• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 DEFINISI

2.1.1 Sunda

Istilah Sunda digunakan dalam dua kriteria, yang pertama digunakan dalam konotasi manusia atau sekolompok manusia. Sedangkan kriteria yang kedua adalah dalam lingkungan sosial budaya. Menurut kriteria yang pertama orang Sunda adalah orang yang mengakui dirinya dan diakui orang lain sebagai orang Sunda1. Didalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan keturunan dan berdasarkan sosial budaya. Menurut kriteria kedua, pengertian orang Sunda adalah orang atau sekelompok orang yang dibesarkan dalam lingkungan sosial-budaya sunda, didalam hidupnya tersebut dia menghayati serta menggunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda. Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial – budaya dan tingkal laku penduduknya yang dianggap penting

Sunda merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia yang terletak di alam Priangan yang mendiami sebagian besar wilayah Jawa Barat.

Berdasarkan sejarah perkembangan kebudayaan Sunda dibagi kedalam empat periode, yaitu :

1. Zaman Prasejarah (500.000 SM)

Pada zaman ini ditemukan fosil kapak genggam di Pargi (Ciamis) dan di Jampang (Sukabumi), flakes dan microlith di sekitar Dago (Bandung). Hal ini merupakan bukti adanya peradaban manusia. Kepercayaan yang dianut adalah animisme dan dinamisme.

2. Zaman Purba (kontak Hindu – Budha, 130 -1700 M)

Disebut zaman klasik karena banyak menyumbangkan kebudayaan Hindu – Budha klasik. Adanya kesenian, sistem kerajaan, adat istiadat dan kepercayaan baru.

1

(2)

3. Zaman Madya (kontak dengan islam abad 15 M)

Dimulai dengan dikirimkannya pasukan demak untuk menyerang Batavia yang dipimpin oleh Fatahillah. Sejalan dengan itu terbentuklah dua kerajaan Islam yaitu Kasultanan Cirebon dan Banten. Kepercayaan pada zaman klasik masih dipakai dalam berbagai upacara adat yang bernapaskan Islam.

4. Zaman Modern (kontak dengan Barat, setelah PD II)

Kebudayaan Sunda atau Jawa Barat telah dipengaruhi oleh kebudayaan Bangsa Barat sejalan dengan adanya penjajahan Belanda, Jepang dan perkembangan era globalisasi. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap berbagai bidang, diantaranya seni teater tradisional Sunda (Longser) yang pada umumnya mengarah pada kesenian populer. 2

2.1.2 Kebudayaan Sunda

Istilah Sunda kemungkinan berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau

suddha yang berarti bersinar, terang, atau putih. Dalam bahasa Jawa kuno (Kawi) dan

bahasa Bali dikenal juga istilah sunda dalam pengertian yang sama yakni bersih, suci, murni, tak bercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada.

Menurut R.W. van Bemmelen seperti dikutip Edi S. Ekadjati, istilah sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Dataran sunda dikelilingi oleh sistem Gunung sunda yang melingkar (Circum- sunda Mountain System) yang panjangnya sekira 7.000 km. Dataran sunda itu terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian Utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang LautanFasifik bagian Barat serta bagian Selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India). Dengan demikian, bagian Selatan dataran sunda itu dibentuk oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur, terus ke arah barat melalui pulau-pulau di kepulauan sunda Kecil

2

(3)

(the lesser sunda island), Jawa, Sumatra, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai Arakan Yoma di Birma. Selanjutnya, dataran ini bersambung dengan kawasan Sistem Gunung Himalaya di Barat dan dataran Sahul di Timur.

Dalam buku-buku ilmu bumi dikenal pula istilah sunda Besar dan sunda Kecil. sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, yaitu Sumatra, Jawa, Madura, dan Kalimantan, sedangkan sunda Kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang kini termasuk kedalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara, dan Timor.

Dalam perkembangannya, istilah sunda digunakan juga dalam konotasi manusia atau sekelompok manusia, yaitu dengan sebutan urang sunda (orang sunda). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan keturunan (hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus.

Menurut kriteria pertama, seseorang bisa disebut orang, sunda jika orang tuanya, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu ataupun keduanya, orang sunda, di mana pun ia atau mereka berada dan dibesarkan.

Menurut kriteria kedua, orang sunda adalah orang yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya sunda dan dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya sunda. Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial budaya dan sikap orangnya yang dianggap penting. Bisa saja seseorang yang orang tuanya atau leluhurnya orang sunda, menjadi bukan orang sunda karena ia atau mereka tidak mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-norma dan nilai- nilai sosial budaya sunda dalam hidupnya.

Dalam konteks ini, istilah, sunda juga dikaitkan secara erat dengan pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan Kebudayaan sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang sunda yang pada umumnya berdomosili di Tanah sunda. Dalam tata kehidupan sosial budaya Indonesia digolongkan ke dalam kebudayaan daerah. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia, kebudayaan sunda memiliki ciri-ciri khas tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan lain.

