• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka

1. Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Salah satu kriteria guru yang baik adalah jika guru itu dapat mengenal dan memahami peserta didiknya. Jika mengenal dan memahami peserta didik, guru dapat memberikan pembelajaran yang baik dan tepat sehingga dapat meningkatkan potensi kecerdasan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan anak dan harapan orang tua serta masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut guru harus mengenal betul perkembangan fisik dan mental serta intelektual peserta didiknya.

Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia sekitar enam tahun hingga dua belas tahun. Masa ini merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karena itu, guru akan selalu dituntut untuk memahami dengan betul karakteristik siswa sekolah dasar.

Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran pada berbagai satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan harus memperhatikan karakteristik perkembangan anak yang menjadi subjek didik. Piaget (Sumantri dan Syaodih, 2009: 1.15) mengemukakan bahwa proses perkembangan anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu:

1) Tahap Sensori Motor (0-2 Tahun)

Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak mencapai kematangan dan secara

(2)

perlahan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut.

2) Tahap Praoperasional (2-7 Tahun)

Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda. Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisa rasional. Kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu kesuluruhan yang besar.

3) Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)

Pada tahap ini anak akan mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya. 4) Tahap Operasional Formal (11-15 Tahun)

Tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide, berpikir tentang masa depan secara realistis.

Siswa kelas V di SD Negeri 1 Pejagoan berumur antara 10-11 tahun. Pada masa itu anak masih masuk dalam tahap operasional konkret. Piaget (Sudarwan, 2013: 80) menyatakan bahwa proses berpikir anak-anak berubah secara signifikan selama tahap operasional konkret. Anak-anak usia sekolah bisa terlibat dalam klasifikasi atau kemampuan untuk mengelompok sesuai dengan fitur dan serial pemesanan atau kemampuan untuk mengelompokkan sesuai dengan

(3)

perkembangan logis. Anak-anak telah memiliki kemampuan untuk memahami hubungan sebab-akibat.

Berdasarkan pembahasan tentang karakteristik siswa sekolah dasar, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V berada pada fase operasional konkret. Karakteristik yang dimiliki diantaranya mempunyai rasa ingin tahu tinggi, berimajinasi, suka bermain dengan senang dan gembira, aktif, ingin berprestasi, suka berkelompok dengan teman sebaya, serta menyukai hal-hal yang baru. Hal itu pula yang dimiliki siswa oleh siswa kelas V di SD Negeri 1 Pejagoan dengan berbagai karakteristik siswa sekolah dasar pada umumnya.

Dengan mengetahui berbagai karakteristik siswa, seorang guru dituntut untuk mampu mengemas pembelajaran, baik perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa. Pada pembelajaran IPS siswa melakukan pengalaman belajar sehingga materi yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna. Maka dari itu, peneliti mencoba untuk menerapkan pendekatan saintifik, karena dalam pendekatan saintifik meliputi beberapa tahap, diantaranya mengamati, menanya, mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkan atau mengkomunikasikan. Tahapan tersebut sangat cocok dengan karakteristik siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, aktif, ingin berprestasi, dan suka berkelompok dengan teman sebaya. Selain itu, peneliti juga akan menggunakan multimedia sebagai media untuk membanguan pemahaman siswa dari yang abstrak menjadi lebih konkret, karena pada fase operasional konkret ini siswa belum dapat memahami pengetahuan yang bersifat abstrak. Pada pembelajaran IPS hendaknya siswa memiliki kesempatan untuk aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun kelompok. Melalui pendekatan saintifik dengan multimedia diharapkan siswa mampu berpengalaman aktif dalam belajarnya sehingga akan berpengaruh pada hasil belajar yang akan dicapai.

(4)

b. Belajar, Pembelajaran, dan Hasil Belajar 1) Belajar

Menurut Gagne (Susanto, 2013: 1), belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisme merubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2013: 13) belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Menurut pandangan Skinner (Sagala, 2013: 14) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Burton (Hosnan, 2014: 3) mendefinisikan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu, dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka dapat beinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Djamarah dan Zain (Susanto, 2013: 3) menetapkan bahwa dua indikator belajar adalah sebagai berikut: (a) daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok; (b) perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/ instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan belajar adalah proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan disertai adanya interaksi antara individu dengan individu lain maupun individu dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tindakan atau perilaku pada diri individu dari semula tidak tahu menjadi tahu. 2) Pembelajaran

Sagala (2013: 61) mengatakan pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh

(5)

peserta didik atau murid. Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 (Sagala, 2013: 62) menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk membangun kreativitas berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar sebagai upaya untuk membangun pengetahuan yang dilakukan pada suatu lingkungan belajar.

3) Hasil Belajar

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan sumber belajar di suatu lingkungan belajar”. Nawawi (Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Sunal (Susanto, 2013: 5), untuk mengetahui apakah hasil belajar yang telah dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu, dengan dilakukannya evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan feedback atau tindak lanjut, atau bahkan cara mengukur tingkat penguasaan siswa.

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional

(6)

menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom. Menurut Bloom (Sudjana, 2009: 22) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranaf afektif, dan ranah psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.

a) Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, implikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b) Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

c) Ranah psikomotorik

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

(1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);

(2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

(3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;

(4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan;

(7)

(5) gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;

(6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi

non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Dalam proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian, tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian. Tipe hasil belajar psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam.

Ketiga hasil belajar yang telah dijelaskan di atas penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pengajaran, menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes maupun nontes. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang peneliti paparkan adalah hasil belajar kognitif, yaitu hasil belajar pada materi peristiwa dan tokoh proklamasi.

