• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) Jakarta Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) Jakarta Barat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan

Jentik Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jakarta Barat

Factors Related to The Existence of Aedes aegypti Larvae in Dengue Endemic Areas

of West Jakarta

Heni Prasetyowati*, Endang Puji Astuti, Mutiara Widawati

Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Jalan Raya Pangandaran Km.03 Ds. Babakan Kp. Kamurang, Pangandaran 53415, Jawa Barat

*E_mail: myheraphie@gmail.com

Received date: 13-12-2016, Revised date: 08-12-2017, Accepted date: 11-12-2017

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi DKI mengalami kenaikan tiap tahunnya, Jakarta Barat menyumbang 17,8% dari total penderita di DKI Jakarta periode 2012-2015. Penelitian dengan desain potong lintang yang dilakukan pada bulan Mei 2015 di wilayah kerja Puskesmas Kembangan, Grogol Petamburan dan Cengkareng untuk mencari hubungan antara tingkat pendidikan, penggunaan insektisida dan keberadaan kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Pengumpulan data melalui wawancara dan survei jentik pada 100 rumah per wilayah puskesmas sehingga total sampel 300 rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis formulasi insektisida yang banyak digunakan adalah semprot dan losion. Jenis kontainer yang mendominasi adalah ember, bak dan tempayan/gentong plastik. Analisa bivariat menggunakan Chi-square diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan (p-value 0,045), letak (p-value 0,00), jenis (p-value 0,00) dan jumlah kontainer (p-value 0,00) mempunyai hubungan yang bermakna dengan keberadaan jentik. Pemilihan penggunaan jenis formulasi (p-value 0,60) serta frekuensi penggunaan insektisida rumah tangga (p-value 0,30) di Jakarta Barat tidak berhubungan dengan keberadaan jentik Ae. aegypti.

Kata kunci: DBD, insektisida, Aedes aegypti, Jakarta Barat

ABSTRACT

Dengue cases in the Capital City of Indonesia keep increasing year to year. West Jakarta accounted for 17.8% of total patients in Jakarta for the period 2012-2015. This is a cross-sectional design research, conducted in May 2015 in Kembangan, Grogol Petamburan and Cengkareng’s Health Centre, West Jakarta. This study aimed to analyse the relationship between the level of education, the use of anti-mosquito, and the presence of container in the community with the presence of Ae. aegypti larvae. Collection of data was conducted through interviews and surveys of larvae in 100 houses per health centres; the total samples were 300 households. The results showed that types of insecticide formulations widely used by respondents were spray and lotion. Most of the types of containers found in the survey area were buckets, tubs and jars/plastic barrel. Bivariate analysis using Chi-square showed that the educational level (p-value 0.045), layout (p-value 0.00), type (p-value 0.00) and the number of containers (p-value 0.00) have a significant relationship with the existence of larvae. There was no evidence of relation between the selection of formulation type (p-value 0,60) and the frequency of used household insecticide (p-value 0,30) in West Jakarta to the presence of Ae. aegypti larvae.

Keywords: DHF, insecticides, Aedes aegypti, West Jakarta

PENDAHULUAN

Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi DKI Jakarta masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini terlihat pada jumlah kasus DBD di Provinsi DKI yang terus mengalami kenaikan tiap

tahunnya. DKI Jakarta menempati posisi ke-6 secara nasional dalam Incidence Rate (IR) DBD tahun 2014 yaitu sebesar 83,35 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita yang meninggal 9 orang.1 Sebagai daerah endemis tinggi DBD, hampir semua wilayah di

(2)

Provinsi DKI Jakarta merupakan kantong DBD, di antaranya adalah Kotamadya Jakarta Barat. Wilayah ini menyumbang 17,8% dari total penderita di DKI Jakarta periode 2012-2015. Distribusi kasus DBD di delapan

Kecamatan yang ada di Jakarta Barat hampir merata di tiap wilayahnya, dengan kecamatan tertinggi yaitu Cengkareng dan terendah yaitu Taman Sari (Tabel 1).2,3

Tabel 1. Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue di Wilayah Jakarta Barat Periode 2012-2015

