• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rajungan (Portunus pelagicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rajungan (Portunus pelagicus)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pada umumnya rajungan berbeda dengan kepiting (Scylla sp.). Tanda khusus yang dapat membedakan jenis kepiting dan rajungan adalah dengan melihat bentuk dan ukuran karapasnya. Rajungan dicirikan dengan karapas yang relatif lebih panjang dan memiliki duri cangkang yang lebih panjang dibandingkan dengan kepiting bakau (BBPMHP 1995 diacu dalam Hafiluddin 2003).

2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi

Klasifikasi rajungan menurut Martin dan Davis (1978) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Subordo : Pleocyemata Infraordo : Brachyura Famili : Portunidae Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

Hewan ini mempunyai karapas yang sangat menonjol dibandingkan abdomennya. Lebar karapas pada hewan dewasa dapat mencapai 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Pada kedua sisi muka (antero lateral) karapas terdapat 9 buah duri. Duri pertama di anterior berukuran lebih besar daripada ketujuh duri di belakangnya, sedangkan duri ke-9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki jalan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang digunakan untuk

(2)

memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, sedangkan pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang tereduksi dan tersembunyi di balik abdomen. Kaki renang pada hewan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati dan Wardana 1990).

Ukuran dan warna rajungan jantan berbeda dengan betina. Hewan jantan berukuran lebih besar dan berwarna biru serta terdapat bercak-bercak putih, sedangkan betina berwarna hijau kecoklatan dengan bercak-bercak putih kotor. Rajungan (Portunus pelagicus) hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, batu karang atau terkadang dapat dijumpai sedang berenang ke permukaan laut. Hewan dewasa memakan moluska, krustasea, ikan atau bangkai pada malam hari. Larva rajungan bersifat planktonik, berkembang menjadi dewasa melalui stadia zoea, megalopa dan rajungan dewasa (Oemarjati dan Wardana 1990). Bentuk umum rajungan dapat dilihat pada Gambar 2.

(3)

2.1.2 Karakteristik cangkang rajungan

Lapisan penyusun cangkang rajungan disebut kutikula. Lapisan paling luar dari kutikula disebut epikutikula. Lapisan epikutikula dicirikan dengan adanya sedikit kandungan kitin. Lapisan di bawah epikutikula disebut prokutikula. Lapisan prokutikula tersusun dari kitin, protein dan garam kalsium. Dalam lapisan prokutikula terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan preecdysial procuticle dan postecdysial procuticle. Lapisan postecdysial procuticle terdiri dari dua lapisan yaitu principal layer dan membranous layer. Lapisan di bawah prokutikula disebut lapisan epidermis. Susunan lengkap cangkang rajungan adalah: epikutikula, preecdysal procuticle, principal layer, membranous layer, epidermis, dan tegumental glands (Green dan Neff (1972) diacu dalam Ellis dan Mantel (1985)). Susunan umum cangkang rajungan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Lapisan penyusun pada cangkang rajungan (Ellis dan Mantel 1985)

2.1.3 Komposisi kimia cangkang rajungan

Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan dan selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organik mengingat kandungan mineral, terutama kalsiumnya cukup tinggi. Cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaxanthin

(4)

rajungan beserta daging yang masih melekat pada cangkang dapat dilihat pada Tabel 1.

Golongan krustase seperti rajungan pada umumnya mengandung 25% bahan padat yang sebagian besar terdiri atas kitin, 20–25% daging yang dapat dimakan, dan sekitar 50–60% berupa hasil buangan (Angka dan Suhartono 2000). Hasil pengolahan limbah rajungan pada PT. Philips Seafood terdiri dari 23% daging yang melekat pada cangkang dan organ pencernaan, 57% cangkang dan 20% sisanya adalah whey (Anonim 1994).

Tabel 1 Komposisi kimia cangkang rajungan dan daging yang masih melekat pada cangkang Parameter Jumlah Air (%) 8,10 Protein (%) 15,58 Lemak (%) 0,19 Abu (%) 53,38 Karbohidrat (%) 22,75

Sumber: Fawzya et al. (2004).

Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan. Whey merupakan air rebusan rajungan dan memiliki aroma rajungan yang cukup kuat sehingga air rebusan ini cukup potensial untuk dijadikan bahan dasar pembuatan kerupuk (Anonim 1994). Jenis rajungan yang umum dimakan adalah rajungan yang ukurannya cukup besar yaitu rajungan yang termasuk dalam famili Portunidae dan Podopthalmine (Aktani 1991).

2.2 Mineral

Unsur-unsur mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam makanan, unsur-unsur tersebut kebanyakan terdapat sebagai garam anorganik, misalnya natrium klorida, tetapi beberapa mineral terdapat dalam senyawa organik, seperti sulfur dan fosfor yang merupakan penyusun berbagai protein (Kasmidjo 1992).

(5)

Unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar akan tetapi zat anorganiknya tidak, karena itu disebut sebagai abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Unsur mineral natrium, kalium, kalsium, magnesium dan fosfor terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Unsur mineral lain seperti besi, iodium, tembaga dan seng terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut mineral mikro (Winarno 1997).

Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu, mineral berperan pula dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral dalam cairan tubuh diperlukan untuk mengatur pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam basa, membantu ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot syaraf terhadap rangsangan. Mineral dapat digolongkan ke dalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari, sedangkan mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg per hari (Almatsier 2003).

2.2.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral bernama internasional Calcium dengan simbol Ca. Mineral bernomor atom 20 ini memiliki masa atom 40,078 g, merupakan anggota dari grup alkali metal nomor 2 dengan nomor periode 4. Kalsium memiliki struktur elektron [Ar] 4S2, berwujud padat pada suhu 25 oC, memiliki

titik didih 1440 oC, titik leleh 838 oC, massa jenis 1,55 g/m3 dan berwarna putih

metalik (Anonim 2004).

Kalsium adalah materi esensial pertama yang diketahui dalam makanan. Unsur ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humphrey Davy (Inggris) tahun 1808. Pada awal 1842, Chossat (ilmuwan asal Perancis) melakukan percobaan pemberian diet rendah kalsium pada merpati yang mengakibatkan pertumbuhan tulang yang buruk dalam waktu sepuluh bulan (Ensminger et al. 1995).

(6)

Manusia memerlukan kalsium yang terkandung sekitar 2% dari tubuh. Kalsium memberikan kekuatan dan struktur pada tulang dan gigi. Kalsium juga mengontrol kontraksi detak jantung, transmisi impuls syaraf dan aktivasi enzim (Ensminger et al. 1995).

Sembilan puluh sembilan persen (99%) kalsium dalam tubuh berada dalam tulang dan gigi, dimana garam kalsium (terutama kalsium fosfat) membentuk matriks sel untuk membangun kekuatan bentuk tubuh. Tulang juga memerlukan kalsium untuk menjaga konsentrasi plasma tulang agar tetap konstan. Sekitar 700 mg kalsium diperkirakan keluar masuk matriks tulang setiap harinya pada laki-laki dewasa. Komposisi kimia gigi sama dengan tulang, tetapi bila dibandingkan dengan tulang, enamel gigi lebih keras dan memiliki kandungan air yang lebih rendah (sekitar 5%). Kalsium dalam gigi tidak dapat tergantikan, maka dari itu gigi tidak dapat memperbaiki kerusakannya sendiri (Ensminger et al. 1995).

Berdasarkan pemenuhan kebutuhan kalsium dapat diyakini bahwa semua kalsium dalam tubuh berasal dari makanan dan dengan demikian diet kalsium diperlukan untuk membangun serta menjaga keseimbangan tubuh.

2.2.1.1 Sumber kalsium

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering dan cangkang rajungan merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik pula, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier 2003).

Cangkang rajungan memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi diantaranya P, Ca, Cu, Fe, Zn, Mn dan Mg dan mengandung sejenis polisakarida berupa kitin (Lestari 2005). Cangkang rajungan memiliki 19,97% kalsium dan 1,81% fosfor (Multazam 2002).