Menurut Sudjana (2009: 35) alat-alat penilaian hasil belajar yakni tes, baik tes uraian (esai) maupun teks obyektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari bentuk, yakni pilihan bentuk benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi. Tes sebagai penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),

(8)

dan dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Hasil belajar tidak hanya dapat dinilai dengan tes, tetapi juga dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes. Alat-alat nontes yang sering digunakan yaitu kuesioner dan wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap, skala minat), observasi dan pengamatan, studi kasus dan sosiometri. Kelebihan nontes dari tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Penilaian non tes juga dapat digunakan untuk menilai proses belajar (Sudjana, 2009: 67).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi dan kemampuan diperoleh siswa setelah melalui proses belajar. Hal itu dapat diketahui melalui perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif (pemahaman konsep), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan proses). Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi merupakan penilaian atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi hasil belajar siswa dapat diketahui dengan berbagai cara, diantaranya yaitu dengan tes atau nontes.

4) Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V

Peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial adalah proses meningkatnya serangkaian kegiatan yang dirancang sedemikian rupa oleh guru terhadap siswa untuk mempelajari bahan pelajaran IPS menggunakan langkah-langkah pendekatan saintifik yang dipadukan dengan multimedia sehingga siswa mengerti dan

(9)

paham terhadap materi kompetensi dasar IPS yang terdapat di kelas V SD. Hal ini ditunjukkan dengan hasil akhir yang baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan menjadi tolak ukur pembelajaran selanjutnya, yang bertolak pada proses dan hasil belajar.

c. Konsep IPS 1) Pengertian IPS

Ilmu Pengetahun Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Permendiknas No. 22, 2006: 575). Rudy (2013: 48) mengatakan, Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. Lebih lanjut Faqih dan Bunyamin (2001: 5) mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahun Sosial adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, dan generalisasi isu sosial yang memuat materi Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya.

(10)

2) Tujuan IPS

Mata pelajaran IPS di sekolah dasar merupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Selain itujuga memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara baik. Berdasarkan falsafah negara, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu:

Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, meliputi pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dan dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh rasa tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”.

Sejalan dengan tujuan tersebut, tujuan pendidikan IPS menurut Nursid Sumaatmaja (Gunawan, 2013: 18) adalah “Membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara”. Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik (Gunawan, 2013: 18) merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkahlaku para siswa, yaitu (1) pengetahuan dan pemahaman; (2) sikap hidup belajar; (3) nilai-nilai sosial dan sikap; (4) keterampilan. Mutakin (Susanto, 2013: 145) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut: (a) memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat; (b) mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu

(11)

menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial; (c) mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat; (d) menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial serta mampu membuat analisis kristis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat; (e) mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat; dan (f) menjadi warga negara yang baik.

Gunawan (2011: 37) menjelaskan “Pembelajaran IPS bertujuan membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab”.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai tujuan IPS, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membekali siswa menjadi warga negara Indonesia yang baik dan bertanggung jawab dengan mengembangkan kemampuannya sesuai dengan bakat dan minat serta menumbuhkan jiwa nasionalisme dan sikap mental positif terhadap perbaikan dalam membangun kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan agar mampu memecahkan masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga dunia yang efektif.

3) Ruang Lingkup IPS

Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materinya, budayanya, kejiwaannya, pemamfaatan sumber daya yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya

(12)

maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya mempelajari, menelaah, mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.

Mengingat manusia dalam konteks sosial itu demikian luasnya, maka pengajaran IPS di tiap jenjang pendidikan harus dibuat batasan-batasan sesuai dengan kemampuan peserta didik pada tingkat masing-masing jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah, dan juga dengan jenjang pendidikan tinggi.

Ruang lingkup IPS menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Sedangkan menurut Gunawan (2013: 51) ruang lingkup mata pelajarang IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan; (e) IPS SD sebagai pendidikan Global (global

education), yakni mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya,

dan peradaban di dunia; menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa; menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa dunia; mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.

Berdasarkan penjabaran tentang ruang lingkup pembelajaran IPS, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembelajaran IPS adalah keseluruhan kehidupan manusia yang berkaitan dengan masyarakatnya, yaitu: (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan; dan IPS SD sebagai pendidikan global.

(13)

Dari berbagai ruang lingkup pembelajaran IPS yang telah diuraikan, materi yang peneliti pilih termasuk ke dalam ruang lingkup yang kedua, yaitu waktu, keberlanjutan, dan perubahan. Hal ini dikarenakan materi tentang peristiwa dan tokoh-tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia terdapat unsur waktu yaitu kejadian pada materi ini merupakan kejadian di masa lalu, peristiwa tersebut juga berkelanjutan dari peristiwa-peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan sampai proklamasi kemerdekaan itu dilakukan. Pada materi ini juga menjelaskan adanya perubahan dari keadaan awal bangsa Indonesia belum memproklamasikan kemerdekaan hingga pada saatnya bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu, karena pengajaran IPS tidak hanya sekedar menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik, melainkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya. 4) Materi Pembelajaran

a) Standar Isi IPS Kelas V Semester 2

Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar tentang materi peristiwa dan tokoh-tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia berdasarkan Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut.

(14)

Tabel 2.2. Penjabaran Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD/ MI Kelas V Semester 2 pada Materi Perisitiwa dan tokoh Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam memper-siapkan dan memperta-hankan kemerde-kaan Indonesia 2.3 Menghargai jasa dan peran dan tokoh dalam memprokla masikan kemerde-kaan 2.3.1 Menyebutkan berbagai peristiwa menjelang proklamasi kemerde kaan Indonesia. 2.3.2 Menjelaskan pembentukan alat kemerdekaan Indonesia 2.3.3 Mengemukakan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia 2.3.4 Menyebutkan tokoh-tokoh dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia 2.3.5 Menjelaskan cara menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasika n kemerdekaan Indonesia 2.3.6 Mengindentifikasi nilai-nilai positif dari tokoh proklamasi yang dapat diteladani.

