• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENARI TARI KLASIK GAYA SURAKARTA MELALUI PENDEKATAN APRESIASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENARI TARI KLASIK GAYA SURAKARTA MELALUI PENDEKATAN APRESIASI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Malarsih *

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi dapat meningkatkan keterampilan menari peserta didik. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini, adalah metode penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan, meliputi: (1) tahapan perencanaan, yang diawali dengan identifikasi masalah, identifikasi penyebab masalah, dan pengembangan intervensi, (2) tindakan sebagai pelaksanaan penelitian, (3) evaluasi pelaksanaan tindakan, dan (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan, keterampilan menari mahasiswa setelah dilakukan ujicoba tindakan melalui penelitian tindakan kelas ini, yakni dengan mencoba menerapkan pembelajaran menari tari klasik gaya Surakarta menggunakan pendekatan apresiasi, ternyata hasilnya meningkat. Peningkatan itu baik dari sisi penguasaan teknik tari, penguasaan pembawaan tarian/ ekspresi tari, maupun penguasaan dalam hal mensinkronkan iringan tari dengan gerakan tarinya. Singkatnya, melalui pembelajaran tari menggunakan pendekatan apresiasi, mahasiswa sebagai peserta didik dalam menari menjadi dapat menguasai wirama, wirasa, dan wiraga. Berdasar hasil penelitian ini disarankan, para pengajar tari untuk meningkatkan hasil pembelajaran tari yang optimal perlu selalu mencari metode yang paling tepat. Pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi dapat digunakan sebagai salah satu metode yang perlu dipraktikkan oleh setiap pendidik tari.

Kata Kunci : tari, wirama,wirasa, wiraga, apresiasi

Pendahuluan

Berdasar pengalaman mengampu mata kuliah tari Surakarta selama ini, banyak sekali kendala yang menyebabkan pembelajaran tari Surakarta kurang berhasil. Kendala tersebut utamanya datang dari mahasiswa dan pengampu sendiri. Kendala dari mahasiswa dapat dideteksi, bahwa: (1) hasil pembelajaran lebih dari 60% mahasiswa tidak bisa menguasai teknik tari dengan baik, (2) lebih dari 80% mahasiswa tidak bisa mengekspresikan tari klasik gaya Surakarta dengan baik, dan (3) lebih dari 50% mahasiswa tidak bisa mensinkronkan antara musik iringan atau gending dengan gerakan tari beserta ekspresinya. Kendala dari dosen pengampu, utamanya adalah karena kekurang mampuan dosen dalam menemukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan tari Surakarta tersebut yang relatif jenis tariannya memerlukan pendalaman estetika Jawa yang teramat sangat rumit dan kompleks.

Berangkat dari kenyataan seperti yang telah dikemukakan, maka tampak respon dari pihak mahasiswa yang sering kurang menggembirakan, seperti tari Surakarta dianggap momok, menakutkan, mengerikan, menyeramkan, menyulitkan, dan lain sebagainya yang akhirnya mahasiswa

(2)

menjadi tidak bisa menguasai tarian itu sampai pada taraf pembawaan yang sempurna. Berdasar kondisi itu pulalah, maka dirasa perlu adanya upaya perbaikan dan pengembangan strategi perkuliahan tari Surakarta ini menjadi lebih bermutu, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Usaha yang akan dilakukan oleh pengampu mata kuliah tari Surakarta yang dalam kesempatan ini sekaligus sebagai pelaku penelitian tindakan kelas, adalah dengan cara menyempurnakan metode pembelajaran yang selama ini diterapkan. Metode pembelajaran yang selama ini diterapkan lebih banyak menggunakan metode imam, yang pelaksanaannya dosen pengampu memberi contoh di depan kelas lalu ditirukan oleh mahasiswa yang berjajar di belakang. Metode semacam ini ternyata banyak sekali kelemahan-kelemahannya.

Metode pembelajaran yang akan dilakukan saat sekarang adalah kombinasi antara metode imam, metode SAS, metode demonstrasi, dan metode klasikal yang kesemuanya akan didekati berdasarkan pendekatan apresiasi. Di sini dimaksudkan bahwa sebelum mahasiswa menirukan gerakan-gerakan tarian yang diperagakan oleh dosen pengampu, terlebih dahulu mahasiswa akan diberi apresiasi dengan diperlihatkan terlebih dahulu jenis tarian yang akan diberikan secara utuh atau pertunjukan lengkap dengan menggunakan media audio visual.

Dalam apresiasi ini tidak cukup mahasiswa sekadar menyaksikan tayangan audio visual yang diberikan oleh dosen, namun mahasiswa akan diberikan kesempatan berapresiasi secara lebih mendalam terlebih dahulu dengan diberi penjelasan secara lengkap segala sesuatu yang berkaitan dengan tarian itu. Penjelasan-penjelasan akan dimulai dari memperkenalkan latar belakang munculnya tarian, fungsi tarian, pesan yang ada pada tari itu sampai pada teknik-teknik yang berkaitan dengan tarian sehingga mahasiswa mempunyai kesan mendalam atau setidaknya mempunyai apresiasi awal terlebih dahulu terhadap tari yang akan dipelajari.

