• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUANG UTAMA KESIAPAN APARAT PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUANG UTAMA KESIAPAN APARAT PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG UTAMA

Pendahuluan

Ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah merupakan respon positif dalam hal peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan da-erah yang berbasis masyarakat. Munculnya UU baru ini merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelum-nya menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Digulirkannya UU baru tentang pemerintahan daerah ini memberikan dampak yang sangat luas terhadap pelaksanaan pemerintahan di da-erah. Implikasi yang paling nyata adalah timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk

melak-sanakan berbagai kegiatan pemerin-tahan secara lebih mandiri dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa daerah mempunyai kewe-nangan sepenuhnya untuk mengurusi seluruh urusan daerah di luar urusan seperti politik luar negeri , moneter, fiskal, peradilan, agama dan hankam.

Sebagai konsekuensi dari ada-nya tuntutan pengaturan urusan otonom, maka daerah memerlukan aparatur sendiri terpisah dari aparatur pemerintah Pusat. Berkaitan dengan aparatur sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, hal tersebut erat hubungannya dengan kemampu-an aparat dalam menyelenggarakkemampu-an urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Josef Riwu Kaho (1985) menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) di Indonesia

KESIAPAN APARAT PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN

OTONOMI DAERAH PADA BIDANG PELAYANAN

MASYARAKAT

(Studi tentang Implementasi UU No. 32/ 2004 di Kota Bekasi)

Aos Kuswandi

Abstract

The aim of this study is to describe the readiness of government apparatus at Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi in implementation UU No. 32 Tahun 2004 especially in public services. The methodology use descriptive analytic method and population sample is all government apparatus at Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi. In case, the variety of employee status makes the difference in public services implementations. Also, the knowledge’s and capabilities government apparatus in implementations UU No. 32 Tahun 2004 are still lower. Kata Kunci: Kesiapan Aparat, Pelayanan, Otonomi Daerah

(2)

15 belum 100% menunjukkan kemampu-an dalam menyelenggarakkemampu-an uruskemampu-an rumah tangga. Salah satu penyebab ketidakmampuan ini adalah disebab-kan karena faktor “kurangnya ke-mampuan aparatur Pemerintah Daerah” (28,68%) responden yang mengatakan hal tersebut. Kurangnya kemampuan aparatur Pemerintah Daerah salah satu penyebabnya karena latarbelakang pendidikan yang rendah.

Kondisi seperti di atas adalah suatu permasalahan yang perlu men-dapatkan perhatian, karena aparatur pemerintah di Daerah adalah aparat yang langsung memberikan pelayan-an kepada masyarakat. Sebagai pelayan masyarakat, maka “Birokrat Daerah” haruslah menunjukkan sikap profesionalismenya dalam penye-lenggaraan berbagai urusan rumah tangga Daerah. Berdasarkan peng-alaman yang ada menunjukkan bahwa sering dijumpai adanya ke-lambanan dari aparat birokrasi dalam menangani pekerjaan yang menyang-kut pelayanan kepada masyarakat.

Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 diuraikan bahwa penyeleng-garaan pemerintahan di Daerah berujung pada penyelenggaraan pemerintahan di tingkat Desa dan Kelurahan. Dengan demikian pe-merintahan Desa dan atau Kelurahan memegang peranan penting dalam penyelenggaraan urusan pemerintah-an ypemerintah-ang berhubungpemerintah-an dpemerintah-an dirasakpemerintah-an langsung oleh masyarakat. Di sisi lain pemerintah desa dan kelurahan berhubungan langsung dengan berbagai sumberdaya yang ada di masyarakat, yang kesemuanya harus diberdayakan agar beroleh hasil yang optimal. Agar pekerjaan pemerintah-an bisa dicapai sesuai tugas dpemerintah-an

fungsinya maka sudah saatnya pemerintah desa dan kelurahan merubah visi dan misinya dengan menggunakan pendekatan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.

Menyadari kondisi akhir-akhir ini sebagaimana yang terlihat pada banyaknya keluhan masyarakat akan kurangnya efisiensi aparatur pe-merintah, maka dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari aparat pemerintah. Sebagai konse-kuensi dari semakin meningkatnya kualitas pelayanan dari aparat pemerintah daerah maka diharapkan akan terwujud ‘organisasi pemerintah yang bekerja lebih baik dan berbiaya lebih rendah’ dengan aparatur pemerintah yang visioner, bersih dan berwibawa, serta efektif dan efisien.

Dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah merupakan respon positif atas berbagai keluhan dan tanggapan dari adanya kelemahan atas diterapkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah. Disadari bahwa dalam UU yang lama, penyelenggaraan pe-merintahan di daerah masih berdasarkan pada tiga azas, yaitu azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sedangan di dalam UU No. 22 Tahun 1999 hanya berdasarkan pada azas desentralisasi namun masih belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan daerah.

Konsekuensi dari dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004, maka terjadi perubahan paradigma dalam pe-nyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal yang paling penting adalah dilaksanakannya ‘Otonomi Yang Seluas-luasnya’ bagi Daerah Kabupaten dan Kota. Dengan adanya

(3)

16 perubahan paradigma tersebut maka daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur urusannya tanpa harus tergantung kepada Pemerintah Pusat atau Propinsi.