(7)

Tepung ikan yang dibuat dari keseluruhan tubuh ikan memiliki kandungan kalsium yang sangat tinggi baik dalam ukuran 100 g per porsi maupun per 100 kkal. Tulang ikan ini bisa dijadikan sumber kalsium dan protein yang penting bagi negara yang tidak mampu menyediakan susu (Guthrie 1975).

Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Kaup 1991), yaitu:

(1) Tepung tulang, mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi diantara sumber kalsium lain.

(2) Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak asam), deflourined fosfat (garam kalsium fosfat yang masih mengandung fluor yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang ketersediaannya sedang.

(3) Hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini memiliki ketersediaan yang rendah.

Beberapa bahan sumber nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium, tetapi kalsium tersebut mungkin tidak dapat digunakan karena tingginya kadar oksalat atau fitat. Kebanyakan kalsium bahan nabati tidak dapat digunakan dengan baik karena berikatan dengan oksalat yang dapat membentuk garam yang tidak larut dengan air (Linder 1992).

Kalsium pada ikan terutama tulang, membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau tri kalsium fosfat. Bentuk kompleks ini terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh, yaitu berkisar 60-70% (Lutwak 1982).

Metode sederhana yang dilakukan untuk mendapatkan kalsium yang bersumber dari tulang adalah dengan cara pembakaran. Ada tiga tahap pembuatan abu tulang dengan metode pembakaran, yaitu sterilisasi tulang, pembakaran tulang untuk menghilangkan darah, ossein, sumsum, lemak dan pengecilan ukuran kalsium tulang dalam mortar, namun cara demikian dapat menimbulkan polusi udara yang disebabkan oleh proses pembakaran (Mann 1967).

Sada (1984) menyatakan bahwa pengekstrakan kalsium ikan dengan cara hidrolisis protein mengunakan larutan basa merupakan alternatif lain untuk

(8)

mendapatkan kalsium ikan. Penghilangan protein pada kulit krustasea menurut Knoor (1984), umumnya menggunakan larutan NaOH dengan konsentrasi 2-3% dengan suhu 63-65 oC dalam waktu 1-2 jam dan teknik ini merupakan dasar untuk menghilangkan protein pada tulang ikan.

Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan disebut steam bone meal, rata-rata mengandung 30,14% kalsium dan 14,53% fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dari pengukusan akan kehilangan protein, selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26% protein, 5% lemak, 22,96% kalsium, dan 10,25% fosfor (Morrison 1958).

Salah satu perusahaan di Amerika, International Seafood of Alaska (ISA) memproduksi tepung tulang ikan dengan harapan mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan alami untuk mengatasi penyakit osteoporosis pada wanita. Kandungan gizi tepung tulang ikan dan tepung cangkang rajungan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi tepung tulang ikan dan tepung cangkang rajungan

Zat Gizi ISA’s (%)a BBPMHP (%)b

Air 3,6 4,45 Abu 33,1 55,21 Protein 34,2 13,58 Lemak 5,6 0,54 Kalsium 11,9 24,78 Fosfor 11,6 0,49 a)

Tulang ikan, Kodiak (2001).

b)

Cangkang rajungan, BBPMHP (2000).

2.2.1.2 Kegunaan kalsium pada manusia

Fungsi kalsium dalam tubuh manusia adalah sebagai berikut : (a) Pembentukan tulang dan gigi

Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi: (a) sebagai bagian integral dari struktur tulang, dan (b) sebagai tempat menyimpan asupan kalsium darah.

(9)

Pada tahap pembentukan janin manusia, matriks sebagai cikal bakal tulang tumbuh. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur hingga setelah lahir. Matriks yang merupakan sepertiga bagian dari tulang terdiri atas serabut yang terbuat dari protein kolagen yang diselubungi oleh bahan gelatin. Segera setelah bayi manusia lahir, matriks mulai menguat melalui proses kalsifikasi, yaitu terbentuknya kristal mineral. Kristal ini terdiri dari kalsium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2). Kalsium dan fosfor merupakan mineral

utama dalam ikatan ini, sehingga keduanya harus berada dalam jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang. Batang tulang yang merupakan bagian terkeras matriks, mengandung kalsium fosfat, magnesium, seng, natrium karbonat dan fluor disamping hidroksiapatit.