(15)

b) Materi Pembelajaran IPS Kelas V SD

Adapun materi yang akan dipelajari dalam pembelajaran selama penelitian adalah materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

(1) Peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan (a) Pertemuan di Dalat

Tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Muhammad Hatta memenuhi undangan Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi mengatakan pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Keputusan itu diambil setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom di Jepang. Akibatnya, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.

(b) Menanggapi berita kekalahan Jepang

Berita tentang kekalahan itu sangat dirahasiakan oleh Jepang. Semua radio disegel oleh pemerintah Jepang. Namun demikian, ada juga tokoh-tokoh pergerakan yang dengan sembunyi-sembunyi mendengarkan berita tentang kekalahan Jepang tersebut. Di antaranya adalah Sutan Syahrir.

Keputusan rapat pada tanggal 15 Agusutus 1945 sore, disampaikan oleh Wikana dan Darwis kepada Soekarno. Utusan golongan muda mengancam akan terjadi pertumpahan darah jika tuntutan golongan muda tidak dilaksanakan. Hal ini menimbulkan suasana ketegangan. Soekarno marah mendengar ancaman itu. Peristiwa menegangkan itu disaksikan oleh golongan tua, seperti Muhammad Hatta, Ahmad Subarjo, Dr. Buntaran,

(16)

Dr. Sanusi, dan Iwa Kusumasumantri. Golongan tua tetap menekankan perlunya melakukan proklamasi kemerdekaan dalam rapat PPKI untuk menghindari pertumpahan darah.

(c) Peristiwa Rengasdengklok

Setelah mengetahui pendirian golongan tua, golongan muda mengadakan rapat lagi menjelang pukul 24.00. Mereka melakukan rapar di asrama Baperpi, Cikini 71, Jakarta. Rapat tersebut selain dihadiri mereka yang mengikuti rapat di Pegangsaan Timur, juga dihadir Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi, dan Sodancho Singgih.

Golongan tua dan golongan muda sepakat bahwa proklamasi kemerdekaan dilakukan di Jakarta, golongan tua diwakili Ahmad Subardjo dan golongan muda diwakili Wikana. Laksamana Maeda bersedia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto, dari pihak pemuda mengantarkan Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok pada hari itu juga. Mereka akan menjemput Soekarno-Hatta. Semula para pemuda tidak mau melepas Soekarno-Hatta. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus keesokan harinya, selambat-lambatnya pukul 12.00. bila hal tersebut tidak terjadi, Ahmad Soebardjo rela mempertaruhkan nyawanya,. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta setempat, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.

(17)

(d) Perumusan teks proklamasi

Sesampai di Jakarta, Soekarno-Hatta bersama Laksamana Maeda menemui Mayjen Nishimura untuk berunding. Nishimura tidak mengizinkan proklamasi kemerdekaan. Kemudian, mereka menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Di tempat inilah naskah proklamasi dirumuskan. Para pemuka Indonesia yang hadir dan berkumpul dalam dua ruangan, ruang makan dan serambi depan. Perumusan teks proklamasi dilakukan di dalam ruang makan di Soekarno, Hatta, dan Mr. Ahmad Soebardjo. Soekarno menulis rumusan proklamasi tersebut.

Gambar 2.1 Konsep naskah Proklamasi tulisan tangan Bung Karno

Gambar 2.2 Naskah Proklamasi yang diketik Sayuti Melik.

(18)

Setelah selesai, teks proklamasi tersebut dibacakan di hadapan tokoh-tokoh peserta rapat. Setelah terjadi kesepakatan bersama, teks proklamasi selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Teks proklamasi yang sudah ditandatangani oleh Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Naskah itulah yang dikenal dengan naskah Proklamasi yang autentik.

(2) Pembentukan Alat Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 18 Agustus 1945 diselenggarakan sidang PPKI yang pertama, yang menghasilkan keputusan sebagai berikut.

a. Mengesahkan dan menetapkan RUUD (yang dibuat dalam sidang II BPUPKI) menjadi UUD negara RI (dikenal dengan UUD 1945).

b. Memilih Ir. Soekarno dan Moh. Hatta menjadi presiden dan wakil presiden.

c. Dalam masa peralihan, tugas presiden dibantu oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).

(3) Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi banyak orang yang berkumpul di kediaman Soekarno. Mereka adalah rakyat dan para pemuda. Sekitar pukul 10.00, Ir. Soekarno didampingi Drs. Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah pembacaan teks proklamasi selesai, upacara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih dilakukan oleh Suhud dan Cudanco Latif, serta diiringi lagu Indonesia Raya. Bendera Merah Putih itu dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno.

(19)

Pada saat Sang Saka Merah Putih dikibarkan, tanpa ada yang memberi aba-aba, para hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah pengibaran bendera Merah Putih, Wali kota Suwiryo dan dr. Mawardi memberikan sambutan. Kemudian mereka yang hadir saling bertukar pikiran sebentar lalu pulang ke rumah masing-masing.

Peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia ini berlangsung sekitar satu jam. Meski sangat sederhana, namun upacara itu dilakukan penuh kekhimatan. Peristiwa itu membawa perubahan yang luar biasa bagi kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Bangsa baru telah lahir.

(4) Tokoh-tokoh Penting dalam Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Ada banyak tokoh yang terlibat dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa proklamasi dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan tua dan golongan muda. Kedua golongan ini sama-sama berjuang agar bangsa Indonesia merdeka.

(a) Ir. Soekarno (1901-1970)

Soekarno adalah tokoh yang sangat penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebagai pemimpin Indonesia yang menonjol waktu itu, Bung Karno dipilih menjadi Ketua PPKI. Sepak terjang Bung Karno pada saat-saat menjelang kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari kedudukan beliau sebagai ketua PPKI.