Banyaknya kewenangan yang dimiliki oleh Daerah Kabupaten dan Kota tersebut menuntut aparatur pemerintah daerah agar senantiasa siap dalam menjalankannya. Untuk bisa terlaksananya tugas dan ke-wenangan pemerintah daerah maka diperlukan pemahaman yang men-dalam dari segenap aparat Pe-merintah Daerah terhadap UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Konsep pelayanan publik oleh pemerintah bersifat melayani, me-ngayomi, dan menumbuhkan prakar-sa serta peran aktif masyarakat dalam pembangunan. Pelayanan pe-merintah ini diberikan pada setiap tingkatan pemerintahan baik pada pemerintah pusat, daerah maupun desa/kelurahan.

Konsep pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dijelaskan oleh Munir (2002) bahwa: Pelayanan kepada masyarakat secara umum diartikan sebagai pelayanan publik atau pelayanan umum. Yaitu sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Pengertian dari Munir tersebut menjelaskan bahwa dalam hal pe-layanan yang diberikan oleh pemerin-tah terkait dengan kegiatan pelayan-an ypelayan-ang dilakukpelayan-an berdasarkpelayan-an sis-tem, prosedur dan metode atau cara-cara tertentu. Dengan demikian

pe-layanan merupakan proses yang dijalankan secara sistematis dan prosedural yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan saling berhubungan.

Dalam hal pelaksanaan pelayan-an ypelayan-ang dilakukpelayan-an oleh pemerintah, lebih jauh Munir (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor pendukung yang mesti diperhatikan dalam sebuah pelayanan yaitu: Kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan, aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme pelayanan, pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, keterampilan petugas pemberi pelayanan dan sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.

Keenam faktor tersebut disadari merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam menciptakan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Pada aspek kesadaran, maka hal tersebut merupakan kondisi terpenting bagi aparat pemberi pelayanan agar merasakan bahwa dirinya adalah sebagai pelayan masyarakat. Dalam kondisi ini maka sikap empati akan adanya kebutuhan masyarakat harus diutamakan. Ada-nya kesadaran pejabat pemberi pelayanan ini terkait dengan ke-ihklasan, kesungguhan dan disiplin dalam pelayanan.

Aturan merupakan faktor pen-dukung untuk terlaksananya pelayan-an publik ypelayan-ang baik. Terutama adalah konsistensi dalam menjalankan atur-an main pelayatur-anatur-an publik. Hal ini terkait dengan standarisasi pelayanan minimal yang harus dilakukan oleh aparat pemerintah dalam melayani

(4)

17 masyarakat. Pelaksanaan peraturan ini berhubungan dengan kewenangan yang dimiliki oleh aparat pemerintah. Setiap aparat pelayanan masyarakat akan leluasa melaksanakan tugasnya apabila diberikan wewenang se-penuhnya. Ini terkait dengan tang-gungjawab pekerjaan yang dilaksana-kannya.

Faktor organisasi adalah lem-baga pelayan publik yang melaksana-kan pekerjaan pelayanan masyarakat. Organisasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah terkait dengan lembaga dan sistem pengaturan serta mekanisme kerja yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang me-madai. Dalam pengertian organisasi sebagai mekanisme, maka perlu ada-nya sarana pendukung yang ber-fungsi memperlancar mekanisme ter-sebut. Sarana pendukung atas me-kanisme tersebut adalah sistem, prosedur dan metode yang dijalankan dalam pelayanan.

Faktor lainnya adalah pen-dapatan atau imbalan yang diterima oleh parat pelaksana pelayanan atas pekerjaan yang dilakukan dalam melayani. Dalam hal ini imbalan yang diterima harus seimbang dengan pekerjaan yang telah dilakukannya. Untuk aparat pemerintah maka imbalan yang dimaksud adalah gaji yang diterima setiap bulannya harus memenuhi standar minimal kelayakan bagi penghidupan dia dan keluarga-nya. Tentunya hal ini telah diatur dalam UU Kepegawaian Republik Indonesia.

Faktor lainnya adalah kemampu-an keterampilan dari aparat pe-laksana pelayanan. Dalam hal ini kemampuan yang dimaksud adalah adanya kesanggupan aparat pelak-sana dalam menjalankan pekerjaan

melayani. Kemampuan disini meliputi beberapa hal, antara lain kemampuan konsepsional, kemampuan human relation dan kemampuan teknis. Tiga kemampuan ini saling mendukung dalam kebutuhan pelayanan publik yang dilakukan.

Sarana pelayanan merupakan faktor pendukung terakhir yang harus dipenuhi. Sarana pelayanan yang dimaksud di sini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau pelengkap dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka ke-pentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi ker-ja.

