• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Struktur Beton Bertulang II Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph. D___P"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN KULIAH

STRUKTUR BETON BERTULANG II

Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph.D

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………... i

BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS ………….………….….... 1

A. Beban dan Pengaruhnya Terhadap Portal Terbuka ....……... 1

B. Hubungan Antara Beban Horizontal Dengan Simpangan …... 2

C. Klasifikasi Tingkat Daktilitas Struktur ……….. 4

BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY …………....……….. 16

A. Pengertian Capacity Design Philosophy ………....16

B. Dominasi Beban..………..….………...…… 19

BAB III REDISTRIBUSI MOMEN ……...………..……..……... 21

A. Pengertian Redistribusi Momen ….…………..……… 21

B. Persyaratan Moment Redistribution………... 23

C. Redistribusi Momen Pada Earthquake Load Dominated ……. 24

D. Redistribusi Momen Pada Gravity Load Dominated …....… 27

E. Momen Muka Kolom ………...………… 28

BAB IV PROSES DESAIN MENURUT KONSEP CAPACITY DESIGN …….……….……….…… 31

BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP ..…….…….…... 35

A. Teori Desain Balok Tulangan Rangkap .………... 35

(3)

ii

BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK ………..……... 53

A. Teori Momen Kapasitas ……….………... 53

B. Overstrength Factor, Ø0 …………..…... 54

C. Momen Kapasitas Pada Momen Negatif ………... 56

D. Momen Kapasitas Pada Momen Positif ……….. 59

E. Contoh Perhitungan Momen Kapasitas …...……….. 59

BAB VII GAYA GESER (SHEAR FORCES) ………....…...……..……... 67

A. Pengertian ………….…………..………... 67

B. Tegangan Pada Balok ………..………... 68

C. Pola Kerusakan Balok ………….………..………... 70

D. Keseimbangan Gaya-gaya ……… 73

E. Penyederhanaan Gaya Geser Internal ………... 75

F. Macam-macam Tulangan Geser .………... 76

G. Kuat Geser Oleh Beton …..… ………..………... 78

H. Tulangan Geser Menurut Truss Analogy ………...…….. 79

I. Desain Tulangan Geser ………..………... 81

J. Diameter, Jarak dan Bentuk Sengkang …………... 82

K. Diagram Gaya Lintang …...………..………... 84

L. Tulangan Geser Balok ………..… 86

BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA AKSIAL KOLOM....94

A. Momen Perlu Kolom …...…….………... 94

B. Gaya Aksial Kolom …….……...………... 101

BAB IX DESAIN KOLOM ………...………..……. 110

A. Desain Kolom Dengan Cara Numerik ………... 111

B. Desain Kolom Dengan Cara Grafis (Diagram Mn-Pn) …... 127

C. Bahasan Kolom Pendek Dengan Cara Analitik ……... 145

(4)

iii

BAB X TULANGAN GESER KOLOM ……..……….…...…..…... 163

A. Pengertian ………. ……….... 163

B. Gaya Geser Ultimit Kolom (Vu,k) …..….……... 166

C. Desain Tulangan Geser Kolom ………... 167

BAB XI BEAM COLUMN JOINT …..………..………..…….. 173

A. Pendahuluan ………... 173

B. Fungsi Utama Beam Column Joints ……….………... 174

C. Problema Yang Ada Pada Joint ………..…..……... 175

D. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Joint … ……... 176

E. Gaya Geser dan Tegangan Geser Joint ..………..…... 178

E. Tulangan Geser Joint ………..……...179

BAB XII PONDASI ………..………...… 189

A. Pendahuluan ………...….... 189

B. Jenis Pondasi ………...190

C. Tekanan Tanah Dibawah Pondasi .……….……...191

(5)

1 Sendi plastis (-) diujung

Sendi plastis (+) ditengah

BAB I

PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT

TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS

A. BEBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PORTAL TERBUKA

1. Beban yang dominan pada bangunan 1. Beban Gravitasi → arahnya kebawah

a. Beban mati (dead load)

b. Beban berguna/hidup (live load) 2. Beban Gempa → arahnya horisontal

a. Beban Ekivalen Statik b. Beban Dinamik

2. Pengaruh beban terhadap portal terbuka

Mengingat beban portal dapat berupa beban gravitasi dan beban gempa maka untuk memudahkan pembahasan, analisis akibat beban-beban tersebut dipisah dahulu dan kemudian baru digabungkan. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

(6)

2

Sendi plastis (-) diujung Sendi plastis (+)diujung

S

Δ

0.8 Si So Si 0.75 S Δ Δ brittle response ideal response respon sesungguhnya (daktail) Daktailitas μΔ = Δu/Δy

3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat beban gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.

4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang akan mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.

5. Apabila arah gempa dari kiri, maka momen maksimum positif balok akan bergeser ke kiri.

Gambar 1.2. Earthquake Load Dominated

B. HUBUNGAN ANTARA BEBAN HORISONTAL DENGAN SIMPANGAN

(7)

3

P

Δ

Δ Δ Δ Δ

Diagram melengkung :

1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak. 2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan

3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.

Beban Monotonic Loading kurang realistik sebab : 1. Beban gravitasi bersifat konstan.

2. Beban gempa bersifat impulsif fluktuatif (non periodic non harmonic). 3. Beban angin juga bersifat non periodik non harmonik.

→ Yang mendekati hanyalah beban akibat ledakan/blasting.

ƒ Daktilitas simpangan (displacement ductility)

leleh saat simpangan ultimit simpangan µ = Δ Δ = Δ y u

ƒ Simpangan Ultimit adalah simpangan yang mana kekuatan struktur Su ≥ 80% Si

ƒ Belum tentu elemen yang mempunyai simpangan ultimit Δu yang besar akan mempunyai daktilitas yang besar.

2 1 u u >Δ Δ 1 1 1 y u Δ Δ = Δ μ 2 1 y y U U > 1 2 2 2 Δ Δ Δ > Δ = μ μ y u

Gambar 1.4. Grafik Daktilitas Simpangan

ƒ Daktilitas Lengkung ( Curvature Ductility)

Secara matematis sesuai dengan pembahasan sebelumnya, daktilitas lengkung dinyatakan dalam : leleh saat kurvatur ultimit kurvatur = = y u φ φ μφ

(8)

4 Baik daktilitas lengkung maupun daktilitas simpangan akan menjadi parameter yang penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktilitas kurvatur akan berkaitan dengan kedaktailan potongan elemen terhadap beban lentur, sedangkan daktilitas simpangan akan berhubungan dengan kemampuan ”struktur secara keseluruhan” untuk berdeformasi secara inelastik akibat beban horisontal/gempa.

C. KLASIFIKASI TINGKAT DAKTILITAS STRUKTUR

Istilah daktilitas dan definisinya telah disampaikan beberapa kali pada pembahasan sebelumnya. Pada pembahasan Seismic Design Limit States terdapat beberapa level pembebanan mulai dari Code Level kemudian Service Ability Limit State dengan batas atas sampai terjadinya leleh pertama. Pada level beban yang lebih besar adalah damage

ability limit state yang mana elemen struktur sudah leleh secara berkelanjutan, retak-retak

beton sudah cukup lebar sehingga perlu grouting. Paulay dan Priestley (1992) menyatakan bahwa batas atas level ini adalah sudah tidak ekonomisnya perbaikan struktur. Sedangkan level pembebanan yang lebih besar lagi adalah Survival Limit State, yaitu beban gempa menurut umur rencana bangunan.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa percepatan tanah akibat gempa pada level-level beban tersebut diatas. Mengingat performance criteria (leleh pertama, retak-retak lebar, bangunan sudah rusak, dll) ada yang bersifat kualitatif, maka percepatan tanah pada level-level beban tersebut tidaklah pasti. Performance bangunan akibat beban gempa juga dipengaruhi oleh tingkat desain kekuatan (provided strength) dan kualitas pelaksanaan. Provided strength yang dimaksud misalnya bangunan direncanakan di daerah gempa yang berbeda-beda sehingga kekuatan relatifnya akan berbeda.

Walaupun masih relatif terbatas, Widodo (2001) telah melakukan investigasi terhadap percepatan tanah pada level-level beban limit states. Namun demikian studi tersebut masih terbatas pada struktur beton di daerah gempa-4 yang dianggap terletak diatas tanah lunak dengan beban gempa El centro, 1940 N-S Component. Untuk daerah gempa, jenis struktur (baja, beton, open frame, braced frame, frame-walls) dan frekuensi gempa (frekuensi rendah, menengah dan tinggi) serta tingkat daktilitas yang dipakai masih diperlukan investigasi lebih lanjut.