Cara dan atau pun pendekatan yang demikian akan bermanfaat bagi penjiwaan isi tarian yang akan dipelajari nanti, yang pada giliran berikutnya mahasiswa akan mempunyai pegangan dalam membawakan atau mengekspresikan tari itu. Teknik-teknik tari untuk mendukung kesempurnaan dalam berekspresi, secara otomatis juga akan dipelajari oleh mahasiswa karena mahasiswa telah mengerti fungsi teknik-teknik tersebut untuk penyempurnaan tari yang dibawakan.

Permasalahan yang timbul dalam proses belajar mengajar seni tari adalah “bagaimanakah pembelajaran seni tari melalui pendekatan apresiasi dapat meningkatkan keterampilan menari para mahasiswa sebagai peserta didik seni tari?” Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui apakah pembelajaran seni tari klasik gaya Surakarta melalui pendekatan apresiasi dapat meningkatkan

(3)

keterampilan menari mahasiswa sebagai peserta didik seni tari. Manfaat penelitian: (1) mahasiswa dapat memetik buah dari hasil pembelajaran yang lebih efektif yang diberikan oleh pengampu, (2) dosen dapat memperoleh pengalaman khusus mengenai kemanfaatan pembelajaran tari berdasar pendekatan apresiasi sehingga pada masa mendatang jika dirasa positif dapat dijadikan acuan dalam menentukan strategi dan pengembangan pembelajaran tari demi diperolehnya hasil pembelajaran yang optimal dan berdaya guna, (3) lembaga pendidikan mendapat masukan berupa informasi mengenai pembelajaran seni tari melalui pendekatan apresiasi.

Tinjauan Pustaka

Tari, adalah gerak-gerak yang mengandung daya hidup, indah, dan kadang-kadang aneh. Dalam banyak hal ia menggambarkan gerakan-gerakan yang direncanakan secara ritmis (Ellfelat 1977: 30). Selanjutnya Soedarsono (1976:10) berpendapat bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Tari pada prinsipnya adalah gerak yang ritmis (Curt Sach 1975:25). Berbagai pengertian dan atau definisi tentang tari dapat diramu menjadi satu konsep tari yang dapat dipahami bahwa pada dasarnya tari mempunyai elemen yang mendasar, yakni: gerak, ritme, dan keindahan.

Lebih lanjut Mardawa (1983:9) mengemukakan bahwa, tari merupakan salah satu cabang seni yang dilukiskan dalam bentuk wiraga,wirama, dan wirasa. Suryobrongto (1982:8) menjelaskan Wiraga

adalah gerak seluruh anggota badan yang sesuai antara sikap gerak, perubahan gerak, dan perpindahan geraknya. Wirama adalah gerak yang teratur dan sesuai, serta selaras dengan pola iringan (musik). Keteraturan gerak dapat dilihat pada pola gerak. Pola gerak mempunyai gugus gerak, bagian gugus gerak adalah kalimat gerak, dalam kalimat gerak terdapat frase gerak, bagian terkecil frase gerak adalah motif gerak. Pola-pola gerak tersebut senantiasa berkaitan dengan irama musik, sebab dalam tari harus ada keharmonisan antara irama gerak dengan irama musik. Wirasa adalah persesuaian antara wiraga dengan ekspresi dalam mengungkapkan maksud isi tari yang dibawakan.

Menurut Murgiyanto (1983:17) antara musik dan tari berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis manusia. Berbagai macam kecepatan, tekanan, intensitas dan derajat keteraturan gerakan tubuh selalu menimbulkan kegairahan dan kepuasan kepada naluri ritmis manusia. Musik selain sebagai alat ekspresi juga menupakan alat yang dipakai orang untuk merangsang gerak. Hubungan sebuah tarian dengan musik pengiringnya dapat terjadi pada aspek bentuk, gaya, ritme, suasana, atau gabungan dari aspek-aspek itu. Banyak cara yang dapat dipakai

(4)

untuk mengiringi sebuah tarian, akan tetapi cara apapun yang dipakai, dasar pemilihannya harus dilandasi oleh pandangan penyusun iringan dan maksud penata tarinya. Pada dasarnya sebuah iringan tari harus dipilih untuk menunjang tarian yang diiringinya, baik itu secara ritmis atau emosional. Dengan perkataan lain, sebuah iringan tari harus mampu menguatkan atau menggarisbawahi makna tari yang diiringinya. Pemilihan iringan tari dilakukan berdasarkan pertimbangan: (1) ritme dan tempo, (2) suasana, (3) gaya dan bentuk, serta (4) inspirasi.