Peran Bung Karno yang sangat menonjol adalah bersama Bung Hatta bertindak sebagai proklamator. Bung Karnolah yang akhirnya dengan penuh keberanian

(20)

dan kekhidmatan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

(b) Drs. Mohammad Hatta

Peran Moh. Hatta dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan sangatlah penting. Waktu itu, Bung Hatta dianggap sebagai pemimpin utama Bangsa Indonesia selain Bung Karno. Beberapa kali beliau menjadi perantara antara golongan tua dan golongan muda bisa dipertemukan. Selain itu, Bung Hatta adalah perumus naskah proklamasi. Bersama Bung Karno, Bung Hatta bertindak sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. Selain menandatangani proklamasi, beliau juga mendampingi Bung Karno dalam membacakan teks proklamasi. Bung Hatta juga sangat berjasa atas perubahan beberapa kata dalam Piagam Jakarta. Sebagai pemimpin bangsa, beliau menerima aspirasi seluruh rakyat Indonesia. Beliau memikirkan keutuhan seluruh bangsa Indonesia.

(c) Ahmad Subardjo

Ahmad Subardjo adalah penasehat PPKI. Beliau menjadi penengah golongan tua dan golongan muda ketika Soekarno-Hatta diculik dan diamankan ke Rengasdengklok. Setelah mencapai kesepakatan, beliau menjemput Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Beliau meyakinkan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 akan diumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Peran penting lain Subardjo adalah merumuskan naskah proklamasi kemerdekaan. Bersama Bung Karno dan Bung Hatta, beliau merumuskan teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

(21)

(d) Ibu Fatmawati

Sebagai istri pemimpin bangsa Indonesia, Fatmawati turut mendampingi Soekarno. Ibu Fatmawati dikenal sebagai orang yang dekat dengan rakyat indonesia yang sedang memperjuangkan kemerdekaan.

Jasa Ibu Fatmawati sangat menonjol dalam peristiwa proklamasi. Beliau menjahit Bendera Pusaka, Merah Putih. Beliau menjahit Bendera Pusaka ini pada bulan Oktober 1944. Bendera ini dikibarkan setelah Bung Karno membaca teks proklamasi.

(e) Sutan Syahrir

Sutan Syahrir adalah tokoh politik, pejuang kemerdekaan, dan perdana menteri pertama RI. Syahrir dilahrkan di Bukit tinggi. Pada zaman Jepang, Syahrir memutuskan untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah Jepang.

Beliau salah satu tokoh yang berani mengambil resiko mencari berita dan mendengarkan berita radio. Syahrir adalah salah tokoh yang paling awal mengetahui berita Jepang menyerah kepada Sekutu. Setelah beliau mengetahui berita tersebut, beliau mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan RI di luar rapat PPKI.

(f) Laksamana Takasi Maeda

Laksamana Maeda adalah seorang perwira penghubung Jepang. Beliau mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia. Dukungannya telah tumbuh sejak beliau menjabat atase militer di Belanda. Di Belanda, beliau menjalin hubungan dengan sejumlah mahasiswa, misalnya Ahmad Subardjo.

(22)

Beliau menjamin keselamatan perencanaan proklamasi. Perumusan teks proklamasi dilakukan di rumah beliau. Karena dukungannya terhadap persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia, beliau ditangkap oleh Sekutu dan dipenjara di Gang Tengah.

(5) Cara Menghargai Jasa dan Peranan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan yang dinikmati sekarang, bukan pemberian dari Jepang atau pemerintah Belanda. Kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan Bangsa Indonesia sendiri. Dalam perjuangan mencapai Indonesia merdeka, para pahlawan mengorbankan harta, benda, dan nyawa. Tidak terhitung jumlah putra bangsa yang gugur di seluruh Nusantara. Mereka rela mempertahankan jiwa raga demi membela tanah air Indonesia.

Ada beberapa cara mengenang dan menghormati jasa para pahlawan, di antaranya sebagai berikut.

(a) Pada waktu upacara di sekolah atau di kantor, dilakukan acara mengheningkan cipta yang tujuannya untuk mengenang jasa para pahlawan.

(b) Melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan dan mendoakan semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

(c) Meneladani semangat perjuangan para pahlawan dalam kehidupan sehari-hari.

(d) Mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif dan membangun Indonesia supaya lebih maju

(6) Nilai-Nilai Postif Tokoh Proklamasi yang Dapat Diteladani

Para tokoh proklamasi kemerdekaan memiliki jasa yang sangat besar dalam memerdekakan Negara Indonesia. Mereka berjuang sampai titik darah penghabisan demi

(23)

merdekanya Indonesia. Sikap mereka tentunya adalah sikap yang harus diteladani oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini adalah nilai-nilai positif dari para tokoh proklamasi yang dapat kita teladani: (a) rela berkorban; (b) cinta tanah air; (c) rela menolong; (d) semangat yang tinggi; (e) pantang menyerah; (f) kekompakan

2. Pendekatan Saintifik dengan Multimedia a. Pendekatan Saintifik

1) Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pendekatan adalah (a) proses, perbuatan, cara mendekati; (b) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Adapun pengertian pendekatan pembelajaran menurut Hosnan (2014: 32) antara lain sebagai berikut.

a) Perspektif (sudut pandang; pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran.

b) Suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran.

c) Sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

2) Macam-macam Pendekatan Pembelajaran

Adapun macam-macam pendekatan pembelajaran yang dikemukakan oleh Irzieq (2013: 4) antara lain pendekatan kognitif, pendekatan sosial budaya, pendekatan humanistik, pendekatan integratif, dan pendekatan saintifik.

