Berdasarkan subindeks perilaku peduli lingkungan di Yogyakarta, diketahui yang paling tinggi adalah perilaku hidup sehat karena men-capai 0,96. Tingginya nilai indeks tersebut kemungkinan berkaitan de-ngan banyak hal, salah satunya adalah kesadaran masyarakat terhadap sanitasi lingkungan. Hal ini terutama berkaitan dengan kebiasaan ma-syarakat yang buang air besar telah menggunakan jamban sendiri. Se-lain itu, pembuangan akhir tinja juga telah dibuat dengan baik, dalam arti sebagian besar telah membuat septik tank atau SPAL. Sementara itu, apabila dibandingkan antara Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul, tidak tampak perbedaan yang signifikan. Keduanya memiliki nilai in-deks yang tinggi meskipun Gunung Kidul sedikit di atas Kota Yogyakarta (0,97 dan 0,95).

(7)

peri-menggunakan air sesuai dengan keperluan. Jika dibandingkan antarwilayah, terlihat bahwa nilai indeks Kota Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan Gunung Kidul, yakni 0,60 dan 0,51. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa penduduk yang tinggal di perkotaan ternyata lebih memiliki kepedulian dalam peman-faatan air bersih dibandingkan dengan penduduk di perdesaan.

Gambar 1 Indeks Perilaku Peduli Lingkungan di Yogyakarta

Sumber: Data Primer SPPL, 2014

Subindeks tertinggi ketiga adalah perilaku pemanfaatan bahan bakar. Indeks ini menggambarkan perilaku masyarakat dalam menggunakan bahan bakar, baik sepeda motor maupun mobil. Hasil perhitungan mem-perlihatkan bahwa nilai indeks bahan bakar di DI Yogyakarta mencapai 0,54. Nilai indeks tersebut menun-jukkan bahwa penggunaan bahan bakar masyarakat Yogyakarta cukup tinggi. Hal ini karena kepemilikan kendaraan bermotor hampir dimiliki oleh sebagian besar penduduk. Jika dilihat menurut wilayah, nilai in-deks pemanfaatan bahan bakar ternyata Gunung Kidul sedikit lebih tinggi daripada Kota Yogyakarta (0,56 dan 0,52).

Nilai indeks menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar masyarakat Yogyakarta cukup tinggi. Hal ini karena kepemilikan kendaraan bermotor hampir dimiliki oleh

se-bagian besar penduduk. Subindeks berikutnya adalah perilaku

penyumbang emisi karbon dan perilaku membuang sampah yang nilai indeks keduanya sama, yakni 0,53. Perilaku penyumbang emisi tersebut dibentuk dari dua variabel, yaitu uji emisi dan pe- rawatan mesin kendaraan bermotor.

Nilai indeks tersebut masuk dalam kategori cukup baik karena lebih banyak didukung oleh masyarakat yang rutin melakukan perawatan mesin dibandingkan dengan melakukan uji emisi karbon pada mobil. Demikian juga dengan perilaku membuang sampah yang dibentuk dari variabel melakukan pemilahan sampah dan perlakuan terhadap barang bekas layak pakai. Jika dibandingkan antara kedua wilayah, tampak bahwa tidak terdapat perbedaan nilai indeks penyumbang emisi karbon dan perilaku membuang sampah antara Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul.

Subindeks terakhir adalah perilaku konsumsi energi, yakni pemanfaatan listrik, yang menunjukkan nilai in-deksnya hanya mencapai 0,34. Dengan nilai indeks tersebut, dapat dikatakan bahwa penduduk di Yogyakar-ta tergolong boros dalam penggunaan listrik. Perilaku menghemat listrik dengan membaYogyakar-tasi pengunaan dan lebih banyak memasang lampu hemat energi belum banyak dilakukan. Penduduk di Gunung Kidul sedikit lebih baik karena nilai indeksnya mencapai 0,37, sedangkan nilai indeksnya di Kota Yogyakarta sebesar 0,33.

(8)

Berdasarkan nilai keenam subindeks, dapat diketahui besarnya nilai indeks perilaku peduli lingkungan di DI Yogyakarta mencapai 0,62. Artinya bahwa nilai indeks tersebut tergolong dalam kategori cukup baik. Jika dirinci per nilai indeks, terbaik pertama adalah indeks perilaku hidup sehat, berikutnya adalah perilaku pe-manfaatan air bersih, perilaku pepe-manfaatan bahan bakar, perilaku penyumbang emisi karbon dan perilaku membuang sampah, dan indeks terendah adalah perilaku konsumsi energi.

