• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP SEPSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP SEPSIS"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN SEPSIS

A. DEFINISI

Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP 2004).

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).

Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of

the American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-sus Confrence Committee. American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk

berbagai macam manifestasi infeksi.

1.Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh organisme ini.

2.Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.

3.Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau lebih dari keadaan berikut ini:

 Septik syok temperatur lebih dari 38 C atau kurang dari 36 C  Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;

(2)

dari 32 mmHg.

 Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3atau ku-rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur.

4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut.

5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan disfungsi dari beberapa organ.

B. ETIOLOGI

Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi

(3)

bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).

Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).

LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:

(4)

a. Infeksi paru-paru (pneumonia) b. Flu (influenza)

c. Appendisitis

d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)

e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius) f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter

telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit g. Infeksi pasca operasi

h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

C. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:

1. Umur

- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun 2. Pemasangan alat invasive

- Venous catheter - Arterial lines

- Pulmonary artery catheters - Endotracheal tube

- Tracheostomy tubes

- Intracranial monitoring catheters - Urinary catheter 3. Prosedur invasive - Cystoscopic - Pembedahan 4. Medikasi/Therapeutic Regimens - Terapi radiasi - Corticosteroids - Oncologic chemotherapy - Immunosuppressive drugs - Extensive antibiotic use 5. Underlying Conditions - Poor state of health - Malnutrition

- Chronic Alcoholism - Pregnancy

- Diabetes Melitus - Cancer

- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

(5)

1. Manifestasi Kardiovaskular i. Perubahan sirkulasi

Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.

Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

ii. Perubahan miokardial

Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.

Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik.

(6)

Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the effects of fluid resuscitation.

A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic, C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular

management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)

2. Manifestasi Hematologi

Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi.

Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema interstisial.

Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya

(7)

metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

3. Manifestasi Metabolik

Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.

Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.

Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat. Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).

Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat meningkatnya aggregasi platelet dan

(8)

eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

tabel 3. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik

Sumber : Levy MN et all:2001,Crit Care Med 31:1250,2003.

4. Manifestasi Pulmonal

Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air

Variable Umum

Temperature >38.3 c atau < 36 c HR > 90x/mnt

Takipnea

Penurunan status mental

Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam

Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi

WBC >12000,<4000 mm C reaktif protein meningkat Procalcitonin plasma meningkat Variabel heodinamik

Sistolik BP <90 mmHg/ MAP < 70 mmHg SVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringan

Laktat serum >1mmol/L CRT> 2 detik

Variable gangguan organ

Pa O2/FiO2 <300

Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam Kreatinin > 0,5 mg/dl

INR> 1.5 atau aPTT>60 detik Platelet <100000mm

(9)

ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

E. PATOFISIOLOGI

Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru.

Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis. Hal ini jelas tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini juga dapat timbul pada klien dengan sepsis tanpa syok

Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi paru pascatrauma sehingga diperkirakan sebahai faktor penyebab kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.

b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.

c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal. d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan

(10)

(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati atau sirkulasi toksin atau status syok. e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok. f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan

glukoneo-genesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam metabolisme.

g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi , ketidakseimbangan / gagalan hati.

h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi. i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul

protein dan SDM.

j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.

k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia yang menyerupai infark miokard.

G. PATHWAY

Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin 

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi  SEPSIS  Stimulasi sel imun tubuh  produksi sitokin proinflama si berlebih 

Efek berbagai mediator inflamasi (protaglandin,

kinin, histamin) 

respon inflamasi masif di jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan

 Efek berbagai mediator inflamasi (protaglandi n, kinin, histamin)  Vasodilatasi,  neutrofil teraktivasi  infiltrasi di jar. pulmonal dan vaskuler  akumulasi  Respon inflamasi  Peningkatan suhu tubuh  HIPERTERMI A

(11)

RISIKO INFEKSI penimbunan fibrin  penyumbatan kapiler  KETIDAKEFEKTIF AN PERFUSI JARINGAN PERIFER peningkatan permeabilita s kapiler  Volume intravaskuler  Volume sirkulasi efektif  TVS  CO meningkat u/ kompensasi  Asedemia laktat  responsivita s terhadap katekolamin  fs. jantung terganggu (fraksi ejeksi ventrikel turun, gangguan kontraktilita s)  RISIKO SYOK cairan ekstravaskuler di paru  edema pulmonal  kompliance paru  GG. PERTUKARA N GAS H. PENATALAKSANAAN RAPID ASSESSMENT I. Immediate Question a. Survey Primer

Cek Airway, Breathing, Circulation - Airway: clear

(12)

- Breathing:

Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik

Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul.

