JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehPOLA KEHANCURAN KOLOM BETON BERTULANG
YANG DIBEBANI TEKAN AKSIAL MURNI DENGAN
VARIASI JARAK SENGKANG
Misdar1), Taufiq Saidi2), Rudiansyah Putra3)
1)Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh, Jl. Jend. Sudirman No. 1 Banda Aceh 23000, email: [email protected]
2,3)Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Jl. Syech A. Rauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh 23111, email: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kehancuran dan kapasitas aksial murni akibat dari variasi jarak tulangan sengkang pada kolom beton bertulang bertumpuan jepit. Benda uji kolom beton bertulang persegi ukuran 12x12 cm2, tinggi 60 cm, terhubung dengan balok 20 x 30 x 60 cm3. Jumlah benda uji 3 buah dengan variasi jarak sengkang 100 mm, 150 mm dan 200 mm. Tulangan utama menggunakan besi ulir 8D8 mm dan tulangan sengkang menggunakan besi polos 6mm, mutu beton rencana 25 MPa. Beban aksial diberikan dalam arah vertikal hingga beban puncak sampai benda uji kolom hancur. Pemberian beban, regangan beton, regangan tulangan utama dan sengkang, serta defleksi vertikal dicatat dengan Portable Data Logger, dan pola retak diamati secara visual, Hasil penelitian menunjukkan bahwa Seluruh benda uji mengalami kehancuran tekan karena regangan beton sudah mencapai nilai maksimum sebelum luluhnya tulangan. Kapasitas aksial akan semakin menurun bila jarak sengkang dipasang terlalu rapat ataupun terlalu renggang. Kapasitas aksial yang diperoleh pada saat beban maksimum untuk benda uji kolom S0 sebesar 388,6 kN, benda uji kolom S1 sebesar 407,9 kN, dan benda uji kolom S2 sebesar 373,8 kN
Kata Kunci: kapasitas aksial, jarak tulangan sengkang, kolom beton bertulang
1. PENDAHULUAN
Kolom merupakan komponen struktur utama yang berfungsi menyangga beban-beban struktur lainnya berupa beban aksial atau vertikal di atasnya. Sebagai komponen struktur dengan peran dan fungsi tersebut kolom menempati posisi yang sangat penting dalam bangunan. Kegagalan kolom akan berpengaruh langsung pada komponen struktur lain yang berhubungan dengannya. Perencanaan struktur kolom harus dilakukan secara cermat agar dapat memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi untuk komponen struktur lainnya, oleh karena itu prinsip kolom kuat dan balok lemah (strong column and weak beam) sangat perlu untuk diterapkan, sehingga jika terjadi kerusakan pada suatu bangunan diharapkan kolom masih dapat menyangga komponen struktur lainnya.
Kolom sebagai elemen struktur yang dominan menerima beban tekan aksial dan berdeformasi ke arah lateral, maka kolom sangat menentukan kekuatan dari suatu konstruksi bangunan, Secara umum perilaku kehancuran kolom yang terjadi akibat beban aksial dan beban lateral pada kondisi beban maksimum diawali dengan terkelupasnya selimut beton (spalling) pada bagian tertekan. Jika beban baik aksial maupun lateral terus bertambah dan tulangan sengkang tidak cukup untuk mengekang inti beton serta memperta-hankan tulangan memanjang terhadap terjadinya tekuk lokal (local buckling) maka kehancuran kolom segera terjadi. Untuk mencegah hal tersebut maka perlu direncanakan kolom yang lebih kuat dalam menahan tekan aksial dengan mempertimbangkan efek kekangan. Salah satu cara yang dapat
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehdilakukan adalah dengan menambahkan sengkang pada kolom dengan harapan dapat meningkatkan efek kekangan yang sanggup dipikul oleh kolom sehingga dapat mengurangi resiko kehancuran kolom.
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) buah benda uji kolom beton bertulang masing-masing berpenampang persegi 12 x 12 cm2 dengan tinggi 60 cm menggunakan tulangan longitudinal 8D8 mm dengan mutu baja sebesar 286,5 MPa dan tulangan sengkang Ø5,8 mm dengan mutu baja sebesar 241,5 MPa. Kolom ditumpu secara jepit pada balok beton bertulang berpenampang persegi 20 x 30 cm2 dengan panjang 60 cm menggunakan tulangan longitudinal 8D8 mm dan tulangan lateral Ø5,8 mm. pemilihan ukuran benda uji ini adalah menyesuaikan dengan kemampuan load cell yang tersedia di laboratorium.