Berbagai pelayanan publik yang dijalankan haruslah memenuhi sendi-sendi pokok sebagai patokan untuk standarisasi pelayanan seperti: ada-nya kesederhanaan dalam prosedur pelayanan, kejelasan aturan dalam sistem pelayanan, kepastian dalam hal produk dan kualitas pelayanan, keamanan dalam menjalankan pro-duk pelayanan, adanya keterbukaan dalam pembiayaan dan prosedur yang dilaksanakan, memperhatikan efisiensi, ekonomis, keadilan dan tepat waktu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Sendi dalam pelayanan terkait dengan pola pelaksanaan pelayanan yang dijalankan oleh instansi atau lembaga penyelenggara pelayanan. Budiono (1999) menjelaskan me-ngenai pola-pola pelayanan yang dijalankan yaitu: pelayanan fungsi-onal, pelayanan satu atap, pelayanan satu pintu, pelayanan terpusat, dan pelayanan satu tempat.

(5)

18 Metode Penelitian dan Cara Kerja 1. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa adanya me-ngenai kesiapan aparat pemerintah daerah terutama di tingkat desa dan kelurahan dalam pelaksanaan Otono-mi Daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan hal ter-sebut maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis karena persepsi dan pen-dapat dari responden ditulis apa adanya sesuai dengan apa yang diperoleh oleh peneliti. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis melalui tabulasi frekuensi untuk melihat kecenderungan prosentase dari jawaban responden.

2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh aparat pemerintah desa dan kelurahan di Kecamatan Pondok Gede. Penetapan populasi didasar-kan pada Populasi Target seperti dikemukakan oleh Wasito (1995) yaitu populasi yang telah ditentukan sesuai dengan masalah penelitian. Dalam hal ini maka aparat pe-merintahan desa dan kelurahan yang dijadikan populasi adalah seluruh aparat dari mulai Kepala Desa sampai Kepala Urusan. Dari populasi tersebut seluruhnya dijadikan res-ponden, sehingga N = n, atau dengan menggunakan teknik sensus.

3. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data primer. De-ngan demikian alat untuk me-ngumpulkan data tersebut akan di-pergunakan melalui kuesioner de-ngan menggunakan pertanyaan semi

terbuka. Sedangkan untuk menjaring data dari aparat Pemerintah Daerah Kota Bekasi akan digunakan Pedo-man wawancara. Hal ini perlu untuk mengetahui sejauhmana upaya-upaya yang dilakukan oleh Peme-rintah Daerah Kota Bekasi.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi responden dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti: pembagian berdasarkan jenis ke-lamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, status pekerjaan dan lamanya bekerja. Hal ini dilakukan untuk me-ngetahui latar belakang responden sehingga dapat dianalisis seberapa besar pengaruh latar belakang responden terhadap variabel-variabel pokok dalam penelitian ini.

Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah laki-laki. Hal ini ditunjukkan data bahwa 70% res-ponden adalah laki-laki dan sisanya sebanyak 30% perempuan. Gam-baran ini mengindikasikan bahwa perimbangan jumlah antara staf laki-laki dan perempuan relatif tidak seimbang. Jumlah staf laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Sehingga dapat disim-pulkan terdapat ketimpangan jender pada kelompok staf pelayan ma-syarakat di kelurahan pada wilayah Kecamatan Pondok Gede. Tabel 1 berikut menunjukkan kondisi tersebut.

(6)

19 Tabel 1.

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin N = 30 No Keterangan f Prosentase (%) a. Laki-Laki 21 70,00 b. Perempuan 9 30,00 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006.

Gambaran responden berdasar-kan tingkat pendidiberdasar-kan dapat dilihat pada tampilan Tabel 2. berikut ini:

Tabel 2.

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan N = 30

No Keterangan f Prosentase (%)

a SLTP Tamat 1 3,33

b SLTA Tidak Tamat 1 3,33

c SLTA Tamat 17 56,70

d Diploma Tidak Tamat 1 3,33 e Diploma Tamat 4 13,30 f Sarjana Tidak Tamat 1 3,33 g Sarjana 5 16,70 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Memperhatikan tampilan data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SLTA Tamat, yaitu sebanyak 56,7%. Jumlah Sarjana hanya 16,7%, setingkat diploma (sarjana tidak tamat) sebanyak 16,6%. Dalam hal ini perimbangan antara kelompok sar-jana dan diploma sama, namun sangat tidak imbang bila dibandingkan dengan tingkat SLTA. Hal yang cukup tidak tepat adalah adanya responden yang berpen-didikan SLTA tidak tamat atau SLTP, yaitu sebanyak 6,7%.

Kondisi di atas mengindikasikan bahwa berdasarkan tingkat pen-didikannya, staf pelaksana pelayanan di kelurahan pada Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi relatif masih kurang. Ini mengindikasikan bahwa kualitas sumberdaya manusia masih rendah, padahal tuntutan pelayanan masyarakat demikian kuatnya. Bukannya saja cepat dalam pelayanan, melainkan juga kualitas dari pelayanan itu sendiri. Salah satu komponen yang dapat mendukung terhadap pencapaian kualitas pe-layanan adalah tingkat pendidikan dari aparat pemberi pelayanan itu sendiri.