Dalam hubungannya dengan pembelajaran tari, Widja (1989:3) mengemukakan, bahwa kunci pembelajaran tari yang efisien dan efektif bukan terletak pada aspek yang diajarkan melainkan sebagian besar karena pengaruh strategi yang diciptakan dan metode yang digunakan. Dalam pembelajaran tari banyak metode yang dikenal, seperti metode imam, metode SAS, metode demonstrasi, dan metode klasikal. Metode imam adalah suatu metode pembelajaran tari yang pembelajar secara tidak langsung dipaksa untuk menirukan gerak-gerak pengajarnya. Metode SAS adalah suatu metode yang cara penerapannya, pertama-tama pengajar memberikan struktur tarian secara utuh lalu pembelajar menirukan mulai dari bagian-awal sampai bagian akhir. Metode demonstrasi adalah suatu metode peragaan yang dapat dilakukan baik oleh pengajar sendiri maupun peserta didiknya. Metode klasikal adalah metode pelajaran yang disampaikan kepada seluruh peserta didik secara bersama-sama, yang kadang tidak melihat kasus perkasus.

Dalam hubungannya dengan metode pembelajaran, terdapat pendekatan pembelajaran. Banyak pendekatan yang diterapkan oleh pengajar dalam menerapkan metode pembelajarannya, salah satunya adalah pendekatan apresiasi. Apresiasi terhadap seni menurut Gove (dalam Dostia dan Aminudin 1987:7) mengandung dua makna pokok, yakni: (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, (2) pemahaman serta pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh seniman.

Berkait dengan itu Sutopo (1989:5) mengambil pendapat B.O Smith, bahwa apresiasi merupakan proses pengenalan dan pemahaman nilai karya seni, untuk menghargainya dan menafsir makna yang terkandung di dalamnya. Apresiasi dapat pula diartikan sebagai pendekatan dari diri kita sebagai penikmat suatu karya seni (Asmara 1982:8).Kegiatan apresiasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni apresiasi pasif dan apresiasi aktif. Apresiasi pasif berarti bila penikmat tidak melakukan kegiatan seni sedangkan apresiasi aktif adalah bila penikmat atau apresiator ikut terlibat secara fisik dalam kegiatan seni.

Berkaitan dengan ini menurut Wadiyo (dalam Media FPBS IKIP Semarang, 1991:69) sebenarnya apresiasi terhadap suatu karya seni merupakan kegiatan bertingkat, yakni tahap

(5)

penikmatan, tahap penghargaan, tahap pemahaman, dan tahap penghayatan. Selebihnya dari itu sudah masuk pada tahap aplikasi atau penerapan. Tahap penikmatan, merupakan tahap awal atau tahap pengenalan yang didapat dari hasil melihat atau mendengarkan. Tahap penghargaan, apresiator sudah dapat melihat kebaikannya, nilainya, manfaatnya, serta dapat merasakan pengaruh karya seni tersebut ke dalam jiwa. Tahap pemahaman, apresiator sudah mengerti unsur-unsur karya seni tersebut serta dapat menyimpulkan. Tahap penghayatan, apresiator sudah dapat melakukan analisis, menafsirkan, dan menyusun pendapatnya. Tahap yang lebih tinggi lagi adalah tahap aplikasi atau penerapan, yakni melahirkan ide baru dan mendayagunakan hasil-hasil apresiasi yang diperoleh.

Kerangka Berpikir

Pembelajaran tari sangat bergantung pada komponen-komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran, antara lain: peserta didik, pengajar, tujuan yang hendak dicapai, materi yang diajarkan, metode penyampaian, media, dan evaluasi. Materi seni tari sangat berbeda bila dibandingkan dengan pelajaran lain, misalnya matematika. Pada pelajaran matematika ditujukan untuk olah pikir sedangkan pelajaran seni tari ditujukan untuk olah rasa. Sehubungan dengan itu maka teori dan praktik mengenai seni tari yang diberikan selain harus dapat menambah pengetahuan juga harus dapat melatih kepekaan terhadap keindahan, sebagai bagian dari pendidikan sikap dalam mengapresiasikan suatu karya seni. Dalam mengajarkan seni tari ditawarkan penggunaan metode imam, SAS, demonstrasi, dan klasikal. Namun demikian dari penggunaan-penggunaan metode tersebut selalu mempunyai kelemahan-kelemahan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

Alternatif yang akan dilakukan dalam penelitian ini akan menggabungkan metode-metode pembelajaran yang ditawarkan di atas, namun pelaksanaan pembelajarannya akan didekati menggunakan pendekatan apresiasi. Melalui pendekatan apresiasi ini pembelajaran seni tari diharapkan dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap pelajaran seni tari yang diajarkan yang dampaknya akan meningkatkan keterampilan mereka dalam menari sebab selain pembelajaran akan menjadi lebih menarik, lebih dari itu mahasiswa akan terisi pengalaman batinnya secara lebih mendalam. Berkait dengan itu mahasiswa sebagai peserta didik diharapkan telah siap menerima materi pembelajaran secara mental terlebih dahulu sebelum dilakukan pembelajaran yang sesungguhnya. Hal ini kita asumsikan akan dapat menjadi modal awal suksesnya atau tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan oleh pendidik secara optimal.