(24)

a) Pendekatan kognitif

Pendekatan kognitif pembelajaran beranjak dari teori perkembangan kognitif Piaget. Proses kognitif ditandai oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian data baru ke dalam struktur kognitif. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dengan situasi baru. Sedangkan equilibrasi adalah proses penyesuaian kembali yang terus-menerus antara asimilasi dan akomodasi.

b) Pendekatan sosial budaya

Pendekatan sosial budaya dalam pembelajaran bertolak dari teori Belajar Sosial dari Albert Bandura (1971). Teori tersebut mencoba menjelaskan proses belajar di dalam

setting atau situasi yang alami (naturalistic). Diakui

bagaimanapun juga lingkungan sosial memberikan banyak kesempatan kepada individu untuk memperoleh keterampilan dan kemampuan melalui pengamatan terhadap perilaku contoh dan implikasinya terhadap perilaku individu.

c) Pendekatan humanistik

Pendekatan humanistik bertolak dari humanistic

psicology yang melihat proses belajar sebagai “proses

membangun pengetahuan melalui pengalaman”. Hakekat proses belajar adalah integrasi dan dinamika proses

“prehension” (penangkapan makna) dan dinamika

“transformation” (pengubah atau pengolahan hasil

penangkapan). d) Pendekatan integratif

Pendekatan integratif (Integrated Approach)

dimaksudkan sebagai pendekatan yang memusatkan perhatian pada suatu masalah dengan menggunakan berbagai konsep dan metode dalam berbagai bidang ilmu. Pendekatan ini juga

(25)

sering disebut pendekatan antar bidang ilmu (Interdisciplinary

Approach, Interfiled Approach). Pendekatan ini memusatkan

perhatian terhadap pengkajian masalah dan pemecahannya dari tiga sudut pandang, yakni ilmu, teknologi, dan masyarakat. e) Pendekatan saintifik

Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan ilmiah meliputi langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

3) Pendekatan Saintifik

a) Pengertian Pendekatan Saintifik

Menurut Daryanto (2014: 51), pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengolah data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang “ditemukan”. Sani (2014: 50) mengatakan bahwa pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah ini pada umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan dan percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan percobaan dapat diganti dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.

(26)

Sependapat dengan Daryanto dan Sani, dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan yang melibatkan keterampilan proses yang meliputi mengamati, menanya, mengklasifikasi, mencari informasi, meramalkan, mengolah informasi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang membekas di pemikiran siswa.

b) Prinsip Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran menurut Daryanto (2014: 58) adalah sebagai berikut:

(1) pembelajaran berpusat pada siswa

(2) pembelajaran membentuk student self concept (3) pembelajaran terhindar dari verbalisme

(4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

(5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.

(6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi

(7) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

c) Langkah dalam Pendekatan Saintifik

Daryanto (2014: 59) mengatakan bahwa langkah-langkah pendekatan ilmiah (saintifik) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan.

(27)

Menurut Dyer (dalam Sani, 2014: 53) pendekatan saintifik dalam pembelajaran memiliki komponen proses pembelajan antara lain: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mencoba/mengumpulkan informasi; (4) menalar/ asosiasi; (5) membentuk jejaring/ melakukan komunikasi.

Sependapat dengan Daryanto dan Dyer, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pendekatan saintifik di antaranya adalah: (a) menggali pengetahuan dengan melakukan pengamatan; (b) mengajukan pertanyaan; (c) mengumpulkan data/informasi dari berbagai sumber pembelajaran; (d) mengolah data/ informasi yang telah diperoleh; dan (e) menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

Gambar 2.3 Langkah-langkah pendekatan Saintifik

(1) Mengamati (Observing)

Pada kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull

learning). Melalui kegiatan mengamati peserta didik dapat

menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

(2) Menanya (Questioning)

Pada tahap menanya, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai Observing (mengamati) Questioning (menanya) Experimenting (mencoba) Networking (membuat jejaring) Associating (menalar)

(28)

apa yang sudah dilihat atau diamati. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan. Selain mengajukan pertanyaan, siswa juga didorong untuk mampu menjawab pertanyaan dari guru. Oleh karena itu, guru perlu merancang kegiatan pembelajaran yang mengupayakan seluruh siswa aktif dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan.

(3) Mencoba/ Mengumpulkan Informasi (Experimenting) Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan menanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak dan memperhatikan fenomena atau objek yang diteliti. Dari kegiatan tersebut maka terkumpulah informasi.

(4) Menalar/ Mengolah Informasi (Associating)

Pada tahap mengolah informasi, kegiatan yang dilakukan adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik dari hasil mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai pada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi.

(5) Mengkomunikasikan (Networking)

Kegiatan mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar siswa dapat mengetahui secara benar atau ada yang harus diperbaiki.

(29)

b. Multimedia

1) Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahas Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne (Sadiman, dkk, 2010: 6) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Asyhar (2011: 5) berpendapat bahwa media memiliki peran yang sangat penting, yaitu suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi atara komunikator dan komunikan. Briggs (Anitah, 2008: 1) mengatakan bahwa media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya, buku, video tape, slide suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

2) Macam-macam Media Pembelajaran

Macam-macam media pembelajaran menurut Asyhar (2011: 53) dikelompokkan menjadi empat macam, diantaranya adalah media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. a) Media Visual

Menurut Arsyad (Asyhar, 2011: 53) secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna, dan tekstur. Garis tidak lain merupakan kumpulan dari titik-titik. Terdapat banyak sekali bentuk garis,

(30)

seperti garis horizontal, garis vertikal, garis lengkung, garis lingkar, garis zig-zag. Bentuk adalah sebuah konsep simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan konsep lainnya. Warna diperlukan untuk memberi kesan penekanan, juga untuk membangun kemenarikan dan keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi realisme dan menciptakan respon emosional.

b) Media Audio

Media audio adalah media yang isi pesannya hanya diterima melalui indera pendengaran saja. Media audio berfungsi merekam dan memancarkan suara manusia, binatang, serta untuk tujuan interview. Media audio digunakan dalam pengembangan keterampilan-keterampilan mendengarkan untuk pesan-pesan lisan.

c) Media Audio-Visual

Media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi. Media audio-visual terbagi menjadi dua macam, yaitu: (1) Audio-visual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset; dan (2) Audio-visual tidak murni, yaitu unsur suara dan unsur gambar nya berasal dari sumber yang berbeda.

d) Multimedia

Multimedia adalah media yang melibatkan jenis media untuk merangsang semua indera dalam satu kegiatan pembelajaran. Keuntungan penggunaan multimedia dalam pembelajaran diantaranya adalah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep abstrak dengan lebih mudah.