Berikut akan diuraikan hasil analisis terhadap kesiapan aparatur pemerintah dalam implementasi UU No. 32 Tahun 2004 berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. 1. Pemahaman Aparat Pemerin-tah Kelurahan Tentang Pelaksana-an UU No. 32 Tahun 2004 TentPelaksana-ang Pemerintahan Daerah Dalam Bi-dang Pelayanan Masyarakat

Implementasi pelayanan masya-rakat sangat terkait dengan adanya perubahan undang -undan g tentang pemerintahan daerah. Otonomi Da-erah yang telah digulirkan sejak tahun 1999 dan semakin disempurnakan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah perubahan ke arah perbaikan pelayanan kepada masya-rakat.

Dalam UU Pemerintahan Daerah No. 32 tahun 2004 yang paling nampak adalah bahwa masyarakat menjadi kunci utama dan memiliki posisi tawar yang cukup tinggi dalam pelayanan masyarakat. Dalam hal ini, kualitas pelayanan hanya dapat

(7)

di-20 ukur dari masyarakat yang meng-alami langsung pelayanan yang di-berikan oleh aparat pemerintah. Masyarakat adalah penentu baik tidaknya pelayanan yang diberikan oleh aparat.

Hasil analisis menunjukkan bah-wa ternyata mayoritas aparat pe-merintah mengetahui adanya per-ubahan UU tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Sebanyak 76,7% aparat me-ngetahui adanya UU tersebut. Namun pada sisi lain terdapat 16,7% staf pemerintah kelurahan yang tidak mengetahuinya. Keadaan seperti ini menjadi tidak tepat apabila dikaitkan dengan tuntutan perkembangan ke-bijakan yang ada. Seharusnya aparat pemerintahan mengetahui setiap ada perubahan kebijakan yang terkait dengan bidang pekerjaannya. Se-lebihnya sebanyak 6,7% staf ke-lurahan yang cenderung tidak ada peduli terhadap adanya perubahan UU pemerintah daerah tersebut.

Aparat yang memiliki pemaham-an cukup atas UU No. 32 Tahun 2004 sangatlah sedikit, jumlah aparat yang memahami hanya 23,3%. Aparat pe-merintah kelurahan yang kurang me-mahami dan tidak meme-mahami jauh lebih banyak, untuk kelompok ini sebanyak 53,33% dan 10%. Jumlah yang tidak sedikit. Rendahnya jumlah aparat yang memiliki pemahaman atas UU No. 32 Tahun 2004 meng-akibatkan tidak fahamnya aparat dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Dalam jangka waktu yang lebih jauh maka akan mengakibatkan semakin rendahnya kualitas pelayanan yang dilakukan oleh aparat kelurahan.

Namun walaupun tingkat penge-tahuan dan pemahaman mereka

re-latif rendah atas pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004, ternyata aparat pe -merintah kelurahan masih memiliki rasa optimis untuk tetap secara optimal memberikan pelayanan ter-baik kepada masyarakat. Jelas bah-wa secara deskriptif pengetahuan, pemahaman aparat terhadap UU No. 32 Tahun 2004 dan kemampuan aparat pemerintah dalam melak-sanakan implementasi UU No. 32 tersebut masih relatif rendah. Namun rendahnya pengetahuan, pemaham-an dan kemampuan aparat pe-merintah perlu ditingkatkan dan hal ini membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah Kota Bekasi. Pada sisi lain Pemerintah Kota Bekasi harus memberi peluang dan kesem-patan kepada aparat pemerintah kelurahan untuk meningkatkan kua-litas akademik, keterampilan melayani dan kepemimpinan.

2. Kesiapan Aparat Pemerintah Dalam Pelaksanaan Otonomi Ber-dasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pada Bidang Pelayanan Masya-rakat

Kesiapan aparat atas implemen-tasi UU pemerintah daerah merupa-kan hal yang perlu dimiliki oleh aparat pemerintah. Walaupun memang da-lam pelaksanaan implementasi UU tersebut masih harus diterjemahkan ke dalam Peraturan Daerah atau dalam bentuk kebijakan daerah lainnya.

Untuk mengetahui seberapa siap aparat pemerintah kelurahan dalam melaksanakan UU No. 32 Tahun 2004 maka tanggapan responden pada Tabel 3. di bawah ini dapat dilihat sebagai berikut:

(8)