Pada saat pengecoran benda uji kolom, sebagai pengontrol mutu beton dibuat benda uji kontrol berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 2 (dua) buah dan kubus dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm3 sebanyak 2 (dua) buah untuk masing-masing benda uji kolom. Pengujian benda uji kolom dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari, benda uji kolom yang akan diuji dipasang secara kaku pada rangka baja (frame) yang tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala. Pada benda uji kolom dipasang alat ukur Linear Variable Displacement
Tranducer (LVDT) yang berfungsi untuk mengukur perpindahan benda uji kolom dan juga
alat ukur strain gauge pada tulangan longitudinal atau tulangan utama, tulangan sengkang dan sengkang ekstra serta pada permukaan beton yang berfungsi untuk mengukur regangan yang terjadi. Semua alat ukur tersebut dihubungkan dan dimonitor melalui Portable Data
Logger TDS 302.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Kehancuran Kolom Beton Bertulang
Berdasarkan besarnya regangan pada penampang kolom, kondisi awal keruntuhan dapat dibagi menjadi :
1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sebelum beton mencapai regangan maksimum.
2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan atau regangan beton mencapai maksimum sebelum luluhnya tulangan tarik,
3. Keruntuhan pada kondisi balanced, terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan atau regangan beton dan baja mencapai maksimum pada waktu bersamaan
Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced,
maka:
Pn < Pnb Keruntuhan tarik Pn = Pnb Keruntuhan balanced Pn > Pnb Keruntuhan tekan.
2.2 Beban Aksial pada Kolom
Beban aksial luar yang bekerja pada kolom didefinisikan sebagai gaya tekan sentris yang bekerja secara aksial pada kolom. Nawy (2003) menyatakan bahwa kapasitas beban sentris maksimum pada kolom diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton, yaitu (Ag –
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehAst) 0,85 f ’c dan kontribusi baja, Ast.fy. Sehingga kapasitas beban sentris maksimum adalah
Po yang dinyatakan dengan persamaan:
Po = 0,85 f’c (Ag – Ast) + (Ast . fy) ...(1)
Dimana:
Po = Beban tekan aktual pada kolom (N); Ag = Luas penampang beton (mm2);
f ’c = Kuat tekan beton (N/mm2);
Ast = Luas tampang tulangan utama (mm2);
fy = Kuat leleh baja tulangan (N/mm2).
McCormac (2001) menjelaskan bahwa semua kolom pada dasarnya menerima beban lentur dan gaya aksial sehingga dimensinya harus direncanakan untuk menahan keduanya. Kolom akan melentur akibat momen, dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Keruntuhan kolom dianggap terjadi jika regangan beton tekan mencapai 0,003 atau jika tegangan tarik baja mencapai titik luluh (fy).
Penelitian tentang perilaku kolom terhadap beban lateral siklik dan aksial dimana sistem pembebanan dibuat seolah kolom adalah bagian dari portal menunjukkan bahwa kolom berukuran penuh maupun model memiliki perilaku kegagalan yang sama. Kegagalan kolom disebabkan oleh desintegrasi inti beton akibat lemahnya pengekangan beton dan luluhnya tulangan transversal (Abdullah dan Katsuki, 2001).
Mander, dkk (1988a : 1810) menyebutkan bahwa untuk menentukan rasio tulangan sengkang (ρs) berdasarkan rasio perbandingan dari volume kekangan tulangan sengkang terhadap volume kekangan inti beton. Sehingga persamaan rasio tulangan sengkang tersebut adalah: ρs =
s
h
b
l
A
vs.
.
.
...……... (2) Dimana: s
= Rasio tulangan sengkang; sAv
= Luas tulangan sengkang (mm2);l
= Panjang tulangan sengkang (mm);b
= Lebar sisi kolom beton terkekang (mm);h
= Tinggi sisi kolom beton terkekang (mm); dans
= Jarak tulangan sengkang (mm).Mander, dkk juga menjelaskan bahwa koefisien kekangan efektif akan diperoleh melalui perbandingan antara luas efektif beton terkekang dan luas beton di dalam garis pusat dari tulangan sengkang, seperti diperlihatkan oleh persamaan (3) berikut:
cc e e
A
A
k
... ...(3) Dimana: ek
= Koefisien kekangan efektif; eJURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehbc=9,4 cm bc wi = 3,2 cm Ø6-100 D8 8D8 S'S bc bc-(s'/2) cc
A
= Luas beton di dalam garis pusat tulangan sengkang (mm2);Gambar 1. Luas Efektif Beton Terkekang
Mander juga melaporkan bahwa luas efektif beton terkekang diperoleh dengan pengurangan luas parabola yang berisi kekangan beton tidakefektif, luas efektif untuk satu parabola adalah (wi2/6), dengan demikian luas rencana total inti beton terkekang yang tidak efektif ketika ada tulangan longitudinal adalah:
n i wi 1 2 i 6 A …………..…………...(4) Dimana:Ai = Koefisien kekangan tidak efektif; wi = Jarak antara tulangan longitudinal (mm).