(31)

e) Kriteria memilih Media Pembelajaran

Agar pemilihan media tepat sasaran, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan media pembelajaran. Memilih media hendaknya dilakukan secara cermat dan pertimbangan yang matang. Pertimbangan tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria tertentu. Menurut Asyhar (2011: 81) kriteria media pembelajaran yang baik yang perlu diperhatikan dalam proses pemilihan media adalah sebagai berikut: (1) jelas dan rapi; (2) bersih dan menarik; (3) cocok dengan sasaran; (4) relevan dengan topik yang diajarkan; (5) sesuai dengan tujuan pembelajaran; (6) praktis, luwes, dan tahan; (7) berkualitas baik; dan (8) ukurannya sesuai dengan lingkungan belajar.

Pendapat serupa mengenai pemilihan media pembelajaran khususnya untuk multimedia diungkapkan oleh Duffy, dkk (Anitah, 2008: 91), ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah: (1) kesesuaian dengan kurikulum; (2) interaksi pebelajar; (3) mendukung materi pembelajaran; (4) mudah dimanfaatkan; dan (5) memiliki kualitas teknis.

Berdasarkan pendapat Asyhar dan Anitah, dapat disimpulkan bahwa dalam memilih media pembelajaran perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut: (1) sesuai dengan materi yang akan diajarkan; (2) sesuai dengan tujuan pembelajaran; (3) penggunaannya sesuai dengan karakteristik peserta didik; (4) jelas, menarik, rapi, dan mudah digunakan; dan (5) memiliki kualitas yang baik.

f) Pengertian Multimedia

Hefzallah (Anitah, 2008: 60) mengatakan bahwa multimedia digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran. Menurut Heinich (Asyhar, 2011: 75),

(32)

multimedia merupakan penggabungan atau pengintegrasian dua atau lebih format media yang berpadu seperti teks, grafik, animasi, dan video untuk membentuk aturan informasi ke dalam sistem komputer. Sedangkan menurut Gayeski (Munir, 2013: 2) mendefinisikan multimedia sebagai kumpulan media berbasis komputer dan sistem komunikasi yang memiliki peran untuk membangun, menyimpan, menghantarkan, dan menerima informasi dalam bentuk teks, grafik, audio, video, dan sebagainya.

Dari beberapa definisi tentang multimedia di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa multimedia adalah kumpulan beberapa media berbasis komputer secara terpadu yang berfungsi untuk menyampaikan informasi dalam bentuk teks, grafik, audio, video, maupun lainnya.

Pada penelitian ini, cakupan media dalam multimedia yang akan peneliti gunakan adalah gabungan dari media teks, gambar, audio, dan video.

(1) Teks

Teks adalah suatu kombinasi huruf yang membentuk satu kata atau kalimat yang menjelaskan suatu maksud atau materi pembelajaran yang dapat dipahami oleh orang yang membacanya.

(2) Gambar

Gambar merupakan segala sesuatu yang dapat diwujudkan secara visual ke dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pemikiran yang bermacam-macam.

(3) Audio

Audio didefinisikan sebagai macam-macam bunyi dalam bentuk digital seperti suara, musik, narasi, dan sebagainya yang bisa didengar untuk keperluan latar, penyampaian pesan duka, sedih, semangat, dan macam-macam disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

(33)

(4) Video

Video pada dasarnya adalah alat atau media yang dapat menunjukkan simulasi benda nyata. Menurut Agnew dan Kellerman video adalah media digital yang menunjukkan susunan atau urutan gambar-gambar bergerak dan dapat memberikan ilusi/fantasi.

g) Langkah-langkah Penggunaan Multimedia

Menurut Rasimin langkah-langkah penggunaan multimedia adalah: (1) merancang multimedia yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari; (2) mempersiapkan alat-alat dan peralatan elektronik yang akan digunakan dalam penyajian multimedia; (3) menyajikan multimedia kepada siswa; (4) menjelaskan tentang multimedia yang sudah disajikan sehingga siswa mudah untuk memahami materi yang dipelajari (Pratomo, 2014: 32).

Pendapat serupa mengenai langkah-langkah penggunaan multimedia dikemukakan oleh Koirunisa (2014: 42) yaitu: (1) guru merancang multimedia sesuai dengan materi yang dipelajari: (2) guru mempersiapkan multimedia yang akan digunakan; (3) guru menyajikan multimedia; (4) guru menjelaskan multimedia.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan multimedia yaitu: (1) guru merancang multimedia sesuai dengan materi yang akan dipelajari; (2) guru mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk menyiapkan multimedia; (3) guru menyajikan multimedia kepada siiswa; (guru menjelaskan tentang multimedia yang sudah disajikan sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang akan dipelajari.

h) Keunggulan dan Kekurangan Multimedia

Munir (2013: 6) mengemukakan keunggulan multimedia pembelajaran antara lain:

(34)

(2) kemampuan untuk mengakses informasi secara up to date dan memberikan informasi lebih dalam dan lebih banyak;

(3) bersifat multi-sensorik karena banyak merangsang indera, sehingga dapat mengarah ke perhatian dan tingkat retensi yang baik;

(4) menarik perhatian dan minat peserta didik, karena merupakan gabungan antara pandangan, suara, dan gerakan. Apalagi manusia memiliki keterbatasan daya ingat;

(5) media alternatif dalam penyampaian pesan dengan diperkuat teks, suara, gambar, video, dan animasi;

(6) meningkatkan kualitas penyampaian informasi;

(7) bersifat interaktif menciptakan hubugan dua arah diantara pengguna multimedia. Interaktivitas yang memungkinkan pengembang dan pengguna untuk membuat, memanipulasi, dan mengakses informasi.