- Circulation:

Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal (hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang meningkat.

Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit

b. Bagaimana status mental dan vital sign ?

Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.

c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output

d. Riwayat penyakit ?

1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi sputum, hemoptysis

2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau testicular, aborsi.

3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat autitis media / sinusitis.

(13)

4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,

5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus

dekubitus, riwayat drakius,

6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan congenital.

7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka, riwayat pembedahan,

e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV, diabetes, gangguan autoimun, kanker).

f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi). II.Database

A. Poin utama pengkajian fisik 1. Mental Status

2. Vital sign

3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis. 4. Heent. Sinusitis, otitis media

5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity

6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk, 7. Suara jantung. Takikardi, murmur.

8. Abdomen. Abdominal tenderness

9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/ discharge vagina.

10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi. 11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma. III. Laboratory data

1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC. 2. Urin. Kultur.

3. CSF. Kultur, 4. Sputum. Kultur. 5. Drainase luka. Kultur.

IV. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya TATA LAKSANA SYOK SEPTIK

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan

pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila

(14)

MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit. (Gambar 2)

Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy

Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap sebagai berikut (gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi.

(15)

manajemen Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi

Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot pernafasan, bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut. Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis

Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous . Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringer laktat tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.

Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.

Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

(16)

- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)

- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.

- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien diperlakukan

- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif yang lebih luas. Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan dikendalikan.

Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation

- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi

- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.

- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri

1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan Immunonutrition

(17)

2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.

Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of organ failure.

- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ

Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.

Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi. Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.

Step J = Justify your therapeutic plan

- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah dilakukan

(18)

- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there secondary sources of infection/inflammation.

- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.

- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal failure

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.

(19)

I. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pendekatan ABCDE Airway

 yakinkan kepatenan jalan napas

 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)

 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU

(20)

Breathing

 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan

 kaji saturasi oksigen

 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis

 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask  auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada  periksa foto thorak

Circulation

 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan  monitoring tekanan darah, tekanan darah <>

 periksa waktu pengisian kapiler

 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar  berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel  pasang kateter

 lakukan pemeriksaan darah lengkap  siapkan untuk pemeriksaan kultur

 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC

 siapkan pemeriksaan urin dan sputum

 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat. Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan

(21)

fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:

 Penurunan fungsi ginjal  Penurunan fungsi jantung  Hyposia

 Asidosis

 Gangguan pembekuan

 Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

B. PengkajianUmum

1. Aktifitas: Gejala : Malaise 2. Sirkulasi

Tanda :

 Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat).

 Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok).

 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan elektrolit.

 Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik (vasokontriksi).

3. Eliminasi Gejala : Diare 4. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.

5. Nyeri/Kenyamanan: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau ketidak nyamanan, urtikaria, pruritus.

6. Pernafasan

Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, pengguna-an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.

Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal. Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema. Ruam eritema macular

(22)

7. Seksualitas

Gejala : Pruritus perineal.

Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen. 8. Pendidikan kesehatan

Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati, ginjal, sakit jantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.

Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive, luka traumatic.Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang ).

C. Analisis Data

(23)

DS:

Pasien atau keluarga pasien mengatakan pasien

menderita sakit kronis, demam

DO (f.risiko):

 adanya penyakit kronis  penekanan sistem

imun

 pertahanan primer yang tidak adekuat (luka, trauma jaringan kulit)  pertahanan sekunder inadekuat (Hb turun, leukopenia)  prosedur infasif  malnutrisi Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi

 SEPSIS

Stimulasi sel imun tubuh  produksi sitokin proinflamasi berlebih  Risiko infeksi Risiko Infeksi DS: Perubahan sensasi DO:  TD turun/hipotensi  RR meningkat  CRT >2 detik  akral ekstremitas dingin  kulit pucat  edema ekstremitas  nadi lemah Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi

 SEPSIS

Efek berbagai mediator inflamasi (protaglandin,

kinin, histamin) 

respon inflamasi masif di jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan penimbunan fibrin  penyumbatan kapiler  Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

(24)

DS:-DO (f.risiko):  hipotensi  hipovolemia  hipoksemia  hipoksia  infeksi  sepsis Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi

 SEPSIS

Efek berbagai mediator inflamasi (protaglandin, kinin, histamin)  Vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler  Volume intravaskuler 

Volume sirkulasi efektif  TVS  CO meningkat u/ kompensasi  Asedemia laktat  responsivitas terhadap katekolamin  fs. jantung terganggu (fraksi ejeksi ventrikel

turun, gangguan kontraktilitas)

 risiko syok

(25)

DS:-DO:

 Pernafasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman)

 Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  hiperkapnia  hipoksemia  hipoksia  takikardi Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi  SEPSIS  neutrofil teraktivasi 

infiltrasi di jar. pulmonal dan vaskuler  akumulasi cairan ekstravaskuler di paru  edema pulmonal  kompliance paru  gg. pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

DS:-DO:

 suhu tubuh di atas normal

Infasi mikroba 

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi  SEPSIS  Respon inflamasi 

Peningkatan suhu tubuh 

Hipertermia

Hipertermia

D. Rencana Intervensi Keperawatan

No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Risiko Syok Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat

NIC: shock management

1. Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status mental dan urine output

(26)

terhindar dari risiko syok

NOC: Risk Control: Shock Prevention Kriteria Hasil:  Tekanan darah DBN (110-130/70-90 mmHg)  Nadi DBN (70-90x/menit)  RR DBN (16-20 x/menit)  Suhu DBN (36,5-37,50C)  Hb DBN (12 – 18 gr/dL)  CRT < 3 detik

2. Monitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan pH arteri)

3. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W) 4. Berikan medikasi vasoaktif

5. Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik 6. Monitor trend hemodinamik

7. Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau (takikardia HR >160 kali per menit) berlangsung lebih lama dari 10 menit

8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD dan monitor oksigenasi jaringan

9. Dapatkan patensi akses vena

10. Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan daarah atau cardiac output 11. Monitor penentu pengiriman oksigen ke

jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output) 12. Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan

tekanan darah, atau abnormalitas tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis atau diaphoresis

13. Monitor tanda dan gejala gagal nafas (rendahnya PaO2, peningkatan PCO2, kelumpuhan otot pernafasan)

14. Monitor kadar glukosa darah dan tangani bila ada abnormalitas

15. Monitor koagulasi dan complete blood count dengan WBC differential

16. Monitor status cairan meliputi intake dan output

17. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN dan creatinin)

18. Lakukan pemasangan kateter urinaria 19. Lakukan pemasangan NGT dan monitor

residu lambung

20. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi

21. Berikan dukungan emosional kepada keluarga 22. Berikan harapan yang realistic kepada

keluarga

(27)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat terhindar dari risiko infeksi

NOC: Risk Control: Infectious Process Kriteria Hasil:

 Suhu DBN (36,5-37,50C)  Jumlah leukosit DBN

 tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang semakin memburuk

1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan keluar dari ruangan pasien

2. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan pada pasien

3. Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian terapi antibiotic

4. Monitor kerentanan terhadap infeksi

3. Gangguan pertukaran gas Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kondisi klinis klien terkait pertukaran gas membaik NOC: Respiratory Status: Gas Exchange Kriteria Hasil:

 Pernafasan normal (kecepatan, irama, kedalaman)

 Warna kulit normal (tidak pucat/kehitaman)  RR DBN  Hb DBN  Nadi DBN  BGA normal NIC: Monitoring

1. Kaji pola pernapasan pasien Monitor TTV 2. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan

hiperkapnia

3. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam, laporkan perubahan tingkat kesadaran.

4. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2

5. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.

6. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam

7. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan

8. Pantau irama jantung

9. Berikan cairan parenteral sesuai hasil kolaborasi

10.Berikan obat-obatan sesuai pesanan: bronkodilator, antibiotik, steroid.

11.Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer klien meningkat

NOC: Circulation Status Kriteria Hasil:

1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap 2. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri

saat melakukan latihan fisik

3. Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran

4. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin

(28)

 TD DBN  RR DBN  CRT < 3 detik

 akral ekstremitas hangat  warna kulit tidak pucat  ekstremitas tidak edema  kekuatan nadi normal

hiperestesia dan hipoestesia

6. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda

7. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi 8. Ajarkan pasien atau keluarga untuk

memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas kulit

5 Hipertermi b.d kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi

Kriteria Hasil:

 Suhu tubuh dalam batas normal (36.5-37.5)

 Nadi dalam batas normal (110-120 x/menit)

 Frekuensi napas dalam batas normal (40-60 x/menit)

