• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Indeks Kualitas Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Indeks Kualitas Lingkungan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN

Sebagai syarat UTS PKL semester genap 2016/2017

Disusun Oleh:

ANISA WIGATI 14513076

Dosen Pengampu:

DR. SUPHIA RAHMAWATI, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Maksud dan tujuan indeks kualitas lingkungan ... 1

1.3 Manfaat indeks kualitas lingkungan ... 1

BAB II INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN ... 2

2.1 Pengertian umum ... 2

2.2 Jenis dan prinsip indeks kualitas lingkungan ... 4

BAB III CONTOH STUDI KASUS ... 8

3.1 Studi Kasus 1 dan interpretasinya ... 8

3.2 Studi Kasus 2 dan interpretasinya ... 9

(3)

ii

DAFTAR GAMBAR

(4)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator dan Parameter Environmental Quality Index (EQI) ... 2

Tabel 2.2 Indikator dan Parameter Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) ... 3

Tabel 3.1 Skoring dan pembobotan data kualitas air ... 8

(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Permasalahan lingkungan hidup terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara organisme dan unsur-unsur abiotik di dalam suatu ekosistem. Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Permasalahan lingkungan memberi pengaruh besar terhadap perubahan kualitas lingkungan. Perubahan kualitas lingkungan yang cenderung semakin menurun memerlukan pertimbangan yang cermat dalam menentukan arah perkembangan pembangunan berkelanjutan.

Kualitas lingkungan yang telah menjadi isu nasional memerlukan pemahaman masyarakat dalam upaya perlindungan dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan (PKL). Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat dalam pengukuran kualitas lingkungan yang berbasis teknis. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengubah metode pengukuran kualitas lingkungan yang lebih mudah dipahami. Salah satu metode pengukuran kualitas lingkungan tersebut adalah menggunakan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL).

Pada tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mengembangkan alat ukur sederhana yang disebut dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup atau yang biasa disebut dengan IKLH. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) adalah penilaian kualitas lingkungan hidup yang dinyatakan dalam angka. Oleh karena itu, diharapkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dapat memberi pemahaman akan kualitas lingkungan hidup dan mendorong semua pemangku kepentingan (stakeholder) melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

1.2 Maksud dan tujuan

Maksud dan tujuan dari Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) adalah dapat mempermudah masyarakat dan stakeholder dalam pengukuran kualitas lingkungan. Selain itu, mendorong masyarakat untuk melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan memberikan informasi kepada masyarakat dan para pengambil keputusan tentang kondisi lingkungan.

1.3 Manfaat indeks kualitas lingkungan

Manfaat Indeks Kualitaa Lingkungan (IKL) adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kualitas lingkungan yang dinyatakan dalam angka. 2. Bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 3. Mengidentifikasi sumber permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 4. Alat penggerak kesadaran masyarakat dalam pengelolaan kualitas lingkungan

(6)

2

BAB II

INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN

2.1 Pengertian umum

Indeks Kualitas Lingkungan (Environmental Quality Index) dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU) pada dasarnya mengukur kecenderungan kualitas atau kondisi lingkungan dari media air, udara, dan lahan, beban pencemar toksik, perkembangbiakan burung (keanekaragaman hayati), dan pertumbuhan penduduk. EQI merupakan gabungan 7 indikator, dan beberapa indikator terdiri dari parameter-parameter sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut: (KLHK RI, 2014)

Tabel 2.1 Indikator dan Parameter Environmental Quality Index (EQI)

Sumber : KLHK RI, 2014

Konsep Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil tiga indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Berbeda dengan BPS, IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga akan didapat indeks tingkat nasional. Perbedaan lain dari konsep yang dikembangkan oleh BPS adalah setiap parameter pada setiap indikator digabungkan menjadi satu nilai indeks. Penggabungan parameter ini dimungkinkan karena ada ketentuan yang mengaturnya, seperti:

1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pedoman ini juga mengatur tatacara penghitungan indeks pencemaran air (IPA).