Secara umum, masyarakat Jawa Barat atau Tatar sunda, sering dikenal dengan masyarakat yang memiliki budaya religius. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo "silih asih, silih asah, dan silih asuh" (saling mengasihi, saling

(4)

mempertajam diri, dan saling memelihara dan melindungi). Di samping itu, sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan (handap asor), rendah hati terhadap sesama; penghormatan kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua, serta menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu leutik); membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan (nulung ka nu butuh nalang ka

nu susah), dsb.

Bahwa budaya sunda adalah budaya religius, itu merupakan konsekuensi logis dari pandangan hidupnya yang mendasarkan pada ajaran agama, yakni Islam. Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial agama adalah sebuah sistem nilai yang memberikan sejumlah konsep mengenai konstruksi realitas yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Dalam konteks inilah, agama memiliki signifikansinya dalam pengembangan, pembentukan, pengisian, dan pengayaan budaya.

Kebudayaan sunda adalah semua sistem gagasan, aktivitas dan hasil karya manusia sunda yang terwujud sebagai hasil interaksi terus-menerus antara manusia sunda sebagai pelaku dan latar tempat ia hidup, dalam rentang waktu yang panjang dan suasana yang bermacam-macam. kebudayaan sunda adalah milik masyarakat sunda yang diperoleh dari hasil proses adaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terus-menerus dalam jangka waktu yang sangat lama.

Kebudayaan sunda adalah sumber kerangka acuan masyarakat sunda ketika mereka berhadapan dengan berbagai perubahan. Suatu perubahan itu ditolak atau diterima oleh masyarakat bergantung sejauh mana perubahan itu bias diterima oleh kebudayaannya. Oleh karena itu, suatu perubahan yang akan dilakukan terhadap masyarakat sunda mestilah mempertimbangkan aspek tradisi dan kebudayaan masyarakat sunda itu sendiri. Ketika suatu perubahan yang berasal dari suatu unsur kebudayaan asing terlalu berbeda jauh dengan kebudayaan sunda, perubahan itu akan sangat lama diterima untuk menjadi bagian dari kebudayaan sunda.

Pertama-tama perubahan itu akan ditolak karena dianggap kontra budaya atau unsur budaya yang berlainan, tapi lambat laun perubahan itu sedikit demi sedikit akan diterima menjadi subbudaya dan dalam waktu yang relatif lama, akan diterima menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan sunda.

(5)

(Guru Besar Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung)

2.1.3 Unsur – unsur Kebudayaan Sunda

Kebudayaan Sunda pada saat ini sudah digolongkan menjadi kebudayaan daerah atau suku bangsa tersendiri yang memiliki beberapa kesamaan dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia, namun tetap memiliki identitas tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan daerah lain. Kebudayaan Sunda bertitik tolak pada kebudayaan desa sebagaimana daerah-daerah lain di bumi indonesia, sehingga tercipta ungkapan ”ciri sabumi, cara sadesa”. Perkampungan (desa) orang sunda memiliki pola rumah yang terletak berhimpitan, dua deret saling berhadapan dan letak rumah mereka pada umumnya mengelompok. Sedangkan pertanian dan tanah perkebunan terletak di luar batas kampung mereka.

Ir. Anwas Adiwilaga melukiskan gambaran tentang pola perkampungan masyarakat Sunda sebelum mengalami banyak perubahan, adalah sebagai berikut :

Orang sunda pada umumnya bertempat tinggal menyendiri di tengan padang luas atau ditengah hutan. Kalaupun mereka memiliki kampung halaman , maka rumah mereka selalu berhimpit-himpitan, dua deret saling berhadap-hadapan terpisahkan oleh pelataran. Di sisi lain pelataran terdapat lesung umum yang digunakan orang-orang untuk menumbuk padi. Keberadaan lesung tersebut menandakan bahwa salah satu mata pencaharian orang sunda adalah bertani, yang merupakan mata pencaharian pokok orang sunda. Selain digunakan sesuai dengan fungsi utamanya, area disekitar lesung ini juga dipergunakan sebagai sarana berkomunikasi.

Tempat-tempat untuk menyelanggarakan upacara adat dapat dilaksanakan dipekuburan, mesjid-mesjid, atau Bale desa. Di depan Bale desa tersebut biasanya digunakan sebagai tempat penting bagi penduduk desa untuk melakukan berbagai kegiatan. Orang Sunda penganut religi agama islam. Mereka termasuk orang-orang yang patuh menjalankan kewajibannya. Pada umumnya mereka masih mempercayai hal-hal gaib yang dianggap dapat mendatangkan keberuntungan. 3

3

(6)

2.1.4 Nilai Arsitektur Tradisional Sunda 2.1.4.1 Kampung Ciptagelar

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Permukiman masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan prototipe dari pola kampung masyarakat Sunda pada umumnya. Bangunan-bangunan seperti bumi ageung, leuit, saung lisung, buruan , dan rumah panggung menunjukkan pola perkampungan khas masyarakat tradisional Sunda. Rumah dan kelengkapan permukiman lainnya, dibangun mengikuti lahan berkontur.