21 Tabel 3.

Kesiapan Responden Dalam Melaksanakan UU No. 32 Pada Bidang

Pelayanan Masyarakat N = 30 No Keterangan f Prosentase

(%) a Siap dan bahkan

sudah melaksanakan

16 53,30 b. Siap dan akan

melaksanakan 12 40,00 c. Belum siap melaksanakan 2 6,70 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Kesiapan aparat pemerintah ke-lurahan nampaknya belum semua-nya, nampak bahwa dalam Tabel 3. hanya 53,30% aparat yang menyata-kan sudah siap bahmenyata-kan sudah melak-sanakan sebagian dari kebijakan oto-nomi daerah yang terkait dengan bidang pekerjaan dia. Sebagian lain-nya sebalain-nyak 40% baru melain-nyatakan siap untuk melaksanakannya, pada-hal UU tersebut sudah diimplemen-tasikan sejak tahun 2005. Bahkan masih ada sebanyak 6,7% aparat pemerintah kelurahan yang belum siap melaksanakan UU No. 32 Tahun 2004. Kondisi demikiaan mengindika-sikan bahwa mayoritas aparat belum siap melaksanakan UU No. 32 Tahun 2004. Ketidaksiapan tersebut akan berdampak terhadap perilaku aparat dalam melaksanakan pekerjaan. Kebanyakan dari aparat tidak akan memahami pentingnya melayani masyarakat secara sempurna. Akibat-nya akan menimbulkan keluhan dan kekecewaan dari masyarakat yang pada akhirnya mengakibatkan ber-kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penyelenggara pe-merintahan.

Banyaknya aparat pemerintah kelurahan yang tidak siap dalam melaksanakan UU No. 32 tahun 2004, maka perlu diupayakan agar aparat tersebut bisa memiliki kesiapan yang dibuktikan dengan adanya kemampuan dan keteram-pilan yang handal dalam melayani masyarakat.

3. Harapan Aparat Pemerintah dalam Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Bidang Pelayanan Masyarakat

Optimisme dari aparat pemerin-tah dalam melaksanakan pelayanan terbaik sesuai dengan harapan UU No. 32 Tahun 2004 akan nampak dari pandangan aparat pemerintah ter-hadap kesesuaian isi UU No. 32 Tahun 2004 dengan harapan dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Bekasi. Berikut ini akan dipaparkan tanggapan responden.

Tabel 4.

Tanggapan Responden Tentang Kesesuaian Isi UU No. 32 Tahun 2004

Dengan Harapan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Kota

Bekasi N = 30 No Keterangan f Prosentase (%) a. Sesuai dengan harapan saya 8 26,70 b. Kurang sesuai

de-ngan harapan saya

18 60,00 c. Tidak sesuai

de-ngan harapan saya

0 0 d. Pilihan jawaban a,b, dan c 1 3,30 e. Abstain 3 9,00 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

(9)

22 Pernyataan responden yang ter-cantum pada Tabel 4. di atas mengindikasikan bahwa mayoritas responden, yaitu 60%, yang mengata-kan bahwa isi dari UU No. 32 Tahun 2004 masih kurang sesuai dengan harapannya. Sedikit sekali responden yang mengatakan sesuai dengan harapan. Data menunjukkan bahwa sebanyak 26,7% yang mengatakan demikian.

Memperhatikan pernyataan res-ponden tersebut nampaknya UU No.32 Tahun 2004 masih perlu dilakukan evaluasi dan penyem-purnaan agar dalam implementasinya memudahkan bagi aparat pemerintah sebagai pelaksana UU tersebut. Hal yang sama juga akan dapat dirasakan oleh masyarakat umum.

Tanggapan responden yang mengatakan isi dari UU tersebut tidak sesuai dengan harapan, ternyata dalam pelaksanaannya menimbulkan persepsi yang berbeda antara satu aparat dengan aparat lainnya. Data pada Tabel 5. di bawah ini memberikan penjelasan tersebut.

Tabel: 5.

Tanggapan Responden Tentang Implementasi UU No. 32 Pada Bidang

Pelayanan Masyarakat N = 30 No Keterangan f Prosentase

(%) a. Mudah, karena

se-suai dengan tuntutan dan harapan saya

13 43,30

b. Agak sulit dalam pe-laksanaannya 9 30,00 c. Membingungkan sa-ya dalam pelaksana-annya 1 3,30

d. Pilihan jawaban a,b, dan c

1 3,30

e. abstain 6 20,00

JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Aparat pemerintah yang me-ngatakan bahwa dalam implementasi UU No. 32 Tahun 2004 pada bidang pelayanan masyarakat sangatlah mudah sebanyak 43,3%. Alasan mereka mengatakan mudah karena sesuai dengan tuntutan dan harapan dia. Sebanyak 30% aparat yang men-jadi responden mengatakan bahwa dalam implementasinya UU No. 32 Tahun 2004 agak sulit dalam pelaksanaannya.

4. Upaya-upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Permasalahan Pelayanan Masyarakat Berdasar-kan UU No. 32 Tahun 2004

Kelemahan dan hambatan dalam implementasi UU No.32 Tahun 2004 akan mengakibatkan permasalahan baru dalam pelayanan masyarakat. Upaya-upaya untuk meminimalisasi-kan permasalahan dalam pelayanan kepada masyarakat perlu dilakukan. Bentuk upaya yang dilakukan ter-gantung dari kondisi yang dihadapi oleh aparat pelayanan di kelurahan Kecamatan Pondok Gede. Kondisi permasalahan yang dihadapi meng-hendaki perlakuan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat data pada Tabel 6.