2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Pencemar Udara Penetapan parameter berdasarkan pada ketersediaan data dalam selang waktu tahun 2006 – 2009.

(7)

3 Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) dilakukan sejak tahun 2009, namun hingga saat ini telah mengalami beberapa kali penyesuaian. Perbedaan terletak pada cara perhitungan dan parameter yang digunakan. Indeks Tutupan Hutan/Lahan semula dihitung menggunakan data luas hutan primer, luas hutan sekunder dan luas hutan menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan, tetapi sejak tahun 2012 perhitungan berubah menggunakan data luas hutan dibagi luas wilayah administrasi yang dikonversi ke dalam rumus yang tersedia. (DLH Grobogan, 2016)

Pada IKLH 2012, struktur IKLH relatif sama dengan yang sebelumnya yaitu terdiri dari 3 (tiga) indikator, namun ada perubahan dalam pembobotan. Hal ini mengingat perlu adanya keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) dan brown issues (isu coklat). Isu hijau adalah pendekatan pengelolaan lingkungan hidup yang menangani aspek-aspek konservasi atau pengendalian kerusakan lingkungan hidup. Isu hijau seharusnya memiliki kontribusi yang sama terhadap IKLH, namun karena hanya diwakili 1 (satu) indikator yaitu tutupan hutan, maka bobotnya lebih besar dibanding indikator lainnya. Sedangkan isu coklat menangani isu pencemaran lingkungan hidup yang pada umumnya berada pada sektor industri dan perkotaan. Indikator udara dan air yang mewakili isu coklat memiliki bobot yang sama. Berikut ini adalah tabel indikator dan parameter Indeks Kualitas Lingkungan Hidup:

Tabel 2.2 Indikator dan Parameter Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)

Sumber : KLHK RI, 2014

Perhitungan kualitas udara tetap menggunakan indeks pencemaran udara. Khusus untuk parameter kualitas air, karena akan diperbandingkan dengan indeks tahun 2009 dan 2010 maka yang akan dihitung tetap tiga parameter, yaitu TSS, DO dan COD. Perhitungan IKLH untuk setiap provinsi dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

IKLH Provinsi = (IPA x 30%) + (IPU x 30%) + (ITH x 40%)

dimana : IKLH Provinsi = Indeks Kualitas Lingkungan provinsi

IPA = Indeks Pencemaran Air

IPU = Indeks Pencemaran Udara

(8)

4 Setelah didapatkan nilai indeks provinsi, kemudian dihitung indeks nasional dengan menggunakan formula sebagai berikut:

𝑰𝑲𝑳𝑯 𝑵𝒂𝒔𝒊𝒐𝒏𝒂𝒍 = ∑ 𝑰𝑲𝑳𝑯𝑷𝒓𝒐𝒗𝒊𝒏𝒔𝒊 𝒙 { 𝑷𝒐𝒑𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝑷𝒓𝒐𝒗𝒊𝒏𝒔𝒊 𝑷𝒐𝒑𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂+ 𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑷𝒓𝒐𝒗𝒊𝒏𝒔𝒊 𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 𝟐 } 𝟑𝟑 𝒊=𝟏

Perhitungan nilai indeks kualitas air mengacu pada baku mutu atau standar yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (baku mutu air). Indeks Kualitas Udara mengacu kepada referensi standar internasional, yaitu WHO dan European Union. Sedangkan untuk indeks tutupan lahan/hutan menggunakan standar ideal tutupan hutan (KLHK RI, 2014).