Pola Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah linear yang memanjang dari utara keselatan mulai Bumi Ageung yang terletak paling utara. Sedangkan rumah-rumah yang berada dipinggir jalan pada umumnya berorientasi kearah jalan. Sementara rumah-rumah yang berada pada lapis kedua, sangat bergantung pada kondisi tanah. Bangunan yang menyatu dengan Bumi Ageung adalah Bumi Warga atau Bumi Rakyat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan publik sehingga setiap orang dapat masuk kedalamnya. Di sebelah timur bumi ageung terdapat lumbung padi yang dikenal dengan sebutan leuit, dimiliki secara umum oleh semua warga. Setiap rumah memiliki leuit. Leuit yang berbentuk seperti rumah berukuran kecil dengan dinding bilik dan atap ijuk umumnya berada di pinggir pemukiman. Berdekatan dengan kelompok leuit terdapat bangunan milik bersama tempat menumbuk padi yang dinamakan saung lisung.

Satu bagian yang dapat dikatakan sebagai ciri khas Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah terdapatnya Bale Pertemuan yang terletak di lingkungan rumah tinggal Sesepuh Girang. Bale Pertemuan ini merupakan bangunan berupa panggung-panggung dengan material kayu dan bambu, digunakan sebagai tempat pertemuan dengan pejabat pemerintahan.

Komponen permukiman yang penting dan berfungsi sebagai tempat tinggal warga adalah rumah. Rumah- rumah warga Kasepuhan Ciptagelar menunjukkan adanya kesamaan dengan pola arsitektur Sunda pada umumnya. Adapun bahan-bahan yang

(7)

digunakan cenderung menggunakan material yang terdapat disekitar pemukiman, seperti dinding bilik, rangka kayu dan atap dari ijuk, rumbia atau tepus.

Jenis rumah mereka adalah rumah panggung dengan kolong setinggi kurang lebih 60 sentimeter. Kolong tersebut umumnya ditutupi dengan papan. Adapun bentuk rumahnya rata-rata persegi panjang dengan suhunan panjang serta suhunan jure yaitu bentuk atap perisai yang memanjang.

Pintu masuk rumah terbagi dua, yaitu pintu depan dan pintu belakang yang terletak disamping rumah. Terdapat kepercayaan mengenai letak pintu, bahwa apabila rumah menggunakan dua pintu atau lebih, maka pantang untuk membuat pintu depan sejajar dengan pintu belakang. Oleh karena itu, pintu belakang diletakkan di samping rumah menjadi pintu samping.

Menurut pandangan kosmologis, rumah dipandang sebagai dunia dan alam semesta. Dalam kepercayaan masyarakat Sunda umumnya, terdapat pandangan bahwa dunia ini terbagi menjadi dunia bawah (buana rangrang), dunia tengah (buana panca tengah), dan dunia atas (buana alit). Dunia tengah merupakan pusat alam semesta dan manusia menempatkan dirinya pada pusat alam semesta tersebut. Oleh karena itu, rumah sebagai tempat tinggal manusia harus terletak ditengah antara dunia atas (langit) dan dunia bawah (bumi) dan tidak terletak di dunia atas atau bawah. 4

Bagian –bagian rumah dapat dibagi menjadi bagian kepala yang menyimbolkan dunia atas, bagian badan mewakili dunia tengah dan bagian kaki yang menyimbolkan dunia bawah. Maka tiang rumahpun tidak boleh diletakkan di atas tanah. Rumah harus diberi alas yang berfungsi memisahkan lantai rumah dengan tanah, dengan demikian terdapat kolong di bawah lantai rumah. 5

Pembagian ruangan dan fungsi ruangan yang menjadi pola mayoritas pada rumah masyarakat Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar, terbagi atas:

Sedangkan untuk bagian-bagian rumah pada Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar tersebut pada umumnya terdiri dari :

4

Kampung Adat& Rumah Adat di Jawa Barat, Depdikbud

(8)

1. Atap

Memiliki bentuk adat suhunan jolopong (suhunan lurus) yakni bentuk atap yang terdiri dari dua bidang atap. Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur bubungan di bagian tengah bangunan rumah. Salah satu ciri khasnya adalah adanya talahab yaitu penutup atap yang terbuat dari bilahan bambu. Atap talahab ini dipasang di bagian dapur, sedangkan atap yang dipergunakan untuk menutup bagian rumah lainnya terbuat dari ijuk dan kiray yang diikatkan tali dari bambu ke bagian atas dari rangka atap.

2. Langit-langit

Langit-langit terbuat dari bilah-bilah bambu yang dipasang dengan jarak tertantu. Untuk mendukung lalangit ditempelkan di atas bambu bulat disebut dengan darurang para atau dalos dan pada dasar rangkak atap. Namun langit-langit ada juga yang dibuat dari bambu utuh yang dijajar rapat.