Selama pertumbuhan, proses kalsifikasi berlangsung terus dengan cepat. Pada ujung tulang panjang ada bagian yang berpori yang dinamakan trabekula, yang menyediakan suplai kalsium siap pakai guna mempertahankan konsentrasi kalsium normal dalam darah. Selama manusia hidup, tulang senantiasa mengalami perubahan, baik dalam bentuk maupun kepadatan, sesuai dengan usia dan perubahan berat badan.

Mineral yang membentuk dentin dan email yang merupakan bagian tengah dan luar dari gigi adalah mineral yang sama dengan mineral pembentuk tulang. Akan tetapi, kristal gigi lebih padat dan kadar airnya lebih rendah. Pertukaran antara kalsium gigi dan kalsium tubuh berlangsung lambat dan pertukaran ini terjadi pada lapisan dentin. Sedikit pertukaran kalsium mungkin juga terjadi di antara lapisan email dan ludah.

(b) Mengatur pembekuan darah

Bila terjadi luka, ion kalsium di dalam darah merangsang pembekuan fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin ini mengkatalisis perubahan protrombin, bagian darah normal, menjadi trombin. Trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lain dari darah, menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah. Mekanisme pembekuan darah secara skematis disajikan pada Gambar 4.

(10)

Tromboplastin

Trombin

Gambar 4 Skema mekanisme pembekuan darah (Guthrie 1975)

(c) Katalisator reaksi biologis

Kalsium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis, seperti absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, ekskresi

insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam transmisi suatu rangsangan dari serabut syaraf yang satu ke yang lainnya. Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil dari persediaan kalsium dalam tubuh.

(d) Kontraksi otot

Pada waktu otot berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin. Bila darah kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur setelah kontraksi. Tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang.

Beberapa fungsi kalsium lain adalah meningkatkan fungsi transpor membran sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai katalisator membran dan transmisi ion melalui membran organel sel (Almatsier 2003).

2.2.1.3 Penyerapan kalsium

Garam kalsium lebih larut dalam larutan asam, penyerapannya dalam tubuh berlangsung pada daerah duodenal dari usus kecil dan tidak semua kalsium dari makanan dapat diserap oleh tubuh. Kalsium dari asupan makanan hanya 20-30% yang diserap tubuh pada saluran pencernaan dan masuk ke aliran darah

Protrombin

Platelet darah p

Kalsium

Kalsium

Fibrinogen (pembekuan darah) Fibrin Kalsium

(11)

dalam kondisi normal. Penyerapan kalsium tergantung kepada keperluan tubuh, tipe makanan dan jumlah kalsium yang dicerna. Pada anak-anak yang sedang dalam pertumbuhan dan wanita yang sedang hamil atau menyusui dapat menyerap sekitar 40% kalsium yang ada dalam diet mereka. Tubuh juga memerlukan kalsium dalam jumlah yang besar dalam proses pemulihan tulang (Ensminger et al. 1995).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh adalah:

(1) Vitamin D

Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh adalah pasokan vitamin D yang cukup, yaitu dari kandungan diet maupun dari radiasi ultraviolet sinar matahari. Vitamin D atau turunannya (25-hydroxycholecalciferol, 25-HCC) dapat meningkatkan penyerapan kalsium dengan cara mengikat kalsium dengan protein yang dapat memfasilitasi transpor kalsium melewati dinding usus.

(2) Protein

Protein yang terkandung dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus kecil. Asam amino seperti lisin dan arginin dari protein mampu membebaskan kalsium dari garam kalsium agar lebih mudah diserap usus. Makanan yang mengandung protein tinggi juga menjaga keseimbangan kalsium dengan membuang sisa kelebihan kalsium melalui urin.