2.2 Jenis dan prinsip indeks kualitas lingkungan

Jenis Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) terdiri dari beberapa indeks yaitu sebagai berikut:

1. Indeks Pencemaran Udara

Pengukuran kualitas udara mewakili kualitas udara tahunan untuk masing-masing parameter yaitu SO2 dan NO2. Nilai konsentrasi tahunan setiap parameter adalah rata-rata

dari nilai konsentrasi per triwulan. Selanjutnya nilai konsentrasi rata- Perhitungan nilai indeks pencemaran udara (IPU) dilakukan dengan formula sebagai berikut:

𝑰𝑷𝑼 = 𝑰𝑷𝑵𝑶𝟐+ 𝑰𝑷𝑺𝑶𝟐

𝟐

dimana : IPU = Indeks Pencemaran Udara IPNO2 = Indeks Pencemar NO2

IPSO2 = Indeks Pencemar SO2

Prinsip indeks pencemaran udara adalah melakukan pemantauan empat kali per tahun pada wilayah pemukiman, industri, dan padat lalu lintas kendaraan bermotor dan parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2. Nilai konsentrasi tahunan setiap parameter adalah rata-rata

dari nilai konsentrasi per triwulan. Selanjutnya nilai konsentrasi rata-rata tersebut dikonversikan menjadi nilai indeks dalam skala 0 – 100.

2. Indeks Pencemaran Air

Air sungai juga menjadi sumber air baku untuk berbagai kebutuhan lainnya, seperti industri, pertanian dan pembangkit tenaga listrik di lain pihak sungai juga dijadikan tempat pembuangan berbagai macam limbah sehingga tercemar dan kualitasnya semakin menurun. Karena peranannya tersebut, maka sangat layak jika kualitas air sungai dijadikan indikator kualitas lingkungan hidup. Selain kualitasnya, sebenarnya ketersediaan air sungai (debit air) juga perlu dijadikan indikator. Namun karena data yang tidak tersedia, maka debit air untuk sementara tidak dimasukkan sebagai indikator. Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air sungai dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu air dengan metoda indeks pencemaran (PI) adalah sebagai berikut:

(9)

5 𝑷𝑰𝒋= √ (𝑪𝒊/𝑳𝒊𝒋)𝑴 𝟐 + (𝑪𝒊/𝑳𝒊𝒋)𝑹 𝟐 𝟐

dimana : (Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij

(Ci/Lij)R adalah nilai rata rata dari Ci/Lij

Prinsip indeks pencemaran air adalah setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu sampel dan menghitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter TSS, DO, BOD, COD, Total Phosphat, E. Coli dan Total Coliform.

3. Indeks Mutu Hidup dan Indeks Biologi

Indeks mutu hidup (IMH) merupakan salah satu indikator komposit yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Indikator komposit adalah suatu indikator tunggal yang merupakan gabungan dari beberapa indikator kesejahteraan rakyat sektoral. Oleh karena itu indikator ini sangat bermanfaat dalam mengukur hasil kebijakan umum yang bersifat lintas sektoral. Indeks mutu hidup ini merupakan gabungan dari tiga indikator tunggal yaitu Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate/IMR), Angka Harapan Hidup satu tahun (Life Expectancy/LE) dan Angka Melek Huruf (Literacy Rate/Lit).

Indeks Mutu Hidup (IMH) secara keseluruhan menurut Moris dan MC Alpin (1982) dapat mencakup keseluruhan hasil pembangunan sosial ekonomi. Angka kematian Bayi dan angka harapan hidup satu tahun secara bersama-sama dapat merupakan indikator bagi aspek kemajuan sosial antara lain dampak dari keadaan gizi, kesehatan, pendapatan dan lingkungan masyarakat. Dan secara terpisah kedua indikator tersebut merefleksikan aspek –aspek interaksi sosial yang cukup berbeda. Angka kematian bayi secara peka menggambarkan taraf ketersediaan air bersih, kondisi dalam rumah dan kesejahteraan ibu. Sementara angka harapan hidup satu tahu merefleksikan taraf gizi dan keadaan lingkungan luas di luar rumah. Sedangkan angka Melek Huruf merupakan indikator yang menggambarkan taraf keterampilan dan kualitas masyarakat. (BPS Kota Bekasi, 2001)