(9)

5 Umumnya telah disepakati tingkatan-tingkatan daktilitas yang dikategorikan dalam :

1. Perencanaan Elastik

2. Perencanaan dengan Daktilitas Terbatas (Limited Ductility) 3. Perencanaan dengan Daktilitas Penuh (Fully Ductile Structure)

Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktilitas yang diinginkan maka akan lebih baik apabila dipahami terlebih dahulu jenis-jenis daktilitas berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktilitas dilihat dari beberapa aspek.

1. Jenis/Macam Daktilitas

ƒ Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2 macam daktilitas yang perlu diketahui. Daktilitas-daktilitas itu adalah daktilitas lengkung (Curvature Ductility) dan daktilitas simpangan (displacement ductility). Pada bahasan sebelumnya telah disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat daktail. Hal ini terjadi karena daktilitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen (ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kualitas bahan (tegangan desak f’c, tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton εc), dan properti-properti yang lain yaitu

besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya nilai-nilai β1 dan

k2). Sementara itu daktilitas simpangan akan dipengaruhi oleh properti struktur secara

global dan model pembebanan yang ada.

Daktilitas simpangan μΔ masih dapat dirinci lagi menjadi :

• Single displacement ductility factor (SDDF) • Cyclic displacement ductility factor (CDDF)

• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)

SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis. Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.

Curvature Ductility, μФ = y u φ φ Ductility

Single Displ. Ductility Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility Accum.Displ. Ductility (SDDF = μΔ = y u Δ Δ )

(10)

6 S Δ 0.8 Si Si Δy Δu δ H Δ P histeretik loop asli (real) Model Δy Δu δ P Δc Δy Δa Δd Δb a) Push over b) c) Analysis real y u SDDF Δ Δ = y y m m CDDF Δ Δ − Δ + Δ = − + +1 Δ Δ + Δ + Δ + Δ = y d c b a ADDF

Gambar 1.5. Macam-macam Daktilitas

Push Over Analysis yang menghasilkan Single Displacement Ductility Factor

adalah suatu proses pembebanan satu arah, mulai dari beban yang relatif kecil kemudian bertambah secara berangsur-angsur sampai struktur mengalami ketidak stabilan/runtuh. Pembebanan seperti ini sebenarnya dipertanyakan oleh banyak orang, karena beban seperti ini sangat jarang terjadi. Oleh karenanya hasil yang diperoleh (displacement

ductility) juga kurang begitu realistik.

Disamping mekanisme pembebanannya, maka pada Push Over Analysis masih mempunyai problem yang lain yaitu pola/bentuk beban. Bentuk beban yang dimaksudkan apakah berbangun segitiga terbalik, berbangun konstan, berbangun parabolik cekung/cembung ataukah mempunyai bangun yang lain. Pertanyaan berikutnya adalah dalam kondisi-kondisi seperti apa kemungkinan bangun beban-beban itu dipakai. Masalah akan berkembang lagi apakah bangun-bangun beban itu akan sama pada jenis bahan struktur yang berbeda (beton, baja), pada jenis struktur utama yang berbeda (Open frames,

braced frames, frame-walls) ataupun pada variabel-variabel yang lain (respon elastik,

inelastik, frekuensi sudut struktur).

Mengingat adanya banyak pertanyaan-pertanyaan itu maka Lawson dkk (1994) mengadakan penelitian tentang Push Over Analysis. Dikatakannya bahwa pemakaian pembebanan seperti ini tidak ada dasar teoritisnya, artinya sangat jarang atau dikatakan tidak ada pola/mekanisme pembebanan seperti ini. Empat macam skel MRF (2, 5, 10, 15 tingkat), 3-bentang frame regular dipakai sebagai bahan penelitian. Pola beban statik

(11)

7 segitiga terbalik beban konstant dan SRSS tampaknya dipakai pada penelitian tersebut. Respon (displacement, story ductility ratio, rotasi sendi plastis) non linier static push over

analysis kemudian dibandingkan dengan hasil inelastik time-history analysis yang

memakai 7 rekaman gempa. Hasil penelitiannya adalah :

1. Roof displacement struktur 2-tingkat (stiff. structure) push over mempunyai korelasi yang baik dengan time history analysis. Namun demikian keduanya mempunyai korelasi yang jelek untuk struktur 15-tingkat Higher mode effects merupakan penyebab utama.

2. Struktur fleksibel (15-tingkat) sangat sensitif terhadap pola beban. Beban konstan menghasilkan displacement yang underestimate, sedangkan beban SRSS menghasilkan displacement yang overestimate terhadap displacement yang diperoleh dari time history analysis. Beban segitiga terbalik merupakan pola beban yang memberikan hasil paling dekat dengan hasil FHA.

3. Interstory driff bangunan 2 & 5-tingkat cukup dekat dengan hasil THA dan korelasi yang sangat jelek antara keduanya (push over & THA) pada bangunan yang tinggi.

Higher mode effects sekali lagi dicurigai sebagai penyebab utama.

4. Rotasi sendi plastik balok untuk struktur 2 & 5-tingkat pada push over analysis agak dekat dengan THA. Namun demikian sangat jauh pada tingkat-tingkat atas di bangunan 10 dan 15-tingkat. Sekali lagi higher mode effects tidak dipunyai pada push

over analysis, padahal hal ini sangat besar pengaruhnya pada tingkat-tingkat atas

bangunan yang cukup fleksibel (10 & 15 tingkat).

Secara umum hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :

1. Push over analysis masih memberikan manfaat karena adanya informasi-informasi tambahan dibandingkan dengan analisis statik.

2. Push over analysis akan bermanfaat apabila adanya keraguan atas hasil-hasil analisis statik, terutama saat bangunan sedang didesain.

3. Push over analysis hanya dapat memberikan informasi yang cukup dekat dengan THA pada struktur-struktur yang didominasi mode pertama (bangunan cukup kaku). Pengaruh higher modes sangat dominan pada bangunan-bangunan yang fleksibel.

Walaupun push over analysis yang menghasilkan SDDF mempunyai beberapa kelemahan, namun metode ini dapat dipakai secara lebih general (struktur utuh) daripada

(12)

8

S

Δ

Δ Sο SEF SEL SEE D C B A Δyf ΔyE ΔmL

Δmf Daktailitas yang sudah tdk dapat digunakan Fully Ductile Response Limited Ductility Response Daerah utamanya berespon elastik Daerah elastik ideal μΔ = 1 μ= 1,5 μ = 3 μ = 8 Δc P P y Non Linier Linier y H y K a) b)

CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen struktur. Oleh karena itu sebelum ada metode baru yang dapat memanfaatkan prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara utuh, maka konsep SDDF yang berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.

• Hubungan Gaya – Simpangan Konsep SDDF Pada Level-level Daktilitas

Simpangan

Hubungan antara gaya-simpangan secara umum pada struktur bangunan pada level-level daktilitas menurut Paulay & Priestley (1992) adalah seperti tampak pada gambar.

ΔyL ΔmE

Gambar 1.6. Grafik Hubungan S-∆

• Respon Elastik

Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa. Linier bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik bermakna kembali ke jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal ini berhubungan dengan struktur yang dibebani. Antara linier dan elastik dapat digabungkan yaitu linier-elastik. Apabila struktur mempunyai respon linier elastik berarti apabila beban bertambah besar maka simpangan juga membesar. Rasio antara beban dan simpangan umumnya disebut kekakuan (stiffness). Oleh karena itu struktur berperilaku linier apabila kekakuannya tetap.

(13)

9 Linier elastik apabila beban bertambah maupun berkurang, hubungan P-y akan melewati garis lurus. Sebaliknya juga ada istilah non-linier yaitu apabila hubungan antara p-y tidak berupa garis lurus (gambar b). Oleh karena itu mungkin juga respon struktur masih berupa linier-elastik maupun non-linier elastik. Respon-respon tersebut akan terjadi pada beban yang relatif kecil dibanding dengan kekuatan struktur, atau respon struktur yang tegangan bahannya belum mencapai tegangan leleh.

Beban dinamik seperti beban gempa bumi mempunyai sifat alamiah seperti fenomena-fenomena alam yang lain misalnya seperti hujan, angin maupun banjir. Fenomena alam itu mempunyai periode/kala ulang tertentu, artinya kejadian dengan intensitas tertentu akan terjadi pada periode/setiap waktu tertentu. Gejala alam menunjukkan bahwa intensitas yang besar akan mempunyai kala ulang yang lama/panjang dan seterusnya.

Apabila kejadian-kejadian gempa disuatu tempat dianggap independen satu sama lain, maka menurut metode Nilai Ekstrim Gumbel, hubungan antara ukuran gempa M dan periode ulang T dinyatakan dalam bentuk,

T = 1 1

α

βM

e

(tahun) ... a)

Sedangkan hubungan antara percepatan tanah dengan periode ulang T dinyatakan dalam bentuk a = 2 2) . ln( β α T (cm/dt2) ... b)

Yang mana α1 ≠ α2 dan β1 ≠ β2.