(10)

23 Tabel 6.

Pernyataan Responden Tentang Penyelesaian Atas Masalah Yang Terjadi Dalam Pelayanan Kepada

Masyarakat N = 30

No Keterangan f Prosen

tase (%) a. Melaporkan dan

minta bantuan atas-an latas-angsung saya

10 33,30

b. Bertanya dan minta bantuan kepada rekan sekerja 14 46,70 c. Tetap menyelesai-kannya sendiri sampai tuntas 0 0 d. Tidak mengatasi masalah itu dan mengembalikannya kepada masyarakat yang meminta pe-layanan. 0 0 e. Membiarkannya be-gitu saja 0 0 f. Pilihan a dan b 3 9,00 g. Abstain 3 9,00 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Tampilan data pada Tabel 6. menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh aparat pemerintah kelurahan cenderung situasional. Sebagian besar responden, 45,70% menyelesaikan permasalahan pe-layanan yang dihadapi dengan cara bertanya dan minta bantuan kepada rekan sekerja. Setelah diupayakan penyelesaian dengan bantuan dari rekan sekerja ternyata tidak mampu mengatasi masalah, aparat kelurahan sebanyak 33,30% melaporkan dan meminta bantuan kepada atasan langsung. Sisanya sebanyak 18% membiarkannya sampai ada pihak terkait yang akan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Memperhatikan uraian tersebut mengindikasikan bahwa aparat pe-merintah kelurahan telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalah-an yang dihadapi. Tuntutan pe-menuhan perbaikan pelayanan sudah menjadi perhatian bagi sebagian aparat pemerintah kelurahan. Upaya perbaikan pelayanan memberikan ha-rapan semakin berkualitasnya pela-yanan masyarakat. Harapan tersbut dapat disimak dalam uraian Tabel 7. berikut:

Tabel 7.

Harapan Responden Terhadap Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Yang Diberikan Kepada Masyarakat N = 30

No Keterangan F Prosen

tase (%) a. Mendapatkan

kesem-patan memperoleh pendidikan melalui tu-gas belajar.

5 16,70

b. Mendapat training/ pelatihan dalam pe-layanan masyarakat

6 20,00

c. Mendapat training/ pelatihan/kursus kete-rampilan tambahan se-perti computer atau ke- tatausahaan/kesekreta-riatan. 5 16,70 d. Kesempatan lainnya 1 3,30 e. Pilihan a dan b 3 9.00 f. Pilihan a dan c 2 6,60 g. Pilihan a dan d 2 6,60 h. Pilihan a, b, dan c 1 3,30 i Pilihan a, b, c, d dan e 1 3,30 j. abstain 4 13,30 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Melihat kondisi kemampuan memberikan pelayanan aparat pe-merintah kelurahan yang terbatas dan berdampak pada terhambatnya

(11)

pe-24 layanan kepada masyarakat, maka upaya secara kelembagaan perlu dilakukan. Ketika aparat pemerintah kelurahan sudah tidak ada lagi kemampuan teknis maka upaya yang dilakukan adalah memberikan ke-mampuan tambahan dalam teknis pelayanan. Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa aparat pe-merintah kelurahan mempunyai ha-rapan untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui: kesempatan mem-peroleh pendidikan melalui tugas be-lajar, mendapatkan training/pelatihan dalam pelayanan masyarakat, men-dapatkan pelatihan atau kursus ke-terampilan tambahan seperti kompu-ter atau ketatausahaan dan beberapa bentuk lain yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan.

Data pada Tabel 7. menunjukkan bahwa semangat peningkatan ke-mampuan aparat pemerintah kelurah-an masih ada. Hal ini meng-indikasikan bahwa optimisme aparat untuk semakin berkualitas dalam memberikan pelayanan akan ter-wujud. Secara formal melalui pen-didikan dan pelatihan dapat di-upayakan peningkatan kemampuan pelayanan. Melalui peningkatan ke-mampuan melalui pendidikan dan pelatihan akan berdampak pada profesonalisme staf dalam melayani masyarakat. Pada akhirnya akan menciptakan kepuasan setiap masya-rakat yang dilayani.

Terdapat beberapa faktor lain yang berdampak terhadap peningkat-an kualitas pelaypeningkat-anpeningkat-an. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan menurut aparat pemerin-tah kelurahan yang menjadi respon-den antara lain: peningkatan kesejah-teraan pegawai kelurahan (misalnya tambahan gaji atau tunjangan),

pe-ningkatan jumlah dan kualitas fasilitas pelayanan dan peningkatan kemam-puan staf administrasi pelayanan kelurahan.

Uraian data pada Tabel 8. berikut akan memberikan gambaran tentang tanggapan responnden atas pening-katan kualitas pelayanan.

Tabel 8.

Tanggapan Responden Tentang Hal Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan N = 30 No Keterangan f Prosen-tase (%) a. Peningkatan kese-jahteraan pegawai kelurahan (misal: tambahan gaji/tun-jangan) 8 26,70 b. Peningkatan jum-lah dan kualitas peralatan pendu-kung untuk pela-yanan kepada ma-syarakat.

11 36,70

c. Peningkatan Jum-lah Staf Kelurahan

0 0

d. Peningkatan kua-litas kemampuan staf kelurahan me-lalui pelatihan/trai-ning 1 3,30 e. Pilihan a dan b 1 3,30 g. Pilihan a, b, c, dan d. 5 16,70 h. abstain 4 13,30 JUMLAH 30 100,00

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Setelah Diolah, 2006

Hal yang pokok berdampak ter-hadap peningkatan kualitas pelayan-an adalah dipenuhinya peningkatpelayan-an jumlah dan kualitas fasilitas pelayan-an masyarakat. Responden yang mengatakan hal tersebut berjumlah 36,70% dan kelompok yang kedua

(12)

25 sebanyak 26,7% yang mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan pegawai kelurahan cukup membantu peningkatan kualitas pelayanan.

Berdasarkan pembahasan dan analisis di atas menunjukkan bahwa walaupun pemahaman aparat ter-hadap isi dari UU No. 32 tahun 2004 dalam hal pelayanan, namun ke-banyakan dari mereka masih memiliki kemampuan untuk mengatasi per-masalahan yang dihadapi. Beberapa hal yang terkait dengan upaya mengatasi masalah antara lain melalui peningkatan kemampuan staf, peningkatan kesejahteraan staf dan peningkatan kualitas dan jumlah fasilitas pelayanan.

Kesimpulan

1. Status kepegawaian yang ber-variatif dan cenderung dominan yang berstatus bukan PNS berpengaruh terhadap pelaksa-naan pekerjaan dalam melayani masyarakat. Tidak adanya ja-minan atas karier dan masa depan cenderung berpengaruh terhadap cara mereka melaksa-nakan pekerjaan. Walaupun ma-yoritas responden memiliki peng-alaman lebih dari 5 tahun, namun ternyata tidak jaminan bagi staf kelurahan dapat melaksanakan pekerjaan pada bidang pe-layanan yang profesional dan memberikan kepuasan bagi ma-syarakat. Hal ini cukup ber-alasan, karena selain honor yang kecil juga jaminan kepastian bahwa mereka akan diangkat menjadi PNS juga ternyata tidak ada.

2. Pengetahuan dan pemahaman aparat terhadap UU No. 32

Tahun 2004 serta kemampuan aparat pemerintah dalam imple-mentasi UU No. 32 masih relatif rendah.

3. Hubungan antara indikator terkait dengan pemahaman atas kebi-jakan UU No 32, kesesuaian pendidikan dan keterampilan yang dimiliki dengan pemahaman aparat atas bidang pekerjaan yang menjadi tugasnya, ternyata relatif tidak saling mendukung. 4. Minimnya kemampuan aparat

memahami bidang pekerjaannya disebabkan kurangnya pengarah-an secara teknis terkait dengpengarah-an apa yang harus dilakukannya dalam melakukan pekerjaan melayani masyarakat. Batas ke-wenangan, tugas pokok dan fungsi masing -masing staf yang tidak jelas berakibat pada tumpang tindihnya pelaksanaan pekerjan. Hal ini akan berakibat pada bertumpuknya pekerjaan pada satu seksi tertentu atau orang tertentu sementara pada seksi lain justru terkesan kurang pekerjaan. Bahkan akan terjadi-nya penumpukkan pekerjaan se-orang staf dalam memberikan pelayanan umum.

5. Aparat pemerintah kelurahan me-naruh harapan yang tinggi dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan tuntutan UU No. 32 Tahun 2004. Hal tersebut terlihat dari pandangan aparat pe-merintah kelurahan terhadap ke-sesuaian isi UU No. 32 Tahun 2004 dengan harapan dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Bekasi. Pernyataan res-ponden menunjukkan bahwa UU No. 32 Tahun 2004 masih perlu dilakukan evaluasi dan

(13)

penyem-26 purnaan agar dalam implemen-tasinya memudahkan bagi aparat pemerintah sebagai pelaksana UU tersebut.

6. Aparat pemerintah kelurahan telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Tuntutan pemenuhan perbaikan pelayanan sudah men-jadi perhatian bagi sebagian aparat pemerintah kelurahan. Upaya perbaikan pelayanan memberikan harapan semakin berkualitasnya pelayanan masya-rakat

7. Secara obyektif berdasarkan te-muan di lapangan, semangat peningkatan kemampuan aparat pemerintah kelurahan masih ada. Hal ini mengindikasikan bahwa optimisme aparat untuk semakin berkualitas dalam memberikan pelayanan akan terwujud. Secara formal melalui pendidikan dan pelatihan dapat diupayakan peningkatan kemampuan pelaya-nan. Melalui peningkatan ke-mampuan melalui pendidikan dan pelatihan akan berdampak pada profesionalisme staf dalam melayani masyarakat. Pada akhirnya akan menciptakan ke-puasan setiap masyarakat yang dilayani.

Rekomendasi

1. Rendahnya pengetahuan, pema-haman dan kemampuan aparat pemerintah kelurahan perlu di-tingkatkan dan hal ini mem-butuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah Kota Bekasi. Pada sisi lain pemerintah Kota Bekasi harus memberi peluang dan kesempatan kepada aparat

pemerintah kelurahan untuk meningkatkan kualitas akademik, keterampilan melayani dan kepemimpinan.