Dalam hubungan pengaruh dari luas yang tidak efektif di dalam elevasi jarak sengkang, luas inti beton terkekang diantara elevasi jarak sengkang diberikan melaluai persamaan berikut: Ae =
c c n i c c d s b s wi d b 2 ' 1 2 ' 1 6 1 2 .. ... ...(5) Dimana :bc,dc = Dimensi inti beton dari as-as tulangan sengkang (mm);
wi = Jarak antara tulangan longitudinal (mm);
s’ = Jarak antara tulangan sengkang dari sisi terluar (mm).
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4) dan (2.5) ke persamaan (2.3) maka akan diperoleh persamaan (2.6) berikut:
cc
n i c c e bc s bc s d b wi k
1 2 ' 1 2 ' 1 6 1 1 2 ... ... (6) Dimana:JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehbc,dc = Dimensi inti beton dari pusat ke pusat tulangan sengkang (mm);
wi = Jarak antara tulangan longitudinal (mm);
s’ = Jarak antara tulangan sengkang dari sisi terluar (mm);
ρcc = Rasio luas tulangan longitudinal terhadap daerah inti beton.
Adalah mungkin untuk batang tulangan mempunyai perbedaan jumlah kekangan efektif dalam arah x maupun y seperti diberikan oleh persamaan berikut.
flx = ke. ρx. fyh ... ...( 7)
dan
fly = ke ρx fyh ... ...( 8)
dimana :
fly, flx = Kekangan lateral beton dalam arah y dan x;
ρx, ρx = Rasio tulangan sengkang dalam arah x dan y; ke = Koefisien kekangan inti beton;
fyh = Tegangan leleh tulangan sengkang (MPa).
Menurut Mander, dkk (1988, 1812) kuat tekan beton terkekang diperoleh dengan menggunakan variable yang telah didapatkan berdasarkan persamaan:
f ’cc= co co co f fl s f fl f ' ' 94 , 7 1 254 , 2 254 , 1 ' ...( 9) Dimana:
f’cc = kuat beton terkekang (N/mm2); f’co = kuat beton tidak terkekang (N/mm2); fl = kekangan lateral beton (N/mm2).
Maekawa dan Qureshi (1997 : 161) menyebutkan bahwa keretakan beton dipengaruhi oleh area yang mengelilingi tulangan, luasan daerah yang mengelilingi tulangan didefinisikan sebagai area yang terganggu oleh tulangan dan dinotasikan dengan Adet, daerah yang terganggu tersebut dianggap sebagai fungsi dari tegangan beton dan tegangan geser rata-rata tulangan yang dinyatakan sebagai indeks kerusakan.
2.4 Pengaruh Tulangan Sengkang pada Kolom
Kemampuan kolom beton murni dalam mendukung beban sangatlah kecil, namun kapasitas dukungan terhadap beban dapat meningkat jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan yang lebih besar lagi akan diperoleh dengan memberikan kekangan pada tulangan longitudinal. Ketika kolom diberi beban tekan, kolom tidak hanya memendek dalam arah memanjang namun juga melebar dalam arah lateral (menekuk). Kapasitas kolom semacam ini dapat meningkat tinggi dengan kekangan lateral dalam bentuk sengkang persegi dengan jarak yang berdekatan atau spiral yang membungkus tulangan longitudinal. (McCormac, 2001 : 277).
Tulangan sengkang melintang sangat diperlukan untuk mencegah lepasnya selimut beton yang akan menyebabkan menekuknya tulangan utama. Tulangan sengkang sebagai tulangan lateral terdistribusi secara merata disepanjang kolom dengan jarak tertentu. Jika
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehjarak antara tulangan utama atau tulangan induk lebih dari 6” maka harus digunakan tulangan sengkang untuk mengikat tulangan utama tersebut. (Nawy, 2003).
Pauley dan Priestley (1992 : 101) juga menyebutkan bahwa pengaruh kekangan adalah untuk meningkatkan kekuatan tekan dan regangan ultimit pada beton.