No Kecamatan Jumlah Kasus Tahun Jumlah

2012 2013 2014 2015 1 Cengkareng 464 690 869 610 2633 2 Kali Deres 310 418 539 384 1651 3 Grogol Petamburan 293 466 628 261 1648 4 Palmerah 373 463 259 157 1252 5 Taman Sari 148 161 159 76 544 6 Tambora 217 264 290 232 1003 7 Kebun Jeruk 195 221 267 137 820 8 Kembangan 262 418 529 195 1404 Total 2262 3101 3540 2052 10955 Sumber:www.surveilans-dinkesdki.net2

Keberadaan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama penyakit DBD tidak bisa dilepaskan dengan kejadian DBD di suatu wilayah. Meskipun ada penelitian yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara keberadaan jentik Ae. aegypti dengan munculnya kasus DBD4 namun di beberapa wilayah keberadaan Ae. aegypti di sekitar rumah berhubungan signifikan dengan munculnya kasus DBD.5 Aedes aegypti memiliki habitat di sekitar tempat tinggal manusia, berkembangbiak di air yang bersih dan tergenang dalam kontainer buatan yang ditemukan di dalam lingkungan perumahan.6 Beberapa penelitian bahkan menyebutkan bahwa jumlah kasus DBD di suatu wilayah dipengaruhi oleh keberadaan jentik Ae. aegypti pada kontainer-kontainer terutama yang digunakan untuk kebutuhan manusia.7 Keberadaan kontainer berhubungan dengan keberadaan jentik.8 Hal ini disebabkan oleh keberadaan kontainer/tempat penampungan air di sekitar tempat tinggal berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan Ae. aegypti dan memperbesar pula potensi kontak dengan manusia.

Berbagai penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik di suatu lingkungan tempat tinggal, namun berbeda karakteristik lingkungan akan berbeda pula faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik. Penelitian di Kelurahan Tembalang misalnya, keberadaan jentik berhubungan dengan jenis kontainer, tapi tidak berhubungan dengan pengetahuan mengenai bionomik vektor DBD, penggunaan insektisida dan praktik penggunaan insektisida.9 Penelitian lain oleh Imawati dan Sukesi tahun 2015 menyebutkan bahwa banyak sedikitnya kontainer dalam rumah serta keberadaan sampah padat tidak berhubungan dengan keberadaan jentik di Dusun Mandingan Desa Kebonagung Imogiri Bantul.10 Faktor yang berhubungan adalah kebiasaan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).11 Faktor lingkungan fisik seperti jumlah, volume, pencahayaan, bahan, pengaruh sinar matahari, tutup, letak, kondisi air dan kebiasaan masyarakat seperti pemakaian abate, dan pemeliharaan ikan pada penampungan air memiliki hubungan signifikan dengan keberadaan jentik.12

(3)

Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD antara lain faktor host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue.13 Keberadaan kontainer di sekitar tempat tinggal dan upaya masyarakat dalam mengendalikan populasi Ae. aegypti menentukan keberadaan jentik di sekitar tempat tinggal manusia. Selain itu, penelitian di Samarinda menyebutkan bahwa faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat berhubungan dengan perilaku pengendalian vektor.14

Tingginya kasus DBD di Jakarta Barat tidak lepas dari keberadaan Ae. aegypti di lingkungan tempat tinggal masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antar tingkat pendidikan yang diasumsikan sebagai tingkat pengetahuan, penggunaan insektisida anti nyamuk dan keberadaan kontainer di lingkungan masyarakat dengan keberadaan jentik Ae. aegypti yang merupakan vektor utama DBD. METODE

Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini merupakan bagian dari penelitian “Pemetaan Status Kerentanan Aedes aegypti terhadap insektisida di Indonesia tahun 2015”.15 Etik penelitian diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Nomor LB.02.01/5.2/ KE.105/2015). Survei dilakukan pada bulan Mei tahun 2015 di tiga kecamatan endemis tinggi DBD di Jakarta Barat. Kriteria lokasi penelitian adalah tiga puskesmas di tiap kabupaten/kota yang ditemukan kasus DBD tertinggi selama tiga tahun berturut-turut. Di setiap puskesmas terpilih diambil satu kelurahan dan setiap kelurahan terpilih diambil satu dusun/RW dengan kriteria ditemukan kasus. DBD selama tiga tahun berturut-turut.