Kekurangan multimedia yang dikemukakan oleh Daryanto yaitu teknologi multimedia semakin menggeser peranan guru, khususnya multimedia yang tersedia melalui perangkat komputer. Hal tersebut menimbulkan beberapa persoalan diantaranya.

(1) Berkaitan dengan orientasi filosofis yang berasal dari dua pandangan berbeda yaitu multimedia sangat membantu mencapai tujuan pendidikan sedangkan pendapat lain menyatakan pengetahuan hendaklah dibangun sendiri.

(2) Berhubungan dengan lingkungan belajar menurut tinjuan tiga lingkungan belajar yaitu prestasi belajar merupakan pencapaian secara eksternal, kontrol proaktif siswa atas proses belajarnya sendiri, dan saling ketergantungan antara sistem belajar dan siswa.

(3) Berhubungan dengan desain instruksional yaitu siswa bisa diberdayakan.

(35)

(4) Berkaitan dengan umpan balik yaitu siswa menetapkan arah atau petunjuk sendiri dan membuat pilihannya.

Sifat sosial dari jenis pembelajaran ini. Multimedia dianggap sebagai pembelajaran yang bersifat isolatif (2013: 60-62).

c. Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Multimedia

Pendekatan saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Pendekatan ilmiah ini pada umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan dan percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan percobaan dapat diganti dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber. Penerapan Pendekatan Saintifik mempersyaratkan kondisi dan lingkungan belajar yang menjamin siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran. Siswa dapat berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran apabila secara fisik dan emosionalnya juga aktif. Untuk menjamin siswa melakukan aktifitas mengamati dan mengumpulkan informasi dapat dilakukan dengan tersedianya media yang menunjang penerapannya. Indikator dari berhasilnya guru menerapkan pendekatan saintifik adalah siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan terbuka.

Istilah multimedia yang digunakan dalam pendidikan sekarang ini memberikan gambaran terhadap suatu sistem komputer dimana semua media; teks, audio/suara, animasi, dan video berada dalam satu model perangkat lunak yang menjelaskan atau menggambarkan satu program pendidikan. Menurut Munir (2013: 22), sebuah penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Williams, dan Roderick (1968) tentang penggunaan berbagai media dalam memulai proses belajar mengajar, menunjukkan bahwa peserta didik dalam kelompok eksperimen yang menggunakan media proses belajar yang terpadu memperoleh hasil

(36)

yang signifikan lebih baik daripada peserta didik yang menggunakan media tradisional (buku teks) dalam proses belajarnya. Multimedia menawarkan sejumlah keunggulan diantaranya proses pembelajaran akan menjadi lebih menarik karena multimedia dilengkapi dengan unsur-unsur gambar (gambar gerak dan gambar diam), suara, gerak yang memanipulasi gerak alami yang sulit, dan teks. Indikator berhasilnya pembelajaran dengan menggunakan multimedia adalah perhatian peserta didik akan lebih terpusat, rasa ingin tahunya akan lebih tinggi akan hal-hal lain, rasa tertarik siswa dalam pembelajaran meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa multimedia sangat cocok digunakan pada penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pada beberapa langkah dalam pendekatan saintifik yang diantaranya melakukan aktifitas mengamati dan mengumpulkan informasi, dapat dilakukan dengan tersedianya media yang menunjang penerapannya. Multimedia pada proses pembelajaran sangat menarik karena multimedia dilengkapi dengan unsur-unsur gambar (gambar gerak dan gambar diam), suara, gerak yang memanipulasi gerak alami yang sulit, dan teks. Jadi, penggunaan multimedia dimungkinkan untuk menjadi salah satu alternatif dalam mengoptimalkan implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

Berikut ini adalah langkah-langkah penerapan pendekatan saintifik dengan multimedia: (1) guru menggali pengetahuan siswa dengan melakukan pengamatan menggunakan multimedia; (2) guru bertanya kepada siswa dengan menggunakan multimedia dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat dan diamati; (3) siswa mengumpulkan data/informasi dari multimedia yang ditampilkan guru dan dari berbagai sumber pembelajaran; (4) siswa mengolah data/ informasi yang telah

(37)

diperoleh; dan (5) siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dan klarifikasi serta kesimpulan dari guru.

Berkaitan dengan hal di atas, hasil penelitian mengenai penerapan pendekatan saintifik pernah dilakukan oleh Hope K. Gerde (2013: 315). Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa penerapan metode ilmiah untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan kepada anak-anak memberikan cara yang sistematis untuk melibatkan anak-anak dalam kegiatan mengamati, menanya, memprediksi, mencoba, meringkas, dan berbagi hasil. Proses ini mendorong anak-anak untuk menggunakan bahasa, kemampuan membaca dan menulis, serta keterampilan matematika dengan cara yang alamiah. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Arifudin Hidayat (2014: 106) dan Pande Putu Ayu Virga Yanti, dkk (2015). Penelitian yang dilakukan oleh mereka membuktikan bahwa penerapan pendekatan saintifik dapat meningkatkan hasil belajar.