3. Tiang

Tiang dari kayu yang mendukungn rangka atap, lantai serta sebagai bagian rangka bangunan rumah induk berjumlah 18 tiang. Tiang utama yang terletak ditengah-tengah bangunan induk (sasaka) berjumlah 2 buah, dan tiang yang terletak di pinggir (sisi) bangunan induk dan yang berguna untuk menempelkan dinding bilik berjumlah 16 buah. Sedang tiang bale-bale berjumlah 6 buah. Untuk pondasi tiang digunakan batu alam.

4. Dinding

Seluruh dinding terbuat dari anyaman bambu yang pola anyamannya ada dua macam yaitu kepang dan kandang jaga. Bilik ini menempel langsung pada bagian luar tiang rumah yang dipasang dengan lembaran yang tingginya antara lincar dan pamikul danpanjangnya merupakan jarak antara tiang-tiang bagian luar bagian rumah, sehingga ukuran bilik perlembarnya hampir sama sesuai dengan ukuran jarak antara tiang-tiang tersebut. Untuk menahan dinding rumah di bagian dalam dipasang kayu dengan posisi horizontal disebut Paneer dan berfungsi pula sebagai penahan tiang rumah.

(9)

5. Pintu

Memiliki satu daun pintu yang berhubungan langsung ke ruangan tamu, pintu ini berbentuk persegi panjang berukuran 1, 90 meter x 1 meter. Selain itu terdapat 2 buah pintu lainnya yaitu pintu kamar tidur (pangkeng) dan pintu kamar gudang (goah). Pintu muka rumah ini dikenal dengan bentuk buka palayu yakni letak pintu muka sejajar dengan salah satu sisi bidang atap, dengan demikian jika dilihat dari arah muka tampak dengan jelas keseluruhan garis suhunan yang melintang dari kiri kekanan.

6. Jendela

Selain pintu terdapat tiga jendela pada nagunan induk yang terletak disisi timur, disisi barat satu jendela serta disisi utara satu jendela, dengan ukuran 1,16 x 0,73 meter. Jendela berbentuk persegi panjang dan dipasang kayu dengan jarak tertentu secara vertikal disebut jalosi, serta daun jendela kayu sebagai penutupnya.

7. Lantai

Seluruh lantai terbuat dari bambu yang dibentuk lempengan- lempengan bambu yang digelarkan diatas bambu utuh dinamakan dengan darurang. Tinggi lantai rumah induk dengan tanah setinggi 50 sentimeter, yang dilengkapi oleh tangga dan golodog.

2.1.4.2 Kampung Naga

Kampung naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya. Hal ini akan terlihat jelas perbedaannya bila dibandingkan dengan masyarakat lain diluar Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat.

(10)

Pola pemukiman masyarakat di Kampung Adat adalah mengelompok. Rumah-rumah berkelompok di lereng bukit di suatu areal tanah yang tidak sama ketinggiannya. Lereng bukit yang menjadi tempat keletakkan rumah terdiri dari empat tingkatan. Ditengah kampung terletak masjid atau bale yang letaknya berdampingan. Masjid dan bale merupakan bangunan panggung dengan arsitektur tradisional. Masjid berfungsi sebagai tempat ibadah sedangkan bale atau patemon berfungsi sebagai tempat pertemuan atau musyawarah.

Disebelah timur masjid dan bale terdapat alun-alan yang berfungsi sebagai tempat keperluan bersama yang dimanfaatkan untuk tempat beraktivitas penduduk kampung. Sejajar dengan masjid disebelah barat pada bagian tanah yang lebih tinggi terdapat sebuah bangunan yang dikeramatkan sebagai bangunan suci yang disebut bumi ageung, berfungsi untuk menyimpan benda-benda keramat.

Keletakkan seluruh rumah dan bangunan memanjang arah barat-timur. Pola letak rumah sama dan asimetris dengan jarak antar rumah yang berdekatan. Letak rumah saling berhadapan antara rumah satu dengan yang lainnya. Arah atau orientasi rumah menghadap kearah utara dan selatan. Tanah kosong diantara rumah digunakan sebagai jalan yang dipakai untuk kepentingan bersama.

(11)

Gambar 1.2

Pola perkampungan Kampung Naga

Fungsi dan peranan rumah menurut masyarakat kampung naga adalah tempat ”diri, rabi, keluarga, dan keturunan, serta tempat memancarnya rasa, kaersa,

dan karya, tempat berlindung dari terik matahari, hujan dan udara dingin”6

Jenis rumah di Kampung Naga adalah panggung, dengan ketinggian kolong 60 sentimeter. Tiang-tiang rumah dibagian bawah diberi alas batu yang disebut tatapakan. Rumah –rumah di Kampung Naga bentuknya sama dan letaknya teratur, rumah-rumahnya berbentuk persegi panjang dengan jenis rumah termasuk jenis rumah panggung. Lantai rumah menggunakan papan atau palupuh, sedangkan lantai rumah terbuat dari papan atau bambu. Atapnya menggunakan gaya suhunan julang ngapak, yaitu bentuk atap panjang yang kedua sisinya diperpanjang atau ditambah, sehingga

6

(12)

menyerupai rentangan sayap burung. Bidang atau tambahan yang melandai ini disebut leang-leang.