(6)

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dituangkan, maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: “dengan diberikannya pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi akan dapat lebih meningkatkan keterampilan menari peserta didik”.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan di sini adalah penelitian tindakan atau action research dengan pendekatan riset criticalisme. Dengan demikian prinsip-prinsip action research yang dilakukan di sini selalu diwarnai oleh pendekatan riset critical. Ciri yang muncul dalam penelitian ini adalah, masalah yang diteliti merupakan masalah yang riil yang muncul dari masalah-masalah nyata yang dihadapi oleh peneliti sendiri. Dalam konteks ini peneliti adalah pengajar tari dan masalah yang diangkat adalah masalah faktual pembelajaran tari yang dihadapi oleh peneliti sehari-hari di dalam kelas.

Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah mahasiswa strata satu program studi seni tari semester tiga, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Jumlah subjek penelitian sebanyak 20 orang. Keduapuluh orang mahasiswa tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Prosedur penelitian akan dilakukan mulai dari perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus. Berikut uraian rinci prosedur tersebut. Perencanaan

Dalam kegiatan perencanaan ini disampaikan tiga hal pokok mengenai: (a) identifikasi masalah, (b) identifikasi (analisis) penyebab masalah, dan (c) pengembangan intervensi (action/solution).

a. Identifikasi Masalah

(1) menurut pengalaman mengajar tari klasik gaya Surakarta sampai saat ini, selalu lebih dari 60% mahasiswa tidak menguasai teknik-teknik tari yang diberikan oleh dosen.

(2) lebih dari 80% mahasiswa tidak dapat mengekspresikan tari klasik gaya Surakarta dengan baik dan benar.

(3) lebih dari 50% mahasiswa tidak bisa mensinkronkan antara musik iringan atau gending dengan gerak tarinya.

Kendala ini tidak saja datang dari mahasiswa, namun juga datang dari pihak dosen, yakni: (1) dosen belum mempunyai metode yang tepat untuk menjadikan pembelajaran tercapai secara

(7)

(2) dosen dalam mengajar belum menggunakan media yang tepat untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.

(3) dosen tidak mempunyai kemampuan daya dorong yang maksimal untuk memotivasi mahasiswa.

(4) dosen belum mempunyai cara untuk menjadikan mahasiswa cinta sepenuh hati terhadap materi pelajaran yang diberikan.

(5) dosen dalam mengajar selalu ke arah materi yang dituju, tidak didahului dengan apresiasi awal terhadap mata pelajaran yang akan diberikan, baik dari perspektif tekstualnya maupun kontekstualnya.

b. Identifikasi Penyebab Masalah

Asumsi penyebab masalah dari pihak mahasiswa :

(1) mahasiswa dari awal masuk belum memiliki bekal awal teknik gerak tari yang memadai. (2) pengekspresian suatu sajian tari dianggap tidak terlalu penting.

(3) kebiasaan mahasiswa dalam menari selalu menggunakan hitungan ajeg. Penyebab masalah dari dosen:

(1) kebiasaan dosen yang nikmat dengan mengajar menggunakan metode konvensional. (2) dosen tidak berusaha mencari media sebagai alat bantu komunikasi dalam pembelajaran. (3) dosen kurang memperhatikan perlunya memotivasi mahasiswa.

(4) dosen kurang memahami akan pentingnya kecintaan mahasiswa terhadap mata kuliah yang diberikan oleh dosen.

(5) apresiasi awal yang bersifat tekstual dan kontekstual dalam setiap kali tatap muka dianggap hanya mengabiskan waktu.

c. Pengembangan intevensi (action/ solotion) (1) perubahan pola mengajar.

(2) penggunaan media pembelajaran yang menunjang. (3) penanaman apresiasi.

(4) pemotivasian.

(5) penanaman rasa cinta terhadap materi yang diajarkan oleh dosen. Tindakan

Langkah-langkah tindakan diuraikan sebagai berikut:

(8)

(2) Memberi apresiasi awal pada mahasiswa dengan menceriterakan dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan proses penciptaan pada materi yang akan dipelajari.

(3) Memberi apresiasi lanjutan dengan menunjukkan materi lengkap dari awal sampai akhir melalui audio visual.

(4) Meminta tanggapan pada mahasiswa mengenai apa yang dirasakan dan apa yang menjadi pemikiran setelah materi pelajaran yang dalam hal ini tari klasik gaya Surakarta ditayangkan secara lengkap melalui audio visual.

(5) Mulai mengajarkan materi berangkat dari bagian materi yang dirasa menarik dan mudah dilakukan sampai dengan materi yang sulit dilakukan.

(6) Mulai memperagakan penyajian secara urut.

(7) Meminta pada mahasiswa melakukan penyajian sempurna sampai pada penjiwaan isi tarian diikuti oleh dosen sampai mahasiswa merasa bangga tampil mandiri baik perorangan maupun kelompok sesuai jenis tariannya.