Selain penelitian yang berkaitan dengan pendekatan saintifik, penelitian lain dilakukan oleh Andi Tenri Ampa (2013) berkaitan dengan penggunaan multimedia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan multimedia juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil pengamatan awal pada siswa kelas V SDN 1 Pejagoan, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas masih berpusat pada guru,. Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas masih didominasi oleh guru. Selain itu, guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif sehingga menyebabkan pembelajaran yang berlangsung kurang optimal dan bermakna.

Permasalahan di atas menjadikan siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran di kelas, siswa tidak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, dan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Pejagoan terutama pada

(38)

pembelajaran IPS rendah. Untuk memecahkan masalah tersebut, guru harus pintar dalam memilih pendekatan dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas V. Karakteristik siswa kelas V antara lain memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berimajinasi, suka bermain dengan senang dan gembira, aktif, ingin berprestasi, suka berkelompok dengan teman sebaya, serta menyukai hal-hal yang baru. Oleh karena itu, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, bermakna, dan membangkitkan keaktifan siswa, salah satunya yaitu menggunakan pendekatan saintifik dengan multimedia.

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang menekankan pada proses ilmiah dengan melaksanakan investigasi terhadap suatu fenomena atau objek konkret melalui proses pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran nilai-nilai sehingga dapat mendorong siswa untuk mengembangkan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Multimedia merupakan media berbasis komputer yang memiliki peran untuk membangun, menyimpan, menghantarkan, dan menerima informasi dalam bentuk teks, grafik, audio, video, dan sebagainya. Di dalam pembelajaran, penggunaan multimedia dapat disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Dengan penggunaan multimedia tentunya akan sangat membantu membangun pemahaman dan pengetahuan siswa karena dengan multimedia pembelajaran atau objek yang sifatnya abstrak (tidak nyata) bisa menjadi konkret (nyata) karena dapat didengar, dilihat, ataupun dirasakan oleh siswa.

Keunggulan penerapan pendekatan saintifik dengan multimedia diantaranya adalah: (1) Siswa dapat berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran apabila secara fisik dan emosionalnya juga aktif; (2) siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan terbuka; (3) perhatian peserta didik akan lebih terpusat, rasa ingin tahunya akan lebih tinggi akan hal-hal lain, rasa tertarik siswa dalam pembelajaran meningkat; (4) proses pembelajaran akan

(39)

menjadi lebih menarik. Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan saintifik dengan multimedia diantaranya adalah: (1) guru menggali pengetahuan siswa dengan melakukan pengamatan menggunakan multimedia; (2) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat dan diamati; (3) siswa mengumpulkan data/informasi dari berbagai sumber pembelajaran; (4) siswa mengolah data/ informasi yang telah diperoleh; dan (5) siswa mengkomunikasikan hasil pengamatan dan klarifikasi serta kesimpulan dari guru.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di di kelas V SDN 1 Pejagoan Tahun 2015/2016 melalui III siklus dengan menerapkan pendekatan saintifik dengan multimedia. Pada setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Penelitian ini dihentikan jika 80% dari jumlah siswa sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) =75 pada materi peristiwa dan tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah dilaksanakan penelitian ini, diharapkan implementasi pendekatan saintifik dengan multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas V SDN 1 Pejagoan Tahun 2015/2016 dengan tercapainya KKM yang sudah ditentukan yaitu =75. Kerangka berpikir lebih jelasnya digambarkan pada gambar paradigma berpikir berikut ini.

(40)

Kondisi

Awal Guru masih

menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran dan belum menggunakan media secara maksimal.

Siklus I Ketuntasan hasil belajar IPS siswa mencapai 69,04% Penerapan pendekatan saintifik dengan multimedia dalam pembelajaran IPS dengan langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan Kondisi Akhir Tindakan Siklus II Ketuntasan hasil belajar IPS siswa

meningkat mencapai 81,66%

Hasil belajar IPS pada materi Peristiwa dan tokoh-tokoh proklamasi kemerdekaan RI

meningkat menjadi =75 (KKM)

Gambar 2.4. Kerangka Berpikir

Guru menggunakan metode konvensional sehingga hasil belajar IPS rendah Siklus III Ketuntasan hasil belajar IPS siswa

meningkat mencapai 69,04%

Siswa aktif dalam pembelajaran, memiliki kemampuan untuk menyampaikan gagasan baru, bersifat terbuka, dan responsif

(41)

47 C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan yaitu “Jika penerapan pendekatan saintifik dengan multimedia dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi peristiwa dan tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia bagi siswa kelas V SD N 1 Pejagoan tahun ajaran 2015/2016”. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru, sehingga hasil belajar IPS rendah

Referensi

Dokumen terkait

Uung Ungkawa, MT Sifat : Tutup Buku, HP,

Dari data hasil simulasi perbandingan antara sistem CDMA-OFDM pada jumlah chip kode PN 4, 8 dan 16 dengan 4 pengguna, dalam grafik unjuk kerja sistem terlihat

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Berikut ini yang ekuivalen dengan pernyataan “Jika imunitas tubuh kita baik, maka kita tidak mudah terserang penyakit “ adalah ….. Imunitas tubuh kita baik, tetapi mudah

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Tabel 2 Perbandingan output paket AMV 2.0 dengan output SAS, Minitab, dan SPSS menggunakan metode blackbox Fungsi di AMV 2.0 Perangkat Lunak Hasil Perbandingan output

Jika Grup mengurangi bagian kepemilikan pada entitas asosiasi atau ventura bersama tetapi Grup tetap menerapkan metode ekuitas, Grup mereklasifikasi ke laba rugi proporsi

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui kandungan yang terdapat pada lidah buaya, menentukan komposisi tepat pasta gigi lidah buaya, serta melakukan