Lokasi tempat dilakukan survei adalah Kembangan, Grogol Petamburan dan Cengkareng. Wawancara dan survei jentik

dilakukan pada 100 rumah dari setiap lokasi sehingga total sampel 300 rumah tangga. Wawancara dilakukan kepada kepala keluarga atau yang mewakili yang menempati rumah/bangunan yang disurvei. Wawancara menggunakan kuesioner terbuka tentang penggunaan insektisida rumah tangga. Insektisida rumah tangga yang dimaksud adalah jenis insektisida yang beredar dan dipergunakan dalam skala rumah tangga bukan dalam bidang pertanian. Insektisida rumah tangga dalam penelitian ini dikhususkan pada insektisida yang digunakan untuk menghindari gigitan nyamuk di rumah/bangunan tersebut.

Survei jentik dilakukan dengan mengamati ada tidaknya jentik nyamuk di semua tempat tampungan air (kontainer) yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan Ae. aegypti baik di dalam maupun di luar rumah. Hasil survei dianalisa secara bivariat tentang hubungan masing masing variabel dengan keberadaan jentik. Variabel bebas (independent variables) dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, frekuensi penggunaan insektisida, jenis formulasi insektisida, jenis kontainer, letak kontainer, sedangkan variabel terikatnya (dependent variable) berupa keberadaan jentik. Analisa statistik bivariat menggunakan uji Chi-square (X2) untuk melihat apakah ada hubungan antar variabel bebas dengan keberadaan jentik sebagai variabel terikat melalui program SPSS 17.0.

HASIL

Berdasarkan hasil wawancara di Kecamatan Cengkareng, Kembangan dan Grogol Petamburan diperoleh 300 responden dengan berbagai tingkat pendidikan. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu tidak sekolah atau tidak tamat SD, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Perguruan Tinggi (PT). Hasil wawancara menunjukkan sebanyak 6,3% responden tidak sekolah atau tidak tamat SD,

(4)

sebesar 31,0% responden adalah lulusan SD, 27,3% responden adalah lulusan SLTP, 31,3% adalah lulusan SLTA dan 4% adalah lulusan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan responden yang mendominasi dalam penelitian ini adalah SLTA dan SD, dan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah PT.

Keberadaan jentik ditemukan di semua rumah responden dengan berbagai jenjang

tingkat pendidikan dengan distribusi yang berbeda-beda tiap tingkat pendidikan. Distribusi keberadaan jentik berdasarkan tingkat pendidikan tersaji dalam Tabel 2. Hasil uji statistik antara tingkat pendidikan terhadap keberadaan jentik menggunakan Chi-square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat pendidikan dengan keberadaan jentik (p-value 0,045).

Tabel 2. Keberadaan Jentik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Jakarta Barat

No Tingkat Pendidikan Keberadaan Jentik Total

Tidak Ada Ada

1 Tidak sekolah/tidak lulus SD 10 9 19

2 SD 60 33 93

3 SLTP 64 18 82

4 SLTA 57 37 94

5 PT 10 2 12

Hasil wawancara dengan responden tentang penggunaan insektisida rumah tangga diperoleh data sebanyak 52 responden menyatakan tidak menggunakan insektisida anti nyamuk dalam kurun waktu satu tahun terakhir sedangkan sisanya 248 responden menggunakan insektisida anti nyamuk dalam berbagai formulasi yaitu oles, semprot, bakar dan elektrik. Tidak ditemukan responden yang menggunakan insektisida untuk jentik dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Beberapa responden juga menyatakan menggunakan

lebih dari satu varian insektisida anti nyamuk di rumahnya sehingga total pemakaian ada 410 pemakaian dari 300 responden. Sebesar 91,2% responden menggunakan insektisida anti nyamuk pada malam hari, hanya 5,5% responden menggunakan pada sore hari dan 3,3% pagi hari. Jenis formulasi insektisida yang paling banyak digunakan adalah semprot disusul dengan losion. Jenis formulasi insektisida yang digunakan oleh masyarakat dan keberadaan jentik di wilayah Jakarta Barat tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Formulasi Insektisida Rumah Tangga yang Digunakan dan Keberadaan Jentik di Wilayah Jakarta Barat