III. METODE PENELITIAN 3.1 Benda Uji Kolom
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 buah kolom beton bertulang penampang persegi 12 x 12 cm2 dan tinggi 60 cm. Kolom pertama menggunakan sengkang dengan jarak 10 cm, sedangkan kolom selanjutnya menggunakan sengkang dengan jarak 15 cm, dan 20 cm seperti diperlihatkan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Bentuk Penampang Benda Uji
12 12 12 12 12 12 8 D 8 8 D 8 8 D 8 Ø 6 - 10 Ø 6 - 15 Ø 6 - 20 TULANGAN UTAMA TULANGAN SENGKANG TABEL PENULANGAN
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehPembuatan, perawatan dan pengetesan benda uji dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Unsyiah.
Beton yang akan digunakan dalam benda uji ini adalah beton normal dengan ukuran diameter aggregate maksimum 19,1 mm dan dicampur dengan molen di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah, dengan FAS rencana 0,61 untuk menghasilkan mutu beton f’c = 25 MPa.
Benda uji yang akan dibuat berupa kolom beton bertulang berukuran 12 x 12 cm2 dengan tinggi 60 cm. Tulangan utama 8D8 mm (ρ = 2,078%) dengan kuat tarik leleh, fy
286,5 MPa. Tulangan sengkang menggunakan baja ϕ6 mm dengan kuat tarik leleh, fy 241,5
MPa. Satu ujung kolom dihubungkan dengan balok beton bertulang ukuran 20 x 30 cm2 yang panjangnya 60 cm dan diikat dengan frame baja pada bagian tumpuan. Untuk lebih jelas bentuk detail benda uji kolom dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
3.2 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji
Pembuatan dan perawatan benda uji akan dilakukan berdasarkan detail benda uji yang telah direncanakan (Gambar 2). Agregat maksimum yang akan digunakan berdiameter 19,1 mm yang telah dilakukan pemeriksaan sifat-sifat fisis berupa analisa saringan, berat jenis, berat volume dan penyerapan air.
Kolom dihubungkan dengan tumpuan balok beton bertulang berpenampang persegi ukuran 20 x 30 cm2 sepanjang 60 cm. Tumpuan ini akan diikat dengan baut ke rangka baja yang tersedia di Laboratorium Konstruksi Bahan Bangunan Fakultas Teknik Unsyiah dan tumpuan lain bebas menahan beban dari load cell. Pemasangan strain gauge dilakukan sebelum perakitan besi tulangan. Posisi pemasangan strain gauge pada tulangan utama
Gambar 3. Bentuk dan Detail Penulangan Benda Uji dengan Variasi Tulangan Sengkang Ekstra 12 60 20 60 24 12 12 3 D 8 3 D 8 2 D 8 Ø 6 - 10 30 20
Strain Guages Baja T. Sengkang
Strain Guages Beton
Strain Guages Baja T. Utama
12 60 20 60 24 12 12 3 D 8 3 D 8 2 D 8 Ø 6 - 15
Strain Guages Baja T. Sengkang
Strain Guages Beton
Strain Guages Baja T. Utama
12 60 20 60 24 12 12 3 D 8 3 D 8 2 D 8 Ø 6 - 20
Strain Guages Baja T. Sengkang
Strain Guages Beton
Strain Guages Baja T. Utama
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehdipasang pada baja tulangan tarik di pertengahan kolom, strain gauge pada sengkang juga dipasang pada posisi pertengahan kolom. Benda uji yang telah dirangkai selanjutnya akan ditempatkan pada bekisting yang telah dipersiapkan untuk selanjutnya dicor.
Setiap pengecoran benda uji kolom turut dibuat benda uji silinder sebanyak dua sampel untuk kontrol mutu perencanaan. Pengecoran benda uji kolom dilakukan dengan posisi berdiri ( T ). Setelah 24 jam pengecoran, bekisting dibuka dan dilakukan perawatan dengan goni basah sampai beton mencapai umur 28 hari.