Observasi/ Evaluasi

Pengambilan data berkait dengan penguasaan teknik-teknik tarian, sinkronisasi dengan musik iringan, dan penjiwaan isi tarian selalu dilakukan oleh anggota penelitian dengan cara berbaur bersama mahasiswa sebagai subjek penelitian dalam bentuk observasi partisipasi. Data yang dikumpulkan berupa catatan-catatan dalam bentuk data kualitatif.

Refleksi

Pada tahap refleksi ini, kegiatan diulas secara kritis untuk mengetahui perubahan yang terjadi antara fase sebelum dilakukan tindakan kelas dengan fase setelah dilakukan tindakan kelas. Ulasan melihat perubahan akan kemampuan mahasiswa, suasana kelas atau proses belajar mengajar, dan pada dosen sendiri sebagai pelaku pemberi tindakan. Oleh karena itulah maka fungsi anggota peneliti sangat penting, baik sebagai pencatat perubahan maupun sebagai motivator kehidupan suasana kelas sehingga dosen pelaku penelitian tetap berjalan mengajar biasa seolah tidak terjadi suatu suasana penelitian yang harus mengubah suasana pembelajaran menjadi tidak alami.

Yang perlu ditekankan pada bagian refleksi di sini, adalah catatan sejauhmana pencapaian terjadi, perubahan terjadi pada bagian apa saja, bagaimana terjadinya perubahan itu, mengapa bisa terjadi perubahan, apa kelebihan dan kekurangannya, langkah-langkah apa untuk penyempurnaannya. Pada siklus pertama jika peneliti belum puas akan dilanjutkan dengan siklus kedua dan ketiga sampai

(9)

peneliti puas. Apabila pengidentifikasian penyebab timbulnya masalah dirasa tidak tepat, maka peneliti akan mengulang dengan cara mengidentifikasi lagi sampai penyebab timbulnya masalah benar-benar teridentifikasi. Berkait dengan itu langkah berikutnya akan dilanjutkan dengan tindakan yang baru lagi, sampai penelitian tindakan ini membuahkan hasil atau membuahkan perubahan yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan prosedur classroom-based action research

atau penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh penulis, dapat ditunjukkan suatu hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian dan pembahasan akan disajikan secara terpisah agar dapat lebih jelas dalam membedakan dan memahami antara hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian yang disajikan.

Hasil penelitian

Pertama, bahwa pada awalnya tidak seluruh mahasiswa menguasai teknik-teknik gerak tari yang diberikan oleh dosen pengampu yang relatif dapat membantu mahasiswa dalam menyempurnakan pembawaan tari (kurang dari 60% mahasiswa yang mempunyai teknik bagus). Setelah dilakukan uji coba dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode seperti metode imam yang biasa digunakan oleh penulis dalam mengajar tari dengan metode SAS, demonstrasi, klasikal, dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata hasilnya cukup berhasil secara signifikan. Secara persentase dapat ditunjukkan bahwa setidaknya 85% dari jumlah mahasiswa mengalami perubahan menjadi menguasai teknik tari yang diberikan oleh dosen. Selebihnya yang 15% masih perlu pembenahan-pembenahan khusus yang bersifat kasuistis pada setiap mahasiswa.

Kedua, semula mahasiswa kurang dapat mengekspresikan tarian yang diajarkan oleh pengampu (lebih dari 80% mahasiswa tidak bisa mengekspresikan tari klasik gaya Surakarta yang diberikan oleh pengampu). Setelah dilakukan uji coba baru dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode seperti metode imam, SAS, demonstrasi, dan klasikal, dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata hasilnya cukup berhasil secara signifikan. Secara persentase dapat ditunjukkan bahwa setidaknya saat sekarang berbalik 180 derajat, yakni 80% dari jumlah mahasiswa mengalami perubahan menjadi mampu sangat bagus mengekspresikan tari klasik gaya Surakarta yang diberikan oleh pengampu/dosen. Selebihnya yang 20% masih perlu pembenahan-pembenahan khusus yang bersifat kasuistis pada setiap mahasiswa.

(10)

Ketiga, semula mahasiswa kurang menguasai musik iringan atau gending tarian sehingga sinkronisasi antara gerakan tari dan musik iringan atau gendingnya kurang terjalin (lebih dari 50% mahasiswa tidak bisa mensinkronkan antara musik iringan atau gending dengan gerakan tari yang dibawakan). Setelah dilakukan uji coba baru dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode seperti metode imam, SAS, demonstrasi, dan klasikal, dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi, ternyata hasilnya cukup berhasil secara signifikan. Secara persentase dapat ditunjukkan bahwa setidaknya saat sekarang lebih 70% dari jumlah mahasiswa mengalami perubahan menjadi mampu sangat bagus menguasai musik iringan atau gending tarian sehingga sinkronisasi antara gerakan tari dan musik iringan atau gendingnya terjalin dengan bagus. Selebihnya yang 30% masih perlu pembenahan-pembenahan khusus yang bersifat kasuistis pada setiap mahasiswa.