No Jenis formulasi Keberadaan jentik Total

Tidak Ada Ada

1 Tidak pakai 38 19 57

2 Losion 65 40 105

3 Semprot 98 48 146

4 Elektrik 12 7 19

5 Bakar 60 23 83

Analisis Chi-square antara jenis formulasi insektisida yang digunakan dengan keberadaan jentik menunjukkan hasil bahwa tidak ada

hubungan antara jenis formulasi insektisida dengan keberadaan jentik (p-value 0,60). Hal ini menunjukkan jenis formulasi insektisida

(5)

yang digunakan tidak mempengaruhi keberadaan jentik di suatu bangunan atau rumah tinggal. Keberadaan jentik masih tinggi di rumah atau bangunan yang memakai ataupun tidak memakai insektisida, meskipun insektisida tersebut dipakai dengan frekuensi tinggi.

Frekuensi penggunaan insektisida anti nyamuk mayoritas masyarakat di tempat survei tergolong tinggi karena sekitar 62,4% masyarakat memakai insektisida anti nyamuk tiap hari. Frekuensi penggunaan insektisida anti nyamuk dikategorikan berdasarkan berapa hari dalam seminggu responden menggunakan insektisida anti nyamuk (0-7 kali dalam

seminggu) tersaji dalam Tabel 4. Hasil analisa Chi-square terlihat bahwa frekuensi penggunaan insektisida juga tidak berhubungan dengan keberadaan jentik (p value 0,30). Penggunaan insektisida anti nyamuk dengan frekuensi tinggi diharapkan mampu menurunkan populasi nyamuk dewasa sehingga secara tidak langsung populasi jentik dapat berkurang. Namun, meskipun penggunaan insektisida anti nyamuk tergolong tinggi secara statistik tidak berhubungan dengan keberadaan jentik. Jentik masih tetap ditemukan pada semua kategori frekuensi penggunaan.

Tabel 4. Keberadaan Jentik Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Insektisida Rumah Tangga di Wilayah Jakarta Barat

No Frekuensi Penggunaan Insektisida (per minggu)

Keberadaan Jentik Total Tidak Ada Ada

1 Tidak Pakai 38 19 57 2 1 kali 16 6 22 3 2 kali 21 12 33 4 3 kali 20 6 26 5 4 kali 2 6 8 6 5 kali 4 1 5 7 6 kali 2 1 3 8 7 kali 170 86 256

Keberadaan jentik di tiga wilayah Jakarta Barat masih tergolong tinggi. Dari 300 rumah yang di survei terdapat 99 rumah yang

positif ditemukan jentik. Persentase keberadaan jentik dan pupa dalam berbagai jenis kontainer tersaji dalam Tabel 5.

(6)

Tabel 5. Persentase Jenis Kontainer yang Positif Jentik dan Pupa Ae. aegypti di Wilayah Jakarta Barat No Jenis kontainer Jumlah yang diperiksa (%) Kontainer Positif Jentik (%) Kontainer Positif Pupa (%) Dalam Luar Dalam Luar Dalam Luar

1 Aquarium 0,2 2,9 0,0 5,6 0,0 0,0 2 Bak 18,4 2,9 26,9 0,0 27,8 0,0 3 Barang bekas 0,9 26,5 1,7 44,4 2,8 33,3 4 Dispenser 8,0 0,0 13,4 0,0 22,2 0,0 5 Drum 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6 Ember 40,9 32,4 25,2 22,2 16,7 66,7 7 Genangan 0,1 0,0 0,8 0,0 0,0 0,0 8 Jirigen 0,4 0,0 1,7 0,0 0,0 0,0 9 Kolam 0,2 2,9 0,0 5,6 0,0 0,0 10 Kulkas 9,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11 Pot/alas pot 0,3 2,9 0,0 5,6 0,0 0,0 12 Tampungan air AC 0,0 2,9 0,0 5,6 0,0 0,0