(3) Laktosa

Makanan yang mengandung laktosa (seperti susu) mengatur penyerapan kalsium pada usus kecil. Penyerapan kalsium tergantung pada aktivitas enzim laktase yang menghidrolisis laktosa (Ensminger et al. 1995).

(4) Media Asam

Penyerapan kalsium lebih baik dalam kondisi pH rendah atau keadaan asam, karena dapat mempertahankan kelarutan kalsium. Ini menyebabkan penyerapan kalsium banyak terjadi pada duodenum. Kalsium membutuhkan pH < 6 agar dapat berada dalam keadaan larut. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak terikat karena unsur makanan lain, seperti oksalat (Almatsier 2003).

(12)

2.2.1.4 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium

Kekurangan kalsium dalam masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Pada orang dewasa, terutama setelah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya sehingga menjadi rapuh dan mudah patah (osteoporosis) yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dan lebih banyak pada orang kulit putih dari pada kulit warna. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol (Almatsier 2003).

Penyebab osteoporosis dipengaruhi berbagai faktor seperti gaya hidup tidak sehat (mengkonsumsi nutrisi dengan kadar rendah serat dan tinggi lemak), kurang gerak/tidak berolah raga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang (konsumsi kalsium masyarakat Indonesia yang masih rendah yaitu 254 mg per hari, padahal berdasarkan standar internasional adalah 1000–1200 mg per hari). Cara yang paling tepat mencegah osteoporosis adalah melalui upaya pencegahan sedini mungkin dengan membudayakan “Perilaku Hidup Sehat” yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000–1200 mg kalsium per hari), berolah raga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Merokok dan mengkonsumsi alkohol yang tinggi dapat meningkatkan resiko osteoporosis 2 kali lipat (Depkes RI 2004).

Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia, yang dinamakan juga ricketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang terganggu, sehingga kandungan kalsium dalam tulang menurun (Almatsier 2003). Osteoporosis dan osteomalasia lebih sering terjadi pada wanita karena hilangnya stimulasi pembentukan tulang tubuh disebabkan oleh hormon esterogen, yaitu hormon seks pada wanita (Guthrie 1975).

Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut syaraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot, misalnya pada kaki. Tetani dapat terjadi pada ibu hamil yang makanannya terlalu sedikit mengandung kalsium atau terlalu tinggi mengandung

(13)

fosfor. Tetani kadang terjadi pada bayi yang diberi minum susu sapi tidak diencerkan dan mempunyai rasio kalsium : fosfor rendah (Almatsier 2003). Diet dengan perbandingan satu bagian kalsium dan satu bagian fosfor (1:1) merupakan rasio yang membuat absorbsi kedua mineral tersebut menjadi maksimal (Guthrie 1975).

Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg per hari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan gangguan ginjal dan konstipasi (susah buang air besar). Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium dalam bentuk tablet atau bentuk lain (Almatsier 2003).

2.2.2 Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraselular. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat, DNA dan RNA yang terdapat dalam setiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipida, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Almatsier 2003).

Masukan fosfor yang sangat besar dapat menurunkan ketersediaan kalsium dan menyebabkan defisiensi kalsium. Sedangkan kekurangan fosfor dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, kelainan bentuk tulang rangka, dan rasa sakit pada tulang yang diakibatkan gangguan mineralisasi tulang seperti osteoporosis (Olson et al. 1988).

Hubungan antara kalsium dan fosfor memegang peranan penting dalam proses absorbsi keduanya (Casidey dan Frey 2001). Diet dengan perbandingan satu bagian kalsium dan satu bagian fosfor (1:1) merupakan rasio yang membuat

(14)

absorbsi kedua mineral tersebut menjadi maksimal. Perbandingan antara kalsium dan fosfor yang di rekomendasikan untuk bayi adalah 1,3 : 1 (Guthrie 1975).