Nilai-nilai α1, α2, β1 dan β2 dapat dicari dengan metode tersebut apabila data

gempa dan persamaan attenuasinya diketahui. Menurut persamaan a), apabila ukuran gempa M semakin besar maka periode ulang T juga semakin besar. Apabila T besar maka menurut persamaan b), percepatan tanah yang terjadi juga akan semakin besar.

Bangunan-bangunan yang sangat penting dan monumental umumnya dikehendaki untuk dapat bertahan dalam periode waktu yang lama bahkan sangat lama (misal 500-1000 tahun). Pada rentang waktu itu dikehendaki bangunan masih berperilaku elastik agar bangunan tetap tegak. Apabila paling tidak terjadi 1 kali gempa pada periode tersebut/periode ulang tersebut, maka tentu saja ukuran gempa M dan percepatan tanah a menjadi sangat besar. Dengan percepatan tanah yang sangat besar dan bangunan masih

(14)

10 berespon elastik, maka kekuatan bangunan harus sangat besar juga. Akibatnya bangunan menjadi sangat mahal. Hal itu tidak akan menjadi masalah apabila bangunan yang bersangkutan memang didesain sebagai bangunan yang sangat penting dan monumental. Oleh karena itu hanya bangunan-bangunan seperti itulah yang dikehendaki masih tetap berespon elastik pada gempa yang sangat besar.

• Respon Daktail

Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang sangat penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama, maka biaya pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada beban gempa yang sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban gempa menjadi besar karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1 kali gempa yang mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat atau terjadi plastis/leleh awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan mempunyai periode ulang T yang sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti melalui pers. a) dan b).

Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi seperti di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun. Hal itu berarti bahwa bangunan biasa mempunyai/direncanakan dengan umur efektif yang jauh lebih singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai analogi yang sama dengan sebelumnya maka beban gempa rencana untuk bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari pada gempa rencana bangunan monumental.

Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang harus disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya pembangunannya akan lebih murah. Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko apabila gempa yang terjadi lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila demikian maka leleh pada elemen-elemen struktur tidak dapat dihindari.

(15)

11 • Struktur Daktail Penuh

Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa yang umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini.

General Requirements

Limit states Gempa Magn Performance

Criteria Struktur harus

mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif seragam serta stabil

Service ability Small < 6,5 Elastik/belum rusak

Damage ability Moderate 6,5-7,5 Rusak ringan dan dapat berfungsi sehingga

diperbolehkan Survival Large > 7.5 Boleh rusak tapi tidak runtuh

Tabel 1.1. Philosophy of Design

Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk struktur daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :

1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik

a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan tidak terlalu panjang.

b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio antara tinggi bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.

c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada, dan tidak ada soft story.

d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal dan vertikal.

e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.

Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur akibat gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang konfigurasinya tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat diketahui/diprediksi/dimodel dalam analisis secara baik.

2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan prinsip

(16)

12 P y ΕΙ M M hc P sendi plastis Mb Mc

umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi akan/diharapkan dapat berlangsung secara baik.

3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik (transversal

reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang sengaja tidak boleh

rusak khususnya pada joints.

4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini untuk menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu direview/diperbaiki secara periodik (umumnya setiap ± 10 tahun) akan memungkinkan desain beban yang lebih proporsional.

5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan

Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara stabil, maka potongan elemen harus mempunyai daktilitas kurvatur yang baik. Potongan yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada spesifikasi (persyaratan ρ’/ ρ misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak kalah penting adalah mutu pelaksanaan saat bangunan dibangun.

Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat terjadinya gempa akan dapat diwujudkan.

• Struktur Daktilitas Terbatas

Struktur yang didesain menurut daktilitas penuh adalah struktur yang sederhana dan ideal. Struktur ini dapat memenuhi daktilitas simpangan μΔ = 3-8 (Paulay dan

Priestley 1992). Park (1992) mengatakan bahwa struktur daktail dapat melakukan deformasi inelastik secara stabil dengan tingkat daktilitas μΔ = 5-6.

Untuk dapat membayangkan seberapa besar bangunan telah bergoyang maka akan diberikan ilustrasi sebagai berikut.

y h EI Mc = 6 2 , Mb =Mc Drift Ratio Dr = c h y atau y =Dr.hc

Terjadi sendi plastis bila Dr ≥ 0,5% Saat leleh pertama Æ y = Dr.h = 0,05hc Gambar 1.8. Ilustrasi Goyangan Bila hc = 400 cm Æ y = 0,05 . 400 = 2 cm

(17)

13 a) b) c) d) e) → Bila daktilitas μΔ = 6 = y u Δ

Δ , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)

→ Simpangan ultimit Δu =12 cm

Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat diyakini maka struktur dapat didesain dengan “daktilitas terbatas”. Selengkapnya, daktilitas terbatas akan dipakai apabila :

1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi ƒ Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular

ƒ Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur bersifat daktail penuh

Gambar 1.9. Struktur Daktilitas Terbatas

Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh struktur-struktur yang diperkirakan sulit berperilaku daktail secara penuh seperti tampak pada gambar a, b, c dan d. Tampak bahwa struktur tidak regular, pada gambar a kecenderungan bersifat strong beam weak

column. Sedangkan pada gambar e, untuk struktur yang langsing (T >>) dominasi beban

tidak lagi oleh beban gempa tetapi kemungkinan oleh beban angin. Perilaku struktur kemungkinan tidak seperti akibat beban gempa. Respon inelastik struktur berkemungkinan tidak sebesar akibat beban gempa. Karena adanya respon inelastik yang masih terbatas (relatif kecil) itulah maka elemen-elemen struktur tidak perlu didetail seteliti struktur daktilitas penuh. Dengan perkataan lain struktur seperti gambar e tidak perlu didesain menurut konsep daktilitas penuh, tetapi cukup dengan daktilitas terbatas (limited ductility).

(18)

14 2. Struktur Dengan Dominasi Beban Gravitasi

Telah disampaikan sebelumnya bahwa akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa, sistem pembebanan struktur kemungkinan didominasi oleh beban gravitasi (Gravity Load Dominated) kemungkinan yang lain adalah dominasi beban gempa (Earthquake Load Dominated). Kondisi struktur seperti apa yang termasuk kategori-kategori tersebut telah dibahas di depan. Masing-masing tipe dominasi beban akan menentukan “Policy” desain struktur yang dapat dilakukan.

Pada Gravity Load Dominated (GLD), beban gravitasi lah yang menentukan

strength demand untuk keperluan desain. Pada pembebanan tersebut kemungkinan adanya

respon inelastik tidak akan sebesar ductile structure akibat dominasi beban gempa. Oleh karena itu menurut Paulay dan Priestly (1992) bangunan kategori GLD tidak perlu disediakan sifat daktail secara penuh. Dengan perkataan lain, bangunan kategori GLD dapat didesain menurut prinsip Limited Ductility atau daktilitas terbatas. Karena daktilitas struktur relatif terbatas, maka struktur harus didesain dengan kekuatan yang lebih besar.

3. Alasan-alasan Lain Yang Sifatnya Khusus

Alasan-alasan tertentu dapat membuat keputusan struktur dapat/lebih baik didesain dengan prinsip daktilitas terbatas. Alasan-alasan tertentu dapat digolongkan menjadi alasan mutlak sedangkan yang lain dapat dikatakan tidak mutlak. Penggolongan alasan-alasan itu adalah :

1.a Konfigurasi Bangunan Tidak Baik Alasan yang tidak dapat/ b. Bangunan Tinggi/Fleksibel jangan dihindari

2.a Desain bangunan daktilitas terbatas relatif ringan/mudah

b. Kurangnya skill untuk mendesain daktilitas penuh c. Kurangnya skill dalam menjamin pelaksanaan bangunan yg baik

d. Struktur dalam kategori “Gravity Load Dominated”

Daktilitas terbatas

Kekuatan bangunan harus lebih besar Cenderung

lebih mahal Sebagai

(19)

15 Perbandingan Secara Kualitatif/Kuantitatif antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2. berikut ini.

Tabel 1.2. Perbandingan Antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas Terbatas

No. Parameter Tingkat Daktilitas

Struktur Daktilitas Penuh Struktur Daktilitas Terbatas

1. Definisi Adalah struktur frame/wall

regular yang didesain menurut prinsip “Desain Kapasitas” sehingga mampu melakukan disipasi energi yang baik pada respon inelastik, minimum selama 4-kali goyangan sempurna.