13 Tempat minum unggas 3,2 11,8 0,0 5,6 0,0 0,0

14 Tempayan/gentong plastik 17,8 11,8 30,3 5,6 30,6 0,0

15 Torn 0,1 2,9 0,0 0,0 0,0 0,0

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Survey pada 300 rumah menemukan sejumlah 935 kontainer yang terletak baik di dalam (96,4%) maupun di luar rumah (3,6%). Sebagian besar kontainer yang ditemukan adalah kontainer yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Rata-rata dalam setiap rumah atau bangunan ditemukan 3-4 kontainer (Tabel 5). Letak kontainer berhubungan dengan keberadaan jentik dengan p-value 0,00. Sebanyak 901 kontainer yang berada di dalam 139 merupakan kontainer yang positif ditemukan stadium pradewasa jentik Ae. aegypti. Pemeriksaan di luar rumah dari 34 kontainer 18 di antaranya positif stadium pradewasa Ae. aegypti. Jenis kontainer yang mendominasi di wilayah survei adalah ember, bak dan tempayan/gentong plastik. Ketiga jenis kontainer tersebut juga memiliki kontribusi besar terhadap keberadaan jentik. Selain itu, jenis dan jumlah kontainer dalam rumah berhubungan terhadap keberadaan jentik dengan p-value yang sama yaitu 0,00.

PEMBAHASAN

Keberadaan jentik yang tinggi di wilayah Jakarta Barat menjadikan potensi penularan DBD yang besar di wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa variabel yang berhubungan dengan keberadaan jentik di wilayah Jakarta Barat adalah tingkat pendidikan, letak kontainer, jumlah kontainer dalam satu rumah dan jenis kontainer. Variabel lainnya yaitu jenis formulasi insektisida dan frekuensi penggunaan tidak berhubungan dengan keberadaan jentik. Insektisida rumah tangga yang digunakan oleh responden pada penelitian ini merupakan insektisida yang digunakan untuk membunuh nyamuk dewasa. Insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa memiliki cara kerja (mode of action) yang berbeda dengan insektisida untuk membunuh jentik. Perbedaan cara kerja (mode of action) ini diduga menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara jenis formulasi dan frekuensi penggunaan insektisida dengan keberadaan jentik.

Tingkat pendidikan diasumsikan berkaitan dengan tingkat pengetahuan seseorang. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk Ae. aegypti, sehingga keberadaan jentik dapat dihilangkan. Penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan

(7)

formal mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik. Penelitian di Thailand tahun 2003, pendidikan mempunyai korelasi yang negatif dengan kepadatan jentik, semakin baik pendidikan yang dimiliki oleh keluarga maka House Index (HI) akan cenderung semakin kecil.16,17 Hasil penelitian lain tentang variabel pendidikan dikemukakan oleh Ayuningtyas pada tahun 2012 yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Ae. aegypti di Surakarta. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin baik pula perilaku pemberantasan sarang nyamuk Ae. aegypti.18 Namun di tempat lain seperti di Minahasa Utara dan Kota Manado hasil penelitian menunjukkan hal sebaliknya yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tindakan PSN. Menurut Motung tahun 2012 di Minahasa Utara seseorang dengan pendidikan rendah dapat melakukan tindakan pencegahan yang hampir sama baiknya dengan mereka yang berpendidikan tinggi dalam hal tindakan pencegahan DBD.19,20