3.3 Pengetesan Benda Uji
Pengetesan dilakukan saat benda uji berumur 28 hari. Pengujian benda uji kolom ini akan dilakukan bersamaan dengan benda uji silinder dan kubus. Kuat tekan yang akan diperhitungkan adalah kuat tekan yang dihasilkan dari pengujian kuat tekan benda uji silinder dan kubus. Benda uji kolom dipasang secara kaku pada balok rangka baja yang terhubungkan dengan lantai (strong floor). Pada permukaan bidang kolom diletakkan plat baja sebagai landasan untuk load cell dalam memberikan beban yang diinginkan. Beban tekan aksial diberikan oleh dongkrak hidran (hydraulic jack) yang terhubung dengan load cell. Beban tekan aksial disalurkan oleh load cell melalui plat baja beban sehingga beban tekan aksial yang diberikan akan tegak lurus terhadap bidang kontak pada permukaan atas kolom. Gaya aksial yang diberikan dikontrol dengan membaca dial pada dongkrak hidran. Pembebanan dilakukan secara kontinu sampai benda uji mengalami kehancuran. Pada keempat sisi kolom diberikan transducer untuk membaca defleksi dalam arah lateral, sedangkan arah vertikal transducer dipasang di atas plat baja yang diletakkan di atas penampang kolom. Rangkaian alat tes dan pemasangan benda uji pada rangka baja (frame) secara lebih detail disajikan pada Gambar 4. berikut.
Gambar 4. Skema Penempatan Alat dan Setup Benda Uji Untuk Pengujian
T r a n s d u c e r 1 0 c m p a d a 4 s is i B a l o k F ra m e B a j a B a w a h S t r o n g F lo o r H id r a u l ic J a c k P l a t B a ja p e la p is B e n d a U ji K o l o m F ra m e B a ja L o a d C e ll B e b a n T e k a n P l a t B a ja B a l o k F ra m e B a j a A t a s
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehRegangan yang terjadi pada tulangan utama dan tulangan sengkang serta regangan pada beton dibaca oleh Portable Data Logger TDS 302 yang telah dihubungkan pada strain
gauge. Pembebanan dihentikan pada saat beban aksial tidak lagi meningkat akibat benda uji
tidak lagi mampu menerima beban aksial sehingga benda uji mengalami retak dan hancur. Pola perkembangan retakan dimonitor pada setiap saat dengan membuat gambar retak yang terjadi pada kolom sesuai dengan besar beban yang diberikan.
IV. HASIL PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja dan Kuat Tekan Beton
Hasil dari pengujian kuat tarik baja tulangan dan kuat tekan beton diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil pengujian kuat tarik baja
No Benda Uji Tegangan Luluh Baja
(fy) MPa Modulus Elastisitas (Es) MPa Regangan Luluh (gy) 1 2 Tulangan Utama Tulangan Sengkang 286,48 241,48 179050 219527 0,0016 0.0011
Tabel 2. Hasil pengujian kuat tekan beton
No Benda Uji Kuat Tekan (Mpa)
1. 2. 3.
Silinder untuk benda uji S0
Silinder untuk benda uji S1
Silinder untuk benda uji S2
23,90 29,27 23,76
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pola Retak Kolom
Pengamatan terhadap pola retak kolom dimonitoring dengan strain gauges beton yang dipasang pada elevasi ± 300 mm pada setiap sisi kolom yang bertujuan untuk membaca regangan beton. Untuk memudahkan pengamatan, regangan beton ditinjau saat beban aksial masing-masing benda uji mencapai state A (100 kN), state B (200 kN) state C (300 kN) dan state D adalah beban maksimum. Hasil pengamatan diperlihatkan pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Grafik Regangan Beton Pada Saat Beban Aksial A, B, C dan D 0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008 S0 S1 S2 S0 S1 S2 S0 S1 S2 S0 S1 S2
Sisi Depan Sisi Belakang Sisi Kiri Sisi Kanan
R e g an g an
Hubungan Regangan Beton Terhadap Beban Aksial
A B C D
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehBerdasarkan Gambar 5 di atas dan pengamatan visual terhadap kondisi beton saat diberi beban aksial menujukkan pola retak yang sama. Keretakan dimulai dengan retak halus pada elevasi ± 510 mm dari tumpuan jepit kolom. Retakan halus yang berupa retak tunggal terus berkembang dan bergerak menjalar menuju sisi pertengahan kolom searah dengan beban aksial yang diberikan.
Dalam Gambar 5 juga menujukkan bahwa regangan beton yang terjadi pada setiap sisi kolom mempunyai nilai yang hampir sama dan telah mencapai regangan beton maksimum pada saat mencapai beban aksial maksimum, pada sisi kanan benda uji S0 memperlihatkan regangan yang sangat besar. Regangan ini dengan kata lain bermakna sebagai bentuk keretakan yang terjadi pada kolom tersebut.