Adalah struktur frame/ walls yang karena keterbatasannya diperkirakan sulit untuk berdeformasi inelastik secara baik sehingga perlu didisain dengan kekuatan yang lebih besar daripada struktur daktail (maks 4-5 tingkat)

2. Tingkat Daktilitas Simpang μΔ = 3 - 8 μΔ = 1.5 - 3

3. Koefisien Jenis Struktur k ≥ 1 k ≥ 2

4. Efektivitas Pemakaian 1. Medium Rise

Buildings (5-10 tingkat) 1. Low Rise Building (3-4-5 tingkat) 2. High Rise Building (>30 tingkat) Dominasi Beban Gempa

(Earthquake Load Dominated)

1. Dominasi Beban Gravitasi 2. Dominasi Beban Angin

5. Prinsip Desain 1.Prinsip Desain Kapasitas dengan hierarki yang tegas 2.Detailing dilakukan secara

teliti / ketat 3. Lebih rumit

1. Desain kapasitas tidak diperlukan

2. Detailing lebih longgar (relax)

(20)

16

BAB II

CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY

A. PENGERTIAN CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY

Setelah member action (momen, gaya lintang, gaya normal) telah diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menentukan design philosophy. Banyak kasus kerusakan struktur akibat gempa bumi ternyata disebabkan oleh tidak jelasnya prinsip desain yang dipakai. Apabila demikian maka juga tidak ada hierarki yang jelas tentang prinsip/urutan-urutan desain.

Capacity Design Philosophy adalah filosofi desain yang dikembangkan di

New Zealand (Paulay and Priestley, 1992) sejak tahun 1970an dan banyak diadopsi oleh banyak negara termasuk Indonesia. Dalam mengadopsi tersebut, design

philosophy umumnya diadopsi secara prinsip sedangkan prosedur umumnya

dimodifikasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Di Indonesia prosedur desain menurut prinsip ini juga telah dimodifikasi baik tata cara maupun koefisien-koefisien yang dipakai.

Pada prinsip desain kapasitas, yang pertama adalah salah satu/elemen tertentu penahan gaya horisontal dipilih untuk didesain secara khusus agar dapat berfungsi untuk tujuan disipasi energi pada tingkat deformasi inelastik. Tempat kritis dimana disengaja untuk berdeformasi secara inelastic tersebut umumnya disebut plastic

hinges atau sendi plastis. Tempat-tempat sendi plastis itu didetail secara baik untuk

keperluan deformasi inelastik sehingga tidak terjadi rusak lentur maupun rusak geser.

Detailing yang dimaksud adalah tulangan lentur dan tulangan geser didesain

sedemikan rupa sehingga terjadi sifat daktail pada sendi plastis tersebut. Tata cara

detailing yang dimaksud akan dibicarakan secara khusus.

Prinsip yang kedua adalah bahwa elemen-elemen yang lain diproteksi sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kerusakan. Kerusakan sudah dialokasikan ditempat-tempat tertentu dimana sendi-sendi plastis tersebut berada. Dengan detailing yang baik maka sendi-sendi akan berperilaku daktail. Sebagaimana pernah disinggung sebelumnya bahwa daktail terjadi apabila suatu elemen mampu berdeformasi secara inelastik secara berkelanjutan tanpa adanya pengurangan kekuatan yang berarti.

(21)

17 Elemen lokasi sendi

plastis δ δ Ductile / Ulet Brittle / Getas hysteretic loops

- hysteretis loops luas / besar - disipasi energi besar

Apabila demikian maka akibat beban siklis luasan hysteretic loops menjadi besar. Luasan histeretik loop menunjukkan kapasitas elemen dalam melakukan disipasi energi. Oleh karena itu elemen yang daktail mampu melakukan disipasi energi secara baik/berkelanjutan. Analogi dan perilaku inelastik elemen daktail pada prinsip capacity design adalah seperti tampak pada gambar. Elemen dimana sendi plastik berada, sengaja diperlemah, tetapi didesain secara baik agar bersifat daktail. Karena elemen-elemen yang lain sengaja diperkuat, maka akibat beban siklis, sendi plastis daktail akan terisolasi pada bagian yang lemah.

Gambar 2.1. Hyeteretic Loops Elemen

Secara lebih konkrit, struktur daktail akan terjadi pada struktur dengan prinsip desain ”strong column weak beam” sedangkan prinsip ”strong beam weak column” akan menghasilkan perilaku struktur yang brittle/getas. Analisis secara kuantitatif atas dua prinsip desain tersebut akan dibahas secara rinci pada bahasan ”Daktilitas Portal Terbuka Beton Bertulang Bertingkat Banyak pada Dua Mekanisme Keruntuhan yang Berbeda”.

(22)

18

Gambar 2.2. Letak Sendi Plastis Elemen

Secara sistematik Paulay dan Pristley (1992) menyatakan bahwa karakteristik/ciri utama capacity design adalah:

1. Letak kemungkinan terjadinya sendi plastis sudah ditentukan secara jelas. Hal ini diperoleh dengan memilih pola penggoyangan yang tepat, yaitu ”beam sway

mechanism” yang mana kolom direncanakan lebih kuat daripada balok. Dengan

kondisi seperti itu maka sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok dan ujung bawah kolom tingkat dasar.

2. Lokasi-lokasi dimana direncanakan sendi-sendi plastis didetail secara baik sehingga walaupun berdeformasi secara inelastik tetapi tetap daktail. Pada kondisi tersebut tidak akan terjadi kerusakan secara prematur. Karena elemen daktail mampu menjaga kestabilan (tidak runtuh) pada deformasi inelastik, maka proses disipasi energi dapat berlangsung secara baik.

3. Elemen-elemen yang berpotensi brittle dan tidak baik dalam melakukan disipasi energi sengaja diperkuat sehingga tidak akan terjadi sendi-sendi plastis (pada kolom). Cara memperkuat elemen tersebut adalah dengan memberikan kekuatan yang lebih besar daripada ”over-strength” yang ada pada balok. Dengan demikian elemen kolom senantiasa tetap elastik selama beban gempa berlangsung (sementara balok boleh berperilaku inelastik).

4. Shear failure pada saat terjadinya deformasi inelastik harus dihindari dengan jalan memasang lateral confinement yang cukup. Selain itu anchorage failure dan bentuk-bentuk instabilitas yang lain (beam column joint failure) sangat dihindari dengan detail elemen yang baik.

Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAM BEAM SWAY MECHANISM

STRONG BEAM WEAK COLUMN COLUMN SWAY MECHANISM

(23)

19

B. DOMINASI BEBAN

Bidang momen (BMD) seperti dibahas di atas adalah kombinasi antara momen akibat beban mati (DL + LL) dan momen akibat beban gempa. Rasio momen MD+L

dan momen akibat gempa ME akan mempengaruhi bentuk bidang momen. Ada dua

kemungkinan yang membuat/mempengaruhi bentuk akhir bidang momen :

1. Earthquake Load Dominated (ELD)

Earthquake Load Dominated (ELD) adalah suatu kondisi yang mana beban

gempa mendominasi sistem pembebanan. Hal ini terjadi karena ME jauh lebih besar

daripada MD+L. Kondisi seperti itu akan terjadi apabila :

a. Bentang balok relatif pendek.

Apabila demikian, maka momen oleh beban mati akan relatif kecil. b. Bangunan bertingkat banyak.

Pada bangunan bertingkat banyak maka momen balok akibat gempa menjadi besar, terutama pada tingkat-tingkat bawah.

c. Bangunan terletak pada daerah gempa yang besar dan terletak diatas tanah lunak. Apabila demikian maka koefisien gempa dasar C akan menjadi besar. Akibat yang akan terjadia adalah gaya geser dasar V akan menjadi besar dan selanjutnya gaya horisontal tingkat menjadi besar.

Apabila ELD terjadi maka seperti tampak pada gambar :

a. Momen negatif M- jauh lebih besar dibanding dengan M+ b. Momen positif maksimum M+maks terjadi pada ujung balok

c. Sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok d. Tidak ada gaya lintang = 0.

(24)

20

2. Gravity Load Dominated (GLD)

Berlawanan dengan ELD, maka GLD momen oleh beban hidup MD+L lebih besar

daripada ME. Kondisi ini akan terjadi apabila:

a. Bentang balok relatif panjang

Pada kondisi seperti ini momen oleh beban mati dan beban hidup akan menjadi besar.

b. Bangunan tidak tinggi

Artinya hanya beberapa tingkat sehingga momen balok oleh beban gempa masih relatif kecil.

c. Bangunan terletak di daerah gempa rendah dan diatas tanah lunak. Pada kondisi GLD, maka seperti tampak pada gambar bahwa :

a. Momen positif M+ cukup dominan

b. Momen positif maksimum M+maks terjadi dalam bentang balok

c. Sendi-sendi plastis momen positif tidak terjadi pada ujung-ujung balok d. Butir 2 sebagai akibat dari adanya gaya lintang sama dengan nol.

(25)

21

BAB III

REDISTRIBUSI MOMEN

A. PENGERTIAN REDISTRIBUSI MOMEN

Pada bahasan Capacity Design Philosophy telah disampaikan bahwa agar terjadi beam sway mechanism, maka prinsip desain strong column weak beam adalah

design philosophy yang dianggap tepat. Pada prinsip desain tersebut, elemen balok

dirancang sedemikian rupa sehingga lebih lemah daripada kolom. Hierarki yang pertama pada proses desain bangunan tahan gempa adalah desain balok.

Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini maka pokok bahasan akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu ”earthquake load dominated”. Kombinasi/superposisi momen balok oleh beban mati dan beban gempa adalah sebagai berikut.

q H M-D+L ME M+ M -M+D+L M- >>M+ Redistribusi momen

Pada gambar diatas tampak jelas bahwa untuk ELD akan diperoleh nilai momen negatif M- yang umumnya jauh lebih besar dari pada momen positif M+.

(26)

22 Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut maka ukuran balok akan cukup besar untuk mengakomodasi M- sementara hanya diperlukan balok yang relatif lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif M+. Agar penghematan dapat diperoleh maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa dimungkinkan adanya ”redistribusi momen”. Redistribusi momen yang dimaksud adalah dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.

Secara jelas Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa tujuan diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen dengan :

1. Mengurangi momen maksimum absolut (M-) dan mengkompensasikan ke

uncritical beam momen (M+).

Dengan cara tersebut maka distribusi beam required strength menjadi lebih baik dan desain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi momen ini bahkan dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir/sama dengan momen negatif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri antara momen negatif dan momen positif.

2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required

strength momen negatif elemen balok.

Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat daktail pada lokasi sendi plastis. Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan analisis tampang, daktilitas potongan akan semakin besar pada pemakaian tulangan desak yang semakin besar.

Tulangan desak pada analisis tampang tersebut tidak lain adalah tulangan momen positif pada kondisi ELD.

3. Mengefisienkan Desain Kolom.

Apabila redistribusi momen negatif ke momen positif telah dilakukan, maka

beam required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok,

maka apabila required strength balok menurun, required strength kolom pada daerah kritis (M-) juga akan mengecil. Kolom menjadi lebih efisien.

4. Memakai momen balok dan kolom ditepi/ditempat muka pertemuan.

Pada cara konservatif, desain balok didasarkan atas momen di as kolom. Dengan memakai momen pada muka kolom, maka momen efektif akan lebih kecil secara signifikan dibanding dengan gross momen (terutama pada M-). Pada momen positif kejadian sebaliknya dimungkinkan terjadi.

(27)

23 Vj 1 Vj 2 Vj 3 Vj 4 Vj + 1 4 Vj + 1 3 Vj + 1 2 Vj + 1 1

V

j + 1

V

j Fj sendi plastis

Mef = Momen efektif

Mg = Gross moment

Gambar 3.1. BMD Earthquake Load Dominated

B. PERSYARATAN MOMENT REDISTRIBUTION

Walau bagaimanapun baiknya konsep redistribusi momen, tetapi apabila tidak terkendali, maka akan memberikan akibat yang tidak baik (buruk). Oleh karena itu syarat-syarat dalam meredistribusi momen berikut ini harus diperhatikan.

1. Keseimbangan gaya lintang sebelum dan sesudah redistribusi harus tetap dijaga.

+ + = − − − − i j j i j j j j F V V F V V 1 1

2. Jumlah momen balok sesudah redistribusi momen harus sama dengan jumlah momen sebelum redistribusi dilakukan.

konstan M

M

Mb +

Δ b =

br =

Mb adalah momen balok, ∆ Mb adalah perubahan momen karena redistribusi dan

(28)

24 3. Secara praktis redistribusi momen ∆ Mb tidak boleh lebih besar dari 30% momen

aslinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan kekuatan yang sangat signifikan. Penurunan kekuatan yang signifikan akan menyebabkan terjadinya

premature failure.

Contoh : Redistribusi Momen

Untuk dapat melakukan redistribusi momen, maka hasil analisis struktur harus sudah ada. Agar proses redistribusi momen dapat dipahami secara baik, maka analisis struktur akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa sebaiknya dilakukan dengan cara terpisah. Gaya-gaya dalam (internal forces) total yaitu momen, gaya lintang dan gaya normal diperoleh dengan superposisi atas hasil analisis yang dilakukan secara terpisah tersebut.

Pada pembahasan di atas telah disampaikan bahwa sebelum dan sesudah redistribusi maka required strength harus tetap nilainya. Hal ini dapat dimengerti secara mudah bahwa jangan sampai terdapat loss of strength pada proses redistribusi momen. Istilah yang dipakai memang redistribusi momen, karena hanya momen lah yang biasanya dilakukan redistribusi. Apabila tidak terjadi loss of required strength pada saat redistribusi, maka juga tidak akan terjadi pengurangan gaya lintang.

C. REDISTRIBUSI MOMEN PADA EARTHQUAKE LOAD DOMINATED

Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini maka pokok akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu earthquake

load dominated. Kombinasi superposisi momen balok oleh beban mati, hidup dan

gempa adalah sebagai berikut.

Gambar 3.2. BMD Akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa

Pada gambar di atas tampak bahwa untuk earthquake load dominated akan diperoleh nilai momen negatif yang umumnya jauh lebih besar daripada momen positif.

(29)

25 Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut, maka ukuran balok akan cukup besar untuk mengakomodasi momen negatif, sementara hanya diperlukan balok yang relatif kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif. Agar penghematan dapat dicapai, maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa dimungkinkan adanya redistribusi momen. Redistribusi momen yang dimaksud dilakukan dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.

Diambil dari hasil analisis struktur dari metode Muto (1975), misalnya redistribusi momen tingkat ke-2. Pengalaman dari beberapa analisis struktur menunjukkan bahwa momen negatif balok hasil analisis akibat beban mati dan beban hidup nilainya hampir sama dengan momen negatif balok pada elemen jepit-jepit.

Momen positif pada struktur simple

beam adalah, 2 8 1 QL M+ =

Momen negatif balok jepit-jepit adalah, 2 12 1 QL M− =

Gambar 3.3. BMD Akibat Beban Gravitasi

Momen total adalah superposisi diantaranya (menjadi fixed end moment).

Momen hasil analisis struktur pada prakteknya hampir sama dengan momen superposisi tersebut. Oleh karena itu momen FEM tersebut dapat dipakai untuk keperluan redistribusi momen. Apabila intensitas beban terbagi rata Q = 3 t/m dan

bentang balok L = 8 m, maka M+ = .3.8 24 8

1 2 = tm dan M- = .3.8 16

12

(30)

26 a) b) c) d) setelah redistribusi momen 24 16 MD+L MD+L 9.56 12.5 9.56 47.876 12.5 50.816

Gambar 3.4. Superposisi BMD Earthquake Load Dominated

Pada gambar c) tampak bahwa momen positif maksimum M+ = 18,816 tm, sementara M- = 50,816 tm. Perbedaan antara keduanya sangat besar, oleh karena itu kalau tidak dilakukan redistribusi momen maka desain elemen tidak efisien. Total

required strength balok menurut gambar c) adalah,

tm Mt =18,816+47,876+15,876+50,816=133,384

Setelah dilakukan redistribusi momen, maka required strength harus tetap nilainya, atau Mt = 133,384. Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa redistribusi

momen tidak boleh lebih dari 30%. Batas tersebut berarti bahwa momen maksimum ∆M = 30% x 50,816 = 15,245 tm. Misalnya dipakai ∆M =12,5 tm (24,6% < 30%), sehingga − + − > = × − = = − = M 50% tm M tm M 376 , 28 2 ) 316 , 38 2 ( 384 , 133 316 , 38 5 , 12 812 , 50

(31)

27 a) b) c) d) setelah redistribusi mom en

D. REDISTRIBUSI MOMEN PADA GRAVITY LOAD DOMINATED

Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada gravity load dominated persoalannya berbeda dengan earthquake load dominated, khususnya dalam hal redistribusi momen. Redistribusi momen khusus untuk gravity load dominated agak rumit tetapi akan menghasilkan desain yang efisien. Dapat saja dipakai redistribusi momen dengan cara biasa, tetapi hasilnya kurang efisien. Redistribusi momen pada tingkat ke-2 dengan cara biasa dan memakai hasil ME pada daerah gempa 3 akan

menghasilkan bidang momen seperti gambar c).Apabila cara tersebut dipertahankan, maka ada kemungkinan momen positif lapangan akan lebih besar dari pada momen negatif.