Informasi tentang pengendalian nyamuk dapat diperoleh dari berbagai media, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengendalikan dan memutus kontak dengan nyamuk. Sebesar 82,7% masyarakat di Jakarta Barat lebih memilih menggunakan formulasi insektisida rumah tangga anti nyamuk untuk menghindari kontak dengan nyamuk. Jenis varian formulasinya juga beragam dengan frekuensi penggunaan hampir setiap hari. Namun banyaknya varian insektisida anti nyamuk dan frekuensi penggunaan insektisida yang tinggi tidak menjadikan keberadaan jentik di sekitar rumah mereka menjadi sedikit. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisa secara statistik dimana jenis formulasi dan frekuensi penggunaan tidak berhubungan dengan keberadaan jentik. Formulasi semprot merupakan formulasi yang paling banyak dipilih oleh masyarakat disamping losion. Sebagian besar formulasi semprot yang beredar di pasaran menggunakan bahan aktif

sintetik piretroid untuk melumpuhkan nyamuk. Tingginya paparan insektisida golongan ini akibat penggunaan insektisida di masyarakat dan program menjadikan nyamuk di sekitar wilayah survei resisten terhadap beberapa jenis bahan aktif dari golongan sintetik piretroid.15 Hasil penelitian menunjukkan frekuensi yang tinggi dan formulasi insektisida tidak berpengaruh terhadap keberadaan jentik. Jentik tetap ditemukan meskipun survey jentik oleh jumantik dilakukan setiap hari Jumat dan banyak masyarakat menggunakan insektisida anti nyamuk dalam berbagai variasi.

Sebanyak 91,2% masyarakat di tempat survei menggunakan insektisida anti nyamuk pada malam hari, hanya 5,5% masyarakat yang menggunakan insektisida pada sore dan 3,3% pada pagi hari. Aedes aegypti merupakan serangga yang aktif pada pagi dan sore hari. Pada malam hari serangga ini cenderung menggunakan waktunya untuk istirahat. Penggunaan insektisida anti nyamuk pada malam hari dinilai tidak tepat sasaran untuk membasmi nyamuk Ae. aegypti, sehingga keberadaan Ae. aegypti masih ditemukan di sekitar masyarakat. Hal yang sama juga ditemukan di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo dimana hanya 15% dari responden yang memiliki kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk pada pagi hari dan sore hari dan sebagian besar masyarakat lainnya menggunakan insektisida hanya pada malam hari.5

Keberadaan jentik berkaitan erat dengan jenis, letak, dan jumlah kontainer yang ada di rumah tersebut. Keberadaan kontainer merupakan faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik dalam rumah.10 Jenis kontainer dominan ditemukan dan merupakan tempat perkembangbiakan Ae. aegypti adalah bak mandi, ember, dan tempayan. Ketiga jenis kontainer tersebut juga merupakan kontainer yang paling dominan ditemukan jentik DBD. Kebiasaan masyarakat menampung air untuk keperluan sehari-hari memberi peluang bagi Ae. aegypti untuk berkembang biak ditempat tersebut. Kebiasaan tersebut berpengaruh terhadap jumlah kontainer positif yang juga

(8)

berpengaruh terhadap kepadatan jentik Ae. aegypti. Hasil yang sama di Tangerang Selatan21 dan Banjarbaru22 bahwa jenis kontainer mempunyai hubungan yang bermakna terhadap keberadaan jentik. Wijaya tahun 2011 mengungkapkan risiko terkena DBD pada masyarakat yang mempunyai kontainer jenis ember adalah 3,630 kali daripada yang tidak mempunyai kontainer jenis ember, sedangkan masyarakat yang mempunyai kontainer jenis tempayan mempunyai risiko 5,250 kali terkena DBD daripada yang tidak mempunyai kontainer jenis tempayan.23

Jumlah kontainer dalam rumah di Jakarta Barat berhubungan dengan keberadaan jentik. Semakin banyak jumlah kontainer dalam satu rumah memberikan lebih banyak peluang bagi Ae. aegypti untuk berkembangbiak di rumah tersebut. Namun hal ini berbeda dengan hasil penelitian di Sekolah Dasar Kabupaten Ogan Komering Ulu dimana secara uji statistik jumlah kontainer tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti. Artinya, jumlah kotainer tiap rumah baik itu sedikit ataupun banyak keduanya memiliki peluang yang sama besar sebagai tempat untuk perkembangbiakan nyamuk.24

Sebagian besar kontainer yang ditemukan di Jakarta Barat terletak di dalam rumah. Hal ini sesuai dengan perilaku hidup nyamuk Ae. aegypti yang lebih suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi di dalam rumah/bangunan. Selain itu nyamuk Ae. aegypti juga bersifat sangat antropofilik.25 Letak kontainer berhubungan secara signifikan dengan keberadaan jentik di tempat survei. Penelitian dengan hasil yang sama di area perkotaan Brazil tahun 2015, menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan di dalam rumah dan kepadatannya berbanding lurus dengan jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah.13 Berbeda dengan hasil yang didapatkan di Kota Semarang 26 dan Kabupaten Ogan Komering Ulu24 dimana letak kontainer tidak berhubungan dengan keberadaan jentik.