2. Kondisi pegawai yang kurang optimal dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya seharusnya mendapat perhatian dari pihak Pemerintah Kota Bekasi. Setidaknya Pemerintah Kota Bekasi membuat sistem kepegawaian yang memungkin-kan staf pegawai dapat tenang dalam bekerja dan memperoleh jaminan karier

3. Kelemahan dan hambatan dalam implementasi UU No.32 Tahun 2004 akan mengakibatkan per-masalahan baru dalam pelayan-an masyarakat. Upaya-upaya un-tuk meminimalisasikan permasa-lahan dalam pelayanan kepada masyarakat perlu dilakukan de-ngan berbagai cara yang ber-basis pada pemberdayaan aparatur pemerintah kelurahan. Bentuk upaya yang dilakukan tergantung dari kondisi yang dihadapi oleh aparat pelayanan di kelurahan Kecamatan Pondok Gede. Kondisi permasalahan yang dihadapi menghendaki per-lakuan yang berbeda. Hal ter-sebut sifatnya kondisional namun didasarkan pada standarisasi pe-layanan minimal yang telah ditetapkan berdasarkan peratur-an daerah.

4. Melihat kondisi kemampuan memberikan pelayanan masya-rakat dari aparat pemerintah kelurahan yang terbatas dan berdampak pada terhambatnya pelayanan kepada masyarakat, maka upaya secara kelem-bagaan perlu dilakukan. Ketika

(14)

27 aparat pemerintah kelurahan sudah tidak ada lagi kemampuan teknis maka upaya yang di-lakukan adalah memberikan ke-mampuan tambahan dalam tek-nis pelayanan. Kemampuan ini bisa ditingkatkan melalui pe-latihan dan kursus sesuai dengan tuntutan pekerjaan pelayanan. Secara formal melalui pendidikan dan pelatihan dapat diupayakan peningkatan kemampuan pe-layanan. Peningkatan kemam-puan melalui pendidikan dan pe-latihan akan berdampak pada profesionalisme staf dalam me-layani masyarakat. Pada akhir-nya akan menciptakan kepuasan setiap masyarakat yang dilayani.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku - buku

Handoyo, B., Hestu Cipto, 1998, Otonomi Daerah Titik Berat Otonomi dan Urusan Rumah Tangga Daerah, Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya. Kaho, Josef Riwu, 1991, Prospek

Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers.

Koentjaraningrat (ed)., 1994, Metode-metode Penenelitian Masyarakat, (edisi III), Jakarta: PT Gramedia. MacAndrews, Colin, dan Ichlasul

Amal, 2000, Hubungan Pusat – Daerah dalam Pembangunan, cetakan ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Masykur Nur Rif’ah, (ed), 2001, Peluang dan Tantangan Otonomi Daerah, Depok: PT. Permata Artistika Kreasi.

Muslimin, Amrah, 1986, Aspek-aspek Otonomi Daerah, Bandung: Alumni.

Moleong, J., 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karya.

Rasyid, Ryass, 1997,Manajemen dan Kepemimpinan Pemerintahan, Jakarta: Penerbit Yasrif Watam-pone.

Sarundadjang, S.H. 1997,Pemerintah Daerah di Berbagai Negara (Tinjauan Khusus Pemerintahan Daerah di Indonesia: Perkem-bangan, Kondisi dan Tantangan), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Supriatna, Tjahya, 1993, Sistem

Administrasi Pemerintahan di Daerah, cetakan I, Jakarta: Bumi Aksara.

Suradinata, Ermaya, 1998, Manajemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Bandung: Penerbit Ramadhan.

Syafrudin, Ateng, 1991, Hubungan Kepala Daerah Dengan DPRD, Bandung: Tarsito

---, 1985, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bandung: Bina Cipta.

Wasistiono, Sadu, 2001, Kapita Selekta Manajemen Pemerintah-an Daerah,Bandung: Alqaprint.

(15)

28 Yudoyono, Bambang, 2000, Otonomi

Daerah: Desentralisasi dan Pe-ngembangan SDM Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD, Jakarta: Sinar Harapan.

B. UNDANG-UNDANG DAN

PERATURAN

Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

Undang-ndang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 2005 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan sebelumnya, telur asin yang memperoleh total skor tertinggi (4) setelah penyimpanan 28 hari (H28) adalah telur asin yang hanya direbus (R) karena hanya

'engan harga emas yang cukup tinggi dan perkembangan teknologi untuk pengolahan emas berkadar rendah dari bijih sul&idis( pengolahan kembali spent ore menjadi

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan Lingkungan Hidup melaksanakan pemantauan kualitas air sumur dengan lokasi titik pemantauan berdasarkan permohonan dari warga

Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja dapat diwujudkan melalui kerjasama dengan

Untuk menganalisis pengaruh Cash Ratio (CR) berpengaruh secara parsial terhadap Kebijakan Dividen pada sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia

Sebelum Desa Pematang Simalungun, desa ini masih menjadi satu induknya, Desa Pematang Simalungun adalahdesa hasil pemekaran Desa Rambung Merah, jadi sesungguhnya pada

[r]