Implikasi Kebijakan

Kajian lingkungan selama ini menyajikan indikator pada tataran makro melalui variabel-variabel out

-put, seperti kualitas air, kualitas udara, dan kualitas lahan. Hal ini menyebabkan terabaikannya hal-hal yang substantif, terutama determinan kerusakan lingkungan yang di dalamnya mencakup hubungan manusia sebagai pelaku pembangunan terhadap keseimbangan lingkungan. Selama ini belum ada in-deks yang menggunakan variabel nonfisik perilaku manusia pada tingkat proses yang berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Indeks perilaku ma-syarakat terhadap lingkungan ini menjadi penting selain karena agenda dunia terkait isu global warm-ing, juga lebih menekankan pada perilaku manusia yang merupakan determinan terhadap baik buruk- nya kualitas lingkungan. Oleh karenanya, dibutuh-kan upaya-upaya strategis berupa hal-hal berikut ini. 1. menjadikan lingkungan sebagai prioritas utama

pembangunan

Perlu adanya tindakan nyata untuk mewujudkan lingkungan sebagai prioritas utama pembangun- an. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini, antara lain, adalah menggerakkan dan mem-berdayakan masyarakat untuk peduli lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan melalui ruang terbuka hijau, dan menjaga keseimbangan eko-sistem.

2. anggaran di bidang pembangunan lingkungan Upaya peningkatan kualitas lingkungan sebagai langkah strategis harus diimbangi dengan aspek pembiayaan. Pembiayaan bidang lingkungan ter-diri atas upaya penggalian, pengalokasian, dan penggunaan sumber daya keuangan yang terpa-du dan saling menterpa-dukung.

3. mengembangkan upaya-upaya pendidikan dan komunikasi lingkungan kepada masyarakat luas 4. kebijakan dan program bidang lingkungan perlu

disinergikan dengan kebijakan bidang lainnya ser-ta memperhatikan konteks yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2013. Konsep, Perencanaan, dan Kerang

-ka Kerja Pencapaian MDGs. Jakarta.

Global Monitoring Report 2013. Rural-Urban Dy

-namics and the Millennium Development Goals. Worldbank.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2012. Perilaku Ma-syarakat Peduli Lingkungan. Kerja sama de-ngan pusat Studi Kependudukan dan Kebijak- an UGM.

Policy Brief ini ditulis oleh Eddy Kiswanto dan Agus Joko Pitoyo berdasarkan hasil penelitian “Indeks Perilaku Peduli

Gambar

Tabel 2 Indikator Parameter Indeks Perilaku Pemanfaatan Air
Tabel 4 Indikator Parameter Indeks Perilaku Hidup Sehat
Gambar 1 Indeks Perilaku Peduli Lingkungan di Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Pentingnya pemantauan yang intensif terhadap jenis antibiotik, dosis penggunaan, rute pemberian, lama pemberian terhadap pasien untuk menjamin ketepatan terapi, dan jika

Dalam studi ini maka akan diteliti ; Berapa debit andalan pada Dam Jati ampuh, Berapa kebutuhan air irigasi yang diperlukan untuk masing-masing jenis tanaman yang dipilih

menyediakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat dan sekitarnya. Sebagai Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Kampar yang bergerak di bidang sarana, prasarana, dan

Terdapat pengaruh nyata dan interaksi ekstrak daun lidah buaya dan sirih dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans sehingga menyebabkan perbedaaan besar

Banyak strategi yang digunakan ustadz Subchan dalam membentuk akhlak santri, mulai dari luar kelas sampai dalam kelas beliau berusaha membentuk akhlak santri

Sensor garis Sedangkan sensor PIR yang merupakan sensor yang peka terhadap suhu berfungsi untuk mendeteksi manusia atau benda lainnya yang berada di sekitar robot

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara beberapa metode pengeringan (pengeringan dengan sinar matahari langsung, kain hitam dan

* Masih banyak produk lain yang dapat Anda pilih (lihat catalog regular Tupperware) * Syarat dan ketentuan berlaku.. Untuk penjelasan detail hubungi Consultant/Distributor terdekat