KESIMPULAN

Keberadaan jentik Ae. aegypti di Jakarta Barat di pengaruhi oleh tingkat pendidikan keluarga, jenis, letak dan jumlah kontainer yang digunakan per rumah. Faktor lain yaitu pemilihan penggunaan jenis formulasi serta frekuensi penggunaan insektisida rumah tangga di Jakarta Barat tidak berhubungan dengan keberadaan jentik Ae. aegypti.

SARAN

Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dalam mengontrol dan mengevaluasi program pengendalian vektor di Jakarta Barat. Penggalakan program PSN 3M plus tetap menjadi fokus utama dalam pengendalian vektor DBD. Perlu dilakukan pengawasan penggunaan insektisida dan meminimalisir penggunaannya di masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Litbang Kesehatan RI selaku pemegang anggaran penelitian, Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat selaku koordinator riset, Loka litbang P2B2 Ciamis selaku pengelola anggaran. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Puskesmas Kembangan, Puskesmas Grogol Petamburan, Puskemas Cengkareng selaku pemegang wilayah serta tim peneliti Loka Litbang P2B2 Ciamis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan. Profil kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2015.

2. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Surveilans basis Puskesmas. laporan. Jakarta; 2007. Diunduh dari www.surveilans-dinkesdki.net. Diakses 1 November 2016

3. Shinta S, Sukowati S. Penggunaan metode survei pupa untuk memprediksi risiko penularan demam berdarah dengue di lima wilayah endemis di DKI Jakarta. Media Penelit dan Pengemb Kesehatan. 2013;23(1 Mar):31-40.

(9)

keberadaan larva Aedes spp dengan kasus demam berdarah dengue di Kota Bandung. ASPIRATOR. 2015;7(2):74-82.

5. Kundji I. Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Skripsi. 2013.

6. Ferdousi F, Yoshimatsu S, Ma E, Sohel N, Wagatsuma Y. Identification of Essential containers for Aedes larvae breeding to control dengue in Dhaka, Bangladesh. Trop Med Health 2015;43(4):253-64. doi:10.2149/tmh.2015-16.

7. Gusti N. Hubungan keadaan lingkungan rumah dan perilaku kepala keluarga dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Skripsi. 2012. 8. Dom NC, Madzlan MF, Nur S, Hasnan A,

Misran N. Water quality characteristics of dengue vectors breeding containers. Int J Mosq Res. 2016;3(1):25-9.

9. Qaren DA. Hubungan perilaku penggunaan insektisida rumah tangga dengan keberadaan jentik di daerah endemis Demam Berdarah Dengue (studi kasus di Kelurahan Tembalang). Universitas Diponegoro. Skripsi. 2012.

10. Imawati D, Sukesi TWXN 2 A 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik di Dusun Mandingan Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. J Med Respati. Volume X No 2. April 2015

11. Samuel P, Thenmozhi V, Nagaraj J, Kumar T, Tyagi B. Dengue vectors prevalence and the related risk factors involved in the transmission of dengue in Thiruvananthapuram district, Kerala, South India. J vector borne Dis 2014;51(4):313. 12. Morin C, Comrie A, Ernst K. Climate and

dengue transmission: evidence and implications. Environ Heal Perspect. 2013;121(11-12):1264.

13. Rodrigues M de M, Marques GRAM, Serpa LLN, et al. Density of Aedes aegypti and Aedes albopictus and its association with number of residents and meteorological variables in the home environment of dengue

endemic area, São Paulo, Brazil. Parasit Vectors. 2015;8(1):115. doi:10.1186/s13071-015-0703-y.

14. Trapsilowati W, Pujiyanti A, Ristiyanto. Peran pengetahuan dan tingkat pendidikan terhadap perilaku pengendalian vektor DBD pada masyarakat di Kelurahan endemis di Kota Samarinda tahun 2009. Vektora. 2014;6(2):41-5.

15. Ipa M, Prasetyowati H, Astuti EP, Ruliansyah A, Fuadzy H. Pemetaan status kerentanan Aedes aegypti terhadap insektisida di Indonesia 2015. [laporan penelitian]. Loka Litbang P2B2 Ciamis. Badan Litbangkes. Kementerian Kesehatan; 2015.

16. Nagao Y, Thavara U, Chitnumsup P, Tawatsin A, Chansang C, Campbell-Lendrum D. Climatic and social risk factors for Ae. aegypti infestation in rural Thailand. Trop Med Int Heal.2003;8(7):650-9. doi:10.1046/j.1365-3156.2003.01075.x. 17. Bodner D. The effectiveness of resident-based

mosquito control through changes in knowledge and behavior along a socioeconomic gradient. UMD theses and dissertations. Digital repository at University of Maryland (DRUM). 2014. Diunduh dari https://drum.lib.umd.edu. Diakses 5 Februari 2017.

18. Ayuningtyas NP. Hubungan tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Skripsi. 2012.

19. Montung D. Hubungan antara karakteristik individu, pengetahuan, sikap dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Kolongan Minahasa Utara. Universitas Sam Ratulangi. Skripsi. 2012.

20. Monintja TCN. Hubungan antara karakteristik individu, pengetahuan dan sikap dengan tindakan PSN DBD masyarakat Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang Kota Manado. JIKMU. 2015;5(2b).

21. Desniawati F. Pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. 2014.

(10)

22. Ridha M, Rahayu N, Rosvita N, Setyaningtyas D. Hubungan kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue di Kota Banjarbaru. J BUSKI J Epidemiol dan Penyakit Bersumber Binatang. 2013;4(3). 23. Wijaya J. Keberadaan kontainer sebagai

faktor risiko penularan demam berdarah dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah. ASPIRATOR. 2011;3(2):82-8.

24. Budiyanto A. Perbedaan warna kontainer berkaitan dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di sekolah dasar. Biotek Medisiana Indones. 2012;1(2).

25. Hasyimi, Soekirno. Pengamatan tempat perindukan Aedes aegypti pada tempat penampungan air rumah tangga pada masyarakat pengguna air olahan. J Ekol Kesehat. 2004;4(3).

26. Setyawijayati B. Hubungan antara karakteristik kontainer dan praktek PSN dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Genuksari Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Skripsi. 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berdasarkan hasil pemeriksaan sitologi serviks wanita pekerja seksual tidak langsung (WPS-TL) pada hotspot X Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru, maka

SMA Negeri 1 Magetan memiliki 18 pegawai Tata Usaha, 6 orang bagian kesiswaan, 2 orang bagian keuangan yang bertugas di loket pembayaran siswa, 4 orang bagian keamanan, 2 orang

SI e-KTP telah digunakan dari tahun 2013 sampai sekarang oleh Dispencapil Minahasa Utara dan belum pernah dilakukan pengukuran, sehingga pimpinan belum memiliki

Pada hari ini Rabu tanggal Dua belas bulan April tahun Dua ribu tujuh belas bertempat di Portal LPSE Mahkamah.Agung, Pokja ULP Pengadilan Negeri Pasangkayu, telah mengadakan

Heterokedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak

Budaya sekolah untuk memberi arah pada para warga sekolah dalam berfikir dan bertindak, budaya dalam konteks ini suatu rangkaian pengaruh pada bagaimana orang-orang

Untuk mendeskripsikan hasil penerapan Metode Problem Based Learning (PBL) dalam mengatasi kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Kecamatan Ranah Pesisir terdiri dari 10 kenagarian yaitu Kenagarian Sungai Tunu, Palangai, Sungai Tunu Barat, Sungai Tunu Utara, Nyiur Melambai Palangai, Palangai