Benda uji S0 seperti yang terlihat pada gambar 4.3 (7) memiliki beban aksial ultimit yang sanggup dipikul sebesar 388,6 kN. Retak awal yang terbentuk terjadi pada saat beban aksial yang diberikan mencapai 294,9 kN. Retak ini terjadi pada sisi depan kolom bagian atas yang diawali dengan retakan halus dan terus menjalar menuju pertengahan kolom yaitu pada ketinggian ± 420 mm dari tumpuan jepit kolom. Selain itu ketika beban yang diberikan mencapai 324,3 kN dan 353,5 kN berturut-turut untuk sisi depan dan belakang kolom , terbentuk sebuah retakan baru yang dimulai dari sisi penampang kolom yang juga terus menjalar hingga sisi pertengahan kolom. Sedangkan pada sisi kiri kolom retakan awal terbentuk pada saat beban maksimum 388,6 kN yang proses penjalaran retakannya terjadi seiring dengan melemahnya daya dukung kolom terhadap beban yang diberikan. Namun berbeda halnya dengan yang terjadi pada sisi kanan kolom, dimana setelah terjadinya beban maksimum, retakan yang terbentuk begitu besar sehingga menyebabkan selimut beton terlepas di kedua sisi kolom dan membentuk bongkahan yang cukup besar.
Hal yang senada juga terjadi pada kolom S1 dimana kapasitas daya dukung aksial turun secara cepat segera setelah luluhnya tulangan sengkang. Beban ultimit yang sanggup dipikul oleh benda uji S1 adalah sebesar 400,2 kN. Retakan awal yang terbentuk pada benda uji S1 terjadi pada sisi belakang kolom pada saat beban aksial yang diberikan mencapai 393,4 kN pada ketinggian ± 520 mm di atas tumpuan jepit kolom. Retak vertikal berkembang pada
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah Acehsekeliling kolom, dan kerusakan terparah terjadi pada sisi belakang yang ditandai dengan berjatuhannya bongkahan beton.
Demikian juga yang terjadi pada Kolom S2, kegagalan terjadi dengan cepat setelah retak awal dengan beban sebesar 235,1 kN. Seiring bertambahnya beban keretakan terus menjalar menuju pertengahan kolom. Pada saat kolom telah mencapai beban ultimit yaitu sebesar 373,5 kN daya dukung kolom terus menurun dan keretakan yang terjadi semakin melebar. Hasil pengujian dari ketiga kolom juga menunjukkan bahwa benda uji mengalami pola keruntuhan yang sama, hal ini diperlihatkan dari pola retak pada seluruh benda uji kolom yang searah dengan pembebanan tekan aksial ataupun sejajar tulangan longitudinal. Nilai regangan pada Gambar 5 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Nilai Regangan Yang Terjadi Pada Setiap Sisi Kolom Beton
State Beban Sisi Depan Sisi Belakang
S0 S1 S2 S0 S1 S2 A = 100 kN B = 200 kN C = 300 kN D = Beban Max 0,00057 0,00118 0,00186 0,00308 0,00062 0,00124 0,00187 0,00336 0,00057 0,00118 0,00200 0,00340 0,00047 0,00113 0,00209 0,00327 0,00078 0,00157 0,00247 0,00369 0,00071 0,00149 0,00282 0,00370
State Beban Sisi Kiri Sisi Kanan
S0 S1 S2 S0 S1 S2 A = 100 kN B = 200 kN C = 300 kN D = Beban Max 0,00061 0,00127 0,00241 0,00411 0,00068 0,00137 0,00225 0,00362 0,00018 0,00069 0,00167 0,00310 0,00173 0,00446 0,00518 0,00681 0,00057 0,00121 0,00189 0,00337 0,00084 0,00157 0,00120 0,00245
Berdasarkan fakta yang terjadi, ketiga benda uji kolom mengalami keruntuhan tekan yang ditandai dengan penjalaran retak yang terjadi searah dengan pembebanan yang dilakukan atau sejajar dengan tulangan longitudinal memperlihatkan bahwa kolom bagian atas mengalami kerusakan yang lebih berat, pada kolom bagian atas ini jarak sengkang dipasang lebih rapat karena asumsi awal dalam penelitian ini untuk memperkuat sisi atasnya sehingga kegagalan kolom yang diharapkan akan dimulai pada bagian tengah. Akan tetapi kenyataan yang terjadi ketika pengujian adalah keretakan awal pertama sekali muncul pada bagian atas kolom, hal ini dikarenakan tulangan sengkang yang rapat mempengaruhi kinerja dari beton, sehingga semakin rapat sengkang maka luas area kehancuran yang mengelilingi tulangan tersebut akan semakin berdekatan sehingga memperlemah kinerja beton.