Oleh karena itu redistribusi momen dilakukan sedemikian rupa sehingga M+lap

akan mendekati M-. Pada gambar c) tersebut M+lap = 11,52 tm. Misal diambil ± 20%

redistribusi momen ∆M = 6,5 tm, maka :

tm Mt =1,532+0,526+32,526+33,532=68,116 − + − << = × − = = − = M 50% tm M tm M 026 , 7 2 ) 032 , 27 2 ( 116 , 68 032 , 27 5 , 6 532 , 33

Maka diambil momen positif lapangan : M+ =11,52+6,5=18,02tm

24 24

16 16

(32)

28

E. MOMEN MUKA KOLOM

Setelah digambar akan tampak seperti pada gambar d). Gambar tersebut adalah momen pada as kolom. Padahal momen yang dipakai untuk desain adalah momen balok pada muka kolom. Oleh karena itu momen negatif M- = 38,316 tm masih akan berkurang cukup signifikan, sedangkan momen positif M+ = 28,376 tm tidak akan berubah banyak. Cara memperoleh momen balok ditepi muka kolom adalah : L a Gambar 3.6. BMD As Kolom 2 ) ( 4 l a l fa xi = − ' (M1 M2) l a xi = + 2 ) ( 4 l b l fb xa = − ' (M1 M2) l b xa = + Bila : a=0,3m l =8m f Ql 24tm 8 1 2 = = m b=0,35 M1 =28,376tm M2 =38,316tm 2 ) ( . . 4 L a L a f xi = − 4. . (2 ) L b L b f xa = −

(

1 2

)

' M M L a xi = + '

(

M1 M2

)

L b xa = +

(33)

29 maka : 2 ) ( 4 l a l fa xi = − = 2 8 ) 3 , 0 8 ( 3 , 0 . 24 . 4 − =3,465tm 2 ) ( 4 l b l fb xa = − = 2 8 ) 35 , 0 8 ( 35 , 0 . 24 . 4 − =4,0163tm ) ( 1 2 ' M M l a xi = + = (28,376 38,316) 8 3 , 0 + =2,501tm ) ( 1 2 ' M M l b xa = + = (28,376 38,316) 8 35 , 0 + = tm 918 , 2 tm x x M M i i 28,376 2,501 3,465 29,4304 ' 1− + = − + = = + tm x x M M− = 2a' − a =38,316−2,918−4,0163=31,5047 Maka : Mu =31,5047tmtm Mu+ =29,4303

Apabila contoh cara Muto tersebut untuk bangunan biasa, yaitu I = 1 dan terletak di daerah gempa 3 di atas tanah lunak, maka nilai C = 0,07

sehingga Vt = C . I . K . W = 0,07 . 1 . 1. 275,2 = 19,264 t.

Dengan cara yang sama, maka momen akibat beban gempa adalah seperti pada Gambar 3.7.

(34)

30 Sendi-sendi plastik ELD Sendi-sendi plastik GLD

Momen balok di tepi muka kolom :

Seperti contoh sebelumnya akan diperoleh

) ( 1 2 ' M M l b xa = + = (7,032 27,032) 8 35 , 0 + =1,490tm 2 ) ( 4 l b l fb xa = − = 2 8 ) 35 , 0 8 ( 35 , 0 . 24 . 4 − =4,0163tm tm M− =27,032−1,49−4,0163=21,526 tm Mlap+ =18,02

(35)

31

BAB IV

PROSES DESAIN MENURUT KONSEP

CAPACITY DESIGN

Penerapan desain kapasitas yang dimaksud dalam hal ini adalah penerapannya pada portal terbuka (open frame). Dengan memakai prinsip desain kapasitas, maka hierarki kerusakan struktur akan terkendali sebagaimana terjadi pada konsep “beam

say mechanism”. Disamping itu, proses disipasi energi pada sendi-sendi plastis

diujung-ujung balok akan terjadi secara baik karena tempat-tempat tersebut didetail secara baik agar berperilaku daktail. Perlu diketahui bahwa disipasi energi pada konsep ini hanya diperbolehkan pada ”inelastic bending deformation” akibat beban dinamik bolak-balik.

Urutan proses desain adalah sebagai berikut (Paulay and Priestley, 1992) : 1. Desain Balok Lentur

Langkah-langkah yang telah dibahas pada redistribusi momen adalah dalam rangka menentukan ”ultimate required beams flexure strength atau Mb,u.

Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa momen yang dipakai sebagai dasar desain (Mu) adalah momen balok pada tepi muka kolom.

2. Desain Tulangan Geser Balok

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa disipasi energi hanya diharapkan pada ”inelastic bending deformation” pada ujung-ujung balok. Hal ini berarti bahwa pada prinsip desain kapasitas, tidak diperbolehkan mengandalkan disipasi energi dari ”inelastic shear deformation”. Dengan kata lain balok tidak boleh rusak oleh gaya geser. Oleh karena itu perlindungan terhadap rusak geser menjadi sangat penting.

(36)

32 P δ P δ Shear Dominated Flexural Dominated Pinching Effect Strength Degradation P T P P

efek gaya aksial

Gambar 4.1. Histeretic Loops

Pada non strength degradation flexural dominated element, maka luasan histeretik

loop cukup besar dan tidak terjadi penurunan kekuatan. Pada kondisi ini disipasi

energi berlangsung dengan baik. Sebaliknya pada ”shear dominated element” luasan histeretik loop relatif kecil, sehingga disipasi energi tidak dapat diandalkan pada peristiwa ini. Hal tersebut dipertegas bahwa rusak geser umumnya terjadi secara tiba-tiba.

3. Desain Kolom

Pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangkut secara erat dengan kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hierarki kerusakan/kekuatan struktur agar terjadi ”strong column weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hierarki, kekuatan kolom harus lebih besar dari pada kekuatan balok. Untuk itu kekuatan maksimum balok harus diketahui terlebih dahulu. Dalam hal ini ”beam

overstrength factor Øo” dipakai sebagai faktor pengali dari ”ultimate required

strength Mu” ke ”strength capacity Mo”.

4. Desain Tulangan Geser Kolom

Pada gambar dibawah tampak bahwa gaya aksial (seperti pada kolom) cenderung mengakibatkan struktur kurang daktail/mengakibatkan degradasai kekuatan. Pada kolom tingkat dasar, beban aksialnya maksimum, padahal pada ”strong column

weak beam”, sendi plastis akan terjadi pada ujung bawah kolom tingkat dasar.

(37)

33 sengkang dan jarak sengkang s harus didesain sedemikian rupa sehingga ”buckling” tulangan memanjang tidak terjadi. Apabila demikian sifat daktail pada sendi-sendi plastis dapat dicapai.

Gambar 4.2. Pola Sendi Plastis pada Bangunan

5. Desain Beam Column Joint

Diawal pembahasan Reinforce Concrete frame telah disampaikan bahwa sifat

”statically indeterminated structure” akan dapat dipertahankan apabila joint tetap

kaku/monolit selama terjadinya deformasi inelastik pada balok. Pada beam

column joint akan terjadi gaya geser yang besar sebagai akibat dari

momen-momen balok dan kolom. Adanya ”diagonal compression” akibat adanya momen-momen balok dan kolom akan berusaha memecahkan joint secara diagonal. Hal ini akan diperparah oleh adanya gaya aksial kolom. Oleh karena itu tulangan geser horisontal pada joint akan sangat diperlukan untuk menahan gaya geser tersebut. Sifat penahanan oleh balok kiri dan kanan joint akan berkurang karena diujung-ujung balok tersebut telah terjadi sendi-sendi plastis.

Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAM ”BEAM SWAY MECHANISM”

(38)

34

(39)

35

ε

ε

ε

BAB V

DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP

A. TEORI DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP

Desain balok tulangan rangkap yang dimaksud adalah menentukan ukuran balok, jumlah, komposisi dan penempatan tulangan sedemikian rupa sehingga mampu menyediakan kekuatan yang lebih besar atau sama dengan kebutuhan kekuatan. Mengingat pada beban gempa arah beban dapat bolak-balik maka komposisi tulangan untuk menahan momen negatif dan momen positif harus diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan SKSNI-1991 Pasal 13. 14. 3. 2. (2) yaitu :

“Kuat momen positif disisi muka kolom tidak boleh kurang dari

½ kuat momen disisi negatif pada tempat yang sama”.

Ketentuan tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan daktilitas yang salah satunya adalah daktilitas suatu potongan akan tinggi apabila kandungan tulangan desak cukup besar.