Rasional:

(29)

E. Implementasi dan Evaluasi

F. Dx. Kep G. Tanggal

& Jam

H. Implementasi J. Risiko Syock K. 1. Memonitor TTV, tekanan darah

ortostatik, status mental dan urine output

2. Memonitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan pH arteri) 3. Memberikan cairan IV kristaloid sesuai

dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W)

4. Memberikan medikasi vasoaktif 5. Memberikan terapi oksigen dan

ventilasi mekanik

6. Memonitor trend hemodinamik 7. Memoonitor frekuensi jantung fetal

(bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau (takikardia bila HR >160 kali per menit) berlangsung lebih lama dari 10 menit

8. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD dan monitor oksigenasi jaringan

9. Mendapatkan patensi akses vena 10. Memberikan cairan untuk

mempertahankan tekanan daarah atau cardiac output

11. Memonitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output)

12. Mencatat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau abnormalitas tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis atau diaphoresis

13. Memonitor tanda dan gejala gagal nafas (rendahnya PaO2, peningkatan PCO2, kelumpuhan otot pernafasan) 14. Memonitor kadar glukosa darah dan

(30)

15. Memonitor koagulasi dan complete blood count dengan WBC differential 16. Memonitor status cairan meliputi

intake dan output

17. Memonitor fungsi ginjal (nilai BUN dan creatinin)

18. Melakukan pemasangan kateter urinaria

19. Melakukan pemasangan NGT dan monitor residu lambung

20. Mengatur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi

21. Memberikan dukungan emosional kepada keluarga

L.

V. Risiko Infeksi W. 1. Mengnstruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan keluar dari ruangan pasien

2. Menggunakan sarung tangan dalam setiap tindakan pada pasien

3. Berkolaborasi dengan tenaga medis pemberian terapi antibiotic

4. Memonitor kerentanan terhadap infeksi

AG. Gangguan Pertukaran Gas

AH. 1. Mengkaji pola pernapasan pasien Monitor TTV

2. Mengkaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

3. Mengkaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam, laporkan perubahan tingkat kesadaran.

4. Memantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2

5. Membantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.

(31)

mendengarkan bunyi nafas setiap jam 7. Meninjau kembali pemeriksaan sinar X

dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan

8. Memantau irama jantung

9. Memberikan cairan parenteral sesuai hasil kolaborasi

10.Memberikan obat-obatan sesuai pesanan: bronkodilator, antibiotik, steroid.

11.Mengevaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

AI. AS. Ketidakefektifan

Perfusi Jaringan Perifer

AT. 1. Melakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer

2. Memantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan fisik 3. Memantau status cairan termasuk

asupan dan haluaran

4. Memantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin

5. Memantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia

6. Memantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda

7. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi

8. Mengajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas kulit

BD. BE. BF.

(32)

BG. DAFTAR PUSTAKA BH.

BI. Dolan’s,1996, Critical care nursing clinical management through the nursing process, Davis Company, USA.

BJ. Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.

BK. Hudak galo, 1996,

keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta. BL. Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing

diagnosis and management, Mosby, USA.

BM. Monahan, Sand,

Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis. BN. Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu

penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta. BO.

Gambar

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the effects of fluid resuscitation.
Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy

Referensi

Dokumen terkait

Kaitannya dengan audio sebagai media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa Media Audio Pembelajaran yaitu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau rangkaian

Sementara penguat merupakan material yang akan meningkatkan kekuatan komposit sehingga digunakan material dengan kekuatan tinggi, kekerasan tinggi dan digunakan dalam jumlah

Manajer Bagian Produksi Bagian Penjualan Start Daftar Pesanan Menentukan Due Date Jenis Mesin Memvalidasi Jenis Pesanan Membuat Daftar Transaksi Transaksi Produk Menentukan

Jenis jenis penyakit pernafasan yang dapat dijumpai atau pernah terjadi pada peternakan ayam (broiler atau layer) di Indonesia antara lain : Avian Influenza (AI-H5NI), Newcastle

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematikan IPA, 2011

Langkah-langkah di atas dapat digunakan guru untuk penerapan model penilaian portofolio dalam pembelnjaran dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa dan

Penelitian dilakukan dengan menumbuhkan tanaman kangkung pada media tanah berair yang mengandung 134 Cs dengan konsentrasi 80 Bq/g, kemudian diukur banyaknya 134 Cs yang