Pembahasan

Berikut akan dilakukan pembahasan berkait dengan hasil penelitian yang dilakukakan oleh penulis seperti yang telah dikemukakan pada hasil penelitian berkait dengan usaha penulis ingin meningkatkan keterampilan menari tari klasik gaya Surakarta, pada para mahasiswa penulis di Program Seni Tari Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Pertama, mengapa dalam melatih keterampilan menari atau pembelajaran tari yang hanya menggunakan metode imam hasilnya kurang bagus. Dalam hubungannya dengan ini, yang pertama dirasakan nyata adalah teknik-teknik gerakan tari yang diberikan oleh dosen pengampu tidak bisa dikuasai oleh mahasiswa secara penuh. Setelah dilakukan uji coba baru dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode, yakni metode imam, SAS, demonstrasi, dan klasikal, dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata hasilnya jauh lebih bagus, baik secara kuantitatif atau pun kualitatif.

Sebenarnya secara substansi dapat dipahami bahwa tari terdiri dari unsur wiraga, wirasa, dan

wirama. Unsur tari yang demikian banyak dikemukakan oleh para ahli tari, salah satunya adalah

Suryobrongto. Wiraga adalah gerak seluruh anggota badan yang sesuai antara sikap gerak, perubahan gerak, dan perpindahan geraknya. Wirasa adalah persesuaian antara wiraga dengan ekspresi dalam mengungkapkan maksud isi tari yang dibawakan. Wirama adalah gerak yang teratur dan sesuai, serta selaras dengan pola iringan atau musik.

Dalam mengajarkan teknik gerak, sebenarnya sangat berkait dengan unsur tari utamanya

wiraga. Dikemukakan oleh Suryobrongto (1982), wiraga adalah gerak seluruh anggota badan yang

(11)

penguasaan teknik gerak yang mendasar agar semuanya yang berkait dengan sikap gerak, perubahan gerak, dan perpindahan gerak selalu dalam kondisi keharmonisan dari seluruh rangkaian gerak anggota tubuh dan selalu ditonjolkan keestetikaannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran tari, teknik gerak tersebut merupakan unsur yang utama yang harus diperhatikan oleh pengajar, tentunya dengan tidak mengabaikan unsur-unsur pokok yang lain.

Mengenai mengajarkan teknik gerak tari tersebut, tidak cukup dengan menggunakan metode imam saja dan bahkan menjadi jauh lebih bagus setelah dicoba menggunakan penggabungan dari berbagai metode yang di dalamnya terdapat apresiasinya. Dijelaskan oleh Widja (1989) bahwa, kunci pembelajaran yang efisien dan efektif bukan terletak pada aspek yang diajarkan melainkan sebagian besar karena pengaruh metode yang digunakan. Tampaknya untuk mengajarkan teknik gerak tari tersebut memang harus menggunakan gabungan berbagai metode dan menggunakan pula pendekatan apresiasi agar sebelum peserta didik meragakan atau menirukan gerakan yang dilakukan oleh pengampu sudah mempunyai bayangan dahulu terhadap gerakan yang harus diragakan.

Berkait dengan itu pendekatan apresiasi penting dalam pembelajaran tari tersebut sekalipun masih dalam tahap teknik gerak. Pengertian atau pemahaman tentang apresiasi menurut Gove (dalam Dostia dan Aminudin 1987)dapat dilihat dari dua sisi pokok, yakni yang pertama dengan pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, yang kedua pemahaman serta pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh seniman. Berkait dengan itu Sutopo (1989) mengambil pendapat B.O Smith, bahwa apresiasi merupakan proses pengenalan dan pemahaman nilai karya seni untuk menghargainya dan menafsir makna yang terkandung di dalamnya. Apresiasi menurut Asmara (1982) juga dapat diartikan sebagai pendekatan dari diri kita sebagai penikmat suatu karya seni.

Berkait dengan ragam pengertian apresiasi yang dikemukakan oleh para ahli seni tadi menurut Wadiyo (1991), apapun ragamnya sebenarnya apresiasi terhadap suatu karya seni adalah bertingkat, yakni meliputi tahap penikmatan, tahap penghargaan, tahap pemahaman, dan tahap penghayatan. Selebihnya dari itu sudah masuk pada tahap aplikasi atau penerapan. Tahap penikmatan, merupakan tahap awal atau tahap pengenalan yang didapat dari hasil melihat atau mendengarkan. Tahap penghargaan, apresiator sudah dapat melihat kebaikannya, nilainya, manfaatnya, serta dapat merasakan pengaruh karya seni tersebut ke dalam jiwa kita.

Pada tahap pemahaman, apresiator sudah mengerti unsur-unsur karya seni tersebut serta dapat menyimpulkan, sedangkan pada tahap penghayatan, apresiator sudah dapat melakukan analisis, menafsirkan, dan menyusun pendapatnya. Tahap yang lebih tinggi lagi adalah tahap aplikasi atau penerapan, yakni melahirkan ide baru dan mendayagunakan hasil-hasil apresiasi yang diperoleh.