2.2.3 Kebutuhan kalsium dan fosfor

Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium dan fosfor tubuh orang Indonesia per hari yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar kebutuhan kalsium (Ca) dan fosfor (P) Kelompok Umur Kebutuhan Ca

(mg/hari) Kebutuhan P (mg/hari) Bayi (bulan) 0-6 200 7-11 400 Anak (tahun) 1-3 500 400 4-6 500 400 7-9 600 400 Pria (tahun) 10-12 1000 1000 13-15 1000 1000 16-18 1000 1000 19-29 800 600 30-49 800 600 50-64 800 600 > 65 800 600 Wanita (tahun) 10-12 1000 1000 13-15 1000 1000 16-18 1000 1000 19-29 800 600 30-49 800 600 50-64 800 600 > 65 800 600 Hamil 1000 1000 Trimester 1 +150 +0 Trimester 2 +150 +0 Trimester 3 +150 +0 Menyusui 1000 1000 6 bulan pertama +150 +0 6 bulan kedua +150 +0

(15)

2.2.4 Solubilitas (kelarutan) mineral

Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh) apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Mineral dalam fungsi pemanfaatannya oleh tubuh diperlukan dalam kondisi mineral terlarut. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994).

Daya serap dari mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dari faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong dari daya larut mineral dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral tersebut menjadi bentuk yang memudahkan untuk diserap oleh tubuh. Faktor yang dapat dijadikan faktor pendorong adalah suhu dan kondisi pH asam (Sediaoetama 1993). Pada faktor penghambat, molekul-molekul mineral tersebut akan diikat dan membentuk senyawa yang tidak larut sehingga menyulitkan dalam hal penyerapan oleh tubuh (Newman dan Jagoe 1994). Faktor yang merupakan penghambat adalah kondisi pH basa, keberadaan serat dan asam fitat (Almatsier 2003).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut tersebut adalah interaksi antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya dan keberadaan vitamin. Mineral dengan jumlah muatan (valensi) yang sama akan bersaing satu sama lainnya untuk diabsorpsi. Mineral seperti kalsium dan besi yang mempunyai bilangan valensi yang sama +2 akan bersaing untuk diabsorpsi. Kalsium yang terlalu banyak dikonsumsi akan menghambat absorpsi zat besi. Keberadaan vitamin C akan meningkatkan absorpsi besi apabila dimakan dalam waktu bersamaan, sedangkan vitamin D akan meningkatkan daya absorpsi dari kalsium (Almatsier 2003).

Faktor yang juga mempengaruhi dalam absorpsi mineral adalah interaksi serat dengan mineral. Ketersediaan mineral banyak dipengaruhi oleh bahan nonmineral di dalam makanan. Asam fitat dalam serat kacang-kacangan dan serealia serta asam oksalat dalam bayam mengikat mineral-mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi. Makanan dengan kandungan serat yang tinggi (> 35 g sehari) akan menghambat absorpsi dari kalsium, besi, seng dan magnesium (Almatsier 2003).

(16)

2.3 Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang terbuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang mengarah kepada rasa asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis (Manley 2001). Crackers tanpa pemanis merupakan tipe yang paling populer yang dapat dikonsumsi sebagai pengganti roti dan penggunaannya lebih luas sebagai makanan diet. Ciri-ciri crackers yang baik adalah tekstur renyah, tidak keras apabila digigit, tidak hancur dan mudah mencair apabila dikunyah (Manley 1983). Tabel 4 menyajikan syarat mutu crackers mengacu pada biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992.

Tabel 4 Syarat mutu crackers mengacu pada biskuit (SNI 01-2973-1992)

Kriteria Persyaratan Air (% b/b) Maksimum 5 % Protein (% b/b) Minimum 9 % Lemak (% b/b) Minimum 9,5 % Karbohidrat (% b/b) Minimum 70 % Abu (% b/b) Maksimum 1,5 % Logam berbahaya Negatif

Serat kasar (% b/b) Maksimum 0,5 % Energi (kkal/100 g) Minimum 400

Jenis tepung Terigu

Bau dan rasa Normal, tidak tengik

Warna Normal

Sumber : SNI 01-2973-1992.

2.3.1 Bahan-bahan untuk pembuatan crackers

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan crackers adalah tepung terigu, mentega putih, margarin, bahan pengembang, susu skim, air, garam dapur dan ragi roti (Artama 2001).

(a) Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan crackers dan komponennya paling banyak. Tepung berfungsi sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, mengikat gas selama proses fermentasi dan

(17)

selama pemanggangan. Selain itu, tepung juga memegang peranan penting dalam pembentukan citarasa (Matz dan Matz 1978).

Komposisi gandum bervariasi tergantung jenisnya. Hal ini juga berpengaruh pada kekuatan glutennya. Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu daripada jumlah gluten. Tepung yang kuat adalah tepung yang menghasilkan tepung yang sukar meregang dan mempunyai sifat dapat menahan gas yang baik. Umumnya jenis tepung ini cocok untuk pembuatan roti, sedangkan tepung yang lemah cocok untuk pembuatan kue dan biskuit (Gaman dan Sherrington 1992).

Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam sebagai berikut:

- Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan protein 12–13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu “Cakra Kembar”.

- Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein 9,5–11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya terigu “Segitiga Biru“.

- Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7–8,5%. Penggunaannya cocok sebagai pembuatan kue dan biskuit. Contohnya terigu “Kunci Biru“ (Astawan 1999).

(b) Mentega putih (shortening)

Mentega putih adalah lemak padat yang umumnya berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan tertentu. Bahan ini diperoleh dari hasil pencampuran dua macam lemak atau lebih, atau dengan cara hidrogenasi (Ketaren 1986).

Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Dalam pembuatan roti dan kue, lemak berfungsi sebagai bumbu yang memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar volume roti dan kue (Ketaren 1986). Pada pembuatan crackers, mentega putih berfungsi untuk meningkatkan tekstur dan cita rasa crackers (Matz dan Matz 1978).

(18)

(c) Margarin

Margarin merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan tidak kurang 80% lemak (Winarno 1997). Dalam pembuatan kue yang dipanggang, margarin digunakan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Fungsi margarin sama dengan mentega putih dan relatif lebih murah.

(d) Bahan pengembang

Bahan pengembang adalah senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan (Winarno 1997). Pada pembuatan crackers bahan pengembang berfungsi dalam pembentukan volume dan membuat produk jadi ringan. Selain itu juga berfungsi untuk menetralkan keasaman tepung dan adonan selama proses fermentasi. Netralisasi adonan sangat penting untuk membentuk rasa produk akhir yang dihasilkan (Faridi 1994). Bahan pengembang yang umum digunakan adalah sodium bikarbonat, amonium bikarbonat dan baking powder. Menurut Matz dan Matz (1978) baking powder dibuat dari campuran asam (asam karbonat dan garam-garam asam fosfat) dengan natrium bikarbonat (NaHCO3).

(e) Susu

Susu adalah suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam

mineral, gula dan protein. Salah satu keuntungan penambahan susu adalah meningkatkan nilai gizi produk. Penambahan susu di dalam mixed food berfungsi sebagai penguat protein tepung dan memperbaiki flavour. Susu selain sumber protein dan lemak juga mengandung karbohidrat, vitamin (terutama vitamin A dan niasin) serta mineral (kalsium dan fosfor) (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Penggunaan susu dalam pembuatan biskuit termasuk crackers berperan sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan kandungan gizi yang dihasilkan (Buckle et al. 1987).

(f) Air

Air memungkinkan terbentuknya gluten gandum yang mengandung protein dalam bentuk glutenin dan gliadin, jika ditambah air maka akan membentuk gluten, air juga berperan mengontrol kepadatan adonan. Selain itu, air juga mengontrol suhu adonan, pemanasan atau pendinginan adonan. Air dalam adonan

(19)

melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan secara seragam. Air membasahi serta mengembangkan pati dan memungkinkan terjadinya kegiatan enzim (Almond 1989).

(g) Garam dapur

Garam adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan memberikan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu untuk meningkatkan sifat-sifat adonan. Sebagian formula biskuit menggunakan satu persen garam atau kurang. Pemakaian lebih dari satu persen akan menghambat fermentasi (Sultan 1983 dalam Artama 2001).

Garam biasanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Tepung yang berkadar protein rendah biasanya banyak membutuhkan garam. Sebab garam berpengaruh untuk memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan jumlah garam adalah resep atau formula yang dipakai (Matz dan Matz 1978).

(h) Ragi roti

Ragi roti adalah produk yang dibuat dengan cara membiakkan khamir jenis Saccharomyces cereviceae dalam media serealia atau bahan lain yang sesuai, dalam keadaan saniter, dikeringkan dan mempunyai kemampuan meragikan adonan tepung terigu dengan atau tanpa campuran tepung lain pada pembuatan roti dan kue (SNI 01-2973-1992).

Ragi adalah sumber penting dalam penyediaan enzim. Enzim dihasilkan oleh sel-sel yang hidup baik nabati atau hewani. Enzim yang penting dalam ragi adalah invertase, maltase dan zymase. Ragi berfungsi untuk memperingan adonan dan memberikan aroma serta rasa. Ragi adalah tumbuh-tumbuhan bersel satu, tergolong dalam keluarga cendawan. Ragi berkembangbiak dengan pertunasan (budding), sporulation atau starvation dan sexual yang menyebabkan peragian (fermentasi) apabila dipakai sesuai dengan dosis (Susanti 2001).

Tepung mengandung amilase yang oleh adanya air merubah pati menjadi maltosa. Enzim maltase yang dikeluarkan oleh khamir meneruskan pemecahan maltosa menjadi glukosa. Kemudian, glukosa difermentasi oleh beberapa enzim dalam khamir yang dikenal sebagai zymase. Hasil-hasil fermentasi adalah CO2

(karbondioksida) yang mengisi adonan dengan udara dan etanol yang dikeluarkan saat pemanggangan (Gaman dan Sherrington 1992).

Gambar

Gambar 2 Rajungan (Portunus pelagicus) (Galil 2004)
Gambar 3 Lapisan penyusun pada cangkang rajungan (Ellis dan Mantel 1985)
Gambar 4 Skema mekanisme pembekuan darah (Guthrie 1975)
Tabel 3 Daftar kebutuhan kalsium (Ca) dan fosfor (P)  Kelompok Umur  Kebutuhan Ca
+2

Referensi

Dokumen terkait

dan luar dari gigi adalah mineral yang sama dengan mineral pembentuk tulang. Akan tetapi, kristal gigi lebih padat dan kadar airnya

32 Salah satu minuman yang dapat meremineralisasi enamel gigi adalah susu, hal ini disebabkan karena adanya kandungan kalsium dan protein lainnya yang dapat membentuk kalsium

a) Dekat densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi dan kadang-kadang jumlah aktual dari rekrut, lebih rendah dari pada densitas stok ikan yang lebih kecil. Meningkatkan

Hasil penelitian ini telah memenuhi standar mutu derajat deasetilisasi yang telah ditentukan yaitu kurang dari 15% tetapi pada suhu dan waktu yang tinggi (85 0 C

Hal tersebut karena terdapat banyak manfaat kalsium dalam tubuh kita, terutama di saat hamil kalsium sangat berfungsi sebagai :. Memelihara tulang dan gigi, sehingga osteoporosis

Ion-ion fluoride, fosfat dan kalsium yang terdapat dalam lingkungan sekitar gigi memiliki sifat-sifat yang potensial untuk terjadinya peningkatan kekerasan kembali, dimana

Sehingga pada saat proses demineralisasi terjadi, ion fosfat dan ion kalsium yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan ditempatkan pada permukaan gigi, masuk ke dalam enamel rod dan akan

Dalam suasana basa dengan fosfor, kalsium membentuk kalsium fosfat yang tidak larut air yang dapat menyebabkan absorpsi kalsium (Winarno, 2004).. 2.5 Akibat Kekurangan Dan