Perkembangan pola retak yang terjadi pada kolom juga dipengaruhi oleh luasan area beton yang terganggu yang mengelilingi tulangan, semakin rapat jarak antar tulangan sengkang maka akan semakin besar daerah yang bakal mengalami kehancuran. Dengan persamaan yang dibuat oleh Maekawa dan Qureshy (1997 : 161) diperoleh nilai Adet dan indek kehancuran yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada tabel 4 memperlihatkan bahwa nilai Adet terkecil ada pada kolom S1 dengan jarak sengkang 15 cm yang kemudian disusul oleh benda uji S0 dan S2. Nilai Adet ini mempunyai peranan yang besar terhadap kapasitas Aksial yang sanggup didukung oleh kolom, semakin kecil nilainya berarti area yang dipengaruhi oleh tulangan juga semakin mengecil sehingga kombinasi antara tulangan dan beton dalam menahan beban akan semakin bagus. Dari hasil pengujian terhadap ketiga benda uji, kolom S1 mempunyai kapasitas aksial yang besar dibandingkan dengan benda uji S0 dan S2.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehTabel 4. Nilai Indek kehancuran dan luas area kehancuran
Benda Uji S0 S1 S2
Index Kehancuran (DI’) Luas Area Kehancuran Adet, cm2
2,509 1,78 2,342 1,55 2,513 1,79
Hubungan antara kekangan inti beton f’cc dengan jarak sengkang juga sangat mempengaruhi pola retak yang terjadi. Kolom dengan nilai kekangan yang besar sangat membantu dalam menahan beban aksial yang dipikulnya. Nilai kapasitas aksial maksimum dan kekangan beton dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Kapasitas aksial maksimum dan kekangan beton
(S0) (S1) (S2) (S0) (S1) (S2) D e p a n K i r i
(S0) (S1) (S2) (S0) (S1) (S2)
B e l a k a n g K a n a n
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehKolom P0 (kN) f’cc (kg/cm2) S0 S1 S2 388,574 400,150 573,467 292,510 328,934 264,596
4.2.2 Kapasitas Aksial Ultimit
Kapasitas aksial ultimit yang dimaksud adalah beban paling besar yang sanggup dipikul oleh benda uji kolom sebelum mengalami kegagalan dan beban tersebut turun kembali. Benda uji kolom dengan menggunakan jarak spasi sengkang 10 cm (S0) diperoleh beban aksial sebesar 388,9 kN. Benda uji kolom dengan jarak spasi sengkang 15 cm (S1) gaya aksial yang terjadi sebesar 400,1 kN. Sedangkan benda uji kolom dengan jarak spasi sengkang 20 cm (S2) gaya aksial yang terjadi yaitu sebesar 373,8 kN.
Kapasitas aksial yang paling besar terjadi pada benda uji kolom S1 yaitu sebesar 400,1 kN, sedangkan kapasitas aksial terkecil terjadi pada banda uji kolom S2 yaitu sebesar 373,8 kN. Hal ini terjadi karena jarak spasi tulangan sengkang mempengaruhi kekangan inti kolom beton serta mempengaruhi beton yang menyelimuti sengkang sebagaimana yang telah di uraikan pada sub bab 4.2.1 tentang pola retak beton, kolom dengan jarak sengkang yang rapat menyebabkan material beton tidak dapat mengikat dengan baik karena terhalang oleh sengkang sementara kolom dengan jarak sengkang yang terlalu renggang akan menyebabkan tulangan longitudinal lebih mudah tertekuk (local buckling) dan melemahkan daya kekang inti beton sehingga kapasitas aksial menjadi lebih kecil.
4.2.3 Perbandingan Antara Kapasitas Tekan Aksial Kolom Teoritis dan Eksperimen
Berdasarkan perhitungan secara teoritis dan pengujian di laboratorium, diperoleh beberapa nilai yang akan dibandingkan hasilnya seperti terlihat pada Tabel 4,6 berikut, Tabel 6. Perbandingan Hasil Pengujian dan Teori
Kolom Po (kN) f'c (MPa) f'cc (MPa)
Teoritis Eksperimen Teori Eksperimen Teori Eksperimen
S0 384,698 388,574 25 23,90 30,339 29,251
S1 384,698 400,150 25 29,27 28,576 32,893
S2 384,698 373,467 25 23,76 27,689 26,460
Tabel 6 di atas memberikan hasil perbandingan antara perhitungan teori dan hasil pengujian. Hasil pengujian menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan perhitungan teoritis, hal ini dipengaruhi oleh faktor pekerjaan di lapangan seperti proses percampuran beton, pemadatan, dan perawatan beton.