Indeks biologi adalah nilai-nilai yang dicari untuk melihat faktor biologi dari plankton, yaitu indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi. Perhitungan kuantitatif ketiga indeks biologis tersebut mengacu pada Odum (1971) sebagai berikut: a. Indeks Keanekaragaman (H’) 𝑯′ = ∑ 𝑷𝒊 𝒍𝒏 𝑷𝒊 𝑺 𝒊=𝟏 𝑷𝒊 = 𝒏𝒊 𝑵

Dimana : ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu S = jumlah taksa

(10)

6 Kriteria nilai indeks :

H’ < 1 = Komunitas tidak stabil, perairan tercemar berat 1 < H’< 3 = Stabilitas komunitas sedang, perairan tercemar sedang H’ > 3 = Komunitas stabil, perairan tidak tercemar

b. Indeks Keseragaman (E) 𝑬 = 𝑯′

𝑯𝒎𝒂𝒌𝒔

Dimana : Hmaks = ln s

s = jumlah taksa Kriteria nilai indeks :

0 – 1 = keseragaman rendah – tinggi c. Indeks Dominansi (D) 𝑫 = ∑ (𝒏𝒊 𝑵) 𝟐 𝒔 𝒊=𝟏

Dimana : ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu s = jumlah taksa

Kriteria nilai indeks :

0 – 1 = Tidak ada dominansi, komunitas stabil – ada dominansi, komunitas labil (Erlania, dkk, 2014)

4. Indeks Kualitas Lahan

Hutan merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem. Selain berfungsi sebagai penjaga tata air, hutan juga mempunyai fungsi mencegah terjadinya erosi tanah, mengatur iklim, dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan hutan terbagi atas hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer adalah hutan yang belum mendapatkan gangguan atau sedikit sekali mendapat gangguan manusia. Sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan berat seperti lahan bekas pertambangan, peternakan, dan pertanian menetap. Nilai Indeks Tutupan Hutan (ITH) didapatkan dengan formula:

𝑰𝑻𝑯 = 𝑳𝑻𝑯 𝑳𝑾𝑷

dimana : ITH = Indeks Tutupan Hutan LTH = Luas Tutupan Hutan LWP = Luas Wilayah Provinsi

(11)

7 Prinsip indeks tutupan lahan adalah menjumlahkan luas hutan primer dan hutan sekunder, kemudian dibagi dengan luas wilayah provinsi.

(KLHK RI, 2014)

5. Indeks Estetika

Estetika lingkungan adalah hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya. Masalah estetika lingkungan juga dipengaruhi oleh kesukaan terhadap lingkungan yang berbeda-beda, misalnya taman-taman yang terpelihara rapi dan teratur lebih disukai dari pada halaman yang tidak terawat dan banyak ditumbuhi tanaman liar. Estetika lingkungan merupakan bagian penting yang menentukan kualitas lingkungan dalam segi tata ruang secara mikro (kecil). Ada 6 aspek yang menjadi parameter penilaian estetika lingkungan :

a. Terjaganya arsitektural bangunan serta kesesuaian dengan lingkungan sekitar atau bentang alam serta ketinggian bangunan

b. Terbinanya landscaping dengan adanya pepohonan disetiap lingkungan perumahan dan kawasan kegiatan sesuai dengan ekosistem wilayah

c. Lingkungan pemukiman yang bebas dari gangguan bau d. Lingkungan pemukiman yang bebas dari gangguan kebisingan e. Lingkungan pemukiman yang bebas dari gangguan getaran f. Lingkungan pemukiman yang bebas dari gangguan radiasi (Sugandhy, 1999)

(12)

8

BAB III REVIEW JURNAL

3.1 Studi kasus 1 dan interpretasinya

Judul jurnal : Analisis Indeks Kualitas Air Lingkungan Pertambangan Batubara PT KPC Subdas Sangatta Kalimantan Timur