(12)

Berkait dengan pendekatan apresiasi yang diterapkan dalam pembelajaran tari, sangat bagus diberikan sejak proses awal pembelajaran itu berlangsung karena untuk merangsang apa-apa yang perlu dikuasai dan sekaligus menanamkan kecintaan terhadap apa yang mestinya dipelajari oleh peserta didik. Tentang hal ini dilakukan pula saat penelitian tindakan kelas berlangsung dan membuktikan pembelajaran teknik gerak tari berhasil dengan baik.

Pembahasan kedua, mengapa mahasiswa kurang dapat mengekspresikan tarian yang diajarkan oleh pengampu. Setelah dilakukan uji coba baru dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode seperti metode imam, SAS, demonstrasi, dan klasikal, dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata hasilnya cukup berhasil secara signifikan. Pengekspresian tari sebenarnya adalah berkait dengan penjiwaan terhadap suatu pesan tarian. Suatu pertunjukan tari tidak menjadi berarti apa-apa manakala penari tidak bisa menyampaikan pesan tarian tersebut. Oleh karena itu ekspresi penting harus dikuasai oleh penari seperti halnya penari harus menguasai teknik gerak tari sebagai suatu wujud wiraga seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan teknik gerak tari.

Dalam unsur tari, ekspresi masuk pada unsur wirasa. Pada definisi tari yang dikemukakan oleh para ahli tari, kadang para ahli tari mempertukarkan antara istilah wirasa dengan ekspresi ini. Oleh karena itu definisi tari atau pengertian tari kadang menjadi beragam sekalipun dikemukakan oleh sesama ahli tari. Keragaman tersebut sebenarnya hanya terletak pada suatu istilah saja namun substansinya tetap sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Mardawa (1983) tari adalah salah satu cabang seni yang dilukiskan dalam bentuk wiraga, berirama, dan dapat memancarkan ekspresi yang sesuai dengan isi atau maksud yang diungkapkan dalam tari. Dikemukakan oleh Suryobrongto tari adalah seni yang mengandung tiga muatan unsur pokok, yakni wiraga, wirama, dan wirasa. Dikemukakan oleh Sachs (1979) tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak yang ritmis. Jika disimak betul, ketiga definisi atau pengertian tentang tari dari ketiga ahli tari tersebut sebenarnya adalah sama.

Berdasar pembahasan berkait dengan ekspresi tari ini, yang dapat ditangkap adalah unsur ekspresi dalam tari sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan dalam suatu penyajian tari. Oleh karena itu dalam pembelajaran tari ekspresi ini harus diajarkan secara sungguh-sungguh tidak berbeda dengan mengajarkan unsur yang lain. Rendahnya kualitas pengekspresian tari yang ada pada peserta didik ternyata karena ketidaktepatan pengajar dalam menggunakan metode pembelajarannya. Melalui berbagai metode yang digabung seperti metode imam, SAS, demonstrasi, klasikal, dan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata membuahkan hasil yang baik.

(13)

Pembahasan ketiga, pada awalnya mahasiswa kurang menguasai musik iringan atau gending tarian sehingga sinkronisasi antara gerakan tari dan musik iringan atau gendingnya kurang terjalin Setelah dilakukan uji coba baru dengan menggunakan gabungan dari berbagai metode dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi ternyata hasilnya cukup bagus. Gending atau musik iringan, dalam tarian merupakan unsur pokok yang juga harus dikuasi oleh setiap penari. Gending atau musik iringan ini dalam unsur tari namanya adalah wirama atau irama. Jika seorang penari tidak menguasai

wirama atau irama gending atau tidak menguasai irama musik yang digunakan untuk mengiringi tarian,

penari tidak akan dapat membawakan tarian dengan bagus. Jadi, wiraga, wirasa, dan wirama

merupakan unsur yang menyatu dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Jika ada salah satu unsur yang tidak dikuasai, maka akan merusak unsur yang lain. Oleh karena itu dalam usaha meningkatkan keterampilan menari bagi peserta didik, unsur wiraga, wirasa, dan wirama tersebut benar-benar harus diperhatikan secara bersama-sama dan tidak boleh timpang.

Pentingnya segi penguasaan irama musik yang digunakan untuk mengiringi tarian, membuat para ahli tari menonjolkan irama atau wirama dalam mengemukakan pendapatnya tentang unsur tari. Ellfelat (1977) mengemukakan, tari adalah gerak-gerak yang mengandung daya hidup. Dalam banyak hal ia menggambarkan gerakan-gerakan yang direncanakan secara ritmis. Sementara Sach mengemukakan, tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak yang ritmis. Soedarsono mengemukakan tari adalah gerak yang ritmis. Kata ritmis yang digunakan untuk mendefinisikan tari maksudnya adalah ritme. Istilah ritmis merupakan kata sifat dari ritme. Pengertian ritme adalah irama atau dalam dunia tari utamanya tari Jawa biasa disebut wirama.

Berkait dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh pengajar untuk meningkatkan kemampuan peserta didik terkait dengan penguasaan musik iringan/ gending yang di dalamnya memuat wirama, selain menerapkan berbagai metode yang digabungkan, juga lebih penting dari itu semuanya didekati menggunakan pendekatan apresiasi. Di sini irama gending benar-benar menjadi perhatian utama dalam pembelajaran saat teknik gerak tari serta pesan tarian benar-benar telah dikuasai oleh peserta didik. Sebenarnya menurut Murgiyanto (1983) tidak mungkin seorang penari dapat mengekspresikan tarian dengan bagus tanpa terlebih dahulu menguasai irama musik yang digunakan untuk mengiringinya. Namun demikian dalam proses pembelajaran, pengajar dapat menentukan langkah-langkah yang perlu berkait dengan materi mana dan yang bagaimana yang harus didahulukan dan tahapan-tahapan yang bagaimana dan yang apa tahapan itu harus dijalankan secara bersama-sama. Dalam hal ini penggabungan dari berbagai metode dan dengan menggunakan pendekatan apresiasi semuanya dapat diatasi dan oleh karena itu kemampuan peserta didik menjadi

(14)

banyak meningkat dalam pengertian penguasaannya terhadap gending atau musik iringan menjadi lebih bagus. Lebih dari itu sinkronisasi antara gerakan tari dengan iringan benar-benar telah terpadu sekalipun belum mencapai seluruh peserta didik menghasilkan hasil yang sama kualitasnya.

Simpulan

Kegagalan pembelajaran tari selama ini ternyata salah satunya disebabkan oleh pihak pengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran tari secara tepat. Pihak pengajar menganggap salah satu metode seperti metode imam adalah sebuah metode yang dianggap paling ampuh digunakan untuk melatih keterampilan menari. Melalui usaha classroom-based action research atau penelitian tindakan kelas ternyata didapatkan penggunaan dengan metode lain yang lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan menari bagi peserta didik dibanding metode imam saja yang selama ini banyak digunakan oleh pengajar tari termasuk yang digunakan peneliti setiap kali mengajarkan tari. Metode yang dimaksud adalah gabungan dari berbagai metode seperti metode imam, SAS (struktur, analisis, dan sintesis), demonstrasi, dan klasikal, yang pelaksanaannya menggunakan pendekatan apresiasi. Dengan demikian hipotesis tindakan yang disusun dalam penelitian ini yang berbunyi “dengan diberikannya pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi akan dapat lebih meningkatkan keterampilan menari peserta didik”, melalui penelitian tindakan kelas ini ternyata terbukti.

Berdasar simpulan dari hasil penelitian, disarankan: (1) para pengajar tari hendaknya setiap mengajarkan tarian perlu mencoba berbagai macam metode yang dianggap paling tepat, (2) pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi dapat digunakan oleh setiap pengajar tari sebagai salah satu metode pembelajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, D. 1987. Pengantar Apresiasi. Bandung: CV. Sinar Baru Asmara, A. 1982. Apresiasi Puisi. Yogyakarta: CV. Nur Cahaya

Ellfelat, L. 1977. Pedoman Dasar Penata Tari. Terjemahan Sal Murgiyanto. Jakarta: Lembaga Kesenian Jakarta

Mardawa, S. 1983. Tuntunan Pelajaran Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Ikatan Keluarga SMKI “KONRI”

Murgiyanto, S. 1983. Koreografi. Jakarta: Depdikbud. Sachs, C. 1975. Seni Tari. Jakarta: PN. Balai Pustaka

(15)

Soedarsono. 1976. Pengantar Pengetahuan Tari. Yogyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia Suryobrongto. 1982. Nilai-nilai Keindahan Tari. Yogyakarta: Depdikbud.

Sutopo, HB. 1989. Peranan Pendidikan Seni Masa Kini. Makalah dalam Seminar Pendidikan Seni Rupa di IKIP Semarang

Wadiyo. 1991. “Musik Pop Indonesia dan Kemungkinan Penggunaannya dalam Pendidikan Seni Musik di Sekolah” dalam Media FPBS. Semarang: IKIP Semarang Press

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang telah dilakukan Nanoyama pada tahun 2004, menunjukkan bahwa sel darah merah memiliki sifat optik yang spesifik, disebabkan beberapa faktor yaitu sel darah merah

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi

yang belum atau tidak pernah. melakukan hubungan seksual

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini, komponen MPR publikasi, kegiatan sosial, dan media identitas memiliki pengaruh positif dan signifikan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa interaksi antara jenis zat aditif dengan konsentrasi zat aditif berpengaruh terhadap nilai keteguhan rekat kayu laminasi.. Hasil

Studi kepustakaan yaitu suatu penelitian yang dilakukan melalui buku- buku pengetahuan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Penggunaan teknik ini

Bahan yang digunakan adalah 65 ekor ikan Guppy (Poecilia reticulata), yang merupakan sebagai objek yang akan diamati, berukuran kecil dengan panjang ± 5 cm; air

Populasi dalam penelitian ini adalah merupakan kepala keluarga Dusun Enggal Mulyo Desa Gedung Gumanti, yang berjumlah 250 KK.Jumlah sampel yang ditetapkan dalam