Unsur lain dari sebuah rumah adalah pekarangan yang terdiri dari pekarangan muka dan pekarangan belakang. Fungsi halaman rumah di Kampung Naga adalah untuk menjemur padi dan menjemur pakaian. Selain halaman rumah yang menjadi milik bersama, ada beberapa bangunan khusus yang digunakan dandipelihara bersama untuk kepentingan semua warga Kampung Naga. Bangunan-bangunan itu adalah : Bumi ageung, Leuit, Saung Lisung dan Mesjid.

Pembagian ruangan dan fungsi ruangan yang menjadi pola mayoritas pada rumah masyarakat Kampung Naga, terbagi atas:

1. Tepas

Ruangan ini merupakan ruang tempat menerima tamu. Ruangan berbentuk tertutup serta memiliki jendela kayu atau kaca. Ruangan dibiarkan kosong tanpa perkakas rumah seperti meja, kursi ataupun bale-bale. Disebelah tepas terdapat ruangan dapur (pawon) yang dipisahkan oleh dinding bambu dianyam (bilik). Ruangan tamu berukuran sekitar 3,65 meter x 2,40 meter.

2. Ruang tengah / tengah imah

Tengah imah merupakan daerah netral sehingga terbuka untuk semua jenis kelamin anggota keluarga dan biasanya digunakan untuk berkumpul semua anggota keluarga. Ruangan tengah ini berukuran 2,40 meter x 2,40 meter. Ruangan tengah terletak di bagian tengah rumah dan terletak di antara kamar tidur, ruangan tamu dan dapur.

3. Dapur

Dapur berdampingan dengan ruang tamu. Dapur biasa digunakan untuk memasak. Dalam dapur ini terdapat peralatan dapur yang dipergunakan dalam keseharian. Dalam dapur ini pula terdapat parako yaitu tempat hawu (perapian) dan Paraseuneu. Di ruangan dapur terdapat ruangan untuk menyimpan bahan makan disebut padaringan atau goah. Untuk

(13)

pintu dapur biasanya menggunakan bilik anyaman sasag. Yang berfungsi sebagai celah keluarnya asap dari dapur.

4. Kamar Tidur

Ruangan ini memiliki fungsi sebagai tempat tidur, berada di bagian kanan dan kiri rumah. Jumlah kamar pada rumah tinggal tidak sama, disesuaikan dengan ukuran rumah.

Gambar 1.3

(14)

Gambar 1.4

Rumah di Kampung Naga

Sedangkan untuk bagian-bagian rumah pada Kampung Naga tersebut pada umumnya terdiri dari :

1. Atap

Rumah memiliki bentuk aatp julang ngapak yang pada puncaknya terdapat capik hurang atau cagak gunting yang berfungsi mencegah rembesan air kedalam para dan sebagai lambang kesatuan antar rumah dan alam berdasarkan kepercayaan masyarakat Kampung Naga. Penutup atap dibuat dari daun alang-alang yang dikaitkan dengan tali bambu kebagian atas dari rangka atap.

(15)

2. Langit- langit

Langit-langit terbuat dari bilah bambu yang dianya. Dengan pola anyaman kepang. Dari lantai rumah kelangit-langit berjarak 2, 85 meter. 3. Tiang

Tiang dari kayu yang mendukung rangka atap, lantai serta sebagai bagian rangka bengunan rumah induk berjumlah 14 tiang. Tiang yang terletak di pinggir bangunan berguna untuk menempelkan dinding bilik berjumlah 10 tiang. Untuk pondasi tiang digunakan batu alam yang dipotong berbentuk persegi panjang. Tinggi pondasi dari atas tanah sekitar 50 sentimeter.

4. Dinding

Dinding terbuat dari bilik yang pola anyamannya ada dua macam yaitu kepang dan sasag. Anyaman sasag dipergunakan untuk dinding dapur, sedangkan anyaman kepang dipergunakan untuk dinding bagian rumah lainnya. Dinding dengan anyaman sasag memang lebih awet dan tahan lama. Dinding dikapur putih atau dibiarkan sesuai aslinya.

5. Pintu

Rumah memiliki dua buah pintu masuk yang berhubungan langsung ke ruangan tamu dan dapur. Dan berlaku aturan keluar rumah harus melalui pintu tepas dan msuk kedalam rumah harus melalui pintu dapur. Pintu dibuat dari bilik dan kayu. Pintu berbentuk persegi panjang berukuran 1,75 meter x 0,75 mete. Pintu lainnya terdapat antara ruang tamu dan dapur menuju ruang tengah dan pintu-pintu kamar tidur, serta pintu goah. Ukuran dan bentuk pintu pada umumnya sama.