Penulis : Wage Komarawidjaja

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sangatta merupakan tempat penambangan batu bara oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC). Sungai Sangatta merupakan salah satu sungai yang berada di wilayah Sangatta yang bermuara ke Selat Makassar. Sungai Sangatta memiliki beberapa anak sungai yang menjadi badan penerima air dari kawasan tambang PT KPC yang disebut dengan Subdas Sangatta. Kegiatan penambangan yang dilakukan PT KPC telah menciptakan kolam-kolam raksasa akibat galian tambang dan menimbulkan tekanan terhadap ekosistem lingkungan Subdas Sangatta. Tekanan terhadap ekosistem lingkungan menyebabkan perubahan struktur fisik batuan yang diikuti dengan perubahan fisika dan kimia tanah serta air disekitarnya. Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran kondisi kualitas lingkungan kawasan penambangan PT KPC di Subdas Sangatta, perlu adanya pengelolaan secara cepat dengan memanfaatkan formula Indeks Kualitas Lingkungan, khususnya dari sisi gambaran kualitas air (Komarawidjaja, 2011).

Interpretasi :

Pada kasus ini, dilakukan analisa kualitas air dengan melakukan pengambilan data primer dan sekunder beberapa parameter kunci pada ekosistem pertanian, industri/tambang, dan hunian. Analisa ini dilakukan pada kolam bekas tambang (Kolam Surya dan Sangatta North) sebagai ekosistem pertanian (P), kolam sedimentasi (KNJ dan DS2) sebagai ekosistem industri/tambang (I) dan Sungai Sangatta ( R1, R2 dan R3) sebagai ekosistem hunian (H). Parameter kunci yang diukur adalah total partikel terlarut (TDS), Oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen Kimiawi (COD), Nitrogen (N), Fosfor (P) dan mikroba. Parameter kualitas air diukur menggunakan Chlorotec probe (Chlorotec, type AAQ1183, Alec Electronics) yang merekam secara langsung (in-situ) parameter kualitas air, seperti suhu, Turbiditas, dan pH, sedangkan untuk parameter TSS, TDS, N, dan P diambil sampelnya untuk dianalisa di laboratorium. Berdasarkan hasil analisa kualitas yang dikelompokkan kedalam tiga ekosistem diperoleh data sebagai berikut :

(13)

9 Untuk menentukan status indek kualitas air di PT KPC Sangatta tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Nilai perhitungan berkisar : 80 ≤ IKL ≤ 100 dikatakan sangat baik. b. Nilai perhitungan berkisar : 60 ≤ IKL < 80 dikatakan baik.

c. Nilai perhitungan berkisar : 40 ≤ IKL < 60 dikatakan kurang baik. d. Nilai perhitungan berkisar 0 ≤ IKL < 40 dikatakan tidak baik.

Berdasarkan perhitungan Indeks Kualitas Air (IKA) masing masing ekosistem, dilakukan komputasi untuk nilai IKA Kawasan Penambangan di Subdas Sangatta dengan menggunakan formula sebagai berikut :

IKA = 12.88*IKA(P)+626.52*IKA(H) +60.61*IKA(I)

Indeks Kualitas Air kawasan penambangan di Subdas Sangatta adalah 54.6163 yang termasuk pada kategori kurang baik karena memiliki nilai berkisar 40 ≤ IKA< 60. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, sehingga perlu segera dilakukan pengendalian dan pemulihan pada sektor-sektor yang merusak lingkungannya.

3.2 Studi kasus 2 dan interpretasinya

Judul jurnal : Analisis Kualitas Air Dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal

Penulis : Dyah Agustiningsih, Setia Budi Sasongko, dan Sudarno

Berbagai aktivitas penggunaan lahan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Blukar seperti aktivitas permukiman, pertanian dan industri diperkirakan telah mempengaruhi kualitas air Sungai Blukar. Aktivitas permukiman dan pertanian menyebar meliputi segmen tengah DAS. Perubahan tata guna lahan yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas domestik, pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai (Agustiningsih dkk, 2012).

Interpretasi :

Pada kasus ini, dilakukan pengukuran kualitas air pada Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Analisa dilakukan di Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang dengan parameter yang diukur adalah parameter fisika, kimia, dan biologi. Analisis kualitas air dengan mengacu baku mutu kualitas air sungai menurut PP 82/2001. Penentuan status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran menurut KepMenLH 115/2003, dengan menggunakan persamaan :

𝑷𝑰𝒋= √ (𝑪𝒊/𝑳𝒊𝒋)𝑴 𝟐 + (𝑪𝒊/𝑳𝒊𝒋)𝑹 𝟐 𝟐

(14)

10 Analisa kualitas air ditetapkan berdasarkan kriteria pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Hubungan nilai Indeks Pencemar (IP) dengan status mutu air

Berdasarkan analisa kualitas air Sungai Blukar, sampel air sungai pada parameter BOD, COD, dan total coliform melebihi baku mutu. Berikut ini adalah grafik indeks pencemaran Sungai Blukar :

Gambar 3.1 Indeks Pencemaran sungai berdasarkan status mutu air kelas 1

Dari hasil analisa indeks pencemaran diatas, bahwa telah terjadi penurunan kualitas air Sungai Blukar dari hulu ke hilir. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas air Sungai Blukar berkaitan dengan penggunaan lahan dan aktivitas masyarakat di sekitarnya yang menyebabkan peningkatan bahan organik dan eksistensi total coliform didalam sungai.

(15)

11

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, dkk. 2012. Analisis Kualitas Air Dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Semarang : UNDIP.

Erlania, dkk. 2014. Indeks Biologis Fitoplankton sebagai Indikator Kondisi Perairan pada Lokasi Budidaya Laut di Teluk Ambon Dalam Provinsi Maluku. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya.

http://dlh.grobogan.go.id/index.php/info-lh/berita/61-indeks-kualitas-lingkungan-hidup-iklh-kab-grobogan Diakses pada 20 Maret 2017.

KLHK RI. 2015. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2014. Jakarta : KLHK RI.

Komarawidjaja, W. 2011. Analisis Indeks Kualitas Air Lingkungan Pertambangan Batubara PT KPC Subdas Sangatta Kalimantan Timur. Jakarta : BPPT.

Priyambada, dkk. 2008. Analisa Pengaruh Perbedaan Fungsi Tata Guna Lahan terhadap Beban Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus Sungai Serayu Jawa Tengah), Jurnal Presipitasi, Vol. 5, No. 2, pp 55-62. Sugandhy, Aca. 1999. Operasionalisasi penataan Ruang dan Trilogi Pembangunan,

dalam Majalah Kajian Ekonomi dan Sosial PRISMA, No. 2 Februari 1994.

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi batas ini digunakan untuk memodelkan aliran kompresibel, besaran yang harus dimasukkan nilainya adalah tekanan gauge, bilangan March, temperatur aliran, arah

Indikator kualitas lingkungan yang digunakan untuk menghitung IKLH terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu Indikator Kualitas Air (IKA) yang diukur

Guru mata pelajaran dapat berperan serta untuk mengembangkan kompetensi spiritual siswa dengan berupaya (1) mengaitkan nilai-nilai spiritual ke dalam pelajaran

'erosol merupakan sediaan yang dikemas dibawah tekanan! mengandung 8at akti+  yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk

6 Perhitungan dengan menggunakan metode storet dapat diketahui bahwa kualitas air sungai di Kota Bogor menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks Storet,

Agenda Pembangunan Terkait dengan Lingkungan Hidup Arah Kebijakan • PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Sasaran • MENINGKATNYA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP  IKLH 66.5- 68.5

• Indikator Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Nasional (IKLH) tidak tercantum dalam RPJMN 2010-2014, namun dapat mewakili kondisi kualitas lingkungan hidup di Indonesia.. •

Maka dari hal itu informasi sangatlah penting untuk kebutuhan lembaga ataupun perusahaan karena merupakan sekumpulan dari data – data yang telah dimiliki yang