Review : Kondisi Balance

(40)

36 Berdasarkan Gambar, maka akan diperoleh perbandingan,

y c c b h e ∈ + ∈ = ∈ h c y c c b ∈ +∈ × ∈ =

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal yaitu : Cc = Ts 0.85 f’c . β1 . Cb . b = ρb . b . h . fy ρb = 1 . . ' 85 . 0 β h c fy c f b

Subtitusi nilai Cb kedalam persamaan, akan diperoleh :

h h m c y c b 1 . . . 1 β ρ ∈ + ∈ ∈ = y c c b m ∈ +∈ ∈ = β1. ρ , c f fy m ' . 85 . 0 =

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal, Cc = Ts 0.85.f’c . a . b = As . fy 0.85 f’c . a . b = ρ.b.h . fy a = h c f fy . ' 85 . 0 ρ

Momen yang dapat dikerahkan oleh gaya-gaya, Mn = Ts ( h-a/2) = ρ.b.h.fy ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ h c f fy h . 2 . ' 85 . 0 ρ = ρ.b.h.fy.h ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − .m 2 1 1 ρ = ρ.b.h2.fy ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − .m 2 1 1 ρ Mn = R.bh2 R = ρ.fy ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − .m 2 1 1 ρ

(41)

37 Contoh :

Misalnya dihitung

ρ

b untuk kombinasi f’c = 20 Mpa (205 kg/cm2) dengan mutu baja fy = 400 Mpa (4080 kg/cm2). Nilai

β

1 = 0,85; dan εc = 0,003; Es = 2,1 x 106 kg/cm2. Penyelesaian : 4146 , 23 205 85 , 0 4080 ' 85 , 0 = = = x c f fy m εy = 0,001943 10 1 , 2 4080 6 = = x Es fy 02203 , 0 001943 , 0 003 , 0 003 , 0 . 4146 , 23 85 , 0 = + = b ρ (2,203 %)

(42)

38

Gambar 5.2. Flow chart perhitungan balok bertulangan rangkap

Mulai Mu dari data

analisis yang sudah diredistribusi c y f f ' . 85 , 0 m= d' d h b.R M d n n 2 + = = h > 2b Tidak Ya Rn1 = (0,3 s/d 0,8). Rn

Dari persamaan kuadrat didapat hasil a Dengan Mn1 = Rn. b. d2

(

d /2

)

.b . 0,85. Mn1= f'c aa y c f . a f' .b 0,85. As1= φ A A n s1 1= φ .A n As1.ada = 1 .b 0,85. . A ' s1.ada c y f' f a= 2) b.(d . 0,85. ' Mn1 = f'c. a'a Mn2 = Mn – Mn1' φ A A n s2 2= Tulngan tarik = n1 + n2 Tulngan tekan = n2

As ada > 50% A’s.ada

Selesai Tidak Ya ) d' .(d M A n2 s2 = y f .m) .ρ 2 1 .(1 ρ. Rn = fy − dengan : f’c < 30 MPa ~ ß1 = 0,85 f’c > 30 MPa ~ ß1 = 0,85-0,008(f’c-30) > 0,65 → + = .E ε .E ε . .β 0,85. ρ s c s c 1 b y y c f f f' y f 4 , 1 ρ ρ 0,75. ρ min b max = =

(43)

39

Gambar 5.3. Flow chart momen tersedia pada balok

Mulai Tetapkan hasil perhitungan tulangan memanjang balok .b 0,85. ). A' -(As.ada s.ada c y f' f a=

Belum leleh Sudah leleh

) d' (d . . A' M ) 2 (d b. . 0,85. M s.ada n2 n1 − = − = y c f a . a f'

Dari persamaan kuadrat didapat hasil a Dengan : s c.E ε c d' c 's= − f 1 c β a = ) d' (d . ' . A' M ) 2 (d b. . 0,85. M s.ada n2 n1 − = − = s c f a . a f' Mn = Mn1 + Mn2 Selesai Tidak Ya b . 0,85. .E ε d' . A' . A 1 c s s.ada s.ada f' . a a a fy ⎟ + c ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = β leleh a ay leleh f a − = s c 1 s c .E ε d' . .E ε β

(44)

40

ε

ε

B. PERHITUNGAN TULANGAN RANGKAP BALOK

Kembali ke hasil redistribusi, misalnya yang akan didesain adalah balok tengah dengan Mu- = 760 kNm (77,52 tm) dan Mu+ = 548 kNm (56,896 tm).

Gambar 5.4. Potongan dan Gaya-gaya Kopel pada

Balok Tulangan Rangkap

Dipakai f’c = 22,5 MPa (229,5 Kg/cm2), fy = 400 MPa = 4080 Kg/cm2 Es = 2100000 Kg/cm2, β = 0,85 , εc = 0,003

Dipakai tulangan pokok D25, Ad =

4

1 x π x (D)2 =

4

1 x π x (2,5)2 = 4,908 cm2,

Tulangan sengkang P10, selimut beton = 4 cm

d = Pb + Ø tulangan sengkang + Ø tulangan pokok + ½ . jarak antar tulangan = 4 + 1 + 2.5 + (½ x 2,5) = 8,75 cm ,

d’ = 4 + 1 + (½ x 2,5) = 6,25 cm εy =

Es

fy = 0,001943.

• Mengestimasikan ukuran balok

2 . . hb R Mu m = φ

→ semuanya dapat dilihat di Struktur Beton I

m = c f x fy ' 85 , 0 =0,85 229,5 4080 x = 20,915 ρb = m β x y c c ε ε ε + = 20,9150 85 , 0 x 001943 , 0 003 , 0 003 , 0 + = 0,0247

(45)

41 ρm = 0,75 ρb = 0,75 x 0,0247 = 0,0185 Rb = ρb x fy x (1 - (0.5 x ρb x m)) = 0,0247 x 4080 x (1 – (0,5 x 0,0247 x 20,915)) = 74,67 Kg/cm2 Rm = 0,75 x Rb = 0,75 x 74,67 = 56 Kg/cm Mn = Rm x b x h2 ; h = 2b 8 , 0 10 52 , 77 5 x = 56 x b x b2 9690000 = 224 x b3 b = 3 224 9690000 = 35,103 cm dipakai : b = 35 cm h = 68,75 cm ht = h + d = 68,75 + 8,75 = 77,50 cm h’= ht – d’ = 77,5 – 6,25 cm

1. Komponen Tulangan Sebelah

Karena Mu+ 72% dari Mu-, maka nilai itu jauh melebihi 50% Mu-. Oleh karena itu dipakai R1 cukup kecil.

Misal dipakai R1 = 0,2 Rb = 0,2 x 74,67 = 14,934 kg/cm2 M1 = R1.b.h2 = 14,934 x 35 x (68,75)2 = 24,7053 tm = 2470526,95 Kg cm M1= 0,85 f’c .a .b .(h – a/2) 2470526,95 = 0,85 x 229,5 x a x 35 x (68,75 – a/2) 2470526,95 = (0,85 x 229,5 x 35 x 68,75) – ( 2 35 x 229,5 x 0,85 ) 2470526,95 = 469399,2188 a – 3413,8125 a2 3413,8125 a2 – 469399,2188 a + 2470526,95 = 0 3413,8125 2470526,95 + a 8 469399,218 -a2 3413,8125 a2 -137,5a + 723,6856 = 0 a = a c a b b . 2 ) . . 4 ( ) ( 2 ± −

(46)

42 a = 1 2 ) 6856 , 723 1 4 ( ) 5 , 137 ( 5 , 137 2 x x x − − = 5,4817 cm c = 1 a β = 0,85 5,4817 = 6,449 cm εs = c d c− ' x εc = 449 , 6 25 , 6 449 , 6 − x 0,003 = 9,26.10-5 < 0,001943 → Baja desak belum leleh

Cc = 0,85 x 229,5 x 5,4817 x 35 = 37426,9919 Kg Ts1 = Cc = As1 x fy As1 =

fy

Cc

= 4080 9199 . 37426 = 9,1732 cm2 n1 = Ad As1 = 908 . 4 1732 , 9 = 1,87 ≈ dipakai 2 buah → 2 D25 As1 = 2 x 4,908 = 9,816 cm2 Ts1 = As1 x fy = 9,816 x 4080 = 40049,28 Kg Ts1 = Cc = 0,85 f’c .a .b → a = b c f Ts . ' 85 , 0 1 = 35 5 , 229 85 , 0 28 , 40049 x x = 5,865 cm M1 = Cc.(h-(a/2)) = 0,85 x 229,5 x 5,865 x 35 x (68,75–(5,865 /2)) = 2635897,87 Kg cm c = a/β = 5,8657/0,85 = 6,90 cm εs = c d c− ' x εc = 9 , 6 25 , 6 9 , 6 − x 0,003 = 0,000282 < 0,001943

→ Sekali lagi baja desak belum leleh

2. Komponen Tulangan Rangkap

M2 = Mn – M1 = (96.9 x 105) – (26.3589 x 105) = 7054110 Kg cm

Untuk sementara tulangan desak dianggap leleh dulu, yaitu untuk menentukan jumlah tulangan rangkap.

Ts2 = Cs = ' 2 d h M − = 68,75 6,25 7054110 − = 112865,76 Kg Ts2 = As2 x fy

(47)

43 6D25 8D25 penulangan rangkap tul. rangkap tul. sebelah 6 2 ε εε As2 = fy Ts2 = 4080 76 , 112865 = 27,6631 cm2 n2 = Ad As2 = 908 , 4 6631 , 27

= 5,6363 buah → dicoba dipakai 6 buah → 6 D25

Sehingga :

Kontrol jarak antar tulangan :

S = 1 1 1 ) ( 2 − − + − coba lapis n pokok tulangan x coba lapis n sengkang Pb balok b φ φ >2,5

Misal dipakai n 1 lapis = 4

S = 1 4 5 , 2 . 4 ) 1 4 ( 2 35 − − + − = 3 15 = 5 cm > 2,5 cm → Ok!