6. Jendela

Jendela terletak pada bangunan depan, samping, atau belakang, dengan ukuran jendela 1 meter x 0,58 meter. Jendela berbentuk persegi panjang dan dipasang kayu dengan jarak tertentu secara vertikal disebut jalusi, serta daun jendela kayu sebagai penutupnya.

(16)

7. Lantai

Lantai dari papan, yang sebelumnya merupakan lantai dari lempengan- lempengan bambu (palupuh). Tinggi lantai rumah dari tanah adalah 50 sentimeter.

8. Golodog

Golodog diletakan didepan pintu depan dan pintu dapur, terbuat dari papan, bambu atau batu. Fungsi golodog adalah sebagai tangga untuk meenaiki rumah. Berfungsi juga sebagai tempat duduk sambil mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ringan.

2.1.4.2 Pola Kampung Tradisional Sunda

Dapat disimpulkan bahwa pola kampung tradisional Sunda secara umum memiliki ciri-ciri sbb:

• Letak rumah yg berderet dan berdekatan

• Adanya ruang terbuka di tengah permukiman yg berfungsi sbg pusat kampung ( alun-alun), tempat kegiatan bersama.

• Perletakan bangunan mengarah pada arah Utara selatan atau pada tempat yg dianggap keramat, atau bangunan yg dianggap penting.

• Adanya unsur-unsur pembentuk kampung yaitu rumah tinggal, tajug (mesjid), bale lebu ( balai desa), balong ( kolam), saung lisung ( tempat menumbuk padi) dan leuit (lumbung)

(17)

Gambar 1.6 2.2 Definisi Taman Budaya

Pengertian Taman Budaya menurut Keputusan Menteri Depdikbud No. 0221/0/1991 adalah unit pelaksana teknis kebudayaan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di bawah Direktorat Jenderal kebudayaan. Taman Budaya mempunyai tugas melaksanakan pengolahan seni sebagai unsur budaya di daerah propinsi.

Pernyataan di atas dapat dikembangkan dengan terlebih dahulu memahami pengertian dari ’budaya’ itu sendiri. Berikut ini beberapa definisi kebudayaan menurut para ahli.

Definisi yang banyak dikutip orang adalah hasil pemikiran seorang ahli sosial bernama E.B. Tylor (1832-1917), yang menyatakan bahwa budaya adalah keseluruhan jaringan (kompleksitas) yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moralitas, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan lainnya yang didapat oleh seseorang sebagai anggota dari suatu masyarakat.7 Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur – struktur sosial, religius, dan lain – lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas suatu masyarakat.

7

(18)

Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

Menurut Koentjoroningrat, seorang pakar Antropologi, kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil dari kelakuan manusia yang teratur, yang didapatkan dengan belajar, dan semuanya tersusun dalam kehidupan manusia. Budaya dapat menjadi tuntunan andangan hidup anggota kelompok masyarakat yang berisi perangkat, teknik, peraturan, sikap, kepercayaan, motivasi dan sistem nilai. Perwujudan kebudayaan dapat berupa :

1. wujud kebudayaan sebagai suatu ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, peraturan dan sebagainya. Perwujudan kebudayaan sebagai tata kelakuan manusia tergolong tidak bisa diperagakan, tetapi ada dalam pikiran masing – masing orang. Jika pemikiran itu dituangkan ke dalam bentuk tulisan, maka nilai dan norma ini dituangkan ke dalam bentuk literatur. Jika pemikiran ini dituangkan dalam bentuk lisan, maka wujud kebudayaan ini dapat berupa diskusi/ ceramah.

2. wujud kebudayaan sebagai suatu aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakat berupa aspek material yang dapat diperagakan. Aktivitas kebudayaan sebagai proses / kinetis dapat diwujudkan ke dalam bentuk pertunjukkan kebudayaan.

3. wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia yang dapat diwujudkan kedalam bentuk pameran hasil budaya.

Sementara itu menurut Umar Kayam, kebudayaaan pada kota – kota besar di Indonesia telah bergeser dari konsep tradisional ke arah orientasi baru. Saat ini dialog budaya yang terjadi adalah antara peradaban dunia industri dengan negara yang sedang berkembang. Dalam melambangkan identitas budayanya, bagaimanapun Indonesia harus mengikuti simbol – simbol tradisional namun harus lebih terbuka. Identitas Indonesia yang dinamis diperoleh dengan mengolah simbol – simbol yang lahir dari penjelajahan kemungkinan – kemungkinan baru.

Dari ulasan diatas, pemahaman yang didapat ialah bahwa budaya merupakan segala sesuatu yang dipikirkan dan dilakukan oleh manusia yang dihasilkan melalui

(19)

proses belajar. Disebabkan hal yang dipelajari manusia selalu berubah dan berkembang mengikuti konteks lingkungan dan kebutuhanyang harus dipenuhinya, maka budaya pun senantiasa bergerak seiring dengan hal – hal yang dipelajari tersebut. Oleh karena itu, tata nilai dan tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berubah mengikuti pola pikir yang baru.

Konsekuensi dari pembaharuan tata nilai dan tradisi tersebut diantaranya adalah timbulnya tuntutan – tuntutanbaru terhadap bentukan fisik lingkungan tempat manusia bermukim dan beraktivitas. Tuntutan tersebut terjadi disebabkan munculnya fungsi – fungsi baru yang sebelumnya tidak ada, ataupun karena karakter yang dimiliki oleh suatu tempat sudah tidak lagi sesuai dengan ’ semangat ’ yang dimiliki saat itu.

Berangkat dari pemahaman tersebut, sosok Taman Budaya sudah selayaknya mampu menjadi cerminan dari kedinamisan budaya yang dianut masyarakat setempat. Kedinamisan yang dicerminkan tersebut diartikan bahwa Taman Budaya berperan sebagai inventarisir dari tahapan – tahapan berbudaya yang pernah dilalui.

Berikut hasil pendapat beberapa orang tokoh seniman kota Bandung mengenai sosok Taman Budaya

1. Endo Suanda

(Etnomusikolog, Penari, Ketua ” Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia)

” Taman Budaya ditujukan sebagai tempat menampilkan keragaman tradisi setempat, baik yang masih populer maupun tidak. Cara menampilkan tradisi tersebut, misalnya kesenian, harus sesuai dengan konteksnya mulai dari setting panggung sampai dengan aturan main dengan penonton, dan tidak semata-mata ditampilkan sebagai hiburan.”

2. Harry Roesli

(Pemusik, Pemerhati sosial)

” Dalam Taman Budaya segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya dapat ditampilkan. Tidak hanya berisi program pementasan kesenian tradisional saja, tetapi musik yang digemari anak muda sekarang pun dapat ditampilkan. Hal ini dapat dijadikan magnet untuk menarik generasi muda mengunjungi Taman

(20)

Budaya dan melihat apa yang ada disana. Apalagi mengingat sebuah Taman Budaya juga membutuhkan sumber dana untuk membiayai kegiatannya, tentu tidak ada salahnya menampilkan kesenian populis berselingan dengan kesenian tradisional. Tradisi yang sudah ditinggalkan perlu dibuatkan pendokumentasian yang rapi berikut analisa atau kajian yang lengkap mengenai perkembangannya. Semua itu harus dapat dikemas dalam sebuah museum dalam Taman Budaya yang informatif dan komunikatif.

3. Aat Suratin

( Pemerhati dan penggiat seni, staf pengelola ’Rumah Nusantara’)

” Mengacu kepada kota-kota di luar negeri seperti di Perancis dan Inggris, sebuah kota semestinya memiliki suatu ’ruang budaya’ dimana terjadi berbagai bentuk kegiatan yang berkaitan dengan budaya setempat. Dalam ruang budaya terdapat gedung kesenian, pasar seni, gallery dan pelataran tempat digelar berbagai atraksi kesenian, juga tempat makan dan toko-toko. Taman Budaya yang ideal memiliki bentuk dan suasana seperti ruang budaya tersebut.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Taman Kebudayaan adalah sebuah tempat atau fasilitas dimana dipusatkannya berbagai kegiatan untuk melestarikan, memperkenalkan, memasyarakatkan, dan memberikan informasi yang benar mengenai realitas yang ada pada kebudayaan suatu etnis, daerah ataupun bangsa baik itu berupa kebudayaan materiil maupun kebudayaan non materill. Taman kebudayaan ini biasanya mengakomodasi berbagai kegiatan berupa pameran-pameran karya seni, pertunjukkan teater maupun video dan sering juga ditambah dengan diadakannya kursus-kursus bahasa untuk lebih memasyarakatkan kebudayaan suatu daerah. Lahirnya Taman Budaya dilandasi pemikiran bahwa jati diri suatu bangsa muncul dari kebudayaan itu sendiri, yang wujudnya berupa ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, kelakuan terpola dari manusia dalam masyarakat dan benda-benda hasil karya manusia. Karena Budaya sangat penting untuk digali, dilestarikan dan dikembangkan maka kita perlu pusat pengembangan kebudayaan sebagai fasilitas pengembangan kebudayaan. Dalam hal ini Taman Budaya mempunyai potensi yang besar sebagai objek wisata seni dan budaya.

(21)

Fungsi yang dimiliki taman budaya dalam tugasnya melaksanakan pengembangan kebudayaan daerah adalah melaksanakan kegiatan kebudayaan dalam rangka meningkatkan apresiasi dan kreativitas seni oleh dan untuk masyarakat dan juga melaksanakan kegiatan sebagai pusat informasi di bidang kebudayaan.

2.3 Fungsi Taman Budaya

Menurut keputusan Menteri Depdikbud No. 0221/0/1991, Pusat Kebudayaan sebagai unit pelaksana teknis kebudayaan memiliki fungsi :

• Mengadakan kegiatan pengolahan dan eksperimentasi karya seni. • Mengadakan pameran dan pergelaran seni.

• Mengadakan ceramah, temu karya, lokakarya, dokumentasi, publikasi dan informasi seni.

• Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Kebudayaan. Taman Budaya sebagai fasilitas publik memiliki fungsi :

• Menunjang keberadaan pusat komunitas kota (civic center)

• Menampung aktivitas seni dan budaya tradisional maupun kontemporer. • Menampung potensi kreativitas masyarakat dalam bidang seni dan

budaya.

• Pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah.

• Tempat diselenggarakannya kegiatan festival budaya • Tempat atraksi wisata budaya bagi wisatawan.

2.4 Latar Belakang Perancangan Taman Budaya 2.4.1 Perluasan otonomi

Memberikan peluang besar bagi daerah untuk mengurus rumah tangganya, dituntut untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi daerah melalui sektor pariwisata. Kegiatan pariwisata menciptakan kebutuhan, baik permintaan konsumsi maupun permintaan investasi yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegiatan produksi

(22)

barang dan jasa meningkat. Didorong dinamika dunia pariwisata yang menghendaki inovasi bentuk pelayanan pariwisata baru, maka diperlukan sebuah konsep kesinambungan perencanaan kawasan pariwisata. Paradigma parawisata baru yang beerorientasi pada skala kecil, menawarkan pelayanan sekaligus persahabatan dengan mengangkat potensi alam dan budaya masyarakat sekitar sekaligus mengikutsertakan masyarakat setempat sebagai subjek sekaligus objek yang ikut mengendalikan dan menjadi bagian dari manajemen dan proses wisata yang bersangkutan.

2.4.2 Konservasi Budaya

W.S. Rendra dalam Kongres Kebudayaan IV di Jakarta, 29 Oktober - 3 November 1991, mengemukakan bahwa setidaknya ada tujuh daya hidup yang harus dimiliki oleh sebuah kebudayaan. Pertama, kemampuan bernapas. Kedua, kemampuan mencerna. Ketiga, kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi. Keempat, kemampuan beradaptasi. Kelima, kemampuan mobilitas. Keenam, kemampuan tumbuh dan berkembang. Ketujuh, kemampuan regenerasi.8

Kemampuan bernapas dalam kebudayaan dimaknai sebagai kemampuan untuk mengolah hawa menjadi prana, menjaga kebersihan udara, mengharmonikan kegiatan kehidupan dengan irama nafas, serta menghilangkan hal-hal yang menimbulkan ketegangan pada pikiran yang berarti menimbulkan kesesakan pada nafas kehidupan. Kemampuan mencerna dimaknai sebagai kemampuan untuk mencernakan berbagai pengalaman dalam kehidupan. Kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi dimaknai sebagai kemampuan berinteraksi secara sosial.

Kemampuan beradaptasi dimaknai sebagai kemampuan kesadaran untuk secara kreatif mengatasi tantangan keadaan, tantangan zaman, dan tantangan berbagai ragam pergaulan. Kemampuan mobilitas dimaknai sebagai kemampuan untuk dengan kreatif menciptakan mobilitas sosial, politik, dan ekonomi, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal.

(23)

Kemampuan tumbuh dan berkembang diartikan sebagai kemampuan kesadaran untuk selalu maju, selalu bertambah luas, dan dalam wawasannya selalu menawarkan paradigma-paradigma yang segar dan baru. Kemampuan regenerasi dimaknai sebagai kemampuan untuk mendorong munculnya generasi baru yang kreatif dan produktif.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Pengaruh Pembiayaan Murabahah Koperasi Insan Mandiri Terhadap Profitabilitas Usaha Anggota, dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan

Ibn Rusyd memberikan batasan tentang teori sebab akibat ini sebagai suatu hubungan yang mesti, tanpa adanya suatu ketetapan bagi suatu benda tidak akan bisa dibedakan antara

lebih tinggi. Lingkungan belajar dengan interaksi dan proses akan sangat potensial untuk dapat membimbing siswa dalam pengembangan potensi diri.. seperti itu akan

Karakteristik terbanyak pada pasien PGK dengan HD yang mendapatkan antihipertensi lebih dari satu dalam penelitian ini adalah usia rata- rata pasien adalah 50,94 tahun

sebesar 0.007 karena lebih kecil dari tingkat signifikan 0.05 maka kesimpulan Ha2b diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara bonding dengan

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Vani Adelin (2013) tentang Pengaruh Pengendalian Internal, Ketaatan Aturan Akuntansi, Dan Perilaku Tidak Etis

IPAL pada Rumah Susun Tanah Merah 1 direncanakan menggunakan grease trap untuk mengolah greywater. Sedangkan blackwater diolah pada ABR dan aerobic biofilter bersama