• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta,

karena kedudukannya diatur sendiri dalam undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta".

Selanjutnya, dalam UU No. 34 Tahun 1999 dinyatakan bahwa wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka terhitung mulai tanggal 3 Juli 2001, status Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan menjadi Kabupaten Administrasi. Dalam PP 55 tahun 2001 disebutkan bahwa peningkatan status menjadi Kabupaten Administrasi dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta pengendalian fungsi kawasan Kepulauan Seribu.

Wilayah Kepulauan Seribu terletak di Teluk Jakarta dan Laut Jawa yang merupakan sumberdaya perairan dengan luas perairan laut sebesar 6.997,50 km2. Kepulauan Seribu terdiri atas gugusan pulau karang, yang saat ini meliputi 110 pulau dengan luas daratan sebesar 7,73 km2 (773,61 Ha). Sebanyak 20 buah pulau telah beroperasi sebagai pulau tujuan rekreasi dan pariwisata; dan sebanyak 11 pulau merupakan pulau hunian dengan jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000 sebesar 17.973 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.176 jiwa dan perempuan 8.797 jiwa atau seks rasio sebesar1,04. Jumlah rumahtangga sebanyak 4.454 dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga sebesar empat Orang. Kelurahan

(2)

terpadat penduduknya yaitu Kelurahan Pulau Panggang dengan kepadatan sebesar 4.354 jiwa/Km2, sedangkan yang terendah adalah kelurahan Untung Jawa dengan kepadatan sebesar 664 jiwa/Km2 (BPS, 2001).

Suhu bulanan rata-rata Kepulauan Seribu antara 27 - 28,3° C dengan curah hujan rata-rata sebesar 43 mm - 50 mm dan kelembaman rata-rata sebesar 72 % - 81,7 %. Pada musim hujan terdapat fitoplankton yang cukup banyak dan pada musim angin Barat kandungan zooplankton menjadi lebih besar, dimana kondisi ini memiliki potensi yang besar untuk kegiatan budidaya laut, seperti rumput laut, kerapu, kakap, baronang dan kerang hijau.

Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2001 ditetapkan wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (yang terdiri atas Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan); serta wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (yang terdiri atas Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Untung Jawa dan Kelurahan Pulau Pari). Saat ini nelayan di Kepulauan Seribu dapat menangkap ikan secara efektif hanya sembilan bulan dalam kurun waktu satu tahun, yaitu pada periode bulan Pebruari sampai dengan Oktober. Sedangkan sisanya, selama tiga bulan merupakan bulan paceklik, dimana para nelayan tidak dapat menangkap ikan yang disebabkan oleh datangnya musim angin Barat. Untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan pendapatan nelayan, alternatif yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kegiatan budidaya laut (seperti ikan, rumput laut, teripang dan lain-lain), serta melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan (seperti ikan asin, kerupuk ikan, dodol rumput laut, dan lain-lain). Gambaran hasil produksi dan nilai hasil usaha penangkapan selama satu bulan menurut jenis ikan di wilayah Pulau Seribu disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Hasil dan Nilai Tangkapan Selama Satu Bulan menurut Jenis Ikan di wilayah Pulau Seribu

(3)

No. Jenis Ikan Hasil Tangkapan (Kilogram) Nilai Tangkapan ('000 rupiah) 1. Baronang 17.386 288.717 2. Ekor kuning 41.840 327.488 3. Kakap 14.365 175.549 4. Kembung 26.667 171.132 5. Kerapu 10.562 115.658 6. Layang 19.515 70.066 7. Manyung 909 4.323 8. Selar 71.288 256.039 9. Tembang 7.364 13.863 10. Tenggiri 9.054 110.467 11. Tongkol 24.827 123.478 12. Ikan lainnya 110.834 431.759 13. Ikan hias 4.107 14.100 14. Karang 3.442 30.541

15. Biota laut lainnya 742 1.117

JUMLAH 362.902 2.134.297

Sumber : BPS Propinsi DKI Jakarta (2000).

Jika dikaji dari potensi yang ada dan dengan mempertimbangkan potensi ekonomi, budidaya ikan merupakan alternatif yang perlu didukung pengembangannya, khususnya budidaya ikan kerapu. Hal ini didasarkan pada kondisi belum optimalnya pengelolaan ikan kerapu, terutama yang berbasis komersial. Jika dilihat dari data ekspor per jenis ikan yang dilakukan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dapat diketahui bahwa ikan kerapu belum secara optimal digali potensinya, sehingga jumlah ekspornya masih relatif kecil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut.

(4)

Tabel 1.2. Volume Ekspor menurut Jenis Ikan di DKI Jakarta Tahun 1992-1998 (dalam Kg)

No. Jenis Ikan 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

1. Udang 12.463.524,25 12.911.394,46 13.746.949,90 10.338.398,84 8.003.007,80 6.533.635,85 4.137.950,57 2. Tuna 8.033.352,98 10.863.321,86 9.951.998,18 11.355.565,50 11.532.944,19 10.509.288,26 8.897.729,14 3. Kodok 228.128,00 373.093,30 323.006,38 542.255,91 444.958,99 444.958,99 297.977,19 4. Lobster 101.238,00 34.979,02 88.711,88 397.509,12 99.046,08 99.046,08 143.394,14 5. Tenggiri 5.006.025,56 4.035.566,16 3.332.387,66 2.761.846,68 191.097,02 293.532,06 649.543,74 6. Sirip Ikan 8.374,70 5.378,00 33.867,85 - 399,00 168,00 6.032,10 7. Ubur-ubur 646.325,00 1.771.600,00 1.005.431,00 128.175,00 209.328,00 722.632,00 565.295,00 8. Gurita - - - 3.385,00 293.547,69 9. Kepiting/ Rajungan 127.742,56 154.888,00 283.399,00 168.547,70 160.252,56 126.512,80 206.527,63 10. Ikan Asin 133.239,00 97.900,00 4.629,50 207.438,00 495.505,00 877.134,00 134.583,22 11. Belut 1.000,00 - - 7.005,00 0,00 0,00 17.500,00 12. Bawal - - - - 393.150,00 325.501,00 537.195,00 13. Kakap - - - - 1.063.862,98 1.409.229,65 1.119.091,72 14. Kerapu - - - - 165.335,61 159.965,70 500.221,47 15. Cucut - - - - 0,00 23.318,00 8.709,00 16. Cumi - - - - 17.428,00 9.130,00 465.581,06 17. Labi-labi - - - - 164.487,00 13.526,60 5.300,00 18. Ekor kuning - - - - 56.100,00 62.421,00 37.585,00 19. Lain-lain 282.888,00 66.980,50 1.789.151,23 82.665,65 207.249,29 287.567,87 3.905.012,07 JUMLAH 27.031.838,05 30.315101,30 30.559.532,58 25.989.407,40 23.204.151,51 21.900.952,86 21.928.775,74

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta (2000).

Untuk mengetahui potensi dan aktivitas yang ada, yang selanjutnya dijadikan bahan perumusan strategi pengembangan budidaya ikan kerapu, wilayah penelitian meliputi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta. Saat ini di Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kepulauan Seribu terdapat kegiatan pembenihan (hatchery) ikan kerapu yang baru mulai dirintis oleh pihak swasta. Kegiatan pembenihan ini diharapkan dapat menjadi pengungkit (leverage) bagi kegiatan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Saat ini belum tersedia rencana strategis pengembangan budidaya ikan kerapu, sehingga penelitian ini ditujukan untuk merumuskan perencanaan strategis pengembangan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

(5)

Kehidupan masyarakat di wilayah Kepulauan Seribu pada umumnya sangat tergantung pada eksistensi sumberdaya pesisir dan laut, dimana secara dominan mereka tergantung dari hasil tangkapan ikan karang. Sebagai salah satu unsur ekosistem di wilayah ini, keberadaan terumbu karang memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan mereka yang terkait dengan keberadaan terumbu karang meliputi kegiatan penangkapan ikan ekor kuning, ikan pisang-pisang, baronang, kerapu, ikan hias, sampai dengan kegiatan budidaya dan pengambilan terumbu karang hidup dan biota laut lainnya untuk diperdagangkan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ini mendorong tumbuhnya kegiatan turunan berupa pengolahan hasil laut, jasa perdagangan (hasil laut, bahan bakar minyak, dan bahan keperluan sehari-hari), serta kegiatan pembuatan kapal penangkap ikan. Secara rinci kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu diidentifikasi seperti terlihat pada Tabel 1.3.

(6)

Tabel 1.3. Rekapitulasi Analisis Finansial Kegiatan Usaha di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

No. Jenis Usaha Investasi

(Rp.)

Keuntungan (Rp.)

R/C

1. Jaring Kongsi (muroami kecil) 65.000.000 827.000.000 6,27 2. Jaring Payang 28.000.000 132.027.200 5,69 3. Nelayan Ikan/Tanaman Hias 34.030.000 373.615.500 3,82 4. Bagan 28.100.000 58.475.000 4,34 5. Penangkap Teripang 26.300.000 74.064.000 4,60 6. Bubu 26.690.000 72.599.000 4,49 7. Pancing Tongkol 8.300.000 63.260.000 3,81 8. Budidaya Kerapu 34.000.000 99.540.000 2,12

9. Budidaya Rumput Laut 6.347.000 27.061.000 3,59 10. Ikan Asin dan Kerupuk Ikan 313.000 5.563.400 1,24

11. Kerupuk Ikan 751.000 9.573.667 1,30 12. Teripang Asap 375.000 27.825.333 3,37 13. Dodol dan Manisan 434.000 3.793.500 1,33 14. Keripik Sukun 310.000 971.600 1,40 15. Ternak Itik 760.000 1.548.333 1,84 16. Ternak Ayam Bangkok 835.000 1.415.000 1,67 Sumber : Biro Bina Perekonomian Daerah Propinsi DKI Jakarta dan

(7)

B. Perumusan Masalah

Masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki karakteristik dan masalah stereotipe yang mirip, yang karakteristiknya digambarkan di bawah ini .

1. Aspek Technoware

a. Teknologi Pembenihan

Teknologi produksi benih bersifat kompleks, dengan jumlah investasi yang sangat besar, yaitu sekitar 3-4 milyar rupiah (hasil wawancara dengan pihak PT. Nuansa Ayu Karamba, 2002). Usaha pembenihan mempunyai risiko yang tinggi karena rendahnya angka SR. Saat ini di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu baru dirintis usaha pembenihan ikan kerapu berskala kecil dengan menggunakan teknologi sederhana oleh PT. Nuansa Ayu Karamba. Nelayan di Wilayah Kepulauan Seribu masih tergantung pada benih ikan kerapu yang berasal dari penangkapan di alam.

b. Teknologi Pembesaran

Metode pembesaran ikan kerapu yang dianggap modern adalah teknologi budidaya dengan Kajapung (Karamba Jaring

Apung) yang benihnya berasal dari ikan kerapu induk yang

dipijahkan secara modern. Saat ini teknologi pembesaran yang dilakukan oleh nelayan Kepulauan Seribu masih dengan cara tradisional yang hasil produksinya masih terbatas karena pengadaan benih ikan sangat tergantung pada musim gelombang dan jumlah penangkapannya masih relatif sedikit. c. Teknologi Transportasi

Pada dasarnya teknologi transportasi yang utama adalah menyangkut persiapan terhadap ikan, bahan pengemas dan persiapan teknis lainnya seperti perbandingan air laut dan gas oksigen, suhu ideal, salinitas dan lamanya pengangkutan guna memperlancar dan melindungi ikan hingga selamat tiba di tempat tujuan.

(8)

Persiapan terhadap ikan meliputi pemuasaan ikan guna menghindari kotoran yang dikeluarkan dari sisa-sisa metabolisme yang akan menurunkan kualitas air. Bahan pengemas pada prinsipnya dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat aerasi di dalam kemasan selama di perjalanan. Persiapan teknis lainnya meliputi upaya menjaga suhu media untuk memperlambat proses metabolisme sehingga akan memperlambat berkurangnya oksigen dalam media selama pengangkutan. Disamping itu air laut digunakan sebagai media pengangkutan untuk menjaga tingkat salinitas sesuai dengan kondisi media budidaya sesungguhnya.

Teknologi transportasi ini masih belum dikuasai sepenuhnya oleh para nelayan budidaya ikan kerapu di wilayah Kepulauan Seribu yang masih bersifat tradisional.

2. Aspek Humanware

Penduduk wilayah Kepulauan Seribu secara dominan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan , yaitu sebesar 82,78 % baik sebagai nelayan penangkapan maupun nelayan budidaya, sementara sebesar 12,56 % memiliki mata pencaharian dalam usaha perdagangan, dan sisanya sebesar 4,66 % berusaha di luar kedua sektor tersebut (BPS, 2000). Dari seluruh penduduk yang bekerja, sebesar 76,40 % memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar, 15,01 % SLTP, dan sisanya 8,47 % SLA dan sekitar 0,12 % Akademi dan Universitas (BPS, 2000). Rendahnya tingkat pendidikan mayoritas penduduk Kepulauan Seribu menjadikan kemampuan mereka sangat terbatas, baik dalam memanfaatkan hasil laut sebagai sumberdaya ekonomis, seperti teknik penangkapan ikan yang merusak alam atau teknik budidaya, pengolahan pasca panen hasil laut, pemasaran dan manajemen usaha skala mikro.

(9)

3. Aspek Infoware

Wilayah Kepulauan Seribu memiliki kendala geografis dalam hal transportasi dan komunikasi. Transportasi laut di wilayah ini relatif mahal dan kurang memadai. Sarana komunikasi yang ada berupa kantor pos satu buah, telepon umum enam unit, dan telex radio tujuh unit. Hal ini menyebabkan rendahnya aksesibilitas dan afordabilitas penduduk terhadap berbagai informasi, baik menyangkut teknik penangkapan ikan, budidaya, pemasaran, harga komoditi dan produk (baik dalam negeri maupun manca negara), permodalan dan manajemen praktis tentang pengelolaan usaha skala mikro. Hal ini lebih diperburuk oleh keadaan belum tersedianya sistem informasi pasar, baik menurut jenis komoditas maupun sumber harga.

4. Aspek Orgaware

Kelembagaan di Kepulauan Seribu terdiri atas kelembagaan pemerintahan, kelembagaan ekonomi, dan kelembagaan sosial. Kelembagaan pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dibentuk tahun 2001. Pada bulan April 2001 telah dibentuk Dewan Kelurahan yang berfungsi sebagai lembaga konsultatif bagi penyelenggara Kelurahan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan. Kelembagaan ekonomi di wilayah Kepulauan Seribu saat ini diperlihatkan pada Tabel 1.4.

(10)

Tabel 1.4. Jumlah Fasilitas Ekonomi di Kepulauan Seribu, Tahun 2000.

Wilayah Toko Warung Warung Nasi

Koperasi Pos Giro Jumlah (Unit) P. Panggang 1 41 3 1 1 47 P. Tidung 3 55 2 60 P. Kelapa 4 97 2 2 105 P. Untung Jawa 11 7 1 19 Jumlah 8 207 12 6 1 231

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta (2000).

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar belum dapat dikembangkan, yang diakibatkan tingginya disparitas harga ikan di wilayah Kepulauan Seribu dengan di Muara Angke, sehingga mendorong para nelayan menjual hasil tangkapannya ke Muara Angke. Kegiatan nelayan di akomodir dalam kelompok-kelompok nelayan yang dibentuk sesuai kebutuhan, misalnya ketika ada penyaluran bantuan modal. Sedangkan kelembagaan sosial meliputi : Karang Taruna, Posyandu, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dan Majelis Taklim.

Secara umum nelayan di Kepulauan Seribu bisa menangkap ikan selama sembilan bulan dalam satu tahun, selebihnya selama tiga bulan mereka tidak dapat menangkap ikan karena adanya musim angin Barat. Untuk mengatasi kondisi ini nelayan Kepulauan Seribu didorong untuk mengembangkan budidaya hasil laut yang dalam penelitian ini difokuskan pada budidaya ikan kerapu. Berdasarkan identifikasi beberapa kondisi strategik yang ada, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal dan internal dalam kegiatan budidaya ikan kerapu.

(11)

2. Tipologi Strategi pengembangan budidaya ikan kerapu yang melibatkan peranserta swasta, pemerintah dan masyarakat sebagai berikut.

a. Bagaimana strategi untuk memperoleh keunggulan kempetitif (competitive advantage) yang dapat digali dari keunggulan komparatif (comparative advantage) pada setiap kegiatan yang dilakukan.

b. Bagaimana program kegiatan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek yang sebaiknya dilakukan, serta dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian Perencanaan Strategik Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bertujuan sebagai berikut.

1. Melakukan pengkajian terhadap kondisi lingkungan eksternal dan internal dari kegiatan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

2. Memformulasikan strategi pengembangan budidaya ikan kerapu dengan pendekatan "resource-based".

3. Menyusun program jangka panjang, menengah dan pendek bagi pengembangan budidaya ikan kerapu.

Gambar

Tabel 1.2.  Volume Ekspor menurut Jenis Ikan di DKI Jakarta Tahun  1992-1998 (dalam Kg)
Tabel  1.3. Rekapitulasi Analisis Finansial Kegiatan Usaha di  Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
Tabel 1.4.  Jumlah  Fasilitas  Ekonomi di Kepulauan Seribu, Tahun  2000.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui gambar, yaitu apabila seseorang akan membuat cetakan permanen, maka ia akan membutuhkan suatu gambar pedoman dari benda yang akan dibuat dalam proses pengerjaan awal.

Gambar 4.3 Map & Chart 10 besar perolehan suara terbanyak Partai Demokrat hampir dominan di semua kecamatan di Daerah Pemilihan Kota Semarang, seperti yang disampaikan

(1) Penentuan tipe hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, disesuaikan dengan fungsi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.. (2) Tipe

Sistem operasional DAMIU adalah proses pengolahan air baku (yang tidak dapat diminum) menjadi air minum isi ulang (yang dapat diminum) dengan kualitas air yang memenuhi

TENAGA PENGAJAR TETAP FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2012... NO UNIT KERJA

Untuk menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam

Pendekatan efektifitas dalam mengukur efektifitas menurut Martani dan Lubis (1987) ada 3(tiga) yaitu:.. a) Pendekatan Sumber (Resource Approach) yakni mengukur efektifitas dari

Sarana yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kepada wisatawan antara lain seperti fasilitas umum (toilet), restaurant, ruang informasi, sarana transportasi di dalam