Karena tulangan desak belum leleh maka dengan susunan tulangan seperti itu akan dianalisis, apakah dapat menyediakan kuat lentur nominal yang memenuhi kebutuhan.

3. Kontrol Kuat Lentur Momen Negatif

Analisis Balok Tulangan Rangkap dengan Baja Desak Belum Leleh

Gambar 5.5. Desain Balok Tulangan Rangkap dan

(48)

44 Keseimbangan gaya-gaya horisontal

Ts1 + Ts2 = Cc + Cs (Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . fs (Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . εs . Es (Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ x a d x x a β ' x εc x Es (8x4,908)x4080 = (0,85x229,5xax35)+(6x4,908)x a x ax0,85 6,25 x0,003x2100000 160197,12 = (0,85x229,5xax35) + a x a (6 x 4,908 x 0,85 x 6,25 x 0,003 2100000) 2100000) x 0,003 x 4,908 x (6 − 160197,12 = 6827,625 a + a a 985587,75 4 , 185522 − 6827,625 a + (185522,4 - 160197,12)a – 985587,75 = 0

Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat, a2 + 3,7092 a – 144,3529 = 0 a = 1 2 ) 3529 , 144 1 4 ( ) 7092 , 3 ( 7092 , 3 2 x x x + + − = 10,3023 cm c = βa = 0,85 3023 , 10 = 12,1204 cm εs = c d c− ' x εc = 1204 , 12 25 , 6 1204 , 12 − x 0,003 = 0,00145 < 0,001943 = ɛy

→ εs = 0,00145 < 0,001943, maka betul “Baja desak belum leleh” fs = εs x Es = 0,00145 x 2100000 = 3051,3448 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan : M1 = 0,85 x f’c x a x b (h -2 a ) = 0,85 x 229,5 x 10,3023 x 35 x (68,75–( 2 10,3023 )) = 4473558,439 kg cm = 44,735 tm

(49)

45 M2 = As’ x fs x h–d’

= (6 x 4,908) x 3051,3448 x (68,75 – 6,25) = 5616000,104 kg cm

= 56,16 Tm

Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2

= 44,735 + 56,16

=100,8955 tm

Mu = Ф.Mn = 0,8 x 100,8955 = 80,7164 tm > 77,52tm → Desain tulangan momen negatif sukses.

4. Kontrol Kuat Lentur Momen Positif

Dalam hal ini 6 D25 akan berfungsi sebagai tulangan tarik dan 8 D25 berganti posisi menjadi tulangan desak. Kondisinya akan sama dengan diatas yaitu analisis balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.

Gambar 5.6. Desain Balok Tulangan Desak Belum Leleh

Keseimbangan gaya-gaya horisontal : Ts= Cc + Cs As’ x fy = 0,85 f’c .a .b + As x a d x x a β x εc x Es (6x4,908)x4080 =(0,85x229,5xax35)+(8x4,908)x a x ax0,85 8,75 x0,003x2100000 120147,84 = (0,85x229,5xax35) a + a x x x x x a x x x4,908 0,003 2100000) (8 4,908 0,85 8,75 0,003 2100000) 8 ( − 120147,84 = 6827,625 a + a a 1839763,8 2 , 247363 − ε ε ε dianggap tetap 6,25 cm

Umumnya baja desak belum leleh

(50)

46 6827,625 a + (247363,2 - 120147,84) a – 1839763,8 = 0

Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat, a2 + 18,6324 a – 269,4588 = 0 a = 1 2 ) 4588 , 269 1 4 ( ) 6324 , 18 ( 6324 , 18 2 x x x + + − = 9,5584 cm c = βa = 0,85 5584 , 9 = 11,2451 cm εs = c d c− x εc = 2451 , 11 75 , 8 2451 , 11 − x 0,003 = 0,00066 < 0,001943 = ɛy

→ betul “Baja desak belum leleh”

fs = εs x Es = 0,00066 x 2100000 = 1397,9056 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil momen terhadap baja tarik.

M1 = 0,85 x f’c x a x b (h’-2 a ) = 0,85 x 229,5 x 9,5584 x 35 x ( 71,25–( 2 9,5584)) = 4337962,22 kg cm = 43,38 tm M2 = As x fs x h’–d = (8 x 4,908) x 1397,9056 x (71,25 – 8,75) = 3430460,34 kg cm = 34,304 tm

Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2

= 43,38 + 34,304

= 77,684 tm

Mu = Ф x Mn = 0,8 x 77,684 = 62,1473 tm > 56,896 tm → Desain tulangan momen positif juga sukses!.

(51)

47 Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.

8,5 m 5,5 m 7,5 m

3 4 3 1 2 1 5 6 5

Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6

7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25

(52)

48 Bending Momen Diagram (BMD)

Satuan kN-m

Momen Akibat Beban Mati (MD) Momen Akibat Beban Hidup (ML)

(53)

49 495.0 496.5 619.9 625.4 34.0 464.5 463.6 511.2 511.7 42.0 621.4 621.3 546.5 547.5 50.0 368.6 370.0 432.2 432.6 37.0 348.2 347.3 376.9 377.5 45.0 430.1 430.1 401.0 402.1 53.0 196.2 197.5 200.6 200.7 39.0 187.9 187.1 197.2 240.7 47.0 199.7 199.9 207.5 208.8 55.0 267.4 243.1 730.3 773.7 547.4 764.2 760.5 719.4 354.2 378.6 770.1 544.8 119.71 138.4 591.88 655.8 384.12 559.9 561.4 565.9 226.2 213.2 630.0 341.8 70.4 24.7 419.4 483.8 109.9 311.4 319.4 417.8 41.9 1.7 435.4 100.2

Momen Akibat Beban Gempa Kiri (ME) Momen Akibat Beban Kombinasi

1,05 (MD+ML+ME) Gambar 5.8. BMD Akibat Beban Gempa dan Kombinasi

(54)

50 267.4 243.1 730.3 773.7 547.4 764.2 760.5 719.4 354.2 378.6 770.1 544.8 337 670 670 (-13.4 %) 548 760 371 371 548 337 174.8 320 320 760 (-0.5 %) 137.9 136.3 53.4 740 (-4 %) 740 247.7 230.4 134.2

Hasil Redistribusi Momen

Digunakan kombinasi pembebanan yang kritis, yaitu 1,05 (MD+ML+ME)

Lantai 2 Momen Awal

Momen Desain

• Untuk bentang kiri Diambil Mu- = 670 KNm Mu+ =

(

) (

)

2 670 2 1 , 243 4 , 267 3 , 730 7 , 773 + + + − × = 337 KNm

• Untuk bentang tengah Diambil Mu- = 760 KNm Mu+ =

(

) (

)

2 760 2 3 , 514 4 , 547 5 , 760 2 , 764 + + + − × = 548 KNm

• Untuk bentang kanan Diambil Mu- = 740 KNm Mu+ =

(

) (

)

2 740 2 6 , 378 2 , 364 1 , 770 4 , 719 + + + − × = 371 KNm

Gambar

Gambar 1.5. Macam-macam Daktilitas
Gambar 3.4. Superposisi BMD Earthquake Load Dominated
Gambar 4.2. Pola Sendi Plastis pada Bangunan
Gambar 5.5. Desain Balok Tulangan Rangkap dan  Gaya-gaya yang Terjadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diagram bidang momen akibat tinjau ulang beban gempa ke arah kanan (positif) pada portal akhir ... Diagram gaya geser akibat tinjau ulang beban gempa ke kanan (positif) pada

Kolom tersebut adalah jenis kolom langsing yang mengalami momen tambahan akibat efek PΔ dimana P adalah beban aksial dan Δ adalah defleksi akibat kolom

Namun, dalam beberapa kasus, salah satu atau kedua ujung balok ditopang oleh balok lain (sambungan balok – balok) dan pada kasus lain hanya satu ujung balok yang ditopang oleh

Sifat beton dan mekanika lentur, Peraturan dan standar perencanaan, Redistribusi momen pada balok menerus, Kolom beton biaksial, Perencanaan tulangan geser untuk balok dengan

2.3 Sambungan momen jepit balok – kolom Pada hubungan balok kolom portal baja gaya dalam yang terjadi adalah: gaya momen dan gaya lintang atau geser, karena itu

Beban akibat berat sendiri gelagar 86 Bidang momen akibat beban gelagar / balok utama 86 Beban akibat balok diafragma 86 Bidang momen akibat beban balok diafragma 87 Beban akibat

V Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekuivalen akibat pengaruh Gempa Rencana yang bekerja di tingkat dasar struktur gedung beraturan dengan tingkat daktilitas

Menganalisis gaya-gaya dalam rencana yang terdiri dari momen lentur, gaya geser, momen torsi, dan beban aksial pada elemen struktur baik kolom, balok dan pelat dengan