Hal menarik yang dapat dilihat dari hasi penelitian ini yaitu kolom S1 dengan rasio sengkang 0,0101 memberikan hasil yang lebih memuaskan dibanding dengan kolom S0 dengan rasio sengkang 0,0155. Sementara pada hitungan teoritis kolom S0 menujukkan efek kekangan yang lebih besar dibandingkan dengan kolom S1. Hal tersebut menandakan bahwa rasio sengkang , jarak spasi sengkang dan mutu beton mempunyai kontribusi yang besar dalam meningkatkan efek kekangan beton yang mempunyai peranan besar dalam peningkatan kekuatan kolom dan kapasitas beban yang mampu dipikul oleh kolom itu sendiri.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran antara lain:
5.1 Kesimpulan
1. Kapasitas tekan aksial yang diperoleh pada saat beban maksimum untuk benda uji kolom S0 sebesar 388,6 kN, benda uji kolom S1 sebesar 407,9 kN, dan benda uji kolom S2 sebesar 373,8 kN
2. Perilaku kehancuran kolom S0, S1, dan S2 dimulai dari bagian atasnya serta sejajar dengan beban aksial yang diberikan dan terus menjalar ke arah pertengahan kolom seiring dengan pertambahan beban. Seluruh benda uji mengalami kehancuran tekan karena regangan beton sudah mencapai nilai maksimum sebelum luluhnya tulangan. 3. Kerusakan yang terjadi pada kolom juga dipengaruhi oleh luasan area beton yang
terganggu oleh tulangan sehingga menurunkan kapasitas aksial yang sanggup dipikulnya. Kolom S1 dengan nilai Adet paling kecil meningkatkan kapasitas aksial yang sanggup dipikulnya, sementara kolom S0 dan S2 dengan nilai Adet lebih besar menyebabkan kolom lebih mudah retak sehingga kapasitas aksialnya menurun.
4. Jarak sengkang yang rapat menyebabkan area yang terganggu oleh tulangan sengkang menjadi berdekatan, sehingga pada saat pembebanan area ini akan semakin berhimpit dan keretakan yang mula-mula terjadi disekitar tulangan akan terus menjalar ke bagian lainnya dan jarak tulangan sengkang yang terlalu renggang membuat tulangan utama lebih mudah menekuk sehingga memperkecil kapasitas aksial
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil percobaan, sesuai dengan data yang diperoleh dan diskusi masalah yang ditinjau. Maka diambil beberapa saran untuk pengembangan penelitian ini di masa yang akan datang, antara lain:
1. Pemasangan strain gauge sebaiknya tidak hanya dilakukan pada satu elevasi saja, namun pada semua elevasi agar pembacaan regangan beton pada kolom menjadi lebih baik.
2. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan permodelan struktur menggunakan software analisa struktur untuk lebih menghemat biaya dan waktu.
3. Bentuk benda uji kolom untuk penelitian selanjutnya dapat dicoba dengan bentuk I yaitu dengan balok di bagian atas dan bawah kolom, sehingga keretakan dimulai dari tengah kolom.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah and Kasuki, T., 2001, Complete Collapse Test of Reinforced Concrete Colomns, Structural Engineering and Mechanics, an International Journal, Vol. 12, No. 2, hal. 157-168.
ACI Committee 318, 2002. Building Code Requirements for Structural Concrete, (318-02)
and Commentary (318R-02), American Concrete Institute, Farmington Hills,
Michigan, 443p.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Universitas Muhammadiyah AcehDue to Aggregate Interlock and Dowel Action, No. 30.
Mander, J.B., Priestley, M.J.N., and Park, R., 1988a, Theoretical Stress Strain Model for
Confined Concrete, Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No. 8, , pp.
1804-1826.
Mander, J.B., Priestley, M.J.N., and Park, R., 1988b, Observed Stress-Strain Behavior of
Confined Concrete, Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No. 8, , pp.
1827-1849.
McCormac, Jack C., 2001, Design of Reinforced Concrete, Fifth Edition, John Willey and Sons, Inc, USA
Nawy, E.G., 2003, Reinforced Concrete: A Fundamental Approach, Fifth Edition, Prentice Hall.
Paulay, T dan Priestley, M.J.N., 1992, Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry